• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Pemanfaatan dan Pengolahan Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L) Menjadi Berbagai Produk Olahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Finansial Pemanfaatan dan Pengolahan Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L) Menjadi Berbagai Produk Olahan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL PEMANFATAN DAN PENGOLAHAN

DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L) MENJADI BERBAGAI

PRODUK OLAHAN

EKO PRAYOGO

111201060/MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRACT

EKO PRAYOGO : Analisis Finansial Pemanfaatan dan Pengolahan Daun Jeruju

(Acanthus ilicifolius L) Menjadi Berbagai Produk Olahan, dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Jeruju (Acanthus ilicifolius L) merupakan salah satu komoditas dari hutan mangrove yang dapat ditemukan di berbagai lokasi termasuk di Desa Sei Nagalawan. Sebagian besar pemanfaatan daun jeruju masih bersifat konvensional dan sub-sisten. Pemanfaatan jeruju masih sebatas pada daun dan akar. Pengolahan daun jeruju skala rumah tangga telah ada di Desa Sei Nagalawan yang mengolah jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk, kelayakan finansialnya, menghitung besarnya nilai tambah daun jeruju dalam setiap proses produksi di Desa Sei Nagalawan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dan metode yang digunakan berupa analisis biaya dan pendapatan, analisis RC ratio, analisis break event point, dan analisis nilai tambah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak karena nilai RC rationya lebihdari satu (1,17), dan usaha pengolahan daun jeruju menjadi teh jeruju layak dilakukan karena RC rationya lebih dari satu (2,14). Jumlah BEP untuk kerupuk jeruju dan teh jeruju dalam volume produksi adalah 31 bungkus dan 7 bungkus, sedangkan BEP harga sebesar Rp 5.200,- per bungkus dan Rp 4.700,- per bungkus. Nilai tambah untuk kerupuk sebesar Rp 49.577,-/kg dan untuk teh jeruju sebesar Rp 81.150,-/kg. Peluang pasar masih luas karena olahan jeruju yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Letak Kawasan Desa Sei Nagalawan yang strategis akan mendukung akses pemasaran.

(3)

ABSTRACT

EKO PRAYOGO: Financial Analysis of utilization and Processing of Jeruju

Leaves (Acanthus ilicifolius L) Becomes Various Products, supervised by AGUS

PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Jeruju is one of mangrove commodities that can be found at various location including in Sei Nagalawan village. Most of the utilization of jeruju leaves still conventional and subsistence .jeruju utilization is still limited for the leaves and roots. At household jeruju leaves processing has been in Sei Nagalawan village it was process then into jeruju kerupuk and jeruju tea. The study aim to know finansial feasibility leaves processing household jeruju, to know processing of jeruju leaves becomes various products, the financial feasibility and to know added value jeruju leaves in every production process in Sei Nagalawan village. This research was done in March 2015. Sampling was done by purposive and the method used in the form of cost and revenue analysis, RC Ratio analysis, Break event point analysis, and Added value analysis.

This research showed that financially, jeruju kerupuk enough being product because its RC ratio more than one (1,17) and therefore jeruju tea enough being product because its RC ratio more than one (2,14). BEP total of jeruju kerupuk is 31 packs while jeruju tea is 7 packs and BEP price is about Rp 5.200,- per pack for jeruju kerupuk and Rp 4.700,-/ packs for jeruju tea. Added value for jeruju kerupuk is Rp 49.577,-/kg, and for jeruju tea is Rp 81.150,-/kg. Market opportunity is still possible, because it's still rare in market. Strategic area of Sei Nagalawan village will support access to market.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumatera Utara, Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan pada tanggal 04 Oktober 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari ayahanda Sumiran dan ibunda Farida Hanum. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Swasta Sultan Iskandar Muda, Medan dan tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Minat Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuni-Nya kepada penulis sehingga dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Finansial Pemanfaatan dan Pengolahan Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L) Menjadi Berbagai Produk Olahan". Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan program sarjana Kehutanan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M.Si. dan Ibu Kansih Sri Hartini, S. Hut, MP. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis mengucapakan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah banyak memberi dukungan baik dalam doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Jumiati selaku ketua Kelompok Tani Muara Tanjung dan semua ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Mei 2015

(6)

DAFTAR ISI

Tempat Tumbuh dan Penyebaran ... 7

Pemanfaatan Jeruju... 8

Aspek Potensi ... 10

Agroindustri Daun Jeruju ... 10

Analisis Kelayakan Usaha ... 12

Analisis Finansial ... 13

Analisis Aspek Pasar ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Metode Pengambilan Sampel ... 16

Metode Pengumpulan Data ... 17

Metode Analisis Data 1. Proses Pengolahan Daun Nipah Menjadi Berbagai Produk Olahan ... 18

2. Analisis Kelayakan Usaha ... 18

(7)

b. Revenue Cost Ratio (R/C) ... 19

c. Pendekatan Break Even Point (BEP) ... 20

3. Analisis Nilai Tambah ... 21

4. Distribusi Nilai Tambah Produk ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Finansial Pengolahan Daun Jeruju ... 41

Biaya Produksi dan Pendapatan ... 41

Analisis R/C ratio ... 44

Analisis Break Even Point ... 46

Analisis Nilai Tambah ... 49

Distribusi Nilai Tambah ... 51

Permasalahan Pengembangan Produk ... 52

Pemasaran Produk ... 52

Persaingan dan Peluang Pasar ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas Hutan Mangrove di Sumatera Utara ... 5 2. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan Daun Jeruju ... 22 3. Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur ... 27 4. Alat-alat Produksi Pengolahan Jeruju di Kelompok Tani Muara

Tanjung ... 30 5. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk Jeruju

Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan,

Kabupaten Serdang Bedagai ... 42 6. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh Jeruju di

Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang

Bedagai……… 43

7. Analisis RC Ratio Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3

(tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ... 44 8. Analisis RC Ratio Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga),

Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai... 45 9. Analisis Break Even Point Pada Usaha Kerupuk Jeruju di Desa Sei

Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbuangan ... 47 10. Analisis Break Even Point Pada Usaha Teh Jeruju di Desa Sei

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Salah Satu Responden yang Mengolah dan Menjual Olahan Jeruju

Sekaligus Ketua Kelompok Tani ... 25

2. Tanaman Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Serdang Bedagai ... 28

3. Lokasi Pembuatan Olahan Produk Jeruju di Desa Sei Nagalawan ... 29

4. Pengambilan Daun Jeruju di Sepanjang Bantaran Muara Sungai ... 32

5. (a) Pembersihan Daun Jeruju, (b) Pemotongan Jeruju Menjadi Dua Bagian, (c) Penimbangan Daun Jeruju ... 33

6. (a) Penghalusan Jeruju Dengan Blender, (b) Pemasakan Jeruju, (c) Pemotongan Bawang putih, (d) Penghalusan Ketumbar ... 34

7. Pencampuran Adonan ... 35

8. (a) Memipihkan Adonan Dengan Mesin Ampia (b) Daun Dicetak Dengan Menggunakan Pisau ... 35

9. (a) Penggorengan Kerupuk Jeruju (b) Penirisan Minyak Kerupuk Jeruju ... 36

10. (a) Penimbangan Kerupuk Jeruju (b) Perekatan Plastik Dengan Mesin Rensener………... 37

11. Pengambilan Daun Jeruju di Sepanjang Bantaran Muara Sungai ... 37

12. (a) Pemotongan Daun Jeruju dan Daun Pandan (b) Pencucian Daun Jeruju... 38

13. (a) Penimbangan Daun Jeruju dan Pandan (b) Penyangraian Teh Jeruju .. 39

14. (a) Jeruju yang Dikemas Ukuran 300 g (b) Produk Teh Jeruju ... 39

15. Bagan Alur Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk ... 40

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis Biaya Produksi Jeruju Menjadi Kerupuk dalam Satu Kali Produksi di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ... 60 2. Analisis Biaya Produksi Jeruju Menjadi Teh Jeruju dalam Satu Kali

Produksi di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ... 61 3. Perhitungan RC Ratio dan Titik Impas Usaha Pengolahan Daun Jeruju

Menjadi Kerupuk Jeruju dan Teh jeruju ... 62 4. Analisis Nilai Tambah Kerupuk Jeruju ... 64 5. Analisis Nilai Tambah Teh Jeruju... 65 6. Perhitungan Distribusi Nilai TambahUsaha Pengolahan Daun Jeruju

Menjadi Kerupuk Jeruju dan Teh jeruju ... 66 7. Perhitungan Biaya Penyusutan Peralatan di Kelompok Tani Muara

Tanjung ... 67 8. Lembar Kuesioner... 68

(11)

ABSTRACT

EKO PRAYOGO : Analisis Finansial Pemanfaatan dan Pengolahan Daun Jeruju

(Acanthus ilicifolius L) Menjadi Berbagai Produk Olahan, dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Jeruju (Acanthus ilicifolius L) merupakan salah satu komoditas dari hutan mangrove yang dapat ditemukan di berbagai lokasi termasuk di Desa Sei Nagalawan. Sebagian besar pemanfaatan daun jeruju masih bersifat konvensional dan sub-sisten. Pemanfaatan jeruju masih sebatas pada daun dan akar. Pengolahan daun jeruju skala rumah tangga telah ada di Desa Sei Nagalawan yang mengolah jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk, kelayakan finansialnya, menghitung besarnya nilai tambah daun jeruju dalam setiap proses produksi di Desa Sei Nagalawan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dan metode yang digunakan berupa analisis biaya dan pendapatan, analisis RC ratio, analisis break event point, dan analisis nilai tambah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak karena nilai RC rationya lebihdari satu (1,17), dan usaha pengolahan daun jeruju menjadi teh jeruju layak dilakukan karena RC rationya lebih dari satu (2,14). Jumlah BEP untuk kerupuk jeruju dan teh jeruju dalam volume produksi adalah 31 bungkus dan 7 bungkus, sedangkan BEP harga sebesar Rp 5.200,- per bungkus dan Rp 4.700,- per bungkus. Nilai tambah untuk kerupuk sebesar Rp 49.577,-/kg dan untuk teh jeruju sebesar Rp 81.150,-/kg. Peluang pasar masih luas karena olahan jeruju yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Letak Kawasan Desa Sei Nagalawan yang strategis akan mendukung akses pemasaran.

(12)

ABSTRACT

EKO PRAYOGO: Financial Analysis of utilization and Processing of Jeruju

Leaves (Acanthus ilicifolius L) Becomes Various Products, supervised by AGUS

PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Jeruju is one of mangrove commodities that can be found at various location including in Sei Nagalawan village. Most of the utilization of jeruju leaves still conventional and subsistence .jeruju utilization is still limited for the leaves and roots. At household jeruju leaves processing has been in Sei Nagalawan village it was process then into jeruju kerupuk and jeruju tea. The study aim to know finansial feasibility leaves processing household jeruju, to know processing of jeruju leaves becomes various products, the financial feasibility and to know added value jeruju leaves in every production process in Sei Nagalawan village. This research was done in March 2015. Sampling was done by purposive and the method used in the form of cost and revenue analysis, RC Ratio analysis, Break event point analysis, and Added value analysis.

This research showed that financially, jeruju kerupuk enough being product because its RC ratio more than one (1,17) and therefore jeruju tea enough being product because its RC ratio more than one (2,14). BEP total of jeruju kerupuk is 31 packs while jeruju tea is 7 packs and BEP price is about Rp 5.200,- per pack for jeruju kerupuk and Rp 4.700,-/ packs for jeruju tea. Added value for jeruju kerupuk is Rp 49.577,-/kg, and for jeruju tea is Rp 81.150,-/kg. Market opportunity is still possible, because it's still rare in market. Strategic area of Sei Nagalawan village will support access to market.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ciri khas dari ekosistem mangrove yang rusak adalah munculnya tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius). Tumbuhan ini hidup pada zona menengah sampai belakang pada ekosistem mangrove, yaitu daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut dan biasanya mendapat pasokan air tawar lebih banyak. Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai termasuk kedalam kategori kawasan mangrove yang rusak, ini dilihat dari banyaknya tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius) yang tumbuh di daerah tersebut akibat pengambilan kayu pohon mangrove oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar untuk memasak, bahan bangunan, tiang-tiang tambak. Oleh karena itu, masyarakat mulai berpikir untuk memanfaatkan tanaman jeruju (Acanthus

ilicifolius) untuk diolah menjadi produk baru yang bernilai tinggi dan

menghasilkan nilai tambah produk bagi masyarakat yang berada di Desa Sei Nagalawan.

(14)

tarik pengunjung untuk mengunjungi desa tersebut karena memiliki wisata pantai pasir putih dengan mangrove yang asri dan hasil ikan yang dihasilkan lebih melimpah.

Produk olahan mangrove yang diproduksi di Desa Sei Nagalawan yaitu kerupuk jeruju dan teh jeruju dengan memanfaatkan tanaman jeruju yang tumbuh subur dan melimpah di desa tersebut. Ide untuk memanfaatkan tanaman mangrove ini digagas oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung yang ada di desa tersebut dengan tujuan untuk menambah pendapatan ekonomi masyarakat, selain itu tujuan penjual produk mangrove yaitu untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa hutan mangrove mempunyai banyak manfaat dan mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove. Konsep yang dilakukan Kelompok Tani Muara Tanjung terhadap produk olahannya yaitu dengan membeli produk olahan mangrove dapat melestarikan keberadaan kawasan hutan mangrove. Selain membuat produk olahan kerupuk jeruju dan teh jeruju, ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung juga membuat olahan mangrove seperti selimut api-api, dodol mangrove yang berasal dari tanaman Avicenia marina.

(15)

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Apakah dari segi ekonomi usaha pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan menguntungkan ?

3. Berapa besar nilai tambah daun jeruju setelah di olah menjadi produk olahan ?

Tujuan penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan. 2. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan daun jeruju menjadi berbagai

produk olahan di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan.

3. Menghitung besarnya nilai tambah daun jeruju dalam setiap proses produksi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat yang mengembangkan usaha pengolahan daun jeruju, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dalam pengembangan usaha.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Selain itu, oleh masyarakat Indonesia

dan negara Asia Tenggara lainnya dengan rumpun bahasa Melayu, hutan mangrove sering disebut dengan hutan bakau. Namun demikian, penggunaan istilah hutan bakau untuk sebutan hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Dengan demikian, penggunaan istilah hutan mangrove hanya tepat manakala hutan tersebut hanya disusun oleh jenis-jenis dari marga Rhizophora, sedangkan apabila hutan tersebut juga disusun bersamaan dengan jenis dari marga yang lain, maka istilah tersebut tidak tepat lagi untuk digunakan (Onrizal, 2008).

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya, non kayu maupun biota air (udang, kepiting, ikan)

yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, et al., 2005).

(17)

akhir tahun 2009 dalam penelitian Tambunan (2009) seluas 10.000 ha atau 11,97 persen dari keseluruahan mangrove di Sumatera Utara. Data jumlah potensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Luas Hutan Mangrove di Sumatera Utara

No Lokasi Luas (Ha

Mangrove biasanya tumbuh dalam zona-zona di mana spesies mangrove yang sama tumbuh berdekatan dalam hutan mangrove yang lebih luas. Zonasi terjadi karena masing-masing spesies menurut Brown (2006) membutuhkan kondisi yang khusus untuk tumbuh. Beberapa spesies mangrove membutuhkan lebih banyak air dibanding yang lainnya. Beberapa spesies lainnya lebih toleran terhadap salinitas dibanding yang lainnya, dan ada juga spesies yang tumbuh tergantung pada:

(18)

Jeruju (Acanthus ilicifolius)

Jeruju (Acanthus ilicifolius) hidup di kawasan mangrove, dan sangat jarang di daratan.Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh. Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan serangga. Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m. Jeruju (Acanthus ilicifolius) merupakan tanaman herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak terkayu, tinggi mencapai 2m. Cabang umumnya muncul dari bagian – bagian yang lebih tua. Akar udara muncul dari permukaan bawah horizontal (Suryono,2013).

Jeruju merupakan herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak berkayu, ketinggian hingga 2m. Cabang umumnya tegak tapi cenderung kurus sesuai dengan umurnya. Percabangan tidak banyak dan umumnya muncul dari bagian-bagian yang lebih tua. Akar udara muncul dari permukaan bawah batang horizontal (Noor et al., 2006).

Daun jeruju memiliki dua sayap gagang daun yang berduri terletak pada tangkai. Permukaan daun halus, tepi daun bervariasi: zigzag/bergerigi besar-besar seperti gergaji atau agak rata dan secara gradual menyempit menuju pangkal. Unit

& letak: sederhana, berlawanan. Bentuk: lanset lebar. Ujung: meruncing dan

berduri tajam. Ukuran: 9-30 x 4-12 cm (Noor et al., 2006).

(19)

Warna buah saat masih muda hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat. Bentuk buah bulat lonjong seperti buah melinjo. Ukuran: buah panjang 2,5-3 cm, biji 10 mm (Noor et al., 2006).

Taksonomi Jeruju

Dalam taksonomi tumbuhan, jeruju diklasifikasikan sebagai berikut (Plantamor, 2014):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Acanthus

Spesies : Acanthus ilicifolius L.

Tempat Tumbuh dan Penyebaran

Biasanya pada atau dekat mangrove, sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh.Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan serangga. Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m. Di Bali berbuah sekitar Agustus (Noor et al., 2006).

Acanthus ilicifoliusdan A. ebracteatus merupakan spesies merambat yang

(20)

dan A. ebracteatus, di Thailand dan Indonesia, daun spesies ini diolah menjadi teh herbal karena memiliki khasiat obat. Jenis yang tidak berduri biasanya dijadikan makanan ternak.Nilai nutrisinya belum banyak diketahui masyarakat pesisir (Priyono et al., 2010).

Habitat tanaman jeruju berupa lahan basah, seperti di lahan rawa. Umumnya, tanaman jeruju yang tumbuh di habitatnya memiliki percabangan tunas aksilar yang banyak. Pucuk-pucuk yang tumbuh dari tunas aksilar tersebut

yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat anti malaria (Hardarani et al.,2012).

Pemanfaatan Jeruju

Akar jeruju yang rasanya pahit, sifatnya dingin dan berkhasiat sebagai anti radang (antiflogistik) dan peluruh dahak (ekspektorans). Biji berkhasiat sebagai pembersih darah, kandungan kimia dari akar jeruju yaitu flavones dan asam amino. Akar jeruju digunakan untuk pengobatan radang hati (hepatitis) akut dan kronis, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopali) termasuk pembesaran kelenjar limfe pada tuberculosis (TBC) kulit (skrofuloderma), gondokan (parotitis), sesak napas (asma bronkial), cacingan, nyeri lambung, sakit perut, dan kanker, terutama kanker hati (Dalimartha, 2006).

Buah ditumbuk dan digunakan untuk “pembersih” darah serta mengatasi

(21)

Pengetahuan manfaat obat tumbuhan mangrove umumnya diperoleh masyarakat setempat dari masyarakat luaryang mencari tumbuhan tersebut, bukan sebagai pengetahuan tradisional warisan nenek moyangnya. Dalam pengobatan tradisional masyarakat Segara Anakan, yang merupakan keturunan prajurit Kerajaan Mataram, digunakan tumbuhan darat sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya. Meskipun demikian di Bogowonto dan Segara Anakan masyarakat mengetahui potensi obat beberapa tumbuhan mangrove, seperti buah (biji) Acanthus ilicifolius yang berpotensi untuk pengobatan hepatitis. Tumbuhan ini berperan sebagai afrodisiak, asma, pembersih darah (buah), diabetes, diuretik, dispepsia, hepatitis, lepra (buah, daun,akar), neuralgia, paralisis, cacingan, rematik, penyakit kulit, gigitan ular, dan sakit perut (kulit kayu, buah, daun) (Bandaranayake, 1998).

Menurut Field (1995) beberapa tumbuhan mangrove lainnya juga berpotensi sebagai bahanbaku industri, misalnya pneumatofora B. gymnorrhiza

dan B. sexangula dapat menghasilkan parfum dan rempah-rempah. Ekstrak

Acanthus spp. dan Xylocarpus spp. Dapat menghasilkan penguat rambut, ekstrak

S. caseolaris untuk losion kulit, ekstrak Excoecaria agallocha untuk afrodisiak,

ekstrak Avicennia spp. untuk sabun, ekstrak kulit kayu B.gymnorrhiza,

B. sexangula, dan Ceriops tagal untuk lem.

Jenis-jenis Acanthus yang bermanfaat sebagai obat adalah Acanthus

ilicifolius, A. embracteatus. Tumbuhan ini merupakan terna yang daunnya

meruncing tajam bagaikan duri. Jeruju tumbuh mengelompok pada tempat-tempat becek dan terbuka, atau di tepi parit alam di hutan mangrove. Buah

(22)

menghentikan perdarahan yang keluar dari luka dan juga untuk mengobati luka karena gigitan ular. Daunnya digunakan sebagai obat gosok untuk menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan luka karena panah beracun. Daun yang direbus dengan kulit kayu manis (Cinnamomum burmani) dapat diminum untuk menyembuhkan perut kembung. Jenis-jenis Acanthus lainnya dapat pula digunakan sebagai obat, tetapi harus dicampur dengan Ceriops agar lebih berkhasiat. Obat batuk dapat dibuat dengan merebus biji A. embracteatus bersama dengan bunga belimbing, gula dan kayu manis. Bengkak pada tubuh dapat disembuhkan dengan bijinya yang ditumbuk kemudian digosokan, atau dengan meminum tumbuhan biji yang telah disangrai. Air perasan dari daun berkhasiat pula sebagai pengawet rambut (Sukarjo, 1984).

Aspek Potensi

Agroindustri Daun Jeruju

(23)

Ciri dari agroindustri yang berkelanjutan, yaitu pertama, produktivitas dan keuntungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan dalam waktu yang relatif lama, sehingga memenuhi kebutuhan manusia pada masa sekarang atau masa mendatang. Kedua, sumber daya alam khususnya sumber daya pertanian yang menghasilkan bahan baku agroindustri dapat dipelihara dengan baik dan bahkan terus ditingkatkan, karena keberlanjutan agroindustri tersebut sangat tergantung dari tersedianya bahan baku (Soekartawi, 2000).

Menurut Hernanto (1989), biaya produksi dalam usaha tani dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

1. Biaya tetap, yaitu biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat, dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel, merupakan biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan jumlah produksi yang dihasilkan, yang termasuk ke dalam biaya variabel diantaranya: pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja musiman.

3. Biaya tunai, adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman.Sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga.

(24)

Menurut Soekartawi (1990), industri skala rumah tangga dan indusri kecil yang mengolah hasil pertanian mempunyai peranan penting yaitu :

a. Meningkatkan nilai tambah b. Meningkatkan kualitas hasil

c. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja d. Meningkatkan ketrampilan produsen e. Meningkatkan pendapatan produsen

Analisis Kelayakan Usaha

Banyak dana telah dikeluarkan di dalam memulai usaha baru. Banyak pula usaha baru yang mengalami kebangkrutan dalam satu atau dua tahun dan hanya sedikit sajayang berhasil dalam usahanya. Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan usaha baru adalah kendali wiraswastawan.

Menurut Moerdiyanto (2008), alasan utama kegagalan usaha baru adalah : 1. Pengetahuan pasar yang tidak memadai. Kelemahan ini termasuk juga

kurangnya informasi mengenai potensi permintaan untuk produk, ukuran pasa rsekarang dan masa yang akan datang, pangsa pasar yang bisa diharapkan secara realistis, dan metode distribusi yang memadai.

2. Kinerja produk yang salah sering kali produk baru tidak berfungsi seperti yang disebutkan yang disebabkan terlalu cepatnya pengembangan produksi dan uji coba produk, atau kendali mutu yang tidak memadai. 3. Usaha pemasaran dan penjualan yang tidak efektif. Hasil yang buruk

(25)

4. Tidak disadarinya tekanan persaingan. Usaha baru sering gagal karena wiraswatawan tidak memperhitungkan reaksi yang mungkin dilakukan pesaing, seperti potongan harga yang tinggi dan diskon khusus kepada pengecer.

5. Keusangan produk yang terlalu cepat. Daur hidup dari produk baru cenderung menjadi semakin pendek pada banyak industri kemajuan teknologi demikian cepat sehingga produk baru cepat menjadi usang sesudah ia diluncurkan.

6. Waktu memulai usaha baru yang tidak tepat. Pemilihan waktu yang salahuntuk meluncurkan usaha baru sering menyebabkan kegagalan komersial. Produk baru mungkin diperkenalkan sebelum adanya keinginan riil pasar dan teknologi baru atau produk tersebut mungkin terlambat diperkenalkan di pasar, ketika minat dari konsumen mulai menurun. 7. Kapitalisasi yang tidak memadai, pengeluaran operasi yang tidak

diprediksi,investasi yang berlebih-lebihan pada aset tetap dan kesulitan keuangan yang berkaitan. Masalah finansial tersbut merupakan salah satu penyebab kegagalan usaha baru.

Analisis Finansial

(26)

Sebaliknya, pembuatan produk baru bisa di subkontrakkan kepada pensuplai di luar, disini perusahaan pada dasarnya menjadi gudang penyimpanan dan operasi pemasaran bias dilakukan dengan investasi kecil dalam aset tetap. Pada kasus ini mungkin margin laba dari perusahaan sangat kecil. Akan tetapi, pengembalian total dari modal yang diinvestasikan bisa lebih tinggi dibandingkan kasus operasi terintegrasi penuh di atas (Moerdiyanto, 2008).

Analisis Aspek Pasar

Tujuan akhir seorang pengusaha adalah membuat keuntungan. Oleh karena itu, maka ia harus mampu menjual barang yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkan. Dalam hubungannya dengan masalah inilah, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan oleh tiga unsur yaitu: (1) jumlah penduduk, (2) pendapatan perkapita dan (3) distribusi pendapatan. Suatu daerah yang berpenduduk banyak, secara potensial merupakan pasar yang perlu diperhatikan pengusaha. Bila daerah ini disertai pendapatan per kapita yang tinggi, maka pasar tersebut akan menjadi efektif (Djojodipuro,1992).

(27)

Studi pasar dan pemasaran perlu dilakukan dengan harapan harga, kualitas, dan kuantitas produk yang akan dijual dapat diproyeksikan. Berdasarkan proyeksi pemasaran ini pula dapat diproyeksikan produk yang akan dihasilkan calon investor. Adanya rencana produksi dan pemasaran, maka akan diketahui kebutuhan dana investasi dan modal kerja, termasuk kebutuhan kredit yang sesuai dengan penambahan produksinya (Pattiasina, 2011).

Para wiraswastawan selalu membutuhkan informasi dan pengetahuan tentang pasar mereka. Tujuan dari pemasaran adalah memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Moerdiyanto (2008) riset pasaradalah pengumpulan, pencatatan dan analisis secara sistematis , atas informasi yangberkaitan dengan pemasaran dan jasa. Riset pasar dapat membuat keputusan pemasaran yang lebih baik. Riset pasar dapat membantu:

1. menemukan pasar yang menguntungkan, 2. memilih produk yang dapat dijual,

3. menentukan perubahan dalam perilaku konsumen,

(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di tempat usaha pengolahan jeruju oleh Kelompok Tani Muara Tanjung yang berlokasi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai maret 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk dokumentasi objek penelitian, alat tulis untuk mencatat informasi atau data di lapangan, dan perangkat komputer untuk mengolah data.

Bahan yang digunakan adalah lembar kuisioner dan panduan wawancara untuk mengumpulkan data, laporan-laporan hasil penelitian terdahulu, serta berbagai pustaka penunjang untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan.

Metode Pengambilan Sampel

(29)

memperoleh beberapa data aktual yang berkenaan dengan proses pengolahan daun jeruju.

Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut. Data primer diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung) di lapangan, melalui wawancara terhadap responden, yaitu pemilik usaha pengolahan daun jeruju di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Data primer yang dibutuhkan meliputi data aktual yang berkenaan dengan proses produksi pengolahan daun jeruju serta akses pasar produk olahan daun jeruju yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner. Oleh karena itu dibuat kuisioner yaitu kuisioner untuk pelaku industri pengolahan jeruju sekaligus pelaku usaha penjulaan olahan jeruju. Sedangkan data sekunder adalah data dan informasi yang diperoleh dari hasil pencatatan terhadap data yang sudah tersedia. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data umum industri tersebut, potensi jeruju yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai, serta data pendukung lainnya yang diperoleh melalui studi pustaka.

Metode Analisis Data

(30)

bahwa seluruh produk yang dihasilkan dalam suatu industri terjual seluruhnya dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pemasaran produk olahan daun jeruju yang dianggap ceteris paribus.Dalam istilah ekonomi, ceteris paribus adalah suatu asumsi yang mengemukakan bahwa semua variabel yang ada kecuali yang dinyatakan dianggap tidak berubah. Asumsi ini digunakan untuk meyederhanakan beragam formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi dalam perhitungan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

1. Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Berbagai Produk Olahan

Untuk mengetahui proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh daun jeruju dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan langsung), melalui metode wawancara kepada pemilik usaha pengolahan daun jeruju dan selanjutnya rangkaian proses produksi akan dijelaskan melalui bagan alur.

2. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Pengolahan Daun Jeruju

Analisis kelayakan usaha diperlukan untuk menilai layak tidaknya suatu usaha yang dilakukan dan apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak secara ekonomi.

Analisis yang digunakan meliputi :

a. Analisis biaya dan pendapatan Usaha

(31)

utama, bahan pendukung, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya pemasaran. Sedangkan nilai input suatu industri (penerimaan) merupakan hasil kali antara harrga pokok barang dengan jumlah barang yang diproduksi.

Menurut Aziz (2003), perhitungan biaya produksi serta penerimaan usaha yaitu :

Biaya produksi : TC = TFC + TVC

Keterangan : TC = total cost (biaya total)

TFC = total fixed cost (biaya tetap total)

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) Penerimaan : TR = P.Q

Keterangan : TR = total revenue (penerimaan total)

P = price per unit( harga jual per unit )

Q = quantity( jumlah produksi )

Keuntungan : I = TR – TC

Keteranga : I = income (pendapatan bersih atau keuntungan)

TR = total revenue (penerimaan total)

TC = total cost (biaya total)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Revenue cost rasio merupakan perbandingan antara penerimaan

total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) revenue cost

ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

(32)

Keterangan

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

Kriteria penilaian R/C :

R/C < 1 = usaha pengolahan daun jeruju mengalami kerugian R/C > 1 = usaha pengolahan memperoleh keuntungan

R/C = 1 = usaha pengolahan daun jeruju mencapai titik impas

c. Pendekatan Break Even Point (BEP)

Pendekatan Break Even Point (BEP) merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Menurut Alamsyah (2005), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

BEP (Q) = TFC P/unit- VC/unit Keterangan :

BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi TFC = biaya tetap total

P = harga jual per unit VC = biaya tidak tetap per unit

Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus : BEP (Rp) = TC

Y Keterangan :

(33)

Y = total produksi (unit)

Kriteria penilaian BEP :

Apabila produksi pengolahan daun jeruju melebihi produksi pada saat titik impas (dalam satuan unit produksi) maka usaha pengolahan daun jeruju mendatangkan keuntungan. Sedangkan jika harga jual pengolahan daun jeruju pada saat titik impas (atas dasar unti rupiah) maka pengolahan tersebut juga akan mendatangkan keuntungan.

3. Analisis nilai tambah

Perhitungan nilai tambah dilakukan dalam satu kali pengolahan daun jeruju berproduksi.Jangka waktu produksi dihitung dalam satu kali produksi. Hal ini dilakukan karena produksi pengolahan daun jeruju merupakan usaha yang berjangka pendek serta perhitungan produksi lebih mudah jika dilakukan dalam hitungan satu kali produksi. Oleh karena itu semua biaya produksi maupun jumlah produk yang dihasilkan dihitung dalam kali produksi.

Menurut Soekartawi (1991), komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengolahan hasil yang baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.

(34)

cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Prosedur perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Variabel Nilai

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)

Pendapatan Tenaga Kerja (%) (14a) = (12a/14) x 100%

Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9/14) x 100%

Keuntungan Pengusaha (%) (14c) = (13a/14) x 100%

(35)

4. Distribusi nilai tambah produk

Nilai tambah pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produkolahan dapat dilihat dari besarnya selisih antara nilai produk (Rp/kg) dengan harga bahan baku (Rp/kg). Dari besarnya nilai margin tersebut maka dapat dilakukan analisis distribusi baik untuk pemilik usaha, tenaga kerja maupun untuk sumbangan input lainnya.

Langkah berikutnya adalah analisis nilai tambah dan distribusi nilai tambah.Menurut Parlinah, et al. (2011), Margin keuntungan yang diterima oleh masing-masing aktor (lembaga pemasaran) dirumuskan sebagai berikut:

π = Ps–Pb -C

Dimana:

π = Keuntungan yang diterima oleh setiap pelaku (aktor)

Ps = Harga jual produk di setiap pelaku

Pb = Harga beli bahan baku di setiap pelaku

C = Biaya produksi dan pemasaran pada setiap pelaku

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi

Kawasan Desa Sei Nagalawan

Desa ini dahulunya disebut dengan Kampoeng Sei Nipah, karena disepanjang sungai sangat banyak ditumbuhi pohon-pohon nipah. Sebelum tahun 1945 dahulu ada seorang Saudagar yang mempunyai kapal dan hendak berlayar tetapi menemukan kesulitan karena banyaknya pohon-pohon nipah itu. Akhirnya Sang Saudagar membuang/membunuhi sebagian pohon-pohon nipah itu hanya dalam jangka waktu 1 (satu) malam untuk membuat perlintasan kapalnya. Sang Saudagar itu bertempat tinggal di Nagalawan yang mana saat itu dikisahkan ada 3 (tiga) ekor naga yang saling bermusuhan, yang 2 (ekor) pindah ke tempat lain, dan yang 1 (satu) tetap berada di Nagalawan. Karena Nagalawan dikelilingi oleh sungai-sungai tadi, maka disebutlah desa ini dengan sebutan Sei Nagalawan dan nama desa itu tetap sampai sekarang yang mempunyai pesona pantai yang merupakan objek wisata bahari (Soekirman, 2013).

(37)

dari pusat pemerintahan kecamatan 16 km, jarak dari ibukota kabupaten 18 km. Secara umum luas wilayah itu dipergunakan untuk jalan 22 km, sawah 600 Ha, ladang 57 Ha, pemukiman 30 Ha, perkuburan 1 Ha, dan lain-lain 6 Ha.

Adapun batas wilayahnya sebagai berikut : - Sebelah Utara : Selat Malaka - Sebelah Selatan : Desa Lubuk Bayas

- Sebelah Barat : Kecamatan Pantai Cermin - Sebelah Timur : Kecamatan Teluk Mengkudu

Gambaran Umum Usaha

Berdasarkan pengambilan data tentang pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan di Desa Sei Nagalawan, Dusun III, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan bahwa keseluruhan para pengolah dan penjual olahan daun jeruju adalah wanita. Dalam pengelolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan, dilakukan secara berkelompok dengan mendirikan Kelompok Tani yang bernama Muara Tanjung yang diketuai oleh Ibu Jumiati dan anggota terdiri dari 23 orang.

(38)

Usaha ini didirikan pada tahun 2009 dan pernah mengalami pemberhentian produksi olahan jeruju pada tahun 2012, karena tanaman jeruju di sepanjang muara sungai mati akibat terkena air pembuangan sungai. Dimana tanaman jeruju hidup pada daerah intertidal yang mengandung salinitas tinggi dan akan mati jika terkena air tawar, oleh karena itu dibutuhkan waktu selama 2 bulan untuk pertumbuhannya kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wafiroh (2011), bahwa salinitas berpengaruh nyata terhadap berat basah dan pertambahan tinggi

Acanthus ilicifolius pada umur 2-4 minggu setelah pemindahan (MSP) dan 6-8

minggu setelah pemindahan (MSP), namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering dan jumlah daun, salinitas optimal bagi pertumbuhan Acanthus

ilicifolius adalah 7,5 ppt.Selain itu juga para pengelola daun jeruju tersebut

bertindak juga sebagai penjual olahan daun jeruju tersebut. Selain memproduksi jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju mereka juga memproduksi olahan produk lain seperti kerupuk ikan, selimut api-api, dan dodol mangrove.

(39)

untuk menambah pendapatan keluarga sekaligus aksi sosial yang dilakukan dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Sei Nagalawan. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 . Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Proporsi (%)

1. 20 – 30 2 8,7

2. 31 – 40 9 39,13

3. 41 – 50 11 47.82

4. 51 – 60 1 4.35

Jumlah 23 100

Bahan Baku Daun Jeruju

Kelompok Tani Muara Tanjung menggunakan daun jeruju sebagai bahan baku untuk pembuatan kerupuk jeruju dan teh jeruju. Berdasarkan pengamatan dilapangan bahan baku berupa tanaman jeruju di Desa Sei Nagalawan masih banyak dan hampir selalu ada setiap bantaran sungai di desa tersebut yang siap untuk di produksi karena masyarakat memelihara tanaman tersebut dengan baik. Pengambilan daun jeruju dilakukan dengan cara memetik bagian pucuk dari tanaman jeruju, dengan pengambilan daun dengan sistem pucuk maka akan bermunculan tunas-tunas baru setelah beberapa bulan. Sehingga tidak merusak tanaman jeruju dan menjaga kelestarian tanaman jeruju. Dengan demikian proses produksi olahan dari jeruju dapat berlangsung secara berkesinambungan.

(40)

keseluruhan sampai saat ini tumbuh subur disekitar bantaran muara sungai pada hutan mangrove yang ada di Desa Sei Nagalawan.

Namun demikian, jumlah potensi hutan mangrove yang merupakan habitat jeruju bisa menjadi sebuah peluang dalam usaha pengembangan jeruju menjadi sebuah produk yang bernilai jual yaitu berupa kerupuk jeruju dan teh jeruju. Jumlah potensi jeruju yang ada merupakan sumber bahan baku utama dalam pengolahan jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju yaitu berupa daun jeruju. Jika pengembangan tanaman jeruju menjadi sebuah produk memiliki prospek usaha yang menguntungkan, maka tidak menutup kemungkinan petani akan membudidayakan tanaman jeruju lebih intensif.

Gambar 2. Tanaman Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Serdang Bedagai

(41)

pengolahan daun jeruju dapat menajadi salah satu alternatif usaha yang bisa dikembangkan.

Produksi

Jeruju merupakan salah satu produk hasil hutan non kayu yang berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan mangrove. Berbagai manfaat dari jeruju salah satunya yaitu daun jeruju sudah lama dikenal masyarakat sebagai bahan baku obat-obatan, namun ibu-ibu di Desa Sei Nagalawan kreatif dalam memanfaatkan daun jeruju yang diolah menjadi produk olahan makanan seperti kerupuk jeruju dan teh jeruju. Proses produksi pengolahan daun jeruju dilakukan selama empat hari dalam seminggu atau empat kali produksi dalam seminggu, yang kemudian produk dipasarkan pada hari Sabtu dan Minggu di tempat wisata yang ada di desa tersebut. Hari biasanya ibu- ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mampu memproduksi kerupuk jeruju sebanyak 4 kg adonan kerupuk jeruju dan teh jeruju sebanyak 3-4 kg per hari jeruju basah atau sebanyak 4 karung goni yang berukuran 30 kg yang disangrai sampai kering. Usaha pengolahan daun jeruju ini juga menerima pesanan dari beberapa konsumen yang ada di daerah Medan maupun luar Medan.

(42)

Peralatan Produksi

Peralatan produksi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan daun jeruju di Kelompok Tani Muara Tanjung cukup sederhana. Peralatan produksi memiliki standar pakai (umur) masing-masing. Alat- alat produksi yang rusak akan segera dilakukan pembelian alat-alat baru yang berguna melancarkan proses produksi pembuatan olahan jeruju, sehingga tidak menghambat proses produksi pengolahan jeruju. Alat-alat yang digunakan dalam produksi disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Alat-alat Produksi Pengolahan Jeruju di Kelompok Tani Muara Tanjung No. Jenis Alat

Produksi

Fungsi Jumlah (unit) Ket/ kondisi 1. Pisau Untuk memotong daun jeruju dan

membersihkan daun jeruju dari duri

Untuk memotong daun jeruju dan membersihkan daun jeruju dari duri

Untuk menimbang daun jeruju agar beratnya sama

Untuk menghaluskan daun jeruju pada saat pembuatan kerupuk Untuk memipihkan adonan kerupuk sehingga mudah dibentuk Untuk mempacking olahan jeruju kedalam plastik

Untuk menghaluskan ketumbar

Untuk sebagai wadah untuk mencuci jeruju yang telah dipotong

Untuk meniriskan minyak dari jeruju yang telah digoreng

Untuk memasak jeruju Untuk memasak jeruju

(43)

Peralatan yang ada di usaha pengolahan daun jeruju Kelompok Tani Muara Tanjung dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan usaha ini melakukan proses produksi secara berkesinambungan, sehingga apabila ada peralatan yang rusak segera diganti agar proses produksi tidak terhambat.

Produk

Produk yang dihasilkan dari proses pengolahan daun jeruju yaitu kerupuk jeruju dan teh jeruju. Kerupuk jeruju memiliki tiga rasa yaitu rasa original, rasa balado, dan rasa jagung. Tiga rasa ini dibuat agar menarik hati pengunjung untuk membeli produk ini, karena minat dan selera masyarakat yang berbeda untuk membeli. Kemasan produk juga di desain dengan semenarik mungkin, yaitu dengan konsep dengan membeli produk olahan mangrove berarti telah melestarikan keberadaan hutan mangrove. Kerupuk jeruju dijual dengan harga RP 6.000,00 per bungkus dan teh jeruju dijual dengan harga RP 10.000,00 per bungkus. Kerupuk jeruju tahan di pasaran selama sebulan sedangkan teh jeruju tahan di pasaran selama setahun.

Proses Produksi

(44)

maksimal. Beberapa langkah dalam proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju antara lain:

a. Pembuatan Kerupuk Jeruju

1. Pengambilan Daun

Daun jeruju di ambil di sepanjang bantaran muara sungai di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), dengan cara mengambil bagian pucuk tanaman jeruju dengan menggunakan pisau. Pengambilan dengan sistem pucuk ini dilakukan agar munculnya tunas-tunas baru sehingga tidak merusak tanaman dan menjaga kelestarian tanaman jeruju. Daun jeruju yang diambil yaitu sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju dan biasanya dalam sekali produksi ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mengambil daun jeruju sebanyak 800 g untuk 4 kg adonan kerupuk jeruju. Daun jeruju yang dipilih yaitu daun yang masih muda dan berwarna hijau cerah. Daun jeruju yang masih mudah dipilih karena kandungan getah yang sedikit dan akan membuat warna adonan menjadi hijau yang merupakan ciri khas dari kerupuk jeruju rasa original.

(45)

2. Pemotongan Daun Jeruju

Daun jeruju yang berduri dibersihkan dari durinya dengan menggunakan gunting dan pisau. Duri pada tanaman jeruju merupakan alat pelindung bagi tanaman ini.Daun yang sudah dibersihkan dari duri, kemudian daun jeruju dipotong menjadi dua bagian dan dipisahkan dari tulang daun. Setelah itu daun jeruju ditimbang sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju.

(a) (b)

(c)

Gambar 5. (a) Pembersihan Daun Jeruju, (b) Pemotongan Jeruju Menjadi Dua Bagian, (c) Penimbangan Daun Jeruju

3. Penghalusan Bahan Adonan

(46)

ketumbar dengan menggunakan batu gilingsebanyak 20 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6. (a) Penghalusan Jeruju Dengan Blender, (b) Pemasakan Jeruju, (c) Pemotongan Bawang putih, (d) Penghalusan Ketumbar

4. Pencampuran Bahan Adonan

(47)

Gambar 7. Pencampuran Adonan

5. Pencetakan Kerupuk

Adonan kerupuk jeruju yang telah kalis kemudian dipipihkan dengan menggunakan mesin ampia. Mesin ampia merupakan mesin utama dalam pembuatan kerupuk yang ada di Kelompok Tani Muara Tanjung, mesin ini terdiri dari 2 buah dan pemeliharaan alat ini harus dilakukan dengan baik karena mudah berkarat akibat getah dari daun jerujudan setelah 4 bulan mesin ampia harus diganti. Setelah itu buatlah adonan menjadi beberapa lembaran adonan kerupuk, setelah itu lembaran adonan dicetak dengan menggunakan pisau.

(a) (b)

(48)

6. Penggorengan Kerupuk

Kerupuk yang telah dicetak kemudian digoreng dengan menggunakan minyak panas. Minyak makan yang digunakan untuk menggoreng yaitu sebanyak 2 liter dan kerupuk jeruju digoreng hingga warna kuning keemasan. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak kerupuk yaitu tabung gas ukuran 3 kg, bahan bakar gas ini penggunaanya hanya sampai waktu 3 hari selama 3 kali produksi. Setelah itu kerupuk yang telah digoreng kemudian ditiriskan dengan menggunakan serok untuk mengurangi kandungan minyak yang terdapat pada kerupuk. Minyak makan yang digunakan untuk menggoreng kerupuk hanya sekali pakai selama satu kali produksi, minyak sisa tersebut dijual kepada anggota kelompok tani dengan harga Rp 6000 per liter.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Penggorengan Kerupuk Jeruju (b) Penirisan Minyak Kerupuk Jeruju

7. Pengemasan

(49)

kerupuk jeruju yang dibuat dapat menghasilkan kerupuk jeruju sebanyak 13 bungkus.

(a) (b)

Gambar 10. (a) Penimbangan Kerupuk Jeruju (b) Perekatan Plastik dengan Mesin Rensener

b. Pembuatan Teh Jeruju

1. Pengambilan Daun

Daun jeruju di ambil di sepanjang bantaran muara sungai di Desa Sei Nagalawan dengan cara mengambil bagian pucuk tanaman jeruju dengan menggunakan pisau. Biasanya dalam sekali produksi ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mengambil daun jeruju sebanyak 4 kg dalam sekali produksi. Daun jeruju yang dipilih yaitu daun yang masih muda dan berwarna hijau cerah. Daun jeruju yang masih mudah dipilih karena kandungan getah yang sedikit.

(50)

2. Pemotongan Jeruju

Daun jeruju yang telah diambil kemudian dibersihkan dari duri dan kemudian daun jeruju dicuci dan dipotong menjadi irisan tipis dengan menggunakan pisau dan gunting.Selain daun jeruju, daun pandan juga dibersihkan dan dipotong menjadi irisan tipis. Daun pandan dipakai untuk menambah aroma dari teh ketika disiram dengan air panas.Jumlah daun pandan yang dipakai yaitu sebanyak 100 g untuk 1kg daun jeruju basah.

(a) (b)

Gambar 12. (a) Pemotongan Daun Jeruju dan Daun Pandan (b) Pencucian Daun Jeruju

3. Penyangraian Teh Jeruju

(51)

(a) (b)

Gambar 13. (a) Penimbangan Daun Jeruju dan Pandan (b) Penyangraian Teh Jeruju

4. Pengemasan

Daun jeruju yang telah disangraiakan berwarna cokelat kehitaman. Setelah itu teh jeruju ditimbang ukuran 30 g dan dibungkus dengan kemasan plastik kecil. Setelah itu teh dimasukkan ke dalam kotak kemasan dengan kertas kecil berisi keterangan manfaat dari teh jeruju. Kemasan yang digunakan dibuat menarik dengan konsep membeli teh jeruju berarti telah membantu dalam pelestarian hutan mangrove, sehingga dengan konsep tersebut dapat menarik konsumen untuk membeli.1 kg jeruju basah yang disangrai akan menghasilkan 300 g jeruju kering. Teh jeruju kering 300 g dapat menghasilkan 10 bungkus teh jeruju siap jual.

(a) (b)

(52)

Secara sederhana, proses pengolahan bahan baku daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju dapat digambarkan melalui bagan alur pada Gambar 15 dan 16:

a. Kerupuk Jeruju

Gambar 15. Bagan Alur Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk

Pengambilan daun

Pemotongan daun jeruju

Penghalusan daun dan bumbu

Pengulenan adonan

Penggorengan Pencetakan adonan

(53)

b. Teh Jeruju

Gambar 16. Bagan Alur Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh

Analisis Finansial Agroindustri Olahan Daun Jeruju

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan yang dilakukan di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada agroindustri pengolahan daun jeruju tersebut.

Biaya Produksi dan Pendapatan

Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan daun jeruju. Perhitungan setiap

Pengambilan daun

Pemisahan daun dari duri

Pemotongan daun jeruju dan pandan

Penyangraian

(54)

olahan daun jeruju dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah nilainya tergantung pada jumlah produksi kerupuk dan teh, seperti : biaya bahan baku (daun jeruju), dan biaya bahan tambahan, gas, tepung terigu, bawang putih, ketumbar, garam, gula pasir, daun pandan, kemasan/tempat, transportasi serta upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah nilainya tidak tergantung pada jumlah produksi dari kerupuk dan tehyaitu berupa biaya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat, dan pemeliharaan peralatan dan bangunan.

Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel dalam satu kali produksi. Penerimaan total diperoleh dari volume produksi dalam satu kali produksi dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan total dihasilkan dari pengurangan penerimaan dengan biaya total produksi. Adapun rincian biaya yang dikeluarkan dapat ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5.Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk Jeruju Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Uraian Nilai Persentase

Biaya Tetap Total (Rp) 69.135 25,9% Biaya Variabel Total (Rp) 197.800 74,1%

Biaya Total (Rp) 266.935 100%

Volume/Bungkus 52 Harga (Rp/Bungkus) 6.000 Penerimaan (Rp) 314.000

Pendapatan (Rp) 47.065

(55)

bawang putih, ketumbar, kemasan, tenaga kerja.transportasi, dan gas sebagai bahan bakar(Lampiran 1).

Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi kerupuk jeruju adalah sebesar Rp 314.000,- per produksi, yang merupakan hasil penjualan kerupuk sebanyak 52 bungkus dengan harga Rp 6.000,- per bungkus dan minyak makan sisa sebanyak 2 liter dengan harga Rp 6.000,- per liter . Sedangkan besaranya pendapatan yang diperoleh dalam 52 bungkus daun jeruju setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar Rp266.935,- adalah sebesar Rp 47.065,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak untuk dilakukan.

Tabel 6.Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Uraian Nilai Persentase Biaya Tetap Total (Rp) 51.164 27,4% Biaya Variabel Total (Rp) 135.400 72,6% Biaya Total (Rp) 186.564 100% Volume/Bungkus 40

Harga (Rp/Bungkus) 10.000 Penerimaan (Rp) 400.000 Pendapatan (Rp) 213.436

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan daun jeruju menjadi Teh. Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan proses produksi pengolahan daun jeruju seperti tenaga kerja, kemasan, transportasi, dan gas sebagai bahan bakar (Lampiran 2).

(56)

Rp 186.564,- adalah sebesar Rp 213.436,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi teh jeruju layak untuk dilakukan.

Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat

(depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset/ harta perusahaan yang

digunakan dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud (tangible assets), misalnya gedung dan mesin. Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Depresiasi = Harga beli Umur pakai

Adapun perhitungan biaya penyusutan peralatan produksi di Kelompok Tani Muara Tanjung dapat dilihat pada Lampiran 7.

Analisis RC Ratio

Nilai RC ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dan dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha ditinjau dari proporsi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan terhadap penerimaan yang akan diperoleh. Nilai RC ratio pada usaha pengolahan kerupuk jeruju dapat ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 7.Analisis RC Ratio Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan 314.000

Biaya Produksi Total 266.935

RC Ratio 1.17

(57)

tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mencapai keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan modal sebesar Rp 266.935 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 1,17 kali jumlah modal

Tabel 8.Analisis RC Ratio Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan 400.000

Biaya Produksi Total 186.564

RC Ratio 2.14

Pada Tabel 8 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 2,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan modal sebesar Rp 186.564 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 2,14 kali jumlah modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih besar dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuswadi (2006) yang menyatakan bahwa apabila hasil revenue cost ratio diperoleh lebih besar daripada satu berarti usaha tersebut memperoleh keuntungan dan layak dilakukan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sianturi, et al. (2012) tentang

kajian bentuk pengolahan dan analisis finansial buah api-api

(Avicennia officinalis L) sebagai bahan makanan dan minuman di Kabupaten Deli

(58)

tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Berdasarkan nilai ini maka pendapatan yang diperoleh cukup besar dari pengolahan mangrove baik jeruju maupun buah api-api, hal ini dipengaruhi oleh modal yang relatif kecil tetapi harga jual yang cukup tinggi. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan api-api. Pengolahan daun jeruju lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengolahan api-api, karena bahan baku api-api yang terbatas dan berbuah berdasarkan musim sehingga harus menunggu beberapa bulan untuk memanen bahan baku api-api. Sedangkan bahan baku jeruju tidak terbatas berdasarkan musim, sehingga produksi pengolahan jeruju dapat dilakukan secara berkelanjutan. Buah api-api juga mengandung racun yang sangat tinggi sehingga jika dikonsumsi terlalu banyak akan menyebabkan pusing. Industri pengolahan api-api ini juga memiliki kelemahan lain seperti akses pasar yang lemah dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dalam mengembangkan industri pengolahan mangrove berbasis rumah tangga di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten deli Serdang.

Analisis Break Even Point (BEP)

(59)

Tabel 9.Analisis Break Even Point Pada Usaha Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbuangan.

Uraian Jumlah

1. Biaya Tetap Total (Rp) 69.135

2. Biaya Variabel Total (Rp) 197.800

3. Volume Produksi (bungkus) 52

4. Harga Jual (Rp/bungkus) 6.000

5. Penerimaan (Rp) 314.000

6. BEP Volume Produksi (bungkus) 31

7. BEP Harga (Rp/bungkus) 5.200

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa titik impas usaha pengolahan kerupuk jeruju terjadi pada saat pengusaha memproduksi 31 bungkus kerupuk

jeruju. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa berada dibawah jumlah produksi yang mampu diproduksi yaitu sebanyak 52 bungkus. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan agroindustri kerupuk jeruju jika diusahakan di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaunganakan mendatangkan keuntungan.

Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP) yaitu sebesar

Rp 5.200,-/bungkus. Sedangkan harga produk yang mampu di jual seharga Rp 6.000,-/bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga

(60)

Tabel 10.Analisis Break Even Point Pada Usaha Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbuangan.

Uraian Jumlah

1. Biaya Tetap Total (Rp) 51.164

2. Biaya Variabel Total (Rp) 135.400

3. Volume Produksi (Bungkus) 40

4. Harga Jual (Rp/Bungkus) 10.000

5. Penerimaan (Rp) 400.000

6. BEP Volume Produksi (Bungkus) 7

7. BEP Harga (Rp/Bungkus) 4.700

Pada Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa titik impas pengolahan daun jeruju menjadi teh pada saat diproduksi 7 bungkus teh jeruju.Jumlah tersebut menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi yaitu sebanyak 40 bungkus teh jeruju. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan teh jeruju jika akan di usahakan akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha.

Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP harga) yaitu

sebesar Rp. 4.700,-/ bungkus. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp. 10.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok

sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha.

(61)

buah berembang. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan buah berembang. Pengolahan buah berembang memiliki kelemahan seperti produk sirup yang dihasilkan memiliki warna sirup yang kurang jernih sehingga menurunkan minat konsumen untuk membeli, akses pasar yang lemah, dan tidak adanya keinginan pengolah buah berembang untuk mengembangkan usaha karena belum memiliki izin BPOM dan tidak adanya dukungan pemerintah dalam mengembangkan usaha. Sedangkan usaha pengolahan daun jeruju memiliki akses pasar yang baik dan juga menerima pesanan dari luar daerah sehingga industri pengolahan daun jeruju memiliki prospek usaha yang baik.

Analisis Nilai Tambah

(62)

Nilai produksi tersebut dialokasikan untuk bahan-bahan input yang dibutuhkan seperti tepung terigu, minyak makan, bawang putih, ketumbar, gas, transportasi, serta bahan untuk kemasan setiap produk yang dihasilkan. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh dari satu kilogram daun jeruju untuk kerupuk adalah Rp 49.557,-/ kg dalam sekali produksi, dan untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,-/ kg dalam sekali produksi.

(63)

memiliki akses pasar yang lemah karena hanya dipasarkan di daerah tersebut dan biasanya menjualnya di rumahnya dengan membuat tempat seadanya, sehingga masyarakat kurang mengenal olahan nipah. Sedangkan industri pengolahan jeruju memiliki aspek pasar yang cukup baik karena dipasarkan di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei nagalawan dan biasanya menerima pesanan dari luar daerah tersebut.

Distribusi Nilai Tambah

Pada perhitungan nilai tambah (Lampiran 4 dan 5) dapat diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh untuk kerupuk jeruju sebesar Rp 49.557,-/ kg, dan untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,-/ kg. Dari nilai tambah tersebut dapat diketahui distribusi nilai tambah untuk setiap faktor produksi. Balas jasa atau imbalan untuk pemilik faktor produksi yaitu sebesar Rp 78.000,-/kg untuk kerupuk jeruju, dan untuk teh jeruju Rp 100.000,- /kg. Untuk sumbangan input lain sebesar 36% kerupuk jeruju, dan 18 % teh jeruju.

Berdasarkan distribusi margin tersebut dapat diketahui bahwa pangsa tenaga kerja dalam pengolahan kerupuk jeruju sebesar Rp. 12.500,- atau sebanyak 25 %, sedangkan untuk teh jeruju sebesar Rp. 15.000,- atau sebesar 18 % dari nilai produksi. Analisis lebih lanjut bagi pengolah menunjukkan bahwa rate keuntungan bagi pengolah adalah sebesar 74 % dari nilai produksi kerupuk jeruju, dan 81 % dari nilai produksi teh jeruju, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan di produksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 74 dan 81 unit.

Gambar

Tabel 1. Luas Hutan Mangrove di Sumatera Utara
Tabel 2. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
Gambar 1. Salah Satu Responden yang Mengolah dan Menjual Olahan Jeruju Sekaligus Ketua Kelompok Tani
Tabel 3 . Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV.. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan ubi kayu menjadi tape ubi, menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari

bisa memproduksi berbagai jenis olahan produk makanan dari daun kelor dan di pasarkan bukan hanya di daerah setempat tetapi dapat di pasarkan sampai keluar daerah sebagai

Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Kolang Kaling di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang... Biaya dan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang 1) Kandungan senyawa fitokimia potensial daun kersen, 2) Proses pengolahan teh (herbal) daun kersen, 3) Mutu

Melalui pengolahan daun ubi kayu menjadi dendeng diharapkan dapat menghasilkan produk yang disukai dengan nilai gizi yang baik sebagai sumber protein bersifat

Biaya-biaya yang digunakan dalam proses pengolahan akan dianalisis untuk mengetahui besarnya keuntungan dan kelayakan usaha dari produk olahan kacang mete skala