Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
EFIKASI GABUNGAN KININ – DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ – AZITHROMYCIN PADA PENGOBATAN MALARIA
FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
TESIS
SYAMSIDAH LUBIS 057103010/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
EFIKASI GABUNGAN KININ – DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ – AZITHROMYCIN PADA PENGOBATAN MALARIA
FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
SYAMSIDAH LUBIS 057103010/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Judul Tesis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin
Dibandingkan dengan Kinin-Azithromycin
pada
Pengobatan Malaria Falciparum tanpa
Komplikasi pada Anak
Nama Mahasiswa : Syamsidah Lubis
Nomor Induk Mahasiswa : 057103010
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)) Ketua
(Dr. Muhammad Ali, SpA(K)) Anggota
Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Tanggal lulus: 11 November 2009 Telah diuji pada
Tanggal: 11 November 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,
MSc(CTM), SpA(K) ………
Anggota:
1. dr. Muhammad Ali, SpA(K) ………
2. dr. Endang H. Ganie, DTM&H, SpPar(K) ……… 3. Prof. dr. H.M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K)
………
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), Dr. Muhammad Ali, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
7. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka. Dinkes Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal, serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
8. Teman-temanku seangkatan Ditho A.P.Daulay, Adi Subrata dan Fakhri Widyanto, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
9. Teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta dr. Zakhri Ilma Fadly dan ananda tersayang Zafir Hanif Muhammad, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan, mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.
Kepada yang tercinta orangtua, Muniruddin Lubis dan Ismawati Tarigan, mertua dr.H.M.Ilyas Achdy, SpTHT-KL dan dr. Hj.Maria Ulfah A. Lubis, SpA, serta adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya pada kita.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 11November 2009
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing iii
Ucapan Terima Kasih v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan dan Lambang xi
Abstrak xii
BAB 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi 5
2.2. Epidemiologi dan Transmisi 5
2.3. Siklus Hidup 6
2.4.1. Siklus Hidup Pada Manusia 6
2.4.2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina 7
2.4. Diagnosis 8
2.4.1. Manifestasi Klinis 9
2.4.2. Pemeriksaan Laboratorium 10
2.5. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi 11
2.5.1. Kinin 13
2.5.2. Doksisiklin 15
2.5.3. Azitromisin 17
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 3. Metodologi
3.1. Desain 20 3.2. Tempat dan Waktu 20 3.3. Populasi Penelitian 20 3.4. Perkiraan Besar Sampel 21 3.5. Kriteria Penelitian 22 3.6. Persetujuan/Informed Consent 22 3.7. Etika Penelitian 23 3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 23 3.9. Identifikasi Variabel 25 3.10. Definisi Operasional 25 3.11. Pengolahan dan Analisis Data 26
BAB 4. Hasil 27
BAB 5. Pembahasan 31
BAB 6. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 36 5.2. Saran 36
Ringkasan 37
Daftar Pustaka 42
Lampiran
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian 24
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 28
Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat 29
Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat 29
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 8
Gambar 2.2. Rumus bangun kinin 14
Gambar 2.3. Rumus bangun doksisiklin 16
Gambar 2.4. Rumus bangun azitromisin 17
Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian 19
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ACT : Artemisinin-based Combination Therapy CDC : Centers for Disease Control and Prevention EKG : Elektro Kardiografi
IFA : Indirect Fluorescent Antibody IHA : Indirect Hemaglutination
ELISA : Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay NCHS : National Center for Health Statistics PCR : Polymerase Chain Reaction
P. falciparum : Plasmodium falciparum P. malariae : Plasmodium malariae P.Ovale : Plasmodium Ovale P. vivax : Plasmodium vivax QBC : Quantitative Buffy Coat RES : Reticulo Endothelial System RI : Republik Indonesia
WHO : World Health Organization cm : sentimeter
mg : miligram
KA : Kinin-Azitromisin KD : Kinin-Doksisiklin kgbb : kilogram berat badan n : Jumlah subyek / sampel zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β P : Proporsi
Q : 1-P
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Latar belakang. Resistensi terhadap pengobatan malaria semakin meningkat sehingga diperlukan kombinasi obat antimalaria yang baru. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mencari alternatif pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Tujuan. Membandingkan efikasi gabungan doksisiklin dengan kinin-azithromycin sebagai pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka yang dilakukan sejak Juli-Agustus 2007 di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada anak berusia 8 sampai 18 tahun, yang positif plasmodium falciparum pada apusan darah tepi. Kedua kelompok mendapat kinin selama 7 hari (10 mg/kgBB terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB terbagi 3 dosis selama 3 hari), untuk kelompok I ditambahkan doksisiklin 2mg/kgbb/hari selama 7 hari dan kelompok II ditambahkan azithromycin (10 mg/kgBB/dosis) diberikan per oral selama 3 hari pertama. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7, dan 28. Pada penelitian ini digunakan uji pearson chi-square dan wilcoxon rank test.
Hasil. Pada pemantauan hari ke-28, pada kelompok I didapati 123 anak dan kelompok II 121 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan menyelesaikan penelitian. Parasitemia masih ditemukan pada hari ke-2 pada kelompok I
(P =0.157), namun pada hari ke-7 dan ke-28 tidak ditemukan lagi parasitemia pada kedua kelompok (P= 0.001). Efek samping yang ditemukan berupa sakit kepala, muntah dan tinnitus dijumpai pada kedua kelompok tetapi lebih bermakna pada kelompok I.
Kesimpulan. Kedua obat ini dapat digunakan sebagai terapi pilihan untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak, namun gabungan kinin-doksisiklin memiliki efek samping yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kinin-azithromycin.
Kata Kunci. Kinin-doksisiklin, kinin-azithromycin, malaria falsiparum, parasitemia.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
ABSTRACT
Background. There is an urgent need for new combination treatments for malaria because antimalarial drug resistance is spreading. So that we need to find alternative treatment for uncomplicated Falciparum malaria in children.
Objective. To compare the efficacy of quinine- doxicycline combination with quinine- azithromycin, as a treatment of uncomplicated falciparum malaria in children.
Methods. A randomized open label clinical trial was undertaken from July to August 2007 at Mandailing Natal, Sumatera Utara Province. This study was done at 8 – 18 years old children with positive P.falciparum from the peripheral blood smear. Both two group receive quinine orally for 7 days, 10mg/kg/BW/3dose orally for 4 days continued with 5 mg/kg/BW/3dose for 3 days. For group I combined with doxycycline 2mg/kg/BW/day for 7 days and group II combined with azithromycin 10mg/kgBW orally for 3 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28. Pearson chi-square and Wilcoxon rank test used in this study.
Results. After 28 days follow-up, 123 children in group I and 121 children in group II fulfilled the inclusion criteria and finished the study. Parasitemia still found at 2nd day in group I (P= 0.157) There was no recrudescence for both group on day 7th and 28th (P=0.001). Headache, vomiting and tinnitus adverse event were found at both group and had significant different adverse event in group I.
Conclusion. Both of drugs can be used as alternative treatment for uncomplicated Falciparum Malaria in children but combination quinine-doxycycline had more serious adverse event.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi, anak balita dan ibu
hamil.1Diperkirakan sekitar 300 sampai 500 juta orang menderita malaria
setiap tahunnya, dengan jumlah kematian akibat malaria berkisar 1,5- 2,7
juta pertahun.2-4 Dalam sasaran pembangunan millennium (Millenium
development goal) pencegahan atas penyakit malaria merupakan salah
satu sasaran yang akan dicapai tahun 2015.5
Meningkatnya insidensi malaria disebabkan oleh berbagai macam
faktor, yaitu adanya kasus malaria yang resisten terhadap obat
antimalaria. Resistensi parasit malaria terhadap klorokuin muncul pertama
kali di Thailand pada tahun 1961 dan di Amerika Serikat pada tahun 1962.
Di Indonesia resistensi P.falciparum terhadap klorokuin pertama kali di
daerah Kalimantan Timur pada tahun 1974, kemudian resistensi ini terus
meluas dan pada tahun 1996 sudah ditemukan di seluruh provinsi di
Indonesia.1,6 Penelitian di daerah Mandailing Natal di Sumatera Utara
mendapatkan resisten terhadap klorokuin sekitar 32% dan untuk fansidar
29%.7
Untuk mencegah atau memperlambat laju resistensi, maka terapi
kombinasi antimalaria yang rasional sangat dianjurkan. Pengobatan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
kombinasi adalah penggunaan dua atau lebih obat antimalaria
skizontosidal darah.2,8 Konsep pengobatan dengan kombinasi dari dua
atau lebih obat antimalaria adalah berdasarkan potensi sinergistik atau
perbaikan efikasi pengobatan dan juga mencegah berkembangnya
resistensi dari masing-masing obat.2,8
Di Indonesia, lini pertama pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi adalah kombinasi artesunat-amodiakuin dengan lini kedua
adalah kinin-doksisiklin atau tetrasiklin.1 Namun kombinasi
artesunat-amodiakuin ketersediaannya masih terbatas di Indonesia. Doksisiklin
berasal dari oxytetrasiklin, yang mempunyai efek seperti tetrasiklin dan
biasanya dikombinasikan dengan kinin.9 Studi invivo, kombinasi
kinin-doksisiklin aman dan efektif pada penatalaksanaan malaria falciparum.10
Namun tetrasiklin atau doksisiklin di kontraindikasikan pada wanita hamil,
menyusui dan anak < 8 tahun.4,11-13
Antibiotik golongan makrolida mempunyai efek antimalaria yang
baik dan aman diberikan pada anak dan wanita hamil. Azitromisin
merupakan antimalaria golongan makrolida paling kuat dengan waktu
paruh panjang (68 jam)14, menunjukkan sinergisme dengan kinin dalam
pengobatan P.falciparum in vitro4,11,13,15 Pada suatu penelitian invivo
azitromisin dapat menggantikan golongan tetrasiklin bila dikombinasi
dengan obat yang bersifat skizontosid kerja cepat.16 Azitromisin dapat
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
di bawah 8 tahun dan wanita hamil. Suatu penelitian di Kenya (1998)
menunjukkan bahwa azitromisin dan doksisiklin efektif sebagai profilaksis
malaria.17
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka
diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan
kesembuhan antara kombinasi kinin-doksisiklin (KD) dengan kombinasi
kinin-azitromisin (KA) sebagai alternatif dalam pengobatan malaria
falciparum tanpa komplikasi pada anak.
1.3. Hipotesis
Ada perbedaan kesembuhan gabungan kinin-azithromycin dibandingkan
dengan kinin-doksisiklin dalam pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi pada anak.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara
kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kinin-azitromisin sebagai
alternatif dalam pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi pada
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan terapi alternatif lain yang efektif dalam pengobatan
malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah
dalam penanganan malaria falciparum pada anak terutama didaerah
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria falciparum
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia. Ada empat
spesies plasmodium yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P. malariae,
P.vivax, P. falciparum dan P.Ovale.1 Jenis plasmodium yang banyak
ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.vivax.11 P.Falciparum merupakan penyebab dari semua kematian dan malaria berat.6
2.2. Epidemiologi dan transmisi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini
malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah
dan Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo
Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria
di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus pertahun.11
Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat
endemisitas yang berbeda-beda dengan ketinggian sampai 1800 meter di
atas permukaan laut.11 Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria
dengan 38 000 kematian setiap tahunnya dan diperkirakan 35% penduduk
Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.1
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang terinfeksi malaria, atau lebih jarang, melalui inokulasi langsung dari
sel darah yang terinfeksi,18 seperti melalui transfusi darah, penggunaan
jarum suntik yang terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang
dikandungnya, dan dari transplantasi organ.3,18
2.3. Siklus hidup
Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada
manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia
disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam
nyamuk disebut sporogoni.1
2.3.1. Siklus hidup pada manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10 000 - 30 000 merozoit
hati. Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama
lebih kurang 2 minggu.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon.
Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.1 Siklus
eritrositer ini menyebabkan timbulnya gejala malaria.18
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual
(gametosit jantan dan betina).
2.3.2.Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,8 dan
bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.11 Sporozoit ini bersifat infektif dan
siap ditularkan ke manusia.1,11 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Gambar 2.1. Siklus hidup malaria12
2.4. Diagnosis
Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya ditegakkan
berdasarkan gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan
endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat
demam tinggi berulang, apalagi jika disertai gejala trias yaitu demam,
splenomegali dan anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil
pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium oleh karena
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
2.4.1. Manifestasi klinis Malaria Falciparum tanpa komplikasi
Pada anak dan dewasa seringkali gejala bersifat asimtomatik selama fase
awal, yaitu pada masa inkubasi infeksi malaria. Masa inkubasi
P.falciparum berlangsung dalam 9-14 hari, dimana masa ini dapat lebih
lama pada pasien dengan imunitas parsial. Gejala prodromal berlangsung
selama 2-3 hari sebelum parasit dijumpai dalam darah. Gejala prodromal
berupa sakit kepala, mudah lelah, anoreksia, myalgia, demam dan nyeri
dada, perut dan sendi-sendi.4
Gambaran klinis malaria berupa demam yang paroksismal yang
dikarakteristikkan dengan demam tinggi, menggigil, berkeringat dan sakit
kepala, myalgia, sakit punggung, nausea, muntah, diare, pucat dan
ikterus. Demam paroksismal bersamaan dengan pecahnya skizon yang
terjadi setiap 48 jam pada malaria vivax dan falciparum.19Pada anak usia
< 2 bulan gejala malaria sangat bervariasi dari mulai demam yang tidak
terlalu tinggi sampai demam > 40°C dengan sakit kepala, mengantuk,
anoreksia, mual, muntah, diare, pucat, sianosis, splenomegali,
hepatomegali, anemia, trombositopeni, leukosit yang menurun atau
normal.4
2.4.2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dan tebal dengan pewarnaan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Pemeriksaan ini untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif
atau negatif); spesies dan stadium Plasmodium; dan kepadatan parasit.1
Bila dibandingkan dengan Polymerase chain reaction (PCR), sensitivitas
pemeriksaan mikroskopis ini adalah 85%-95% dan spesifisitas 95%-100%.
Kelemahan pemeriksaan darah tepi ini adalah memerlukan waktu yang
lama dan membutuhkan pemeriksa yang berpengalaman, sehingga sulit
dipakai di lapangan.11
P.falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit
sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik apusan
maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda berbentuk cincin (ring
form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya
disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon dan dapat menyerang
sampai >20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu 1
minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh.
Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya
berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada
sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit bentuk pisang, banyak
sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky),
terdapat balon merah di sisi luar gametosit.11
Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah
Indirect Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan
positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi
sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi
epidemiologi.1
Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy
Coat (QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga
akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik
mutakhir lainnya dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk
mendeteksi antigen. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu
Malaquick test dan Parasight F.1
2.5. Pengobatan Malaria Falciparum tanpa komplikasi
Pasien dengan malaria sebaiknya segera ditangani karena infeksi malaria
falciparum dapat berkembang menjadi infeksi yang berat dan
menyebabkan kematian sedikitnya dalam 1-2 hari. Klorokuin masih
merupakan pilihan pengobatan pada malaria falciparum pada daerah
yang sensitif terhadap klorokuin.4,20 Namun berdasarkan pedoman WHO
bila ditemukan resistensi plasmodium terhadap klorokuin di suatu daerah
>25%, maka dianjurkan untuk tidak lagi menggunakan klorokuin sebagai
antimalaria. Pada pasien malaria falciparum tanpa komplikasi dapat
diberikan kinin secara oral dengan dosis 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
doksisiklin 4 mg/kgBB/hari dibagi dua dosis selama 7 hari, tetrasiklin
25 mg/kgBB/hari empat kali sehari selama 7 hari atau klindamisin
20 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis selama 7 hari.4
Risiko resistensi terhadap obat antimalaria bervariasi, tergantung
spesies dan jenis obat. Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap
klorokuin didapati pada hampir seluruh daerah yang terkena malaria.19
Oleh karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu
kebijakan terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus
P.falciparum resisten terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin,
amodiakuin, atau sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang
mengandung derivat artemisinin atau yang disebut dengan
Artemisinin-based Combination Therapies (ACT). Berikut ini merupakan beberapa
ACT yang dapat dijadikan pilihan :9
. Pengobatan tersebut adalah Artemisin Based Combination Therapy
(ACT). Kombinasi ACT berupa :
1. Artemeter + Lumefantrin
2. Artesunate + Amodiakuin
3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi
Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi)
4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah)
5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi
multiresistensi, dan belum tersedianya obat golongan artemisin, dapat
menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini
adalah sebagai berikut:
1. Kombinasi klorokuin + Sulfadoksin – Pirimetamin (SP)
2. Kombinasi SP + kina
3. Kombinasi klorokuin + Doksisiklin/Tetrasiklin
4. Kombinasi SP+ Doksisiklin/Tetrasiklin
5. Kina+ Doksisiklin/ Tetrasiklin
6. Kina + Klindamisin
Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring
respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat
malaria berlangsung cepat dan meluas.9
2.5.1. Kinin
Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4
alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin,
kuinidin, kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Farmakokinetik
Kinin diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular.
Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai sekitar
80%, walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar
plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, setelah
didistribusikan, menurun pada waktu paruh 11 jam terapi dihentikan.
Distribusi kinin ke seluruh jaringan tubuh termasuk cairan serebrospinal,
ASI dan plasenta. Farmakokinetik kinin dapat berubah sesuai dengan
keparahan infeksi malaria.22 Waktu paruh obat pada orang sehat
mencapai 11 jam, penderita malaria tanpa komplikasi mencapai 16 jam
dan mencapai 18 jam pada penderita malaria berat. Metabolisme terjadi
di hepar.23
Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk
metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung,
empedu dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Farmakodinamik
Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual
dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar.22 Seperti antimalaria
lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P.
ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum.
Kinin juga tidak membunuh parasit malaria bentuk preeritrositik.
Mekanisme aksi kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi
detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun
mekanismenya tidak jelas diketahui.2
Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi
terapeutik diberikan selama 5-7 hari. Terutama untuk pengobatan malaria
falciparum resisten banyak obat, skizontosidal kerja lambat, seperti
sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk
meningkatkan efikasi kinin.22
2.5.2. Doksisiklin
Doksisiklin adalah turunan dari tetrasiklin yang mempunyai aktivitas yang
hampir sama. Perbedaannya dimana doksisiklin diabsorbsi lebih baik dan
mempunyai waktu paruh yang lama. Rumus bangun doksisiklin dapat
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Gambar 2.3. Rumus bangun doksisiklin. 25
Farmakokinetik
Doksisiklin diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna dan absorbsinya
tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Konsentrasi puncak plasma
terjadi 2 jam setelah pemberian. 80-95% berikatan dengan protein dan
mempunyai waktu paruh 10-24 jam.2 Suatu studi mendapatkan waktu
paruh doksisiklin pada orang sehat adalah 14-24 jam.26 Distribusinya
keseluruh jaringan tubuh dan cairan kecuali cairan serebrospinal. Pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, 40% doksisiklin diekskresikan
keluar melalui urin, akan tetapi kebanyakan diekskresikan melalui feses.2
Farmakodinamik
Doksisiklin bersifat bakteriostatik dengan menginhibisi síntesis protein
yang berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek
tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.24,27 Doksisiklin dapat
digunakan sebagai profilaksis malaria di daerah yang resisten terhadap
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
2.5.3. Azitromisin
Antimikroba golongan makrolida juga menunjukkan aktivitas sebagai
antimalaria,28 dan golongan ini aman bagi ibu hamil dan anak-anak.
Azitromisin (gambar 2.4.), merupakan antimalaria golongan makrolida
[image:30.595.143.444.256.508.2]yang sangat poten.29
Gambar 2.4. Rumus bangun azitromisin30
Farmakokinetik
Azitromisin jka diberikan secara oral diabsorpsi secara cepat dan
didistribusikan ke seluruh tubuh kecuali ke otak dan cairan serebrospinal.
Azitromisin sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Obat
ini memiliki farmakokinetik yang unik karena distribusi terjadi secara luas
dan tingginya konsentrasi obat di dalam sel (terutama fagosit), sehingga
didapati konsentrasi di jaringan atau sekresi dibandingkan konsentrasi
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Azitromisin mengalami metabolisme di hati untuk menginaktivasi
metabolit, namun kebanyakan diekskresi melalui empedu. hanya 12%
obat yang dieksresikan melalui urine. Waktu paruh mencapai 40-68 jam,
dapat memanjang karena pengambilan dan pengikatan yang luas dari
jaringan.22
Farmakodinamik
Antibiotika makrolida merupakan bakteriostatik yang menghambat sintesis
protein dengan mengikat secara reversibel subunit ribosom
mikroorganisme yang sensitif.22 Azitromisin merupakan skizontosidal
darah yang efisien namun mempunyai kerja yang relatif lambat.16 Data in
vitro melaporkan, azitromisin memiliki kemampuan klinis bila digunakan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
2.6. Kerangka Konseptual
[image:32.595.101.528.133.585.2]
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
vivax ovale malariae
- bentuk cincin - gametosit
- Quantitative buffy coat method - PCR
- Malaquick test - Parasight F
Berat Tanpa komplikasi
Pengobatan Resistensi (klorokuin)
Alternatif
WHO: artesunate- amodiakuin
Lini pertama - artesunate - klindamisin
- kinin-klindamisin
Parasitemia H-0, 2, 7, 28 MALARIA
Efek samping
Efikasi
- Apusan darah tepi
- kinin-doksisiklin - kinin-azitromisin
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain
Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka, untuk membandingkan
kesembuhan kombinasi doksisiklin (KD) dengan kombinasi
kinin-azithromycin (KA) sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falciparum
tanpa komplikasi.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum
di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung
Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,
Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus 2007.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Umum yang berusia 8 sampai 18 tahun yang menderita malaria. Populasi
terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum
yang berusia 8 sampai 18 tahun yang menderita malaria falciparum di 7
sekolah Kabupaten Mandailing Natal. Sampel adalah populasi terjangkau
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk uji hipotesis
terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut:30
( z √2PQ + z √ P1Q1 + P2Q2 )2
n1=n2=
( P1 – P2 )2
n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II
P1 = proporsi sembuh untuk kelompok I
P2 = proporsi sembuh untuk kelompok II
P = proporsi = ½ (P1+P2)
Q= 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan = 0,05 (interval kepercayaan 95%) dan
= 0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,06
maka:
P1 = 0,93 dan P2 = 0,99
P = ½ (0,93+0,99) = 0,96
Q = 1-0,96 = 0,04
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Penderita malaria berusia antara 8 sampai 18 tahun yang bersedia
mengikuti penelitian, dibuktikan dengan mengisi surat persetujuan
dari orang tua
2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi
3. Tidak mendapat obat anti malaria dalam satu bulan terakhir
4. Subjek penelitian tinggal di lokasi penelitian
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir
2. Penderita malaria berat
3. Tidak teratur atau menolak minum obat
4. Dijumpai infeksi gabungan (mixed infection) dengan plasmodium
lainnya.
3.6. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang
dialami, pengobatan yang diberikan dan efek samping pengobatan.
Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dan lembar penjelasan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa yang
berusia 8 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria, yang
sebelumnya telah dilakukan pengisian lembar PSP, melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan
pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium
yang terlatih. Bila ditemukan P. falciparum pada pemeriksaan apusan
darah tepi maka anak tersebut dimasukkan dalam sampel kemudian
dihitung jumlah parasitnya. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah
putih.
Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua
kelompok secara random sederhana dengan memasukkan kelompok
ganjil sebagai kelompok I dan kelompok genap sebagai kelompok II.
Kedua kelompok sampel diberikan pengobatan dengan dosis sesuai yang
tertera dalam Tabel 3.1. Semua obat anti malaria diberikan sesudah
makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian
Kelompok Jenis Obat Hari
1 2 3 4 5-7
I. KD Kinin 10 mg/kgbb/hari
terbagi 3 dosis
5 mg/kgbb/ hari
terbagi 3 dosis
Doksisiklin 2 mg/kgbb/hari
sekali sehari
II. KA Kinin 10 mg/kgbb/hari
terbagi 3 dosis
5 mg/kgbb/ hari
terbagi 3 dosis
Azitromisin 10 mg/kgbb/hari
Sekali sehari
Selama penelitian, dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan
gejala malaria, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi dan efek
samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan
dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28. Sampel ditimbang dan dinilai berat
badan dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas
0,1 kg) dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi merek stature
metre 2M (sensitivitas 0,5 cm). Status nutrisi dihitung dengan teknik
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Jenis obat nominal
Variabel tergantung Skala
Parasitemia ordinal
Pusing nominal
Tinitus nominal
Muntah nominal
3.10. Definisi Operasional
1. Infeksi malaria falciparum ditetapkan apabila di dalam pemeriksaan
apusan darah tepi dijumpai P. falciparum.
2. Dikatakan sembuh bila dalam pemeriksaan apusan darah tepi
penderita tidak ditemukan lagi P. falciparum
3. Malaria falciparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak
disertai dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan
kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin ≤ 5 g/dl), dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit,
hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan
sirkulasi, kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia,
hemoglobinuria, ikterus dan hiperparasitemia.
4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan
hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal.
5. parasitemia adalah bila dijumpai adanya parasit malaria di darah
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
leukosit. Jumlah parasit dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu: <5
000/µL, 5 000-10 000/ µL, 10 000-15 000/ µL, >15 000/ µL.
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago).
Analisis data untuk mengetahui hubungan obat antimalaria dengan jumlah
parasit digunakan uji Wilcoxon signed-rank. Untuk melihat hubungan
antara data karakteristik digunakan uji kai kuadrat. Uji dinyatakan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 4. HASIL
Didapat 250 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi dan dibagi
menjadi 2 kelompok secara randomisasi; kelompok pertama terdiri dari
125 anak yang mendapatkan kombinasi KD dan kelompok kedua
mendapatkan kombinasi KA. Setelah pemberian obat, hanya 244 anak
[image:40.595.112.554.302.628.2]yang menyelesaikan penelitian sampai akhir (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Profil penelitian
Sampel masuk ke dalam
penelitian (n=250)
Kinin-Azitromisin
(n=125) Kinin-Doksisiklin
(n=125)
Drop out :
• tidak teratur meminum obat (n=1)
• hilang dalam pengamatan (n=1)
Dianalisis lengkap (n=123) Dianalisis lengkap (n=121) Drop out :
• tidak teratur meminum obat (n=1) • hilang dalam pengamatan (n=3)
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Distribusi dan karakteristik sampel ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tidak ada perbedaan bermakna dalam hal jenis kelamin dan pendidikan
orang tua pada kedua kelompok. Pemeriksaan fisik awal dilakukan pada
kedua kelompok untuk mencari gejala klinis, seperti demam, pucat,
hepatomegali, splenomegali dan parasitemia. Pucat dijumpai pada 11
orang anak (9.1%) pada kelompok kombinasi KA. Demam dan
splenomegali dijumpai pada 3 orang anak (2.5%) pada kelompok
kombinasi KA. Namun, gejala dan tanda klinis sedikit dijumpai pada
kelompok kombinasi KD (tabel 4.2). Setelah diberikan pengobatan,
dilakukan penilaian efek samping obat pada kedua kelompok (tabel 4.3).
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Kinin-Doksisiklin n (%)
Kinin-Azitromisin n (%)
Umur (tahun) 8 - 15 > 15 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan Orang Tua SD SLTP SLTA Sarjana Status Gizi Gizi Kurang Gizi Sedang Gizi Normal Gizi Lebih 110 (89.4) 13 (10.6) 55 (44.7) 68 (55.3) 80 (65.0) 12 ( 9.8) 28 (22.8) 3 ( 2.4)
8 ( 6.5) 18 (14.6) 76 ( 61.8)
21 (17.1) 109 (90.0) 12 (9.9) 47 (38.8) 74 (61.2) 79 (65.3) 11( 9.1) 28 (23.1)
3 ( 2.5)
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat
Gejala Awal Kinin-Doksisiklin n (%) Kinin-Azithromycin n (%) Demam Pucat Hepar Limpa Parasitemia < 5 000 / l
5 000 –10 000/ l 10 000 –15 000/ l 15 000 –20 000/ l
[image:42.595.112.537.156.478.2]0 2 (1.6) 3 (2.4) 5 (4.1) 51 (41.5) 40 (32.5) 30 (24.4) 2 (1.6) 3 (2.5) 11 (9.1) 2 (1.7) 3 (2.5) 50 (41.3) 54 (44.6) 14 (11.6) 3 (2.5)
Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat
Efek Samping Kinin-Doksisiklin n (%) Kinin-Azithromycin n (%) P Sakit kepala Tinitus Muntah 21 (17.1) 40 (32.5) 18 (14.6) 21 (17.4) 6 (5.0) 6 (5.0)
0.544 0.0001
0.009
Terdapat perbedaan bermakna pada pengamatan efek samping obat yaitu
tinitus dan muntah pada kedua kelompok (P =0.0001 dan P=0.009) tetapi
tidak bermakna pada sakit kepala. Pada kelompok yang mendapat
kombinasi KD, ada 21 anak (17.1%) sakit kepala, 40 anak (32.5%) tinitus,
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Tabel 4.4. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28
Pemeriksaan Darah Tepi
H0 H2 H7 H28
Kinin-Doksisiklin
Positif 123 (100%) 2 (1.62%) 0 0
Negatif 0 121(98.3%) 123(100%) 123(100%) Kinin-Azithromycin
Positif 121 (100%) 0 0 0
Negatif 0 121 (100%) 121(100%) 121(100%)
Hasil uji Wilcoxon signed rank pada H0 dan H2 : P = 0.0001 ; H2 dan H7:
P = 0.157 pada kelompok KD.
Setelah pengamatan selama 28 hari, terdapat perbedaan yang
bermakna pada hari ke-2 (P=0.0001), tetapi parasitemia masih ditemukan
pada 2 orang anak (1.62%; P=0.157) pada kelompok KD. Sedangkan
pada pengamatan hari ke-7 dan 28, parasitemia tidak dijumpai pada
kedua kelompok ( tabel 4.4). Hal ini menunjukkan tidak dijumpainya
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 5. PEMBAHASAN
Masalah resistensi parasit terhadap obat antimalaria merupakan
tantangan besar yang dihadapi dalam upaya pemberantasan malaria.8
Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap klorokuin dijumpai pada
kebanyakan daerah endemik malaria. Resistensi terhadap
sulfadoksin-pirimetamin juga telah luas dijumpai dan bertambah dengan cepat.
Resistensi terhadap meflokuin ditemukan di beberapa negara yang
menggunakan terapi ini (seperti Thailand, Kamboja dan Vietnam) dan
penyebarannya telah meningkat dalam 6 tahun terakhir ini.32
Strategi mencegah resistensi sebaiknya dimulai dengan
memperbaki protokol pengobatan. Pengobatan yang diberikan haruslah
mengikuti paradigma pengobatan dengan kombinasi obat dan harus
merupakan pengobatan radikal. Oleh karena itu, kombinasi obat
antimalaria yang baru sangat dibutuhkan dikarenakan resistensi banyak
obat yang telah meningkat ini, dimana obat tersebut dapat
menyembuhkan penderita tanpa memakan waktu lebih lama dari terapi
standar yang ada.8 Pada studi ini, peneliti berkeinginan menemukan terapi
alternatif kombinasi antimalaria jika terapi standar tidak tersedia.
Konsep pengobatan dengan kombinasi dari dua atau lebih obat
antimalaria adalah berdasarkan potensi sinergistik atau perbaikan efikasi
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
pengobatan, dan juga mencegah berkembangnya resistensi dari
masing-masing obat kombinasi tersebut. Pengobatan kombinasi adalah
penggunaan dua atau lebih obat antimalaria skizontosidal darah secara
simultan dimana masing-masng obat mempunyai cara kerja yang
independen dan mempunyai target biokimia yang berbeda pada parasit.9
Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat angka kesembuhan terhadap
penyakit malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak dengan
menggunakan obat kombinasi KD dan KA.
Kinin merupakan alkaloid kinkona yang telah digunakan sebagai
antimalaria selama lebih dari 350 tahun. Berkembangnya resistensi
P.falciparum terhadap monoterapi kinin terus terjadi walaupun lambat dan
tidak lengkap dibandingkan antimalaria lainnya, seperti klorokuin,
meflokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.33 Pemberian kinin dengan dosis
25 mg/kgBB/hari dalam 5 hari efektif dalam penatalaksanaan malaria
falciparum tanpa komplikasi pada anak pada pemantauan hari ke-14.34
Pemberian kinin selama 7 hari dapat mencapai efek terapi yang
diharapkan.33 Pemberian kinin selama 7 hari di Francis didapati angka
kesembuhan 96.3% pada pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi.35 Namun di daerah dengan penurunan sensitivitas terhadap
kinin, dimana dengan pemberian monoterapi kinin selama 7 hari tidak
menunjukkan hasil, maka dikombinasi dengan tetrasiklin /doksisiklin yang
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
studi menunjukkan timbulnya rekrudensi setelah pemberian monoterapi
kinin selama 7 hari.37
Kombinasi kinin-doksisiklin direkomendasikan pada orang dewasa
dengan malaria falciparum tanpa komplikasi di Thailand.38 Di daerah yang
dapat dijumpai strain resisten banyak obat, pemberian terapi kinin dan
tetrasiklin selama 7 hari, angka kesembuhan masih mencapai lebih dari
90% pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi.39-42 Suatu studi
kombinasi kinin-doksisiklin didapati angka kesembuhan 91% dan dijumpai
rekrudensi pada hari ke-21 (2 orang) dan hari ke-28 (1 orang).41
Keterbatasan dari kombinasi KD dimana tidak dapat diberikan pada anak
<8 tahun dan wanita hamil.42Pada studi ini diberikan terapi kombinasi KD
pada anak usia > 8 tahun dimana pada hari ke-2 masih dijumpai
parasitemia namun tidak dijumpai rekrudensi pada hari ke-7 dan 28.
Azitromisin, digunakan secara luas, merupakan bentuk turunan dari
antimikroba makrolida, telah menunjukkan aktivitas intrinsik membunuh
P.falciparum secara invitro29 baik sebagai pengobatan maupun
profilaksis.43-45 Secara umum, azitromisin bekerja lambat dalam
pengobatan malaria falciparum, dan karena itu perlu dikombinasikan
dengan obat dengan waktu kerja cepat sehingga menimbulkan efek yang
menguntungkan. Terapi kombinasi ini diterima secara luas sebagai
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
respon klinis yang sangat baik dan memperlambat timbulnya resistensi
terhadap antimalaria.46
Studi mengenai profilaksis menemukan bahwa azitromisin juga
memiliki efikasi yang tinggi dalam mencegah terjadinya malaria vivax.47
Azitromisin menunjukkan sinergisme dengan klorokuin.28,46 dan kinin
dalam pengobatan P.falciparum invitro.29 Pada studi yang menggunakan
kombinasi dengan KA menunjukkan efikasi yang tinggi dalam pengobatan
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kombinasi KA ditoleransi dengan
baik, kinin (30 mg /kg terbagi 3 dosis per hari) dan azitromisin (≥ 1 gram
/hari) selama 3 hari, efektif bagi pengobatan malaria falciparum resisten
multi obat.14 Studi di Thailand, pada orang dewasa penderita malaria
falciparum tanpa komplikasi dengan pemberian kombinasi KA sebanyak 3
kali sehari, menunjukkan kombinasi ini aman dan manjur.30 Pada studi ini,
peneliti mengkombinasikan kinin oral dengan dosis 10 mg/kgBB/hari
terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama dan dilanjutkan selama 3 hari
dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis dikombinasikan dengan
azitromisin menggunakan dosis 10 mg/kgBB/hari sekali sehari selama 3
hari pertama pada anak penderita malaria tanpa komplikasi. Hasilnya,
angka kesembuhan mencapai 100% dan tidak dijumpai rekrudensi selama
pemantauan 28 hari.
Dosis terapi kina sering menyebabkan kinkonisme yang tidak selalu
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual.24
Suatu penelitian pada 8 pasien dengan malaria falciparum tanpa
komplikasi yang diterapi dengan kinin sulfat (600 mg setiap 8 jam selama
7 hari) dikombinasikan dengan doksisiklin (250 mg setiap 6 jam selama 7
hari), memperlihatkan konsentrasi kinin plasma lebih tinggi dua kali lipat
dibanding yang hanya mendapat kinin monoterapi. 48 Pada umumnya
(82%) penderita yang mendapat terapi kombinasi KD mengeluhkan
beberapa efek samping seperti pusing, telinga berdenging, dan sakit
perut.49 Suatu studi di Brazil mendapatkan efek samping dari kombinasi
KD berupa sakit perut (41.4%), nausea (34.5%), sakit kepala (27.6%),
astenia (27.6%) dan muntah (27.6%).50 Efek samping berupa kulit
kemerahan setelah penggunaan azitromisin selama 4 minggu dikeluhkan
pada 0.67% kasus.45 Efek samping yang lebih sering ditemukan dari
penggunaan kombinasi KA adalah kinkonisme dan perubahan gelombang
elektrokardiografi (EKG) dimana didapati perpanjangan interval QT.30
Kinkonisme, diartikan sebagai gejala yang berupa telinga berdenging
(tinnitus) dan atau pusing, dikeluhkan oleh 97% sukarelawan. Pemberian
kombinasi KA berhubungan dengan singkatnya terjadi kinkonisme.14
Pada studi ini, kami menemukan perbedaan efek samping yang
bermakna pada kelompok KD, dimana tinnitus merupakan efek samping
yang paling sering dikeluhkan oleh 40 anak (32.5%, P=0.0001) pada
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
sakit kepala dan 18 anak (14.6%, P =0.009) yang mengeluhkan muntah
pada kelompok KD. Pada kelompok kinin-Azitromisin, ada 6 anak (5%)
mengeluhkan tinnitus dan 21 anak (17.4 %) dan 6 anak yang
mengeluhkan muntah (5%).
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan angka kesembuhan
pada pada anak yang menerima kombinasi KD maupun kombinasi KA
pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi, sehingga
kombinasi kedua obat ini dapat dijadikan terapi alternatif, namun
kelompok yang menerima KD mendapat efek samping yang lebih berat
dibandingkan yang menerima kombinasi KA.
6.2. Saran
Bagi pemerintah Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas
Kesehatan setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan sebagai terapi alternatif jika terdapat kendala dalam
penggunaan terapi standar pada anak penderita malaria falciparum tanpa
komplikasi. Dan perlu diadakannya sosialisasi kepada petugas-petugas
kesehatan di kecamatan setempat mengenai manfaat pengobatan malaria
falciparum tanpa komplikasi pada anak dikarenakan masih tingginya
resistensi terhadap klorokuin.
Pemerintah setempat juga diharapkan dapat bekerjasama dengan
masyarakat untuk memutus rantai penularan nyamuk oleh karena
tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
RINGKASAN
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi, anak balita dan ibu
hamil. Malaria yang didapat dari daerah yang diketahui P.falciparum
resisten terhadap klorokuin ataupun daerah yang sensitivitas terhadap
klorokuinnya diragukan harus diterapi dengan obat selain klorokuin.
Sehingga, Di Indonesia lini pertama pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi adalah kombinasi artesunat-amodiakuin dengan lini kedua
adalah kinin-doksisiklin atau tetrasiklin. Karena kombinasi artesunat
ketersediannya terbatas sedangkan doksisiklin tidak dapat diberikan pada
anak < 8 tahun maka diperlukan terapi alternatif dalam pengobatan
malaria falciparum antara lain kombinasi kinin-azitromisin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan kesembuhan antara kombinasi KD dengan kombinasi KA
sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi
pada anak.
Uji klinis acak terbuka dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Umum di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba,
Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae,
Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli
hingga Agustus 2007.
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
Sampel penelitian adalah penderita malaria falciparum yang
berusia antara 8 sampai 18 tahun yang ditetapkan dengan pemeriksaan
apusan darah tepi dengan pewarnaan Giemsa sesuai prosedur dan
dibaca oleh tenaga laboratorium yang terlatih, dengan terlebih dahulu
mengisi lembar PSP, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
sampel. Bila ditemukan P. falciparum maka anak tersebut dimasukkan
dalam penelitian. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih.
Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok
secara acak sederhana, yaitu: kelompok pertama mendapat pengobatan
kinin per oral selama 7 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis
selama 4 hari pertama dilanjutkan 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama
3 hari dan diberikan doksisiklin dengan dosis 2mg/kgBB/hari sekali sehari
selama 7 hari, sedangkan kelompok kedua mendapat pengobatan kinin
per oral selama 7 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis
selama 4 hari pertama dilanjutkan 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 3
hari diberikan azitromisin per oral selama 3 hari pertama dengan dosis 10
mg/kgbb/hari sekali sehari. Semua obat antimalaria diberikan sesudah
makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis
yang sama diberikan kembali.
Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan
dilakukan pada hari ke-2, 7 dan 28.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi kinin-doksisiklin
dan kombinasi kinin-azitromisin dapat digunakan sebagai pilihan alternatif
untuk pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak, namun
kombinasi kinin-doksisiklin memiliki efek samping yang lebih sering
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
SUMMARY
Malaria is still a major health problem for children in tropical countries in
the world. In areas with falciparum malaria resistant to chloroquin or
areas with doubtful sensitivity of chloroquin must be treated with
alternative drugs other than chloroquin. In Indonesia the first line
treatment for malaria falciparum has changed with artesunat-amodiaquine
combination and the second line treatment was quinine-doxycycline or
tetracycline. Because artesunat combination therapy was not available
and doxycycline not be given for children < 8 years so we needed to find
the alternative drugs in treating falciparum malaria, such as combination of
quinine-azithromycin.
The main purpose of this study is to compared the efficacy of
quinine-doxycycline with quinine-azithromycin combinations as an
alternative treatment of falciparum malaria without complication.
This was a randomized open label trial of elementary to high
school students at subdistrict Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba,
Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, in district
of Mandailing Natal, Sumatera Utara Province on July to August 2007.
Subjects of this study were children suffered from falciparum
malaria from 8 to 8 years old that confirmed with Giemsa’s thin and
thick blood smear and was read by a well-trained analyst, after
inform consent obtained from sample, anamnesis and physical
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
examination had been done. If there was any P. falciparum then we
include the child into the study. Asexual form of paracytes are counted
from 200 white blood cells. Samples that eligible according the inclusion
criteria then being divided with simple randomised into 2 groups. Group I
received quinine orally for 7 days with dosage 10mg/KgBW/3 doses for the
first 4 days continued with 5mg/kgBW/3 doses for 3 days combined with
doxycyclin orally for 7 days with dosage 2mg/KgBW/daily and group II
received quinine orally for 7 days with dosage 10mg/KgBW/3 doses for the
first 4 days continued with 5mg/kgBW/3 doses for 3 days combined with
azithromycin orally for the first 3 days with dosage 10mg/kgBW/daily. All
anti malarial drugs were taken after meal. If a child vomited 15 minutes
after the drug was given, we could repeat it with the same dose.
During study, we took routine note of sign and symptoms of
malaria, history of medication taken and adverse effects of medication.
Physical examination and repeated blood smear was done on days 2,7
and 28.
We concluded that combination of quinine-doxycyclin or
combination of quinine-azithromycin can be considered as an alternative
therapy for uncomplicated falciparum malaria, but combination of
quinine-doxycycline have more serious adverse reactions than combination of
Syamsidah Lubis : Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan departemen kesehatan RI. Pedoman tatalaksana kasus malaria di Indonesia: gebrak malaria. Jakarta: Bakti Husada; 2005. h.1-38
2. World Health Organization. Guidelines for the treatment of malaria. Geneva: WHO; 2006
3. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 1139-43
4. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 337-52
5. The millennium development goals report 2008. Diunduh
dari:
diakses November 2009
6. Ashley E, McGready R, Proux S, Nosten F. Malaria. Travel Medicine and Infectious disease. 2006;4:159-73
7. Azlin E, Batubara I, Dalimunthe W, Siregar C, Lubis B, Lubis M, et al. The effectiveness of chloroquine compared to fansidar in treating falciparum malaria. Paediatrica Indonesiana. 2004;44:17-20
8. Kremsner PG, Krishna S. Antimalarial combinations. Lancet. 2004;364:285-94
9. World Health Organization. Antimalarial drug combination therapy.Geneva:WHO;2001
10. Rasheed A, Saeed S. In vivo efficacy and safety of quinine-doxycycline combination in acute plasmodium falciparum malaria. Pak J Med Sci. 2008;24:684-8
11. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 408-3