A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang pada hakikatnya mempunyai hak untuk belajar dan
mendidik pribadinya, karena manusia dapat menggunakan akal pemikirannya.
Manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, karena pendidikan
merupakan alat mencapai kemerdekaan dan untuk hidup yang lebih baik.
Pada umumnya kita ketahui bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia, oleh karena itu sangat penting dan hak
setiap orang. Dengan pendidikan, manusia akan memperoleh ilmu
pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan tersebut manusia dapat
memperoleh kebahagiaan.
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan sangat bermanfaat
dalam segala bentuk peradaban dan kegiatan manusia. Karena dengan
pendidikan, akan tercipta manusia yang berbudi pekerti, memiliki
keterampilan dan juga rasa tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya
termasuk terhadap bangsa dan Negara. Seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1
Pendidikan sekolah merupakan pendidikan formal, dimana pendidikan
sekolah merupakan pendidikan resmi. Dalam arti lain terikat oleh
1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995), h.10
peraturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan. Alisuf Sabri dalam
bukunya menuliskan bahwa sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang
sengaja didirikan oleh pemerintah atau masyarakat untuk mempersiapkan
anggota masyarakat atau warga Negara yang sesuai dengan tujuan masyarakat
dan Negara.2 Jadi, sekolah bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajar anak didik sebagai calon masyarakat atau anggota masyarakat yang berkualitas yang memiliki bekal kemampuan pengetahuan dan sikap yang memadai yang diperlukan oleh masyarakat dan Negara.
Di sekolah terdapat serangkaian bidang studi yang harus dikuasai oleh
siwa, salah satunya adalah matematika. Matematika memiliki ciri obyek
abstrak dan pola pikir deduktif serta konsisten. Dengan matematika, siswa
dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa
kreatif. Selain itu, mempelajari matematika juga membantu siswa dalam
memahami bidang studi lain, seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi,
geografi, ekonomi dan sebagainya. Matematika juga memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya matematika ternyata tidak diimbangi dengan prestasi yang
baik dalam mata pelajaran tersebut. Banyak orang yang memandang
matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Bahkan sampai sekarang
ini pelajaran matematika merupakan pelajaran yang tidak disenangi juga
ditakuti oleh sebagian besar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh
Munasprianto dan Gelar Dwirahayu (2007), bahwa sebagian dari kita
langsung teringat dengan deretan angka-angka, rumus-rumus,
teorema-teorema, dan hukum-hukum yang entah apa aplikasinya. Dengan kata lain,
matematika sering diasosiasikan dengan sesuatu yang susah, membosankan
dan njelimet.3
Ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk menjelaskan
kenapa dalam perkembangannya matematika menjadi bidang ilmu yang
cukup ditakuti dan dibenci. Salah satunya adalah proses pembelajaran yang
2
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 1996), h. 74 3
selama ini dinilai kurang tepat dalam pembelajaran matematika. Ini semua
tentu sangat memprihatinkan bagi guru matematika yang bertanggung jawab
langsung terhadap hasil pengajarannya. Meskipun disadari bahwa kesalahan
dan kekurangan yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa tidak
hanya disebabkan oleh faktor guru.
Slameto dalam bukunya menuliskan bahwa terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar di sekolah, yang secara umum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa.
Faktor internal meliputi faktor dari dalam diri siswa seperti : kemampuan
siswa, bakat, minat, perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, dan lain-lain.
Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor dari luar diri siswa seperti:
kemampuan guru, suasana belajar, fasilitas belajar, metode belajar, media
pembelajaran yang digunakan, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan
lain-lain.4
Diantara faktor internal siswa, motivasi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan siswa seperti yang diungkapkan Sardiman
bahwa seseorang itu akan mendapat hasil yang diinginkan dalam belajar, bila
dalam dirinya terdapat keinginan untuk belajar.5 Ini berarti bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam memperoleh hasil yang optimal, sebaliknya rendahnya motivasi siswa dalam belajar akan rendah pula
hasil belajar yang dicapai.
Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan
sebagai bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin. Seperti yang dituliskan
oleh Iskandar dalam bukunya, motivasi belajar adalah daya penggerak dari
dalam individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman.6 Motivasi yang baik dan
4
Slameto, Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.54
5
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), h.40
6
memadai dapat mendorong siswa menjadi lebih aktif dalam belajar dan dapat
meningkatkan prestasi belajar di kelas.
Namun, menurut hasil observasi pada beberapa penelitian skripsi
tentang motivasi belajar matematika menyebutkan motivasi belajar
matematika siswa masih tergolong rendah. Diantaranya Asniah dalam
skripsinya, menyebutkan bahwa motivasi belajar matematika siswa masih
rendah.7 Selain itu, dari hasil wawancara langsung dengan salah satu guru matematika kelas VIII di SLTPN 178 Jakarta, Bapak Achmad Rojali, S. Pd,
dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi belajar matematika siswa di
beberapa kelas VIII di sekolah tersebut masih tergolong rendah.
Selama ini pembelajaran matematika disajikan merujuk kepada
filosofi “teko dan cangkir”. Guru dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang
dimiliki berperan sebagai teko yang siap mengisi cangkir yang kosong.
Padahal, dalam kenyataannya siswa bukanlah cangkir kosong yang siap diisi
dengan cairan pengetahuan yang dimiliki para guru. Siswa-siswa datang ke
sekolah juga berbekal cairan pengalaman dan persepsi yang mereka peroleh
dalam kehidupan sehari–hari. Sehingga pendekatan “teko dan cangkir” adalah
pendekatan kuno yang sudah selayaknya dimuseumkan.8
Selama ini dalam pembelajaran matematika guru menggunakan
pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud
adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru dimana guru
mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas
dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima saja apa yang
disampaikan oleh guru. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal
dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan lalu siswa disuruh
mengerjakannya. Begitu pun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat
sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar dan belajar siswa
kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.
7
Asniah, “Meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dengan pemberian umpan balik (feed back)”, skripsi Sarjana UIN JKT, (Jakarta : Perpustakaan Utama UIN JKT, 2008), h. 4-5
8
Untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, guru harus
memilih dan menyajikan model pembelajaran yang lebih efektif. Salah
satunya adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif yang kita gunakan merupakan hal baru bagi guru dan siswa karena
memiliki perbedaaan-perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan model
pembelajaran selama ini, di mana peranan guru sangat dominan. Yatim
Riyanto dalam bukunya menuliskan, model pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan
akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill.9
Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan
dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan
oleh Anita Lie dalam bukunya bahwa kebanyakan pengajar enggan
menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Ada
kekhawatiran bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan mengakibatkan
kekacauan di kelas dan peserta didik tidak belajar jika mereka ditempatkan
dalam kelompok. 10
Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi
dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur model
pembelajaran kooperatif. Agus Suprijono dalam bukunya menuliskan, banyak
guru hanya membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas
untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan.11 Akhirnya, siswa merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja
sama menyelesaikan tugas tersebut karena mereka belum berpengalaman.
Akibatnya kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi.
9
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), h.271
10
Anita lie, Cooperative Learning, (Jakarta : PT Grasindo, 2008), cet V, h. 28 11
Model pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat
membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika.
Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga
akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika
yang banyak dialami para siswa. Dengan menonjolkan interaksi dalam
kelompok, model belajar ini juga dapat membuat siswa menerima siswa lain
yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.
Pentingnya hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas
tidaklah dapat dipandang remeh. Jika pembelajaran kooperatif dibentuk
dalam kelas, pengaruh teman sebaya itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
positif dalam pembelajaran matematika. Para siswa menginginkan
teman-teman dalam kelompoknya siap dan produktif di dalam kelas.
Seperti yang dijelaskan Erman Suherman dalam bukunya, dorongan
teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor
penting dari pembelajaran kooperatif. Para siswa termotivasi belajar secara
baik, siap dengan pekerjaannya, dan menjadi penuh perhatian selama jam
pelajaran. Model ini telah juga terbukti dapat meningkatkan berfikir kritis
serta meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.12
Pada penelitian ini penulis menggunakan pembelajaran kooperatif
dengan tipe SNH (Structured Number Head) yang merupakan pengembangan dari pembelajaran NHT (Numbered heads Together) yang pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Model pembelajaran kooperatif
tipe SNH dapat memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk memberikan
pendapatnya, serta mengajarkan siswa untuk memutuskan sesuatu
berdasarkan kesepakatan bersama. Selain itu sebagai salah satu karakteristik
pembelajaran ini adalah siswa memiliki tugas pokok masing-masing sehingga
siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya itu dan siswa tidak
12
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
perlu merasa iri dalam kelompok karena setiap anggota akan mendapat tugas
yang sama. Dan diharapkan, model pembelajaran kooperatif tipe SNH dapat
meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul : ”Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe SNH (Structured Number Head)
Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis
mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Motivasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah.
2. Model pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah masih bersifat
konvensional dengan metode ekspositori.
3. Meskipun dilakukan pengelompokkan siswa dalam pembelajaran, namun
karena kurangnya kontrol dari guru sehingga siswa merasa kurang
mendapat bimbingan dalam belajar.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan serta untuk memperjelas ruang lingkup
pembahasan maka penulis membatasi pada:
1. Objek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII SLTPN 178 Jakarta.
2. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah tipe SNH
(Structured Number Head).
3. Indikator motivasi yang diteliti yaitu tekun menghadapi tugas, ulet
menghadapi kesulitan, menunjukkan minat, senang mencari dan
memecahkan masalah soal-soal, serta adanya dorongan dan kebutuhan
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka
peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Apakah motivasi belajar matematika siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) lebih tinggi daripada motivasi belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran konvensional metode ekspositori?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) berpengaruh terdapat motivasi belajar matematika siswa?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran
kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) berpengaruh terdapat motivasi belajar matematika siswa dan apakah motivasi belajar matematika
siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe SNH
(Structured Number Head) lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran konvensional metode ekspositori.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Untuk mengatasi kejenuhan dalam belajar matematika dan
menumbuhkan motivasi belajar matematika.
2. Bagi guru
Memberikan alternatif dalam pembelajaran melalui pembelajaran
kooperatif dan lebih memahami kondisi siswa sehingga dengan demikian
dapat memilih metode pembelajaran yang cocok bagi siswa.
Memberikan wacana baru tentang pembelajaran matematika yang
diinginkan oleh para siswa.
4. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan bagi peneliti, sekaligus menambah pengalaman
A.
Pembelajaran Matematika
1. Pengertian BelajarBelajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup
manusia, proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Belajar
terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam
peristiwa belajar seharusnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu
sehingga terjadi perubahan pada dirinya. “Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”1
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran. Disamping itu, ada pula sebagian orang yang
memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada
latihan membaca dan menulis. Sedangkan menurut Cronbach bahwa
“belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu
menggunakan panca indra.”2 Dengan kata lain bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba
sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.
Hilgard dan bower , Morgan, James O. Wittaker, Cronbach,
Howard L. Kingsley, Gage, Chaplin, Hintzman, Wittig, T. Jersild, Henry
E. Garret, Fontana, Good dan Brophy adalah beberapa ahli yang
mendefinisikan belajar dengan menitikberatkan pada perubahan tingkah
1
Slameto, Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 2
2
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 5
laku sebagai akibat dari pengalaman atau latihan. Secara lebih spesifik,
Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.3
Rasulullah SAW., menyatakan dalam salah satu haditsnya bahwa
manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat. Orang tua
wajib membelajarkan anak-anaknya agar kelak dewasa ia mampu hidup
mandiri dan mengembangkan dirinya, demikian juga sebuah sya’ir Islam
dalam baitnya berbunyi: “belajar sewaktu kecil ibarat melukis di atas
batu”.4
Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang.
“Belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa
mengenal batas usia, dan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan
usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya
untuk merubah perilakunya.”5 Hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang belajar,
perubahan tersebut diharapkan adalah perubahan perilaku positif.
Belajar adalah “kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan.”6 Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa,
baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri.
Dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan
pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan
kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Belajar
3
Ngalim purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet ke XXI, h. 84
4
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), h. 97
5
Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), h. 102
6
adalah “suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas
pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill,
persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan
performansi.”7
2. Pengertian Matematika
Secara umum, istilah matematika sudah tak asing lagi bagi
sebagian orang, sebab kegiatan-kegiatan yang ada dalam kehidupan
sehari-hari merupakan aplikasi dari konsep matematika. Istilah
matematika diambil dari Bahasa Yunani yaitu mathematike. Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata
mathematike juga berhubungan erat dengan kata yang serupa yaitu
mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Johnson dan Myklebust, Lerner, Kline adalah beberapa ahli yang
menitikberatkan matematika sebagai bahasa simbolis. Secara lebih
spesifik Johnson dan Myklebust mengemukakan bahwa matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.8 Secara etimologis kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.
Menurut Ruseffendi (dalam Erman, 2003), Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam kehidupannya yang kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis, sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.9
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir
manusia. Matematika semula sebagai alat berfikir yang sederhana dari
7
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, …, h. 6 8
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), Cet. 2, h. 252
9
kelompok orang yang biasa untuk menghitung dan mengukur
barang-barang milik seseorang kemudian berkembang menjadi alat pikiran yang
ampuh dari para ilmuwan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang
rumit dalam suatu bidang ilmu. Pada permulaannya cabang-cabang
matematika yang ditemukan yaitu meliputi aritmatika atau berhitung,
aljabar dan geometri, kemudian cabang matematika tersebut berkembang
dan lahirlah cabang matematika baru yang lebih kompleks, antara lain
kalkulus, statistika, aljabar (linear, abstrak, himpunan), geometri (sistem
geometri, geometri linear), analisis vektor, dan lain-lain. Cabang
matematika inilah yang kemudian dipelajari untuk diaplikasikan dalam
kehidupan, seperti adanya penciptaan teknologi canggih untuk
mempermudah kegiatan manusia.
Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda,
tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.
Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia:suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.10
Mempelajari matematika juga membantu siswa dalam memahami
bidang studi lain, seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi,
ekonomi dan sebagainya. Seperti Kline (1973) yang dikutip oleh Erman
Suherman dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu bukanlah
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.11 Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika.
Menurut Cockroft (dalam Mulyono, 2003) ada 6 alasan mengapa matematika perlu untuk dipelajari, yaitu (1) selalu
10
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, …, h. 252 11
digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.12
Begitu juga yang diungkapkan oleh Munaspriyanto dan Gelar
Dwirahayu (2007), bahwa matematika menyajikan
perhitungan-perhitungan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Kehidupan tanpa angka atau tanpa matematika ibarat masakan tanpa
garam. Banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat terealisasi jika tidak
ada angka. Misalnya tawar menawar dipasar tradisional tidak akan
berlangsung jika tidak ada matematika. Bursa saham tidak akan pernah
ada jika tidak ada matematika.13
Mata pelajaran matematika juga perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta
kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif. Kemahiran matematika dipandang sangat
bermanfaat untuk mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga pembelajaran matematika diharapkan mampu menjadikan
anak/siswa mahir matematika.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang dengan amat pesat, baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya atau pembelajarannya di sekolah kita harus memperhatikan
12
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, …, h. 253.
13
perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-kemungkinannya di masa depan.14
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk
menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini.
Dari berbagai pengertian matematika di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan suatu ilmu mengenai bilangan-bilangan
yang diperoleh dengan bernalar, terorganisasikan dengan baik, yang
dapat diterapkan di sekolah untuk mengembangkan cara berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
3. Pembelajaran Matematika
Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat dua kegiatan yang
sinergis, yakni guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar.
sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai
pengalaman belajar hingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek
kognitif, psikomotor, dan atau afektif. Pembelajaran merupakan upaya
untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka
dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi inidividu anak sehingga
pembelajaran benar-benar dapat merubah kondisi anak dari yang tidak
tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang
berperilaku kurang baik menjadi baik.
Upaya pengembangan sumber manusia yang harus dilakukan
secara terus-menerus selama manusia hidup, disebut pembelajaran. Isi
dan proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya, ”jika
masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya
14
manusia yang memiliki kompetensi yang berstandar nasional, maka isi
dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi
tersebut.”15
Berdasarkan makna leksikal, pembelajaran berarti “proses, cara,
perbuatan mempelajari. Pembelajaran adalah dialog interaktif.
Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif.”16 Sedangkan pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah “pembelajaran
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.” 17 Manusia harus mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna
melalui pengalaman nyata.
Penulis menyimpulkan bahwa belajar matematika bagi siswa
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian
tersebut. Para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dari sebuah objek.
Matematika juga berfungsi sebagai ilmu atau pengetahuan yang perlu
dikuasai oleh siswa karena matematika bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Begitu penting matematika dalam kehidupan sehingga setiap
manusia berusaha untuk belajar matematika.
4. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan umum dari pembelajaran matematika adalah memberikan
penekanan pada keterampilan pada penerapan matematika, baik dalam
kehidupan sehai-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu
pengetahuan lain. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah
mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan
15
Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), cet ke-2, h. 161
16
Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 13 17
nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN).
Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: (a) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, (b) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 18
Diungkapkan pula dalam GBPP Matematika tujuan khusus pembelajaran
matematika di SLTP yaitu:
a. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika.
b. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk
melanjutkan ke pendidikan menengah.
c. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
Sedangkan tujuan dari pembelajaran matematika untuk Sekolah
Menengah Pertama yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:19
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
18
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 58 19
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
5. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari
sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat-sifat perkembangan intelektual siswa.
Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa sifat atau karakteristik
pembelajaran matematika di sekolah. Seperti yang dijelaskan Erman
Suherman dalam bukunya bahwa karakteristik pembelajaran matematika
di sekolah yaitu sebagai berikut:20
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).
Bahan kajian matematika dijarkan dimulai dari konsep yang mudah
menuju konsep yang lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
Metode spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan
pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan.
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
Matematika adalah ilmu yang deduktif, matematika tersusun secara
deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih
pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar.
20
d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola
induktif, tetapi tetap bahwa generalisasi suatu konsep haruslah bersifat
deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang
sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya
manusia dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Motivasi Belajar
1....Peng ertian motivasi belajar
Dalam kehidupan, sering didapatkan banyak manusia yang
melakukan pekerjaan yang gigih dan banyak pula yang santai, bahkan
tidak sedikit yang tidak berbuat apapun. Manusia berbeda-beda dalam
melewati setiap detik kehidupan. Perbedaan perilaku manusia dalam
menyikapi waktu tersebut merupakan gejala-gejala kejiwaan yang
menarik perhatian. Dalam kajian psikologi, “sesuatu yang terdapat
dibalik dilakukannya sebuah sikap atau perilaku manusia adalah sesuatu
yang dikenal dengan istilah motivasi.”21
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere yang bermakna bergerak, istilah ini bermakna mendorong, mengarahkan tingkah laku
manusia. Motivasi dapat juga dikatakan “serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin
melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.”22
Motivasi tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan seseorang sebagai
organisme yang hidup dalam melakukan suatu perbuatan. Setidaknya
motivasi berhubungan dengan kebutuhan mempertahankan hidup.
21
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), cet ke-III, h. 177
22
Motivasi adalah “sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang
bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kenyataan nyata dan
merupakan muara dari sebuah tindakan.”23
Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi,
maka motif dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi
aktif inilah yang disebut motivasi. Menurut M. Utsman Najati (dalam
Abdul Rahman Shaleh, 2008), motivasi adalah “kekuatan penggerak
yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan
tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.”24
Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar.
Motivasi berhubungan dengan arah perilaku, kekuatan respon (yakni
usaha) setelah belajar siswa memilih mengikuti tindakan tertentu, dan
kekuatan perilaku atau beberapa lama seseorang itu terus menerus
berperilaku menurut cara tertentu.25
Menurut Mc.Donald (dalam Sardiman, 2008), motivasi adalah
“perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.”26 Dari pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting, yaitu: (a) motivasi
mengawali terjadinya energy pada diri setiap individu manusia, (b)
motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling afeksi seseorang, dan (c) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. “Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan
eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku.” 27 Artinya, perilaku yang
23
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 65 24
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi…, h. 183 25
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran…, h. 80 26
Sardiman. A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, …, h. 73 27
termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan
lama.
Menurut Winkels (dalam Iskandar, 2009), “motivasi belajar
merupakan motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar
dengan keseluruhan penggerak psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam
mencapai satu tujuan.” 28 Motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam memberi rangsangan, semangat dan rasa senang dalam belajar
sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang
banyak untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Motivasi belajar merupakan “daya penggerak psikis dari dalam
diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan juga pengalaman.” 29 Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk untuk tercapai suatu tujuan.
Dari berbagai pengertian motivasi belajar di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah sesuatu dorongan
yang menggerakkan dan mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk
mencapai tujuan belajar.
2....Mac am-macam motivasi belajar
Motivasi merupakan dorongan yang ada di dalam individu, tetapi
munculnya motivasi yang kuat atau lemah, dapat ditimbulkan oleh
rangkaian luar. Oleh karena itu, secara umum kita dapat membedakan
motivasi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik.
Dalam kegiatan pembelajaran, motivasi intrinsik merupakan daya dorong siswa untuk terus belajar berdasarkan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak yang berhubungan dengan aktivitas belajar. Sedangkan motivasi
28
Iskandar, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru,…, h. 180 29
ekstrinsik dalam kegiatan pembelajaran adalah motivasi dari luar diri siswa, baik positif maupun negatif.30
Alisuf Sabri dalam bukunya menjelaskan bahwa “motivasi
intrinsik ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau
motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar”, sedangkan
motivasi ekstrinsik ialah “motivasi yang datangnya dari luar diri
individu, atau motivasi ini tidak ada kaitannya dengan tujuan belajar.”31 Contoh dari motivasi intrinsik yaitu ingin memahami suatu konsep, ingin
memperoleh pengetahuan, dan ingin memperoleh kemampuan,
sedangkan contoh dari motivasi ekstrinsik seperti belajar karena takut
pada guru atau karena ingin lulus, ingin memperoleh nilai tinggi, dan
sebagainya yang tidak berkaitan langsung dengan tujuan belajar yang
dilaksanakan.
Perlu diketahui bahwa, “siswa yang memiliki motivasi intrinsik
akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan,
yang ahli dalam bidang studi tertentu.”32 Namun bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting, dalam kegiatan belajar - mengajar
tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis,
berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses
belajar - mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga
diperlukan motivasi ekstrinsik.
Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik,
kedua-duanya dapat menjadi pendorong untuk belajar. “Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa motivasi intrinsik bersifat lebih lama dan lebih kuat
dibanding motivasi ekstrinsik untuk mendorong minat belajar.”33 Namun demikian, motivasi ekstrinsik juga bisa sangat efektif karena minat tidak
selalu bersifat intrinsik. Guru yang baik, nilai yang adil dan objektif,
30
Iskandar, Psikologi Pendidikan…, h. 188 31
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 1996), h. 85 32
Sardiman A. M, Interaksi …, h. 90 33
kesempatan belajar yang luas, suasana kelas yang hangat dan dinamis,
merupakan sumber-sumber motivasi ekstrinsik yang efektif untuk
meningkatkan minat dan perilaku belajar.
3....Indi kator motivasi belajar
Menurut Sardiman dalam bukunya, motivasi yang ada pada diri
setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:34
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
c. Menunjukkan minat.
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan
sesuatu).
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Sedangkan menurut Iskandar dalam bukunya, indikator atau
petunjuk yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi motivasi belajar siswa
adalah sebagai berikut:35
a. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar.
b. Adanya keinginan, semangat dan kebutuhan dalam belajar.
c. Memiliki harapan dan cita-cita masa depan.
d. Adanya pemberian penghargaan dalam proses belajar.
e. Adanya lingkungan yang kondusif untuk belajar dengan baik.
Begitu pula Agus Suprijono dalam bukunya menuliskan bahwa
indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2007), dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:36
34
Sardiman. A. M., Interaksi dan Motivasi …, h.83 35
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
d. Adanya penghargaan dalam belajar.
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan baik.
Dari ketiga teori di atas, indikator motivasi belajar yang peneliti
gunakan untuk angket motivasi belajar pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Tekun menghadapi tugas.
b. Ulet menghadapi kesulitan.
c. Menunjukkan minat dalam belajar.
d. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
e. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
4....Fun gsi motivasi dalam belajar
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak
itu sebenarnya dilatarbelakangi oleh sesuatu atau yang secara umum
dinamakan motivasi. Motivasi inilah yang mendorong mereka untuk
melakukan suatu kegiatan / pekerjaan. Begitu juga untuk belajar sangat
diperlukan adanya motivasi. Menurut Sardiman, berikut ini adalah fungsi
motivasi dalam belajar: 37
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c. Pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
36
Agus Suprijono, Cooperative Learning, …, h. 163 37
Sedangkan M. Alisuf Sabri dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Pendidikan menyebutkan fungsi motivasi belajar adalah sebagai berikut: 38
a....Pend
orong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b...Pene
ntu arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
c...Pense
leksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi
senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.
5. Tujuan motivasi belajar
Motivasi merupakan penggerak bagi seseorang untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Secara umum dapat dikatakan bahwa “tujuan
motivasi adalah menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul
keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat
memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.”39
Sedangkan bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan keinginan untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya.
sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa
yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika
di papan tulis. Bagi seorang guru, “tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai
tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum
Sekolah”.40
Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai,
makin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan
memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari
38
M. Alisuf Sabri, Psikologi…, h. 86 39
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, …, h.73 40
oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang
dimotivasi.
6. Cara meningkatkan motivasi belajar
Didalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik
intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Mengingat begitu
pentingnya motivasi bagi siswa dalam belajar, maka guru diharapkan
dapat membangkitkan motivasi belajar siswa-siswanya. Menciptakan
kondisi-kondisi tertentu dapat membangkitkan motivasi belajar. Ada
beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di
sekolah, seperti yang terdapat dalam Sardiman, yaitu sebagai berikut:41 a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
b. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk
sesuatu pekerjaan tersebut.
c. Saingan / kompetensi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual
maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
d. Ego-involvement
Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai
prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada
ulangan. Tetapi yang harus diingat oleh guru adalah jangan terlalu
sering karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas.
41
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan,
akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.
g. Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada
motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan
lebih baik.
j. Minat
Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga
tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok.
k. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan
merupakan alat motivasi yang sangat penting.
Sedangkan Gage dan Berliner (dalam Slameto, 2003)
menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi siswa, tanpa harus
melakukan reorganisasi kelas secara besar-besaran, diantaranya adalah
sebagai berikut:42
a. Pergunakan pujian verbal
Penerimaan sosial yang mengikuti suatu tingkah laku yang diinginkan
dapat menjadi alat yang cukup dapat dipercaya untuk mengubah
prestasi dan tingkah laku akademis ke arah yang diinginkan.
42
b. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana
Kenyataan bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah
sosial, menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk
memotivasi siswa.
c. Bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk
mengadakan eksplorasi
d. Untuk tetap mendapatkan perhatian, sekali-kali pengajar dapat
melakukan hal-hal yang luar biasa.
e. Merangsang hasrat siswa dengan jalan memberikan pada siswa sedikit
contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha untuk belajar.
f. Agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran, pergunakan
materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh.
g. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang
unik dan luar biasa, agar siswa jadi lebih terlibat.
h. Minta siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari
sebelumnya. Hal ini menguatkan belajar yang lalu dan sekaligus
menanamkan suatu pengharapan pada diri siswa bahwa apa yang
sedang dipelajarinya sekarang juga berhubungan dengan pengajaran
yang akan datang.
i. Pergunakan simulasi dan permainan
Kedua hal ini akan memotivasi siswa, meningkatkan interaksi,
menyajikan gambaran yang jelas mengenai situasi kehidupan
sebenarnya, dan melibatkan siswa secara langsung dalam proses
belajar.
j. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di
lingkungan sekolah, karena hal ini besar pengaruhnya atas diri siswa.
Guru memiliki peranan strategis dalam menumbuhkan motivasi
belajar peserta didiknya melalui berbagai aktivitas belajar yang
didasarkan pada pengalaman dan kemampuan guru kepada siswa secara
individual. Selain guru, orang tua juga sangat berperan aktif dalam
yang dapat dilakukan dalam pembelajaran, sebagaimana yang dituliskan
oleh Iskandar (2009) dalam bukunya yaitu sebagai berikut:43 a. Memberikan penghargaan dengan menggunakan kata-kata.
b. Memberikan nilai ulangan sebagai pemacu siswa untuk belajar lebih
giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh dalam belajar maka
siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.
c. Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri siswa.
d. Mengadakan permainan dan menggunakan simulasi. Mengemas
pembelajaran dengan menciptakan suasana yang menarik sehingga
proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan dapat melibatkan
afektif dan psikomotorik siswa. Proses pembelajaran yang menarik
akan memudahkan siswa memahami dan mengingat apa yang
disampaikan.
e. Menumbuhkan persaingan dalam diri peserta didik.
f. Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan
pekerjaan kepada siswa, guru tidak dibenarkan meninggalkan
ruangan untuk melaksanakan pekerjaan lainnya.
g. Penampilan guru yang menarik, bersih, rapih dan sopan serta tidak
berlebih-lebihan akan memotivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Termasuk juga kepribadian guru, guru yang masuk
kelas dengan wajah tersenyum dan menyapa siswa dengan ramah
akan membuat siswa merasa nyaman dan senang mengikuti
pelajaran yang sedang berlangsung.
C.
Model Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional
1....Mod el pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran merupakan “landasan praktik pembelajaran
hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang
43
dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan
implikasinya pada tingkat operasional di kelas.” 44 Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007), model pembelajaran adalah
“suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum dan lain-lain.”45 Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus
mengalami perubahan. Sejalan dengan pendekatan kontruktivisme dalam
pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat
respon adalah model pembelajaran kooperatif. “Pada model
pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi
dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan
pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator
aktivitas siswa.”46 Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab
atas hasil pembelajarannya.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif adalah “model
pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik
44
Agus Suprijono, Cooperative…, h. 45-46 45
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 5
46
(academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk
interpersonal skill.”47 Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. “Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan
benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih
efektif.”48
Dalam matematika, “pembelajaran kooperatif akan dapat
membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam
matematika.”49 Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah
matematika, sehinga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa
cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa.
Menurut Stahl (dalam Isjoni, 2009), “dengan melaksanakan
model pembelajaran kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih
keberhasilan dalam belajar, dan bisa melatih siswa untuk memiliki
keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial.”50 Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana
belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek
pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman
sebayanya.
Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman
sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Pentingnya
hubungan antar teman sebaya di dalam ruang kelas tidaklah dapat
dipandang remeh. “Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik
yang baik adalah salah satu faktor penting dari pembelajaran kooperatif.
47
Yatim Riyanto, Paradigma Baru…, h. 271
48
Anita lie, Cooperative Learning, (Jakarta : PT Grasindo, 2008), cet VI, h. 29
49
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 259
50
Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya, dan
menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran.”51
Terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik
pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (dalam Isjoni,
2009), yaitu “penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan
kesempatan yang sama untuk berhasil.”52
a...Peng
hargaan Kelompok
Diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang
ditentukan.
b...Perta
nggungjawaban Individu
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota
kelompok yang saling membantu dalam belajar.
c....Kese
mpatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang
terbaik bagi kelompoknya.
Roger dan David Johnson (dalam Agus Suprijono, 2009),
mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima
unsur tersebut adalah sebagai berikut:53
a...Positi
ve interdependence (saling ketergantungan positif)
51
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer…, h. 259 52
Isjoni, Cooperative Learning…, h. 23 53
Dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban
kelompok, yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan, dan menjamin
semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang
ditugaskan tersebut.
b...Perso
nal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
c...Face
to face promotive interaction (interaksi promotif)
Ciri-ciri interaksi promotif diantaranya adalah saling membantu dalam
merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan
kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, serta saling
memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
d....Inter personal skill (komunikasi antar anggota)
Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian
tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai, mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan
saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara
konstruktif.
e....Grou p processing (pemrosesan kelompok)
Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas
anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif
untuk mencapai tujuan kelompok.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan
partisipasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.54
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif terdiri
dari enam fase, yaitu sebagai berikut:55
[image:34.595.115.512.155.704.2]Tabel 1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase - fase Perilaku Guru
Fase 1 : Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
Fase 2 : Present information
Menyajikan informasi.
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.
Fase 3 : Organize students into learning teams
Mengorganisir peserta didik kedalam
tim-tim belajar.
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Fase 4 : Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan.
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
54
Isjoni, Cooperative Learning…, h. 21 55
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat
konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan.
Menurut Cilibert-Macmilan (dalam Isjoni, 2009), keunggulannya dilihat
dari aspek siswa, adalah “memberi peluang kepada siswa agar
mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang
diproleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan kearah
satu pandangan kelompok.”56
Salah satu dari faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
adalah lingkungan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan
pembelajaran kooperatif harus memenuhi kriteria berikut ini:57
a...Mem
berikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi.
b...Meni
ngkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik dan
mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi.
c....Mem
persiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai
keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok-
kelompok kecil.
d....Mem
beri peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam
belajar dan terjadinya dialog interaktif.
e....Menc
iptakan iklim sosio emosional yang positif.
f....Mem
fasilitasi terjadinya learning to live together.
g....Menu
mbuhkan produktivitas dalam kelompok.
56
Isjoni, Cooperative Learning…, h. 22-23 57
h....Meng
ubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok.
2....SNH
(Structured Number Head)
Model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) atau KBS (Kepala Bernomor Terstruktur) merupakan modifikasi dari tipe (NHT) Number Heads Together atau biasa disebut dengan Kepala Bernomor. Dengan tipe SNH ini, siswa bisa belajar melaksanakan
tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan teman-teman
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe SNH (Structured Number Head) memudahkan pembagian tugas, sama halnya dengan tipe NHT, tipe ini juga bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia peserta didik.
Sama seperti dengan tipe NHT, pembelajaran dengan tipe SNH
diawali dengan penomoran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
SNH, siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor
mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok
lain yang bernomor sama untuk bekerja sama, setelah itu mereka
berkumpul kembali dengan teman kelompoknya dan kembali berdiskusi.
Lalu pada waktu yang ditentukan oleh guru, semua kelompok harus
sudah siap untuk melakukan diskusi, guru akan memanggil siswa yang
bertugas mempresentasikan secara bergiliran pada semua kelompok.
Untuk lebih jelasnya, Anita Lie dalam bukunya menuliskan
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tipe SNH ini adalah sebagai
berikut:58
a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
58
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya.
Misalnya: Siswa nomor satu bertugas membaca soal dengan benar dan
mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian
soal. siswa nomor dua bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa
nomor tiga mencatat dan melaporkan hasil kelompok.
c. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa
mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar
dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa
dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan
hasil kerja mereka.
Sedangkan menurut Yatim Riyanto dalam bukunya, pembelajaran
kooperatif tipe SNH adalah sebagai berikut:59
a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya
terhadap tugas yang berangkai. Misalnya: Siswa nomor satu bertugas
mencatat soal, siswa nomor dua mengerjakan soal, siswa nomor tiga
melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
c. Jika perlu, guru bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa
disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa
siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka.
d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.
e. Merumuskan kesimpulan.
Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas,
teknik ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen.
Dengan kata lain, siswa disuruh mengingat kelompok dan nomornya
59
sepanjang semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan
berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Model pembelajaran kooperatif
tipe SNH ini juga bisa dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok
dengan cara yang efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa keluar dari
kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa lain yang
bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bisa digunakan untuk
mengurangi kebosanan atau kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa
secara permanen.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
tipe SNH yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Guru membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang.
b. Guru membagikan LKS yang memuat materi dan soal yang akan
dipelajari kepada setiap kelompok.
c. Siswa melakukan diskusi kelompok sesuai dengan arahan yang
diberikan oleh guru sebelumnya, yaitu:
i) Siswa no.1 menjelaskan maksud dari perintah dan petunjuk dalam
LKS kepada teman-teman kelompoknya.
ii) Siswa no.2 mencari informasi yang berkaitan dengan perintah
dalam LKS dan menjelaskan pada teman-teman kelompoknya.
iii)Siswa no.3 menyelesaikan soal di LKS dan menjelaskan kepada
teman kelompoknya, terutama kepada teman yang akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok.
iv)Siswa no.4 mempresentasikan hasil kerja kelompok.
v) Tugas setiap anggota kelompok akan berubah dalam setiap kali
pertemuan, misalnya pertemuan pertama siswa no.1 menjelaskan
maksud dari perintah dan petunjuk dalam LKS kepada
teman-teman kelompoknya, maka pada pertemuan kedua siswa no.1
mencari informasi yang berkaitan dengan perintah dalam LKS
dan menjelaskan pada teman-teman kelompoknya. Begitu
d. Guru berkeliling dan memantau pekerjaan siswa, memberi bimbingan
seperlunya kepada siswa yang merasa kesulitan serta memberi arahan
agar siswa selalu aktif mengemukakan pendapatnya, meskipun telah
menyelesaikan tugas pokoknya.
e. Pada waktu yang telah ditentukan oleh guru, siswa mempresentasikan
hasil kerjanya, sementara kelompok lain menanggapi kelompok
penyaji.
f. Guru berperan sebagai moderator sekaligus fasilitator.
Sebagai perbandingan, berikut merupakan langkah-langkah
pelaksanaan beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif, termasuk
[image:39.595.112.512.98.758.2]tipe SNH.
Tabel 2
Model-model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif
No
Tipe Langkah-langkah Pelaksanaan
1. Think Pare Share
1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari empat orang.
2. Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok dan setiap anggota mengerjakannya sendiri-sendiri dalam kelompoknya.
3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan kelompoknya untuk mendiskusikan tugasnya.
4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa membagikan hasil kerjanya dengan rekan berempat lainnya.
2. Numbered Heads Together
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang.
2. Setiap anggota kelompok mendapat nomor. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan.
3. Setiap kelompok memutuskan jawaban yang benar.
untuk memberikan presentasi jawaban
3. 2 stay 2 stray
1. Siswa bekerja kelompok berempat seperti biasa.
2. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu kepada kedua kelompok yang lain. Begitu juga dengan kelompok lain.
3. Dua orang yang tinggal bertugas membagi hasil kepada tamu mereka.
4. Tamu mohon diri untuk kembali kepada kelompoknya masing-masing untuk membagikan hasil kerja kepada rekan kelompok.
4. STAD 1. Siswa dikelompokkan dan setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang.
2. Anggota kelompok menggunakan perangkat pembelajaran lain untuk menuntaskan pembelajarannya dan saling bekerja sama dengan cara tutorial.
3. Setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis dan diberi skor perkembangan.
4. Skor perkembangan itu tidak mutlak siswa tetapi seberapa jauh skor itu melampaui skor rata-rata siswa yang lain.
5. Setiap minggu atau dua minggu diumumkan siswa yang mendapatkan skor tertinggi.
5. Jigsaw 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang.
2. Guru membagi bahan pengajaran menjadi 4 bagian.
3. Mengadakan brain storming.
4. Siswa pertama dalam kelompok mendapat bahan pengajaran yang pertama. Begitu seterusnya.
5. Setiap siswa mengerjakannya masing-masing.
6. Setelah selesai siswa berbagi dan berdiskusi dengan teman sekelompok.
orang.
2. Setiap anggota kelompok diberi nomor 1, 2, 3, dan 4.
3. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor yang telah diberikan oleh guru.
4. Misal, siswa nomor satu bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan soal, siswa nomor dua bertugas menyelesaikan soal dan menjelaskan kepada teman kelompoknya serta siswa nomor tiga bertugas mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompoknya. Siswa nomor empat mempresentasikan hasil kerja kelompok.
3. Model Pembelajaran Konvensional Metode Ekspositori
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat
banyak digunakan oleh guru adalah model pembelaj