SOSIAL EKONOMI KELUARGA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KENAKALAN REMAJA DI DESA LANTASAN BARU KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN
DELI SERDANG
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
CRISTEDI PERMANA BARUS
080902053
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : CRISTEDI PERMANA BARUS
NIM : 080902053
ABSTRAK
SOSIAL EKONOMI KELUARGA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KENAKALAN
REMAJA DI DESA LANTASAN BARU KECAMATAN PATUMBAK
KABUPATEN DELI SERDANG
(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 101 halaman, 59 tabel, 2 bagan, 20 kepustakaan serta
lampiran)
Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa sehingga remaja sangatlah rentan mengalami masalah psikososial yang merupakan pemicu terjadinya kenakalan remaja (Juvenile deliquency). Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi keluarga. Dari beberapa teori dan hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya tindak kenakalan remaja. Anak atau remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula.
Skripsi ini berjudul “Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja Di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang”. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simpel random sampling dengan jumlah sampel adalan 42 responden. Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan cara memberikan tafsiran atas data yang diperoleh, baik itu melalui kuesioner maupun wawancara terhadap responden sehingga dapat ditarik kesimpulan terhadap permasalahan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa remaja di Desa Lantasan Baru berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi keluarga, mulai dari sosial ekonomi keluarga tinggi hingga sosial ekonomi keluarga rendah. Dengan menganalisis data-data yang dipeoleh dari responden dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi keluarga mempunyai hubungan dengan kenakalan remaja di Desa lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE
NAMA : CRISTEDI PERMANA BARUS
NIM : 080902053
ABSTRACT
FAMILY SOCIAL ECONOMIC AND IN RELATION TO THE JUVENILE DELIQUENCY IN
LANTASAN BARU VILLAGE SUB-DISTRICT OF PATUMBAK
REGENCY OF DELI SERDANG
(thesis consist of 6 chapters, 100 pages, 59 tables, 2 scheme, 20 bibliography and
appendixes)
Adolescence is the transition from childhood to adulthood so adolescents are very
vulnerable to psychosocial problems is the trigger of juvenile deliquency Juvenile
delinquency can be attributed to the possible influence of family social economic. From some
of the theories and research results show that there is a relationship between social economic
conditions with the emergence of juvenile deliquency. The child or adolescent from the
different social economic condition with have the different knowledge and behaviours.
This thesis entitled “Family Social conomic and In Relation to Juvenile Delinquency In
Lantasan Baru Village Sub-District of Patumbak Regency of Deli Serdang regency”.
Sampling was done by using simple random sampling with a sample of 42 respondents. The
data that has been collected analyzed by an interpretation of the data obtained, whether
through questionnaires and interviews with the respondents so as to draw conclusions on
research problems.
The results showed that adolescents in the village of Lantasan Baru come from
different socio-economic levels of families, ranging from higher socioeconomic families to
low socio-economic families. By analyzing data from the respondent dipeoleh concluded that
socioeconomic families have partnerships with the rampant acts of juvenile delinquency in
the village of New lantasan Patumbak district Deli Serdang regency.
Keywords: Socioeconomic and Adolescent Delinquency
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul
skripsi ini adalah “SOSIAL EKONOMI KELUARGA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KENAKALAN REMAJA DI DESA LANTASAN BARU KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG”.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan
kelemahan dan kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan kelemahan dalam menulis,
untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun guna
perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
berkat sebagai pihak yang telah Tuhan sediakan menjadi penolong bagi penulis. Karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya, diantaranya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.sp, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Tuti Atika, MSP selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan saran, kritik dan
4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mengajari dan membimbing penulis
selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
5. Bapak Boino selaku Kepala Desa Lantasan Baru serta pegawai yang telah membantu
penulis selama penelitian di Desa Lantasan Baru.
6. Kepada seluruh Muda-Mudi Desa Lantasan Baru yang telah bersedia diteliti kondisi
sosialnya dan memberi saran dan masukan bagi penulis.
7. Teristimewa buat Kedua Orang Tuaku, Bapak S. Barus dan Mama N Br Ginting yang
telah membesarkan penulis, memberikan kasih sayang, doa dan berbagi motivasi bagi
penulis.
8. Kakak dan Abang-abangku, Kak Eva, Kak Echy, Kak Pero terimakasih buat saran,
motivasi, doa, dana dan dukungan buat penulis.
9. Buat sahabat terbaikku Amos Sitepu terimakasih buat semangat yang diberikan
penulis selama ini. Buat Momo Barus dan Karlos Keliat tetap semangat aku pasti
selalu mendukungmu.
10.Buat teman-temanku dari semester 1 hingga sekarang: Keluarga besar Kesos 08, dan
semua dekat samaku, Amril hadi, Candro Libra, Sebastian, Johannes, Joel, Haryono,
Frans, Gok, Nopal, Randa, Davi, Erwin, Hendrik, Indra, Jojor, Nova, Ely, Nurlina,
Julianti, Evi, Jinong, Malem, Tata dan semuanya, maaf tidak dapat disebutkan satu
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan melindungi kita semua.
Medan, Desember 2012
Penulis
Cristedi Permana Barus
DAFTAR ISI
ABSTRAK………
KATA PENGANTAR……….. DAFTAR ISI………. DAFTAR TABEL………. DAFTAR BAGAN ………... DAFTAR LAMPIRAN ………...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………
1.2 Perumusan Masalah ………....
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………..
1.3.1 Tujuan Penelitian...
1.3.2 Manfaat Penelitian...
1.4 Sistematika Penelitian ……….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sosial Ekonomi……...………...
2.2 Keluarga………...
2.2.1 Definisi Keluarga………...……….…...
2.2.2 Ciri-Ciri keluarga...
2.2.3 Fungsi Keluarga...
2.3 Pengertian Remaja………...………...
2.3.1 Ciri-Ciri Remaja...………...
2.4 Pengertian Kenakalan Remaja...………..…...
2.4.1 Wujud Perilaku Kenakalan Remaja...
2.4.2 Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja... ...
2.5 Kerangka Pemikiran………...………....…
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ………...………...
2.6.1 Defenisi Konsep……...…….………...
2.6.2 Defenisi Operasional………... .…………...
BAB III METODE PENELITIAN
3.3 Populasi dan Sampel………….……….……... 3.3.1 Populasi... 3.3.2 Sampel... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ………... 3.5 Teknik Analisis Data ………...………...
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Desa Lantasan Baru...……...…... 4.2 Keadaan Demografis ………...………...
4.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin…... 4.2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia... 4.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa.... ….…... 4.2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama. ……….….... 4.2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 4.2.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 4.3 Sarana dan Prasarana………...…….…... 4.3.1 Sarana Tempat Tinggal …………...………..…….... 4.3.2 Sarana Jalan... ………... 4.3.3 Sarana Peribadatan...………... 4.3.4 Sarana Pendidikan………... 4.4.5 Sarana Kesehatan ………... 4.4.6 Sarana Olahraga... 4.4.7 Sarana Komunikasi... 4.4.8 Sarana Transportasi... 4.4 Pemerintahan Desa Lantasan Baru………...…..…....… BAB V ANALISIS DATA
5.1 Distribusi Identitas Responden ………... 5.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 5.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Umur... 5.1.3 Identitas Responden Berdasarkan Agama... 5.1.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 5.1.5 Identitas Jumlah Anak Dalam Keluarga... 5.2 Distribusi Sosial Ekonomi Keluarga…...…... 5.3 Keterlibatan Responden dalam Melakukan Kenakalan Remaja.…….
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ………... 6.2 Saran……….….
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Desa Lantasan Baru...………….………..…..
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin...……..…...…... Tabel 4.3 Komposisi Penduduk menurut Usia...…,…………..…….……...… Tabel 4.4 Komposisi Penduduk berdasarkan Suku Bangsa....…….……...…... Tabel 4.5 Komposisi Penduduk menurut Agama...…………...…... Tabel 4.6 Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan...…………... Tabel 4.7 Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian...………. Tabel 4.8 Sarana Tempat Tinggal ...………. Tabel 4.9 Sarana Jalan...………....…. Tabel 4.10 Sarana Peribadatan... Tabel 4.11 Sarana Pendidikan... Tabel 4.12 Sarana Kesehatan... Tabel 4.13 Sarana Olahraga... Tabel 4.14 Sarana Komunikasi... Tabel 4.15 Sarana Transportasi... Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin... Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Umur... Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Agama ... Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Suku Bangsa ... Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anak dalam Keluarga... Tabel 5.6 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ayah... Tabel 5.7 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Ibu…………... Tabel 5.8 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Ayah... Tabel 5.9 Distribusi Responden berdasarkan Lokasi Pekerjaan Ayah…………... Tabel 5.10 Distribusi Responden berdasarkan Keberangkatan Ayah Bekerja... Tabel 5.11 Distribusi Responden berdasarkan Kepulangan Ayah Bekerja……... Tabel 5.12 Distribusi Responden berdasarkan Penghasilan Ayah... Tabel 5.13 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Ibu... Tabel 5.14 Distribusi Responden berdasarkan Lokasi Pekerjaan Ibu……… .. Tabel 5.15 Distribusi Responden berdasarkan Waktu keberangkatan Ibu Bekerja... Tabel 5.16 Distribusi Responden berdasarkan Waktu Kepulangan Ibu Bekerja ... Tabel 5.17 Distribusi Responden berdasarkan Penghasilan Ibu...
Tabel 5.18 Distribusi Responden berdasarkan Cukup Tidaknya Penghasilan Orangtua
dalam Memenuhi Kebutuhan...
Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah...
Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Ayah dalam Organisasi
Kemasyarakatan...
Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Ibu dalam Organisasi
Kemasyarakatan...
Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Frekwensi Rekreasi Keluarga...
Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Frekwensi Makan Makan Malam
bersama Keluarga...
Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Permintaan oleh
Orangtua...
Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Orangtua Ketika Tidak
Pulang Kerumah...
Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Perhatian Orangtua Terhadap Hasil
Studi Anaknya...
Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Bertukar Pikiran...
Tabel 5.30 Distribusi Responden Dalam Melakukan Perkelahian... ...
Tabel 5.31 Distribusi Responden Dalam Membolos Sekolah...
Tabel 5.32 Distribusi Responden Dalam Melakukan Tawuran...
Tabel 5.33 Distribusi Responden Dalam Melakukan Perjudian...
Tabel 5.34 Distribusi Responden Dalam Membaca Buku Porno...
Tabel 5.35 Distribusi Responden Dalam Menonton Film Porno...
Tabel 5.37 Distribusi Responden Dalam Mencuri di dalam Rumah...
Tabel 5.38 Distribusi Responden Dalam Mencuru di Luar Rumah...
Tabel 5.39 Distribusi Responden Dalam Merokok di Sekolah...
Tabel 5.40 Distribusi Responden Dalam Merokok di Luar Sekolah...
Tabel 5.41 Distribusi Responden Dalam Melakukan Hubungan Seksual...
Tabel 5.42 Distribusi Responden Dalam Mengkonsumsi Narkoba...
Tabel 5.43 Distribusi Responden Dalam Mendapatkan Skors dari Sekolah...
DAFTAR BAGAN
BAGAN I……….,………..30
BAGAN II………..………50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : CRISTEDI PERMANA BARUS
NIM : 080902053
ABSTRAK
SOSIAL EKONOMI KELUARGA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KENAKALAN
REMAJA DI DESA LANTASAN BARU KECAMATAN PATUMBAK
KABUPATEN DELI SERDANG
(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 101 halaman, 59 tabel, 2 bagan, 20 kepustakaan serta
lampiran)
Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa sehingga remaja sangatlah rentan mengalami masalah psikososial yang merupakan pemicu terjadinya kenakalan remaja (Juvenile deliquency). Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi keluarga. Dari beberapa teori dan hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya tindak kenakalan remaja. Anak atau remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula.
Skripsi ini berjudul “Sosial Ekonomi Keluarga dan Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja Di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang”. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simpel random sampling dengan jumlah sampel adalan 42 responden. Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan cara memberikan tafsiran atas data yang diperoleh, baik itu melalui kuesioner maupun wawancara terhadap responden sehingga dapat ditarik kesimpulan terhadap permasalahan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa remaja di Desa Lantasan Baru berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi keluarga, mulai dari sosial ekonomi keluarga tinggi hingga sosial ekonomi keluarga rendah. Dengan menganalisis data-data yang dipeoleh dari responden dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi keluarga mempunyai hubungan dengan kenakalan remaja di Desa lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE
NAMA : CRISTEDI PERMANA BARUS
NIM : 080902053
ABSTRACT
FAMILY SOCIAL ECONOMIC AND IN RELATION TO THE JUVENILE DELIQUENCY IN
LANTASAN BARU VILLAGE SUB-DISTRICT OF PATUMBAK
REGENCY OF DELI SERDANG
(thesis consist of 6 chapters, 100 pages, 59 tables, 2 scheme, 20 bibliography and
appendixes)
Adolescence is the transition from childhood to adulthood so adolescents are very
vulnerable to psychosocial problems is the trigger of juvenile deliquency Juvenile
delinquency can be attributed to the possible influence of family social economic. From some
of the theories and research results show that there is a relationship between social economic
conditions with the emergence of juvenile deliquency. The child or adolescent from the
different social economic condition with have the different knowledge and behaviours.
This thesis entitled “Family Social conomic and In Relation to Juvenile Delinquency In
Lantasan Baru Village Sub-District of Patumbak Regency of Deli Serdang regency”.
Sampling was done by using simple random sampling with a sample of 42 respondents. The
data that has been collected analyzed by an interpretation of the data obtained, whether
through questionnaires and interviews with the respondents so as to draw conclusions on
research problems.
The results showed that adolescents in the village of Lantasan Baru come from
different socio-economic levels of families, ranging from higher socioeconomic families to
low socio-economic families. By analyzing data from the respondent dipeoleh concluded that
socioeconomic families have partnerships with the rampant acts of juvenile delinquency in
the village of New lantasan Patumbak district Deli Serdang regency.
Keywords: Socioeconomic and Adolescent Delinquency
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada tahap
ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak
tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas
sampai tercapainya kematangan, biasanya dari usia 14 pada pria dan 12 pada wanita.
Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda (youth) untuk
usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young people) yang
mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya ke budaya
lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak
terlepas dari orangtua mereka. Sedangkan menurut klasifikasi World Health Organization
(WHO) remaja mulai dari usia 10 s/d 19 tahun (http: //belajarpsikologi.com/ 20012/ 26/
definisi-remaja). Batasan menurut WHO inilah yang digunakan penulis sebagai acuan dalam
menentukan populasi dalam penelitian ini.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat dan pola
perilaku sehingga remaja sangat rentan mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis
atau kejiwaan dan ketika remaja gagal menjalaninya dapat memicu terjadinya kenakalan pada
remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja merupakan suatu isu yang sering ditampilkan dalam berbagai media. Media sering memuat berita tentang remaja seperti perkelahian
remaja, tawuran, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, seks bebas, balapan liar dan
lainnya. Selain itu, tayangan kriminal di televisi juga memperlihatkan bahwa remaja juga
termasuk sebagai pelaku tindakan kriminal seperti merampok, mencuri, mengedarkan
Di negara-negara yang sudah maju, kejahatan remaja bergandengan erat dengan
kemiskinan. Hal ini dicerminkan oleh distribusi ekonomis dan distribusi ekologis dari
orang-orang yang berasal dari kelas-kelas sosial yang berbeda-beda. Dengan sendirinya dalam
masyarakat terdapat banyak kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, semua kejadian tadi
merangsang terjadinya peningkatan jumlah kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang
berasal dari stratifikasi ekonomi rendah dengan pola subkultur kemiskinan, namun anak -
anak remajanya memiliki ambisi materiil yang terlalu tinggi dan tidak realistis (Kartono,
1992 : 33).
Bimnas Polda Metro Jaya mengatakan bahwa di kota–kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, dan Medan, tawuran sering terjadi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Jakarta
misalnya seperti yang dirillis dari Biro Operasional Polda Metro Jaya, mulai bulan Januari
hingga Juli 2011, sebanyak 20 kasus tawuran terjadi di Jakarta, sementara 15 kasus lainnya
terjadi di daerah Bekasi. Sehingga pada Januari hingga Juli 2011, sudah terjadi sebanyak 35
kasus tawuran warga di wilayah Jakarta dan Bekasi. Ironisnya, kasus yang sama pada tahun
2010, tercatat 74 peristiwa tawuran kelompok warga dan pelajar di Jakarta. Jumlah kasus di
tahun 2010 dan 2011 ini mengalami peningkatan dari dua tahun lalu atau, di tahun 2009,
dimana kasus tawuran yang terjadi hanya sebanyak 16 kasus tawuran di Jakarta (http:
www.mertropolitan.inilah.com/ diakses tanggal 30 april 2012 pukul 14.00)
Remaja juga senang mencoba-coba hal yang baru, mengikuti gaya atau trend, dan
gaya hidup bersenang-senang termasuk mencoba-coba menggunakan narkoba. Di Indonesia
sampai saat ini kejahatan dan penyalahgunaan narkoba masih mengancam remaja meskipun
Indonesia sudah berkomitmen bebas narkoba dan HIV AIDS pada 2015. Ancaman tersebut
terlihat dari trend jumlah pengguna narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa yang
meningkat. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional
jumlah pengguna narkoba sebesar 22,7%. Dari sejumlah 1,1 juta di tahun 2006 menjadi 1,35
juta di tahun 2008. Hal ini membuktikan telah terjadi stagnansi upaya penurunan pengguna
narkoba di Indonesia. Diakuinya memang sangat sulit untuk melakukan pencegahan
penggunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa. Karena peredaran narkoba juga
semakin gencar dibarengi perkembangan teknologi produksi narkoba di Indonesia.
sebagaimana data BNN 2008 menyebutkan bahwa ada 3,6 juta penyalahguna narkoba di
Indonesia. Dimana 41% diantara mereka pertama kali mencoba narkoba di usia 16 - 18 tahun.
(http://ferli1982.wordpress.com/20012/26).
Di Sumatera Utara kasus anak dan remaja terhadap penyalahgunaan narkoba setiap
tahunnya meningkat dratis, termasuk di kalangan pelajar. Berdasarkan data diperoleh dari
Polda Sumut, jumlah anak dan remaja yang terlibat narkoba dari 2005-2011 mencapai 2.194
kasus dengan rincian kasus narkoba yang terjadi pada usia anak di bawah umur 15 tahun dari
2005-2011 mencapai 173 kasus. Sementara untuk remaja berusia 16 sampai 19 tahun
mencapai 2.194 kasus. Jumlah kasus tersebut dengan klasifikasi untuk kalangan pelajar
sebanyak 719 kasus dan mahasiswa 466 kasus (http//www.JurnalMedan.co.id/2012/3/26).
Selanjutnya, masalah pornografi dan pergaulan bebas juga sudah menjadi simbol bagi
para pelajar dan remaja. Pergaulan remaja yang tidak sehat akan berdampak pada
meningkatnya jumlah remaja yang menderita penyakit HIV AIDS. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan BKKBN tahun 2004, menunjukkan bahwa remaja Indonesia telah melakukan
hubungan seks pada usia 13-15 tahun. Hasil riset Synote tahun 2004 (Gatra, 2006) yang
dilakukan di empat kota yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan juga
membuktikannya bahwa dari 450 responden, 44% mengaku berhubungan seks pertama kali
pada usia 16-18 tahun. Bahkan ada 16 responden yang mengenal seks sejak usia 13-15 tahun.
Sebanyak 40% responden melakukan hubungan seks di rumah. Sedangkan 26%
Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek,
Medan, Bandung, Surabaya, hingga Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja mengaku
melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, dari hasil survei terakhir tahun 2008,
persentasenya meningkat menjadi 63 persen. Dengan adanya perilaku seperti itu, para remaja
tersebut sangat rentan terhadap risiko kesehatan seperti penularan penyakit HIV-AIDS,
penggunaan narkoba, serta penyakit lainnya. Sebab, berdasarkan data Departemen Kesehatan
hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan
HIV-AIDS di Indonesia, 54 persen adalah remaja (http: //blog.its.ac.id/ yanis09mhsisitsacid/
2009/12/).
Selain seks bebas, kasus aborsi juga sangat menonjol. Sebuah laporan yang dirilis
Antara (16/02/09), kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30 persen
pelakunya masih remaja. Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan
tahun 2008 melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA
sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan
aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin
mengkhawatirkan.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja yang gagal dalam menjalani proses
perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa anak-anaknya. Masa
kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik,
psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud
dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun
remaja. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti
cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan
remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut (Gunarsa, 2003:17).
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dalam pembentukan atau
pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja. Perilaku anak-anak ini menunjukkan
tanda-tanda kurang atau tidak adanya korfomitas terhadap norma-norma sosial, mayoritas
juvenile delinquency berusia di bawah 21 tahun. Angka tertinggi tindak kejahatan ada pada
usia 15-19 tahun dan sesudah umur 22 tahun, kasus kejahatan yang dilakukan oleh delinkuen
menjadi menurun (Minddendorff, dalam Kartono, 1992 : 3).
Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi
keluarga. Bagi kalangan remaja yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah,
mereka melakukan kenakalan disebabkan karena mereka tidak bisa menduduki status sosial
tinggi melalui jalan yang wajar akibatnya mereka bergabung dengan gang kriminal. Masalah
utama dari remaja yang berasal dari sosial ekonomi rendah ialah kesusahan dan kepedihan
hati mereka karena tidak mampu bersaing dengan remaja kelas atas disebabkan oleh
kurangnya privilage (hak-hak istimewa) dan fasilitas materil. Maka untuk menjalankan fungsi
sosial tertentu dan untuk memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat
martabat dirinya serta meningkatkan fungsi egonya secara bersama-sama mereka lalu
melakukan perbuatan kejahatan (kartono,1992 : 9).
Mc. Donald mengemukakan dari hasil penelitiannya di Amerika, bahwa anak laki-laki
dari tingkat sosial ekonomi rendah banyak terlibat dalam tindakan kejahatan dibandingkan
golongan lain terutama mengenai tindakan pidana yang berhubungan dengan tidakan merusak
dan kekerasan. Garbarino dan Grouter juga mengemukakan bahwa karena kondisi keluarga
yang kurang menguntungkan menyebabkan orang tua memperlakukan anak dengan tidak
baik, karena mereka unemploye (penggangguran), poorly educated (pendidikan yang rendah)
Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial
ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan
yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif.
Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku
putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari
pengalaman sendiri dan menurut Cohen, perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan
remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk gang. Perilaku kenakalan
merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah atas
yang cenderung mendominasi (Hadisuprapto, 1997 : 25).
Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi
rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai
faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal
dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga
yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya
mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah
segala sesuatunya, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat
terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja,
lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang
bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu
berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat
melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111).
Dari beberapa teori diatas kita melihat bahwa adanya hubungan yang erat antara
kondisi sosial ekonomi keluarga dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan
memiliki wawasan berfikir dan berprilaku yang berbeda pula, sehingga dikatakan bahwa
bentuk kenakalan remaja datang dari latar belakang sosial ekonomi keluarga baik yang
berstatus sosial ekonomi rendah maupun yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
yang tinggi.
Pada hakekatnya hal ini penting mengingat remaja merupakan generasi penerus
bangsa yang dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif serta penuh dedikasi karena ditangan
merekalah kelak maju atau mundurnya kehidupan bangsa. Oleh karena itu, remaja perlu
mendapatkan pendidikan dan pembinaan secara serius sejak dini agar mereka mampu
memikul tanggung jawabnya sebagai generasi penerus bangsa.
Didasarkan kepada penelitian-penelitian tentang kenakalan tersebut antara lain salah
satu penyebab kenakalan remaja ini adalah keadaan sosial ekonomi. Untuk itu penulis tertarik
mengangkat masalah kenakalan remaja di Desa Lantasan Baru, kecamatan Patumbak, alasan
penulis memilih desa Lantasan Baru sebagai lokasi penelitian karena di desa ini sudah terjadi
penyimpangan perilaku remaja yang serius seperti perkelahian, pencurian, meminum
minuman keras, narkoba bahkan sampai seks bebas. Akibat minimnya pengawasan orang tua
banyak remaja di desa ini terjebak dalam dunia narkotika tidak hanya sebagai pemakai
bahkan sebagian dari mereka ada juga sebagai pengedar narkoba, bahkan banyak remaja
hidup dalam pergaulan bebas sehingga terjadi perilaku seks bebas remaja yang idealnya
belum pantas dilakukan oleh anak seumuran mereka.
Alasan lain memilih Desa Lantasan Baru sebagai lokasi penelitian adalah karena
daerah tersebut merupakan daerah suburban, yaitu merupakan daerah transisi antara desa
dengan kota, sehingga masyarakat khususnya remaja Desa Lantasan Baru cenderung
dominan memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sedangkan perilaku remajanya
mengikuti gaya hidup masyarakat kota yang terbiasa dengan pola hidup mewah. Untuk itu
penulis akan melakukan penelitian dengan satu judul “Sosial Ekonomi Keluarga Dan
Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah langkah yang paling penting untuk membatasi masalah
yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 2008:47).
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana hubungan sosial ekonomi keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Lantasan
Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang ?”.
1.3 Tujuan danManfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan
sosial ekonomi keluarga terhadap kenakalan remaja di Desa Lantasan Baru Kecamatan
Patumbak.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi oleh berbagai pihak, baik
pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta dan semua pihak yang bergerak dibidang
remaja dan juga digunakan dalam rangka pengembangan konsep-konsep dan teori-teori yang
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan maslah, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek
yang akan diteliti, kerangka pemilihan, hipotesa, definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian,
tehnik pengumpulan data, serta tehnik analisa data.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan penguraian tentang sejarah geografis dan gambaran umum lokasi
penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang diteliti.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta
analisanya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dalam
ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Dalam Departemen Sosial kata
“sosial ekonomi” menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan khususnya dalam ruang lingkup
pekerjaan dan kesejahteraan sosial. Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas,
teman sekampung dan sebagainya. Adapun yang dimaksud kawan disini adalah mereka
(orang-orang) yang ada di sekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan
mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1986 : 60).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 2002 : 1454). Sedangkan kata sosial menurut
Departemen Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar
manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat
abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan
berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu
sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup
lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari
seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling
berfungsi satu dengan lainnya (http://www.depsos.go.id/ diakses tanggal 26 maret 2012).
Dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya
manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang lain disekitarnya. Hal ini sesuai
sekelilingnya, manusia harus hidup bergaul dengan manusia lainnya dan hasil dari pergaulan
itu akan mendatangkan kepuasan baginya, sedangkan apabila manusia hidup sendiri misalnya
dikurung dalam suatu ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka
jiwanya akan rusak (1990 : 27).
Kegiatan yang mempertemukan manusia dengan manusia lainnya disebut situasi
sosial. Situasi sosial inilah kemudian menimbulkan tindakan sosial. Tindakan sosial adalah
perilaku yang ditunjukkan oleh manusia apabila bertemu dengan manusia lainnya. Secara
sederhana memiliki arti reaksi yang ditunjukan oleh manusia apabila bertemu dengan
manusia lainnya. Tindakan sosial sangat dipengaruhi oleh perasaan atau emosi dari individu
tersebut. Jadi, kegiatan sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain sangat
dipengaruhi oleh perasaan masing-masing individu tersebut.
Berdasarkan sifat interaksinya antar pelaku interaksi sosial dibedakan menjadi dua,
yakni interaksi bersifat akrab atau pribadi dan interaksi bersifat tidak akrab atau non personal.
Dalam interaksi sosial akrab terdapat derajat keakraban yang tinggi dan adanya ikatan erat
antar pelakunya. Hal itu mencakup interaksi antara orang tua dengan anaknya yang saling
menyayangi, interaksi antara sepasang kekasih, interaksi antara suami dan istri atau interaksi
antara teman dekat dan saudara.
Sebagian besar interaksi sosial manusia adalah interaksi sosial tidak akrab. Umumnya
interaksi dalam situasi kerja adalah interaksi tidak akrab, termasuk juga ketika mengobrol
dengan orang yang baru saja anda kenal, interaksi antara sesama penonton sepak bola di
stadion, interaksi dalam wawancara kerja, interaksi antara penjual dan pembeli, dan
sebagainya (samrtpsikologi, agustus 2007).
Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga
dan “nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur
pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara
manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi
bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-hari
(http://id.wikipedia.org/Ilmu_ekonomi diakses tanggal 25 maret 2012)
Menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti segala sesuatu
tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti
perdagangan, hal keuangan dan perindustrian) (KBBI, 2002 : 379).
Dalam perkembangannya terdapat dua lingkup ilmu ekonomi, yaitu:
1. Microeconomics adalah bagian dari ilmu ekonomi yang membahas tentang
perilaku individu dalam membuat keputusan penggunaan berbagai unit ekonomi.
2. Macroeconomics adalah bagian dari ilmu ekonomi yang menjelaskan perilaku
ekonomi secara keseluruhan (economic aggregates) dan akan terkait dengan
income, output, employement, dan lain-lain dalam kerangka atau skala nasional.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sosial ekonomi
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan
lain-lain. Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud berkaitan dengan penghasilan.
Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial) yaitu satu
keseluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan.
Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup
dalam suatu pergaulan. Interaksi ini pertama sekali terjadi pada keluarga dimana ada terjadi
hubungan antara ayah, ibu dan anak. Dengan adanya interaksi antara anggota keluarga maka
akan muncul hubungan dengan masyarakat luar. Pola hubungan interaksi ini tentu saja di
pengaruhi lingkungan dimana masyarakat tersebut bertempat tinggal. Di dalam masyarakat
masyarakat yang hidup diperkotaan hubungan interaksi biasanya lebih dieratkan
(http://id.wikipedia.org/Ilmu_ekonomi diakses tanggal 25 maret 2012).
Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu saja
termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti yang dikatakan
oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi terhadap suatu barang
menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok atau status tertentu (Kartono,
1992 : 137).
Melly. G. Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah pekerjaan,
penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat itu dapat digolongkan kedalam
kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 2007 :
35).
1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Yaitu masyarakat yang menerima
pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal.
Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari
orang lain. Karena tuntutan kehidupan yang keras, kehidupan remajanya menjadi agresif.
Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku
putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri
serta mencari pengalaman sendiri.
2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang. Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.
3. Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi. Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan
pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk
kebutuhan yang lain. Remaja dalam golongan ini sering berada dalam kemewahan yang
menghargai, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat
terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu
manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal
yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan
memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan
perbuatan yang bersifat melanggar.
2.2 Keluarga
2.2.1 Definisi Keluarga
Keluarga dengan sistem konjungal, menekankan pada pentingnya hubungan
perkawinan (antara suami dan istri), ikatan dengan suami atau istri cenderung dianggap lebih
penting daripada ikatan dengan orangtua (Sunarto, 2004:63). Menurut Undang-Undang No
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 3, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
dengan derajat ketiga.
Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing
yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998 hal 68). Definisi lain mengatakan
bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004 hal 34).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka terdapat beberapa bentuk atau tipe keluarga,
yaitu:
1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan
2. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara,
misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
3. Keluarga brantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4. Keluarga Duda / Janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi (Camposite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6. Keluarga Kabitas (Cahabitasion) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi
membentuk suatu keluarga.
Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena
masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam suatu komuniti dengan
adat istiadat yang sangat kuat.
2.2.2 Ciri-ciri Keluarga
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu
hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan
keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri dari sebuah keluarga di dalam
masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Unit terkecil dari masyarakat.
2. Terdiri atas 2 orang atau lebih.
3. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah.
4. Hidup dalam satu rumah tangga.
5. Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga.
7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
8. Diciptakan untuk mempertahankan suatu kebudayaan.
2.2.3 Fungsi Keluarga
Friedman menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi
keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga
tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan,
resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internet maupun
eksternal.
Berikut ini dijelaskan beberapa fungsi keluarga menurut beberapa ahli:
1. Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
1. Fungsi afektif dan koping
Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
2. Fungsi sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap dan mekanisme
koping, memberikan feedback dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
3. Fungsi reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan
4. Fungsi ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di
masyarakat.
5. Fungsi fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk
2. Fungsi keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Menurut BKKBN bahwa fungsi keluarga dibagi menjadi delapan. Fungsi keluarga yang
dikemukakan oleh BKKBN ini senada dengan fungsi keluarga menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994, yaitu:
1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan
anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan
merasa aman.
4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi
dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama
lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas
kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang
mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari
sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga
bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke
menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara
nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masingmasing, dsb.
8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan
keturunan sebagai generasi penerus.
Berdasarkan berbagai fungsi di atas terdapat 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga
lainnya, yaitu:
1. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada
anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai
usia dan kebutuhannya.
2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya
selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik,
mental, sosial, dan spiritual.
3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia
dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
2.3 Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992 : 203). Dr. Sarlito Wirawan Sarwono,
memberikan batasan usia remaja Indonesia antara 11-24 tahun dan belum menikah, dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai
nampak (kriteria fisik).
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya
identitas diri (kriteria psikologik).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi
mereka mempunyai hak-hak yang penuh sebagai orang dewasa.
5. Dalam defenisi di atas status perkawinan sangat menentukan. Seorang yang sudah
menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan dewasa (Sarwono, 2000 :
14).
Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan defenisi tentang
remaja yang bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu
biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi
sebagai berikut :
Remaja adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama sekali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
3. terjadi perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri (Sarwono, 2000 : 9).
2.3.1 Ciri-ciri Remaja
Dilihat dari sudut batas usia saja sudah tampak bahwa golongan remaja sebenarnya
tergolong kalangan yang labil. Artinya, keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat
sementara, oleh karena berada antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sedangkan bagi
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari sudut kepribadiannya remaja mempunyai
ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual maupun badaniah. Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut
:
1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita
tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sehingga
perhatian terhadap jenis kelamin kian semakin meningkat. Oleh remaja perkembangan
fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggaan.
2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih
dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. Kadang-kadang diharapkan
bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah
dewasa.
3. keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa, walaupun
mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang.
4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis maupun
politis, dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang terlalu ketat oleh orang
tua dan sekolah.
5. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan
identitas diri.
6. menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya,
yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa
(Soekanto, 1990 : 52).
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1992 : 207), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakannya dengan masa sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan
1. Masa remaja merupakan periode yang penting : dimana ada dua perkembangan pada
masa periode ini yang penting yaitu perkembangan fisik dan psikologis.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan : masa ini merupakan sebuah peralihan dari satu
tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Bila masa remaja beralih ke
masa dewasa, maka remaja harus meninggalkan segala yang bersifat kekanak-kanakkan
dan harus mempelajari pola perilaku yang baru.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan : dimana selama masa remaja, ketika
perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sifat juga
berlangsung cepat.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah : pada periode ini, masalah yang paling sering
muncul disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas : penyesuaian diri dengan kelompok masih
tetap penting, tetapi lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak
puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, seperti sebelumnya.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan : anggapan yang buruk
terhadap citra diri remaja dianggap sebagai gambaran yang asli sehingga remaja
membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran tersebut.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik : remaja sering memandang kehidupan
melalui kaca mata merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan bukan sebagaimana adanya.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa : para remaja biasanya mulai bertindak,
2.4 Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa latin
juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang
berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti
sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya (Kartono, 1992 : 3).
Dalam bukunya Kartini Kartono, mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula
sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial
yang ada ditengah masyarakat, dikarenakan tingkat sosial ekonomi rumah tangga mereka
rendah, remaja tersebut mendapatkan perlakuan diskriminasi dari lingkungan. Maka ia
mencoba untuk melakukan perlawanan dengan cara mereka sendiri yang terkadang salah,
sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut
“kenakalan” (kartono, 1992 : 52)
Menurut Santrock (dalam Hadisuprapto, 1997: 25), kenakalan remaja lebih banyak
terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada
penduduk. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi
rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan
terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan
belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri. Berbeda dengan Santrock, menurut Cohen,
perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian
membentuk gang. Perilaku kenakalan merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan
Orang tua dengan kelas sosial ekonomi rendah cenderung tidak konsisten dan
melakukan kekerasan terhadap anaknya. Tekanan ekonomi yang begitu berat membuat
orangtua dari golongan sosial ekonomi bawah rentan stres dan tidak memperhatikan
kehidupan anaknya. Apapun akan dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup, termasuk
melakukan tindak kejahatan, dan kondisi semacam ini lebih memungkinkan remaja juga
melakukan tindak kejahatan guna memenuhi kebutuhan ekonomi yang tidak dapat disediakan
oleh orangtuanya.
Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi
rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai
faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal
dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga
yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya
mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah
segala sesuatunya, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat
terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja,
lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang
bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu
berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat
melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno 1986 : 111).
Peranan orangtua sangatlah penting dalam membentuk watak dan kepribadian remaja
hingga menjelang dewasa. Keluarga merupakan kelompok sosial yang utama, terutama
tempat anak berada dan menjadi manusia sosial. Orangtua yang berhasil menjalankan tugas
dan fungsinya dalam keluarga adalah orangtua yang memiliki kemampuan untuk memberikan
kesejahteraan pada anaknya.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kenakalan remaja yang dimaksud adalah
perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Singgih D. Gunarsa (2003: 89)
membagi kenakalan remaja itu menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial, karena tidak diatur dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum, yaitu :
1. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi
kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan
perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah
terangsang untuk menggunakannya, seperti pisau, silet dan lain-lain.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam
perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul
tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial).
8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan,
tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari
orang dewasa.
9. Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa
membeli karcis.
10.Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi
11.Berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras sehingga merusak dirinya
maupun orang lain.
b. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana
dilakukan oleh orang dewasa yaitu :
1. Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang.
2. Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan : pencopetan, perampasan,
penjambretan.
3. Penggelapan barang.
4. Penipuan dan pemalsuan.
5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta
pemerkosaan.
6. Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi.
7. Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik orang lain.
8. Percobaan pembunuhan.
9. Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan.
10.Pembunuhan.
11.Penguguran kandungan (Gunarsa, 2003 : 20).
Jensen mengemukakan pembagian kenakalan remaja menjadi 4 (empat) jenis (Jensen, dalam
Santoso, 2003 : 207), antara lain :
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan,
perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan,
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran,
penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks
sebelum nikah dalam jenis ini.
4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar
dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah
atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
1.4.2 Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dan yang menimbulkan penyebab
kenakalan remaja, yaitu:
1. Situasi sosial-ekonomi yang kurang menguntungkan. Remaja yang sosial ekonominya
rendah akan merasa kurangnya kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan yang
diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan
mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial.
Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari
kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh
keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah
melakukan kenakalan.
2. Kemewahan yang berlebihan dan penghamburan uang. Anak-anak delinkuen dari
subkultur kelas menengah banyak yang menggunakan obat perangsang dan minuman
beralkohol untuk mencoba menghilangkan kejemuan dan kejenuhan, serta untuk
melupakan dan menghilangkan konflik batin sendiri, juga untuk memberikan
kegairahan dan keberanian hidup. Kebiasaan ini banyak memunculkan keributan dan
huru-hara massal, dan sering berlangsung pada waktu diadakannya bermacam-macam
biasanya dalam rangka menirukan perilaku dan gaya tokoh-tokoh idola tertentu.
Anak-anak remaja demikian merupakan kelompok ekspresif yang mau "unjuk
perasaan", dan segera akan berubah menjadi kelompok aksi, yang pada akhirnya
menjadi massa destruktif yang suka melakukan kegaduhan, kerusuhan, teror dan huru
hara secara massal.
3. Perkembangan budaya yang belum seimbang dengan kesiapan mental rakyat untuk
menerimanya, dan sebagainya. Masuknya budaya asing ke dalam negeri akan
membawa pengaruh terhadap pola perilaku masyarakat setempat, dan pengaruh
tersebut akan menimbulkan dampak positif maupun negatif. Bila pengaruh budaya
asing itu berdampak positif pasti akan membawa kemajuan dan kebaikan hidup
masyarakat setempat, namun bila berdampak negatif maka kehancuranlah yang akan
diperolehnya. Budaya asing berpotensi mengubah cara berpikir, cara bekerja dan cara
hidup, bahkan dapat merubah kebudayaan yang sudah ada. Pengaruh negatif budaya
asing terhadap para remaja, antara lain gaya hidup konsumtif, gaya hidup mewah,
pola hidup bebas (free sex, tidak mengenal sopan santun setempat, kebebasan
berpakaian yang mengundang birahi, penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras
dan sebagainya). Dengan meniru budaya asing tersebut para remaja beranggapan
bahwa dirinya telah memenuhi sebagai gaya hidup orang modern. Untuk memenuhi
anggapan tersebut bagi remaja yang tidak memiliki uang terutama para remaja dari
keluarga ekonomi lemah dan agar terlaksana gaya hidup yang diinginkan, mereka
akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya dan bahkan menjadi delinkuen.
Sedangkan para remaja dari keluarga kelas ekonomi menengah ke atas pun banyak
yang meniru dan menyerap budaya asing dengan begitu saja. Mereka dapat pula
pola hidup tradisional, dan dapat juga dikarenakan terlalu longgarnya pengawasan
orang tua terhadap anak-anaknya.
2.5 Kerangka Pemikiran
Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang kritis, karena pada periode itu
seseorang meninggalkan tahap kehidupan kanak-kanak untuk menuju tahap selanjutnya yaitu
tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan,
sedangkan kepribadiannya mengalami pembentukan.
Perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat
cepat pula pada diri remaja, seperti meningkatnya emosi, perubahan terhadap minat dan
peran, perubahan pola perilaku, rasa ingin tahu yang menonjol, nilai-nilai dan sikap
ambivalen terhadap setiap perubahan.
Kenakalan remaja dapat dikaitkan dengan pengaruh kondisi sosial ekonomi keluarga.
Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, masalah inti yang
mereka hadapi adalah karena ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan orang tua yang terlalu sibuk mencari nafkah sehingga mengabaikan pengawasan
terhadap perkembangan perilaku anak mereka dan juga tidak mampuan untuk bersaing
dengan remaja dari kalangan atas. Maka untuk memainkan fungsi sosial tertentu dan untuk
memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta
untuk menegakkan fungsi egonya mereka lalu melakukan perbuatan kenakalan.
Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial
ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan
yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif.
Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari
pengalaman sendiri dan menurut Cohen, perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan
remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk gang. Perilaku kenakalan
merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah atas
yang cenderung mendominasi (Hadisuprapto, 1997 : 25).
Namun menurut Hurwitz penting memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi
sosial ekonomi kelas atas. Dalam kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi,
dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudah mendapatkan segala
sesuatu yang membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah segala sesuatunya,
yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam
lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara
mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi
demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari
kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz,
dalam Moeljatno, 1986 : 111).
Dari beberapa teori dan hasil penelitian di atas kita melihat bahwa ada hubungan
antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kenakalan remaja datang dari berbagai latar belakang sosial
ekonomi, baik yang berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, maupun yang berlatar belakang
Bagan I
Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Sosial Ekonomi keluarga
Kenakalan Remaja
Berkelahi
Membolos sekolah
Di skors oleh sekolah
Tawuran
Perjudian
Kebut-kebutan
Melihat, membaca, dan menonton film porno
Seks bebas
Minum-minuman keras
Penyalahgunaan narkoba
Mencuri
Terlibat kasus kepolisian
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Sumber pendapatan
Besarnya pendapatan
Tempat tingggal
Peran sosial di masyarakat
2.6 Definisi Konsep dan Definisi operasional
2.7.1 Definisi Konsep
Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian, keberhasilan suatu penelitian
antara lain bergantung pada sejauh mana kita mendefinisikan konsep dengan jelas dan sejauh
mana orang lain mengerti tentang konsep yang didefinisikan. Secara sederhana definisi
konsep diartikan sebagai definisi yang menggambarkan konsep dengan penggunaan
konsep-konsep lain (Silalahi, 2009:118).
Dalam hal ini konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan
konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini agar tercipta persamaan persepsi dan
menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan. Maka peneliti merumuskan
dan membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Remaja adalah suatu masa dimana individu mengalami perkembangan psikologik dan
pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan juga terjadi perubahan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri.
2. Kenakalan remaja adalah perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak
remaja yang berusia 10 sampai dengan 19 tahun dan bersifat melawan hukum, anti