• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan ayam pelung dan arab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan ayam pelung dan arab"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KAIWKTERISTIK KUALITATIF DAN KUANTITATIF HASIL

PERSILANGAN AYANI PELUNG DAN ARAB

SKRTPSI RURI MABRURI

PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RURI MABRURI. D14103067. 2008 Karakteristik Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

Pembimbing Utama : Prof Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Pembimbing Anggota : Dr. Jakaria, S.Pt, MSi

Konsumsi protein hewani di Indonesia saat ini sebesar 4,19 glkapitdhari padahal standar minimal FA0 adalah 6 gkapitdhari. Sumber protein hewani di pedesaan dari daging ayam lokal, pemanfaatannya belum optimal karena masyarakat hanya mengkonsumsinya pada waktu tertentu. Dari segi populasi, walaupun tersebar merata namun peningkatan populasinya lebih rendah daripada ayam ras.

Persilangan menjadi salah satu teknik untuk meningkatkan kemampuan genetik dan performa ayam lokal. Persilangan ayam Pelung sebagai potensi ayam pedaging lokal yang disilangkan dengan ayam petelur unggul, yaitu ayam Arab diharapkan menghasilkan ayam pedaging lokal silangan yang memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat. Populasi ayam pedaging silangan dalam jumlah banyak akan didapatkan dari kemampuan tetua Arab betina yang produktivitas menghasilkan telurnya 190-250 butir/ekor/tahun. Selanjutnya pertumbuhan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab ini didapatkan dengan pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan pakan, kandang, dan lingkungan pemeliharaan.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi karakteristik kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan ayam Pelung dengan ayam Arab pada masa pertumbuhan awal (umur 0-7 minggu) dan umur potong (11 minggu). Penelitian dilakukan di Blok B di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama sebelas minggu, mulai September sampai dengan November 2006. Identifikasi terhadap hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) dilakukan untuk memperoleh informasi karakteristik kuantitatif dan kualitatifnya. Pada umur 0-7 minggu dilakukan penimbangan bobot badan dan diukur pertumbuhannya. Lalu pada umur 11 minggu dilakukan penimbangan bobot badan dan pengukuran bagian-bagian tubuh ayam Px.4, serta pengamatan sifat kualitatifnya meliputi warna bulu, cakar, dan bentuk jengger. Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji-t untuk membedakan jantan dan betina umur 11 minggu. Uji lebih lanjut terhadap bobot dan ukuran tubuh umur 11 minggu dilakukan dengan Analisis Komponen Utama (AKU) untuk menentukan penciri ukuran dan bentuk pada ayam jantan dan betina PxA umur 11 minggu. Sifat kualitatif seperti warna bulu, cakar, dan bentuk jengger ditabulasikan untuk mendapatkan frekuensi fenotipe dan genotipenya.

(3)

Pada umur 11 minggu, ukuran-ukuran tubuh ayam jantan dan betina berbeda nyata (P<0,05) pada panjang jari ketlga, panjang cakar, panjang punggung, dan bobot badan serta berbeda sangat nyata (P<O,O I) pada panjang sayap, tinggi jengger, dan tinggi kepala. Keragaman ukuran tubuh pada ayam jantan PxA umur 11 minggu bervariasi antara 4,05-25,0% dan pada betina antara 4,lO-27,78%. Keragaman tertinggi umur 11 minggu ada pada ukuran panjang pamh atas (moxillo) untuk jantan sebesar 25,0% dan betina 27,78%. Keragaman terendah baik pada jantan maupun betina PxA ada pada ukuran panjang jari ketiga. Bobot badan pada umur potong (1 1 minggu) pada jantan dan betina PxA adalah 956,35 dan 843,84 gtekor.

Frekuensi fenotipe dari karakteristik kualitatif ayam PxA untuk jantan maupun betina umur 11 minggu menunjukkan 100% seragam untuk bulu berwarna, sedangkan masing-masing pada jantan dan betina untuk tipe liar 46,15% dan 81,40%, pola columbian 53,85% dan 18,60%, corak burik 69,23% dan 67,44%, tidak burik 30,77% dan 32,56%, perak 34,62% dan 20,93%, emas 65,38% dan 79,07%, cakar kuningtputih 42,31% dan 32,56%, cakar hitamlabu 57,69 dan 67,44%. Jengger pada jantan maupun betina seluruhnya berbentuk tunggal.

Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran pada jantan PxA umur 11 minggu adalah lingkar dada (XII) dengan korelasi 0,990 dan penciri bentuk adalah panjang leher (X7) dengan korelasi -0,766. Sementara itu, penciri ukuran pada betina PxA umur 11 minggu adalah lingkar dada (XI,) dengan korelasi 0,994 dan penciri bentuk adalah panjang sayap (Xs) dan panjang leher (X7)

dengan korelasi masing-masing 0,320 dan -0,519. ~ e r d a s a r k a n analisis ini pula, pada diagram kerumunan terlihat bahwa pada umur 11 minggu ukuran tubuh ayam PxA jantan sebagian besar sama dengan ukuran PxA betina, hanya sebagian kecil pada jantan ada yang lebih besar dibandingkan ukuran tubuh ayam PxA betina. Dengan demikian, pada umur 11 minggu ukuran dan bentuk tubuh ayam PxA jantan dapat dibedakan dari bentuk tubuh ayam PxA betina.

(4)

ABSTRACT

Qualitative and Quantitative Characteristic of Crossbreeding Chicken between Pelung and Arab

Mabruri, R., S. S. Mansjoer, and Jakaria

The research was conducted to get information about qualitative and quantitative characteristics on crossbreeeding local chicken between Pelung and Arab chicken (PxA). It was done based on lowness of performance local chicken in Indonesia which are correlation with lowness of protein consumption rate. Crossbred PxA chicken were expected to show better productivities performance of the crossbred chicken were grow rate, increasing body weight, and body measurements. T-test and Principal Component Analysis was used to explain crossbred PxA chicken performances.. Crossbred chicken showed a good performance potency. Males body weight were 587.33*58.93 g (10.03% of coeficient variation) and the females were 501.42170.53 g (14.07% of coeficient variation) at the seventh weeks in ages. The body weight was showed significant difference (F'<0.05) on the third week in ages between males and females crossbred PxA chicken, and very significant difference (P<0.01) at the forth till seventh week. Significant increasing body weight both of males and females crossbred PxA chicken were at the fust to second week interval. Body measurements were showed significant difference (F'<0.05) for length of third finger, shank, back, and body weight at the eleventh week of ages, and very significant difference (P<0.01) for length of wings, height of comb, and height of head. The heighest variety of body measurement both of males (25.0%) and females (27.78%) at the eleventh week in ages was in length of maxilla, and the lowest variety both of them in length of third finger.

Phenotype frequencies for coloured feather and comb shape both of males and females crossbred PxA chicken at the eleventh week of ages were 100%. Primary feather pattern on males and females chicken like wild pattern were 46.15 and 81.40%, collumbian pattern were 53.85 and 18.60%. Phenotype of secondary feather pattern in males and females chicken like barred were 69.23 and 67.44%, solid were 30.77 dan 32.56%. Silver feather shining were 34.62 and 20.93% on males and females chicken, but 65.38 and 79.07% for gold feather shining, white shank were 42.31 and 32.56%, black shank were 57.69 and 67.44%. The result of Principal Component Analysis was showed chest circle (with vector Eigen 0.688) and length of neck (with vector Eigen -0.784) as characteristic in male size and shape at the eleventh week in ages. On female, size characteristics were showed by chest circle (with vector Eigen 0.658) &d shape characteristics by length of wings (with vector Eigen -0.526) and lengs of neck (with vector Eigen 0.516) at the eleventh week in ages.

(5)

KARAKTERISTIIC KUALITATIF DAN KUANTITATIF HASIL

PERSILANGAN AYAM PELUNG DAN ARAB

RUM MABRURI

Dl4103067

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN KUANTITATIF

HASIL

PERSILANGAN AYAM PELUNG DAN ARAB

Oleh

RURI MABRURI

Dl4103067

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 September 2008

Pembimbing Utama Pembimbin Anggota

e

(7)

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1985 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Husen Mufiaqir dan Ibu Aah Rubae'ah.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991 di SDN Paoman 2 Indramayu, lalu melanjutkan di SDN 1 Panaragan Ciamis dan diselesaikan pada tahun 1997. Penulis mengikuti pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Cikoneng Ciamis yang diselesaikan pada tahun 2000 dan menemskan pendidikan lanjutan menengah umum di SMU Negeri 2 Tasikmalaya yang diselesaikan pada tahun 2003.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak Jumsan Ilmu Produksi Ternak yang berganti menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor rnelalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003.

Selama menempuh pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi yaitu Kine Klub Sylvalestari IPB, Kepengurusan Asrama Mahasiswa IPB Sylvalestari, Kepanitiaan pada kegiatan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER)

(8)

KATA PENGANTAR

Risn1illnhirrohn7nnirrohin1. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat serta pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan dari penelitian dengan judul "Karakteristik Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab" . Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan informasi karakteristik kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan ayam Pelung dengan ayam Arab umur 0-7 minggu dan umur potong (11 minggu). Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ayam lokal Indonesia khususnya pengembangan ayam Pelung persilangan tipe dwiguna, sebagai pedaging dan petelur. Informasi sifat kuaiitatif, bobot badan, dan pertumbuhan ayam persilangan PelungxArab diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengembangan ayam persiiangan ini dan menjadi media untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca.

Bogor, Oktober 2008

(9)

DAFTAR IS1

ABSTRACT RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR

DAFTAR IS1 ... DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMB AR

DAFTAR L A M F ' W

.

.

... Manfaat Penel~t~an

... TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Kualitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab ... ... Warna Bulu

... Pola Wama Bulu Primer

... ... Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu) . . .

... Kerlip Bulu

... Warna Cakar dan Kulit

... Bentuk Jengger

Sifat Kuantitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab

...

... Pemtmbuhan

... Persilangan

Analisis Komponen Utama (AKU) ...

Lokasi dan Waktu ... ... Materi

Materi ... Alat ... Rancangan ...

. .

... Anal~sis Data

Peubah yang Diamati

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Karakteristik Sifat Kualitatif pada Hasil Persilangan

Ayam Pelung dan Arab Umur 11 Minggu ...

...

Warna Bulu

... Pola Warna Bulu Primer

...

.

.

... Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu)

...

Kerlip Bulu

...

Warna Cakar dan Kulit

...

Bentuk Jengger

Karakteristik Sifat Kuantitatif pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab

...

...

Bobot Badan Umur 0-7 Minggu

...

Pertambahan Bobot Badan Umur 0-7 Minggu Ukuran-ukuran Tubuh Hasil Persilangan Ayam PelungxArab pada Minggu ke-1 1

...

Analisis Komponen Utama (AKU) pada Hasil Persilangan

Ayam Pelung dan Arab (PxA) Umur 11 Minggu

...

KESIMPULAN DAN RINGKASAN

...

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Komposisi Gizi Telur Ayam Lokal dan Ras ... 2 . Sifat Kualitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab ...

3 . Frekuensi Karakteristik Kualitatif Ayam Pelung 4. Frekuensi Karakteristik Kualitatif Ayam Arab

5. Sifat Kuantitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab 6. Pertumbuhan Ayam Pelung dan Ayam Arab

7. Rataan Bobot Badan pada Ayam Arab (Fayoumi), Merawang, dan Ayam SP-1 Umur 12-16 Minggu dan Nilai Heterosisnya . 8. Rataan Bobot Badan Ayam Kampung, Ayam Pelung,

dan Hasil Persilangannya pada Umur 0-10 Minggu ... 9. Frekuensi Fenotipe pada H a i l Persilangan Ayam Pelung

dan Arab (PxA) Umur 1 1 Minggu ... 10. Frekuensi Fenotipe pada Kedua Tetua (Pejantan Pelung

dan Betina Arab) ... 11. Rataan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab

(PA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu ... 12. Nilai Lebih dari Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab

(PxA) Dibandingkan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Kampung (hcK) ... 13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung

dan Arab (PxA) pada Umur Sehari sampai 7 Minggu ... 14. Ukuran-ukuran Tubuh Hasil Persilangan Ayam Pelung dan

Arab (PxA) pada Umur 11 Minggu ... 15. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Totd

dan Nilai Eigen pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PA) Jantan Umur 11 Minggu ...

16. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Totd danNilai Eigen pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Betina Umur 11 Minggu ... : ... 17. Korelasi antara Ukuran dan Bentuk dengan Ukuran-ukuran

Tubuh Hasil Persilangan Ayam PelungxArab (PxA) Jantan

Halaman

5

6 7

8 11 12

18. Korelasi antara Ukuran dan Bentuk dengan Ukuran-ukuran

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagian-bagian Tubuh Aya~n yang Diukur Tampak Samping ... 2 . Pola Warrla Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab

(PxA) Betina (a. liar, b. columbian) dan

Jantan (c. liar, d. columbian) ...

3 . Corak Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA)

Betina (a. burik, b. polos) dan Jantan (c. burik, d. polos) ...

4. Kerlip Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Betina (a. perak, b. emas) dan Jantan (c. perak, d. emas) ... 5. Warna Cakar Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA)

Betina (a. kuning, b. hitam) dan Jantan (c. kuning, d. hitam) ... 6 . Bentuk Jengger Tunggal Hasil Persilangan Ayam

Pelung dan Arab (PxA): a. Betina dan b. Jantan ...

7. Grafik Pertumbuhan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu ...

..

8. Graf~k Pertambahan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (Px.4) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu

9. Grafik Pendugaan Optimal pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Umur 0-1 1 Minggu ...

Halaman 23

(13)

DAFTAR LAMPIKAN

Nomor Halaman

...

1. Frekuensi Gen Ayam I-Iasil Persilangan PelungxArab (PxA) 54 2. Frekuensi Gen Terpaut Kelamin (Sex Linked) Ayam

...

Hasil Persilangan PelungxArab ( P A ) 54

3. Hasil Uji-t Bobot Badan Ayam PelungxArab

...

dengan MINITAB 13.0 55

4. Hasil Analisis Komponen Utama pada Ayam PelungxArab

Jantan Menggunakan MINITAB Release 13.0

...

57 5. Hasil Analisis Komponen Utama pada Ayam PelungxArab

Betina Menggunakan MINITAB Release 13.0

...

58

...

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belahang

Indonesia sebagai negara berkembang diindikasikan sebagai negara yang rendah dalam konsumsi protein hewani. Konsumsi protein hewani di Indonesia saat ini sebesar 4,19 g/kapitafhari padahal standar minimal F A 0 adalah 6 g/kapita/hari. Ini berarti hanya 69,8% protein hewani yang terpenuhi (www.%izi.net, 2007). Berbeda dengan negara-negara berkembang seperti Korea, Brazil, Cina, Filipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gkapitahari. Negara-negara maju seperti AS, Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80 glkapitdhari. Sementara itu, negara-negara yang konsumsi protein hewani di bawah 10 gkapitdhari seperti Banglades, India dan Indonesia (Rusfidra, 2008). Sementara itu tingkat konsumsi daging unggas 3,65 kg per kapita pada 2003, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia 36,7 kgkapitdtahun, Thailand 13,5 kglkapitdtahun, Filipina 7,5 kgkapitdtahun, Vietnam 4,6 kgkapitakahun, dan Myanmar 4,2ikgkapitdtahun (Siagian, 2007).

Konsumsi protein hewani di pedesaan umumnya bersumber dari daging ayam lokal. Pemanfaatan daging ayam lokal di pedesaan belum optimal, karena masyarakat hanya mengkonsumsinya pada waktu atau pada saat upacara tertentu. Dari segi popuIasi, walaupun tersebar merata namun peningkatan populasinya lebih rendah dibanding ayam ras. Pada tahun 2005 populasinya 286,69 juta ekor, jauh lebih rendah dibanding populasi ayam ras sebanyak 962,737 juta ekor (Ditjenak, 2005).

(15)

benvarna kuning atau putih. Warna ini menjadi perhatian dala~n prograrrl persilangan ayam Arab dengan ayam lain karena proses pewarisan sifat warna daging ini berpeluang untuk diturunkan kepada hasil persilangannya.

Ayam lokal Indonesia yang berpeluang dikembangkan rnelalui persilangan dengan ayarn Arab untuk menjadi ayarn penghasil daging dan telur adalah ayam Pelung. Ayam Pelung selain sebagai ayam penyanyi karena suaranya bervolume besar, panjang, dan berirama juga merniliki keunggulan berupa ukuran tubuh yang lebih besar dan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan ayam lokal lain. Persilangannya dengan ayam Arab diharapkan menghasilkan ayam lokal persilangan yang berhngsi dwiguna, sebagai pedaging dan petelur.

Peternak rakyat yang mengembangkan persilangan ayam Pelung dan Arab ini mengarahkan F1 persilangan ini sebagai ayam pedaging. Menurut Syahroni (2005), di Peternakan Standar Agribisnis Waralaba (SAW) di Desa Pamanukan Kecarnatan Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat disebutkan bahwa ayam Pelung jantan yang disilangkan dengan ayam Arab betina secara ekonomi lebih menguntungkan karena ayam PelungxArab (Fl) dihasilkan dalam jumlah banyak sebagai akibat kemampuan reproduksi yang tinggi dari ayam Arab betina sebagai induk.

Hal penting yang menjadi perhatian pada program persilangan ayam lokal, aspek pelestarian plasma nutfah ayam Pelung perlu dijaga sehingga tidak ada kekhawatiran terjadi pencemaran genetik. Pencemaran genetik tejadi bila persilangan dilakukan sembarangan tanpa memperhatikan gen yang dibawa oleh ayam. Oleh karena itu, upaya persilangan harus dilakukan secara terkendali dan memegang aspek konservasi, yaitu bukan hanya memanfaatkan namun juga menjaga kelestarian plasma nutfah yang ada. Dalam ha1 ini, informasi tentang karakteristik ayam persilangan penting untuk dikaji.

(16)

kerlip bulu, warna cakar dan kulit, dan bentuk jengger merupakan upaya yang dilakukan untuk mendapatkan penciri suatu jenis ayam.

Tnjuan

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi karakteristik kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan ayam Pelung dengan ayam Arab pada masa pertumbuhan awal (umur 0-7 minggu) dan umur potong (1 1 minggu).

Manfaat Penelitian

(17)

TlNJAUAN PUSTAKA

Keberagaman ayam lokal Indonesia merijadi sumber genetik serta kekayaan hayati (Kingston, 1979). Ayam lokal Indonesia mempunyai jarak genetik yang lebih dekat dengan ayam hutan merah sumatera (Gnll~rs gnllrrs gnllzrs) dan ayam hutan merah jawa (Gnllzrs gnllzisja~~cn~iczrs) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gall~rs varizrs) (Hashiguchi el al., 1982). Secara taksonomi, ayam lokal Indonesia diklasifikasikan sebagai berikut (Rose, 1997):

kerajaan : Animalia, subkerajaan : Metazoa, filum : Chordata, subfilum : Vertebrata, kelas : Aves, famili : Pbasianidae, genus : Gallus,

spesies : gallus (domestic fowl).

Ayam lokal Indonesia mengandung 50% gen asli lokal dengan keasliannya yang memiliki pola bulu liar, warna bulu emas, warna cakar hitam, dan bentuk jengger kapri (ii e+e+ ss idid PP), sedangkan setengah gennya lagi berasal dari bangsa-bangsa ayam dari Eropa dan Amenka Serikat dengan campuran darah terbanyak adalah berasal dari bangsa rhode island red yang ditunjukkan oleh besarnya nilai frekuensi gen untuk wama bulu kolurnbian (ee) (Nishida et al., 1982). Menurut Nataamijaya (2000), ayam lokal digolongkan ke dalam 31 jenis, di antaranya ayam Pelung. Ayam Pelung adalah ayam lokal unggul karena pertumbuhannya yang rata-rata lebih cepat dibanding ayam lokal lain, yaitu 530-608 glekor sampai umur 8 minggu (Iskandar er a/., 2003), namun rataan produksi telurnya masih rendah 40-60 butirltahudekor (Nataamijaya, 1985). Ayam ini termasuk ayam asli Indonesia, yaitu berasal dari Cianjur (Mansjoer et al., 1989).

Ayam Arab bukan termasuk ayam lokal karena terrnasuk tipe petelur kelas

Mediterania sekelas dengan ayam Leghorn, Ancona, Minorca, d m Andalusian

(18)

unggul karena produksi telurnya tinggi, yaitu 190-250 butirltahun, namun pertumbuhan ayam Arab masih lebih rendah, yaitu sebesar 321,23 g/ekor sampai umur 8 minggu dan memiliki daging yang tipis dan benvarna kehitaman, berbeda dengan selera konsumen secara umum yang menyukai daging ayam berwarna kuning atau putih (BPTU Sembawa, 2005). Telur ayam lokal dilihat dari kandungan gizinya berbeda dibandingkan telur ayam ras seperti disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Komposisi Gizi Telur Ayam Lokal dan Ayam Ras

Jenis Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

Telur Ayam Lokal 198 13 15,3 0 3

Telur Ayam Ras 154 12,4 10,8 0,7

Surnber: Tejasari (2003)

Telur ayam lokal memiliki kandungan protein lebih banyak dibandingkan dengan telur ayam ras (Tabel 1) begitu pula bila dilihat dari kandungan energi dan karbohidratnya.

Sifat Kualitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab

Sifat halitatif adalah suatu sifat pada individu yang diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain. Hal ini karena sifat halitatif memiliki perbedaan yang jelas, terpisah menjadi kelornpok yang terputus, dipengaruhi oleh satu gen tunggal atau satu pasang gen, perbedaan-perbedaan yang terjadi pada sifat ini hampir sepenuhnya ditentukan oleh perbedaan genetika dan perbedaan lingkungan hanya rnemiliki pengaruh kecil atau tidak ada pengaruhnya terhadap ekspresi sifat tersebut (Wanvick et al, 1984).

Karakteristik halitatif dinyatakan sebagai sifat-sifat yang ada pada suatu jenis ayam yang rnenjadi penciri bagi ayam tersebut. Sifat ini sangat berguna bagi

pengembangan bibit ayarn karena menggambarkan secara jelas tingkat keragaman genetik pada suatu jenis ayam (Mansjoer, 2003).

(19)

panjang (Pangestu, 1985). Menurut Nataamijaya el a/. (1994), ayarn Pelung jantan umumnya rnemiliki bulu benvarna hitam merah, sedangkan Pelung betina bervariasi antara hitam, cokelat, dan kuning. Sisik kaki (shank) benvarna kehitaman, kelabu, atau putih kekuningan.

Ayam Arab memiliki fenotip yang seragam, yaitu pada jantan bentuk jengger tunggal, tegak, dan berukuran relatif besar dibandingkan ayam lain serta benvarna terang, sedangkan pada betina sifat jengger sama dengan jantan hanya ukurannya agak lebih kecil dibanding yang jantan (Nataamijaya, 2000). Ayam Arab jantan mempunyai bentuk tubuh yang lebih tegap dengan leher yang panjang dan pada ayam betina mempunyai bulu putih kerlip keperakan (FeatherSite.com, 2005). Sifat kualitatif ayam Pelung dan ayam Arab disajikan pada Tabel 2, 3, dan 4.

Tabel 2. Sifat Kualitatif Ayam Pelung dan Arab

Sifat Kualitatif Jantan Betina

Ayam pe!ung1)

Bentuk dan Warna Tunggal, benvama merah Tunggal, benvama merah

Jengger darah segar darah segar

Warna Kaki Kuning sampai hitam K u ~ n g sampai hitam Ayam ~ r a b ' )

Warna Badan (Bulu) Bintik putihhintik merah Bintik putihhintik merah

Warna Kulit Hitam Hitam

Bentuk dan Warna Tunggal dan tegak Tunggal berukuran kecil Jengger berukuran relatif lebih dibanding jantan tapi relatif

besar dibanding jenis lebih besar dibanding jenis ayam lain, benvarna betina lain dan ada yang merah muda terang rebah, berwama merah pucat

Warna Kaki Hitarn Hitam

Warna Telur Variasi, yaitu putih, putih kekuningan, dan cokelat Sumber: 1) Noerdjito et al. (1979)

[image:19.530.55.477.85.791.2]
(20)

Tabel 3. Frekuensi Karakteristik Kualitatif Ayam Pelung

Sifat Fenotipe A') B "

c3'

04)

(%)-

Pola Wanla Bulu Hitatn (E-) 45,95 24,;s 5;SO 68,83 Tipe Liar (ei-) 54;05 48.80 65.13 31.17

27,47 29,07

Colurnbian (ee)

Kunindputih (IdId) 27,03 19-98 Wama Shank

Hitamlabu-abu (idid) 72,97 80,02

Wnma Kulit Putih

Gelap

Bentuk Jengger Tunggal (TP) 100,OO 86,45 100,OO

Kapri (rrP-) 4,96

Ros (R-pp) - 8,59

Sumber: 1) A1 Muhibah (20061

z j

~ a r ~ a t i (1995) .

3) Mulyono dan Pangestn (1996) 4) Mansjoer et al. (1989)

Tabel 4. Frekuensi Karakteristik Kualitatif Ayam Arab

Sifat Fenotipe Jantan Betina

(n=68) (n=102) ----(&or)

Wama Bulu Ti& Bcrwarna (putih polos) 0 0

Bemama @utih, hitam) (litam, kuning emas atau perak) 68 102

Corak Bulu Burik

Sekunder Tidak Burik

Kerlip Bulu Perak Emas

Wama Cakar KuninglPutih

HitamIAbu

Bentuk Jengger Ros Kapri Walnut

TWgal 68 102

Sumber: AfFandi (2006)

Warna Bulu

[image:20.530.40.466.77.680.2]
(21)

pigmen melanin yang terbagi dua tipe, yaitu eumelanin yang rnembentuk warna hitam dan bim pada bulu, dan pheomelanin yang membentuk warna merah-cokelat, snln~oti, dan kuning tua (Brumbaugh dan Moore, 1968). Kerja pigmen ini diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen penghambat produksi melanin dan gen i sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada dua sifat utama pada sifat warna bulu ayam, yaitu sifat benvama dan sifat tidak benvarna (Hutt, 1949). Warna bulu putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) adakalanya resesif terhadap warna bulu lain. Bateson dan Punnett (1908) menemukan gen pembawa sifat pengembangan wama bulu, yaitu ale1 c dan alel dominannya, C. Begitu pun wama bulu pada ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat wama) tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan ganula pigmen (Hutt, 1949).

Pola Warna Bulu Primer

Distribusi melanin pada bulu primer akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola warna bulu primer. Pola wama ini dipengaruhi oleh faktor pendistribusian dan penghambatan distribusi eumelanin. Faktor pendistribusi eumelanin adalah lokus E (Hutt, 1949) terdii dari tiga alel, yaitu E (hitam polos), e' (tipe liar), dan e (columbian) yang setelah diteliti kemudian terdiri dari delapan alel,

R Wh +

yaitu E>E >e >e >e4eyebc>eY (Crawford, 1990). Menurut Smyth (1976) kerja alel dari lokus E ini bisa pula dibatasi oleh beberapa alel yang bersifat membatasi distribusi eumelanin pada bulu primer, yaitu alel Db (dafk brown), Co (columbian), dan Mh (mahogany). Kerja ketiga ale1 ini akan berpegaruh bila berinteraksi dengan lokus E pada bagian punggung, sayap, kaki, dan bulu ekor.

Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu)

(22)

Kerlip Bulu

Warna kilap pada lapisan bulu utama dinamakan kerlip bulu yang terdiri dari kerlip perak (silver dan dilambangkan dengan gen S) dan emas (dilambangkan dengan gen

s).

Kerlip bulu ditemukan pada ayam yang berbulu hitam polos sampai yang putih sekalipun, namun kurang terlihat pada ayam yang memiliki gen autosomal merah atau yang memiliki bulu dengan kombinasi warna yang keragamannya sangat kompleks. Gen pembawa sifat kerlip bulu ini tedapat pada kromosom kelamin (Hutt, 1949).

Warna Cakar dan Kulit

Deposisi melanin pada lapisan dermis kulit cakar ayam menyebabkan dua wama, yaitu warna cakar kuninglputih (gen Id) dan wama cakar hitam (gen id). Warna kulit akan menyesuaikan dengan wama cakar. Kerja gen Id ini adalah menghambat deposisi melanin di lapisan dermis kulit sehingga kulit kekurangan melanin dan benvarna kuning atau putih, sedangkan gen yang membawa sifat deposisi melanin pada lapisan dermis adalah gen resesif id yang bisa dalam kondisi homozigot atau hemizigot (Dunn, 1925). Selanjutnya dia menerangkan bahwa gen dominan Id tidak bersifat dominan penuh, ha1 ini terlihat jelas pada individu heterozigot yang temyata memiliki bintik-bintik melanin cukup banyak pada permukaan kulit sehingga warna cakar terlihat bukan hitam tapi abu-abu.

Bentuk Jengger

(23)

dalani keadaan dominan, kedua gen ini seperti saling melengkapi membentuk ekspresi barn selain ekspresi yang dibawanya yaitu walnut, genotipe sifat walnut mempunyai empat kemungkinan yaitu RRPP, RrPP, RRPp dan RrPp.

Selanjutnya dijelaskan oleh Hutt (1949) bahwa bentuk jengger mampu menjelaskan bobot badan yang dimiliki oleh ayam tersebut, karena menurutnya besar jengger sangat berkorelasi positif terhadap bobot hidup ayam, nilai korelasinya

mencapai 0,85 sampai 0,96.

Sifat Kuantitatif Ayam Pelung dan Ayrm Arab

Sifat kuantitatif adalah suatu sifat pada individu, yang pengelompokan sifatnya tidak memiliki batas jelas. Hal ini karena sifat kuantitatif tidak merniliki perbedaan yang tajam antara yang baik dan yang jelek, tidak terpisah rnenjadi kelornpok yang terputus, dipengaruhi oleh beberapa (banyak) pasang gen, dan dipenganthi oleh perbedaan lingkungan. Sifat-sifat bermakna ekonomis antara lain produksi telur dan susu, ukuran tubuh, dan laju pertumbuhan (Warwick et al, 1984).

Secara fisik ayam Pelung jantan memiliki bentuk badan besar, kokoh, dan kompak, sedangkan ayam Pelung betina lebih kecil dari jantannya dan telur lebih besar dibandingkan ayam Kampung (Pangestu, 1985). Sifat kuantitatif ayam Pelung seperti penelitian A1 Muhibah (2006) menunjukkan bahwa rataan bobot badan ayam Pelung jantan dewasa di Kecamatan Cibeber dan Gekbrong, Cianjur, Jawa Barat masing-masing 3.67W510 g dan 3.47W690 g. Sementara itu, yang betina 2.770%480 g dan 2.63W460 g. Menurut Isa (2006) ayam Pelung jantan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Petemakan UNPAD pada umur 2 bulan berbobot badan 646,83597 g. Menurut Iskandar et al. (2003), bobot badan ayam pelung jantan umur 8 minggu (2 bulan) adalah 640 g, sedangkan yang betina 560 g, seperti pada Tabel 5.

(24)

Tabel 5. Sifat Kuantitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab

Sifat Kuantitatif Jantan Pelung Betina Pelung Jantan Anb Betina Arab

Bobot Badan

dervasa

Pertmbahan Bobot Badan (glekor sampai 8 minggu)

Konsumsi pakan (glhuilekor):

umur 7minggu

Periode bertelur Konversi pakan

periode layer selama setahun

produksi

Umur bertelur pe- Olari)

Produksi telur 40,00-60,00 atau

@utir/tahun)

-

sampai 106,00~' - 190-2507)

Sumber: 1) Isa (2006)

2j ~~ka;ldaret a1,(2003) 3) Al Muhibah (2006)

4) Creswell clan G u n a m (1982)

5) Nataamijaya (1985) 6) Mansjoer et al. (1989)

7) BPTU Sembawa (2005) 8) Sanvono (2001)

[image:24.533.38.481.90.602.2]
(25)

memiliki kualitas suara jelek bermanfaat untuk dikembangkan sebagai ayani pedaging

Pertumbuhan

Berdasarkan kamus biologi, pertumbuhan didefinisikan sebagai proses tumbuh, kenaikan tingkatan pada tubuh hewan, peningkatan ukuran dan jumlah (Biologi Online Team, 2007). Proses pertumbuhan melalui dua fase besar, yaitu

prenatal dengan pengertian proses pembentukan organ-organ tubuh dan postnntal

dengan arti proses peningkatan ukuran dan sistem kematangan tubuh dan perkembangannya (Herren, 2000). Menurut Bundy dan Diggins (1960), pertumbuhan yang cepat pada ayam pedaging tejadi pada umur 5-7 minggu, dan menurun setelah berumur delapan minggu. Menurut Bell dan Weaver (2002), pertumbuhan ayam broiler dimulai sejak menetas sampai dengan 8 minggu, setelah itu pertumbuhan menurun. Mansjoer (1985) menyatakan bahwa semakin besar bobot badan maka produksi daging semakin bertambah sehingga bobot badan bisa dijadikan kriteria pengukuran produksi daging tubuh. Ayam Pelung memiliki kemampuan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam Arab seperti bobot badan yang ditunjukkan oleh ayam Pelung (Iskandar el al., 2003) dan ayam Arab (BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, 2005) pada umur 8 minggu (Tabel 6)

Tabel 6. Pertumbuhan Ayam Pelung dan Ayam Arab

Umur Bobot Badan Arab" Bobot Badan ~elun$)

Jantan Betina

(g/ekor)

l hari 31,16* 2,9 32,OO 30,OO

4 m i n g g ~ 177,4&23,60 250,OO 220,OO

8 m i n g ~ 352,3%38,53 640,oO 560,OO

10 minggu

-

l.OOQ,OO Ss0,OO

12 minggu 564,8%2,45 1.340,OO 1.100,OO

16 minggu 821,5&70,86 1.700,OO 1.380,OO

20 minggu

-

2.110,OO 1.680,OO

Sumber: 1) BPrU Sembawa (2005) 2) Iskandar et al. (2003)

Persilangan

[image:25.527.48.470.41.785.2]
(26)

saat garnet jantan bersatu dengan garnet betina, gen-gen akan berpasangan kernbali yang disebut proses rekornbinasi. Proses rekornbinasi ini menghasilkan satu atau lebih genotipe tergantung pada gen-gen yang dibawa oleh garnet (Noor, 1996).

Perforrna ayarn persilangan akan dipengaruhi faktor besar ayarn dan bangsa ayarn (Wahju, 1997). Persilangan ayam berbobot berat dengan ayam berbobot ringan rnenghasilkan keturunan dengan bobot badan berada di antara bobot badan kedua tetuanya (North, 1984). Narnun rnenurut Noor (1996) dapat pula tejadi heterosis jika rataan performa ternak hasil persilangan melebihi rataan tetua yang purebred. Heterosis terjadi karena meningkatnya hybrid vigor terhadap rataan produktivitas tetuanya karena adanya pasangan gen non aditif yang heterozigot. Gen dapat bersifat aditif dengan masing-masing "plus" menambah jurnlah tertentu pada suatu sifat (Warwick er al., 1984). Gejala-gejala heterosis lainnya antara lain peningkatan daya hidup, kesuburan, daya tumbuh, dan daya tahan pada ternak hasil persilangan (Minkema, 1987). Nilai heterosis (H) biasa dinyatakan dalam bentuk persentase dari perbandingan antara: selisih rataan keturunan (F,)

dengan rataan induk (P), dibagi rataan induk, atau ditulis dengan rumus sebagai berikut (Noor, 1996):

Mansjoer (1985) melaporkan bahwa F1 (Rhode Island Red x Kampung) yang dipelihara intensif, menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibanding ayam Kampung. Menurut Syahroni (2005), persilangan jantan Pelung dengan betina Arab akan menghasilkan keturunan yang memiliki rataan bobot DOC 28,6*1,02 g; persentase bobot tetas 63,8M3,11%; pertambahan bobot badan (PBB) 88*110 g/delapan minggu, dan memiliki konversi pakan 3,3M0,01. Bobot badan ayam PelungxArab ini pada jantan dan betina umur 1 minggu adalah 47,2M4,93 dan 43,28&4,22 g; 4 minggu adalah 176,6M20,50 dan 170,1M20,90 g; dan delapan minggu adalah 660,1M107 dan 557,2M84,70 g. Pada persilangan resiproknya di mana dihasilkan ayam persilangan ArabxPelung merupakan persilangan dengan menggunakan jantan Arab dan betina Pelung. Persilangan ini menghasilkan F1

(27)

3,26*0,05; serta bobot badan urnur 8 minggu sebesar 707,9*110 g pada jantan dan 572,7*86,6 g pada betina (Syahroni, 2005). Sementara itu, Affandi (2006) melaporkan terjadinya heterosis pada persilangan ayam Arab dengan Merawang seperti pada Tabel 7

Tabel 7. Rataan Bobot Badan pada Ayam Arab (Fayoumi), Merawang, dan Persilangannya Umur 12-16 Minggu dan Nilai Heterosisnya

Umur Bobot Badan Nilai Helerosis

Arab Merawane. AxabxMerawane fA.W Bobot Badan AxM

16 794,28 750,OO 865,16 12,04

Sumber: Affandi (2006)

Menurut Martojo el al. (1995), persilangan antara ayam Kampung dengan ayam Pelung menghasilkan keturunan KampungxPelung. Rataan bobot badan ayam keturunan KarnpungxPelung pada urnur 5-10 minggu berada di atas rataan bobot badan kedua tetuanya, kecuali pada minggu ke-9 dan 10 berada di bawah rataan tetua ayam Pelung tetapi di atas tetua ayam Kampung. ~ i l a i persentase heterosis bobot badan ayam persilangan ini adalah 8,49%. Hal ini memperlihatkan bahwa pada keturunan hasil persilangan ayam Kampung dengan PeIung terjadi perbaikan kualitas genetik berupa rataan bobot badan yang lebih tinggi dari tetuanya. Begitu pula tejadi heterosis pada hasil persilangan antara ayarn Pelung dan Kampung berdasarkan data Panitia Kontes dan Pameran Ayam Pelung (1993) seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Bobot Badan Ayam Kampung, Ayam Pelung, dan Hasil Persilangannya pada Umur 0-10 Minggu

Waktu Bobot Badan

Pelung Kampung PelungxKampung

(miwm) (s)

0 31,OO 28,OO 28

2 78,OO 76,OO 62

4 187,OO 177,OO 158

6 334,OO 300,OO 348

8 508,OO 474,OO 569

Heterosis Bobot Badan PelungxKampung

("h) -5,08

-19,48 -13,19

9,78 15,89

10 752,OO 696,OO 822 13,54

[image:27.533.42.472.9.820.2]
(28)

Menurut data ini, heterosis terjadi pada minggu ke-6 sampai minggu ke-10 selama pemeliharaan (Tabel 8). Nilai heterosis bobot badan ayam persilangan PelungxKampung ini semakin besar pada minggu ke-8 dan turun pada minggu ke-10.

Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama (AKU) secara umum bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya. Analisis Komponen Utama (AKU) ini menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linier dari peubah-peubah dan menghasilkan sejumlah komponen utama sebanyak peubah yang dianalisis. Akan tetapi sebagian kecil dari komponen utama yang dihasilkan biasanya telah mampu untuk menerangkan sebagian besar keragaman data yang ditunjukkan dengan besarnya persentase keragaman total yang mampu diterangkan oleh komponen utama tertentu. Selanjutnya komponen utama pertama dan komponen utama kedua mempunyai korelasi yang tinggi dengan peubah-peubah yang dianalisis. Nilai korelasi ini dilihat dari koefisien korelasi yang didapat dari perkalian antara vektor Eigenlvektor ciri dari peubah asal dengan akar dari nilai Eigenlakar ciri komponen tertentu dibagi simpangan baku peubah asal (Gaspersz, 1992).

Aplikasi AKU pada morfometri biasanya hanya digunakan dua buah komponen utama yang dapat menerangkan sebagian besar keragaman data. Komponen utama pertama, yaitu komponen utama yang mempunyai keragaman total tertinggi yang mewakili vektor ukuran (size), dan komponen utama kedua, yaitu komponen utama yang mempunyai keragaman total tertinggi setelah komponen utama pertama yang mewakili vektor bentuk (shape).

Penerapan AKU adalah untuk menganalisis keistimewaan suatu spesies, dalam ha1 ini mengenai konfonnasi tubuh unggas. Komponen-komponen hasil AKU

bermanfaat untuk memperoleh karakteristik ukuran dan bentuk tubuh unggas (Hayashi et al., 1982). Pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh dibandingkan komponen utama pertama yang mengindikasikan ukur'an tubuh (Everitt dan Dunn,

(29)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Blok B di Laboratorium Lapang Bagian Tlmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan adalah hasil penelitian yang telah berlangsung selama sebelas minggu, mulai September sampai dengan November 2006.

Materi

Materi

Jumlah hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) yang diamati sebanyak 70 ekor, terdiri atas 27 ekor jantan dan 43 ekor betina, kecuali pada umur

1 1 minggu, digunakan 69 ekor ayam terdiri atas 26 ekor jantan dan 43 ekor betina. Ayam dipelihara pada kandang berukuran 2,8x3,0 m beralas sekam serta digunakan pakan ayam peranggang pemula (broiler starter) PC100 produksi PT Charoen Pokphand Indonesia, Vitastress dan vaksin ND (Medivac ND Hitchner B1 dan Medivac ND La Sota).

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa timbangan digital merek Taniia model KD-160 (ketelitian 1 g), timbangan manual merek Five Goats kapasitas maksimum 5 kg (ketelitian 20 g), pita ukur merek Bzrtterfly (ketelitian 1 mm), jangka sorong merek Tricle (ketelitian 0,005 cm), mistar merek Kenko (ketelitian 0,01 cm), termometer dengan skala celcius, kamera digital, lembar pencatatan data, dan alat tulis (pensil dan ballpoint).

Rancangan

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data yang ditabulasi meliputi data kuantitatif dan kualitatif.

(30)

deskriptif diperoleh dengan menghitung nilai rataan

(X),

simpangan baku (s), dan koefisien keragaman (KK) jantan dan betina PxA dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1995):

Keterangan: -

X = nilai rataan

xi

= ukuran ke-i dari peubah X

n = jumlah contoh yang diambil dari populasi s = simpangan baku

KK

= koefisien keragaman

Selanjutnya hasil analisis deskriptif dibandingkan dengan uji-t untuk membandingkan kelompok ayam jantan dan betina dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Tome, 1995).

dengan persamaan ragam:

(31)

Keterangan: -

XI = rataan ukuran tubuh tertentu kelompok jantan PxA -

x2

= rataan ukuran tubuh tertentu kelompok betina PxA

?)I = jumlah individu pada kelompok jantan PxA = jumlah individu pada kelompok betina PxA S ? = ragam gabungan

s:

= ragam kelompok jantan PxA

S i

= ragam kelompok betina PxA

df

= derajat bebas

Untuk mengetahui atau menduga pertumbuhan optimal dari bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) umur 0-1 1 minggu digunakan rumus laju pertumbuhan seperti berikut (Brody, 1945):

W, = w0.e'

Keterangan:

Wt = bobot badan umur t (g)

Wo = bobot badan umur 0 (awal) (g) t = umur (minggu)

k = koefisien laju pertumbuhan (instantaneous relative growth rate) e = konstanta (bilangan natural = 2,7183)

Interpretasi data didasarkan pada karakteristik ukuran-ukuran tubuh, yaitu bobot badan sehari sampai dengan tujuh minggu dan ukuran-ukuran tubuh lainnya pada umur sebelas minggu. Data ukuran-ukuran tubuh pada umur 11 minggu ini selanjutnya dianalisis dengan mengynakan Analisis Komponen Utarna (AKU).

Pengolahan data dengan menggunakan AKU dilakukan berdasarkan pengelompokan jenis kelamin dari ayam persilangan ini dengan model matematika sebagai berikut

(Gaspersz, 1992):

YP = a l p ,

+

azpXz

+

a3J3

+

a4&

+....+

an&,

Keterangan:

(32)

a a . a = vektor cirilvektor Eigen ke-1, ...., n pada koniponen utama ke-p X I , X2,..., Xn = peubah-peubah yang diamati

Dua komponen utama yang, nilai keragarnan totalnya tertinggi digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk hasil persilangan ayam Pelung dan Arab

(PxA) saat umur 1 1 minggu. Keeratan hubungan antara peubah asal dan komponen utama dapat dilihat melalui besarnya koefisien korelasi antara peubah asal dan komponen utama itu. Rurnus yang digunakan untuk rnencari korelasi antara peubah asal dan komponen utama tertentu sebagai berikut (Gaspersz, 1992):

Keterangan: -

r x , ~ , - <? = koefisien korelasi

a, = vektor penciri/vektor Eigen ke-i pada komponen utama ke-j

A

= akar dari nilai pencirilnilai Eigen pada komponen utama ke-j si = simpangan baku dari variabel Xi

Selanjutnya, skor komponen utama yang diperoleh dari persamaan ukuran dan bentuk disajikan dalam bentuk diagram. Vektor ukuran pada sumbu X dan vektor bentuk pada sumbu Y.

Untuk data halitatif, perhilungan proporsi fenotipe wama bulu, warna cakar, dan bentuk jengger didasarkan pada jumlah fenotipe yang muncul dibagi jumlah individu ternak ayam yang diamati total, dikali 100% :

jumlah fenotipe yang muncul

Persentase Fenotipe = x 100%

jumlah total ayam

(33)

Keterangan:

p2 = jumlah individu yang homozigot dominan (bulu benvarna, warna cakar putihikuning)

2pq = jumlah individu yang heterozigot

q2 = jumlah individu homozigot resesif-(bulu putih, warna cakar hitam) P = frekuensi gen dominan autosomal

(1 = frekuensi gen resesif autosomal

Frekuensi gen dengan ale1 ganda untuk pola warna bulu yang mempunyai urutan dominan E>ei>e dihitung berdasarkan rumus menurut Nishida el al. (1980) sebagai berikut:

Keterangan:

p = frekuensi ale1 E q = frekuensi ale1 e+ r = frekuensi ale1 e

Pendugaan frekuensi gen yang terpaut kelamin (corak bulu, kerlip bulu, dan warna cakar) pada individu ayam jantan dapat dihitung seperti penentuan frekuensi gen autosomal individu pada mmus sebelumnya. Akan tetapi, individu ayam betina hanya mempunyai satu kromosorn Z sehingga untuk penentuan frekuensi gen dominan (p) dan frekuensi gen resesif (q) digunakan mmus sebagai berikut (Noor, 1996):

Keterangan:

jumlah individu ayarn betina yang rnemiliki gen resesif q =

(34)

Peubah yang Diamati

Karakteristik kualitatif

1. Warna Bulu dan Pola Warna Bulu Primer

a. Individu yang memiliki bulu dengan warna dasar hitam membawa gel) benvarna (i) dan gen E.

b. Individu yang memiliki bulu corak hitam-kuning membawa gen tipe liar (e'). c. Individu yang memiliki ujung ekor dan ujung sayap benvarna hitam

membawa gen pola warna columbian (e). 2. Pola Bulu Sekunder (Corak Bulu)

Individu yang memiliki warna bulu hitam dengan variasi putih atau sebaliknya membawa gen warna bulu lurik (B), dan bersifat sex linked.

3. Kerlip Bulu

Individu yang memiliki kerlip bulu keperakan dan keemasan masing-masing membawa gen kerlip keperakan (S) dan keemasan (s), dan bersifat sex linked. 4. WarnaCakar

a. Individu yang memiliki cakar benvama putihtkuning berarti membawa gen Id-.

b. Individu yang memiliki cakar benvama hitam berarti membawa gen idid. 5. Bentuk Jengger

a. Individu yang memiliki jengger berbentuk bunga ros membawa gen R g p .

b. Individu yang memiliki jengger kapri membawa gen rrP,

c. Individu yang memiliki jengger tunggal membawa gen npp.

Karakteristik kuantitatif 1. Bobot badan

Pengukuran bobot badan ayarn per minggu, dari umur sehari sampai dengan tujuh, minggu, rnerupakan bobot hidup yang diukur dengan menggunakan timbangan dalam satuan gram.

2. Pertambahan bobot badan

Hasil pengurangan bobot badan ayam per minggu, yaitu bobot badan akhir rninggu dikurangi bobot pada awal minggu, dilakukan selama tujuh minggu dan

(35)

3. Ukuran-ukuran tubuh (Gambar 1)

a. Panjang jari ketiga (XI) diperoleh dengan mengukur panjang jari ketiga dari pangkal sampai ujung jari menggunakan jangka sorong (satuan cm).

b. Panjang ~arsonieiatars~is (Xz) diperoleh dengan mengukur panjang tulang

lm~somelalars~rs (shank) menggunakan jangka sorong (satuan cm).

c. Panjang tibia (X3) diperoleh dengan rnengukur panjang tulang tibia dari

patella sampai ujung tibia menggunakan jangka sorong (satuan cm).

d. Panjang femur (&) diperoleh dengan mengukur panjang tulang femur

menggunakan jangka sorong (satuan cm).

e. Panjang sayap (Xs) diperoleh dengan mengukur panjang tulang hzrmerzis, radius ultza, dan metacarpzrs sampai phalanges menggunakan jangka sorong (satuan cm).

E Panjang rnmcilla (&) diperoleh dengan mengukur panjang pamh atas dari pangkal sampai ujung paruh bagian atas menggunakan jangka sorong (satuan cm).

g. Panjang leher (X7) diperoleh dengan mengukur panjang tulang leher menggunakan pita ukur (satuan cm).

h. Panjang badan (XX) diperoleh dengan mengukur panjang tulang dari perbatasan tulang punggung dan tulang Ieher sampai dengan ujung tulang ekor menggunakan pita ukur (satuan cm).

i. Tinggi jengger (Xs) diperoleh dengan mengukur jengger dari pangkal jengger yang melekat di kepala sampai ujung jengger terfinggi menggunakan mistar (satuan cm).

j. Tinggi kepala (XIO) diperoleh dengan mengukur kepala yang memiliki tinggi terbesar menggunakan jangka sorong (satuan cm).

k. Lingkar dada (XI,) diperoleh dengan mengukur lingkar dada menggunakan pita ukur (satuan cm).

1. Lingkar tarsometatarsus (Xlz) diperoleh dengan melingkari tulang

farsometatarsus bagian tengah menggunakan pita ukur (satuan cm).

(36)

Keterangan: XI= panjang jari ke tiga, Xz= panjang tarsometatarsus, X3=panjang tibia, X4=panjang

[image:36.530.80.421.69.462.2]

femur, Xs=panjang sayap, X , = j a n g maxilla, X,=panjang leher, &=panjang badan, Xs=tinggi jengger, dan Xl~=tinggi kepala clan Xll=lingkar dada.

Gambar 1. Bagian-Bagian Tubuh Ayam yang Diukur, Tampak dari Samping (Moreng dan Avens, 1985)

Prosedur

Ayam hasil persilangan antara Pelung dan Arab (PxA) dipelihara rnulai dari kuri (kutuk umur sehari) sampai berumur 11 rninggu. Ayam diternpatkan di kandang pembesaran ukuran 2,8x3,0 m, dengan pakan dan minurn a d libitum

Pengambilan data kuantitatif dengan menimbang bobot badan ayam dilakukan pada saat umur ayam sehari dan selanjutnya ditimbang setiap minggu sampai umur 7 minggu dan ditimbang kembali saat ayam berumur 11 minggu. Selain itu, pada umur 11 minggu dilakukan pula pengukuran pada beberapa bagian tubuh,

(37)
(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Kualitatif pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Umur I I Minggu

Sifat kualitatif rnenunjukkan sifat yang dimiliki oleh suatu individu ternak dalarn ha1 ini hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) sehingga ayam ini dapat diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain. Menurut Mansjoer (2003) sifat kualitatif ini akan menggambarkan secara jelas tingkat keragaman genetik pada suatu jenis ayam. Berikut ini disajikan hasil pengamatan karakteristik kualitatif warna bulu, pola warna bulu primer, corak bulu sekunder, kerlip bulu, warna cakar, dan bentuk jengger pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) umur 11 minggu (Tabel 9)

Tabel 9. Frekuensi Fenotipe pada Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab ( P A ) Umur 11 Minggu

Sifat Fenotipe Jantan (n=26) Betina (n=43)

n (%) n (%)

Wama Bulu Tidak Berwama 0 0,OO 0 0,OO

Berwama 26 100,OO 43 100,OO Pola Wama Bulu Primer Hitam

Liar

Columbian

Corak Bulu Sekunder Burik Tidak Burik Kerlip Bulu

Bentuk Jengger Ros

Kapri Walnut

Tunggal 26 100,OO 43 100.00

Keterangan: n=jumlah ayam

[image:38.527.53.472.202.762.2]
(39)

Tabel 10. Frekuensi Fenotipe pada Kedua Tetua (Pejantan Pelung dan Betina Arab)

Sifar Fenolip Janliu~ (II=~) B e t i ~ ~ a (11=6)

n (%) n ("/.I

Warna Bulu Tidak Benvan~a 0 0.00 0 0.00

Pola Wama Bulu Prirner Himu Liar Columbian

Corak Bulu Sekunder Bunk 1 20,OO 6 100,OO

Tidak B u d 4 80,OO 0 0,OO

Kerlip Bulu Perak

Emas

Warna C a k a Kuninghtih 1 20,OO 0 0,OO

HitamlAbu 4 80,OO 6 100,OO

Bentuk Jengger Tunggal 5 100,OO 6 100,OO

Keterangan: n=jumlah ayam

Warna Bulu

Hasil penelitian menemukan bahwa hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) memiliki fenotipe wama bulu yang beragam seperti merah, cokelat, oranye, kuning, hitam, dan putih dalam satu individu. Variasi warna bulu yang terjadi adalah hasil persilangan dari tetua Pelung dan tetua Arab. Tetua Pelung di sini adalah sebagai tetua jantan sedangkan tetua Arab sebagai tetua induk. Warna bulu yang terdapat pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) ini walaupun secara fisik beragam namun tetap memiliki kesamaan dalam sifat wama bulu yaitu memiliki wama (iiCC) dengan proporsi fenotipe 100% benvarna. Tidak ada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab ini yang tidak benvama atau yang wamanya putih polos (IIcc) (Tabel 9).

[image:39.530.49.476.95.815.2]
(40)

tetuanya, baik pejantan Pelung maupun betina Arab tidak ditemukan bulu putih polos atau tidak benvarna.

Pola Warna Bulu Primer

Pola warna bulu primer pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) ditunjukkan pada Tabel 9. Pola yang terlihat adalah pola tipe liar (e+-) sebanyak 46,15% pada jantan dan 81,40% pada betina. Ditemukan pula pola columbian sebanyak 53,85% pada jantan dan 18,60% pada betina. Pola warna hitam tidak ditemukan pada jantan maupun betina. Hal ini mungkin terjadi karena tidak ditemukannya pola warna hitam pada kedua tetua, pejantan Pelung dan betina Arab. Di bawah ini disajikan gambar pola warna hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PA) (Gambar 2).

Gambar 2. Pola Warna Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PA)

Betina (a. liar, b. colunbian) dan Jantan (c. liar, d. colurnbian)

Corak Buiu Sekunder

[image:40.530.49.432.56.772.2]
(41)

pada tetuanya, yaitu betina Arab. Sifat corak burik merupakan sifat terpaut kelamin (Hutt, 1949) pada betina ditemukan dalam kondisi hernizigot (ZBw) sedangkan pada jantan dalam kondisi berpasangan (ZBz atau zbz). Ditemukannya corak burik pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab ( P A ) baik pada jantan maupun betinanya menunjukkan adanya pewarisan sifat burik ini dari kedua tetua. Sehingga bisa diduga bahwa tetua Pelung ada yang membawa gel1 b (burik) namun dalam kondisi heterozigot (zBzb). Berikut ini disajikan corak bulu sekunder pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) (Gambar 3).

Gambar 3. Corak Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab ( P A ) Betina (a. burik, b. polos) dan Jantan (c. burik, d. polos)

Kerlip Bulu

[image:41.523.34.425.59.704.2]
(42)

c d

Gambar 4. Kerlip Bulu Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA)

Betina (a. perak, b. emas) dan Jantan (c. perak, d. emas)

Warna Cakar

Cakar pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) memiliki wama

yang menunjukkan variasi putih sampai hitam. Frekuensi fenotipe wama cakar kunindputih pada jantan PxA sebesar 42,31% dan pada betina 32,56%. Sedangkan warna cakar hitam/abu didapati lebih banyak dibandingkan dengan wama cakar kunindputih, yaitu sebesar 57,69% pada jantan PxA dan 67,44% pada betina seperti (Tabel 9). Wama cakar hitam/abu pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) lebih dominan dibanding dengan warna cakar kuninglputih, ha1 yang sama te jadi didapati pula pada kedua tetuanya, pejantan Pelung dan betina Arab. Menurut Mansjoer et al. (1989), Pelung yang memiliki wama cakar hitam fiekuensinya lebih banyak dibandingkan wama cakar putih. Begitu pula pada ayam Arab ditemukan warna cakar hitam pada seluruh ayam yang diamati (Affandi, 2006). Wama cakar termasuk sifat terpaut kelamin (sex

linked)

sehingga pada betina hanya ditemukan gen dalam kondisi tidak berpasangan (hemizigot) (Hutt, 1949). Menurut Dunn [image:42.523.73.416.92.505.2]
(43)

hitam cakar maka semakin banyak pigmen melanin yang dideposisikan pada lapisan dermis dan warna cakar juga mencerminkan warna kulit daging ayan tersebut (Hutt,

1949). Berikut ini disajikan gambar warna cakar hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) (Gambar 5).

c d

Gambar 5. Wama Cakar Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Betina (a. kuning, b. hitam) dan Jantan (c. kuning, d. hitam)

Bentuk Jengger

Jengger hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) menunjukkan 100% berbentuk jengger tunggal (npp) (Tabel 9). Bentuk jengger tunggal ditemukan pula pada semua ayam tetuanya. Bentuk jengger tunggal adalah ekspresi dari genotipe npp yang semua gennya dalam kondisi resesif. Pewarisan bentuk jengger tunggal menurut Noor (1996) karena persilangan individu yang keduanya memiliki fenotipe yang diendalikan oleh gen resesif akan menghasilkan keturunan yang 100% resesif. Keseragaman bentuk jengger disajikan pada Gambar 6.

a b

[image:43.527.33.440.31.818.2]
(44)

Karakteristik Sifat Kuantitatif pada Hasil Persilangan Ayam Pelung d a n Arab (PaA)

Karakteristik kuantitatif adalah suatu sifat pada individu, yang pengelompokan sifatnya tidak memiliki batas jelas. Sifat ini dipengamhi oleh lingkungan. Sifat-sifat kuantitatif yang bermakna ekonomis antara lain ukuran tubuh dan laju pertumbuhan (Wanvick et 01, 1984). Data karakteristik yang diamati pada penelitian ini berupa bobot badan umur 0-7 minggu, pertumbuhan umur 0-7 minggu, dan ukuran-ukuran tubuh umur 11 minggu pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA).

Bobot Badan U m u r 0-7 Minggu

Bobot badan dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Bobot badan dapat dijadikan kriteria pengukuran produksi daging. Semakin besar bobot badan maka semakin bertambah besar pula produksi daging (Mansjoer, 1985). Bobot badan hasil pengamatan terhadap hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (hrA) disajikan pada Tabel 11 .

Tabel 11. Rataan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu

Bobot Badan Umur

lantan (n=27) Betina (n=43) Rataan (g)

1 Hari 33,OW 2,60 (7,86) 32,94* 2,72 (8.27) 33,Ol

1 Minggu 60,3M 8,48 (14,06) 58,4B 9,38 (16,06) 59,36

2Minggu 122,8%14,86 (12,09) 116,12+14,72 (12,67) 119,50

3 Minggu 189,632~17,59~ (9,28) 177,28+21,1T (11,94) 183,45

4 Minggu 272,6&37,81B (13,87) 246,32+39,93* (16,21) 259,46 5Minggu 3 5 9 , 1 ~ 4 3 , 3 7 ~ ( 1 2 , 0 8 ) 3 0 7 , 4 ~ 4 2 , 5 3 ~ ( 1 3 , 8 4 ) 333,30 6Minggu 446,85*41,22~ (9,23) 4 0 0 , 7 ~ 5 7 , 4 7 ~ ( 1 4 , 3 4 ) 423,79

7Minggu 5~7,33&58,93~ (10,03) 501,4270,53~(14,07) 544,38

Keterangan: huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai bobot badan yang berbeda nyata (P<0,05), huruf superslrdp yang berbeda pada baris yang sama dan

ditulis kapital menunjukkan nilai bobot badan yang berbeda sangat nyata (P<0,01) berdasarkan uji-t dengan selang kepercayaan 95%; angka dalarn tanda kurung adalah koefisien keragarnan bobot badan cialam satuan persen

Data bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) dari umur sehari sampai minggu ke-7 (Tabel 11) menunjukkan bobot badan jantan dan betina PxA. Beberapa hari setelah menetas, hasil persilangan ayarn Pelung dan Arab (PxA)

(45)

setelah menetas (Jull, 1978). Pada umur 0-7 minggu, hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) mengalami pertumbuhan yang baik dengan rataan pertumbuhan per minggu pada jantan PxA 79,18 dekor dan pada betina PxA 66,93 dekor.

Sejak umur sehari sampai umur dua minggu, bobot badan jantan dan betina PxA tidak berbeda (P>0,05). Akan tetapi, pada m i n g ~ a ke-3 selisih bobot badan jantan dan betina PxA mulai terlihat nyata (P<0,05), dengan bobot badan jantan PxA lebih besar dibandingkan dengan betina PxA. Perbedaan sangat nyata (P<0,01) antara bobot badan jantan dan betina tejadi dari minggu ke-4 sampai minggu ke-7.

Rataan bobot tetas hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) adalah 33,0%2,60 g/ekor dengan keragaman 7,86% pada jenis kelamin jantan dan 32,94*2,72 g/ekor dengan keragaman 8,27% pada jenis kelamin betina Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur, jenis induk, dan umur induk (Ensminger, 1992). Adapun rataan bobot tetas pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) tanpa membedakan kelamin sebesar 33,01 g/ekor. Laporan penelitian menyatakan bahwa rataan bobot tetas ayam Arab adalah 30,OO g/ekor (Sarwono, 2001) atau 30,22 gtekor (Abubakar et al., 2005). Pada anak ayam Pelung berkelamin jantan bobot tetasnya sebesar 32,OO g/ekor dan yang betina sebesar 30,OO g/ekor (Iskandar et a]., 2003). Secara umum, bobot badan ayam jantan PxA lebih besar dibandingkan dengan bobot badan ayam betina PxA mungkin diakibatkan pertumbuhan pada jantan yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon ini berfiingsi menampakkan sifat kelamin sekunder pada jantan dan mempercepat laju pertumbuhan. Hormon androgen ada pada jantan maupun betina tetapi pada jantan jumlahnya lebih banyak. Hal inilah yang memacu pertambahan bobot badan jantan PxA lebih cepat dibandingkan dengan betina PxA. Pola pertumbuhan bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) dari umur sehari sampai umur tujuh minggu menunjukkan kenaikan seperti disajikan pada Gambar 7.

(46)
[image:46.533.82.420.83.241.2]

Umur (minggu)

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu

Pertumbuhan pada ayam pedaging menurut Bundy dan Diggins (1960) te rjadi lebih cepat pada umw 5-7 minggu, dan kecepatan pertumbuhan akan menurun setelah ayam berumur delapan minggu. Menurut Bell dan Weaver (2002), pertumbuhan pada ayam broiler dimulai sejak menetas sampai dengan 8 minggu, setelab itu pertumbuhan menurun. Akan tetapi menurut penelitian lain disebutkan bahwa rataan pertumbuhan cenderung naik pada umur 4-12 minggu dan mulai 12-20 minggu laju pertumbuhan akan nlulai menurun (Jull, 1978). Hal ini bisa menjadi pertimbangan

untuk

menentukan seberapa lama masa pemeliharaan ayam yang menguntungkan bagi ekonomi peternak, dalam arti tahu kapan ayam-ayam harus dijual sehingga tercapai keuntungan maksimum.

Selain bobot badan dan pertumbuhan, nilai heterosis dari ayam persilangan terhadap kedua tetwlya hams mendapat perhatian. Nilai heterosis dari ayam persilangan PelungxKampung disajikan seperti pada Tabel 12. Nilai heterosis (H)

biasa dinyatakan dalam bentuk persentase yang diperoleh dari perbandingan antara selisill rataan keturunan (FI) dengan rataan induk (P), dibagi rataan induk.

(47)

produktivitas kedua tetuanya, terjadi pada hasil persilangan ayam Pelung dan Kampung (PxK)

Tabel 12. Nilai Lebih dari Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) Dibandingkan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Kampung (PxK)

Waktu Bobot Badan Heterosis BB

PsK '1

11 -

-

886,23

-

Keterangan: PxK dan F'xA yang dibandingkan adalahrataanBB kedua jenis kelamin (jantan dan

betina)

Sumber: 1) Panitia Kontes dan Pameran Ayam Pelung (1993)

2) BPTU Sembawa (2005)

tetapi belum bisa dibuktikan terjadi pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab &A). Hal ini karena hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (F'xA) pada penelitian, adalah hasil persilangan dari pejantan Pelung dan betina Arab, tidak ada hasil persilangan resiprokalnya (persilangan pejantan Arab dan betina Pelung) dan tidak terdapatnya data tetua-tetuanya sehingga untuk mengetahui nilai heterosis pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab @A) belum bisa dilakukan. Akan tetapi, data yang ada bisa saja dibandingkan dengan hasil persilangan lainnya dengan melihat nilai lebih dari hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA). Terlihat pada bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab @A) pada setiap minggunya sampai minggu ke-7 menunjukkan kenaikan sesuai pertumbuhannya (Tabel 12).

[image:47.530.49.480.108.784.2]
(48)

bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) berada di atas rataan bobot badan kedua ayam bukan tetua tersebut

Pertambahan Bobot Badan Umnr 0-7 iVIinggu

Pertambahan bobot badan mempakan selisih kenaikan bohot badan ayam pada akhir minggu dibandingkan awal minggu. Pertambahan bobot badan pada hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu

Interval Umur Penambahan Bobot Badan

Jantan (11=27) Betina (n=43) Rataan

(minggu) (g)

0- 1 27,21* 8,36 (30,71) 25,4& 9,11 (3574) 26,35 1-2 62,5W 8,71 (13,92) 57,70+ 8,45 (14,65) 60,15 2-3 66,74*10,60 (I5,88) 61,165 14,OO (22,90) 63,95 3 4 82,965 23,13 (27,88) 69,05+ 22,81 (33,04) 76,OO 4-5 86,59& 34,57 (39,92) 61,OW 37,39 (61,20) 73,84

5-5 87,67* 54,65 (62,34) 93,30+ 53,77 (57,63) 90,48 6-7 140,48+ 37,64 (26,79) 100,703= 34,91 (34,67) l20,59 Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan koefisien keragaman (KK) pertambahan bobot badan

pada interval minggu tersebut dalam satuan persen

Hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (F'xA) selama masa pertumbuhan (Tabel 13) dari umur sehari sampai minggu ke-7 didapatkan pertambahan bobot badan paling pesat teqadi pada interval minggu 1-2. Pada betina PxA kenaikan bobot badan mencapai 98,77% pada interval minggu 1-2 dibandingkan bobot badan interval minggu 0-1, dan pada jantan PxA kenaikan lebih besar lagi, yaitu sebesar

103,81%.

Pertambahan bobot badan paling rendah yang tejadi pada betina PxA sebesar

24,80% pada interval minggu 4-5, sedangkan pertambahan terendah pada jantan

sebesar 31,44% tejadi pada interval minggu 6-7. Menurut pendapat Jull (1978),

rataan pertumbuhan cenderung naik pada umur 4-12 minggu dan mulai 12-20

[image:48.530.45.469.64.797.2]
(49)

Umur (minggu)

Gambar 8. Grafik Pertambahan Bobot Badan Hasil Persilangan Ayam Pelung dan Arab (PxA) dari Umur Sehari sampai 7 Minggu Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) terus meningkat pada jantan PxA tetapi pada ayam betina PxA sempat terjadi p e n m a n pada interval minggu 4-5. Pertambahan bobot badan jantan lebih besar dibandingkan dengan betina PxA pada hampir semua minggu kecuali pada interval minggu 5-6. Perbedaan ini menunjukkan bahwa jantan PxA lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan betina PxA. Hal ini terkait dengan beberapa faktor p e ~ m b u h a n . Menurut Rose (1997), respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu genetik, jenis kelamin, pakan, dan manajemen pemeliharaan. Faktor jenis kelamin dikaitkan dengan pengamh steroid kelamin terhadap pertumbuhan tulang ayam jantan yang lebih cepat dibandingkan betina pada masa puber (Dennis et al., 1989). Pada jantan, testosteron sebagai steroid dari androgen menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan dengan ternak betina (Soeparno, 1992).

Bobot badan optimal dari hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA) dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus laju pertumbuhan berdasarkan rumus yang disampaikan oleh Brody (1945) sebagai berikut:

Wt = W0.e la

[image:49.530.94.424.74.254.2]
(50)

dari penghitungan rumus di atas digunakan untuk menduga pertumbuhan optimal hasil persilangan ayam Pelung dan Arab (PxA). Persamaan regresi dalam bentuk log bilangan natural (e=2,7183) untuk menduga pertumbuhan pada masing-masing jenis kelamin hasil persilangan ayam Pelung dan Arab ( P A ) adalah:

jantan PxA; Wt = ~ 0 . e ~ ' " ; dan

betina PxA, Wt = ~ 0 . e " ~ ~ ; den

Gambar

Tabel 2. Sifat Kualitatif Ayam Pelung dan Arab
Tabel 3. Frekuensi Karakteristik Kualitatif Ayam Pelung
Tabel 5. Sifat Kuantitatif Ayam Pelung dan Ayam Arab
Tabel 6. Pertumbuhan Ayam Pelung dan Ayam Arab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimana Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kec. Lintong Nihuta dapat membaur dengan peserta penyuluhan. Pendekatan Kelompok adalah suatu pendekatan dengan daya jangkau

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI

Fase gerak yang digunakan dalam proses fraksinasi ekstrak etanol daun tumbuhan sala ( Cynometra ramiflora Linn.) dengan perbandingan dan banyaknya elusi. Fraksinasi menghasilkan

1) Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus. Melalui evaluasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh guru, maka akan dapat diketahui apakah ketepatan

Dari penjabaran penjelasan di atas, dapat digambarkan bahwa kelas layanan belajar yang diadakan di gereja tersebut, akan dihadiri oleh berbagai macam anak-anak spesial

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan

Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipan untuk pengumpulan data karena peneliti secara langsung terlibat didalam perencanaan event seminar yang

Kerangka Analisis Harvard digunakan untuk melihat bagaimana peran antara wanita dan laki-laki di dalam suatu proyek pembangunan, apakah wanita dapat mengakses dan mempunyai