• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQURY DAN ARGUMENTASI ILMIAH TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQURY DAN ARGUMENTASI ILMIAH TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFIC INQURY

DAN ARGUMENTASI ILMIAH

TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

MEUTIA KEMALA PUTRI NIM: 8156176016

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Scientific

Inquiry dan Argumentasi Ilmiah Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa

SMAdapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tesis ini disusun

dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika di Program Pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

Alhamdulillah dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam menentukan judul,penyusunan proposal hingga menjadi sebuah

tesis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, yaitu

kepada :

1. Bapak Dr. Ridwan A. Sani, M.Si., dan Ibu Dr. Mariati P. Simanjuntak, M.Si.,

selaku Pembimbing I dan II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Ibu Dr. Derlina, M.Si selaku narasumber I, Bapak Dr. Karya Sinulingga,

M.Si., selaku narasumber II, dan Bapak Dr. Rahmatsyah, M.Si., selaku

narasumber III yang telah memberikan masukan guna kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Fisika Pps Unimed yang telah memberikan

ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

4. Bapak Drs. Syafruddin, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Tanjung Pura,

guru dan staff yang telah memberikan izin dan waktu kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

5. Teristimewa untuk keluarga tercinta dengan penuh hormat penulis

menyampaikan terima kasih tidak terhingga pada kedua orangtua tersayang

Ayahanda H. Setia Budi dan Ibunda Hj. N. Rismawaty, Bujing dan Uda,

(6)

iv

doa, serta kasih sayang yang tak pernah henti kepada penulis dalam

menyelesaikan studi di Unimed hingga selesainya tesis ini.

6. Teman-teman seperjuangan semasa perkuliahan Pps Pendidikan Fisika Dik

B-One terutama Gafis (Maya Syafitri, Saima Putrini, Icha Marwan),

teman-teman di kelas B-2 dan A, teman-teman-teman-teman seperjuangan semasa seminar dan

sidang Nanda Safarati, Rajo dan Emil, dan teman-teman lainnya yang tidak

dapat tersebutkan satu persatu. Teman satu tujuan, Muhammad Fadheil.

Terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna

penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat

memberikan manfaat kepada para pembacanya.

Medan, Maret 2017

Penulis

(7)

v DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak i

Abstract ii

Kata Pengantar iii

Daftar isi v

Daftar Gambar vii

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Masalah 1 1.2. Identifikasi Masalah 8

1.3. Batasan Masalah 9

1.4. Rumusan Masalah 9

1.5. Tujuan Penelitian 10 1.6. Manfaat Penelitian 10 1.7. Definisi Operasional 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12

2.1. Kerangka Teoritis 12 2.1.1. Model Pembelajaran 12 2.1.2. Model Pembelajaran Scientific Inquiry 14 2.1.2.1. Hakikat Model Pembelajaran Scientific Inquiry 14 2.1.2.2. Karakteristik Model Pembelajaran Scientific Inquiry 15 2.1.3. Teori-teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran

Scientific Inquiry 21

2.1.3.1. Teori Belajar Piaget 21 2.1.3.2. Teori Belajar Brunner 22 2.1.3.2. Teori Belajar Vygotsky 22 2.1.4. Pembelajaran Konvensional 24 2.1.5. Argumentasi Ilmiah 25 2.1.5.1. Pengertian Argumentasi Ilmiah 25 2.1.5.2. Komponen-komponen Argumentasi Ilmiah 27 2.1.6. Keterampilan Proses Sains (KPS) 29 2.2. Penelitian yang Relevan 32 2.3. Kerangka Konseptual 34

2.4. Hipotesis 39

BAB III METODE PENELITIAN 40

(8)

vi

3.8. Peningkatan N-gain 50 3.9. Teknik Analisis Data 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 57

4.1.Hasil Penelitian 57 4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian 57 4.1.2. Analisis Statistika Data Pretes Keterampilan Proses Sains 57 4.1.2.1. Pengujian Persyaratan Analisis Data 58 4.1.2.1.1. Uji Normalitas Data Pretes 59 4.1.2.1.2. Uji Homogenitas Data Pretes 59 4.1.3. Analisis Data Argumentasi Ilmiah Siswa 61 4.1.4. Perlakuan dalam Pelaksanaan Penelitian 63 4.1.5. Analisis Hasil Penelitian 67 4.1.5.1. Analisis Data Postes Keterampilan Proses Sains 67 4.1.5.2. Uji Normalitas Data Postes 68 4.1.5.3. Uji Homogenitas Data Postes 69 4.1.5.4. Analisis Butir Soal Keterampilan Proses Sains Pada Kedua Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol 70 4.1.5.5. Analisis Hasil Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Tingkat

Argumentasi Ilmiah 71 4.1.6. Pengujian Hipotesis Penelitian 73 4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 83 4.2.1. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa yang Diajarkan

dengan Model Pembelajaran Scientific Inquiry dengan Siswa

yang Diajarkan dengan Pembelajaran Konvensional 83 4.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa yang Mempunyai

Argumentasi Ilmiah di Atas Rata-rata dan Argumentasi Ilmiah

di Bawah Rata-rata 89

4.2.3. Interaksi Antara Model Scientific Inquiry dan Argumentasi Ilmiah dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 94

5.1. Kesimpulan 94

5.2. Saran 95

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Scientific Inquiry

15

Tabel 2.2 Komponen dan Indikator KPS

30

Tabel 2.3 Penelitian yang Relevan

32

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Two Group Pretest-Posttest Design

41

Tabel 3.2 Desain Penelitian Anava 2 X 2

42

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Argumentasi Ilmiah Siswa

45

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Keterampilan Proses Sains (KPS)

46

Tabel 3.5 Kategori Koefisien Validitas

48

Tabel 3.6 Validitas Instrumen KPS

49

Tabel 3.7 Derajat Reliabilitas

50

Tabel 3.8 Derajat Reliabilitas penafsiran nilai N-gain

51

Tabel 3.9 Ringkasan Anava Dua Jalur

55

Tabel 4.1 Nilai Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

58

Tabel 4.2 Uji Normalitas Distribusi Pretes Keterampilan Proses Sains

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

59

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Distribusi Pretes Keterampilan Proses Sains

Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

60

Tabel 4.4 Uji Kesamaan Data Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen

61

Tabel 4.5 Hasil Tes Argumentasi Ilmiah siswa

62

Tabel 4.7 Data Postes Keterampilan Proses Sains pada Kelas Kontrol dan

Eksperimen

67

Tabel 4.8 Uji Normalitas Kolmogorof –Smirnov Data Postes

68

Tabel 4.9 Uji Homogenitas Data Postes

69

Tabel 4.10 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Argumentasi Ilmiah

71

Tabel 4.11 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Argumentasi Ilmiah

Tiap Kelas

72

Tabel 4.12 Desain Faktorial 2x2 Anava

73

Tabel 4.13 Data Statistik Kelas dan Tingkat Argumentasi Ilmiah Siswa

74

Tabel 4.14 Statistik Anava

75

(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Efek model pembelajaran

scientific inquiry

18

Gambar 2.2 Skema komponen utama TAP

27

Gambar 3.1

Alur Pelaksanaan Penelitian

44

Gambar 4.1

Hasil Observasi KPS Berdasarkan Indikator KPS

65

Gambar 4.2

Hasil Observasi KPS Siswa Setiap Pertemuan

65

Gambar 4.3

Hasil LKS Setiap Pertemuan

66

Gambar 4.4

Diagram Skor Rata-rata Siswa Tiap Butir Soal pada

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 99

Lampiran 2 Bahan Ajar 1 112

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa 1 122

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 128

Lampiran 5 Bahan Ajar 2 140

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa 2 144

Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 150

Lampiran 8 Bahan Ajar 3 161

Lampiran 9 Lembar Kerja Siswa 3 166

Lampiran 10 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Proses Sains (KPS) 173

Lampiran 11 Deskripsi Penilaian Observasi 181

Lampiran 12 Kisi-kisi Instrumen Argumentasi Ilmiah 182 Lampiran 13 Validitas Tes Keterampilan Proses Sains 193 Lampiran 14 ReliabilitasTes Keterampilan Proses Sains 196 Lampiran 15 Daftar Nama Siswa Sampel Penelitian 200 Lampiran 16 Tabulasi Hasil Pretes KPS Siswa Berdasarkan Indikator 201 Lampiran 17 Tabulasi Hasil Postes KPS Siswa Berdasarkan Indikator 203 Lampiran 18 Tabulasi Data Argumentasi Ilmiah Siswa 206

Lampiran 19 Analisis Statistik Data Pretes 208

Lampiran 20 Analisis Statistik Data Postes 210

Lampiran 21 Uji Hipotesis Anava 2 Jalur 212

Lampiran 22 Uji Schefee 213

Lampiran 23 Uji Coba Lembar Kerja Siswa 215

Lampiran 24 Rekapitulasi Penilaian Lembar Kerja Siswa 230 Lampiran 25 Rekapitulasi Data Observasi Keterampilan Proses Sains 231

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan

pendidikan yang ia peroleh. Seseorang dapat memperoleh pendidikan dari

lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Pendidikan di sekolah

atau biasa disebut pendidikan formal, tidak hanya bertujuan memberikan materi

pelajaran saja, tetapi menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan

dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa siap untuk mencari

solusi dalam menghadapi masalah (Suprijanto, 2012).

Pendidikan di sekolah diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses

pembelajaran. Terdapat komponen masukan, proses dan hasil di dalam suatu

sistem pendidikan sekolah. Indikator kualitas pendidikan di sekolah dapat dilihat

berdasarkan hasil belajar yang dicapai siswa pada setiap mata pelajaran yang

dipelajari di sekolah. Salah satu mata pelajaran tersebut adalah sains.

Sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami

tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses yang dapat memberikan

sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka

menggunakan pengetahuan sains tersebut. Belajar sains mempelajari gejala-gejala

melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas

(13)

2

atas tiga komponen berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara

universal (Trianto, 2011).

Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang

mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis, dan

rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah yang dapat mengembangkan

kemampuan berpikir induktif dan deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah

yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri untuk memasuki jenjang

pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi

(Hinduan,dkk., 2007).

Belajar fisika pada dasarnya adalah sebuah produk, proses dan sikap ilmiah.

Fisika sebagai produk mencakup fakta-fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum.

Sebagai proses, fisika melakukan aktivitas-aktivitas ilmiah. Fisikawan

menentukan variabel yang diteliti, dengan mengamati, bertanya, membuat

hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi,

mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan penyelidikan serta

mengukur dan menghitung. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari

keterampilan proses sains (KPS) (Harlen dan Elstgeest, 1992).

KPS penting dimiliki setiap siswa sebab keterampilan tersebut digunakan dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kemampuan ilmiah, kualitas dan

standar hidup. KPS juga turut mempengaruhi kehidupan pribadi, sosial, dan

individu dalam dunia global. KPS berfungsi sebagai kompetensi yang efektif

(14)

3

pengembangan individu dan sosial (Akinbobola, 2010). KPS menekankan pada

pembentukan keterampilan dan berkomunikasi untuk memperoleh pengetahuan,

maka untuk membiasakan siswa menjadi fisikawan, dapat dinyatakan bahwa

siswa perlu dibekali KPS.

Fakta yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena

pembelajaran di sekolah kurang menunjukkan proses pembelajaran fisika yang

membekali siswa mengembangkan KPS. Berdasarkan hasil observasi awal yang

dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Tanjung Pura, diperoleh informasi bahwa

pada proses belajar mengajar di sekolah, guru fisika cenderung menekankan

persamaan matematika dalam memecahkan masalah fisika. Pembelajaran fisika

cenderung menitik-beratkan peran guru sebagai pemeran utama dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar dan mencatat materi yang ada,

sehingga proses pembelajaran seperti ini berdampak negatif terhadap KPS siswa

karena kegiatan proses pembelajaran tidak melatih siswa dalam hal mengamati,

bertanya, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan,

berkomunikasi, mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan

penyelidikan, dan mengukur dan menghitung.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa secara acak di

sekolah tersebut, siswa mengatakan mereka jarang melakukan praktikum di

laboratorium, padahal di sekolah terdapat laboratorium. Hal ini berdampak terhadap KPS siswa yang tidak berkembang karena siswa jarang melakukan

praktikum dan kurang dilatih melakukan KPS. Hal ini diperkuat ketika siswa

melakukan praktikum, siswa terlihat bingung dalam mengikuti langkah-langkah

(15)

4

fenomena yang terjadi saat praktikum, kurang mampu berkomunikasi dengan

teman satu kelompok, kurang serius, tidak mampu membuat kesimpulan yang

benar dan cenderung bertanya kepada guru setiap akan melakukan percobaan.

Sementara itu jika siswa terbiasa melakukan praktikum maka KPS siswa dapat

meningkat karena siswa terbiasa pula untuk mengamati, bertanya, membuat

hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi,

mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan penyelidikan

penyelidikan serta mengukur dan menghitung, yang kegiatan tersebut merupakan

indikator dari KPS siswa.

KPS siswa yang tidak berkembang karena kurang dilatih melakukan KPS,

juga sejalan dengan rendahnya hasil belajar kognitif siswa. Menurut data yang diperoleh dari dokumen guru fisika, dapat dilihat bahwa hasil belajar fisika

rendah. Nilai rata-rata ujian fisika siswa kelas X masih rendah jika dilihat dari

nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Rata-rata nilai ujian Fisika

siswa T.P. 2013/2014 adalah 64 dan pada T.P. 2014/2015 rata-rata nilainya 66.

Data ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata ujian fisika siswa untuk kedua tahun

pelajaran tersebut masih tergolong rendah.

Menanggapi permasalahan di atas perlu adanya model yang melibatkan

pembelajaran aktif siswa untuk meningkatkan KPS dan hasil belajar siswa, yaitu

salah satunya adalah model pembelajaran scientific inquiry. Model pembelajaran

scientific inquiry dirancang untuk melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan

yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan siswa pada penyelidikan,

(16)

5

bidang tersebut, dan mengajak siswa untuk dapat merancang cara untuk mengatasi

masalah tersebut (Joyce, dkk., 2009).

Model scientific inquiry sangat cocok digunakan untuk meningkatkan KPS

karena dalam kegiatan pada pembelajaran scientific inquiry siswa dihadapkan

pada suatu kegiatan ilmiah atau kegiatan menyelidiki melalui eksperimen. Siswa

dilatih agar terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas

berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah seperti terampil melakukan

pengamatan dan pengukuran, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola

dan hubungan dan mengkomunikasikan hasil temuan. Siswa diarahkan untuk

mengembangkan KPS yang dimilikinya dalam memproses dan menemukan

sendiri pengetahuan tersebut. Seiring dengan terbiasanya siswa melakukan penyelidikan, maka bukan hanya KPS yang berkembang, namun hasil belajar

siswa akan meningkat karena siswa sudah belajar fisika lebih bermakna, sudah

mengerti prosesnya, bukan hanya sekedar hasil saja.

Penerapan model pembelajaran scientific inquiry ini sudah pernah diteliti

oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Muslim dan Tapilouw (2015)

menyimpulkan bahwa scientific inquiry mampu meningkatkan KPS. KPS yang

dapat ditingkatkan dalam model scientific inquiry adalah meliputi:

mengelompokkan, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan,

merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep atau prinsip, berkomunikasi. Selanjutnya Dhaka (2012) menyimpulkan dari

penelitiannya bahwa belajar konsep Biologi pada siswa kelas IX melalui model

pembelajaran scientific inquiry lebih efektif daripada pembelajaran konvensional.

(17)

6

bagi pembelajaran di dalam kelas dan juga membuat proses pembelajaran menjadi

interaktif dan menarik. Siddiqui (2013) berpendapat bahwa model pembelajaran

scientific inquiry diterapkan untuk menghadapi emosional yang tinggi, membuat

penyelidikan akademis, membantu semua tingkat kelas, memberikan teknik

penelitian, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan

penalaran, mengembangkan tingkat pemahaman, menerapkan penyelidikan

perilaku manusia dan meningkatkan tingkat interaksi. Sejalan dengan itu Hussain,

et al., (2011) menyimpulkan pula pada hasil penelitiannya bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran scientific inquiry dalam tiga tingkatan pada

pelajaran fisika yaitu guided scientific inquiry, unguided scientific inquiry, dan

combination (guided and unguided) scientific inquiry memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar dan kemampuan siswa dalam menerapkan

pengetahuan fisika dalam kehidupan nyata dibandingkan dengan pembelajaran

tradisional.

Siswa berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran pada

proses pembelajaran scientific inquiry, sedangkan guru melatih dan memberikan

kebebasan berpikir pada proses pembelajaran fisika dan juga memberikan siswa

keleluasaan bertindak dalam memahami pengetahuan dan memecahkan masalah,

termasuk keleluasaan siswa untuk berargumentasi di dalam pembelajaran. Siswa

berargumentasi secara ilmiah sebagai proses untuk menemukan sendiri inti materi pelajaran pada proses pembelajaran. Argumentasi ilmiah merangsang siswa untuk

mengajukan data hipotesis yang kemudian harus mereka buktikan untuk

(18)

7

Argumen seringkali merujuk kepada proses interaksi. Istilah argumen pada

kehidupan sehari-hari disebut dengan berdebat. Menurut Osborne, et al., (2004),

argumen adalah penjelasan tentang penalaran suatu solusi yang terkait dengan

substansi dari klaim, data, bukti, dan dukungan yang memberi kontribusi dalam isi

argumen, sedangkan argumentasi adalah terkait dengan proses untuk

mendapatkan dan menyusun komponen-komponen tersebut.

Toulmin (2003) mendefinisikan bahwa argumentasi ilmiah sebagai suatu

pernyataan disertai dengan alasan yang komponennya meliputi klaim

(kesimpulan, proposisi, atau pernyataan), data (bukti yang mendukung klaim),

bukti (penjelasan tentang kaitan antara klaim dan data), dukungan (asumsi dasar

yang mendukung bukti), kualifikasi (kondisi bahwa klaim adalah benar), dan sanggahan (kondisi yang menggugurkan klaim). Berdasarkan definisi tersebut,

bukti dan dukungan tidak selalu menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk

menarik kesimpulan. Argumentasi yang benar ialah jika data dan kesimpulan

saling mendukung dan sesuai.

Komponen data dan bukti dalam argumentasi ilmiah haruslah didapat dari

penyelidikan untuk membuktikan apakah klaim dan data yang diajukan dapat

dijadikan bukti, lalu mencari bukti untuk menyatakan bahwa klaim yang diajukan

benar, serta memberi kesimpulan apakah data (teori) sesuai dengan hasil

penyelidikan. Tahapan pada argumetasi ilmiah memiliki peran penting untuk mengembangkan dan meningkatkan KPS siswa. Misalnya pada tahapan membuat

kerangka argumen melatih siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memprediksi

konsep tertentu. Tahapan bukti dan membangun dukungan terhadap hipotesis,

(19)

8

membuat hipotesis, memprediksi, merancang dan melakukan penyelidikan, dan

mengukur). Terakhir tahapan mendiskusikan berbagai penjelasan penting melatih

siswa untuk mengkomunikasikan laporan hasil penyelidikannya. Semua tahapan

pada argumentasi ilmiah dapat melatih dan meningkatkan KPS siswa, namun

berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru Fisika di sekolah,

argumentasi ilmiah belum pernah digali atau dilatih pada proses pembelajaran.

Penelitian yang relevan dengan kemampuan argumentasi ilmiah terhadap

KPS di antaranya penelitian oleh Türkoguz dan Cin (2014) yang memiliki

kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap KPS siswa antara yang

diberi perlakuan dengan argumentasi berbasis konsep aktivitas kartun dengan

siswa yang diberi perlakuan secara konvensional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nejla dan Ziya (2015) diperoleh kesimpulan bahwa argumentasi ilmiah

dapat meningkatkan KPS siswa pada pelajaran kimia di Turki. Coban (2013)

menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa penerapan inquiry yang didukung

oleh peta argumen mempengaruhi KPS calon guru sains di Turki.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Model Scientific Inquiry dan Argumentasi

Ilmiah terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa di SMA.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan adalah:

a. Model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi, pembelajaran

(20)

9

b. Guru fisika lebih menekankan fisika sebagai pengiriman atau transfer ilmu

saja dan siswa mencoba untuk menghafalkannya, guru hanya

mementingkan hasil daripada proses.

c. Proses pembelajaran lebih menekankan persamaan matematika dalam

memecahkan masalah fisika dan kurang melatih keterampilan proses sains.

d. Pemanfaatan laboratorium yang belum optimal.

e. Rendahnya hasil belajar Fisika siswa.

f. Argumentasi ilmiah siswa belum pernah digali.

1.3 Batasan Masalah

Banyak masalah yang berkaitan dengan rendahnya hasil belajar siswa,

maka dari itu perlu dibatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:

a. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian untuk

mengatasi masalah sesuai dengan identifikasi masalah adalah model

pembelajaran scientific inquiry.

b. Pembelajaran belum mempertimbangkan pengaruh argumentasi ilmiah

terhadap hasil belajar siswa.

c. Hasil belajar yang diteliti adalah keterampilan proses sains.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran scientific inquiry lebih baik daripada pembelajaran

(21)

10

b. Apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki argumentasi

ilmiah di atas rata-rata lebih baik daripada siswa yang memiliki

argumentasi ilmiah di bawah rata-rata?

c. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran scientific inquiry dan

argumentasi ilmiah dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran scientific inquiry

terhadap keterampilan proses sains siswa.

b. Untuk mengetahui pengaruh argumentasi ilmiah terhadap keterampilan

proses sains siswa.

c. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran scientific inquiry

dan argumentasi ilmiah dalam meningkatkan keterampilan proses sains.

1.6 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya referensi ilmu

pengetahuan bagi peneliti selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan

model pembelajaran scientific inquiry.

Secara Praktis

a. Sebagai model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar

bermakna dan dapat meningkatkan keterampilan proses sains.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam

(22)

11

1.7 Defenisi Operasional

a. Model pembelajaran scientific inquiry adalah model pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam kegiatan ilmiah/penemuan jawaban dari suatu

masalah. Fase-fase dalam model ini adalah (1) penyajian masalah kepada

siswa; (2) siswa merumuskan masalah; (3) siswa mengidentifikasi

masalah; (4) siswa menemukan cara untuk mengatasi kesulitan tersebut

(Joyce, dkk., 2009).

b. Argumentasi ilmiah adalah suatu pernyataan disertai dengan alasan yang

komponennya meliputi klaim (kesimpulan, proposisi, atau pernyataan),

data (bukti yang mendukung klaim), bukti alasan (penjelasan tentang

kaitan antara klaim dan data), dukungan (asumsi dasar yang mendukung bukti), kualifikasi (kondisi bahwa klaim adalah benar), dan sanggahan

(kondisi yang menggugurkan klaim) (Toulmin, 2003).

c. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait

dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai

dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan

berhasil menemukan sesuatu yang baru. Terbentuknya pengetahuan

dalam sains dilakukan melalui rangkaian kegiatan dalam proses yang

ilmiah (metode ilmiah). Rangkaian bentuk kegiatan yang dimaksud

adalah kegiatan mengamati, mempertanyakan, membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan, berkomunikasi, mendesain

dan menciptakan, merencanakan dan melakukan penyelidikan, serta

(23)

94

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan :

1. Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model scientific

inquiry lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran konvensional. Siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran scientific inquiry memperoleh rata-rata hasil belajar 75,39

dan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memperoleh

rata-rata nilai hasil belajar 68,47. Hasil hipotesis menunjukkan bahwa nilai

signifikasi model pembelajaran sebesar 0,002 <α = 0,05 sehingga hipotesis

menerima Ha. Terdapat pengaruh dari model pembelajaran scientific inquiry

terhadap keterampilan proses sains siswa.

2. Keterampilan proses sains pada kelompok siswa yang memiliki

argumentasi ilmiah di atas rata-rata lebih baik dibandingkan dengan

kelompok siswa yang memiliki argumentasi ilmiah di bawah rata-rata.

Keterampilan proses sains siswa yang argumentasi ilmiahnya di atas

rata-rata sebesar 72,80 dan keterampilan proses sains siswa yang argumentasi

ilmiahnya di bawah rata-rata 69,19. Hasil hipotesis menunjukkan bahwa

nilai signifikan 0,015<α = 0,05 sehingga hipotesis menerima Ha . Terdapat

pengaruh argumentasi ilmiah terhadap keterampilan proses sains siswa.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran scientific inquiry dengan

argumentasi ilmiah dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil hipotesis

(24)

95

atas rata- rata sebesar 0,042 < α = 0,05 sehingga hipotesis menerima Ha.

Argumentasi ilmiah meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada

kelas model scientific inquiry dan pembelajaran konvensional.

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian, peneliti menyatakan :

1. Guru sebaiknya memperhitungkan alokasi waktu yang digunakan dalam

menerapkan model pembelajaran scientific inquiry, terutama dalam

melakukan eksperimen dan menyelesaikan lembar kerja siswa (LKS).

2. Model pembelajaran scientific inquiry mendorong siswa lebih aktif, maka

sebaiknya guru maupun peneliti selanjutnya perlu memperhatikan ruang

kelas yang digunakan agar pergerakan siswa tidak terbatas.

4. Setiap siswa harus mempunyai argumentasi ilmiah sehingga siswa menjadi

aktif untuk mengajukan data hipotesis dan melakukan penyelidikan yang

akan memberikan dampak pencapaian prestasi belajar yang lebih baik.

5. Bagi guru dan peneliti selanjutnya hendaknya menerapkan model

pembelajaran scientific inquiry karena dapat mendorong siswa menjadi

lebih aktif, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat.

5. Bagi guru dan peneliti selanjutnya hendaknya memperhitungkan observer

(pengamat) dalam kegiatan observasi keterampilan proses sains siswa di

kelas. Sebaiknya jumlah observer dikondisikan dengan jumlah siswa yang

Gambar

Gambar 2.1 Efek model pembelajaran scientific inquiry

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian permasalahan diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training Terhadap Keterampilan Proses

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hasil belajar keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan pembelajaran inquiry training dan pembelajaran konvensional,

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk menganalisis hasil belajar keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan pembelajaran inquiry training berbantuan peta konsep lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training dan model pembelajaran

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA melalui model pembelajaran discovery learning dengan.. scientific

Abstrak. Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains Fisika siswa dengan penerapan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari

PENUTUP Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran inquiry training terhadap keterampilan proses sains siswa, dibuktikan dengan adanya perbedaan rata-rata hasil pretest dan