• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Fungi Tanah Penyebab Penyakit Pada Pertanaman Eucalyptus spp. (Studi Kasus Di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Inventarisasi Fungi Tanah Penyebab Penyakit Pada Pertanaman Eucalyptus spp. (Studi Kasus Di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea Sumatera Utara)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI FUNGI TANAH PENYEBAB PENYAKIT

PADA PERTANAMAN Eucalyptus spp

(STUDI KASUS DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

SUMATERA UTARA)

SKRIPSI

OLEH

TRI SUCI D. HARAHAP 031202016/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

INVENTARISASI FUNGI TANAH PENYEBAB PENYAKIT

PADA PERTANAMAN Eucalyptus spp

(STUDI KASUS DI PT. TOBA PULP LESTARI PORSEA

SUMATERA UTARA)

SKRIPSI OLEH

TRI SUCI D. HARAHAP 031202016/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRACT

TRI SUCI. D. HARAHAP. INVENTORY SOIL OF FUNGI AS THE CAUSE THAT ATTACK OF Eucalyptus spp. (PROCEEDING IN PT. TOBA PULP LESTARI, PORSEA NORTH SUMATERA). GUIDED BY Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS AND Dr. DWI SURYANTO, MSc.

The purpose of this research is inventory of various species fungi in soil as the cause of disease that attack of Eucalyptus spp trees, describe about soil fungi and disease of Eucalyptus sp. Sampel research obtained from PT. Toba Pulp Lestari, Porsea North Sumatera, the soil sampel obtained from crossing of E. grandis x E. urophylla. The soil sampel to make liquided, isolationed and observationed after six days. and The results shows that there are eight species of fungi that infect the disease. There of them are nature phatogen for Eucalyptus sp, they are Curvularia, Fusarium, Verticillium.

(5)

ABSTRAK

TRI SUCI. D. HARAHAP. INVENTARISASI FUNGI TANAH PENYEBAB PENYAKIT PADA PERTANAMAN Eucalyptus spp (STUDI KASUS DI PT. TOBA PULP LESTARI, PORSEA SUMATERA UTARA). DIBIMBING OLEH Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan Dr. DWI SURYANTO, MSc.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis fungi tanah penyebab penyakit yang menyerang pertanaman Eucalyptus spp., mendeskripsikan fungi tanah dan penyakit pada Eucalyptus spp. Sampel penelitian diperoleh dari PT. Toba Pulp Lestari, Porsea Sumatera Utara, sampel tanah yang diambil berasal dari pertanaman E. grandis x E. urophylla. Dilakukan pengenceran terhadap sampel tanah, diisolasi dan dilakukan pengamatan setelah enam hari. Hasil menunjukkan bahwa terdapat delapan jenis fungi yang diduga dapat menyebabkan penyakit . Tiga spesies diantaranya merupakan patogen alami bagi pertanaman Eucalyptus, yaitu Curvularia sp, Fusarium sp dan Verticillium sp.

(6)

Judul Skripsi : Inventarisasi Fungi Tanah Penyebab Penyakit Pada Pertanaman Eucalyptus spp.

(Studi Kasus Di PT. Toba Pulp Lestari, Porsea Sumatera Utara).

Nama : Tri Suci D. Harahap NIM : 031202016

Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Selawat

teriring salam kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang merupakan

pembawa risalah kebenaran dan tauladan umat manusia di muka bumi.

Skripsi ini berjudul “Inventarisasi Fungi Tanah Penyebab Penyakit

Pada Pertanaman Eucalyptus (Studi kasus di P.T Toba Pulp Lestari, Tbk.

Porsea, Provinsi Sumatera Utara)”. Skripsi disusun sebagai satu syarat untuk

mendapat gelar sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS dan Bapak Dr. Dwi Suryanto, MSc selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan menjadi masukan bagi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk untuk mengantisipasi dan

mencegah terserangnya penyakit yang disebabkan oleh fungi tanah yang dapat

(8)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Eucalyptus spp ... 5

Taksonomi Eucalyptus spp ... 5

Penyebaran Eucalyptusspp ... 5

Persyaratan Tempat Tumbuh ... 6

Penyakit pada Tanaman Eucalyptusspp ... 7

Definisi Penyakit Tanaman Hutan ... 7

Penyakit Pada Tanaman Eucalyptusspp ... 9

Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Jamur Tanah ... 13

BAHAN DAN METODE Sejarah Singkat PT.Toba Pulp Lestari ... 22

Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari ... 23

Topografi ... 24

Iklim ... 24

Kondisi Umum Sektor Tele ... 25

Letak Geografis Sektor Tele ... 25

Struktur Organisasi ... 25

Kondisi Sosial dan Budaya ... 26

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 27

Hasil Isolasi dan Identifikasi ... 27

Deskripsi Fungi Hasil Penelitian ... 27

Pembahasan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data hasil isolasi dan identifikasi…... ………. 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Segitiga penyakit ... 8

Gambar 2. Kanker dan penyakit pink pada Eucalyptus ... 10

Gambar 3. Lokasi Pengambilan Sampel pada tahun tanam 2003 ... 19

Gambar 4. Biakan cendawanpada PDA dan Curvularia sp ... 28

Gambar 5. Biakan cendawan pada PDA dan Trichoderma sp ... 30

Gambar 6. Biakan cendawan pada PDA dan Alternaria sp ... 31

Gambar 7. Biakan cendawanpada PDA dan Aspergillus sp ... 32

Gambar 8. Biakan cendawan pada PDA dan Fusarium sp ... 33

Gambar 9. Biakan cendawan pada PDA dan Penicillium sp ... 34

Gambar 10. Biakan cendawan pada PDA dan Rhizopus sp ... 35

(12)

ABSTRACT

TRI SUCI. D. HARAHAP. INVENTORY SOIL OF FUNGI AS THE CAUSE THAT ATTACK OF Eucalyptus spp. (PROCEEDING IN PT. TOBA PULP LESTARI, PORSEA NORTH SUMATERA). GUIDED BY Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS AND Dr. DWI SURYANTO, MSc.

The purpose of this research is inventory of various species fungi in soil as the cause of disease that attack of Eucalyptus spp trees, describe about soil fungi and disease of

Eucalyptus sp. Sampel research obtained from PT. Toba Pulp Lestari, Porsea North Sumatera, the soil sampel obtained from crossing of E. grandis x E. urophylla. The soil sampel to make liquided, isolationed and observationed after six days. and The results shows that there are eight species of fungi that infect the disease. There of them are nature phatogen for Eucalyptus sp, they are Curvularia, Fusarium, Verticillium.

(13)

ABSTRAK

TRI SUCI. D. HARAHAP. INVENTARISASI FUNGI TANAH PENYEBAB PENYAKIT PADA PERTANAMAN Eucalyptus spp (STUDI KASUS DI PT. TOBA PULP LESTARI, PORSEA SUMATERA UTARA). DIBIMBING OLEH Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS dan Dr. DWI SURYANTO, MSc.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis fungi tanah penyebab penyakit yang menyerang pertanaman Eucalyptus spp., mendeskripsikan fungi tanah dan penyakit pada Eucalyptus spp. Sampel penelitian diperoleh dari PT. Toba Pulp Lestari, Porsea Sumatera Utara, sampel tanah yang diambil berasal dari pertanaman E. grandis x E. urophylla. Dilakukan pengenceran terhadap sampel tanah, diisolasi dan dilakukan pengamatan setelah enam hari. Hasil menunjukkan bahwa terdapat delapan jenis fungi yang diduga dapat menyebabkan penyakit . Tiga spesies diantaranya merupakan patogen alami bagi pertanaman Eucalyptus, yaitu Curvularia sp, Fusarium sp dan Verticillium sp.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu dewasa ini semakin mendesak, baik kayu pertukangan

maupun bahan baku industri lainnya. Kebutuhan kayu sebagai bahan baku dalam

pembuatan kertas baik dalam negeri maupun luar negeri terus mengalami

peningkatan. Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan bertambahnya

penduduk setiap tahun. Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan

tersedianya kayu yang mencukupi dengan memperhatikan keseimbangan alam.

Untuk mengatasi hal tersebut altrnatif pemecahan yaitu dengan pengembangan

Hutan Tanaman Industri (Khaerudin, 1993).

Luas total hutan tanaman di Indonesia lebih kurang 4 juta ha yang terdiri

atas 2 juta ha di pulau Jawa dan 2 juta ha di luar pulau Jawa. Penanaman di luar

pulau Jawa akan terus ditingkatkan dengan memperluas penanaman dari 2 juta ha

menjadi 7,4 juta ha pada masa yang akan datang. Pada Hutan Tanaman Industri

(HTI) umumnya banyak spesies-spesies yang ditanam seperti Acacia mangium,

Gmelina arborea, Paraserianthes falcataria dan Eucalyptus spp (Old., dkk. 2003).

Eucalyptus merupakan spesies terbesar ke dua di dunia yang ditananam

dalam Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Eucalyptus merupakan tanaman

eksotik yang berasal dari Australia dan mulai ditanam di PT. Toba Pulp Lestari

pada tahun 1989 yang dulunya masih bernama PT. IIU (Indorayon Inti Utama).

Eucalyptus merupakan tanaman eksotik (introduce) sebelum ditanam telah

dilakukan proses karantina yang memungkinkan Eucalyptus tersebut tidak

(15)

penyebab yang dicurigai sebagai faktor pembatas menurunnya kualitas tegakan

Eucalyptus adalah kehadiran organisme perusak dan agen-agen penyebab

penyakit pohon yang kemungkinan besar patogen-patogen tersebut berasal dari

tempat tumbuh (tanah).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka melakukan

pencegahan awal ataupun pengendalian terstruktur terhadap kehadiran agen–agen

penyebab kerusakan tegakan hutan adalah dengan melakukan tindakan monitoring

pengamatan, pengidentifikasian dan penilai tipe kerusakan, lokasi kerusakan dan

tingkat keparahannya sehingga sedini mungkin dapat dicari alternatif pencegahan

ataupun pengendalian (Sumardi dan widyastuti, 2004).

Kayu Eucalyptus digunakan antara lain untuk bangunan dibawah atap,

kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus korek api, bubur kayu

(pulp), kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi. Daun dan

cabang dari beberapa jenis Eucalyptus menghasilkan minyak yang merupakan

produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk,

parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Bunga beberapa jenis tanaman

lainnya menghasilkan serbuk dan nektar yang baik untuk madu. Beberapa jenis

ditanam sebagai tanaman hias (Latifah, 2004).

Menurut Rahayu (1999) penyakit pohon E. Urophylla antara lain bercak

daun (leaf spot disease), disebabkan oleh kelas Deuteromycetes, Macrophoma sp,

Curvularia sp, pestalotia, Gleosporium, Helmintosporium. Bercak daun umum

terjadi pada persemaian di lapangan. Gejala serangan berupa nekrotik pada daun

dengan bentuk bulat atau lonjon. Gejala serangan lebih lanjut adalah

(16)

mengakibatkan daun menjadi rontok dan berwarna kuning sehingga pada

akhirnya tanaman dapat menjadi kering dan mati.

Tipe kerusakan biasanya sangat spesifik dan masing-masing mempunyai

nilai yang spesifik pula. Kanker pada bagian batang memberikan resiko

kerusakan lebih tinggi dibanding dengan kerusakan oleh pembengkokan batang.

Lokasi kerusakan ditentukan berdasarkan atas kedudukan kerusakan pada bagian

batang pokok dan pada bagian tajuk. Batang pokok merupakan lokasi yang

mempunyai nilai kerusakan lebih tinggi dibanding bagian tanaman yang lain,

makin dekat dengan permukaan tanah maka nilai kerusakan makin tinggi.

Keparahan merupakan faktor lain yang menentukan nilai penting suatu

kerusakan. Batas minimalnya ditentukan berdasarkan atas proporsi bagian

tanaman yang rusak. Kanker batang yang lebar luka terbesarnya lebih dari 20%

lingkar batang tempat kanker terjadi akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman

selanjutnya (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

Menurut Stipes (2000) beberapa penyakit pada tegakan Eucalyptus yang

disebabkan oleh patogen yang berasal dari tanah adalah penyakit layu yang

disebabkan oleh cendawan Verticillium sp, kanker batang dan penyakit pink

disebabkan oleh cendawan Phytium sp, Phythoptora sp dan Nectria sp dan

penyakit cendawan akar merah disebabkan oleh cendawan Ganoderma sp.

Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui ada atau tidaknya patogen-patogen tanah yang menyerang pertanaman

Eucalyptus di PT. Toba Pulp Lestari, dan menginventarisasi patogen-patogen

(17)

Tujuan

1. Mengetahui jenis-jenis fungi tanah penyebab penyakit yang menyerang

tanaman Eucalyptus spp.

2. Mendeskripsikan fungi tanah dan penyakit pada tanaman Eucalyptus spp.

Manfaat Penelitian

1. Pendukung informasi atupun masukan bagi PT. Toba Pulp Lestari

mengenai jenis-jenis cendawan tanah yang menyebabkan penyakit pada

pertanaman Eucalyptus spp., sehingga dapat digunakan sebagai bahan

acuan untuk metode pengendalian yang tepat untuk penyakit tersebut.

2. Sebagai informasi bagi perusahaan-perusahaan HTI yang akan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Eucalyptus spp

A. Taksonomi

Tanaman Eucalyptus spp. merupakan anggota suku Myrtaceae, marga

Eucalyptus dengan jenis Eucalyptus spp. Jenis-jenis yang sudah dikenal umum

antara lain Eucalyptus alba (ampupu), E. deglupta, E. grandis, E. plathyphyla, E.

saligna, E. umbellate (Khaerudin,1993). Jenis lain seperti E. camadulensis,

Eucalyptus pelita, E. tereticornis dan E. torreliana (Khaerudin,1993).

B. Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus

Daerah penyebaran meliputi Australia, New Britian , Papua dan Tasmania.

Namun ada juga beberapa spesies yang ditemukan di Irian Jaya, Sulawesi, Nusa

Tenggara Timur dan Timor Leste. Marga Eucalyptus terdiri dari sekitar 500 jenis

pohon dan perdu ( Khaerudin, 1993).

Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di

Australia. Hanya ada 2 jenis yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi,

Nusa Tenggara dan Philipina) yaitu E. urophyla dan E. deglupta. Beberapa jenis

menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian timur. Keragaman

tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian

baratdaya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah penyebaran alami,

misalnya di kawasan Malesia, juga di benua Asia, Afrika bagian tropika dan

subtropika, Eropa bagian selatan, Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Latifah,

(19)

Tanaman Eucalyptus bertajuk tidak rapat, tinggi bervariasi menurut

jenisnya. Jenis ampupu tinggi dapat mencapai 35 meter dengan diameter 120 cm,

jenis hue tingginya dapat mencapai 25 m dengan diameter 80 cm, sedangkan jenis

leda tingginya dapat mencapai 40 m dengan berdiameter 125 cm. Eucalyptus

mempunyai musim berbunga yang berbeda satu dengan yang lainnya. E. deglupta

berbunga bulan April-Juli, E. pathyphylla berbunga bulan Juli-November, E. alba

berbunga bulan Oktober, E. saligna berbunga bulan September-Desember, E.

grandis berbunga bulan Januari-Agustus, E. umbellate berbunga bulan

Agustus-Oktober. Biji Eucalyptus tergolong sangat halus, kecil dan lembut. Jumlah per

kilogram untuk setiap jenis berbeda-beda. Jenis hue tiap kg mengandung 850.000

biji, jenis leda 11 juta biji, jenis saligna 702.000 biji, dan jenis ampupu

mengandung 2,5 juta biji (Khaerudin, 1993).

Menurut Nurcahyaningsih (2004) Eucalyptus pelita merupakan jenis

tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan Hutan

Tanaman Industri (HTI). Ukuran pohon bervariasi dari pohon kerdil dengan

percabangan yang banyak sampai pohon besar dengan tinggi mencapai 10 m

dengan diameter lebih dari 100 cm.

C. Persyaratan Tempat Tumbuh

Umumnya Eucalyptus spp tumbuh baik pada jenis tanah alluvial kecuali E.

saligna yang memerlukan jenis tanah podsol, kelembaban tinggi dan tergenang

air. Jenis E. deglupta tumbuh baik pada tanah alluvial subur, bertopografi datar

dan rendah serta waktu hujan tanahnya tergenang kemudian mengering.

(20)

dan saligna dapat tumbuh pada ketinggian antara 0-100 mdpl, sedangkan untuk

jenis ampupu dan grandis ketinggian tempat yang sesuai masing-masing 600-2300

mdpl dan 0-800 mdpl. Untuk tumbuh baik Eucalyptus menghendaki iklim yang

berbeda-beda menurut jenisnya. Jenis ampupu dan hue menghendaki daerah

beriklim kering dan tipe iklim C,D, dan E menurut Schmidt dan Ferguson. E.

grandis dan E. saligna menghendaki tipe iklim C dan D, sedangkan jenis leda

menghendaki iklim tipe A ( Khaerudin, 1993).

Penyakit Pada Tanaman Eucalyptus spp

A. Definisi Penyakit Tanaman Hutan

Ilmu penyakit hutan adalah ilmu yang mempelajari tentang (1) hal-hal yang

menyebabkan pohon menjadi sakit (biotik dan kondisi lingkungan), (2)

mekanisme faktor-faktor tersebut sehingga menyebabkan penyakit, (3) interaksi

antara inang dan patogen atau penyabab lain (faktor fisik, lingkungan atau kimia),

dan (4) metode pengelolaan pencegahan dan pengurangan kerugian akibat

penyakit.

Penyakit tumbuhan adalah suatu perubahan atau penyimpangan dalam satu

atau lebih bagian dari rangkaian proses fisiologi penggunaan energi yang

mengakibatkan hilangnya koordinasi dalam inang (host). Termasuk di dalamnya

gangguan dan kemunduran aktivitas seluler, yang biasanya ditunjukkan oleh

perubahan morfologi inang yang disebut gejala (symptom) (Widyastuti dkk,

2005).

Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan

(21)

dan interaksi keduanya. Apabila dilakukan, maka penyakit sebenarnya merupakan

hubungan segi empat antar faktor patogen, faktor inang, faktor lingkungan

fisik/kimia dan lingkungan biologi, serta manusia sehingga disebut segi empat

penyakit.

Gambar 1. Piramida Penyakit yang menghubungkan faktor-faktor patogen.

Jadi penyakit hutan merupakan gabungan antara empat faktor yaitu

manusia, patogen, lingkungan dan inang yang saling terkait dan berinteraksi

sebagai berikut: (1) patogen berinteraksi dengan inang melalui proses-proses

parasitisme dan patogenesis, dan sebaliknya inang berinteraksi dengan patogen

dalam hal penyediaan makanan dan ketahanan selain itu patogen berinteraksi

dengan lingkungan fisik dalam pengeluaran racun, pengurasan makanan, dan

sebaliknya lingkungan fisik memberikan tidak hanya fasilitas kelembaban, suhu

dan hara tetapi juga racun, (2) lingkungan fisik berinteraksi dengan tumbuhan

dalam proses penyakit abiotik dan pra-disposisi dan sebaliknya inang berpengaruh

terhadap lingkungan fisik berupa pemberian naungan, dan eksudat, serta

pengurasan hara dan air, (3) inang memfasilitasi parasit skunder dan populasi

lingkungn biologi, dan sebaliknya biologi dapat menjadi parasit skunder serta

simbion, (4) patogen berinteraksi dengan lingkungan biologi melalui parasitisme Manusia

Lingkungan

(22)

(alternatif), dan sebaliknya lingkungan biologi dapat memparasit patogen, (5)

lingkungan fisik memberikan fasilitas suhu, kelembaban, makanan dan juga racun

kepada lingkungan biologi, dan sebaliknya lingkungan menguras hara serta

mengeluarkan antibiotik ke dalam lingkungan fisik, (6) manusia melakukan

kegiatan dalam pengelolaan tegakan hutan termasuk pembalakan (hutan alam),

penentuan jarak tanam, pencampuran jenis, penjarangan, penentuan jenis tanaman

sela, pemanfaatan mikroorganisme yang berguna untuk pembentukan mikoriza,

Rhizobium, Trichoderma (Widyastuti dkk, 2005).

B. Penyakit pada Tanaman Eucalyptus

Beberapa penyakit yang menyerang tanaman Eucalyptus spp di seluruh

dunia antara lain: kanker Coniothyrum, penyakit pink, busuk akar, rengas atau

riyuh atau rayap (Coptotermes curvignatus), cendawan akar putih, cendawan Akar

merah, damping off, hawar daun dan bercak daun.

1. Kanker Coniothyrum

Penyakit yang sangat merusak jenis pohon Eucalyptus yang disebabkan

oleh jamur Coniothyrium zuluense. Penyakit ini pertama kali dikenal di Afrika

Selatan pada tahun 1989. Infeksi yang disebabkan oleh C. zuluense pada awalnya

hanya mengakibatkan noda nekrotik pada batang dan akar. Kemudian

lama-kelamaan kanker tersebut meluas sehingga mengurangi kualitas kayu yang pada

akhirnya akan menyebabkan kematian pada pohon. Batang yang terinfeksi akan

membatasi pengelupasan kulit sebelum pembuatan bubur kertas sehingga akan

meningkatkan pekerjaan dan biaya. Jamur ini menginfeksi dengan cara

(23)

2. Penyakit Pink

Karakteristik umum penyakit ini adalah kematian pada cabang, kanker

pada batang, produksi tunas epikormik, pruduksi pertumbuhan miselium pink

pada jaringan pohon yang terinfeksi tersebar secara cepat sehingga akan

menyebabkan kematian pada pohon. Penyakit ini pertama kali ditemukan di

Ethiopia yang disebabkan oleh jamur Erythricium salmonicolor jamur ini barasal

dari famili Corticiceae yang banyak menyerang tanaman perkebunan seperti kopi,

karet, cokelat, teh dan semua jenis akasia. Penyakit ini merupakan penyakit yang

serius di India dan Brazil (Old dkk, 2003).

Gambar 2. Kanker dan penyakit pink yang menyerang Eucalyptus spp.

3. Busuk akar

Bagian tanaman yang diserang adalah banir dan akar. Pada kulit terdapat

benang-benang berwarna putih yang apabila dibasahi berwarna kunig dan rontok,

ranting mati. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi busuk akar,

yaitu yang sakit ditebang, tunggak dan akar dibongkar (Irwanto, 2007).

4. Rengas, rinyuh atau rayap (Coptotermes curvignatus)

Bagian yang diserang oleh rayap ini adalah batang dan akar. Rayap mulai

menyerang dari akar samping atau akar tunggang. Tanda yang lain dapat dilihat

(24)

mengatasinya dapat dilakukan dengan menghancurkan sarangnya atau

mencampur insektisida tertentu di sekitar tanaman misalnya dieldrin atau aldrin

(Irwanto, 2007).

5. Cendawan akar putih (Corticium salmonicolor).

Bagian yang diserang biasanya bagian bawah dari cabang dan ranting.

Bagian tersebut akan lama kelamaan menjadi merah jingga. Kulit pohon dibawah

benang menjadi belah dan busuk. Cara untuk mengatasinya dengan

memperbanyak masuknya udara dan sinar matahari. Serangan yang masih baru

diberi fungisida kemudian dikupas dan dibakar. Apabila serangan sudah lanjut,

pohon ditebang dan dibakar (Irwanto, 2007).

6. Cendawan akar merah (Ganoderama pseudoferreum)

Akibat serang cendawan ini pohon menjadi layu dan merana. Bila

serangan sudah lanjut pohon akan mati. Cara mengatasinya dengan menebang

pohon yang sakit, membongkar tunggak dan akarnya dibakar atau dengan

menggunakan fungisida pada bekas tanaman pohon yang diserang (Irwanto,

2007).

7. Damping off (rebah kecambah)

Penyakit ini menyerang tanaman sewaktu masih dipembibitan. Penyakit

ini disebabkan oleh jamur Phytium dan Fusarium spp. Penyakit ini dapat

dikendalikan dengan teknik pembibitan yang tepat (pengontrolan kualitas tanah,

kadar air dan kondisi lingkungan sekitar persemaian) dan dapat dikendalikan

(25)

8. Hawar daun

Penyakit ini menyerang tanaman pada tingkat pancang yang disebabkan

oleh jamur Cylindrocladium sp, Kirramyces sp. Hawar daun dan bercak daun

adalah penyakit menular yang terjadi apabila curah huajn tinggi dan daerah

lembab. Merupakan penyakit beresiko di Asia Tenggara dan bagian lain dunia.

Telah ada penggunaan alat untuk memprediksi tingginya resiko terhadap areal

dengan curah hujan tahunan > 1400 mm/tahun dan suhu minimum (terendah) dari

bulan terdingin > 16°C. Penyebaran penyakit disebarkan dengan konidia dalam

jumlah sangat besar diatas permukaan daun. Selama hujan lebat, spora-spora

tersebut dipercik keudara dan terjangkit dekat pohon-pohon.

Spesies Cylindocladium biasanya dapat bertahan dalam tanah karena

adanya dinding tebal chlamidospora dan propagulnya yang melakukan penularan

pertama di bawah tegakan Eucalyptus. Penularan biasanya muncul pada daun dari

cabang bawah dan menyebar sampai mahkota. Penyakit paling nyata ditemukan

dipersemaian batang-pohon, dimana serangan menjadi sangat luas (Old dkk.,

2003).

9. Bercak Daun penyakit ini menyerang tanaman pada tingkat semai dan pancang.

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Pestolatia sp, Curvularia sp,

Mycospphaerella spp. Jamur ini telah ditemukan pada negara-negara beriklim

sedang dimana Eucalyptus tumbuh secara luas tetapi pada daerah tropis hanya

(26)

C. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tanah pada tegakan

Eucalyptus.

Beberapa penyakit pada tegakan Eucalyptus yang disebabkan oleh patogen

yang berasal dari tanah adalah: penyakit layu, penyakit ini terdiri atas, Penyakit

Dutch, penyakit Oak Wilt, Verticillium Wilt, Mimosa Wilt, kanker batang dan

penyakit pink dan dan cendawan akar merah.

1. Penyakit layu

Penyakit layu disebabkan oleh jamur yang dengan cepat mengganggu arus

translokasi menghasilkan embun dan menyebabkan daun-daun menjadi layu, dan

sering juga menyebabkan kematian pohon dalam waktu yang cepat. Penyakit ini

tentu saja menghalangi transpirasi, seperti kanker mulut batang atau seperti

kebusukan akar yang luas, dapat juga menyebabkan kelayuan. Hal ini disebabkan

karena kemampuan jamur penyebab penyakit tersebut menyerang jaringan

vaskuler dan membuat kelompok unik. invasi ini kemudian berlanjut ke jaringan

xylem. Jika invasi jamur berjalan lambat, maka kelayuan tidak akan terjadi, dan

kematian pada pucuk terjadi pada waktu yang lama.

Jamur ini menyerang melalui tiga cara utama yaitu melalui pemberian

makan pada serangga vektor setelah cabang atas pohon terluka, melalui berbagai

luka di dinding akar, dan melalui gesekan akar antara pohon yang sakit dan sehat

yang sama jenisnya. Penyakit Dutch dan Wilt oak adalah dua contoh penting

penyakit layu di mana jamur dan vektor serangga sebagai agen penyebab,

sedangkan Verticillium wilt dan Mimosa wilt adalah dua contoh jamur tanah

(27)

umum, jamur yang menyebabkan penyakit layu adalah jenis jamur dari famili

Ascomycetes dan Deuterumycetes (Stipes, 2000).

a) Penyakit Dutch (penyakit ini terjadi di Eropa)

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ceratocytis ulmi. Gejala dari penyakit

ini adalah menguning dan menyebabkan kelayuan pada daun-daun dari beberapa

cabang bagian atas selama akhir musim semi sampai awal nusim panas sehingga

daun-daun akan mengalami kekeringan dan perubahan warna daun menjadi

cokelat dan akhirnya mati. Gejala ini kemudian berlanjut pada cabang yang lebih

besar dan sering juga menyerang keseluruhan pohon pada akhir musim panas.

Infeksi terjadi lebih cepat pada musim panas. Cabang yang terinfeksi akan

berubah warna menjadi cokelat akibat pelunturan yang berasal dari xylem.

Pelunturan yang sama juga dapat ditemukan pada ranting, cabang besar, batang,

dan kadang-kadang di (dalam) akar. Di dalam cabang pohon dan batang pohon

yang mati atau yang hampir mati sering ditemukan telur dan larva vektor serangga

(Stipes, 2000).

b) Penyakit Oak Wilt

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ceratocystis fagacearum. Penyakit ini

dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok oak merah dan oak putih. Adapun

ciri-ciri kelompok oak merah adalah terjadi karena sebagian daun yang terlambat

untuk bersemi, yang pada awalnya daun-daun tersebut berwarna hijau kemudian

menguning atau kecoklatan dari ujung hingga ke arah petiola. Daun-daun yang

absis terjadi secara serentak dan gejala daun-daun yang berguguran biasanya

dimulai dari bagian atas kemudian bergerak ke bagian bawah. Setelah semua daun

(28)

cabang utama. Kematian pada pohon sering terjadi pada akhir musim panas.

Pelunturan pada xylem ranting dan cabang jarang dijumpai pada kelompok oak

merah. Pada pohon yang mati akan tampak miselium jamur pada bagian xylem

(Stipes, 2000).

Kelompok oak putih: gejala yang terjadi tidak mencakup seluruh cabang

tapi hanya terjadi pada sebagian cabang-cabang kecil saja. kemunduran progresif

di atas terjadi pada beberapa musim dan menyebabkan kematian yang cepat,

walaupun beberapa kelompok pohon oak putih bisa memulihkan (Stipes, 2000).

c) Verticillium wilt

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Verticillium dahliae. Pohon yang

terserang sering terlihat layu dan mati pucuk. Gejala akut dari penyakit layu ini

adalah kerobohan terjadi secara cepat pada daun-daun yang berada di ranting.

Gejala ini sering didahului oleh daun, yaitu menghanguskan tepi-tepi daun, dan

produksi benih terganggu.. mati pucuk menunjukkan gejala kelayuan bukan saja

pada ranting yang berdaun tapi juga terjadi jika ranting-ranting yang tidak

berdaun pada musim semi. Kanker mulut juga dapat menyebar mulai dari batang

utama di sekitar cabang atau secara terpisah pada batang itu. Pecah menyalak

sering terjadi pada permukaan kanker mulut dan suatu lumpur cokelat-hitam

dapat mengalir dari garis tepi kanker mulut. Penurunan pertumbuhan pada

umumnya terjadi di bawah kanker mulut dan di bawah manapun bagian yang

mati. sebagai tambahan, cabang di bawah daerah ini juga sering memperlihatkan

(29)

d) Mimosa Wilt

Jamur yang menjadi penyebab dari penyakit ini adalah Fusarium

oxysporum. Gejala dari penyakit ini daun-daun menjadi layu, terdapat lingkaran

kuning, mati dan kemudian dengan cepat mengalami pergantian, satu cabang

suatu waktu bisa mati bahkan bisa terjadi secara keseluruhan. Kematian selalu

terjadi pada akhir musim pertumbuhan. Diskolorasi internal dari xylem terjadi

seperti pada penyakit verticillium wilt dan lebih mudah dideteksi pada daerah

perakaran dan area dinding penopang (Blanched and Terry, 1981).

2. Penyakit kanker batang dan penyakit pink

Penyakit ini telah ditemukan di Sumatera Utara. Kematian pohon-pohon

disebabkan oleh busuk akar telah sering terjadi dan patogen yang menyebabkan

penyakit ini adalah Phytium sp, Phythoptora sp dan Batryodiplodia sp (Nair,

2000). Pada tujuh tahun yang lalu penanaman Eucalyptus urophylla diuji K.S.S.N

di Sebulu, Kalimantan Timur, beberapa pohon di lahan tersebut ditemukan mati

yang disebabkan karena terserang penyakit akar. Kanker batang juga diamati pada

beberapa pohon. Kanker batang pada Eucalyptus disebabkan oleh Nectria sp

(Nazif dan Suharti dalam Nair, 2000).

3. Cendawan akar merah

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Genoderma pseudoferreum. Akibat

dari serangan jamur ini adalah menjadi layu dan bila serangan serangan sudah

lanjut pohon akan mati. Cara mengataisinya adalah dengan menebang pohon yang

sakit, membongkar tunggak dan akarnya dibakar dengan menggunakan fungisida

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lokasi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea dan

Laboratorium Fitopatologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan dari bulan April- Juli 2008.

Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang berasal dari

tegakan Eucalyptus spp, media PDA (Potato Dextrose Agar) sebagai media

tumbuh cendawan, air aquadest steril sebagai bahan pelarut, kantong plastik

sebagai wadah sampel, kertas label untuk pemberian nomor pada sampel, alkohol

70% sebagai bahan sterilisasi alat, metil blue sebagai bahan pewarnaan.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk

pengambilan sampel, gelas beker sebagai wadah isolasi, gelas preparat dan gelas

penutup sebagai wadah dalam pengamatan cendawan, cawan petri sebagi wadah

PDA, batang gelas sebagai pengaduk suspensi, mikroskop cahaya mengamati

ciri-ciri cendawan, pensil untuk mencatat data di lapangan dan di laboratorium,

kamera untuk dokumentasi, jarum ose untuk pengambilan miselia cendawan,

(31)

Metodologi Penelitian

1. Pengambilan Sampel Tanah

Tanah diambil di sekitar perakaran tanaman Eucalyptus spp sedalam 20-30

cm. Masing-masing contoh tanah memiliki bobot sekitar 75-100 g. Contoh-contoh

tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berbeda dan diberi

kertas label yang ditempatkan di dalam kantong plastik. Contoh-contoh tersebut

diletakkan di tempat yang sejuk atau disimpan dalam lemari es dengan suhu 4-8°C

selama beberapa hari, agar tidak terjadi pertumbuhan cendawan-cendawan

penyebab penyakit yang lain.

Sampel yang diambil sebanyak 20 kantong plastik yang terdiri dari dua

kelas umur yang berbeda namun berasal dari satu jenis klon Eucalyptus, yaitu

klon yang berasal dari persilangan antara E. grandis x E. urophylla . Sampel tanah

diambil sebanyak 10 kantong dari tegakan yang berumur 5 tahun (IND 1, tahun

tanam 2003) dan 10 kantong diambil dari tegakan yang berumur 3 tahun (IND 47,

tahun tanam 2005) .

Pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan membagi dua

dari luas kompartemen. Masing-masing luasan yang telah dibagi dua di tarik dua

garis diagonal. Setelah didapatkan lima titik, maka sampel yang diambil adalah

yang berasal dari lima titik tersebut sehingga didapatkan lima sampel untuk satu

luasan dari kompartemen yang telah dibagi dua dan untuk luasan seluruh

(32)

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada tahun tanam 2003

2. Isolasi Jamur

Isolasi jamur tanah dilakukan menggunakan teknik pengenceran yaitu

dengan mencuci 1g tanah kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker yang

berukuran 20 ml. Tanah tersebut ditambahkan air sampai 10 ml dan diaduk-aduk

sampai terbentuk suspensi. Setelah itu diambil 1ml suspensi ini dengan

menggunakan pipet tetes yang steril kedalam gelas beker yang telah diisi air steril

sebanyak 9 ml kemudian diaduk rata hingga tercipta lagi suspensi yang kedua.

Setelah itu diambil lagi 1 ml dari suspensi yang kedua dengan dan dimasukkan

kedalam gelas beker yang telah diisi air steril sebanyak 9 ml. Setelah proses

pengenceran ini selesai maka setengah dari hasil akhir dipindahkan kedalam

cawan petri steril yang berisi PDA (Potato Dextrose Agar) dan disebarkan dengan

menggunakan batang gelas steril. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi

selama 5-6 hari sampai terbentuk koloni-koloni cendawan. Setelah terbentuk

koloni-koloni cendawan kemudian dipisahkan koloni-koloni tersebut agar tidak

(33)

3. Pengamatan Laboratorim

Setelah 5-6 hari, bagian jamur diambil dengan menggunakan pinset yang

steril. Bagian jamur dimasukkan ke dalam cawan Petri, kemudian diletakkan di

atas gelas preparat yang telah diberi metil blue kemudian ditutup dengan gelas

penutup. Ciri-ciri makroskopik cendwan diamati, mencakup ciri-ciri koloni

(warna koloni dan diameter koloni). Ciri-ciri hifa (ada tidaknya sekat pada hifa,

tipe percabangan hifa) dan ciri-ciri konidianya (bentuk dan rangkaian konidia)

diamati dengan menggunakan mikroskop. Setelah diamati dibawah mikroskop,

kemudian dengan menggunakan buku identifikasi maka dapat diidentifikasi

jenis-jenis cendawan tersebut. Pengidentifikasian dengan menggunakan buku Diagnosa

Penyakit Tanaman karangan B. Rubert yang diterbitkan oleh University of

Arizona Press dan buku Pengenalan Kapang Tropik Umum karangan I. Gandjar

dkk yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia.

4. Pembuatan media PDA

Kentang 200 gram, air aquadest steril 1000 ml, agar-agar 15 gram dan

dekstrosa (glukosa) 10 gram disedikan dengan alat-alat yang digunakan. Kentang

dikupas, diiris-iris menjadi kecil, direbus dalam air 500 ml selama 1 jam.

Agar-agar 15 g dimasukkan ke dalam air rebusan kentang lalu dimasak sampai matang,

dan ditambah glukosa. Setelah matang campuran air rebusan kentang, agar-agar

dan dektrosa (glukosa) dituangkan ke dalam labu erlenmeyer dengan kapas steril.

Sterilisasi dilakukan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Media

kemudian diangkat dan didinginkan, setelah dingin dituang sedikit demi sedikit ke

(34)

5. Dokumentasi

Biakan murni tersebut kemudian didokumentasikan untuk menunjukkan

struktur cendawan. Dokumentasi dilakukan terhadap satu biakan atau lebih untuk

(35)
(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

1. Hasil Isolasi dan Identifikasi

Hasil isolasi dan identifikasi diperoleh delapan spesies cendawan antara

lain Curvularia sp, Trichoderma sp, Alternaria sp, Aspergillus sp, Fusarium sp,

Penicillium sp, Rhizopus sp dan Verticillium sp. Cendawan tersebut berasal dari

asal klon yang sama yaitu persilangan antara E. grandis dengan E. urophylla dan

berasal dari tahun tanam 2003 dan 2005. Data hasil isolasi dan identifikasi

selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Isolasi dan Identifikasi

Tahun

2. Deskripsi fungi hasil penelitian

a. Curvularia sp

Curvularia sp merupakan anggota famili Pleosporaceae termasuk ke

dalam filum Ascomycota. Spesies ini memiliki ciri-ciri dengan koloni berwarna

cokelat hingga hitam dan mirip beludru atau kapas, dan tidak membentuk

stromata. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana,

(37)

memucat, memiliki panjang 600 µ m, dan lebar 5-9 µm pada bagian basis.

Porokonidia bersepta empat, umumnya membengkok atau geniculate pada bagian

sel yang paling lebar dan paling cokelat, sel-sel yang ada di ujung berwarna lebih

hialin, dan berukuran (18-37)x(8-14) µm.

Curvularia bersifat heterotalik. Askomata terbentuk setelah perkawinan

pada stromata yang berbentuk kolumnar, pematangan askomata setelah 35 hari,

berwarna hitam, memiliki panjang 490-940 µm dan berbentuk seperti paruh

berostiol yang mencolok. Askus berbentuk silindris hingga gada, dan bertunika

tunggal. Askospora terletak meliuk dalam askus, berbentuk filiform dan

meruncing pada kedua ujungnya, berwarna hialin, bersepta 6-16, dan berukuran

(160-270)x(4-7) µm ( Gandjar dkk, 1999).

Curvularia banyak sekali ditemukan di daerah tropis, dan mudah diisolasi

dari tanah, udara, serasah, daun palem, serta tanah gurun. Spesies ini dapat

mengoksidasi aneka garam Mn, menghasilkan pigmen merah

(cynodontin)(Gandjar dkk, 1999). Cendawan ini menyebabkan penyakit bercak

daun terutama pada tanaman Eucalyptus dan mati kulit pada pohon (Widyastuti

dkk, 2005). Ciri khas bentuk konidia Curvularia sp dapat dilihat pada Gambar 4.

(A) (B)

(38)

b. Trichoderma sp

Trichoderma sp merupakan anggota famili Phialeporacea dan masuk

dalam filum Ascomycota. Spesies ini memiliki ciri-ciri yaitu, koloni semula

berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup

terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Sebalik koloni

tidak berwarna. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada

bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan ke arah ujung

percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang

terutama apeks dari cabang, berukuran18x2,5 µm. Konidia berbentuk semibulat

hingga oval pendek berukuran (2,8-3,2)x(2,5-2,8) µm, berdinding halus.

Klamidhospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua,

terletak interkalar dan kadang-kadang terminal, umumnya berbentuk bulat,

berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar dkk, 1999).

Trichoderma bersifat kosmopolit, dan dapat diisolasi dari tanah,

biji-bijian, kertas tekstil, rhizosfer kentang, gandum, rumput, jerami, serta kayu.

Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan suhu pertumbuhan optimum 15º-30ºC dan

maksimum 30-36ºC (Gandjar dkk, 1999). Fungi ini menyebabkan mati kulit dan

busuk akar (Widyastuti dkk, 2005). Ciri khas dari spesies ini dapat dilihat pada

(39)

(A) (B)

Gambar 5. (A) biakan fungi pada media PDA pada hari ke-14,(B) Trichoderma sp, (a)konidiofor, (b)sel-sel pembentuk konidia dan (c)konidia.

c. Alternaria sp

Alternaria sp merupakan anggota famili Dematiaceae dan masuk dalam

filum Deuteromycota yang memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih. Setelah satu

minggu inokulasi berubah menjadi hitam atau abu-abu kehitaman atau abu-abu

tua. Konidiofor bersepta satu hingga tiga, tampak sederhana atau bercabang, lurus

atau membengkok, kadang-kadang geniculate dengan satu atau beberapa pori

pada ujungnya, berukuran 50x(3-6) µm, berwarna cokelat dan berdinding halus

(Gambar 6). Konidia berwarna kecokelatan, berdinding halus atau sedikit kasar,

membentuk rantai yang seringkali bercabang, berbentuk obovate, obpyriform,

ovoid atau elips, dan sel yang paling ujung menyerupai paruh bebek, berukuran

(18-83)x(7-18) µm, memiliki septa transversal (maksimum 8) dan beberapa septa

longitudinal (Gandjar dkk, 1999). Spesies ini memiliki distribusi luas di seluruh

dunia, dan merupakan saprofit umum yang mudah diisolasi dari tanah, serasah,

aneka bagian tumbuhan, bahan pangan, tekstil, serta bulu dan saang burung.

Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 25º-30ºC, maksimum 31º-32ºC,

(40)

penyakit hawar daun pada buah dan sayur, staining (pewarnaan pada kayu) dan

kanker batang (Widyastuti dkk, 2005).

(A) (B)

Gambar 6. (A) biakan fungi pada media PDA pada hari ke-14,(B) Alterneria sp, (a)konidia, (b)konidiofor bersepta.

d. Aspergillus sp

Aspergillus sp merupakan anggota famili Eurotiaceae termasuk dalam

filum Ascomycota yang merupakan penghuni tanah yang umum, banyak

ditemukan di daerah tropis. Fungi ini menyebabkan penyakit pada biji dan

pembuluh pada kayu (Widyastuti dkk, 2005). Ciri khas dari Aspergillus adalah

koloni terdiri lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor berwarna cokelat

kekuningan yang makin gelap dengan bertambahnya umur koloni. Kepala konidia

berwarna cokelat kekuningan kekuningan tampak kompak, berbentuk kolumnar,

dan berukuran (150-500)x(30-50) µ m. Konidiofor berwarna hialin, dan

berdinding halus. Vesikula berbentuk semibulat, dan berdiameter 10-20 µ m.

Fialid terbentuk pada metula, dan berukuran (5-7)x(1,5-2,0) µm. Metula

berukuran (5-7)x(2,0-2,5) µm. Konidia berbentuk bulat hingga elips, berdiameter

(41)

(Gandjadkk, 1999). Untuk lebih jelas mengenai ciri dari Aspergillus ini dapat

dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

(A) (B)

Gambar 7. (A) biakan fungi pada media PDA pada hari ke-14,(B) Aspergillus sp, (a)konidiofor, (b)vesikel, (c)fialid, (d)konidia.

e. Fusarium sp

Fusarium sp merupakan anggota famili Hypocreaceae dan termasuk filum

Ascomycota yang merupakan patogen endemik pada pertanaman Eucalyptus yang

memiliki ciri-ciri koloni berwarna seperti kapas, kemudian menjadi seperti

beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak keunguan yang tampak

lebih kuat pada permukaan medium. Sporodokhia terbentuk hanya pada beberapa

strain. Koloni bagian belakang berwarna kekuningan hingga keunguan.

Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, dan membawa monofialid. Mikrikonidia

bersepta 0 hingga 2, terbentuk lateral pada fialid yang sederhana, atau terbentuk

pada fialid yang terdapat pada konidiofor yang bercabang pendek, umumnya

terdapat pada jumlah banyak sekali, terdiri dari aneka bentuk dan ukuran,

berbentuk ovoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan

strain, terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor yang bercabang atau

dalam sporodokhia, bersepta 3-5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok,

(42)

bersepta 3, dan berukuran (20)27-46(50)x3,0-4,5(5) µm. Khlamidospora terdapat

pada dalam hifa atau konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau kasar,

berbentuk semibulat dengan diameter 5,0-15 µm, terletak terminal atau interkalar,

dan berpasangan atau tunggal (Gandjar dkk, 1999).

(A) (B) (C)

Gambar 8. (A) biakan fungi pada media PDA pada hari ke-14,(B) Fusarium sp, (a)konidoifor, (b)mikrokonidia, (C)khlamidospora.

Fusarium bersifat kosmopolit, dan merupakan saprofit tanah tetapi dapat

bersifat patogen terhadap banyak tumbuhan. Spesies ini merupakan salah satu

spesies yang mempunyai arti ekonomi penting, dan dapat tumbuh dalam

lingkungan anaerob. Fungi ini dapat menyebabkan mati kulit, busuk akar dan

bercak daun pada tegakan Eucalyptus, dan penyakit pada biji pada berbagai jenis

pohon (Widyastuti dkk, 2005).

f. Penicillium sp

Penicillium sp merupakan anggota famili Eurotiaceae dan termasuk dalam

filum Ascomycota. Ciri-ciri dari cendawan ini adalah koloni berwarna putih

seperti beludru kasar dan lama-kelamaan berubah menjadi hitam. Tepi koloni rata.

Konidia lebat dan berwarna hijau keabu-abuan hingga hijau tua. Eksudat apabila

ada berwarna jingga hingga merah. Sebalik koloni berwarna merah atau merah

(43)

atau pada miselia tegak. Stipe dari konidiofor berukuran (70-300)x(2,5-3,5) µm

dan berdinding halus. Metula berukuran (10-14)x(2,5-3,0) µm dan membentuk

6-8 versitisil. Fialid berjumlah 5-7 pada setiap metula dan berukuran

10-12x(2,0-2,5) µm. Konidia berbentuk elips hinggá semibulat, berdinding tabal, memiliki

permukaan halus hinggá sedikit kasar, berukuran (3,0-3,5) µm, dan membentuk

kolom pendek yang tidak teratur (Gandjar dkk, 1999).

Penicillium dapat ditemukan di tanah hutan, tanah yang belum digarap,

dan tanah yang ditanami oleh kacang tanah, serta perkebunan buah. Selain itu,

spesies ini juga dapat diisolasi dari air yang terkontaminasi, lingkungan rawa,

serasah kubis (Rubert, 1999). Fungi menyebabkan penyakit pada biji dan

pembuluh pada kayu (Widyastuti dkk, 2005).

(A) (B)

Gambar 9. (A) biakan fungi pada media PDA pada hari ke-14,(B) Penicillium sp, (a)konidiofor, (b)metula, (b)fialid, (d)konidia.

g. Rhizopus sp

Rhizopus sp merupakan anggota famili Mucoraceae dan termasuk filum

Zygomycota yang mempunyai ciri-ciri koloni semula berwarna keputihan,

kemudian menjadi cokelat keabu-abuan disebabkan karena warna cokelat dari

sporangiofor dan warna kehitaman dari sporangia, serta tinggi seringkali

(44)

berkelompok 2-7 (umumnya 3-4), muncul dari stolon yang tidak berwarna hingga

berwarna cokelat gelap, berdinding halus atau agak kasar, dan berlawanan arah

dengan percabangan rhizoid. Sporangia berbentuk bulat hungga semibulat,

berdiameter 150-360 µm, dan berwarna cokelat kehitaman saat matang. Kolumela

berbentuk bulat, semibulat, atau ovoid, dan berdiameter (40) 70-160(250) µm.

Khlamidospora tidak terbentuk pada stolon, kadang-kadang ditemukan pada hifa

yang melekat pada medium (Gandjar dkk, 1999).

Rhizopus bersifat heterotalik. Zigospora berwarna hitam kecokelatan,

memiliki tonjolan-tonjolan kasar, ukuran suspensor tidak sama besar, dan

berdiameter (75) 150-200 µm. Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum

25º-26ºC, minimum 10ºC, dan maksimum 35º-37ºC (Rubert, 1999).

Rhizopus tersebar luas di dunia walaupun lebih sering terdapat pada

daerah yang lebih hangat. Cendawan ini dapat diisolasi dari tanah. Spesies ini

dapat menyebabkan busuk pada daerah perakaran pada tanaman ubi jalar dan

merambat lainnya dengan pertumbuhan cambang-cambang yang lebat (Widyastuti

dkk, 2005). Gambar 10(B) merupakan gambar dari Rhizopus sp.

(A) (B)

(45)

h. Verticillium sp

Verticilium sp merupakan anggota famili Hypocreaceae dan masuk dalam

filum Ascomycota yang merupakan patogen endemik bagi pertanaman Eucalyptus

dan merupakan agen dari penyakit layu, mati kulit dan busuk akar pada pohon

maple dan Eucalyptus (Widyastuti dkk, 2005). Ciri khas dari Verticillium ini

adalah koloni berwarna putih pada hari ke-7, kemudian kuning kecokelatan.

Bagian belakang koloni berwarna sama dengan permukaan koloni.pembentukkan

fialid dapat tunggal atau dalam satu atau dua kelompok pada hifa aerial, tampak

langsing, memiliki panjang 22-26 µ m, meruncing ke arah ujung dengan ukuran

1,2-1,5 µm hingga 0,4-0,5 µ m. Konidia bergerombol membentuk semacam kepala

yang berlendir, berbentuk elips, umumnya denagn suatu basis yang apiculate, dan

berukuran (3-4)x(1,5-2,0) µm. Diktiokhlamidospora terdapat banyak sekali,

terbentuk di antara miselia aerial yang panjang, berdiameter 9,0-12,0 µm, terdiri

dari suatu kelompok sel-sel berdinding tebal berjumlah 6-9, dan berdiameter

20-25 µm (Gandjar dkk, 1999).

Verticillium bersifat kosmopolit, dan telah diisolasi dari tanah hutan, tanah

berumput, tanah kebun, serta savana (Gandjar dkk, 1999).

(A) (B)

(46)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan yang didapatkan

didomonasi oleh filum Ascomycota, terdapat enam jenis fungi, yaitu Aspergillus,

Curvularia, Fusarium, Penicillium, Trichoderma dan Verticillium, satu jenis

cendawan berasal dari filum Zygomycota, yaitu Rhizopus, dan satu jenis cendawan

berasal dari filum Deuteromycota, yaitu Alternaria.

Filum Ascomycota meliputi kelompok cendawan terestrial, dan sebagian

besar adalah saprofit pada bahan organik, yang mengalami pelapukan. Namun

demikian banyak jenis ini yang bersifat parasitik pada pohon-pohon hutan dan

dapat menimbulkan kerugian besar. Ciri khas dari kelompok ini adalah cendawan

ini bereproduksi secara seksual dan menghasilkan 4, 8, 16, atau 32 askospora

dalam askus. Askus bisa dihasilkan secara tunggal atau berjejer-jejer dalam suatu

lapisan (pallisade). Askus dapat pula diproduksi dalam suatu tubuh-buah

berbentuk cawan tanpa ostiole (lubang keluar), yang harus pecah untuk

mengeluarkan spora-sporanya. Kelas Pyrenomycetes merupakan kelompok besar

yang meliputi banyak patogen penting. Hasil penelitian ini didapatkan tiga jenis

cendawan yang termasuk kelas Pyrenomycetes yaitu, Trichoderma yang berasal

dari tanaman yang berumur lima tahun, Fusarium dan Verticillium yang berasal

dari tanaman yang berumur dua tahun. Untuk kelas yang paling luas

penyebarannya dari dari filum ini adalah Plectomycetes, dari penelitian

didapatkan dua jenis fungi, yaitu Aspergillus dan Penicillium, keduanya

mempunyai askokarp yang tertutup, tetapi askusnya tersebar dan tidak dalam

(47)

kayu lapis yang terserang berwarna hitam, biru dan hijau dan menyebabkan

penurunan nilai produk kayu.

Filum Deuteromycota memiliki ciri khasnya adalah misselium

berkembang sempurna, bersepta, dan bercabang. Reproduksi seksual jarang

terjadi, tidak ada atau belum diketahui. Bila reproduksi aseksualnya telah

dikatahui maka bentuk perfeknya masuk kelas Ascomycetes dan Basidiomycetes.

Spora aseksual (konidia) dibentuk dalam konidiospora secara tunggal atau

berkelompok dalam struktur khusus yang dikenal sebagai piknidia dan aservuli.

Hasil penelitian ini hanya didapat satu jenis cendawan yang berasal dari filum ini

dan cendawan tersebut barasal dari kelas Deuteromycetes. Jenis cendawan yang

berasal dari filum Zygomycota juga didapatkan dari penelitian ini. Filum tersebut

memiliki ciri khas yaitu membentuk spora berdinding tebal yang disebut

zigospora yang terbentuk dalam zigosporangium yang merupakan hasil persatuan

dua gametangia. Ciri lain yaitu miselium tidak bersekat, dan reproduksi aseksual

melalui pembentukan sporangiospora.

Menurut Agrios (1996) bahwa rizosfer (lapisan tanah yang berhubungan

erat dengan akar) merupakan tempat yang kaya dengan bermacam-macam

populasi mikroflora dan fauna. Keberadaan mikroflora dan fauna ini dapat

mempengaruhi inokulum patogen yang terdeposito pada rizoplan (permukaan

akar). Rizoplan kaya senyawa metabolit yang dihasilkan oleh akar, dapat

digunakan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, rizoplan merupakan tempat

dengan aktivitas mikroba yang tinggi. Pada pepohonan yang lebih muda, lebih

banyak terdapat mikroba-mikroba tanah. Hal ini disebabkan pada bagian rizoplan

(48)

mampu mengubah nutrisi menjadi senyawa metabolit yang sangat disukai oleh

mikroba tanah, sedangkan pada pepohonan yang lebih tua lebih banyak

mengandung kapang dan yeast. Karena banyaknya mikroba tanah yang

beraktifitas di sekitar rizoplan hal ini menyebabkan semakin banyak ditemukan

penyakit akar atau sering disebut sebagai busuk akar pada hutan tanaman.

Penyakit tersebut terutama berkembang pada tegakan yang dibangun tidak pada

tempat tumbuh asalnya (jenis eksot). Dalam hal ini tegakan tidak mampu

beradaptasi dengan baik di tempat tumbuh yang baru. Hutan tanaman yang

dibangun dengan komposisi jenis tunggal dalam perkembangannya sangat rentan

terhadap infeksi busuk akar.

Menurut Widyastuti dkk (1999) bahwa cendawan hasil penelitian

berkemungkinan menyebabkan penyakit busuk akar, mati kulit, bercak daun, noda

atau pewarnana kayu, dan penyakit pada benih. Fusarium sp, Rhizopus sp,

Trichoderma sp dan Verticillium sp dapat menyebabkan penyakit busuk akar

Ciri-ciri penyakit ini adalah daun-daunnya menguning dan rontok mulai dari bawah.

Kerontokan ini bukan seperti gejala kerontokan alami (daun yang sudah tua).

Gejala pada bagian-bagian di atas tanah mirip dengan gejala yang disebabkan oleh

penyakit-penyakit akar pada umumnya.

Curvularia sp, Fusarium sp, Trichoderma sp dan Verticillium dapat

menyebabkan penyakit mati kulit. Gejala penyakit ini berupa keluarnya cairan

berwarna hitam dari kulit batang tanaman. Apabila pada bagian kulit batang yang

terserang yang berwarna hitam tersebut dikupas maka kayu di bawah kulit

tersebut berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan warna kulit yang sehat.

(49)

Curvularia sp dan Fusarium sp dapat menyebabkan penyakit bercak daun.

Penyakit ini menyerang tanaman pada tingkat semai. Gejala penyakit ini adalah

pengeringan daun yang diawali dari bagian pangkal dan menjalar ke ujung daun,

sehingga daun menjadi kering. Apabila intensitasnya cukup tinggi, maka serangan

cendawan akan menyebabkan kematian.

Alternaria sp dapat menyebabkan noda atau pewarnaan pada kayu. Gejala

pewarnaan sudah dapat dilihat pada kayu segar yang tertumpuk rapat dalam waktu

kurang dari satu minggu. Keadaan ini terjadi karena kayu yang baru ditebang

tidak dapat segera diangkut ke tempat pengerjaan lebih lanjut atau karena tidak

ada usaha pencegahan. Cendawan noda melakukan penetrasi melalui jari-jari

kayu dan lubang-lubang alamiah seperti noktah serta tumbuh sejajar dan

melintang arah serat. Warna yang terjadi adalah dari abu-abu , biru cerah, biru tua

dan hitam pekat dengan bentuk bermacam-macam, dapat berupa garis-garis,

bentuk-bentuk yang menyerupai lapuk atau noda yang mempunyai pola tidak

teratur. Pewarnaaan ini merupakan akibat pembiasan cahaya oleh massa hifa yang

berwarna lebih tua dari pada warna kayunya. Untuk pengendalian dapat dilakukan

penyemprotan fungisida.

Aspergillus sp, Fusarium sp dan Penicillium sp dapat menyebabkan

penyakit pada benih. Sebagian besar jenis cendawan yang menyerang buah dan

benih di lapangan memiliki spora yang membutuhkan kelembaban tinggi untuk

berkecambah, demikian juga untuk pertumbuhannya.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jenis-jenis cendawan yang didapat

pada hasil penelitian tidak semua jenis cendawan merupakan parasit endemik

(50)

pertanaman Eucalyptus adalah Curvularia sp, Fusarium sp dan Verticillim sp.

Fusarium merupakan salah satu jenis cendawan yang menyebabkan kerugian

secara ekonomis dan merupakan agen dari berbagai jenis penyakit, salah satunya

adalah busuk akar pada perkecambahan (damping-off), penyakit ini merupakan

salah satu penyakit pada pertanaman Eucalyptus yang mempunyai banyak inang

diantaranya Pythium sp, Phytopthora sp, Rhizozoctonia solani. Penyakit ini

menyerang pembibitan Eucalyptus dalam skala yang luas dan merupakan

penyakit penting pada pembibitan hutan tanaman. Patogen masuk melalui tanah

kemudian tumbuh dan berkembang biak pada biji yang dorman di dalam tanah,

kompos, atau media tanam lainnya. Cendawan ini merupakan jenis endemik pada

pembibitan dan monitoring merupakan kegiatan yang mungkin dilakukan untuk

meminimalisir serangan. Curvularia sp merupakan patogen endemik pada

pertanaman Eucalyptus sp. Cendawan ini biasanya banyak ditemukan pada

negara-negara beriklim sedang, sedangkan pada negara beriklim tropis jarang

sekali ditemukan terkecuali pada daerah yang pertumbuhan Eucalyptus nya luas.

Cendawan ini menyebabkan penyakit bercak daun pada pertanaman Eucalyptus

namun hanya pada tingkat semai dan pancang saja (Old dkk, 2003).

Verticillium juga merupakan parasit endemik pada pertanaman Eucalyptus.

cendawan ini menyebabkan penyakit layu. Hidup pada daerah tropik, subtropik

dan wilayah yang bersuhu hangat, diantaranya Brazil, China, Indonesia, Taiwan,

Thailand, Vietnam, Afrika Utara, Uganda dan Australia. Patogen ini masuk

melalui tanah, dan dan gejala penyakit berkembang lambat setelah dilakukan

(51)

dan layu, daun-daun berguguran, batang mati dan pertumbuhan terhenti (Old dkk,

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian didapatkan delapan jenis cendawan, yaitu Alternaria sp,

Aspergillus sp, Curvularia sp Fusarium sp, Penicilliun sp, Rhizopus sp,

Trichoderma sp, dan Verticillium sp.

2. Cendawan yang didapatkan dari penelitian didominasi oleh cendawan dari

filum Ascomycota, yaitu terdapat enam jenis cendawan yang merupakan

jenis cendawan terestrial dan sebagian bersifat saprofit, dan satu jenis dari

filum Zygomycota dan satu jenis dari filum Deuteromycota.

3. Dari hasil penelitian hanya tiga jenis cendawan yang merupakan cendawan

alami dari tegakan Eucalyptus, yaitu Curvularia, Fusarium sp dan

Verticillium sp.

SARAN

Diharapkan kepada mahasiswa yang berminat melanjutkan penelitian ini

untuk lebih memperbanyak sampel tanah dan dari berbagai klon yang ada di PT.

Toba Pulp Lestari tersebut, untuk mengetahui jenis-jenis cendawan dan

membandingkan cendawan tersebut, karena cendawan yang menyerang tanaman

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. University Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Blanched, O.R. and Terry, A.T. 1981. Fild and Laboratory Guide to Tree Pathologi. Academic Press. New York London Toronto.

Dephut. 2003. Teknik Persemaian dan Info Benih Eucalyptus pelita. Jakarta.

Gandjar, I. Robert, A. Karin, V. T. V. Ariyanti, O. Iman, S. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Harahap, R, Jayusman, dan Cica Ali.2000. ProsidingSeminar Peranan Kehutanan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Sumatera bagian Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pematang Siantar.

Irwanto. 2007. Kesehatan Hutan. www. Irwantoshut.Com [17 Januari 2008].

Khaerudin. 1993. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Latief, A.A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I. Bayumedia Publishing. Jakarta.

Latifah, S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil tegakan Eucalyptus gransidi Hutan Tanaman Industri. http:/www.library.usu.ac.id.

[11 Januari 2007].

Nair, K.S.S. 2000. Insects Pest and Diseases in Indonesia Forest an Assessment of the Major Threaths, Researc Effort and Literature. Center for International Forestry Researc. Bogor.

Nurcahyaningsih. 2004. Perbanyakan Eucalyptus pellita Secara Kultur Jaringan (Multiplication of Eucalyptus pellita in Vitro)

Old, K.M, Wingfield, M. J, Yuan, Z. Q. 2003. A Manual of Disease of Eucalyptus in South-East Asia. Center for International Forestry Research. Bogor.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: gejala, penyebab, dan teknik pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

(54)

Sumardi dan Widyastuti, S.M. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. University Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Stipes, R.J. 2000. Verticillium wilt Of Shade Trees. Virginia Tech.

(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Tri Suci. D. Harahap, dilahirkan di Asahan pada tanggal

17 Juni 1985 dari orangtua Bapak D. Efendi Harahap dan Ibu Rastini. Penulis

adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 148347 Tapanuli

Selatan dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama Swasta Darul Falah Labuhan Batu. Tahun 2000 penulis melanjutkan

Pendidikan Tingkat menengah pada sekolah yang sama. Tahun 2003 penulis lulus

dari SMU Darul Falah Labuhan Batu dan pada tahun yang sama penulis diterima

sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera (USU) pada

Program Studi Budidaya Hutan Departeman Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama menjalani kuliah di Program Studi Budidaya Hutan penulis pernah

aktif di berbagai organisasi diantaranya, anggota Departemen Kenaziran Badan

Kemakmuran Mushola (BKM) Baitul Asy-jaar kehutanan pada tahun 2005-2006

anggota Departemen Dana dan Usaha Badan Kemakmuran Mushola (BKM)

Baitul Asy-jaar kehutanan pada tahun 2006-2007, dan pada tahun yang sama

penulis juga menjabat sebagai anggota Departemen Kerohanian PEMA

(Pemerintahan Mahasiswa) Fakultas Pertanian, dan juga menjabat sebagai anggota

Departemen Minat dan Bakat HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) Departemen

Kehutanan dan pada tahun ini (2008-2009) penulis menjabat sebagai Deputi (Staf

Ahli) Bidang Peranan Perempuan SEMA (Senat Mahasiswa) Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan

(56)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Musi Hutan Persada (MHP),

Palembang. Tepatnya di Wilayah III. Lematang-Kabupaten Lahat dari tanggal 5

(57)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat Pendirian PT. Toba Pulp Lestari, Tbk

Yang melatarbelakangi berdirinya PT. Inti Indorayon Utama (IIU), Tbk.

yang sekarang sudah berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Adalah

untuk memenuhi peningkatan kebutuhan kertas dalam negeri yang masih diimpor

oleh beberapa negara. Berdasarkan laporan hasil penelitian Food and Agriculture

Organization (FAO) pada bulan juli 1954, menemukan dan merekomendasikan

daerah Sosorladang, Porsea sebagai salah satu lokasi strategis dan layak untuk

tempat pendirian pabrik pulp di Indonesia, dan sekarang menjadi lokasi berdirinya

Pabrik Pulp dan Rayon PT. Toba Pulp Lestari.

PT. Inti Indorayon Utama (IIU) berhenti beroperasi pada tahun 1998. Hal

ini disebabkan limbah yang dihasilkan dari pembuatan pulp didapatkan merusak

lingkungan hidup sekitar dan juga karena PT. Inti Indorayon Utama kurang

melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatannya. PT. Inti Indorayon Utama (IIU)

berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk disebabkan produk yang

dihasilkan sekarang hanya pulp saja sedangkan pada saat bernama PT. Inti

Indorayon Utama (IIU), perusahaan ini juga memproduksi rayon. Produksi rayon

dihentikan karena limbah hasil produksi rayon sangat merusak lingkungan hidup.

Perusahaan ini memiliki lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman

Industri (HPHTI) yang terletak di beberapa kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli

Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan dengan total

luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/KPTS-II/1992 seluas 269.060

(58)

Menhut No. 236/KPTS-IV/1984 seluas 15.763 ha yang berada di luar areal

HPHTI sehingga total areal berjumlah berjumlah 284.816 ha.

Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari, Tbk

PT. Toba Pulp Lestari Tbk terletak di desa Sosorladang, Kecamatan

Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Areal konsesi PT. Toba Pulp

Lestari Tbk terdiri dari 6 sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah

geografis yang terpisah, yaitu:

1. Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan H.

Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang dan Salak pada 2° 15’ 00”

- 2° 50’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 98° 50’ 00” BT.

2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidempuan, dan

Sipirok pada 1° 15’ 00” LU - 1° 50’ 00” LU dan 99° 13’ 00” BT - 99°

33’00” BT.

3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi

Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik dan Jorlang pada 2°

40’ 00” LU - 2° 50’ 00” LU dan 98° 50’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.

4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliputi

kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen dan Laguboti

pada 2° 7’ 00” LU - 2° 2’ 00” dan 99° 05’ 00” BT - 99° 18’ 00” BT.

5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi

(59)

Adian Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta dan Sorkam pada 1°

54’ 00” LU - 2° 15’ 00” LU dan 98° 42’ 00” - 98° 58’ 00” BT.

6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi

Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, Batang Toru pada 1° 30’ 00”

LU - 1° 55’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.

Topografi

Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300-1.900 meter dari

permukaan laut dengan topografi datar sampai curam (Cabang Dinas

Kehutanan-XII Toba samosir, 1998).

Iklim

Berdasarkan nilai Q yaitu ratio atau jumlah bulan kering (< 60

mm)/jumlah bulan basah (> 100 mm) x 100 %. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

Berada di daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba yang mempunyai tipe iklim

A dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1.554 mm sampai 2.155 mm. Curah

hujan bulanan tertinggi sebesar 293 mm terjadi pada bulan November dan yang

terendah sebesar 68 mm terjadi pada bulan Juni. Daerah penelitian berdasarkan

klasifikasi iklim Schdemidt dan Fergusson (1951) memiliki tipe iklim A (Sangat

basah) dengan curah hujan (rata-rata) 150 mm, bulan tertinggi pada bulan Maret

Gambar

Gambar 1. Piramida Penyakit yang menghubungkan faktor-faktor patogen.
Gambar 2. Kanker dan penyakit pink yang menyerang Eucalyptus spp.
Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada tahun tanam 2003
Tabel 1.  Data Hasil Isolasi dan Identifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Eucalyptus yang ada pada estate A dan B adalah 4 jenis dengan jenis tegakan Eucalyptus hybrid yang memiliki simpanan karbon yang paling tinggi dibandingkan dengan tegakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla) umur 7 tahun terhadap serangan rayap tanah, mengetahui besarnya retensi dan

FUNGI YANG BERPERAN DALAM PROSES BIODELIGNIFIKASI PADA JARINGAN KAYU MATI TANAMAN Eucalyptus sp..

Toba Pulp Lestari salah satu jenis hama yang sering terjadi pada tanaman Eucalyptus spp adalah uret.. Serangan uret ini banyak terjadi di Sektor Aek

Penyakit yang menyerang bagian daun pada tanaman Eukaliptus cukup banyak, diantaranya jamur embun hitam (Black mildow) yang tumbuh pada. permukaan daun dan batang, berwarna

Dengan 4000 spesies jamur karat, potensial kerusakan disebabkan oleh jenis organisme penyebab penyakit yang tidak dapat diperkirakan (Zumoidah, 2013).. Deskripsi Penyakit

yang pada akhirnya dapat terjadi blooming hama dan penyakit pada tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Semangun (2001) yang menyatakan bahwa.. pertanaman yang seragam

Selatan yang menyebabkan penyakit pada bagian bawah batang Eucalyptus. grandis dan