KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT
HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN Eucalyptus
spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA
SAMOSIR, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh
Klara A Sembiring 041202003/ Budidaya Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT
HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN Eucalyptus
spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA
SAMOSIR, SUMATERA UTARA
Oleh
Klara Adhykarini Sembiring 041202003/ Budidaya Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Usulan : Karakteristik Patogen Penyebab Penyakit Hawar Daun pada Bibit Tanaman Eucalyptus spp di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Nama : Klara Adhykarini Sembiring
NIM : 041202003
Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
Ketua Anggota
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS
Mengetahui,
Kepala Departemen Kehutanan
ABSTRAK
KLARA ADHYKARINI SEMBIRING. Karakteristik Patogen Penyebab
Penyakit Hawar Daun pada Daun Bibit Tanaman Eucalyptus spp. di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan
YUNASFI dan EDY BATARA MULYA SIREGAR
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab utama penyakit hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita, untuk mengetahui ketahanan jenis E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita terhadap patogen penyebab penyakit hawar daun, dan untuk mengetahui virulensi dari dua jenis patogen hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita. Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita dari pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Metode penelitian menggunakan teknik isolasi fungi, dan diinokulasikan kembali ke daun bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita yang sehat, kemudian dihitung intensitas serangan dan luas serangannya. Hasil menunjukkan bahwa terdapat dua jenis penyakit yang menyerang daun bibit tanaman yaitu hawar daun I dan hawar daun II. Hawar daun I disebabkan oleh fungi Pestalotia theae dan hawar daun II disebabkan oleh fungi Cylindrocladium reteaudii. Jenis tanaman yang paling tahan terhadap fungi patogen penyebab penyakit hawar daun adalah tanaman E. grandis x E. pellita yang dilihat dari rendahnya intensitas serangan yang terjadi yaitu 6,75 % pada minggu ke-2 sedangkan virulensi patogen penyebab penyakit hawar daun yang paling tinggi disebabkan oleh fungi Cylindrocladium sp. terhadap jenis tanaman E. grandis x E. pellita yang dilihat dari besarnya intensitas serangan yang terjadi yaitu 16,62 % pada minggu ke-4.
ABSTRACT
KLARA ADHYKARINI SEMBIRING. The Characteristic of Pathogen Cause
in Leaf Blight Disease Eucalyptus sp. Leaf in PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Toba Samosir Region, Porsea, North Sumatera. Under academic supervision by
YUNASFI and EDY BATARA MULYA SIREGAR.
The objective of this research is to know the main cause of leaf blight disease in E. grandis x E. urophylla and E. grandis x E. pellita, to know the Eucalyptus sp. resilience type to the pathogen cause by leaf blight, and to know the virulence of two types leaf blight pathogens in Eucalyptus seed. The research was done with the intake sample of Eucalyptus seed plants from the PT. TPL Tbk Nursery, Toba Samosir Region, Porsea, North Sumatera. The research method used the fungi isolation tecnic, and be reinoculated to the fresh Eucalyptus leaf seed plant, and then be calculated the attack intensity and wide attack. The result showed that there were two disease types thst attack the seed’s leaf that are first leaf blight and secod leaf blight. The first leaf blight was caused by Pestalotia theae Sawada fungi and the second leaf blight was saused by Cylindrocladium reteaudii fungi. The very hole up plant type to the pathogen cause in leaf blight disease is the Eucalyptus plant that were seen and low of attack intensity that happened is 67,5 % in the second week but the highest pathogen virulence cause the leaf blight affected by Cylindrocladium reteaudii to the Eucalyptus plant that was seen from the attack intensity is 16,62 % in the fourth week.
Key words: Eucalyptus sp., leaf blight, fungi, pathogen
RIWAYAT HIDUP
Klara Adhykarini Sembiring dilahirkan di Kabanjahe, Sumatera Utara
pada tanggal 22 Juli 1985, anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda M.
Sembiring dan Ibunda N. Kaban. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SD ST Yosef Sidikalang, pada tahun 2001 lulus dari
SLTP ST Paulus Sidikalang, pada tahun 2004 lulus dari SMU Negeri 1
Sidikalang, dan pada tahun yang sama penulis diterima kuliah di Universitas
Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departeman Kehutanan, Program Studi
Budidaya Hutan.
Selama kuliah penulis pernah menjadi Asisten Dasar Perlindungan Hutan,
Sub Penyakit Hutan, 2009. Penulis juga aktif dalam organisasi kampus seperti
Bendahara di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) pada tahun 2008. Penulis
melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman
Nasional Batang Gadis, Mandailing Natal pada bulan Juni 2006, dan
melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Riau Andalan
Pulp and Paper (RAPP) Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, pada bulan
Juni sampai Agustus 2008.
Penulis melakukan penelitian dari bulan November 2008 sampai April
2009 dengan judul “Karakteristik Patogen Penyebab Penyakit Hawar Daun pada
Daun Bibit Tanaman Eucalyptus spp. di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten
Toba Samosir, Sumatera Utara”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Yunasfi M.Si dan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Skripsi ini berjudul ” Karakteristik Patogen Penyebab Penyakit
Hawar Daun pada Bibit Tanaman Eucalyptus spp. di PT. Toba Pulp Lestari Porsea
Sumatera Utara.” Skripsi disusun sebagai satu syarat untuk mendapat gelar
sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab utama penyakit hawar
daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita, untuk mengetahui
ketahanan jenis E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita terhadap
patogen penyebab penyakit hawar daun, dan untuk mengetahui virulensi dari dua
jenis patogen hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E.
pellita.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Sembiring dan Ibunda N. Kaban,
dan adik-adikku Andhy, Leo, dan Sugito atas semua doa dan dukungannya
kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS
selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing, mengoreksi, memberikan saran dan kritik pada penulisan
skripsi ini.
3. Teman-teman angkatan 2004 di Departemen Kehutanan, khususnya
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna sebagai dasar
penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi
kemajuan dunia pendidikan khususnya dalam bidang kehutanan.
Medan, Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian... 3
Hipotesa Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Eucalyptus spp. ... 5
Taksonomi Eucalyptus spp ... 5
Syarat Tumbuh Tegakan Eucalyptus spp. ... 6
Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus spp ... 6
Penyakit pada Tanaman Eucalyptus spp ... 7
Defenisi Penyakit Tanaman Hutan ... 7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ... 9
Penyakit pada Tanaman Eucalyptus spp. ... 12
Identifikasi Penyakit Tanaman ... 15
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Pendirian PT. Toba Pulp Lestari... 18
Letak Geografis dan Astronomis ... 19
Topografi dan ketinggian Tempat ... 20
Iklim ... 20
Keadaan Fisik Hutan ... 21
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
Bahan dan Alat ... 23
Bahan ... 23
Alat ... 23
Metode Penelitian ... 23
Isolasi Fungi ... 24
Persiapan Bibit ... 27
Aplikasi Fungi untuk Postulat Koch ... 27
Pelaksanaan Inokulasi ... 27
Rancangan Penelitian ... 29
Perhitungan Intensitas Penyakit dan Luas Serangan ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 33
Deskripsi Penyakit ... 33
Gejala Penyakit di TPL ... 33
Patogen Penyebab Penyakit ... 34
Gejala Penyakit di Rumah Kaca ... 38
Uji Ketahanan dan Virulensi ... 41
Minggu I ... 41
Minggu II ... 41
Minggu III ... 43
Minggu IV ... 44
Pembahasan ... 46
Deskripsi Penyakit ... 46
Penyebab Penyakit ... 46
Intensitas Serangan dan Luas Serangan ... 47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
Saran ... 50
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Teknik kegiatan penelitian dari pengamatan gejala sampai
mendapatkan isolat fungi ... 26 2. Sungkup yang digunakan selama pelaksanaan pengujian ... 28 3. Gejala hawar daun I dan II yang menyerang daun bibit
Eucalyptus sp.di TPL ... 33 4. Karakteristik Pestalotia theae Sawada, A. Koloni fungi umur 14 hari pada media PDA; B. Konidiaspora fungi : setula (a),pedisel (tangkai konidia) tampak seperti ekor konidia (b) ... 36 5. Karakteristik Cylindrocladium sp., A. Koloni fungi umur 14 hari pada media PDA; B. Bentuk mikroskopis fungi : 3 sel mikro konidia dengan dengan perbesaran 40 x (a), klamidospora pada media PDA (b) ... 38 6. Gejala penyakit hawar daun I pada daun bibit tanaman
E. grandis x E. urophylla (A) dan E. grandis x E. pellita (B) ... 39 7. Gejala penyakit hawar daun II pada daun bibit tanaman
E. grandis x E. urophylla (A) dan E. grandis x E. pellita (B) ... 40 8. Perkembangan intensitas rata-rata serangan dan luas rata-rata serangan penyakit hawar daun pada bibit tanaman E. grandis x E. urophylla
dan E. grandis x E. pellita pada minggu ke-2 ... 42 9. Perkembangan intensitas rata-rata serangan dan luas rata-rata serangan penyakit hawar daun pada bibit tanaman E. grandis x E. urophylla
dan E. grandis x E. pellita pada minggu ke-3 ... 43 10. Perkembangan intensitas rata-rata serangan dan luas rata-rata serangan penyakit hawar daun pada bibit tanaman E. grandis x E. urophylla
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-2 ... 51 2. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Faktorial untuk Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-2 ... 52 3. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-3 ... 52 4. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Faktorial untuk Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-3 ... 54 5. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-4 ... 54 6. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Faktorial untuk Intensitas Serangan Penyakit pada Minggu ke-4 ... 54 7. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Luas Serangan Penyakit pada Minggu ke-2 ... 56 8. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Faktorial untuk Luas Serangan Penyakit pada Minggu ke-2... 56 9. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Luas Serangan Penyakit pada Minggu ke-3 ... 56 10. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Faktorial untuk Luas Serangan Penyakit pada Minggu ke-3... 57 11. Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial untuk
Luas Serangan Penyakit pada Minggu ke-4 ... 58 12. Tabel Anova Perhitungan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
ABSTRAK
KLARA ADHYKARINI SEMBIRING. Karakteristik Patogen Penyebab
Penyakit Hawar Daun pada Daun Bibit Tanaman Eucalyptus spp. di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan
YUNASFI dan EDY BATARA MULYA SIREGAR
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab utama penyakit hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita, untuk mengetahui ketahanan jenis E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita terhadap patogen penyebab penyakit hawar daun, dan untuk mengetahui virulensi dari dua jenis patogen hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita. Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita dari pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Metode penelitian menggunakan teknik isolasi fungi, dan diinokulasikan kembali ke daun bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita yang sehat, kemudian dihitung intensitas serangan dan luas serangannya. Hasil menunjukkan bahwa terdapat dua jenis penyakit yang menyerang daun bibit tanaman yaitu hawar daun I dan hawar daun II. Hawar daun I disebabkan oleh fungi Pestalotia theae dan hawar daun II disebabkan oleh fungi Cylindrocladium reteaudii. Jenis tanaman yang paling tahan terhadap fungi patogen penyebab penyakit hawar daun adalah tanaman E. grandis x E. pellita yang dilihat dari rendahnya intensitas serangan yang terjadi yaitu 6,75 % pada minggu ke-2 sedangkan virulensi patogen penyebab penyakit hawar daun yang paling tinggi disebabkan oleh fungi Cylindrocladium sp. terhadap jenis tanaman E. grandis x E. pellita yang dilihat dari besarnya intensitas serangan yang terjadi yaitu 16,62 % pada minggu ke-4.
ABSTRACT
KLARA ADHYKARINI SEMBIRING. The Characteristic of Pathogen Cause
in Leaf Blight Disease Eucalyptus sp. Leaf in PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Toba Samosir Region, Porsea, North Sumatera. Under academic supervision by
YUNASFI and EDY BATARA MULYA SIREGAR.
The objective of this research is to know the main cause of leaf blight disease in E. grandis x E. urophylla and E. grandis x E. pellita, to know the Eucalyptus sp. resilience type to the pathogen cause by leaf blight, and to know the virulence of two types leaf blight pathogens in Eucalyptus seed. The research was done with the intake sample of Eucalyptus seed plants from the PT. TPL Tbk Nursery, Toba Samosir Region, Porsea, North Sumatera. The research method used the fungi isolation tecnic, and be reinoculated to the fresh Eucalyptus leaf seed plant, and then be calculated the attack intensity and wide attack. The result showed that there were two disease types thst attack the seed’s leaf that are first leaf blight and secod leaf blight. The first leaf blight was caused by Pestalotia theae Sawada fungi and the second leaf blight was saused by Cylindrocladium reteaudii fungi. The very hole up plant type to the pathogen cause in leaf blight disease is the Eucalyptus plant that were seen and low of attack intensity that happened is 67,5 % in the second week but the highest pathogen virulence cause the leaf blight affected by Cylindrocladium reteaudii to the Eucalyptus plant that was seen from the attack intensity is 16,62 % in the fourth week.
Key words: Eucalyptus sp., leaf blight, fungi, pathogen
PENDAHULUAN Latar Belakang
Perusahaan HTI sering dihadapkan pada berbagai permasalahan dalam hal
pengelolaan kayu. Menurut Suprapti dan Krisdianto (2006) pada umumnya kayu
hutan tanaman memiliki diameter kecil, mudah diserang oleh fungi perusak kayu,
dan memiliki ketahanan alami yang lemah. Ketahanan kayu terhadap serangan
fungi merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kayu.
PT. Toba Pulp Lestari yang merupakan perusahaan HTI di Indonesia yang
memproduksi pulp atau bubur kertas yang menggunakan kayu Eucalyptus sp.
sebagai bahan bakunya. Sebagai produsen pulp terbesar PT. Toba Pulp Lestari
harus mempunyai ketersedian bahan baku kayu yang cukup untuk kelancaran
produksinya. Untuk itu penanganan kayu yang baik pada saat di areal pembibitan
sangat perlu diperhatikan.
Tanaman Eucalyptus sp. (Myrtaceae) telah banyak ditanam di beberapa
negara tropis, pada lahan yang luas. Spesies-spesies lain yang telah dicoba
penanaman dalam skala kecil, seperti E. camadulensis, E. grandis, E.pellita, E.
tereticornis, dan E. torreliana. Penanaman Eucalyptus spp. paling banyak
dilakukan di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Jambi) dan Kalimantan
(Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan) (Nair, 2000).
Eucalyptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan khusus
untuk tanah tempat tumbuhnya, sepanjang tahun tetap hijau dan sangat
membutuhkan cahaya. Kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi
tersebut menjadi dasar jenis tanaman, sehingga cenderung untuk dikembangkan
dan banyak ditanam (Latifah, 2004).
Penambahan penanaman Eucalyptus sp. dalam skala besar dan penanaman
pada lahan pertanian ditujukan untuk menghasilkan serat sebagai bahan baku
industri kertas. Selain itu Eucalyptus sp. dapat digunakan sebagai bahan bakar,
keperluan sehari-hari dan perabotan rumah tangga. Eucalyptus sp. Banyak
ditanam dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri. Hutan tanaman dapat
memberi hasil maksimal apabila dikelola dengan baik. Satu aspek diantara
beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan tanaman adalah
pemeliharaan terhadap serangan hama dan penyakit
(Nair, 2000).
Menurut Rahayu (1999) penyakit pohon Eucalyptus urophylla antara lain
bercak daun (leaf spot disease), disebabkan oleh fungi dari kelas Deutromycetes
seperti Macrophoma sp., Curvularia sp., Pestalotia, Gleosporium,
Helmintosporium sp. Bercak daun umum terjadi pada persemaian atau tanaman di
lapangan. Gejala serangan berupa nekrotik pada daun dengan bentuk bulat atau
lonjong. Gejala serangan lebih lanjut adalah terbentuknya hawar (blight) dan
berkembang ke seluruh bagian daun yang mengakibatkan daun menjadi rontok
dan berwarna kuning sehingga pada akhirnya tanaman dapat menjadi kering dan
mati.
Fungi merupakan penyebab penyakit paling umum, adalah jasad renik
yang tidak mengandung klorofil dalam struktur tubuhnya. Unit vegetatifnya
merupakan struktur satu sel atau benang hifa yang disebut miselium jika berada
Berdasarkan penelitian Nopanta (2003) ditemukan beberapa patogen
penyebab penyakit yang menyerang tanaman Eucalyptus sp. Penyakit yang
ditemukan antara lain hawar daun I yang disebabkan oleh fungi Cylindrocladium
sp., Phaeophleospora sp., Cryptosporiopsis sp., hawar daun II yang disebabkan
oleh Phaeophleospora sp., dan bercak daun yang disebabkan oleh
Mycrosphaerella spp. Pada daun terdapat tiga jenis patogen penyebab hawar daun
yang menunjukkan gejala yang sama. Oleh karena itu maka perlu diteliti apakah
terdapat gejala yang sama apabila fungi dari daun tanaman Eucalyptus sp. yang
terinfeksi, diinokulasikan kembali ke daun tanaman yang sehat.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab utama penyakit hawar daun pada
E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita.
2. Untuk mengetahui ketahanan jenis E. grandis x E. urophylla dan
E. grandis x E. pellita terhadap patogen penyebab penyakit hawar daun
3. Untuk mengetahui virulensi dari dua jenis patogen hawar daun pada
E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi atau masukan bagi PT. Toba Pulp Lestari tentang
penyebab penyakit pada daun bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan
E. grandis x E. pellita sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk metode pengendalian yang tepat untuk penyakit tersebut
2. Sebagai informasi bagi perusahaan-perusahaan HTI yang akan
3. Sebagai informasi dasar untuk menentukan teknik pengendalian patogen
yang menyerang daun Eucalyptus sp.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan jenis patogen sebagai penyebab utama penyakit hawar
daun pada E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita.
2. Terdapat perbedaan ketahanan kedua jenis E. grandis x E. urophylla dan
E. grandis x E. pellita terhadap patogen penyebab penyakit hawar daun
yang berbeda.
3. Terdapat perbedaan virulensi dari dua jenis patogen penyebab penyakit
Kerangka Pemikiran
Perluasan Hutan Tanaman Indonesia dengan menggunakan sistem
budidaya tanaman monokultur bertujuan meningkatkan produksi jenis kayu
tertentu untuk pemenuhan kebutuhan kayu baik pada industri pengergajian
maupun industri pulp ataupun industri lainnya. Namun, menurut Semangun
(2001) pertanaman yang seragam ini sangat rawan terhadap penyakit, hama, dan
gangguan cuaca. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas telah diperoleh satu
jenis penyakit yang menyerang daun tanaman Eucalyptus spp. yaitu hawar daun
yang disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. dan fungi Cylindrocladium sp.
Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian HTI di Toba Pulp Lestari
Jenis Tanaman Eucalyptus sp.
Hama Penyakit
Hawar Daun
Fungi Pestalotia sp. Fungi Cylindrocladium sp.
Kerangka Pemikiran
Perluasan Hutan Tanaman Indonesia dengan menggunakan sistem
budidaya tanaman monokultur bertujuan meningkatkan produksi jenis kayu
tertentu untuk pemenuhan kebutuhan kayu baik pada industri pengergajian
maupun industri pulp ataupun industri lainnya. Namun, menurut Semangun
(2001) pertanaman yang seragam ini sangat rawan terhadap penyakit, hama, dan
gangguan cuaca. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas telah diperoleh satu
jenis penyakit yang menyerang daun tanaman Eucalyptus spp. yaitu hawar daun
yang disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. dan fungi Cylindrocladium sp.
Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian HTI di Toba Pulp Lestari
Jenis Tanaman Eucalyptus sp.
Hama Penyakit
Hawar Daun
Fungi Pestalotia sp. Fungi Cylindrocladium sp.
TINJAUAN PUSTAKA Eucalyptus spp.
A.Taksonomi
Eucalyptus sp. merupakan tumbuhan endemik di Australia dan
kepulauan sebelah utara, Pulau Irian dan Philipina. Nama Eucalyptus urophylla
diberi oleh Dr. Blake. Nama urophylla berasal dari bahasa Yunani yaitu auro
yang berarti ekor dan phyla yang berarti daun (Khaerudin, 1993).
Tanaman Eucalyptus sp. merupakan famili Myrtaceae, terdiri atas
lebih kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai
mencapai ketinggian 100 meter. Batang umumnya bulat, lurus, tidak berbanir dan
sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan
banyak meloloskan cahaya matahari. Cabangnya lebih banyak membuat sudut ke
atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset
hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait.
Beberapa marga Eucalyptus dengan jenis Eucalyptus spp. Jenis-jenis yang sudah
dikenal umum antara lain E. deglupta, E. urophylla, E. camadulensis, E. grandis,
E. pellita, E. tereticornis, dan E. torreliana (Latifah,2004).
Kayu Eucalyptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap,
kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, bubur kayu
(pulp), kayu bakar. Beberapa jenis Eucalyptus digunakan untuk tanaman kegiatan
reboisasi. Daun dan cabang dari beberapa jenis Eucalyptus menghasilkan minyak
yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau
obat batuk, parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis
menghasilkan serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu. Beberapa jenis
Eucalyptus sp. ditanam sebagai tanaman hias (Sutisna, dkk, 1998).
B. Syarat Tumbuh Eucalyptus sp.
Jenis-jenis Eucalyptus terutama menghendaki iklim bermusim (daerah
arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Eucalyptus dapat
tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara
periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah
kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Eucalyptus dapat tumbuh
di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah
sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi
pertumbuhannya antara 0 - 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20° -32°C (Dirjen
Kehutanan, 1980).
C.Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus spp.
Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di
Australia. Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia
bagian timur. Jenis Eucalyptus banyak tersebar di daerah-daerah pantai New
South Wales dan Australia bagian barat daya. Daerah penyebaran Eucalyptus spp.
meliputi Australia, New Britania, Papua, dan Tazmania. Beberapa jenis juga
ditemukan di Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor-Timur
(Latifah, 2004).
Daerah penyebaran alami tanaman ekaliptus berada di sebelah timur garis
Walace mulai 7 0 LU sampai 43039 LS. Jenis-jenis ekaliptus dapat tumbuh pada
digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah miskin hara
sampai pada tanah yang subur (Irwanto, 2007).
Eucalyptus sp. dapat tumbuh dimana-mana, pertumbuhannya cepat,
pohonnya lurus, perakarannya dapat membentuk mikoriza yang merupakan
asosiasi antara fungi dan akar, selain itu kayunya dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat bubur kertas. Selain dalam pembangunan HTI, berbagai kegiatan
program penghijauan dan reboisasi juga menggunakan Eucalyptus sp. (Latifah,
2004).
Penyakit pada Tanaman Eucalyptus sp. A.Defenisi Penyakit Tanaman Hutan
Ilmu penyakit tanaman merupakan ilmu yang mempelajari
karakteristik, penyebab, interaksi tanaman dan patogen (biotik), dan lingkungan
(abiotik), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu
populasi atau individu tanaman, dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu
penyakit tanaman juga memiliki aspek, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang
diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut (Sinaga, 2003).
Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat
memberikan penjelasan dan penekanan terhadap peran faktor lingkungan terhadap
patogen, inang, lingkungan fisik dan lingkungan biologi, sehingga disebut piramid
penyakit (Sumardi dan Widyastuti, 2004).
Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat
melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi genetik terbaik
perkembangan sel yang normal, penyerapan air dan mineral dari tanah dan
mentranslokasikannya ke seluruh bagian tumbuhan; fotosintesis dan translokasi
hasil-hasil fotosintesis ke tempat-tempat penggunaan dan penyimpanannya,
metabolisme senyawa-senyawa yang disintesis; reproduksi dan penyimpanan
persediaan makanan untuk reproduksi (Semangun, 2001).
Menurut Yunasfi (2002), secara umum penyakit tumbuhan dapat
diklasifikasikan atau dikelompokan sebagai berikut :
I. Penyakit tumbuhan yang bersifat infeksi atau (parasit)
1. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
2. Penyakit yang disebabkan oleh prokariota (bakteri dan
mikoplasma)
3. Penyakit yang disebabkan oleh tumbuhan tinggi parasit
4. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan viroid
5. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda
6. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa
II. Penyakit non-infektif, atau abiotik (fisiopath) adalah penyakit yang disebabkan
oleh:
1. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
2. Kekurangan atau kelebihan kelembaban tanah
3. Kekurangan atau kelebihan cahaya
4. Kekurangan oksigen
5. Polusi udara
6. Defisiensi hara
8. Kemasaman atau salinitas
9. Toksisitas pestisida
10. Kultur teknis yang salah
Patogen mungkin menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara
sebagai berikut :
1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari
sel-sel inang untuk kebutuhannya
2. Menghasilkan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin,
enzim, atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya
3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan
pengangkut
4. Mengkonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak (Yunasfi, 2002)
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Bila penyebab penyakit adalah faktor lingkungan fisik atau kimia maka
biasanya penyakit menjadi makin berat dengan pertambahan waktu, sedang
kecepatan perkembangan tersebut beragam menurut jenis pohon, jenis faktor
penyebab penyakit serta seberapa jauh penyimpangan kondisi faktor penyebab
tersebut dari kondisi yang cukup baik untuk perkembangan pohon yang
bersangkutan. Makin besar penyimpangan jenis pohon tertentu, makin cepatlah
dan mungkin makin beratlah penyakit yang ditimbulkannya (Yunasfi, 2002).
a. Pengaruh Suhu
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 400C,
berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat
pertumbuhan yang berbeda.
b. Pengaruh Suhu Tinggi
Pada umumnya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas
kerusakannya apabila suhu lebih tinggi dari suhu maksimum untuk
pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum.
Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan pengaruh faktor
lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan
oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah.
c. Pengaruh Suhu Rendah
Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar
dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah titik beku menyebabkan berbagai
kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau
keseluruhan bagian tumbuhan herba, dan sebagian pepohohonan. Kerusakan yang
terjadi bervariasi tergantung pada tingkat penurunan suhu dan lama suhu rendah
tersebut berlangsung. Kerusakan awal hanya mempengaruhi jaringan vaskular
utama yang lebih meluas yang berselang-selang pada umbi akan menghasilkan
nekrosis. Tingkat kerusakan yang lebih umum, sebagian besar umbi menjadi
rusak, menghasilkan nekrosis yang disebut tipe bisul (blotch-type).
d. Pengaruh Kelembaban
Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab
terhadap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak
produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal
pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang di
bawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena kekurangan
kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning terang,
mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan
berlanjut tumbuhan layu dan mati.
2. Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi
Akibat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase
yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya
suplai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami
stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan
pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk
substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar
yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan
permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau
bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan. Drainase yang jelek menyebabkan
tumbuhan tidak vigor, seringkali menyebabkan layu dan daun berwarna hijau
pucat atau hijau kekuningan (Yunasfi, 2002).
C.Penyakit pada Tanaman Eucalyptus sp.
Pada pembibitan, semai Eucalyptus sp. sering diserang penyakit rebah
Penyakit busuk akar disebabkan oleh serangan Phytium sp., Phytophora sp., dan
Batryodiplodia sp. menyebabkan kematian pohon. Adapun serangan Nectria sp
dapat menyebabkan penyakit kanker batang (Nair, 2000).
Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan
tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh
satu jenis patogen akan tetapi dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang
datang atau muncul secara bersama ataupun berurutan. Hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya produksi hutan tanaman yang diusahakan
(Semangun, 2001).
Menurut Old, dkk (2003) ada beberapa penyakit penting yang sering
menyerang tanaman Eucalyptus sp. antara lain:
1. Jamur embun hitam (black mildew)
Penyebab dari penyakit ini adalah fungi dari marga Meliolales, , jenis
Meliola. Jenis Meliola biasanya tumbuh pada permukaan daun dan batang,
berwarna hitam, menyebar, membentuk koloni seperti beludru dengan diameter 1
cm. Pada umumnya serangan berat disebabkan oleh jamur. Kadang-kadang
menyerang batang dan ranting muda. Informasi mengenai akibat dari penyakit
jamur embun hitam ini pada pertumbuhan Eucalyptus spp. masih sangat sedikit.
2. Jamur hitam (Shoot blight)
Penyakit jamur hitam disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala
penyakit ini berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus spp., biasanya
tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang
menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar dengan
abu-abu diseluruh permukaan daun, atau luka seperti gabu-abus dan nekrosis pada jaringan
epidermis. Pucuk atau tunas muda yang diserang menjadi layu dan berwarna
hitam. Akibat dari penyakit menyebabkan luka semakin menyebar, khususnya
pada tanaman muda dan membuat serangan lebih hebat.
3. Foliar spot and foliar blight
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Cylindrocladium sp. yang merupakan
patogen yang menyerang tanaman lain selain Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp.
merupakan salah satu jenis dari marga Calonectria de Not. yang menyebabkan
penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar
tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam
jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Selama hujan lebat,
spora-spora tersebut dipercik ke udara dan menempel pada daun dan pohon-pohon lain.
Cylindrocladium sp. dapat hidup bertahan lama dalam tanah karena adanya
dinding tebal klamidiospora dan propagulnya. Penularan biasanya mulai dari daun
cabang bawah dan menyebar sampai ke mahkota. Gejala ditunjukkan pada daun
muda yang berwarna abu-abu dan mulai membusuk. Apabila dibiarkan dapat
berubah menjadi gejala nekrotik. Penyakit ini menjadi masalah utama pada
pertumbuhan Eucalyptus spp. di daerah yang tropis lembab.. Pencegahan penyakit
leaf blight dapat dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida. Pengendalian
melalui penyemprotan fungisida bergantung pada waktu yang tepat saat
penyemprotan dilakukan.
4. Penyakit daun Mycosphaerella
Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang
ditemukan pada tanaman Eucalyptus sp., karena banyak variasi gejala yang
ditunjukkan oleh infeksi Mycosphaerella, dengan hasil yang berbeda dalam hal
ukuran luka, warna dan morfologi. Daun yang terinfeksi akan berkembang
menjadi bintik dan bisul. Akibat dari penyakit ini adalah kesehatan pohon menjadi
rusak, tetapi itu tergantung serangan dari jamur Mycosphaerella, fisiologi tumbuh
jamur Mycosphaerella ataupun iklim tempat tumbuh jamur Mycosphaerella
tersebut.
5. Penyakit daun Phaeophleospora
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Phaeophleospora yang biasanya
terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang
ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun
dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila
satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan
penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit
tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman
hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di
bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada
semai di pembibitan.
6. Penyakit daun Pestalotia
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. Semangun (2000)
menyatakan bahwa serangan fungi Pestalotia pada daun lebar menimbulkan
gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang kemudian meluas ke tengah
daun. Serangan fase awal hamper selalu terjadi di ujung daun. Di duga bahwa
kecambah konidiaspora. Kurangnya informasi awal tentang Pestalotia sp. adalah
karena selama ini kelompok patogen tersebut dianggap tidak penting (patogen
minor) atau jarang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomis baik di bidang
pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. Namun demikian saat ini eksistensi
Pestalotia sp. ini harus sudah mulai diperhitungkan sebagai patogen yang
berpotensi berbahaya sejalan dengan telah terjadinya perubahan-perubahan
ekologis hutan tanaman.
D.Identifikasi Penyakit Tanaman
Diagnosis merupakan proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit
tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas, termasuk faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan proses pembentukan penyakit tersebut. Diagnosis
penyakit yang benar diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang
tepat dan harus dilkukan dalam suatu survey penyakit tanaman (Sinaga, 2003).
Penyakit tumbuhan sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara
aktivitas mikroorganisme dan inangnya. Penyebab penyakit yang disebut patogen
dapat berupa virus, bakteri, fungi, atau tumbuhan tingkat tinggi. Penyebab
penyakit tumbuhan juga dapat berupa faktor lingkungan fisik/kimia baik tempat
tumbuh maupun lingkungannya. Pohon-pohon di dalam hutan seringkali baru
dapat diserang oleh patogen setelah menjadi lemah pertumbuhannya karena
kondisi lingkungan yang tidak optimal
(Widyastuti, dkk, 2005).
Gejala dapat terlihat/diketahui karena adanya perubahan, bau, rasa atau
rabaan. Gejala dalam penting artinya untuk penelitian anatomi patologi,
yang ditunjukkan oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman
(Sastrahidayat, 1990).
Reaksi atau perubahan-perubahan yang terjadi pada bagian dalam atau luar
tanaman disebut “gejala (symptom)”. Gejala penyakit yang umum dikenal adalah
busuk nekrosis (nekrotic), kanker (cancer), bercak (spot), hawar (blight),
penguningan (yellowing), layu (wilting), gejala hiperplasia; mosaik (mosaic) dan
klorosis (clorosis). Contoh hiperplasia adalah terbentuknya benjolan (gall) dan
karah (blas) (Rukmana dan Saputra, 1997).
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur busuk daun yang
disebabkan oleh Phytophthora infestans (Mont) busuk daun kentang (lite blight)
yang sering juga disebut sebagai hawar daun adalah penyakit yang terpenting
pada tanaman kentang. Adapun gejala dari penyakit ini adalah daun-daun yang
sakit mempunyai bercak-bercak nekrotis pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu
tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tadi akan meluas
dengan cepat dan mematikan daun. Bahkan kalau cuaca seperti ini berlangsung
lama, seluruh tanaman di atas tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah
bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru
tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan. Pada cuaca yang lembab pada
sisi bawah bagian daun yang sakit terdapat lapisan kelabu tipis yang terdiri atas
konidiofor dan konidium fungi (Khaerudin, 1993).
Untuk menentukan suatu mikroorganisme merupakan patogen pada
pohon-pohon hutan, mikroorganisme tersebut harus memenuhi kriteria yang
ditentukan melalui prosedur pembuktian penyebab penyakit yang disebut Postulat
1. Tumbuhan atau tanaman membentuk asosiasi yang tetap dengan patogen
2. Patogen dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan
3. Patogen hasil isolasi bila diinokulasikan pada tanaman sehat yang sama dapat
menghasilkan gejala penyakit yang sama
4. Patogen jenis yang sama dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Singkat Pendirian PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. yang dulunya bernama PT. Inti Indorayon
Utama Tbk. (IIU) didirikan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan kertas dalam
negeri dan ekspor ke beberapa negara lain. Berdasarkan laporan hasil penelitian
Food and Agriculture Organization (FAO) pada bulan Juli 1954, menemukan dan
merekomendasikan daerah Sosorladang, Porsea sebagai salah satu lokasi strategis
dan layak untuk tempat pendirian pabrik pulp di Indonesia, dan sekarang menjadi
lokasi berdirinya Pabrik Pulp dan Rayon PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. (TPL).
PT. IIU berhenti beroperasi pada tahun 1998. Hal ini disebabkan limbah
yang dihasilkan dari pembuatan pulp didapatkan merusak lingkungan hidup
sekitar dan juga karena PT. IIU kurang melibatkan masyarakat lokal dalam
kegiatannya. PT. IIU berubah nama menjadi PT. TPL disebabkan produk yang
dihasilkan sekarang hanya pulp saja sedangkan pada saat bernama PT.IIU,
perusahaan ini juga memproduksi rayon. Produksi rayon dihentikan karena limbah
hasil produksi rayon sangat merusak lingkungan hidup.
Perusahaan ini memiliki lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri (HPHTI) yang terletak di beberapa kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli
Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan dengan total
luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/KPTS-II/1992 seluas 269.060
ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun dan pemanfaatan pinus berdasarkan SK.
Menhut No. 236/KPTS-IV/1984 seluas 15.763 ha yang berada di luar areal
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. adalah sebuah perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) yang memiliki izin dan legalitas operasional bergerak di bidang
produksi pulp. Status PMA PT. TPL yang dioperasikan berdasarkan surat
keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup SK/M/BPPT/XI/1986 dan
No.KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986.
Berdasarkan surat Keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan koordinasi
penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi PMA. Saham perusahaan ini
telah dijual di bursa saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York
Stock Exchange (NYSE). Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai tahun
1989.
Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
PT. TPL, Tbk. terletak di desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea,
Kabupaten Toba Samosir sekitar 220 km dari Kota Medan, Sumatera Utara. Areal
konsesi PT. Toba Pulp Lestari Tbk terdiri dari 6 sektor yang masing-masing
sektor berada pada wilayah geografis yang terpisah, yaitu:
1. Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan H.
Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang dan Salak pada 2° 15’ 00”
- 2° 50’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 98° 50’ 00” BT.
2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang
meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidempuan, dan
Sipirok pada 1° 15’ 00” LU - 1° 50’ 00” LU dan 99° 13’ 00” BT - 99°
3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi
Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik dan Jorlang pada 2°
40’ 00” LU - 2° 50’ 00” LU dan 98° 50’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.
4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliput i
kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen dan Laguboti
pada 2° 7’ 00” LU - 2° 2’ 00” dan 99° 05’ 00” BT - 99° 18’ 00” BT.
5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi
Kecamatan Dolok Sanggul, Sipaholon, Onan Gajang, Parmonangan, Adian
Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta dan Sorkam pada 1° 54’ 00”
LU - 2° 15’ 00” LU dan 98° 42’ 00” - 98° 58’ 00” BT.
6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, Batang Toru pada 1° 30’ 00”
LU - 1° 55’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.
Topografi dan Ketinggian Tempat
Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300-1.900 meter dari
permukaan laut dengan topografi datar sampai curam (Cabang Dinas
Kehutanan-XII Toba samosir, 1998).
Iklim
Berdasarkan nilai Q yaitu ratio atau jumlah bulan kering (< 60 mm)/
jumlah bulan basah (> 100 mm) x 100 %. PT. TPL berada di daerah tangkapan air
(DTA) Danau Toba yang mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan tahunan
berkisar antara 1.554 mm sampai 2.155 mm. Curah hujan bulanan tertinggi
terjadi pada bulan Juni. Daerah penelitian berdasarkan klasifikasi iklim Schdemidt
dan Fergusson (1951) memiliki tipe iklim A (Sangat basah) dengan curah hujan
(rata-rata) 150 mm, bulan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan
Februari.
Keadaan Fisik Hutan
Areal HPHTI dan IPK Pinus PT. TPL, Tbk berada pada ketinggian
450-1900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan kondisi topografi datar hingga
areal hutan bertopografi curam. Areal tersebut dikategorikan ke dalam beberapa
kelas kemiringan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal PT TPL, Tbk Berdasarkan Kemiringan
Sektor 0-8%
Total 103823.4 38175.3 82419.5 44641.6 269060.0
Sumber : RKT PT. TPL, Tbk 2004
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 38.59% areal konsesi termasuk dalam
areal bertopografi datar, 14.19% bertopografi landai, 30.63% bertopografi agak
curam, dan hanya 16.59% yang bertopografi curam.
Jenis tanah yang dapat ditemukan adalah podsolik coklat, podsolik coklat
umumnya asam. Juga terdapat jenis litisol dan regosol. Jenis batuan yang ada
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi Pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Tbk.
Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara,
rumah kaca, dan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian
ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan November 2008 sampai
dengan April 2009.
Bahan dan Alat 1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian bibit tanaman Eucalyptus spp.,
PDA (Potatoe Dextrose Agar), alkohol 70% dan kloroks 0,3%, akuades, bunsen,
tisu dan kapas, aluminium foil, selotip dan kertas label.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah autoklaf, oven, Laminar air
flow, inkubator, cawan Petri, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, pinset, spatula,
jarum ose, gunting, gelas ukur, mikroskop cahaya, kamera digital, kaca objek dan
kaca penutup, dan alat tulis.
Metode Penelitian
1. Penyiapan Media Biakan
Media pembiakan patogen adalah PDA (Potatoe Dextrose Agar) dibuat
dikupas dan dicuci bersih, kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran lebih
kurang 1x1x1 cm sebanyak 200 g. Potongan kentang tersebut direbus dalam 800
ml akuades sampai kentang menjadi empuk. Rebusan kentang disaring dengan
kain muslin sehingga diperoleh cairan ekstrak kentang yang bening. Selanjutnya
dextrose 20 g dan agar 10 g ditambahkan ke dalam ekstrak tersebut, dipanaskan
dan diaduk hingga homogen. Lalu PDA dimasak sampai mendidih sambil diaduk
sampai homogen Setelah itu larutan PDA dituang ke dalam labu Erlenmeyer
sampai memenuhi setengah dari volume Erlenmeyer dan ditutup dengan kapas
steril dan ditutup lagi dengan menggunakan alumunium foil.. Larutan media PDA
kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210 dan tekanan
15 psi.
2. Isolasi Fungi
Daun bibit Eucalyptus sp. yang akan diisolasi diperoleh dari Persemaian
PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang berumur 2 bulan. Pengambilan sampel bibit
tanaman yang akan diteliti dilakukan dengan cara melihat gejala penyakit hawar
daun yang terdapat pada daun. Jumlah bibit Eucalyptus sp. yang diperoleh adalah
20 batang yaitu 10 batang untuk jenis Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla
dan 10 batang untuk jenis Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita. Kedua jenis
Eucalyptus sp. ini masing-masing mewakili ciri-ciri penyakit hawar daun.
Pelaksanaan isolasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: daun yang
menunjukkan gejala penyakit dipotong persegi 2 x 2 cm meliputi bagian yang
sakit dan sehat. Potongan daun tersebut dicelupkan ke dalam larutan kloroks 0,3
%, lalu dibilas tiga kali dengan air steril kemudian dikeringanginkan pada kertas
Potongan daun tersebut ditanam dalam media PDA untuk mendapatkan
biakan fungi. Biakan fungi yang telah tumbuh dan berkembang selanjutnya
dimurnikan dengan cara memindahkan potongan kecil media agar yang ditubuh
miselium fungi dengan menggunakan pinset ke dalam cawan Petri lain yang berisi
media PDA. Setelah di dapat biakan murni dari patogen, maka biakan patogen
diperbanyak dengan cara yang sama pada pemurnian. Biakan yang telah murni
ditanamkan kembali untuk mendapatkan inokulum yang banyak. Kemudian
diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 280 C. Secara garis besar tahap
penelitian dari pengamatan gejala sampai mendapatkan isolate fungi disajikan
Bibit Eucalyptus
Daun bergejala hawar daun II
Isolasi I
Isolat I Isolat II Isolat III Isolat IV Isolat V
Identifikasi fungi
Pemisahan
Isolat
Cylindrocladium sp. Pestalotia sp.
Inokulasi kembali ke daun bibit Eucalyptus sp.
Isolasi II
Isolat I Isolat II Isolat III Isolat IV Isolat V
Identifikasi fungi
Isolat
Cylindrocladium reteaudii Pestalotia theae Sawada
3. Persiapan Bibit
Bibit Eucalyptus sp. sehat yang berumur dua bulan diperoleh dari
Persemaian PT. Toba Pulp Lestari Porsea Sumatera Utara. Bibit yang sehat ini
ditempatkan di rumah kaca, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bibit
yang sehat ini akan diinokulasi dengan suspensi konidia dari fungi Pestalotia sp.
dan Cylindrocladium sp. Jumlah bibit yang dibutuhkan adalah 40 batang, yaitu 20
batang untuk jenis Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla dan 20 batang
untuk jenis Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita.
4. Aplikasi Fungi untuk Postulat Koch
Aplikasi fungi dilakukan untuk membuktikan bahwa fungi patogen
penyakit hawar daun yang ditemukan pada daun bibit tanaman Eucalyptus sp.
yang terdapat di PT. TPL adalah sama dengan yang ditemukan setelah dilakukan
inokulasi kembali pada daun bibit tanaman Eucalyptus sp. yang sehat. Hal ini
akan menunjukkan bahwa kaidah Postulat Koch akan terbukti. Aplikasi fungi
dilakukan di rumah kaca.
5. Pelaksanaan Inokulasi di Rumah Kaca
Daun bibit tanaman Eucalyptus sp. diinokulasi dengan suspensi konidia
dari kedua jenis patogen, yaitu Pestalotia sp. dan Cylindrocladium sp.
Suspensi konidia kedua jenis patogen diperoleh dengan cara: biakan murni
Pestalotia sp. dan Cylindrocladium sp. ditetesi dengan akuades steril sebanyak 10
ml, kemudian dikikis dengan jarum kait sehingga konidia yang ada terlepas ke
dalam akuades steril. Campuran ini disaring dengan menggunakan kain muslin,
tertinggal dan hanya konidia saja yang dapat lewat. Suspensi konidia ini
diencerkan dengan menggunakan akuades steril sehingga mencapai 150 ml
larutan konidia untuk masing-masing jenis patogen.
Suspensi konidia kedua jenis patogen disemprotkan pada permukaan atas
dan bawah daun hingga merata. Inokulasi dilakukan pada sore hari. Sebelum
diinokulasi areal percobaan dibasahi untuk mempertinggi kelembaban. Setelah
diinokulasi, tanaman disungkup dengan kantong plastik. Tujuan penutupan
sungkup plastik adalah untuk menghindari adanya kontaminasi dari luar dan
mencegah penyebaran patogen ke luar, serta untuk menjaga kelembaban dan suhu
dalam kisaran yang mendukung bagi perkembangan penyakit. Adapun gambaran
mengenai sungkup yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sungkup yang digunakan selama pelaksanaan pengujian
Pengamatan terhadap hasil inokulasi dilakukan seminggu sekali sejak
tanaman diinokulasi sampai timbul gejala dan selanjutnya pengamatan dilakukan
tiap seminggu sekali meliputi perubahan warna, perkembangan bentuk hawar
6. Rancangan Penelitian
Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (Sastrosupadi,
2000) dengan menggunakan 2 faktor yaitu:
1. Faktor Tanaman : 1. Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla (U)
2. Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita (L)
2. Jenis Patogen : 1. Pestalotia sp. (P)
2. Cylindrocladium sp. (C)
Setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali, sehingga diperoleh 40 satuan
percobaan.
Pestalotia sp. Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla
Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita
Cylindrocladium sp. Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla
Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita
Kombinasi perlakuan yang dibuat adalah sebagai berikut:
P1U1 P1U2 P1U3 P1U4 P1U5 P1U6 P1U7 P1U8 P1U9 P1U10
P2L1 P2L2 P2L3 P2L4 P2L5 P2L6 P2 L7 P2L8 P2L9 P2L10
C1U1 C1U2 C1U3 C1U4 C1U5 C1U6 C1U7 C1U8 C1U9 C1U10
C2L1 C2L2 C2L3 C2L4 C2L5 C2L6 C2 L7 C2L8 C2L9 C2L10
Model analisis yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + ∑ijk
Yijk = nilai pengamatan pada pemberian patogen ke-i, jenis tanaman ke-j dan pada ulangan ke-k
µ = rata-rata umum
ßj = pengaruh akibat jenis tanaman ke-j
(αß)ij = pengaruh interaksi antara pemberian patogen ke-i dengan jenis
tanaman ke-j
∑ijk = pengaruh acak (galad) percobaan pemberian patogen ke-i dan
jenis tanaman ke-j serta pada ulangan ke-k
Hipotesis yang digunakan dalam rancangan ini adalah:
a. Hipotesis untuk mengetahui pengaruh pemberian jenis patogen sebagai
penyebab utama penyakit hawar daun pada E. grandis x E. urophylla dan E.
grandis x E. pellita
Ho : Ai = A1 = A 2 = 0 (tidak ada pengaruh faktor pemberian jenis patogen
sebagai penyebab utama penyakit hawar daun pada tanaman Eucalyptus
sp.)
H1 : Minimal ada satu A1 ≠ 0 untuk i = 1,2 (artinya minimal ada satu taraf
faktor pemberian jenis patogen yang mempengaruhi timbulnya penyakit
hawar daun pada bibit Eucalyptus sp.)
b. Hipotesis untuk mengetahui pengaruh ketahanan jenis E. grandis x E.
urophylla dan E. grandis x E. pellita terhadap patogen penyebab penyakit
hawar daun
Ho : Bj = B1 = B 2 = 0 (tidak ada pengaruh ketahanan jenis Eucalyptus sp.
terhadap patogen penyebab penyakit hawar daun)
H1 : Minimal ada satu Bj ≠ 0 u ntu k i = 1 ,2 (artinya minimal ad a satu taraf
pengaruh ketahanan jenis Eucalyptus sp. terhadap patogen penyebab
c. Hipotesis untuk mengetahui interaksi dari dua jenis patogen hawar daun pada
jenis tanaman Eucalyptus sp.
Ho : ABij = AB11 =AB12 = AB22 = 0 (tidak ada pengaruh interaksi dari dua
jenis patogen hawar daun pada jenis tanaman Eucalyptus sp.)
H1 : Minimal ada satu A1 ≠ 0 untuk i = 1,2 (artinya minimal ada satu taraf
pengaruh interaksi dari dua jenis patogen hawar daun pada jenis tanaman
Eucalyptus sp.)
7. Perhitungan Intensitas Penyakit dan Luas Serangan
Pengamatan intensitas serangan dimulai seminggu setelah inokulasi dan
dilakukan 3 kali dengan interval seminggu.
Gejala yang diamati adalah gejala bercak yang terjadi setelah inokulasi.
Pengamatan dilakukan terhadap 5 tangkai daun teratas. Daun yang diamati diberi
tanda lalu disesuaikan dengan skala bercak daun (0-6).
Skala bercak terdiri dari:
Skala 0 = tidak ada bercak pada daun
Skala 1 = terdapat bercak daun 1/16 bagian
Skala 2 = terdapat bercak daun 1/8 bagian
Skala 3 = terdapat bercak daun 1/4 bagian
Skala 4 = terdapat bercak daun 1/2 bagian
Skala 5 = terdapat bercak daun pada seluruh permukaan daun
Intensitas serangan penyakit diperoleh dengan menggunakan rumus (1)
dan (2) Towsend dan Heiiberger, 1943 diacu oleh Sinaga, 2003.
Dengan pengertian
IS = Intensitas serangan
n = Jumlah daun pada skala ke-i
v = Skala ke-i
N = Jumlah total daun setiap tanaman
V = Skala tertinggi
Adapun luas serangan penyakit ditentukan dengan rumus :
A =
N n
x 100 % ……….(2)
Dengan pengertian
A = Luas serangan
n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Deskripsi Penyakit
a. Gejala Penyakit di PT. TPL
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ditemukan 2 jenis
penyakit hawar daun yang terdapat di PT. TPL. Kedua jenis penyakit
menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Atas dasar inilah maka dilakukan isolasi
daun dari kedua jenis penyakit hawar daun yang terdapat pada bibit tanaman E.
grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita dengan tujuan untuk mengetahui
penyebab utama penyakit hawar daun.
Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui nama penyakit yang
terdapat pada daun bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E.
pellita dengan melihat gejala yang terdapat pada bagian atas dan bawah daun.
Terdapat dua jenis penyakit hawar daun yaitu hawar daun I dan hawar daun II.
Gejala penyakit yang menyerang daun bibit Eucalyptus sp. di TPL dapat dilihat
pada Gambar 3.
Penyakit hawar daun I dan II banyak ditemukan pada tanaman dengan
kondisi tempat tumbuh yang mempunyai kelembaban tinggi seperti karena
penyiraman bibit tanaman yang berlebihan pada bagian tertentu daun. Bagian
tanaman yang paling banyak terinfeksi oleh penyakit ini adalah bagian pangkal
tanaman dimana daun bibit tanaman pada bagian tersebut sedikit mendapatkan
cahaya matahari sehingga ketika dilakukan penyiraman daun bibit tanaman akan
menyimpan air dalam selang waktu tertentu yang juga berpengaruh terhadap
kelembaban tanah.
a. Patogen Penyebab Penyakit
Setelah isolasi dilakukan maka diperoleh dua jenis fungi patogen sebagai
penyebab utama penyakit hawar daun. Fungi penyebab penyakit hawar daun I
adalah Pestalotia sp. sedangkan fungi penyebab penyakit hawar daun II adalah
Cylindrocladium sp. Hasil pengamatan secara makroskopis dan mikrokopis
terhadap isolat penyebab penyakit atau patogen hawar daun I dan II diperoleh dari
bibit E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita yang sakit.
Ciri-ciri makroskopik fungi Pestalotia sp. dan Cylindrocladium sp. adalah
sebagai berikut:
1. Pestalotia sp.
Ciri-ciri makroskopik fungi Pestalotia sp.adalah pada hari ke-5 permukaan
koloni berwarna putih, dan pada hari ke-14 warna fungi ini menjadi putih
seperti kapas, sedang diameter fungi ini pada umur 14 hari adalah 8,7 cm.
Pertumbuhan koloni fungi Pestalotia sp. adalah yang paling cepat.
lurus, kadang-kadang agak membentuk lengkungan dengan setula yang
terbentuk pada salah satu ujungnya. Tiga sel tengah (sel urutan kedua sampai
keempat yang dihitung mulai dari sel tempat setula berpangkal) berwarna
coklat gelap dengan dua sel (sel kedua dan ketiga) berwarna lebih gelap
dibandingkan dengan warna sel keempat. Sel terujung atau sel apikal (sel
kesatu) hialin agak memanjang atau menyempit ke ujung, sedang sel pangkal
atau sel basal (sel kelima) hialin agak silindris. Setula hialin yang terletak di
ujung sel apikal berjumlah 2-3 dengan panjang 33,25 µm, ujungnya agak
berbentuk seperti sendok (“spathulatae”), posisinya agak melengkung. Ujung
pedisel (tangkai konidia) hialin dan terletak di ujung sel basal (tampak seperti
ekor konidia) dengan panjang 8,56 µ m. Bentuk mikroskopik fungi Pestalotia
a
B
Gambar 4. Karakteristik Pestalotia theae Sawada., A. Koloni fungi umur 14 hari pada media PDA; B. Konidiaspora fungi : setula (a), pedisel (tangkai konidia) tampak seperti ekor konidia (b)
Konidiaspora Pestalotia sp. bersel 5 yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk golongan “Quinqueloculatae” sebagaimana penggolongan Pestalotia
seperti dinyatakan (Guba (1961), diacu oleh Sutarman, dkk, 2003) yaitu: (i)
golongan “Qudriloculatae”, konidia 4 sel dengan 2 sel tengh berwarna; (ii)
golongan “Quinqueloculatae”, konidia 5 sel dengan 3 sel tengah berwarna; (iii)
golongan “Sexloculatae”, konidia bersel 6 dengan 4 sel tengah. Selanjutnya jenis
Pestalotia sp. tersebut digunakan kunci determinasi yang diberikan oleh Guba
(1961) yaitu sebagai berikut:
A
a. Setula berbonggal (ber-“knob”) pada ujungnya (“spathulatae”)
b. Sel-sel berwarna coklat, atau coklat kekuningan, “concolorous”
c. Konidia dengan panjang 22-32 µm
d. Konidia sempit dengan lebar 5-8 µm
e. Setula berjumlah 3, berukuran 18-35 µ m……… P. elastica
f. Setula berjumlah 2-4, berukuran 25-50 µm,
kadang-kadang di atas 60 µ m………... P. theae
Berdasarkan kunci determinasi dan sesuai dengan deskripsi ciri-ciri
Pestalotia sp. yang dinyatakan oleh Guba (1961), maka fungi patogen yang
menyerang bibit E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita di PT. TPL,
Porsea diidentifikasi sebagai Pestalotia theae Sawada.
2. Cylindrocladium sp.
Ciri-ciri makroskopik fungi Cylindrocladium sp. adalah pada hari ke-3
permukaan koloni berwarna coklat muda, dan pada hari ke-14 warna fungi ini
berubah menjadi warna coklat tua, sedang diameter fungi ini pada umur 14 hari
adalah 5,75 cm.
Ciri-ciri mikroskopik fungi Cylindrocladium sp.adalah konidiaspora
dengan panjang 30 µ m-45 µ m dan diameternya 1 µ m-2 µ m. Ciri-ciri
B
Gambar 5. Karakteristik Cylindrocladium sp., A. Koloni fungi umur 14 hari pada media PDA; B. Bentuk mikroskopis fungi : 3 sel mikro konidia
dengan perbesaran 40 x (a), klamidospora pada media PDA (b)
Berdasarkan ciri-ciri mikroskopik dari fungi Cylindrocladium sp. yang
telah ditemukan, maka fungi patogen yang menyerang bibit E. grandis x E.
urophylla dan E. grandis x E. pellita di PT. TPL, Porsea diidentifikasi sebagai
Cylindrocladium reteaudii (Old, dkk,2003).
b. Gejala Penyakit di Rumah Kaca
Hasil pengamatan menunjukkan serangan penyakit hawar daun terjadi
pada perlakuan dengan penyemprotan suspensi konidia dari kedua jenis patogen a
A
daun teratas bibit tanaman E. grandis x E. urophylla dan E. grandis x E. pellita.
Dari pengamatan yang dilakukan dengan melihat gejala yang terlihat di bagian
atas dan bagian bawah daun, maka diperoleh dua jenis nama penyakit yaitu hawar
daun I dan hawar daun II.
Gejala penyakit ini adalah berupa hawar daun (leaf blight) yang berukuran
kecil hingga besar dan menyebar sampai menutupi daun. Gejala penyakit ini
ditunjukkan dengan adanya bercak-bercak pada daun berukuran kecil dan
berwarna merah dan dapat berpindah pada daun sekitarnya. Serangan lebih lanjut
menyebabkan daun akan kering, mati, dan gugur. Gejala penyakit hawar daun I,
bagian permukaan daun berwarna merah dan pada bagian bawah permukaan daun
yang terinfeksi terlihat warna hitam (Gambar 6).
Gejala penyakit yang disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. akan
menunjukkan daun yang berbintik-bintik kecil, kuning, coklat atau bintik-bintik
hitam yang semakin besar. Bintik-bintik tersebut biasanya berubah hitam
abu-abu dengan garis besar. Gejala dapat terjadi pada beberapa daun sekaligus,
terutama pada anak muda pohon kelapa (ML. Elliott, 2006).
A B