UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PENGARUH KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS LPG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA
(Studi Deskriptif Terhadap Masyarakat Penerima Kompor Gas LPG di Desa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)
Disusun Oleh : TANTRI AFSARI
060901041
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Kajian mengenai konversi minyak tanah ke gas LPG merupakan kajian yang telah banyak dilakukan sebelumnya dengan hasil yang beragam. Untuk Desa Kolam LPG merupakan suatu kebutuhan untuk memasak dimana sekarang terjadi kelangkaan minyak tanah. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul “pengaruh konversi minyak tanah ke gas elpiji terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)”
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode regresi linier sederhana, dengan menggunakan uji signifikan parsial (uji t) dan menggunakan uji koefisien determinasi (R2). Penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 15,00 dan penelitian ini menggunakan 40 responden sebagai sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tingkat hubungan sedang antara variabel konversi minyak tanah ke gas LPG sebesar 48,8% dengan R Square 23,8% dan sisanya 76,2% dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Uji t menunjukan variabel konversi minyak tanah ke gas LPG signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Segalanya, yang telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya kepada penulis atas segala jalan yang diberikan meski tak selalu mulus namun pasti terbaik bagi saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada suatu keinginan dan cita – cita yang dapat tercapai tanpa perjuangan dan ridho dari –Nya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S-1) bagi mahasiswa/I Departemen Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dan penulis menyadari masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat, dari para pembaca dapat memberikan masukan positif bagi penulis.
Enggan memungkiri bahwa dalam pengerjaan skripsi ini tidak lepas dari peran banyak pihak yang disadari ataupun tidak, langsung ataupun tidak langsung yang memberikan kontribusi atas selesainya skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa apa yang diraih penulis saat ini tidak terlepas dari dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak, dan penghargaan yang setinggi – tingginya.
Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih :
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. Hendry Sitorus, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu dan memberikan bimbingan, saran serta sumbangan pemikiran dan ide-ide dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak, Ibu Dosen yang ada di FISIP USU, khususnya dosen saya yang mengajarkan mata kuliah Sosiologi atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
5. Kepada Bapak Kepala Desa dan seluruh Pegawai Kepala Desa, yang memberikan izin bagi penulis dalam meneliti di Desa Kolam.
6. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktu dan dengan baik menerima penulis dalam meneliti di Desa Kolam.
7. Kepada ayahanda dan ibunda tercinta Sunardi dan Sukarti yang selalu dan tak pernah putus memberi dorongan, dari yang bersifat fisik, mental, dan juga spiritual, juga selalu mendoakan kebaikan bagi saya dan memberikan dukungan dalam bentuk apapun demi kelancaran studi saya.
9. Kepada Kakak senior stambuk 2005 : Kak Irdha, Kak Ita, Kak Nopa, makasih atas saran-sarannya. Dan seluruh abang dan kakak yang tidak dapat disebutkan satu per satu thank’s yo.
10. Kepada kawan-kawan Departemen Sosiologi stambuk 2006: Dwi, Darma, Indah. Halooo IMAGIP : Yandi sang ketua, Fadli Endut, Khalil, Imay Cerewet, Asma Bandel, Esha Keter, Tuti dan Eka. Temen seperjuangan Nidya selalu sama-sama terus sampai selesai sukses terus ya Nid.
11. Kepada Temen-temen di rumah Delvira, Santi, Rina, makasih atas waktu yang kalian luangkan untuk membantu dan menemaniku turun lapangan”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun.
Medan, September 2010
DAFTAR ISI
Abstraksi ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1. Manfaat Teoritis ... 7
1.4.2. Manfaat Praktis ... 7
1.5. Kerangka Teori ... 7
1.5.1. Mata Pencaharian yang Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) ... 7
1.5.2. Produksi ... 11
1.6. Hipotesis Penelitian ... 13
1.7. Definisi Konsep ... 13
1.8. Operasional Variabel ... 14
1.8.1. Bagan Operasional Variabel ... 15
1.8.2. Penjelasan Masing-Masing Variabel Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18
2.2. Produksi ... 22
2.3. Konversi Minyak Tanah ke LPG ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
3.1. Jenis Penelitian ... 29
3.2. Lokasi Penelitian ... 29
3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 30
3.3.1. Populasi ... 30
3.3.2. Sampel ... 30
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.4.1. Data Primer ... 31
3.4.2. Data Sekunder ... 32
3.5. Teknik Analisis Data ... 32
3.5.1. Analisis Tabel Tunggal ... 32
3.5.2. Analisis Deskriptif ... 33
3.5.3. Analisis Kuantitatif ... 33
3.6. Jadwal Kegiatan ... 35
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN ... 36
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36
4.1.1. Profil Kelurahan Desa Kolam ... 36
4.1.2. Batas-Batas dan Luas Wilayah ... 36
4.1.3. Keadaan Penduduk ... 37
3. Karakteristik Penduduk berdasarkan Mata
Pencaharian ... 39
4.1.4. Sarana dan Prasarana ... 40
1. Sarana Pendidikan ... 40
2. Sarana Ibadah ... 41
3. Sarana Olahraga ... 42
4.2. Karakteristik Responden ... 43
4.3. Teknik Analisis Data ... 47
4.3.1. Analisis Tabel Tunggal ... 47
4.3.2. Analisis Deskriptif ... 69
1. Deskriptif Responden ... 69
4.3.3. Analisis Kuantitatif ... 69
1. Analisis Regresi Linear Sederhana ... 69
2. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 70
3. Koefisien Determinan ... 73
BAB V PENUTUP ... 75
5.1 Kesimpulan ... 75
ABSTRAKSI
Kajian mengenai konversi minyak tanah ke gas LPG merupakan kajian yang telah banyak dilakukan sebelumnya dengan hasil yang beragam. Untuk Desa Kolam LPG merupakan suatu kebutuhan untuk memasak dimana sekarang terjadi kelangkaan minyak tanah. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul “pengaruh konversi minyak tanah ke gas elpiji terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)”
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode regresi linier sederhana, dengan menggunakan uji signifikan parsial (uji t) dan menggunakan uji koefisien determinasi (R2). Penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 15,00 dan penelitian ini menggunakan 40 responden sebagai sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tingkat hubungan sedang antara variabel konversi minyak tanah ke gas LPG sebesar 48,8% dengan R Square 23,8% dan sisanya 76,2% dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Uji t menunjukan variabel konversi minyak tanah ke gas LPG signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap Negara tentunya akan menjalankan berbagai program pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Kehidupan masyarakat yang sejahtera merupakan kondisi yang ideal menjadi dambaan setiap warga masyarakat. Oleh sebab itu wajar apabila berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya juga dilakukan untuk menghilangkan atau minimal mengantisipasi dan mengeliminasi faktor-faktor yang menghalangi pencapaian kondisi ideal tersebut. Fenomena yang disebut sebagai masalah sosial di anggap kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial.
Di Negara yang sudah maju dan mapan dalam bidang ekonomi, jumlah pengeluaran belanja rumah tangga yang tinggi bukanlah menjadi persoalan karena didukung dengan pendapatan individu yang tinggi pula. Tetapi di Negara berkembang seperti Indonesia yang merupakan Negara agraris di mana sebagian besar pendapatan penduduknya berasal dari sektor pertanian terkadang jumlah pengeluaran rumah tangga yang tinggi tidak seimbang dengan jumlah pendapatan individu yang rendah.
Secara tidak langsung, hal ini memaksa masyarakat untuk hidup seadanya dan bahkan cenderung terjebak di sekitar garis kemiskinan. Namun, akhir-akhir ini masyarakat Indonesia semakin kreatif dalam mengelola keuangan rumah tangga mereka.
Damsar (2009) mengatakan bahwa pendapatan masyarakat Indonesia dialokasikan melalui beragam strategi, dengan pola konsumsi yang mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dari pada investasi atau menabung. Salah satu kebutuhan pokok yang akhir-akhir ini mendapat sorotan adalah minyak tanah. Kelangkaan dan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak tanah telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, sebab sebagian besar masyarakat Indonesia terbiasa dengan menggunakan minyak tanah sebagai alat bantu memasak (www.kompas.com).
Berbagai terobosan baru yang dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai bidang telah dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai krisis yang terjadi di dunia dan lebih khususnya lagi di Indonesia. Salah satu krisis yang sekarang melanda Negeri Indonesia adalah krisis energi. Ketersediaan energi yang semakin hari semakin berkurang telah menyebabkan terjadinya krisis. Saat ini Indonesia memang dikenal sebagai Negara penghasil minyak, akan tetapi keanehan yang terjadi adalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Untuk itu pemerintah mengembangkan kebijakan baru untuk mengatasi krisis energi ini.
tanah mengakibatkan pengurangan suplai dan penghapusan subsidi pada minyak tanah yang disalurkan ke rumah tangga.
Ada beberapa langkah kebijakan baru yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan minyak tanah yaitu dengan melakukan pengkonversian minyak tanah ke gas LPG. Dalam pengkonversian minyak tanah ke gas LPG ini dinilai sebagai suatu solusi. Hal ini berdasarkan ketersediaan bahan bakar gas (BBG) yang lebih banyak dari pada bahan bakar minyak (BBM). Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu tentang program konversi minyak tanah ke gas elpiji.
Program konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquid Petroleum Gas) ditetapkan oleh pemerintah sebagai satu-satunya alternatif agar masyarakat dapat menggunakan bahan bakar untuk memasak dengan harga yang jauh lebih murah. Isu cadangan bahan bakar minyak dunia yang semakin menipis menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk melakukan konversi terhadap bahan bakar gas yang masih tersedia dalam jumlah besar
Alasan dilakukannya program Konversi Minyak Tanah ke LPG adalah :
- Berdasarkan kesetaraan nilai kalori, subsidi LPG lebih rendah dari pada subsidi minyak tanah.
- Penghematan subsidi dapat mencapai Rp 15-20 Trilyun jika program ini berhasil. LPG lebih sulit dioplos dan disalahgunakan.
- LPG lebih bersih dari pada minyak tanah.
penggunaan gas membuat masyarakat enggan menggunakan LPG, sehingga pada kebijakan konversi tersebut diberlakukan, pemerintah mengiringinya sosialisasi tentang penggunaan gas LPG dengan aman.
Isu lain yang dikemukakan oleh pemerintah adalah efisiensi pembakaran gas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak tanah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh pertamina, pengeluaran untuk membeli minyak tanah lebih besar jika dibandingkan dengan LPG (untuk tabung ukuran 3 kg). Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli minyak tanah selama 1 bulan (30 hari) sebesar Rp. 75.000,- sedangkan LPG dengan tabung 3 kg hanya Rp. 51.000,- sehingga konsumen dapat menghemat pengeluaran konsumsi bahan bakar sebesar Rp. 24.000,-. Untuk lebih jelas, keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan LPG dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.
Perbandingan Biaya Konsumsi Minyak Tanah dan LPG
Produk Harga satuan
Volume
Penghematan Rp 7.250,- Rp 24.000
Koran Kompas, memuat hitungan perkiraan penghemataan subsidi LPG. Berikut ini adalah hitungannya: 60
Komponen pembanding Minyak tanah Per liter
Elpiji per 0,4 Kg 1. Harga keekonomian (tanpa PPN) Rp 5.688,00 Rp 2.920,00
2. Harga perpres (tanpa PPN) Rp 1.818,18 Rp 1.385,46
3. Subsidi per liter setara minyak tanah Rp 3.869,82 Rp 1.534,54
4. Penghematan subsidu per liter setara minyak tanah
Rp 2.335,00
5. Penghematan 2007 (volume minyak tanah yang beralih = 319.042.680 liter)
Rp 745,05 miliar/tahun
6. Penghematan kotor jika beralih semua (asumsi volume minyak tanah yang beralih = 9.900 juta liter)
Rp 23,12 triliun/tahun
(www.kompas.com)
Melihat kelebihan dan keuntungan dari penggunaan gas LPG tersebut maka pemerintah dapat menghemat APBN dan mengalokasikan anggaran dana APBN untuk hal lain. Tetapi dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang dikira di mana persoalan ini masih menemui banyak hambatan, yang diantaranya disebabkan karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan minyak tanah, apalagi pemerintah terlalu mendadak dan tidak terencana secara komprehensif
(BBG) dapat dialokasikan melalui beragam strategi.(Damsar 2009) Mengatakan bahwa pendapatan masyarakat Indonesia dialokasikan melalui beragam strategi, dengan pola konsumsi yang mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dari pada investasi atau menabung. Dan salah satu kebutuhan pokok masyarakat khususnya rumah tangga saat ini adalah minyak tanah dan gas LPG.
Tetapi bagi masyarakat apalagi rumah tangga miskin, argumentasi yang disampaikan oleh pemerintah yang sedemikian itu tentu tidak masuk dalam benak mereka. Logika sehari-hari rumah tangga miskin menunjukkan bahwa jauh lebih ”efisien” kalau mereka menggunakan minyak tanah dibanding dengan gas LPG sekalipun kompor dan tabung gas itu telah dibagikan gratis oleh pemerintah.
(//http.andiirawan.com)
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat ”Pengaruh konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang “.
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana pengaruh konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil yang akan diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Serta bermanfaat dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu sosiologi
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat sekitar ataupun masyarakat tentang pengaruh konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga. Dan juga agar dapat menjadi masukan bagi yang berminat pada penelitian yang sejenis.
1.5. Kerangka Teori
livelihood system adalah pendekatan pembangunan kontemporer (konsep
pembangunan dekade 1990-an) yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan ala modernisasi yang dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan. Pendekatan system nafkah berkelanjutan berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial didekati melalui kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam tata system nafkah.
Pendekatan sustainable livelihood (PSL) adalah cara berpikir dan bekerja untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dan dalam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan. Sebagai sebuah pendekatan PSL didukung oleh seperangkat prinsip-prinsip dan alat-alat yang menggambarkan cara mengorganisir, memahami dan bekerja menangani issue-issue kemiskinan yang kompleks dan beragam, dimodifikasi dan diadaptasi menyesuaikan diri terhadap prioritas dan situasi lokal.
Sustainable Livelihoods menjelaskan faktor-faktor utama yang mempengaruhi penghidupan masyarakat serta hubungan khusus diantara faktor-faktor tersebut. Konsep ini bisa digunakan baik untuk merencanakan kegiatan pembangunan baru maupun untuk menilai sumbangan kegiatan-kegiatan yang salah sudah dilaksanakan bagi berkelanjutan penghidupan (Saragih, dkk, 2007)
Dimana kesemua aset ini saling berhubungan satu sama lain yang menjadi bagian dalam sustainable livelihood, seperti yang dapat dilihat pada bagian pentagon dibawah ini
BAGAN 2.2
The Pentagon Aset (Modal Segilima)
Dimana pada pendekatan manusia, menurut mata pencaharian, menggantungkan kesuksesan mereka pada nilai jasa yang mengalir dari total modal. Lima bentuk modal itu tidak berbagi karakteristik yang sama Modal alam mengacu pada biofisik elemen seperti air, udara, tanah, sinar matahari, hutan, mineral dan lain-lain. Ini adalah sebagian besar aset yang dipengaruhi secara alami. Modal mungkin merupakan faktor terpenting (Chivaura dan Mararike, 1998). Ini adalah orang yang sama-sama menjadi objek dan subjek
dank arena itu penting bagi kebersihan pemanfaatan yang lain factor atau asset. Tidak boleh disamakan dengan modal alam, yang semua fisik, fisik mengacu modal aset buatan manusia seperti perumahan, jalan dan bentuk-bentuk fisik atau keras modal yang membentuk lingkungan binaan. Modal Coleman (1990) adalah produktif yang memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang tidak akan dicapai dalam ketiadaan. Dalam rangka sustainable livelihood memerlukan modal sosial, jaringan sosial dan asosiasi yang dimiliki orang-orang (Ordero)
Keberlanjutan mempunyai banyak dimensi yang semuanya penting yang pendekatan sustainable livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika ia:
- Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan tekanan-tekanan dari luar
- Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (Atau jika tergantung, bantuan itu sendiri secara ekonomis dan kelembagaan harus sustainable) - Mempertahankan produktifitas jangka panjang sumber daya alam
- Tidak merugikan penghidupan atau mengorbankan pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain.
generasi mendatang. Sedangkan keberlanjutan ekonomi dicapai ketika tingkat satuan ekonomi tertentu (rumah tangga). Mempertahankan tingkat pengeluaran tertentu secara stabil (pengeluaran sering menjadi proxy indicator dalam menilai kesejahteraan rumah tangga, ketimbang pemasukan karena lebih mudah di ukur). Keberlanjutan ekonomi kaum miskin tercapai jika tingkat dasar kesejahteraan ekonomi bisa dicapai dan dipertahankan (pola dasar ekonomi nampaknya tergantung pada situasi khusus, meskipun ia bisa dipahami secara sempit alias ‘reductionis’ dengan ‘dolar per hari’ dari Target Pembangunan Millenium (MDGs). Kemudian untuk keberlanjutan sosial tercapai ketika pengucilan sosial diminimalkan dan persamaan sosial dimaksimalkan. Dalam terminologi yang lain keberlanjutan sosial bermakna kesenjangan yang ditekan dan social capital yang meningkat. Selain itu keberlanjutan kelembagaan tercapai ketika struktur-struktur dan proses-proses yang berlangsung mampu terus menjalankan fungsinya dan berkontribusi secara positif terhadap penghidupan masyarakat dalam jangka panjang (Saragih dkk, 2007)
1.5.2. Produksi
sehingga mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi (wikipedia.com)
Faktor produksi adalah sumber daya yang di gunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi di bagi menjadi empat kelompok yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan energi dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam dan energi diperluas cakupannya menjadi seluruh benda terukur, baik langsung dari alam maupun tidak, yang di gunakan oleh perusahaan, yang kemudian di sebut sebagai faktor fisik (physical esources).(Griffin R:2006). Sukirno (2003: 6) berpendapat bahwa faktor produksi adalah benda-benda yang di sediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat di gunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa.
1.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hipotesis dua arah yaitu hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho). Hipotesis benar jika hipotesis alternatif (Ha) terbukti kebenarannya.
a. Ha : hipotesis alternatif dapat dirumuskan bila ternyata pada penelitian ini hipotesis nol ditolak. Hipotesis ini menyatakan ada hubungan, yang berarti ada signifikan hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Sebagai hipotesis yang berlawanan dari hipotesis nol, maka hipotesis ini memiliki statement :
“Adanya pengaruh antara konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga”
b. Ho : hipotesis ini mempunyai bentuk dasar yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel X dan Y yang akan diteliti, atau variabel independen (X) tidak mempengaruhi variabel dependen (Y). Maka hipotesis ini memiliki statement: “Tidak ada pengaruh antara konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga”
1.7. Defenisi Konsep
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan dimana kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1998). Melalui konsep, penulis di harapkan dapat menyederhanakan dan membatasi pembahasan. Maka beberapa konsep yang di batasi dengan mendefenisikannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lively hood adalah cara berpikir dan bekerja untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dan dalam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan.
2. Konversi minyak tanah ke gas LPG adalah program pengalihan subsidi dan penggunaan minyak tanah oleh masyarakat ke gas LPG 3 Kg melalui pembagian paket LPG 3 Kg beserta isi, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada masyarakat yang memiliki kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.
3. Produksi merupakan suatu kegiatan yang di kerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
1.8. Operasional Variabel
Berdasarkan paparan di atas, maka yang menjadi Variabel Bebas (X) (independent Variable) adalah konversi minyak tanah ke gas LPG dengan indikator yaitu :
1. Volume pengguna perbulan 2. Variasi aktivitas
3. Pengetahuan, tentang: - Pemeliharaan - Penggunaan - Pengawasan - Sosialisasi
Sedangkan Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kehidupan sosial ekonomi rumah tangga dengan indikator :
1. Pendapatan 2. Pengeluaran 3. Kebutuhan hidup
1.8.1. Bagan Operasional Variabel
Bagan Operasional Variabel
sebelum dan setelah adanya konversi minyak tanah ke gas LPG
2. Pengeluran meliputi: - Besarnya pengeluaran
1.8.2. Defenisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas (X) (independent Variable) adalah konversi minyak tanah ke gas elpiji dengan indikator yaitu :
1. Volume pengguna perbulan : meliputi seberapa banyak tabung LPG 3 Kg yang di butuhkan dalam sebulan
2. Variasi aktivitas : meliputi penggunaan LPG untuk apa saja. 3. Pengetahuan, tentang :
- Pemeliharaan : Meliputi pengetahuan cara-cara pemeliharaan LPG
- Penggunaan : Meliputi pengetahuan cara menggunakan Kompor Gas LPG dengan baik dan benar
- Pengawasan : Meliputi pengetahuan cara pengawasan LPG - Sosialisasi : Meliputi pada pengalaman pribadi dan
perolehan informasi.
2. Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kehidupan sosial ekonomi rumah tangga dengan indikator :
1. Pendapatan : Pendapatan perbulan sebelum dan setelah menggunakan LPG
2. Pengeluaran : Pengeluaran perbulan sebelum dan setelah menggunakan LPG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mata Pencaharian Berkelanjutan (Sustainable Livelihood)
Setiap Negara tentunya akan menjalankan berbagai program pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Kebanyakan dari program pembangunan yang dijalankan pemerintah, seperti halnya pemerataan kompor gas tentunya bersifat top-down. Bagi pemerintah sendiri, hal tersebut dijalankan dengan berbagai pertimbangan tertentu. Sebagian besar penelitian mengenai program pembangunan menggunakan keluarga atau rumah tangga sebagai unit analisis. Meskipun istilah keluarga dan rumah tangga sering dipertukarkan, keduanya memiliki sedikit perbedaan. Keluarga menunjuk pada hubungan normatif antara orang-orang yang memiliki ikatan biologis. Sedangkan rumah tangga menunjuk pada sekumpulan orang yang hidup satu atap namun tidak selalu memiliki hubungan darah. Baik anggota keluarga maupun rumah tangga umumnya memiliki kesepakatan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya secara bersama-sama. Dalam hal ini berbagai program pembangunan dapat diwujudkan melalui pendekatan Mata Pencaharian Berkelanjutan (sustainable livelihood).
Konsep ini sesungguhnya dikembangkan pertama kali di Inggris pada akhir dekade 1990 an, namun didesain sedemikian rupa sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang. Pendekatan pembangunan ala sustainable livelihood system adalah pendekatan pembangunan kontemporer (konsep pembangunan dekade
dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan. Pendekatan system nafkah berkelanjutan berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial didekati melalui kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam tata system nafkah.
Pendekatan sustainable livelihood (PSL) adalah cara berpikir dan bekerja untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dan dalam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan. Sebagai sebuah pendekatan PSL didukung oleh seperangkat prinsip-prinsip dan alat-alat yang menggambarkan cara mengorganisir, memahami dan bekerja menangani issue-issue kemiskinan yang kompleks dan beragam, dimodifikasi dan diadaptasi menyesuaikan diri terhadap prioritas dan situasi lokal.
Sustainable Livelihoods menjelaskan faktor-faktor utama yang mempengaruhi
penghidupan masyarakat serta hubungan khusus diantara faktor-faktor tersebut. Konsep ini bisa digunakan baik untuk merencanakan kegiatan-kegiatan pembangunan baru maupun untuk menilai sumbangan kegiatan-kegiatan yang salah sudah dilaksanakan bagi berkelanjutan penghidupan (Saragih, dkk, 2007)
BAGAN 2.2 The Pentagon Aset (Modal Segilima)
Dimana pada pendeakatan manusia, menurut mata pencaharian, menggantungkan kesuksesan mereka pada nilai jasa yang mengalir dari total modal. Lima bentuk modal itu tidak berbagi karakteristik yang sama Modal alam mengacu pada biofisik elemen seperti air, udara, tanah, sinar matahari, hutan, mineral dan lain-lain. Ini adalah sebagian besar aset yang dipengaruhi secara alami. Modal mungkin merupakan faktor terpenting (Chivaura dan Mararike, 1998). Ini adalah orang yang sama-sama menjadi objek dan subjek dalam pembangunan. Sedangkan modal finansial merupakan media pertukaran dank arena itu penting bagi kebersihan pemanfaatan yang lain factor atau asset. Tidak boleh disamakan dengan modal alam, yang semua fisik, fisik mengacu modal aset buatan manusia seperti perumahan, jalan dan bentuk-bentuk fisik atau keras modal yang membentuk lingkungan binaan. Modal Coleman (1990) adalah produktif yang memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang tidak akan dicapai dalam ketiadaan. Dalam rangka sustainable
livelihood memerlukan modal sosial, jaringan sosial dan asosiasi yang dimiliki
orang-orang (Ordero)
Keberlanjutan mempunyai banyak dimensi yang semuanya penting yang pendekatan sustainable livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika ia :
- Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan tekanan-tekanan dari luar
- Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (Atau jika tergantung, bantuan itu sendiri secara ekonomis dan kelembagaan harus sustainable) - Mempertahankan produktifitas jangka panjang sumber daya alam
- Tidak merugikan penghidupan atau mengorbankan pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain.
Pembangunan Millenium (MDGs). Kemudian untuk keberlanjutan sosial tercapai ketika pengucilan sosial diminimalkan dan persamaan sosial dimaksimalkan. Dalam terminologi yang lain keberlanjutan sosial bermakna kesenjangan yang ditekan dan social capital yang meningkat. Selain itu keberlanjutan kelembagaan tercapai ketika struktur-struktur dan proses-proses yang berlangsung mampu terus menjalankan fungsinya dan berkontribusi secara positif terhadap penghidupan masyarakat dalam jangka panjang (Saragih dkk, 2007)
2.2 Produksi
Produksi merupakan suatu kegiatan yang di kerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi (wikipedia.com)
dinamika masyarakat dan pergeseran zaman. Untuk memenuhi kebutuhan hidup alam menyediakan sumber daya energi yang dapat di olah oleh manusia untuk di jadikan sebagai produksi barang. Energi atau tenaga di butuhkan semua makhluk hidup. Kemajuan peradaban membutuhkan lebih banyak energi lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang makin banyak dan makin beraneka ragam. Indonesia mempunyai banyak tempat yang mengandung minyak bumi beserta gas alam yang mendampingi. Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi di bagi menjadi 4 kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan energi, dan kewirausahaan
LPG singkatan liquid petroleum gas (gas minyak bumi cair) yang dipasarkan dengan nama LPG dalam botol-botol besi. Terutama terdiri dari gas propon dan buatan. Pada tekanan biasa titik didih propan_42 derajat dab buatan_1 derajat C. dengan memberi tekanan gas-gas tersebut cair pada suhu biasa. Propan memerlukan 12 atmosfer sedang butan 3 atmosfer. Supaya lebih mudah mencairkan pada tekanan yang tidak terlalu tinggi harus memakai lebih banyak butan, atau menggunakan gas yang lebih banyak karbonnya lagi, LPG diedarkan dalam botol besi yang dapat ditukar dengan yang masih penuh apabila sudah habis terpakai. Gas minyak bumi cair ini terutama sebagai produksi samping pada penyulingan minyak bumi kasar, sedang gas alam cair diproduksi khusus dari ladang-ladang gas.
2.3 Konversi Minyak Tanah ke LPG
Program kebijakan pemerintah ini merupakan program pengalihan subsidi dan penggunaan minyak tanah oleh masyarakat ke gas LPG 3 Kg melalui pembagian paket LPG 3 Kg beserta isi, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada masyarakat yang memiliki kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Program ini dilaksanakan oleh pemerintah dengan maksud untuk mengatisipasi semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia dan terus melambungnya harga minyak dunia. Kemudian selain itu program ini juga bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM yang terlalu besar, khususnya subsidi bagi minyak tanah. Terakhir, program ini secara teknis terbukti lebih mudah digunakan, lebih hemat, lebih aman dan lebih ramah lingkungan.
Program konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquid Petroleum Gas) ditetapkan oleh pemerintah sebagai satu-satunya alternatif agar masyarakat dapat menggunakan bahan bakar untuk memasak dengan harga yang jauh lebih murah.
Alasan dilakukannya program Konversi Minyak Tanah ke LPG adalah :
- Berdasarkan kesetaraan nilai kalori, subsidi LPG lebih rendah dari pada subsidi minyak tanah.
- Penghematan subsidi dapat mencapai Rp 15-20 Trilyun jika program ini berhasil. LPG lebih sulit dioplos dan disalahgunakan.
Kelebihan LPG dibanding dengan minyak tanah : 1. Lebih praktis :
Di segi penggunaan, LPG dinilai lebih mudah dalam penggunaan dibandingkan penggunaan kompor yang menggunakan minyak tanah dengan bukti semisal pada saat kita menggunakan kompor minyak tanah, kita perlu menggunakan sumbu yang kemudian dibasahi dengan minyak tanah dan disulut dengan api barulah sumbu tersebut akan menghasilkan api yang digunakan untuk dimasukan ke sumbu kompor guna meratakan sumbu (kapilaritas) pada kompor minyak tanah.
Di sisi lain ketika kita menggunakan kompor gas yang menggunakan LPG, maka kita tidak perlu repot-repot untuk melakukan prosedur selama prosedur kompor minyak tanah. Selain hal-hal kemudahan yang telah dijabarkan diatas, kemudahan dan kepraktisan penggunaan kompor berbasis LPG adalah kemudahan dalam perawatannya.
2. Lebih ramah lingkungan :
Efektivitas Penggunaan LPG dibanding Minyak Tanah
Perbandingannya 1 tabung LPG setara dengan 5.22 liter minyak tanah dalam 5 hari. Dengan perhitungan pemakaian minyak tanah 1 liter per hari, maka LPG lebih hemat 97.4%, LPG 3 kg dapat menghemat sekitar Rp 3000 per minggu. Alokasi minyak tanah akan ditarik setara dengan jumlah energi LPG yang disalurkan. Ukuran kesetaraan yang telah ditetapkan adalah 1 kg LPG = 1.74 liter minyak tanah.
Hal tersebut didukung pula dengan fakta bahwa harga minyak tanah Rp. 2.500/liter sedangkan elpiji hanya Rp. 1.800/liter sehingga dengan menggunakan
elpiji akan lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah. “ Kalau untuk satu keluarga menggunakan minyak tanah 30 liter per bulan maka akan mengeluarkan biaya sebesar Rp. 75.000 sedangkan kalau pakai elpiji hanya 12 kilogram dengan
harga Rp. 40.000 hingga Rp. 50.000 maka akan ada penghematan sebesar Rp. 25.000/bulan .”
Tabel 1.
Perbandingan Biaya Konsumsi Minyak Tanah dan LPG
Produk Harga satuan
Volume
Penghematan Rp 7.250,- Rp 24.000
Koran Kompas, memuat hitungan perkiraan penghemataan subsidi epiji. Berikut ini adalah hitungannya : 60
Komponen pembanding Minyak tanah per liter
Elpiji per 0,4 Kg 1. Harga keekonomian (tanpa PPN) Rp 5.688,00 Rp 2.920,00
2. Harga perpres (tanpa PPN) Rp 1.818,18 Rp 1.385,46
3. Subsidi per liter setara minyak tanah Rp 3.869,82 Rp 1.534,54
4. Penghematan subsidu per liter setara minyak tanah
Rp 2.335,00
5. Penghematan 2007 (volume minyak tanah yang beralih = 319.042.680 liter)
Rp 745,05 miliar/tahun
6. Penghematan kotor jika beralih semua (asumsi volume minyak tanah yang beralih = 9.900 juta liter)
Rp 23,12 triliun/tahun
(www.kompas.com)
Program konversi ini memiliki target sasaran rumah tangga dan usaha mikro. Target rumah tangga yang dikenakan program konversi ini antara lain adalah:
- Ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan - Pengguna minyak tanah murni
- Kelas sosial C1 ke bawah (keluarga yang penghasilannya kurang dari 1,5 juta Rupiah perbulan)
Sedangkan Usaha Mikro yang dikenakan program konversi ini antara lain harus memiliki syarat:
- Usaha mikro yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan produksinya - Penduduk legal dari tempat konversi dilakukan serta memiliki surat
keterangan usaha Dari pemerintah kelurahan setempat.
Program konversi ini dilaksanakan dengan melibatkan beberapa institusi, yaitu antara lain adalah
- Kementrian Negara Koperasi dan UKM sebagai institusi pengadaan kompor dan akesorisnya serta mendistribusikannya ke masyarakat yang bekerja sama dengan P.T. Pertamina.
- Pihak kedua adalah P.T. Pertamina yang bertugas menyediakan tabung dan isi LPG.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeteksi sejauh mana Variabel bebas mempengaruhi Variabel terikat.
Jenis penelitian deskriptif dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkanaan dengan masalah yang diteliti.
3.2 Lokasi Penelitian
3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (1997:59) mengatakan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang mempunyai kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Maka dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menerima pembagian gas LPG di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, sebanyak 396 KK.
3. 3. 2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri. Dalam penarikan sampel ini ditetapkan bahwa sampel yang akan diteliti sebanyak 10% dari jumlah populasi, yaitu 396 x 10% = 40. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini mengacu pada pernyataan Arikunto (2002:122), yaitu :
• Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
• Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
3.4.1. Data Primer
- Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan kumpulan objek penelitian. Pengamatan dilakukan agar memungkinkan peneliti melihat dan mengerti sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
3.4.2 Data Sekunder
- Data sekunder yaitu semua data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan data dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Buku, jurnal dan yang lainnya diarahkan untuk mendapatkan gambaran-gambaran mengenai data kependudukan yang menjadi sasaran program, teori-teori yang mendukung masalah penelitian, dan lainnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap yaitu:
3.5.1 Analisis Tabel Tunggal
3.5.2 Analisis Deskriptif
Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterprestasikannya, sehingga diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangg di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
3.5.3 Analisis Kuantitatif
Teknik analisis data yang penulis gunakan berpedoman pada Sugiyono (2006 : 187) bahwa untuk menguji hipotesis dan menganalisis data penelitian yang berifat pengaruh maka dapat dianalisis dengan metode analisis kuantitatif.
Metode analisis kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk angka. Dalam hal ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan metode analisis statistik Regresi Linear Sederhana. Analisis regresi linear sederhana di tujukan untuk menentukan hubungan linear antar beberapa variabel bebas dengan variabel terikat. Persamaan Regresinya adalah :
Dimana, Y = Kehidupan sosial ekonomi rumah tangga a = Konstanta
b = Koefisien
Dalam penelitian ini hipotesis diuji dalam beberapa tahap, antara lain:
1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Uji t yaitu secara parsial untuk membuktikan hipotesis awal tentang pengaruh konversi minyak tanah ke gas LPG sebagai variabel bebas terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga sebagai variabel terikat. Ho : b1
= 0 artinya suatu variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : b1
= 0 artinya suatu variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan : Jika probabilitas > 0.05, maka H
o ditolak. Jika probabilitas < 0.05, maka H
a diterima.
2. Koefisien determinasi (R2)
semakin kuatnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui besar kecilnya hubungan yang ada tersebut, maka di gunakan penafsiran sebagai berikut :
Tabel I
Internal Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,000 Sangat tinggi (Sugiyono, 2006 : 149)
3.6 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan Ke
1 Pra Proposal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2 ACC Judul X
3 Penyusunan Proposal X
4 Seminar Proposal X X X
5 Revisi Proposal X
6 Penelitian ke Lapangan X
7 Pengumpulan Data dan Analisis Data X
8 Bimbingan Skripsi X X X
9 Penulisan Laporan Akhir X X
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Profil Kelurahan Desa Kolam
Keadaan Wilayah
Nama Desa : Desa Kolam Kecamatan : Percut Sei Tuan Kabupaten : Deli Serdang Propinsi : Sumatera Utara Jumlah Penduduk : 13.567
Jumlah Dusun : 13 dusun Luas Wilayah : ± 598 Km.
4.1.2. Batas-Batas dan Luas Wilayah
Desa Kolam adalah merupakan salah satu Desa yang berada di di Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan yang menjadi daerah pemukiman penduduk.
Terdiri atas 13 dusun dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatas dengan Desa Saintis
• Sebelah Selatan berbatas dengan Bandar Klippa dan Sei Rotan • Sebelah Timur berbatas dengan Batang Kuis
4.1.3. Keadaan Penduduk
Masalah kependudukan merupakan isu umum yang terdapat dalam suatu daerah atau wilayah. Walaupun penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan, namun bila tidak diimbangi dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai, maka akan menimbulkan kendala dalam proses pembangunan itu sendiri. Desa Kolam memiliki 13 dusun, yang merupakan salah satu daerah administratif terkecil dalam tata pemerintahan di Indonesia, memiliki ciri tersendiri tentang gambaran keadaan kependudukannya.
1. Karakteritik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk Desa Kolam terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan baik anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Profil Desa Kolam 2010
No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase
1. Laki-laki 6.986 51,5
2. Perempuan 6.581 48,5
Pada tabel 1 tersebut diperoleh gambaran bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan jenis kelamin perempuan. Laki-laki berjumlah 6.986 jiwa (51,5%). Perempuan berjumlah 6.581 jiwa (48,5%) dan. Jadi ada selisih sekitar 405 jiwa (2,98%) antara perempuan dengan laki-laki.
2. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Agama
Ditinjau dari segi agama yang dianut penduduk Desa Kolam dapat di lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No. Agama Jumlah (Jiwa) Persentase
1. Islam 11.891 87,6
2. Kristen 914 6,7
3. Budha 18 0,2
4. Hindu 744 5,5
Total 13.985 100
Sumber: Profil Desa Kolam 2010
jiwa (5,5 %). Adapun penduduk di Desa Kolam yang beragama Islam sebagian besar dianut oleh orang yang bersuku Jawa.
3. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah sumber utama dalam menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk melihat mata pencaharian penduduk di Desa Kolam dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase
1. Pegawai Negeri Sipil 76 1,6
2. ABRI 10 0,2
3. Karyawan swasta 322 7,0
4. Pertanian 1.640 35,5
5. Pedagang 560 560
6. Buruh tani 65 1,4
7. Konveksi 1.892 40,9
8. Jasa 18 0,4
9. Pensiunan 44 0,9
Total 4.627 100
Pada tabel 3 dapat menggambarkan jenis pekerjaan terbanyak penduduk Desa Kolam adalah KONVEKSI yaitu 1.892 jiwa (40,9 %). Kemudian jenis pekerjaan terbanyak adalah PETANI yaitu sebanyak 1.640 jiwa (35,5 %). PEDAGANG sebanyak 560 jiwa (560 %). KARYAWAN SWASTA sebanyak yakni sebanyak 322 jiwa (7,0 %), selanjutnya disusul oleh PNS yakni sebanyak 76 jiwa (1,6 %). BURUH TANI sebanyak 65 (1,4 %), PENSIUN sebanyak 44 (0,9 %), JASA sebanyak 18 (0,4 %), Bentuk mata pencaharian yang paling sedikit jumlahnya adalah Jasa dan Abri yakni JASA sebanyak 18 jiwa (0,4 %) dan ABRI sebanyak 10 jiwa (0,2 %).
4.1.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian tujuan suatu program atau kegiatan pembangunan. Suatu rencana yang disusun dengan baik, tanpa didukung sarana dan prasarana yang baik dan memadai, maka tujuan dari perencanaan dalam suatu program atau kegiatan kemasyarakatan akan sulit tercapai.
Adapun sarana dan prasarana tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sarana Pendidikan
Tabel 4
Keadaan Sarana Pendidikan
No. Sarana Pendidikan Jumlah (Unit) Keterangan
1. SD 6 Baik
2. SLTP - -
3. SLTA - -
4. M. Tsanawiyah 1 Baik
Total 7 Baik
Sumber: Profil Desa Kolam 2010
Pada table 4 tersebut dapat dilihat bahwa sarana pendidikan di Desa Kolam boleh dikatakan cukup memadai, walau lembaga pendidikan tinggi belum tersedia di daerah tersebut, seperti Akademi dan Universitas.
2. Sarana Ibadah
Dalam hal keagamaan dan sarana peribadatan di Desa Kolam dapat di lihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 5
Keadaan Sarana Ibadah
No. Sarana Ibadah Jumlah (Unit) Keterangan
1. Masjid 5 Baik
2. Langgar/Musholla 14 Baik
3. Gereja 3 Baik
4. Vihara 1 Baik
Pada tabel 5 menjelaskan tentang sarana peribadatan di Desa Kolam terdiri dari 5 Masjid, 14 Musholla dan 3 Gereja. Sedangkan Vihara dan Pura 1. Artinya bahwa mayoritas pemeluk agama di Desa Kolam adalah agama Islam, hal ini tergambar dari sarana ibadah yakni Masjid dan Langgar yang paling dominan.
3. Sarana Olah Raga
Prasarana olah raga dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini : Tabel 6
Keadaan Prasarana Olah Raga
No. Jenis Prasarana Jumlah Keterangan
1. Lapangan Volly 4 Baik
2. Lapangan Bulu Tangkis 5 Baik
3. Lapangan Sepak Bola 3 Baik
Total 12 Baik
Sumber: Profil Desa Kolam 2010
4.2. Karakteristik Responden
Untuk mengenali responden, peneliti menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan data-data responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka dapat diperoleh karakteristik responden sebagai berikut:
Tabel 7
Responden Berdasarkan Usia
No Kelompok Usia F %
1. 20 – 30 tahun 17 42,5
2. 31 – 40 tahun 15 37,5
3. 41 – 50 tahun 7 17,5
4. 51 – 60 tahun 1 2,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 8
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin F %
1. Laki-laki 7 17,5
2. Perempuan 33 82,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah perempuan yakni sebanyak 33 orang responden (82,5 %). Sedangkan yang lainnya adalah responden laki-laki yakni sebanyak 7 orang responden (17,5 %). Selisih antara responden laki-laki dan responden perempuan yakni sebanyak 26 orang responden (65 %). Banyaknya jumlah responden perempuan adalah disebabkan hampir seluruh program pelatihan dihadiri oleh para ibu-ibu.
Tabel 9
Responden Berdasarkan Agama
No Agama F %
1. Islam 36 90
2. Kristen 3 7,5
3. Budha 1 2,5
Jumlah 40 100
Dari tabel 9 di atas terlihat bahwa masyarakat penerima bantuan dari Program Pembagian Gas LPG di Desa Kolam yang beragama Islam sebanyak 36 orang responden (90 %), yang beragama Kristen sebanyak 3 orang responden (7,5 %), dan yang beragama Budha sebanyak 1 orang responden (2,5 %).
Tabel 10
Responden Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan F %
1 Petani 5 12,5
2 Ibu rumah tangga 26 65
3 Karyawan/buruh 6 15
4 Lainnya 3 7,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 11
Responden Berdasarkan Suku
No Suku F %
1 Batak / Karo 7 17,5
2 Jawa 27 67,5
3 Melayu 3 7,5
4 Lainnya.. 3 7,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 11 di atas, dapat terlihat bahwa responden yang mayoritas adalah suku jawa sebanyak 27 orang (67,5 %), yang suku Batak / Karo sebanyak 7 orang (17,5%), melayu sebanyak 3 orang (7,5 %), sedangkan lainnya adalah suku Minang, Aceh dan Tiongoa sebanyak 3 orang (7,5 %). Kebanyakan responden yang diteliti adalah suku jawa karena mayoritas penduduk yang ada di Desa Kolam adalah suku Jawa.
Tabel 12
Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan F %
1 SD 4 10
2 SLTP 10 25
3 SLTA 19 47,5
4 SARJANA 7 17,5
Jumlah 40 100
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu Negara atau suatu daerah, karena dengan pendidikan kita memperoleh kepintaran. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTA, yaitu 19 responden (47,5 %), pada tingkat SLTP sebanyak 10 responden (25 %), pada tingkat SARJANA sebanyak 7 responden (17,5 %), dan SD sebanyak 4 responden (10%). Ini membuktikan bahwa pendidikan juga mempengaruhi kemiskinan dan pengetahuan tentang gas LPG, karena pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan akan program gas LPG sehingga dapat mengurangi resiko dalam memakainya.
4.3. Teknik Analisis Data
4.3.1. Analisis Tabel Tunggal
•Variabel Bebas X “Konversi Minyak Tanah ke Gas LPG”
Tabel 13
Pengetahuan responden terhadap Konversi Minyak Tanah ke Gas LPG
No Pengetahuan F %
1. Mengetahui 6 15
2. Ragu-ragu 20 50
3. Tidak mengetahui 14 35
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
ragu sebanyak 20 orang (50 %) mereka tidak mempunai jawaban pasti, dan sisanya yang tidak mengetahui sebanyak 14 responden (35 %). Dari tiap-tiap responden yang dijumpai mengatakan kurang dan tidak mengetahui tentang konversi minyak tanah ke gas LPG karena tidak di berikan sosialisasi sebelumnya, sementara informasi tersebut di dapat dari sosialisasi.
Tabel 14
Informasi responden terhadap konversi minyak tanah ke gas LPG dari Penyuluhan
No Informasi F %
1. Ia 26 65
2. Ragu-ragu - -
3. Tidak 14 35
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 15
Pengetahuan responden tentang tujuan konversi tersebut
No Pengetahuan F %
1. Mengetahui 8 20
2. Ragu – ragu 8 20
3. Kurang mengetahui 24 60
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 15 di atas dapat di ketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang tujuan konversi minyak tanah ke gas LPG adalah responden yang menjawab tahu sebanyak 8 orang (20 %) ini di karenakan adanya pengetahuan dan pernah mendapatkan sosialisasi sebelumnya, responden yang menjawab ragu-ragu sebanyak 8 orang (20 %) di sini responden memberikan jawaban yang tidak pasti , dan sisanya yang tidak mengetahui tujuan konversi tersebut adalah sebanyak 24 orang (60 %) ini di sebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pernah mendapatkan sosialisasi sebelumnya
Tabel 16
Rasa setuju responden dengan adanya pembagian paket kompor gas LPG dari Pemerintah
Berdasarkan tabel 16 di atas menunjukkan bahwa responden yang setuju dengan adanya pembagian paket kompor gas LPG dari pemerintah adalah sebanyak 29 orang (72,5 %) di sini menunjukkan bahwa banyak responden menyetujui konversi tersebut karena mereka menganggap bahwa LPG adalah solusi dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk memasak sehari-hari, yang menjawab kurang setuju adalah sebanyak 7 (17,5 %) ini di sebabkan karena responden tidak biasa menggunakan LPG, sedangkan sisanya 4 responden (10 %) menjawab tidak setuju ini di sebabkan oleh takutnya responden akan berita yang sering muncul di media tentang seringnya LPG meledak.
Tabel 17
Jawaban responden terhadap kemudahan mendapatkan gas LPG
No Jawaban F %
1. Mudah 35 87,5
2. Ragu-ragu 1 2,5
3. Tidak mudah 4 10
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
mudah sebanyak 4 orang (10 %) disini responden memberikan jawaban bahwa pemasokan LPG masih ada yang tersendat.
Tabel 18
Pengakuan responden terhadap kelayakan paket kompor gas yang dibagikan Pemerintah
No Pengakuan F %
1. Ya 34 85
2. Ragu-ragu - -
3. Tidak 6 15
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 18 di atas dapat di ketahui bahwa responden yang mendapatkan paket kompor gas LPG dengan baik dan layak pakai sebanyak 34 orang (85 %) ini di sebabkan karena pembagian pemerataan paket kompor gas LPG di Desa Kolam lumayan baik dan memuaskan responden, dan ada sebagian responden yang mendapatkan LPG tidak baik dan tidak layak pakai yaitu sebanyak 6 orang (15 %),
Tabel 19
Pengakuan responden terhadap tabung gas yang dibagikan Pemerintah
No Pengakuan F %
1. Ya 30 75
2. Ragu-ragu 4 10
3. Tidak 6 15
Berdasarkan tabel 19 di atas dapat di ketahui bahwa pengakuan responden terhadap tabung gas LPG yang dibagikan pemerintah, responden yang mendapatkan tabung LPG yang baik sebanyak 30 orang (75 %) ini menunjukkan bahwa pembagian pemerataan LPG yang di bagikan untuk masyarakat Desa Kolam lumayan baik dan memuaskan, akan tetapi sebagian responden ada juga yang mendapatkan tabung LPG tidak baik yaitu sebanyak 6 orang (15 %), sedangkan sisanya yaitu 4 orang (10 %) respnden memberikan jawaban tidak jelas yaitu ragu-ragu.
Tabel 20
Pengakuan responden terhadap biaya yang di keluarkan untuk memperoleh paket kompor gas LPG
No Pengakuan F %
1. Ada 4 22,5
2. Ragu-ragu - -
3. Tidak ada 36 90
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 21
Pengakuan responden tentang keekonomisan gas LPG
No Pengakuan F %
1. Ekonomis 40 100
2. Kurang ekonomis - -
3. Tidak ekonomis - -
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 21 di atas dapat di ketahui keekonomisan LPG, responden yang menjawab ekonomis adalah sebanyak 40 orang (100 %). Dari tiap-tiap responden yang didatangi memberikan jawaban bahwa dengan menggunakan LPG lebih ekonomis dan irit.
Tabel 22
Pengakuan responden tentang 3 tabung LPG yaitu 9 Kg dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga dalam sebulan
No Pengakuan F %
1. Cukup 28 70
2. Kurang cukup 6 15
3. Tidak cukup 6 15
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
karena pemakaian LPG lebih hemat, yang menjawab kurang cukup 9 kg adalah sebanyak 6 orang (15 %) , akan tetapi ada sebagian responden yang menjawab tidak cukup 9 kg untuk memasak sehari-hari yaitu sebanyak 6 orang (15 %). Dari tiap-tiap responden yang di jumpai memberikan jawaban bervariasi ini tergantung dari besar kecilnya pemakaian dan banyak sikitnya anggota keluarga.
Tabel 23
Pengakuan responden dalam menggunakan gas LPG untuk memasak sehari-hari
No Pengakuan F %
1. Ya 30 75
2. Kadang-kadang 5 12,5
3. Tidak 5 12,5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 24
Pengetahuan responden tentang cara pemeliharaan kompor gas LPG
No Pengetahuan F %
1. Mengetahui 4 10
2. Kurang mengetahui 13 32,5
3. Tidak mengetahui 23 57,5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Dari tabel 24 diatas dapat diketahui pengetahuan responden tentang cara pemeliharaan kompor gas LPG adalah yang menjawab mengetahui adalah sebanyak 4 orang (10 %), yang menjawab kurang mengetahui adalah sebanyak 13 orang (32,5 %), yang menjawab tidak mengetahui adalah sebanyak 23 orang (57,5 %). Kurangnya pengetahuan responden terhadap cara pemeliharaan kompor gas LPG di sebabkan karena tidak mendapatkan sosialisasi dari penyuluhan.
Tabel 25
Informasi responden tentang keamanan LPG
No Informasi F %
1. Aman 2 5
2. Kurang Aman 12 30
3. Tidak Aman 26 65
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
sebanyak 2 orang (5 %), yang menjawab kurang aman menggunakannya adalah sebanyak 12 orang (30 %), sedangkan sisanya ada 26 orang (65 %) yang menjawab tidak aman menggunakan LPG. Hampir responden yang di datangi memberikan jawaban bahwasannya menggunakan LPG tidak aman karena maraknya berita di TV akan ledakan LPG serta kurang sempurna paket kompor gas LPG yang di bagikan pemerintah kepada masyarakat.
Tabel 26
Pengetahuan responden dalam menggunakan kompor gas LPG dengan baik dan benar
No Pengetahuan F %
1. Mengetahui 7 17,5
2. Kurang mengetahui 1 2,5
3. Tidak mengetahui 32 80
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 27
Pengakuan responden membeli regulator dan selang oleh pertamina
No Pengakuan F %
1. Setuju 13 32,5
2. Kurang setuju - -
3. Tidak setuju 27 67,5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Dari tabel 27 di atas dapat di ketahui bahwa responden yang membeli regulator dan selang LPG oleh pertamina agar keamanannya dapat terjamin adalah responden yang menjawab setuju adalah sebanyak 13 orang (32,5 %) ini di karenakan mereka takut LPG suatu saat meledak sedangkan membeli peralatan tersebut kepada pertamina maka LPG sudah di jamin aman, yang menjawab tidak setuju adalah sebanyak 27 orang (67,5 %) ini terjadi karena responden tidak mempunyai biaya untuk membelinya, sedangkan yang menjawab kurang setuju adalah tidak ada.
Tabel 28
Jawaban responden terhadap ketidak biasaan menggunakan LPG membuat tidak aman
No Jawaban F %
1. Setuju 34 85
2. Kurang setuju - -
3. Tidak setuju 1 2,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel 28 di atas dapat di ketahui bahwa ketidak biasaan menggunakan LPG membuat responden tidak aman menggunakannya, responden yang menjawab setuju sebanyak 34 orang (85 %), yang menjawab tidak setuju sebanyak 1 orang (2,5 %) ini terjadi karena responden merasa bahwa menggunakan LPG tersebut tidak perlu dengan kebiasaan mereka mempercayai pepatah yang berbunyi ala bisa karena biasa, sedangkan sisanya yang menjawab kurang setuju tidak ada.
Tabel 29
Pengetahuan responden dalam mengawasi kompor gas LPG
No Pengetahuan F %
1. Mengetahui 22 55
2. Kurang mengetahui 4 10
3. Tidak mengetahui 14 35
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 30
Jawaban responden terhadap pemeriksaan tabung selang regulator dan kompor sebelum memasak
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 30 di atas dapat di lihat bahwa jawaban responden terhadap pemeriksaan tabung, selang, regulator dan kompor gas LPG sebelum memasak adalah cara yang tepat untuk mengawasi LPG, responden yang menjawab setuju adalah sebanyak 40 orang (100 %), sedangkan responden yang menjawab kurang setuju dan tidak setuju tidak ada. dari tiap-tiap responden yang di jumpai memberikan jawaban yang sama yaitu setuju dengan cara tersebut dilakukan karena pengawasan tersebut dapat mengatasi ledakan LPG.
Tabel 31
Pengakuan responden terhadap sosialisasi yang pernah didapatkannya
No Pengakuan F %
1. Pernah 8 20
2. Kadang-kadang - -
3. Tidak pernah 32 80
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
mendapatkan sosialisasi tersebut adalah sebanyak 8 orang (20 %), yang menjawab kadang-kadang adalah tidak ada, yang menjawab tidak pernah adalah sebanyak 32 orang (80 %).
Tabel 32
Pendapat responden terhadap manfaat sosialisasi
No Pendapat F %
1. Bermanfaat 40 100
2. Kurang bermanfaat - -
3. Tidak bermanfaat - -
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
• Variabel Terikat Y “Kehidupan Sosial Ekonomi Rumah Tangga”
Tabel 33
Pendapatan responden perbulan sebelum memakai LPG
No Pendapatan perbulan F %
1. Lebih dari 1.500.000 10 25
2. Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 14 35 3. Kurang dari Rp. 1.000.000 16 40
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Berdasarkan tabel 33 diatas di ketahui bahwa pendapatan responden perbulan sebelum memakai LPG adalah responden yang menjawab Lebih dari Rp. 1.500.000 sebanyak 10 orang (25 %) ini di dapatkan karena pendataan yang kurang merata, responden yang menjawab Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 sebanyak 14 orang ( 35 %) di sini termasuk orang-orang yang pendapatannya menengah ke bawah, responden yang menjawab kurang dari Rp. 1.000.000 sebanyak 16 orang (40 %) ini terkait dengan persyaratan yang berhak menerima pembagian kompor gas LPG adalah orang yang termasuk dalam kategori miskin.
Tabel 34
Pendapatan responden perbulan setelah memakai LPG
No Pendapatan perbulan F %
1. Lebih dari Rp. 1.500.000 10 25 2. Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 14 35 3. Kurang dari Rp. 1.000.000 16 40
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel 34 diatas diketahui bahwa pendapatan responden perbulan setelah memakai LPG adalah responden yang menjawab lebih dari Rp. 1.500.000 sebanyak 10 orang (25 %), responden yang menjawab Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 sebanyak 14 orang ( 35 %), responden yang menjawab kurang dari Rp. 1.000.000 sebanyak 16 orang (40 %). Dari tiap-tiap responden yang di jumpai seperti pada tabel 21 pendapatan responden sebelum maupun sesudah tetap tidak terjadi perubahan apapun.
Tabel 35
Pengeluaran responden sebelum memakai LPG
No Pengeluaran perbulan F %
1. Lebih dari Rp.100.000 18 45 2. Rp. 50.000 – Rp. 100.000 20 50 3. Kurang dari Rp. 50.000 2 5
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
pengeluaran responden lebih besar dan lebih murahnya LPG sehingga pengeluaran responden lebih kecil.
Tabel 36
Pengeluaran responden setelah memakai gas LPG
No Pengeluaran perbulan F %
1. Lebih dari Rp.100.000 11 27,5 2. Rp. 50.000 – Rp. 100.000 21 52,5 3. Kurang dari Rp. 50.000 8 20
Jumlah 40 100
Sumber: Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 37
Perbandingan pengeluaran sebelum dan sesudah menggunakan LPG melalui Tabel Crostabs
Pengeluaran Responden Sebelum Memakai LPG
Pengeluaran Responden Setelah Memakai LPG
Total < Rp.50.000
Rp.50.000 –
Rp.100.000 > Rp.100.000
< Rp.50.000 1 1 0 2
Rp.100.000 menurun sebanyak 11 orang (27,5%). Berdasarkan hasil konversi tersebut mengindikasikan bahwa pemakaian LPG lebih efisien dan ekonomis dibandingkan dengan minyak tanah sehingga pengguna LPG akhirnya lebih banyak dibandingkan minyak tanah.
Tabel 38
Tanggapan responden tentang harga LPG
No Tanggapan F %
1. Murah 24 60
2. Kurang murah 10 25
3. Tidak murah 6 15
Jumlah 40 100
Sumber : Data Penelitian Lapangan 2010
Tabel 39
Hubungan tanggapan responden tentang harga LPG dengan pendapatan perbulan melalui Tabel Crostabs
Tanggapan * Pendapatan Sebelum Memakai LPG Crosstabulation
Tanggapan Responden Tentang Harga
LPG
Pendapatan Sebelum Memakai LPG
Total < Rp.1.000.000
Rp.1.000.000 –
Rp.1.500.000 . Rp.1.500.000
Tidak Murah 6 0 0 6