SUATU ANALISIS SIMULASI
ARISTO EDWARD
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan ini sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam tesis saya yang berjudul:
Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan
ketua dan anggota komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2008
ARISTO EDWARD. 2008. Market Model of Corn, Feed and Chicken Meat in Indonesia: A Simulation Analysis (BONAR M. SINAGA as Chairman, and NUNUNG KUSNADI as Member of Advisory Committee).
Corn has an important role in the production of chicken meat; as it can be seen from its big proportion in chicken meat, amounting to 51.4 percent. An increased production of chicken meat will also raise the demand for feed and corn. In practice, the domestic production of corn and chicken meat cannot meet such demand. Therefore, the import of corn and chicken meat cannot be avoided, i.e. as a result of the gap or imbalance between the supply and demand for corn and chicken meat in Indonesia. The objectives of this research were (1) to analyze some influential factors and the interrelationship of corn, feed, and chicken meat markets in Indonesia, (2) to analyze the effect of internal and external factors on supply, demand, and the price of corn, feed, and chicken meat in Indonesia, and (3) to analyze the effect of internal and external factors on the producer and consumer’s surplus in corn, feed, and chicken meat as well as the government’s revenue. The research results showed a significant relationship between feed and chicken meat markets through the influence of chicken meat price on the demand for chicken feed, but a lack of relationship between the chicken feed and corn markets. The changes in the internal factors affected the market behavior of corn, feed, and chicken meat in Indonesia, but had only little effect on the world’s market of corns, and no effect on the world’s market of chicken meat. The internal changes had an impact on the increase in the welfare of producers and consumers in corn, feed and chicken meat markets, government’s revenue, and expenditure from the state’s reserve. The abolishment of import tariffs for corns and chicken meat as well as the depreciation of Indonesian currency rate has increased the welfare of producers and consumers in corn and feed markets, but reduced the welfare of producers and consumers in chicken meat market, government’s revenue and expenditure from the state’s reserve. The changes in the external factors affected the market behavior of corn, feed, and chicken meat in Indonesia as well as the world’s market of corns, but did not affect the world’s market behavior of chicken meat. The external changes had only a little impact on the market behavior of chicken meat in Indonesia and in the world and increased the welfare of people in general as well as the expenditure from the state’s reserve.
Jagung mempunyai peranan yang besar dalam produksi daging ayam. Hal ini terlihat dari proporsi jagung dalam pakan ternak khususnya untuk pakan ayam ras yang mencapai 51.4 persen, lalu diikuti oleh bungkil kedelai 18.0 persen, dedak 15.0 persen, pollard 10.0 persen, tepung ikan 5.0 persen, dan feed suplement sebesar 0.6 persen.
Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat, telah meyebabkan produksi dan konsumsi daging ayam secara nasional terus meningkat. Selama periode 1980-2005 jumlah produksi daging ayam di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan sebesar 7.91 persen per tahun dan konsumsi daging ayam di Indonesia meningkat sebesar 5.53 persen per tahun atau sebesar 3.2 persen per kapita per tahun.
Meningkatnya jumlah produksi daging ayam ras akan berdampak terhadap kenaikan permintaan pakan ayam ras. Permintaan pakan yang meningkat tersebut diikuti dengan peningkatan produksi pakan. Produksi pakan pada tahun 1996 sebesar 6.5 juta ton dan menurun menjadi 3.7 juta ton pada tahun 1999, kemudian kembali meningkat berturut-turut menjadi 5.1 juta ton pada tahun 2000 dan 6.5 juta ton pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa peranan pakan dalam produksi daging ayam ras sangat besar.
Pertumbuhan produksi jagung di Indonesia masih relatif rendah akibat masih rendahnya produktivitas dan areal pertanaman, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan permintaan dalam negeri. Impor jagung tidak dapat dihindarkan karena adanya kelebihan permintaan jagung dalam negeri.
Pada pasar pakan ternak ayam ras, penyediaan pakan yang belum sesuai harapan menjadi masalah karena ketergantungan pabrik pakan akan bahan baku impor masih tinggi. Pada pasar daging ayam ras, fenomena yang terjadi sekarang ini adalah produksi daging ayam ras dalam negeri belum mampu memenuhi permintaannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa impor daging ayam tidak dapat dihindarkan akibat tidak tercapainya keseimbangan antara penawaran dan permintaan daging ayam secara nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan keterkaitan pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia, (2) menganalisis dampak perubahan faktor internal dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan dan harga jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia, dan (3) menganalisis dampak perubahan faktor internal dan faktor eksternal terhadap surplus produsen dan surplus konsumen jagung, pakan dan daging ayam ras serta penerimaan pemerintah di Indonesia.
merupakan barang normal bagi masyarakat Indonesia, sedangkan telur, ikan dan daging sapi merupakan barang substitusi dari daging ayam.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa ada perubahan faktor internal berupa penurunan tingkat suku bunga bank, depresiasi rupiah, peningkatan harga jagung, pakan, DOC dan daging ayam ras serta penghapusan tarif impor jagung dan daging ayam ras berdampak terhadap perilaku pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia. Perubahan faktor internal tersebut hanya berdampak kecil terhadap pasar jagung dunia dan tidak berdampak terhadap pasar daging ayam ras dunia.
Perubahan faktor internal berupa penurunan suku bunga dan depresiasi rupiah dapat meningkatkan surplus produsen di ketiga pasar. Oleh karena itu, kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga dan depresiasi rupiah dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan surplus produsen dan konsumen jagung, pakan dan daging ayam ras. Perubahan faktor internal berupa penghapusan tarif impor jagung dan daging ayam ras serta depresiasi rupiah berdampak pada peningkatan kesejahteraan produsen dan konsumen pasar jagung dan pakan, tetapi menurunkan kesejahteraan produsen dan konsumen pasar daging ayam ras, serta menurunkan penerimaan pemerintah dan pengeluaran devisa negara. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kebijakan penghapusan tarif impor jagung dan daging ayam dalam era liberalisasi perdagangan, karena kebijakan penghapusan tarif impor hanya dapat meningkatkan produksi jagung saja, tetapi menurunkan produksi pakan dan daging ayam ras.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
SUATU ANALISIS SIMULASI
ARISTO EDWARD
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Aristo Edward
Nomor Pokok : A151040151
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis dilahirkan di Medan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal
9 Nopember 1979, sebagai anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Djamal Eka Pinem dan Ibu Betsheba Ginting (Alm).
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama,
serta pendidikan sekolah menengah umum pada tahun 1993, 1995, dan 1997 di
Perguruan Kristen Immanuel Medan. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan
pendidikan sarjana (SP) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Kemudian pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: "Model Pasar
Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi",
dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga,
MA., sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.,
sebagai anggota, yang telah begitu banyak mencurahkan segala waktu dan
pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga tesis ini selesai.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS. sebagai dosen penguji luar komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Ketua
Program Studi serta segenap dosen pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
3. Rekan-rekan EPN 2004: Yuhka Sundaya, M. Ilham Riyadh, Herny Kartika
Wati, Ria Kusumaningrum, Adi Hadianto, Handayani Boa, dan khususnya
kepada Iwan Hermawan dan Meilia Rotua yang telah banyak memberikan
hingga tesis ini selesai.
5. Bapak D. E. Pinem dan Ibu B. Ginting (Alm) sebagai orang tua, serta abang
dan kakak atas doa dan dorongan yang tak henti-hentinya kepada penulis.
Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari
kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2008
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Profil Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras ... 9
2.1.1 Profil Pasar Jagung... 9
2.1.2. Profil Pasar Pakan ... 17
2.1.3. Profil Pasar Daging Ayam Ras ... 19
2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Kelembagaan Usaha Ternak Ayam Ras ... 24
2.3. Beberapa Studi Terdahulu... 28
2.3.1. Pasar Jagung... 28
2.3.2. Pasar Pakan ... 31
2.3.3. Pasar Daging Ayam Ras... 33
III. KERANGKA TEORI ... 37
3.1. Produksi dan Penawaran Jagung... 39
3.2. Permintaan Jagung dan Penawaran Pakan Ternak... 41
3.3. Permintaan Pakan Ternak dan Penawaran Daging Ayam... 42
3.4. Permintaan Daging Ayam ... 43
3.5. Penggunaan Peubah Lag ... 44
3.6. Elastisitas ... 45
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 55
4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia ... 55
4.2. Persamaan Pasar Jagung ... 58
4.2.1. Produksi Jagung ... 58
4.2.2. Penawaran Jagung... 58
4.2.3. Permintaan Jagung Industri Pakan ... 59
4.2.4. Permintaan Jagung ... 59
4.2.5. Harga Jagung Domestik ... 60
4.2.6. Impor Jagung... 60
4.2.7. Ekspor dan Impor Jagung Dunia... 61
4.2.8. Harga Jagung Dunia... 62
4.3. Persamaan Pasar Pakan Ayam Ras ... 63
4.3.1. Produksi Pakan Ayam Ras ... 63
4.3.2. Permintaan Pakan Ayam Ras ... 63
4.3.3. Penawaran Pakan Ayam Ras... 64
4.3.4. Harga Pakan Ayam Ras Domestik... 64
4.4. Persamaan Pasar Daging Ayam Ras ... 65
4.4.1. Produksi Daging Ayam Ras ... 65
4.4.2. Permintaan Daging Ayam Ras ... 65
4.4.3. Penawaran Daging Ras Ayam... 66
4.4.4. Harga Daging Ayam Ras Domestik... 66
4.4.5. Impor Daging Ayam Ras ... 67
4.4.6. Ekspor Daging Ayam Ras... 68
4.4.7. Harga Daging Ayam Ras Impor... 69
4.4.8. Ekspor dan Impor Daging Ayam Ras Dunia ... 69
4.4.9. Harga Daging Ayam Ras Dunia... 70
4.5. Prosedur Analisis ... 71
4.5.1. Jenis dan Sumber Data ... 71
4.5.2. Identifikasi Model ... 71
4.5.5. Simulasi Model ... 74
4.5.5.1. Simulasi Faktor Internal... 74
4.5.5.2. Simulasi Faktor Eksternal ... 76
4.5.5.3. Analisis Surplus Produsen dan SurplusKosumen ... 76
V. ANALISIS PASAR JAGUNG, PAKAN DAN DAGING AYAM RAS DI INDONESIA... 78
5.1. Hasil Pendugaan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia ... 78
5.2. Persamaan Pasar Jagung ... 79
5.2.1. Produksi Jagung ... 79
5.2.2. Permintaan Jagung Industri Pakan ... 81
5.2.3. Harga Riil Jagung Domestik ... 82
5.2.4. Impor Jagung... 83
5.2.5. Harga Riil Jagung Dunia... 84
5.3. Persamaan Pasar Pakan Ayam Ras ... 85
5.3.1. Produksi Pakan Ayam Ras ... 85
5.3.2. Permintaan Pakan Ayam Ras ... 86
5.3.3. Harga Riil Pakan Ayam Ras Domestik... 88
5.4. Persamaan Pasar Daging Ayam Ras ... 89
5.4.1. Produksi Daging Ayam Ras ... 89
5.4.2. Permintaan Daging Ayam Ras ... 90
5.4.3. Harga Riil Daging Ayam Ras Domestik... 92
5.4.4. Impor Daging Ayam Ras ... 93
5.4.5. Ekspor Daging Ayam Ras... 94
5.4.6. Harga Riil Daging Ayam Ras Impor... 96
5.4.7. Harga Riil Daging Ayam Ras Dunia... 97
VI. EVALUASI FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL ... 98
6.1. Validasi Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia ... 98
Sebesar 30 Persen dan Depresiasi Rupiah Sebesar
20 Persen ... 100
6.2.2. Peningkatan Harga DOC Sebesar 25 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia Sebesar 30 Persen... 101
6.2.3. Peningkatan Harga Pakan dan DOC Masing-Masing Sebesar 25 Persen... 103
6.2.4. Peningkatan Harga Jagung, Pakan, dan Daging Ayam Ras Masing-Masing Sebesar 25 Persen... 104
6.2.5. Penghapusan Tarif Impor Jagung dan Daging Ayam, serta Depresiasi Rupiah Sebesar 20 Persen ... 106
6.3. Hasil Simulasi Faktor Eksternal... 107
6.3.1. Peningkatan Ekspor Jagung USA Sebesar 30 Persen ... 107
6.3.2. Peningkatan Impor Jagung Jepang Sebesar 30 Persen ... 119
6.3.3. Peningkatan Ekspor Daging Ayam Ras USA Sebesar 30 Persen... 110
6.3.4. Peningkatan Impor Daging Ayam Ras China dan Jepang Masing-Masing Sebesar 30 Persen ... 112
6.4. Dampak Alternatif Simulasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 113
VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN... 122
7.1. Simpulan ... 122
7.2. Implikasi Kebijakan ... 126
7.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 127
DAFTAR PUSTAKA... 128
LAMPIRAN ... 133
Nomor Halaman
1. Perkembangan Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Jagung di
Indonesia, Tahun 1990-2005... 9
2. Perkembangan Ekspor, Impor dan Penawaran Jagung Indonesia,
Tahun 1990-2005 ... 11
3. Perkembangan Penggunaan Jagung di Indonesia, Tahun
1990-2005... 12
4. Komposisi Penggunaan Jagung Impor dan Domestik dalam
Pembuatan Pakan Ternak di Indonesia, Tahun 1990-2005... 13
5. Perkembangan Produksi Jagung pada Lima Negara Produsen
Utama Dunia, Tahun 1990-2005... 14
6. Perkembangan Ekspor Jagung pada Beberapa Negara Eksportir
Utama Dunia, Tahun 1990-2005... 15
7. Perkembangan Impor Jagung pada Beberapa Negara Importir
Utama Dunia, Tahun 1990-2005... 16
8. Perkembangan Produksi Pakan dan Penggunaannya di Indonesia,
Tahun 1990-2005 ... 17
9. Perkembangan Ekspor-Impor Komponen Pakan Indonesia dan
Dunia, Tahun 1980-2001 ... 18
10. Perkembangan Populasi, Produksi dan Konsumsi Daging Ayam
Ras di Indonesia, Tahun 1990-2005 ... 19
11. Perkembangan Ekspor dan Impor Daging Ayam Ras Indonesia
Tahun 1990-2005. ... 20
12. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras pada Beberapa
Negara Produsen Utama Dunia, Tahun 1990-2005 ... 21
13. Perkembangan Ekspor Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara Eksportir Dunia, Tahun 1990-2005 ... 23
14. Perkembangan Impor Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara
ImportirUtama Dunia, Tahun 1990-2005 ... 24
15. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Jagung (PJI) ... 79
16. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Jagung Industri
Pakan (DJP)... 81
17. Hasil Pendugaan Parameter Harga Rill Jagung Domestik
(HJDR) ... 82
18. Hasil Pendugaan Parameter Impor Jagung (MJI) ... 83
22. Hasil Pendugaan Parameter Harga Riil Pakan Ayam Ras
Domestik (HPDR)... 88
23. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Daging Ayam Ras (PDD) .. 89
24. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Daging Ayam Ras
(DDD) ... 90
25. Hasil Pendugaan Parameter Harga Riil Daging Ayam Ras
Domestik (HDDR) ... 92
26. Hasil Pendugaan Parameter Impor Daging Ayam (MDI)... 94
27. Hasil Pendugaan Parameter Ekspor Daging Ayam Ras (XDI)... 95
28. Hasil Pendugaan Parameter Harga Riil Daging Ayam Ras
Impor (HDMR) ... 96
29. Hasil Pendugaan Parameter Harga Riil Daging Ayam Ras
Dunia (HDWR) ... 97
30. Hasil Pengujian Validasi Model Pasar Jagung, Pakan dan
Daging Ayam Ras di Indonesia, Tahun 2000-2005 ... 99
31. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Penurunan
Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia 30 Persen dan Depresiasi
Rupiah 20 Persen, Tahun 2000-2005 ... 100
32. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan Harga DOC 25 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Bank
Indonesia 30 Persen, Tahun 2000-2005 ... 102
33. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan
Harga Pakan dan DOC 25 Persen, Tahun 2000-2005... 103
34. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan Harga Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras 25 Persen,
Tahun 2000-2005 ... 105
35. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Jagung dan Daging Ayam, serta Depresiasi Rupiah
20 Persen, Tahun 2000-2005... 106
36. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan
Ekspor Jagung AS 30 Persen, Tahun 2000-2005... 108
37. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan
Impor Jagung Jepang 30 Persen, Tahun 2000-2005 ... 110
38. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Peningkatan
Ekspor Daging Ayam AS 30 Persen, Tahun 2000-2005... 111
40. Dampak Perubahan Faktor Internal Terhadap Kesejahteraan Para Pelaku Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
di Indonesia, Tahun 2000-2005 ... 114
41. Dampak Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Para Pelaku Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
di Indonesia, Tahun 2000-2005 ... 118
Nomor Halaman
1. Kerangka Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
di Indonesia ... 38
2. Distribusi Surplus Konsumen dan Produsen... 47
3. Dampak Penerapan Tarif Impor Terhadap Surplus Konsumen,
Surplus Produsen, Penerimaan Pemerintah dan Biaya Proteksi. ... 51
4. Mekanisme Penawaran dan Permintaan Jagung dan Daging Ayam
antar Negara Eksportir dan Importir di Pasar Dunia... 54
5. Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
Nomor Halaman
1. Data Aktual Peubah Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam
Ras di Indonesia, Tahun 1980-2005 ... 134
2. Program Pendugaan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam
Ras di Indonesia, Tahun 1980-2005. ... 139
3. Hasil Pengolahan Data Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging
Ayam Ras di Indonesia,Tahun 1980-2005... 143
4. Program Validasi dan Simulasi Historis Model Pasar Jagung,
Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia, Tahun 2000-2005 ... 158
5. Hasil Validasi Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
di Indonesia, Tahun 2000-2005 ... 163
6. Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap
Perubahan Nilai Rata-Rata Endogen, Tahun 2000-2005 ... 166
7. Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap
1.1. Latar Belakang
Jagung adalah salah satu komoditas tanaman palawija yang memiliki
berbagai macam kegunaan. Pada awalnya, jagung diproduksi hanya untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, namun dalam perkembangannya
jagung juga menjadi komoditas pangan yang penting dalam perdagangan produk
pertanian.
Permintaan jagung di pasar domestik maupun pasar dunia mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena komoditas jagung
memiliki keunggulan yang bersifat multiguna, baik untuk konsumsi langsung
maupun sebagai bahan baku berbagai aneka industri pengolahan. Keunggulan
komoditas jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak sampai saat ini belum
dapat digantikan oleh produk pertanian lainnya. Selain itu, kontribusi jagung
dalam PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia mengalami peningkatan sebesar
3.15 persen selama sepuluh tahun terakhir (Deptan, 2001). Hal ini menunjukkan
bahwa komoditas jagung mempunyai peranan yang cukup besar dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Jagung juga mempunyai peranan yang besar dalam produksi daging ayam
ras. Hal ini terlihat dari proporsi jagung dalam pakan ternak khususnya untuk
pakan ayam ras yang mencapai 51.4 persen, lalu diikuti oleh bungkil kedelai 18.0
persen, dedak 15.0 persen, pollard 10.0 persen, tepung ikan 5.0 persen dan feed
suplement sebesar 0.6 persen (Tangendjaja et al, 2002 dan Deptan, 2002).
Sejak adanya pencanangan Pembangunan Industri Peternakan Unggas
Pertumbuhan tersebut juga ditandai dengan perkembangan yang kuat dari sektor
industri pendukung yakni industri pabrik pakan, pembibitan, farmasi dan industri
RPA (Rumah Potong Ayam). Proporsi daging unggas, khususnya pada komoditas
daging ayam ras, mempunyai kontribusi sebesar 57.67 persen dari total produksi
daging nasional (Ditjen Peternakan, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa
komoditas daging ayam ras mempunyai peranan yang besar di dalam penyediaan
daging di Indonesia.
Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi
serta selera masyarakat telah menyebabkan produksi dan konsumsi daging ayam
ras secara nasional terus meningkat. Selama periode 1980-2005 jumlah produksi
daging ayam ras di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan sebesar 7.91
persen per tahun dan konsumsi daging ayam ras di Indonesia meningkat sebesar
5.53 persen per tahun atau sebesar 3.2 persen per kapita per tahun (Statistik
Peternakan, 2005).
Meningkatnya jumlah produksi daging ayam ras akan berdampak terhadap
kenaikan permintaan pakan ayam ras. Permintaan pakan yang meningkat tersebut
diikuti dengan peningkatan produksi pakan. Produksi pakan pada tahun 1996
sebesar 6.5 juta ton dan menurun menjadi 3.7 juta ton pada tahun 1999, kemudian
kembali meningkat berturut-turut menjadi 5.1 juta ton pada tahun 2000 dan 6.5
juta ton pada tahun 2001 (Deptan, 2002). Selain itu, pakan juga merupakan bagian
terbesar dari biaya produksi, yaitu mencapai 70 persen (Yusdja dan Pasandaran,
1998), sedangkan pangsa biaya lainnya seperti DOC (Day Old Chicken) hanya
sebesar 13 persen (Rusastra dan Siregar, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa
1.2. Perumusan Masalah
Seiring dengan berkembangnya sektor peternakan yang didukung oleh
berkembangnya industri pakan dan pangan yang menggunakan bahan baku
jagung, menyebabkan permintaan jagung dalam negeri terus meningkat. Di sisi
lain, pertumbuhan produksi jagung di Indonesia masih relatif rendah akibat masih
rendahnya produktivitas dan areal pertanaman, sehingga menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan permintaan dalam negeri. Untuk
mengatasi kelebihan permintaan tersebut, pemerintah melakukan impor jagung
yang setiap tahunnya meningkat, dan bahkan mulai tahun 1990-an status
Indonesia telah berubah menjadi negara net importer jagung (Kasryno, 2002
dalam Kariyasa, 2003). Pada tahun 1991 jumlah impor jagung Indonesia sebesar
323.18 ribu ton (5.16 persen dari total produksi jagung nasional) dan pada tahun
2000 telah menjadi 1.26 juta ton (13.53 persen dari total produksi jagung
nasional), atau selama periode tersebut meningkat sebesar 20.35 persen (Deptan,
2002). Dari uraian tersebut sangat menarik untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi perilaku pasar jagung tesebut dan bagaimana dampaknya
jika terjadi perubahan pada pasar pakan dan daging ayam ras.
Pada pasar pakan ayam ras, fenomena yang terjadi selama ini adalah laju
kenaikan harga pakan melebihi laju kenaikan harga jagung dan kedelai. Hal ini
dapat dilihat dari semakin lebarnya rasio harga jagung terhadap pakan ternak
ayam ras, yaitu dari 0.78 pada tahun 1980 menjadi 0.22 pada tahun 1996 (Purba,
1999). Dari uraian tersebut perlu dikaji faktor-fakor apa saja yang mempengaruhi
pasar pakan tersebut dan bagaimana dampaknya jika terjadi perubahan pada pasar
dengan harapan juga menjadi masalah karena ketergantungan pabrik pakan akan
bahan baku impor masih tinggi.
Volume perdagangan jagung di pasar dunia mengalami peningkatan yang
besar dalam periode 1960-1980. Puncaknya terjadi di tahun 1980 dimana
volumenya mencapai 82 juta ton atau sekitar 20.0 persen dari produksi jagung
dunia (Kasryno, 2002). Setelah periode tersebut volume perdagangan jagung
dunia terus menurun, walaupun produksi meningkat. Pada tahun 2000 dan 2001,
volume ekspor jagung menjadi 80 juta dan 79 juta ton atau 13.4 persen dan 12.85
persen dari total produksi dunia. Setelah tahun 1980 ketergantungan negara
berkembang pada impor jagung semakin meningkat dikarenakan semakin
berkembangnya industri peternakan. Kondisi pasar jagung dunia yang bersifat
tipis diduga kurang menguntungkan bagi pengembangan pabrik pakan dan usaha
peternakan dalam negeri, karena adanya keterkaitan antara pasar jagung domestik
dan dunia.
Pada pasar daging ayam ras, fenomena yang terjadi sekarang ini adalah
produksi daging ayam ras dalam negeri belum mampu memenuhi permintaannya.
Walaupun dalam periode 1980-2005 laju peningkatan produksi daging ayam ras
dalam negeri lebih tinggi laju konsumsinya (7.91 persen berbanding 5.53 persen),
namun demikian Indonesia tetap berstatus sebagai negara net importer (BPS,
2005). Kenyataan menunjukkan bahwa impor daging ayam ras tidak dapat
dihindarkan akibat tidak tercapainya keseimbangan antara penawaran dan
permintaan daging ayam secara nasional. Peningkatan selera konsumen dan
perbedaan harga daging ayam impor yang lebih murah dibandingkan dengan
pasar domestik. Dari uraian tersebut sangat menarik untuk diketahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi perilaku pasar daging ayam ras dan bagaimana
dampaknya apabila terjadi perubahan pada pasar jagung dan pakan ayam ras.
Produksi daging ayam dunia dalam periode 1990-2004 mengalami
peningkatan sebesar 4.93 persen per tahun (FAO, 2004). Sedangkan rata-rata
volume daging ayam ras yang diperdagangkan selama periode tersebut sebesar
9.50 persen dari total produksi dunia, dengan laju peningkatan sebesar 10.71
persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar daging ayam dunia
bersifat tipis (thin market) sama halnya seperti yang terjadi pada pasar beras.
Sementara itu, laju impor daging ayam dunia sebesar 9.70 persen per tahun.
Dengan demikian, walaupun pangsa impor Indonesia relatif kecil (0.06 persen),
mengingat jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi maka
potensi peningkatan pangsa dimungkinkan bisa terjadi.
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1998
mengakibatkan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung melemah.
Kondisi tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi pakan dan daging
ayam nasional, karena komponen bahan bakunya mayoritas diperoleh dari impor,
sehingga perlu diketahui sampai sejauh mana dampak perubahan nilai tukar
terhadap pasar pakan dan daging ayam ras.
Jumlah produksi jagung dan daging ayam ras serta kelangsungan industri
pakan domestik sangat ditentukan oleh adanya kondisi sarana dan fasilitas
penunjang seperti tingkat suku bunga kredit yang kondusif, kebijakan harga
pupuk dan lain sebagainya. Sehingga perlu diketahui dampak dari
Perubahan lingkungan strategis internasional akan berimplikasi terhadap
penurunan subsidi dan proteksi serta akan membuat pasar domestik semakin
terintegrasi dengan pasar dunia. Besarnya tarif impor jagung dan daging ayam
pada saat ini adalah sebesar 5 persen (Depkeu, 2001). Oleh sebab itu perlu
diketahui bagaimana pengaruh perubahan tarif impor terhadap pasar jagung,
pakan, dan daging ayam ras.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan keterkaitan pasar
jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia.
2. Menganalisis dampak perubahan faktor internal dan faktor eksternal
terhadap penawaran, permintaan dan harga jagung, pakan dan daging ayam
ras di Indonesia.
3. Menganalisis dampak perubahan faktor internal dan faktor eksternal
terhadap surplus produsen dan surplus konsumen jagung, pakan dan daging
ayam ras serta penerimaan pemerintah di Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pasar jagung, pakan dan
daging ayam ras di Indonesia melalui pendugaan respon penawaran dan
permintaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Respon tersebut
merupakan cerminan perilaku produsen dan konsumen.
Penawaran jagung domestik merupakan penjumlahan dari produksi jagung
domestik dengan selisih volume ekspor dan impor jagung. Oleh karena itu, dari
berasal dari produksi domestik maupun dari impor. Dari sisi permintaan dilakukan
pendugaan yang meliputi: (1) permintaan jagung untuk industri pakan, (2)
permintaan jagung untuk konsumsi langsung dan (3) permintaan jagung untuk
industri pangan. Sehingga total permintaan jagung merupakan penjumlahan dari
ketiga jenis permintaan tersebut.
Pada pasar pakan ayam ras pendugaan dilakukan pada: (1) produksi pakan
ayam ras, (2) permintaan pakan ayam ras dan (3) harga pakan ayam ras domestik.
Pada pasar daging ayam ras pendugaan dilakukan pada: (1) produksi daging ayam
ras, (2) permintaan daging ayam ras, (3) penawaran daging ayam ras, yang
merupakan penjumlahan dari produksi daging ayam ras dengan selisih ekspor
impor daging ayam ras. Oleh sebab itu, dari sisi penawaran daging ayam ras
dilakukan pendugaan penawaran daging ayam ras yang berasal dari ekspor
maupun impor, (4) harga daging ayam ras domestik, (5) ekspor impor daging
ayam ras, (6) harga daging ayam ras impor dan (7) harga daging ayam ras dunia.
Model yang dibangun kemudian divalidasi untuk simulasi faktor-faktor
internal dan eksternal, dengan tujuan untuk melihat dampak dari perubahan
faktor-faktor internal dan eksternal terhadap pasar jagung, pakan dan daging ayam
ras serta sejauh mana pengaruhnya terhadap perubahan surplus produsen, surplus
konsumen dan penerimaan pemerintah.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah: (1) tidak memasukkan pasar bibit
ayam (DOC) di dalam model. Mengingat adanya keterbatasan ketersediaan data
DOC, hanya variabel harga saja yang dapat dimasukkan dalam model. Selain itu
pangsa DOC dalam biaya produksi daging ayam relatif rendah, yaitu hanya sekitar
rakyat dan swasta, karena data daging ayam yang ada tidak dapat dipisahkan
menurut pola pemeliharaannya, (3) tidak mendisagregasi daging ayam menurut
jenisnya yaitu daging ayam ras dan buras, karena ketersediaan data untuk daging
ayam buras sangat terbatas, (4) hanya mengkaji pasar pakan untuk ternak ayam
ras, serta tidak mempelajari perilaku ekspor dan impor negara eksportir dan
importir utama dunia dan (5) tidak mempelajari pasar pakan dunia, mengingat
dalam pasar dunia komoditas yang diperdagangkan belum dalam bentuk pakan,
2.1. Profil Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras
2.1.1. Profil Pasar Jagung
Perkembangan luas areal, produktivitas dan produksi jagung di Indonesia
periode 1990-2005 disajikan pada Tabel 1. Rata-rata luas areal tanaman jagung di
Indonesia sekitar 3.74 juta hektar dengan peningkatan sebesar 1.13 persen per
tahun. Kalau dibandingkan dengan tanaman pesaingnya, luas pertanaman jagung
selama periode 1990-2005 hanya sekitar 0.31 dari luas pertanaman padi,
sebaliknya sekitar 2.49 kali dari luas pertanaman kedelai.
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Jagung di Indonesia, Tahun 1990-2005
Dari aspek produktivitas, tampaknya produktivitas jagung di Indonesia
masih sangat rendah dan baru mencapai 2.56 ton per hektar, walaupun cenderung
menggambarkan bahwa penggunaan benih jagung hibrida di tingkat petani masih
rendah, disamping cara pemeliharaannya belum intensif. Keadaan ini sangat
kontradiktif dengan pengembangan benih jagung hibrida yang telah dilakukan
oleh pemerintah secara resmi pada tahun 1983 berdasarkan SK Menteri Pertanian
pada tanggal 4 Juni 1983, melalui jagung hibrida C-1 yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi jagung dalam negeri, yang pada akhirnya dapat
diharapkan dapat meningkatkan petani jagung di Indonesia. Dalam periode
1990-2005 rata-rata produksi jagung di Indonesia sebesar 8.63 juta ton dan cenderung
meningkat sebesar 3.75 persen per tahun. Kalau dilihat lebih jauh, tampaknya
peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih banyak ditentukan oleh adanya
perbaikan produktivitas dari pada peningkatan luas tanam. Fenomena ini
menunjukkan bahwa perluasan penggunaan benih hibrida di tingkat petani diduga
secara signifikan akan mampu meningkatkan produksi jagung, mengingat varietas
jagung ini bisa berproduksi 6-8 ton per hektar.
Kalau dikaitkan dengan kebutuhan jagung dalam negeri yang
menunjukkan bahwa produksi jagung di Indonesia secara umum dalam periode
1990-2005 belum mampu memenuhi kebutuhannya. Kondisi ini ditunjukkan
selama periode tersebut, kecuali pada tahun 1993 dan 1998 status Indonesia dalam
perdagangan jagung dunia adalah sebagai net importer (Tabel 2). Rata-rata impor
jagung Indonesia sebesar 830 ribu ton dan mengalami peningkatan yang cukup
tajam yaitu 11.28 persen per tahun, namun tanpa ada upaya untuk memacu
produksi jagung dalam negeri, volume impor jagung mempunyai potensi untuk
terus meningkat, mengingat peningkatan kebutuhan dalam negeri lebih cepat dari
Tabel 2. Perkembangan Ekspor, Impor dan Penawaran Jagung Indonesia, Tahun
Keterangan: c persentase terhadap produksi dalam negeri
d persentase terhadap kebutuhan dalam negeri
Secara umum penggunaan jagung di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu: (1) konsumsi langsung, (2) bahan baku pakan ternak, (3)
bahan baku industri pangan dan (4) kebutuhan lainnya. Perkembangan
penggunaan jagung di Indonesia periode 1990-2005 disajikan pada Tabel 3.
Rata-rata penggunaan jagung untuk konsumsi langsung relatif sedikit yaitu 647.7
ribu ton per tahun atau hanya 8.04 persen dari total penggunaan jagung, bahkan
cenderung mengalami penurunan masing-masing 4.86 persen dan 7.43 persen per
tahun menurut volume dan pangsa. Penggunaan jagung terbesar adalah untuk
kebutuhan industri pangan. Penggunaan jagung untuk industri pangan sekitar 4.9
juta ton atau 54.64 persen per tahun dan meningkat masing-masing 9.04 persen
penggunaan jagung untuk kebutuhan pakan periode 1990-2005 sekitar 2.3 juta ton
atau 27.68 persen dari total penggunaan jagung. Baik dari segi volume maupun
pangsa, penggunaan jagung untuk bahan baku pakan mengalami peningkatan
masing-masing 5.60 persen dan 1.84 persen per tahun.
Tabel 3. Perkembangan Penggunaan Jagung di Indonesia, Tahun 1990-2005
Konsumsia Pakanb Industri Pangan Lainnya Tahun Volume
Tujuan utama dilakukan impor jagung adalah dalam upaya untuk
memenuhi kekurangan kebutuhan jagung dalam negeri khususnya untuk bahan
baku pakan. Sementara itu, penggunaan jagung impor untuk bahan baku industri
makanan dan non makanan masih relatif terbatas, diperkirakan hanya sekitar
15 persen. Pada Tabel 4 disajikan perkembangan komposisi penggunaan jagung
impor dan produksi domestik periode 1990-2005. Pada tahun 1991 dari total
jagung yang digunakan dalam pembuatan pakan ternak, pangsa penggunaan
jagung impor masih sangat kecil yaitu hanya 3.63 persen. Artinya hampir sekitar
bahwa jagung impor hanya sebagai pelengkap saja. Mulai tahun 1994,
ketergantungan pabrik pakan Indonesia terhadap jagung impor sangat tinggi,
dimana pada tahun tersebut sekitar 40.29 persen dipenuhi dari jagung impor,
bahkan tahun 2003 penggunaan jagung impor dan jagung domestik dalam
pembuatan pakan ternak hampir berimbang (50.85 persen dan 51.12 persen).
Pada Tabel 4 terlihat bahwa selama periode 1990-2005 pangsa
penggunaan jagung impor mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu
11.81 persen per tahun, sebaliknya pangsa penggunaan jagung produksi domestik
mengalami penurunan sebesar 3.77 persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan
bahwa ketergantungan pabrik pakan yang semakin tinggi terhadap jagung impor
kurang menguntungkan bagi perkembangan industri pakan dan peternakan di
Indonesia (Kasryno, 2002).
Tabel 4. Komposisi Penggunaan Jagung Impor dan Domestik dalam Pembuatan Pakan Ternak di Indonesia, Tahun 1990-2005
Pada tingkat dunia, produsen jagung utama adalah negara Amerika
Serikat. Dalam periode 1990-2005, rata-rata pangsa produksi jagung Amerika
Serikat sebesar 40.22 persen terhadap produksi dunia, dimana jumlah produksinya
cenderung meningkat 4.38 persen per tahun (Tabel 5). Produsen jagung terbesar
kedua adalah China dengan pangsa sebesar 19.79 persen dan produksinya juga
cenderung meningkat 2.30 persen. Produsen jagung terbesar berikutnya
masing-masing Brazil dan Mexico, dengan pangsa masing-masing 5.61 persen
dan 3.17 persen. Sementara itu, pangsa produksi Indonesia terhadap produksi
jagung dunia pada periode yang sama hanya sebesar 1.48 persen.
Tabel 5. Perkembangan Produksi Jagung pada Lima Negara Produsen Utama Dunia, Tahun 1990-2005
(000 ton) Negara
Tahun
AS Cina Brazil Mexico Indonesia Dunia
1990 201 532 97 214 21 348 15 664 6 734 483 329
Negara produsen jagung utama dunia tampaknya tidak secara otomatis
menjadi negara eksportir jagung utama dunia, terkecuali Amerika Serikat.
negerinya cukup besar, sehingga kegiatan memproduksi jagung diorientasikan
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Negara eksportir jagung utama dunia
adalah Amerika Serikat. Dalam periode 1990-2005, pangsa Amerika Serikat
dalam perdagangan jagung dunia sangat besar yaitu mencapai sekitar 63.42
persen. Dengan demikian, volume perdagangan jagung dunia sangat tergantung
dari produksi, kebutuhan serta kebijakan Amerika dalam perdagangan jagung
dunia. Negara yang termasuk eksportir utama berikutnya adalah Argentina dan
China dengan pangsa masing-masing 9.90 persen dan 8.59 persen. Sedangkan
pangsa ekspor Indonesia terhadap ekspor dunia hanya sebesar 0.16 persen.
Tabel 6. Perkembangan Ekspor Jagung pada Beberapa Negara Eksportir Utama Dunia, Tahun 1990-2005
(000 ton)
Negara Dunia Tahun
AS Argentina Cina Hungaria Indonesia Jumlah %
1990 52 172 2 998 3 405 156 142 72 039 14.90
Keterangan: a persentase terhadap total produksi dunia
Pada Tabel 6 juga tampak bahwa rata-rata volume jagung yang
diperdagangkan di pasar dunia periode 1990-2005 hanya 75.3 juta ton atau
menurun sebesar 0.87 persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar
jagung dunia relatif bersifat tipis (thin market).
Perkembangan impor dunia periode 1990-2005 disajikan pada Tabel 7.
Dalam periode tersebut, rata-rata impor dunia sebesar 75.8 juta ton dan cenderung
meningkat sekitar 1.45 persen per tahun. Negara importir jagung utama dunia
adalah Jepang. Pangsa impor jagung Jepang periode 1990-2005 sekitar
22.29 persen, disusul Korea Selatan dengan pangsa impor 10.11 persen, Taiwan
7.20 persen, Mexico dan Malaysia masing-masing 4.92 persen dan 2.78 persen.
Sementara pangsa impor jagung Indonesia terhadap impor dunia relatif masih
kecil (0.9 persen).
Tabel 7. Perkembangan Impor Jagung pada Beberapa Negara Importir Utama Dunia, Tahun 1990-2005
(000 ton) Negara
Tahun
Jepang Korsel Mexico Malaysia Indonesia Dunia
2.1.2. Profil Pasar Pakan
Perkembangan produksi pakan dan penggunaannya di Indonesia periode
1990-2005 menunjukkan bahwa selama periode tersebut rata-rata produksi pakan
di Indonesia mencapai 4 juta ton, dimana setiap tahunnya cenderung mengalami
peningkatan sebesar 7.25 persen (Tabel 8). Dari segi penggunaannya, tampak
bahwa pada tahun 1990-1993 lebih dari 94 persen dari total produksi pakan
digunakan untuk memenuhi permintaan peternak ayam ras, sisanya sekitar
6 persen untuk memenuhi permintaan lainnya. Dalam periode 1990-2005 rata-rata
penggunaan pakan untuk ternak ayam ras 2.4 juta ton atau sekitar 48.2 persen.
Tabel 8. Perkembangan Produksi Pakan dan Penggunaannya di Indonesia, Tahun 1990-2005
Keterangan: a Termasuk untuk kebutuhan selain ternak ayam ras dan stok
Walaupun dari segi jumlah permintaan pakan dari peternak ayam ras
mengalami peningkatan sebesar 1.77 persen per tahun, namun dari sisi pangsanya
Sementara itu, pangsa permintaan lainnya (peternakan lainnya dan stok)
mengalami peningkatan hampir sekitar 16.99 persen per tahun.
Dalam perdagangan komponen pakan dunia, selama periode 1980-2001
jumlah yang diperdagangkan rata-rata 186.5 juta ton dengan peningkatan relatif
lamban, hanya 0.01 persen per tahun (Tabel 9). Dari sisi ekspor, Indonesia
melakukan ekspor komponen pakan hanya pada tahun 1989, 1991, 1992 dan
1995. Secara keseluruhan, pangsa ekspor Indonesia terhadap dunia sangat kecil,
yaitu hanya sekitar 0.01 persen.
Pada periode yang sama jumlah impor komponen pakan dunia rata-rata
91.2 ribu ton dengan peningkatan sekitar 0.31 persen. Dalam impor komponen
pakan pada pasar dunia, kontribusi Indonesia juga masih sangat kecil yaitu
0.26 persen. Indonesia mulai mengimpor komponen pakan mulai tahun 1981
seiring mulai berkembangnya industri peternakan ayam ras di Indonesia.
2.1.3. Profil Pasar Daging Ayam Ras
Pada periode 1990-2005, rata-rata populasi ayam ras di Indonesia
mencapai 601 juta ekor dan cenderung meningkat sebesar 1.18 persen per tahun
(Tabel 10). Sementara itu, rata-rata produksi ayam ras pada periode yang sama
mencapai 520 ribu ton, dengan peningkatan 2.76 persen per tahun. Kalau dari
jumlah ekor dikonversi dalam bentuk daging, maka diperoleh rata-rata satu ekor
ayam ras mampu menghasilkan daging sekitar 0.87 kg.
Tabel 10. Perkembangan Populasi, Produksi dan Konsumsi Daging Ayam Ras di Indonesia, Tahun 1990-2005
Pangsa produksi daging ayam ras terhadap produksi daging Indonesia
selama periode 1990-2005 berkisar 45.88-67.61 persen, dengan rata-rata 59.49
persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa peranan daging ayam ras dalam
penyediaan daging nasional sangat besar, apalagi dikaitkan dengan pangsanya
yang cenderung meningkat sebesar 0.25 persen per tahun. Dari sisi konsumsi
menunjukkan bahwa pada periode yang sama rata-rata konsumsi daging ayam ras
di Indonesia sebanyak 1.53 kg/kapita/tahun dan mengalami peningkatan 2.46
persen per tahun.
Tabel 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Daging Ayam Ras Indonesia, Tahun 1990-2005
(1.62 persen per tahun) dan didukung oleh semakin terjangkaunya harga daging
ayam, maka dapat diperkirakan bahwa permintaan daging ayam ras pada masa
mendatang akan mengalami peningkatan yang cukup tajam. Artinya dalam upaya
produksi daging ayam ras dalam negeri masih sangat potensial, mengingat sampai
saat Indonesia lebih banyak berstatus sebagai negara net importir, seperti yang
disajikan pada Tabel 11.
Dalam periode 1990-2005 dalam perdagangan daging ayam ras dunia, dari
sisi volume Indonesia hanya pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993 dan 1998
mengalami surplus perdagangan. Selama periode tersebut rata-rata volume ekspor
dan impor daging ayam ras Indonesia berturut-turut 1.83 ribu ton dan 6.71 ribu
ton atau defisit sekitar 4.9 ribu ton, dengan laju peningkatan berturut-turut
16.54 persen, 24.80 persen dan 30.27 persen per tahun.
Perkembangan produksi daging ayam ras pada negara produsen utama
dunia disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Perkembangan Produksi Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara Produsen Utama Dunia, Tahun 1990-2005
(000) ton Negara
Tahun
AS Cina Brazil Jepang Perancis Indonesia Dunia
Rata-rata produksi daging ayam dunia adalah 52.6 juta ton, dimana
sebanyak 24.47 persen dihasilkan oleh Amerika Serikat. Pangsa Amerika Serikat
diduga akan terus naik, mengingat produksi daging ayamnya mengalami
peningkatan sebesar 4.65 persen per tahun. Sementara produsen daging ayam
utama berikutnya adalah Cina dan Brazil dengan pangsa masing-masing
12.85 persen dan 8.69 persen. Kedua negara tersebut juga diperkirakan pangsa
produksinya terus meningkat, karena peningkatan produksi daging ayam ras di
kedua negara tersebut cukup besar yaitu masing-masing 12.29 persen dan
9.33 persen per tahun. Kontribusi Jepang sebagai produsen daging ayam ras dunia
diperkirakan akan turun, mengingat produksi daging ayam ras di negara ini
cenderung menurun sebesar 1.44 persen per tahun. Sementara itu, pangsa produksi
daging ayam ras Indonesia terhadap dunia hanya sekitar 1.50 persen.
Dalam pasar daging ayam ras dunia, negara Amerika Serikat merupakan
eksportir utama dunia. Selama periode 1990-2005, rata-rata pangsa ekspornya
sekitar 35.96 persen dan cenderung mengalami peningkatan yang cukup tajam
yaitu 13.29 persen per tahun (Tabel 13). Eksportir utama berikutnya adalah Brazil
dan Perancis dengan pangsa masing-masing 12.25 persen dan 9.26 persen. Pangsa
ekspor Amerika, Brazil, Belanda dan Cina diperkirakan akan terus meningkat,
karena negara-negara tersebut mengalami peningkatan volume ekspor yang cukup
tajam yaitu berkisar 7.93-17.76 persen per tahun. Sementara itu, pangsa ekspor
Perancis diperkirakan relatif tidak banyak berubah, karena negara ini mengalami
peningkatan volume ekspor hanya sebesar 1.12 persen per tahun. Dalam
perdagangan daging ayam ras dunia, pangsa ekspor Indonesia relatif sangat
akibat jumlahnya sangat fluktuatif. Secara umum volume perdagangan daging
ayam ras dunia hanya sebesar 9.50 persen dari total produksi dunia, dengan
peningkatan sebesar 6.34 persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar
daging ayam ras dunia juga bersifat tipis.
Tabel 13. Perkembangan Ekspor Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara Eksportir Dunia, Tahun 1990-2001
(000 ton)
Negara Dunia Tahun
AS Brazil Perancis Belanda Cina Indonesia Jumlah %a
1990 529.14 292.20 340.0 248.0 73.4 0.89 2 201.10 6.20
Keterangan : a Persentase terhadap total produksi dunia
Dari sisi permintaan (impor), dalam periode 1990-2005 Rusia merupakan
importir daging ayam ras dunia (Tabel 14). Pangsa impor negara ini sebesar
14.76 persen dan cenderung meningkat sebesar 17.27 persen per tahun. Negara
importir utama berikutnya adalah Cina dan Jepang dengan pangsa yang hampir
sama yaitu berkisar 11.26 -11.10 persen. Pangsa impor daging ayam ras Jerman
dan Saudi Arabia juga hampir sama yaitu berkisar 5.57-5.71 persen. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pangsa impor daging ayam ras hampir terdistribusi merata
dengan pangsa ekspornya relatif masih sangat rendah terhadap volume impor
dunia, sehingga dapat dipastikan adanya perubahan impor daging ayam ras
Indonesia tidak berpengaruh banyak terhadap harga daging ayam ras dunia.
Tabel 14. Perkembangan Impor Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara Importir Utama Dunia, Tahun 1990-2005
2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Kelembagaan Usaha Ternak Ayam Ras
Era sebelum diterbitkan Keppres nomor 22 Tahun 1991 telah
diimplementasikan (1) Program Bimmas, (2) Pola Pembinaan Usaha melalui
Keppres 50/1981 dan (3) Pola PIR Perunggasan. Ketiga pola tersebut diatas
ternyata perkembangannya tidak seperti apa yang diharapkan semula.
Misi dari Keppres 50 pada dasarnya hendak memberikan ruang dan
peluang yang lebih baik kepada usaha ternak skala kecil yang sudah ada untuk
pada lapangan usaha ini, dapat memasukinya dengan nyaman karena dapat
memberikan keuntungan yang memadai dalam meningkatkan pendapatan. Namun
harapan ini tidak terpenuhi karena para peternak skala kecil belum dapat
mengatasi gejolak harga sarana produksi ternak (terutama pakan) dan gejolak
harga produk ayam ras, serta tidak dapat memperbaiki bargaining position mereka
yang lemah. Di lain pihak, koperasi/KUD yang diharapkan tampil untuk
mengatasi kendala yang dialami para peternak kecil, ternyata juga tidak
berkembang dalam memberikan pelayanan, baik dalam hal pengadaan sapronak
maupun penyaluran produk ayam ras (Pusat Penelitian Agro Ekonomi dan Fapet
UNPAD, 1983).
Sebagai kelanjutan dari penataan usaha ternak ayam ras, pada tahun 1984
pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan melalui Keputusan Menteri Pertanian
No. TN 330/342/KPTS/5/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Peternakan
Ayam Keppres 50/1981, yang lebih dikenal dengan pola usaha Perusahaan Inti
Rakyat (PIR) perunggasan. Dari kebijaksanaan ini diharapkan usaha ternak skala
kecil akan didukung oleh pihak yang memiliki kemampuan yang lebih besar, baik
dalam permodalan, pengetahuan, teknologi serta manajemen, sehingga usaha
ternak ayam ras skala kecil akan lebih berkembang dan dapat memperoleh
keuntungan yang seimbang antara unsur yang berkaitan dengan pola tersebut.
Setelah tiga sampai empat tahun pola PIR dilaksanakan, ternyata masih
ditemukan berbagai kendala dan masalah yang dihadapi Inti. Poultry shop yang
bertindak sebagai Inti tidak aktif dalam pembinaan plasmanya. Hal ini terjadi
karena pola PIR membawa konsekuensi perubahan pola usaha (manajemen dan
belum mempunyai pengetahuan dan teknologi budidaya ayam ras. Di sisi lain,
pihak pembibit kurang memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap Inti dan
peternak untuk meningkatkan keterampilan, disamping pasokan DOC yang belum
kontinu baik dalam kuantitas maupun kualitas, bahkan ada yang tidak melalui Inti
(Yusdja et al, 2004).
Dari berbagai hasil studi, pelaksanaan Keppres 50 dan PIR Perunggasan
kurang berhasil, sehingga pada tahun 1990 pemerintah menerbitkan Keppres
nomor 22 Tahun 1990 yang dilengkapi dengan Keputusan Menteri Pertanian
nomor 362/KPTS/TN.120/5/1990, menggantikan Keppres 50, Keppres 22/90
beserta perangkatnya merupakan titik balik dari Keppres 50. Pada hakekatnya
Keppres 50 mengatur pembatasan skala usaha budidaya ayam ras, untuk ayam ras
petelur dengan skala maksimal 5 000 ekor dan ayam broiler dengan produksi
maksimum 750 ekor per minggu, sedangkan Keppres 22 mengatur penggolongan
antara Perusahaan Peternakan dan Peternakan Rakyat. Bagi usaha budidaya ayam
ras yang memelihara ayam petelur di atas 10 000 ( >10 000) ekor atau broiler
diatas 15 000 ( >15 000) ekor per siklus produksi dimasukkan ke dalam kategori
Perusahaan Peternakan, sedangkan usaha budidaya yang memelihara di bawah
jumlah tersebut dikategorikan ke dalam Peternakan Rakyat. Di samping itu
Keppres 22 memberikan peluang (mengizinkan) kepada Perusahaan Peternakan
untuk melakukan integrasi vertikal, yang artinya Perusahaan Peternakan dapat
memiliki industri pakan dan pembibitan sendiri (untuk keperluan sendiri) serta
memiliki sarana pengolahan/pemotongan ayam. Hal ini berarti Keppres 22
membawa usaha ternak ayam ras kembali pada kondisi sebelum adanya
tidak mempunyai kewajiban bekerjasama dengan usaha ternak skala kecil,
sedangkan era Keppres 22 usaha ternak skala besar berkewajiban bekerjasama
dengan Peternakan Rakyat. Pola kerjasama antara Perusahaan Peternakan dengan
Peternakan Rakyat yang dimaksud adalah Perusahaan Peternakan menyediakan
sarana produksi, membantu penyediaan modal kerja dan modal investasi serta
memasarkan hasil produksi peternakan rakyat.
SK Mentan nomor 362/KPTS/TN.120/5/1990 telah mengatur dengan
cermat usaha budidaya ayam ras dan usaha pembibitan (breeding farm). Untuk
pembibitan, menurut ketentuan dalam Pasal 1 surat keputusan ini dan Pasal 1
Keppres 22/1990, haruslah diselenggarakan oleh perusahaan yang tidak
terintegrasi dengan usaha budidaya ayam ras. Artinya, bibit (DOC) yang
dihasilkan haruslah ditujukan untuk pasar dan bukan untuk keperluan sendiri. Di
pihak lain, ketentuan tentang perusahaan pengolahan pakan ayam ras belum
termuat dalam Keppres 22/90 maupun SK Mentan 362/90. Padahal kesulitan
utama dari Peternakan Rakyat ayam ras adalah rasio pakan dan hasil budidaya
ayam ras yang kurang menguntungkan.
Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, yang kemudian
berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik. Hal ini berdampak kepada
kenaikan bahan baku industri, yang mengakibatkan penurunan produk industri
ayam ras antara 50-60 persen (Anonymous, 2003). Saragih (1998)
mengidentifikasikan penyebabnya yakni karena faktor eksternal seperti krisis
moneter dan krisis ekonomi dan faktor internal seperti struktur dan perilaku
makro dan strategi industrialisasi yang kurang bersahabat khususnya dengan
subsektor peternakan.
Tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres No.22 dan berakhirlah secara
operasional intervensi pemerintah dalam pengaturan skala usaha (Yusdja et al.,
2001). Kebijakan-kebijakan masa lalu membentuk struktur pasar
monopoli/oligopoli dalam pasar pakan dan bibit serta membentuk pasar
monopsoni/oligopsoni dalam pembelian produk unggas yang berasal dari usaha
rakyat. Pada tahun 2002 industri ayam ras mulai meningkat di bawah kendali
perusahaan-perusahaan skala besar, karena usaha rakyat yang mandiri sudah tidak
ada lagi kecuali usaha rakyat yang bermitra dengan perusahaan skala besar.
2.3. Beberapa Studi Terdahulu
2.3.1. Pasar Jagung
Altermeier dan Adinugroho (1988) dalam Suryana (1991) melakukan
penelitian tentang aspek penawaran untuk analisis kebijakan pertanian selama
periode 1969 – 1986. Untuk alokasi areal panen dipakai model Adaptive Response
dan untuk produktivitas dipakai model Profit Function. Dari hasil kajiannya
diperoleh bahwa areal dan produktivitas jagung kurang respon terhadap
perubahan peubah harga jagung dengan nilai elastisitas berturut-turut 0.69 dan
0.79, sebaliknya penawaran jagung cukup respon terhadap perubahan peubah
harganya sendiri dengan elastisitas sebesar 1.25. Sementara itu, pengaruh harga
pupuk terhadap produktivitas jagung relatif kecil yaitu sebesar -0.08 di Jawa,
-0.05 di luar Jawa dan -0.07 di Indonesia.
Temuan hampir serupa diperoleh dalam penelitian Suryana (1991) tentang
tahun 1976-1988 menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: (1) peubah harga
jagung berpengaruh nyata terhadap luas tanam, namun tidak berpengaruh nyata
pada produktivitas, (2) luas tanam lebih respon terhadap perubahan peubah harga
dibanding produktivitas, (3) penawaran jagung cukup respon terhadap perubahan
peubah harga sendiri dan (4) terdapat hubungan kompetitif dalam penggunaan
lahan antara tanaman jagung, padi dan kedelai.
Samendawai (1994) menggunakan analisis regresi tentang permintaan
jagung dan industri pakan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa populasi ternak berpengaruh nyata terhadap permintaan
jagung untuk industri pakan di Jawa Barat maupun Jawa Timur, namun harga
jagung tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan jagung, karena jagung
ditentukan sepihak oleh pabrik pakan. Sementara itu, untuk Jawa Timur,
komoditas kedelai merupakan barang komplementer dan berpengaruh nyata
terhadap permintaan jagung, namun kurang respon (elastisitas = 0.74).
Hasil penelitian Nurkhalik (1999) tentang analisis agribisnis jagung dan
strategi pengembangannya di Indonesia dengan menggunakan data selama
periode 1969-1996 dengan sistem persamaan simultan dengan menggunakan
metode 2SLS menunjukkan peubah harga jagung, harga pupuk dan harga beras
berpengaruh nyata terhadap penawaran jagung di Indonesia dan tandanya sesuai
dengan teori ekonomi. Namun demikian, baik jangka pendek maupun jangka
panjang penawaran jagung kurang respon terhadap terhadap perubahan dari
masing-masing peubah tesebut. Penelitian ini membedakan permintaan untuk
kebutuhan pangan dan pakan. Peubah harga jagung itu sendiri, harga kedelai,
jagung untuk pangan. Beras dan kedelai merupakan barang substitusi bagi jagung
untuk tujuan konsumsi, serta komoditas ini merupakan barang normal bagi
masyarakat Indonesia. Ada tiga peubah yang berpengaruh nyata terhadap
permintaan jagung untuk bahan baku pakan yaitu harga jagung itu sendiri, harga
kedelai dan harga pakan. Berbeda dengan tujuan untuk memenuhi permintaan
konsumsi, hubungan antara jagung dan kedelai untuk bahan pakan dari hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan yang bersifat komplemen. dan hasil ini
sejalan dengan temuan penelitian Samendawai (1994).
Temuan dalam penelitian Nurkhalik (1999) dan Semendawai (1994) ini
diperkuat juga oleh hasil penelitian Tangendjaja et al, (2002), Sadra (2002),
Pasaribu et al, (2001), dan Rachman (2003) bahwa dalam komposisi bahan pakan
jagung dan kedelai bersifat komplemen dan sampai saat ini posisi jagung belum
bisa digantikan oleh input lainnya termasuk kedelai. Baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang permintaan jagung untuk kebutuhan pakan ternak kurang
respon terhadap perubahan peubah-peubah tersebut, kecuali terhadap perubahan
harga pakan dan itu pun dalam jangka panjang.
Hasil penelitian Purba (1999) tentang keterkaitan pasar jagung dan pakan
ternak ayam ras di Indonesia: suatu analisis simulasi dengan menggunakan data
deret waktu periode 1969-1996 dengan sistem persamaan simultan dengan
menggunakan metode 2SLS menunjukkan bahwa produksi jagung di Indonesia
secara nyata dan sesuai dengan teori ekonomi dipengaruhi oleh peubah harga
harga jagung itu sendiri, harga pupuk, tingkat suku bunga, upah tenaga kerja, luas
areal dan produktivitas. Namun demikian, baik jangka pendek maupun jangka
peubah penjelas termasuk terhadap peubah harganya sendiri. Hasil kajian ini
kurang sejalan dengan hasil Altermeier dan Adinugroho (1988) dalam Suryana
(1991) yang menginformasikan bahwa penawaran jagung cukup respon terhadap
perubahan peubah harganya sendiri.
2.3.2. Pasar Pakan
Hasil penelitian Hutabarat et al, (1993) di empat propinsi (DKI, Jawa
Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan Sajuti (2001), dimana jagung
merupakan bahan baku utama, dengan pangsa 40-60 persen dari bahan baku
pabrik pakan ternak. Besarnya komponen jagung dalam bahan baku pakan ternak
disebabkan karena harganya relatif murah, mudah diproduksi dalam jumlah
banyak, mengandung kalori yang tinggi dan sangat disukai ternak. Oleh sebab itu
upaya untuk mengganti jagung dengan bahan lain belum berhasil hingga saat ini.
Temuan ini juga diperkuat oleh hasil kajian Tangendjaja et al, (2002), yang
menunjukkan bahwa peranan jagung dalam produksi pakan ternak sangat penting
dan posisinya belum bisa digantikan secara sempurna oleh bahan baku lainnya.
Penelitian Yusdja dan Pasandaran (1996) dengan menggunakan metode
Linear Programming menghasilkan temuan yang sangat mendukung hasil
penelitian di atas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jagung merupakan bahan
baku utama dari industri pakan ternak. Pangsa jagung sebagai bahan baku utama
pakan ternak mencapai 56-62 persen dari keseluruhan bahan baku pakan ternak.
Sementara itu biaya pakan mencapai 87.8 persen dari keseluruhan biaya produksi
daging ayam.
Pada tahun 1996, Alim meneliti tentang efisiensi skala usaha pabrik pakan
metode SUR (Seemingly Unrelated Regression). Penelitian ini memanfaatkan
pool data, yang terdiri dari data penampang lintang dari tiga pabrik yang berlokasi
di wilayah Bogor dan Bekasi, serta data bulanan selama tiga tahun (1992-1994),
sehingga jumlah pengamatan adalah 108 titik data. Kesimpulan dari penelitian ini
menyatakan bahwa harga jagung kuning sangat dominan dalam mempengaruhi
tingkat laba dan efisiensi usaha. Hal ini disebabkan jagung kuning mempunyai
pangsa yang relatif tinggi dalam penyusunan pangsa pakan ternak dan belum
tersedia bahan substitusi yang mempunyai kandungan gizi yang setara.
Hasil penelitian Suryana et al, (1997) meneliti tentang harga kesepakatan
jagung dengan menggunakan metode Linear Programming menunjukkan bahwa
kebutuhan jagung dalam pakan adalah 60.6 persen untuk ayam pedaging dan 59.4
persen untuk ayam petelur. Analisis sensivitas terhadap perubahan harga jagung
hingga kenaikan sebesar 100 persen ternyata tidak merubah komposisi tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya jagung sebagai bahan baku pakan
ternak, sehingga tidak tergantikan oleh bahan lain.
Hasil penelitian Purba (1999) tentang keterkaitan pasar jagung dan pakan
ternak ayam ras di Indonesia: suatu analisis simulasi dengan mengunakan data
deret waktu periode 1969-1996 dengan sistem persamaan simultan dengan
menggunakan metode 2SLS menunjukkan bahwa produksi pakan ternak sesuai
dengan teori ekonomi secara nyata dipengaruhi oleh peubah selisih pakan dan
jagung, tingkat suku bunga dan populasi ayam ras. Akan tetapi, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang produksi pakan ternak kurang respon terhadap
berpengaruh nyata terhadap permintaan pakan ternak adalah rasio harga pakan
terhadap harga ayam ras dan populasi ayam ras.
2.3.3. Pasar Daging Ayam Ras
Simatupang et al, (1995) melakukan studi tentang respon penawaran
daging ternak di Indonesia, salah satu diantaranya adalah daging ayam. Studi
tersebut menggunakan persamaan tunggal The Quantity Partial Adjustment Cum
Extrapolative Price Expectation Model (QPAM-EPEM). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa untuk semua peubah input dan lag produksi daging ayam
mempunyai arah yang sesuai dengan harapan dan signifikan. Kemampuan dari
peubah-peubah penjelas untuk menerangkan variasi dari nilai peubah endogennya
hampir sempurna yaitu sekitar 99 persen. Dalam jangka pendek penawaran daging
ayam kurang respon terhadap perubahan daging ayam itu sendiri (ESR = 0.52),
namun dalam jangka panjang cukup respon (ELR = 1.29). Baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang ternyata penawaran daging ayam kurang respon
terhadap perubahan harga jagung yang ditandai oleh nilai elastisitasnya kurang
dari satu.
Soedaryanto et al, (1995) dalam penelitiannya di delapan propinsi di
Sumatera dan Kalimantan dengan memanfaatkan data Susenas tahun 1990 dan
menggunakan model AIDS (Almost Ideal Demand System) menunjukkan bahwa
elastisitas permintaan terhadap harga itu sendiri bertanda negatif dan elastisitas
permintaan terhadap pendapatan bertanda positif. Artinya kenaikan harga daging
ayam menyebabkan permintaan terhadap daging tersebut menurun, sebaliknya
meningkatnya pendapatan masyarakat menyebabkan meningkatnya permintaan
masyarakat, bahkan untuk kasus Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, daging ayam merupakan
barang mewah yang dicirikan oleh elastisitas permintaan terhadap pendapatan
masyarakat lebih besar dari satu. Sifat substitusi dan komplemen komoditas
daging ayam dengan beberapa komoditas ternak lainnya tidak khas dan berbeda
untuk tiap daerah.
Kusumawardhani (1993) dalam penelitiannya di Jawa Timur menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan baik di pedesaan maupun perkotaan,
konsumsi terhadap daging sapi semakin meningkat. Hasil pendugaaan parameter
permintaan daging sapi menunjukkan bahwa peubah-peubah nilai daging sapi
berpengaruh positif, nilai daging ayam buras berpengaruh negatif, pendapatan
rumah tangga berpengaruh positif, dan jumlah anggota rumah tangga berpengaruh
positif terhadap permintaan daging sapi di pedesaan. Di perkotaan nilai daging
sapi berpengaruh positif, pendapatan rumah tangga berpengaruh positif, jumlah
anggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap permintaan daging sapi.
Daging kambing merupakan komoditas substitusi terhadap daging sapi,
sedangkan daging ayam ras dan ayam buras bersifat komplementer baik di
wilayah pedesaan maupun perkotaan. Permintaan daging sapi tidak responsif
terhadap perubahan pendapatan baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Soedjana et al, (1994) dalam penelitian di Bali menunjukkan bahwa
adanya sifat komplementer antara daging sapi dan daging ayam. Hal tersebut
terjadi karena perilaku kondisi masyarakat Bali, dimana terdapat berbagai upacara
telur, sementara khusus untuk daging sapi ternyata sebagian masyarakat Bali
masih mengkonsumsinya.
Deptan (2002) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa harga daging
ayam, populasi ayam pedaging, dan penawaran daging ayam sebelumnya
berpengaruh positif terhadap penawaran daging ayam namun berpengaruh nyata
terhadap populasi ayam pedaging. Penawaran daging ayam, baik jangka pendek
maupun jangka panjang tidak elastis terhadap perubahan semua penjelasnya.
Harga daging ayam, daging kambing/domba, telur ayam, dan permintaan daging
ayam sebelumnya merupakan empat faktor utama yang mempengaruhi
permintaan daging ayam di Indonesia. Permintaan daging ayam baik jangka
pendek maupun jangka panjang tidak elastis terhadap perubahan pendapatan dan
juga mengindikasikan daging ayam sudah banyak dikonsumsi masyarakat. Oleh
karena itu, upaya meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi protein hewani
akan lebih murah dan efektif dengan cara mengembangkan usaha peternakan
ayam pedaging.
Fizanti et al, (1997) melakukan studi aspek penawaran dan permintaan
secara terpisah, dimana aspek penawaran tidak memisahkan antara daging
peternakan rakyat dan industri peternakan. Hasil penelitian menunjukkan
penawaran daging sapi dipengaruhi oleh harga daging, harga sapi bakalan, suku
bunga dan teknologi. Konsumsi daging sapi dipengaruhi oleh harga daging,
pendapatan masyarakat dan harga daging ayam. Sedangkan harga daging sapi
dipengaruhi oleh jumlah penawaran dan tarif impor.
Ilham et al, (2001) melakukan penelitian tentang analisis penawaran dan