DETERMINAN MORAL HAZARD PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN DALAM
MEMENUHI KEBUTUHAN AKAN PELAYANAN KESEHATAN
TESIS
Oleh WIDIYANTO 127032122/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE DETERMINANT OF MORAL HAZARD OF THE OUT-PATIENT PATIENTS AT H.ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL IN
MEETING THEIR NEED FOR HEALTH SERVICE
THESIS
BY WIDIYANTO 127032122/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
DETERMINAN MORAL HAZARD PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN DALAM
MEMENUHI KEBUTUHAN AKAN PELAYANAN KESEHATAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh WIDIYANTO 127032122/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : DETERMINAN MORAL HAZARD PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN AKAN
PELAYANAN KESEHATAN Nama Mahasiswa : Widiyanto
Nomor Induk Mahasiswa : 127032122
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K)) (Siti Khadijah , S.K.M, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 15 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K) Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
DETERMINAN MORAL HAZARD PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN DALAM
MEMENUHI KEBUTUHAN AKAN PELAYANAN KESEHATAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
ABSTRAK
Masalah Moral hazard pada awalnya merupakan fenomena yang ditemukan pada bisnis asuransi namun dalam perkembangannya tidak hanya ditemukan di dunia asuransi tetapi juga di segala bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan. Merujuk kepada definisi Moral hazard yang dikemukakan oleh Manning (1996) yang dikutip Dreher( 2004) pengertian moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana peserta asuransi menjadi tidak berhati-hati setelah mengikuti program asuransi, sementara moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung
Program jaminan kesehatan BPJS I yang baru saja dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 sesuai UU No.40/2004/pasal 19, BPJS ini diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.Menurut UU No. 40/pasal 22 disebutkan memiliki manfaat komprehensif dengan penggunaan iur untuk pelayanan yang berpotensi Moral Hazard (PTASKES 2014).
Fenomena yang sama juga dijumpai di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan ada beberapa pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (tidak kontrol), datang dengan keluhan yang sama (tidak adanya usaha preventif)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara explanatory research deketahui variabel pendidikan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya perilaku Moral hazard.
Untuk mengatasi masalah Moral hazard ini disarankan kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan untuk lebih meningkatkan program penyuluhan kesehatan terutama melalui instalasi PKMRS sehinga peserta asuransi kesehatan BPJS I NON PBI dan masyarakat lebih memahami dan menghargai mamfaat kesehatan.
ABSTRACT
The problem of moral hazard is at first a phenomenon found in an insurance business but in its development it is not only found in the world of insurance but also in all sectors of life including in the field of health. According to Manning (1996) cited in Dreher (2004), the meaning of moral hazard can be differenciated between direct moral hazard and indirect moral hazard. Direct moral hazard occurs in the cases in which the insurance participants are not careful after following insurance programs, while indirect moral hazard occurs when the system of insurance resulted in the direct moral hazard.
The Health InsuranceProgram of BPJS I which just began on January 1, 2014 in accordance with Article 19 of Law No.40/2004 is organized nationally based on the principles of social insurance and equity. According to Article 22 of Law No.40/2004, the Health Insurance Program of BPJS I has a comprehensive benefit by using the dues for the services that are potential to have moral hazard (PT ASKES 2014).
The same phenomenon has also been found at H. Adam Malik General Hospital in which several out-patient patients as the participants of non-PBI BPJS I who did not perform regular health checks (no control) came with the Same complaints (no preventive effort at all).
The result of this explanatory study showed that the variable of education had a very significant influence on the incident of moral hazard behavior.
To overcome this Moral Hazard problem, the Director of H.Adam Malik General Hospital is suggested to further improve the health extension program especially through PKMRS installation that the participants of non-PBI BPJS health insurance and the community at large can understand and appreciate the health benefits more.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
“Determinan Moral Hazard Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dalam Memenuhi Kebutuhan Akan Pelayanan Kesehatan”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 IlmuKesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT & H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K), selaku pembimbing I dan Siti
Khadijah Nst, S.K.M, M.Kes, selaku pembimbing II, dimana kedua pembimbing
dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian memberikan bimbingan,
arahan, petunjuk, hingga selesainya Tesis ini.
6. Drs. Amru Nst, M.Kes dan dr. Fauzi, S.K.M selaku Tim Penguji yang telah
bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu
8. Orang tua saya tercinta Hj. Syamiati dan Alm. Pitoyo, istri saya tercinta drg. Tuti
Isnita dan anak-anak saya tercinta Naufal, Najwa dan Khalis dan juga kedua
mertua saya Alm. H. Siddik Pulungan dan Almh. Hj. Masdogor Siregar serta
keponakan saya Indah, Pras, Tari yang selalu memberikan motivasi, dukungan,
doa pada penulis dalam penyusunan tesis ini.
9. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan, saran
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis
penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Medan, September 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Widiyanto berumur 42 tahun dilahirkan di Medan pada
tanggal 5 April 1973 beragama Islam, penulis anak keenam dari enam bersaudara
dengan status sudah menikah, memiliki tiga orang anak dan penulis merupakan anak
dari pasangan Pitoyo dan Hj. Syamiati.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar
Pahlawan Nasional Medan pada tahun 1980-1986. Pada tahun 1986-1989, penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 25 Medan. Pada tahun 1989-1992, penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 8 Medan. Pada tahun 1992, penulis
melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan
dan mendapat gelar dokter gigi pada tahun 1998. Selanjutnya pada Tahun 2012
penulis melanjutkan kuliah di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Penulis memulai karir sebagai dokter gigi di Provinsi
jambi dari tahun 1999-2007.Penulis sekarang bekerja di RSUP.H Adam Malik Medan
DAFTAR ISI
2.6. Asuransi Kesehatan (Definisi, Manfaat dan Ciri Khusus) ... 21
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 32
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32
4.2. Karakteristik Responden ... 33
4.3. Analisis univariat ... 35
4.4. Analisi Bivariat ... 36
4.5. Analisis Multivariat ... 40
BAB 5. PEMBAHASAN ... 41
5.1 Pengaruh Jenis Kelamin,Umur,Pendidikan, Pekerjaan dan Pengetahuan terhadap munculnya perilaku Moral hazard ... 41
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
6.1 Kesimpulan ... 48
6.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori
Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Jenis Kelamin dan Pengetahuan ... 34
4.2. Tabel Distribusi Jawaban Responden yang Dikaitkan dengan
Perilaku Moral Hazard Pada Responden ... 35
4.3. Tabel Distribusi Moral Hazard ... 36
4.4 Tabel Tabulasi Silang Hubunngan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Jenis Kelamin, dan Pengetahuan dengan Moral Hazard ... 39
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Fungsi Moral Hazard ... 12
2.2. Grafik Tornado Memperlihatkan Variabel-variabel yang
Memengaruhi Moral Hazard ... 14
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 54
2 Hasil Analisis Univariat ... 56
3 Hasil Analisis Bivariat ... 59
4 Hasil Analisis Multivariat ... 65
5 Surat Izin Penelitian ... 68
6 Surat Balasan Penelitian ... 69
7 Surat Persetujuan Ethical Clearance ... 70
ABSTRAK
Masalah Moral hazard pada awalnya merupakan fenomena yang ditemukan pada bisnis asuransi namun dalam perkembangannya tidak hanya ditemukan di dunia asuransi tetapi juga di segala bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan. Merujuk kepada definisi Moral hazard yang dikemukakan oleh Manning (1996) yang dikutip Dreher( 2004) pengertian moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana peserta asuransi menjadi tidak berhati-hati setelah mengikuti program asuransi, sementara moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung
Program jaminan kesehatan BPJS I yang baru saja dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 sesuai UU No.40/2004/pasal 19, BPJS ini diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.Menurut UU No. 40/pasal 22 disebutkan memiliki manfaat komprehensif dengan penggunaan iur untuk pelayanan yang berpotensi Moral Hazard (PTASKES 2014).
Fenomena yang sama juga dijumpai di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan ada beberapa pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (tidak kontrol), datang dengan keluhan yang sama (tidak adanya usaha preventif)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara explanatory research deketahui variabel pendidikan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya perilaku Moral hazard.
Untuk mengatasi masalah Moral hazard ini disarankan kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan untuk lebih meningkatkan program penyuluhan kesehatan terutama melalui instalasi PKMRS sehinga peserta asuransi kesehatan BPJS I NON PBI dan masyarakat lebih memahami dan menghargai mamfaat kesehatan.
ABSTRACT
The problem of moral hazard is at first a phenomenon found in an insurance business but in its development it is not only found in the world of insurance but also in all sectors of life including in the field of health. According to Manning (1996) cited in Dreher (2004), the meaning of moral hazard can be differenciated between direct moral hazard and indirect moral hazard. Direct moral hazard occurs in the cases in which the insurance participants are not careful after following insurance programs, while indirect moral hazard occurs when the system of insurance resulted in the direct moral hazard.
The Health InsuranceProgram of BPJS I which just began on January 1, 2014 in accordance with Article 19 of Law No.40/2004 is organized nationally based on the principles of social insurance and equity. According to Article 22 of Law No.40/2004, the Health Insurance Program of BPJS I has a comprehensive benefit by using the dues for the services that are potential to have moral hazard (PT ASKES 2014).
The same phenomenon has also been found at H. Adam Malik General Hospital in which several out-patient patients as the participants of non-PBI BPJS I who did not perform regular health checks (no control) came with the Same complaints (no preventive effort at all).
The result of this explanatory study showed that the variable of education had a very significant influence on the incident of moral hazard behavior.
To overcome this Moral Hazard problem, the Director of H.Adam Malik General Hospital is suggested to further improve the health extension program especially through PKMRS installation that the participants of non-PBI BPJS health insurance and the community at large can understand and appreciate the health benefits more.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial untuk menggalang
kegotongroyongan atau solidaritas masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan
(dalam arti luas). Meskipun secara kultural, asuransi kesehatan bukanlah budaya
bangsa Indonesia dan bukan juga budaya bangsa-bangsa lain, akan tetapi akar atau
elemen asuransi kesehatan sebagai alat gotong royong sudah merupakan peradaban
manusia di dunia, barangkali sejak manusia mendiami planet ini. Dalam bentuk
tradisional, seluruh masyarakat bahu-membahu memberikan pertolongan
semampunya untuk membantu anggota masyarakat yang sakit.
Perkembangan pelayanan kesehatan modern dalam bentuk rumah sakit tidak lepas
dari semangat kegotongroyongan ini. Pelayanan rumah sakit pada awalnya murni
sebagai ekspresi kegotongroyongan dengan memberikan pelayanan atau perawatan
tanpa tuntutan imbalan, murni karitas atau sedekah. Akan tetapi karena longgarnya
koherensi sosial dalam kehidupan modern dan tuntutan pendanaan yang realistik
maka pelayanan rumah sakit berkembang menjadi komoditas. Namun peran rumah
sakit sebagai pelayanan karitas, dalam artian sempit maupun luas seperti yang
disediakan oleh pemerintah, sampai saat ini dan tampaknya akan terus tetap ada.
Bentuk solidaritas sosial dalam kemasan modern, disebut asuransi kesehatan, juga
dan penyelenggaraan asuransi kesehatan yang penuh pasang surut dan tidak lepas dari
praktek penyelenggaraan yang tidak jujur dan korup atau bahkan penipuan, maka
masih banyak orang yang alergi dengan istilah asuransi.
Egoisme sektoral yang tumbuh subur di negeri ini juga menimbulkan berbagai
sikap tentang asuransi. Ada pihak yang merasa “memiliki” asuransi atau menganggap
asuransi “dimiliki” sektor tertentu dan karenanya menganggap dirinya yang paling
berhak mengatur atau tidak mau menggunakan istilah asuransi karena milik orang
lain. Sikap pertentanganini di tahun 70-an juga tumbuh subur di Amerika dalam
rangka ‘perebutan’ lahan pengaturan dan menghindari pengaturan oleh pihak tertentu.
Asuransi kesehatan dapat dibedakan dalam dua bentuk besar yaitu asuransi kesehatan
yang bersifat komersial dan yang bersifat sosial.
Asuransi kesehatan komersial bertujuan memberikan perlindungan kepada
penduduk atas dasar commerce dengan ciri hubungan transaksi yang bersifat sukarela,
sebagaimana layaknya sebuah transaksi dagang. Bentuk asuransi kesehatan komersial
mencakup produk Askes sukarela dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM), sedangkan asuransi kesehatan sosial bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada penduduk atas dasar penegakkan keadilan sosial sehingga sifat
kepesertaanya wajib. Asuransi kesehatan sosial berkembang untuk menghindari
kegagalan pasar (market failure) dari sistem asuransi kesehatan komersial untuk
memberikan jaminan kepada penduduk secara luas dan dengan harga terjangkau.
Bentuk asuransi kesehatan sosial mencakup Askes pegawai negeri, asuransi Jasa
Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJSI), yang semuanya belum
menerapkan prinsip-prinsip asuransi kesehatan sosial secara konsisten. Dalam
implementasinya kedua jenis asuransi tersebut dapat diselenggarakan dengan
memberikan penggantian biaya kesehatan dalam bentuk uang ataupun dengan
memberikan pelayanan kesehatan (benefit in kind).
Di Indonesia terdapat dua jenis asuransi kesehatan, yaitu asuransi kesehatan
kolektif (kelompok) dan asuransi kesehatan individu. Asuransi individu biasanya
diperuntukkan bagi pribadi atau keluarga, sementara asuransi kolektif seperti terdapat
di banyak perusahaan yang telah memberikan perlindungan kesehatan terhadap
pegawainya. Premi asuransi individu yang harus dibayarkan relatif lebih tinggi dari
asuransi kesehatan kolektif. Hal itu terjadi karena asuransi kesehatan kolektif jumlah
individu atau peserta yang ikut lebih besar sehingga risiko terjadinya klaim dapat
dibagi rata oleh seluruh individu di dalam kelompok. Semakin besar jumlah
kelompok atau anggota di dalam satu institusi atau perusahan, akan semakin rendah
pula premi yang harus dibayarkan (Kementerian Kesehatan RI.2011)
Masalah Moral hazard pada awalnya merupakan fenomena yang ditemukan pada
bisnis asuransi namun dalam perkembangannya tidak hanya ditemukan di dunia
asuransi tetapi juga di segala bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan. Merujuk
kepada definisi Moral hazard yang dikemukakan oleh Manning (1996) yang dikutip
Dreher (2004) pengertian moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan
moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana
sementara moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi yang
menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung.
Menurut Cagatay (2000) dalam desertasinya yang berjudul Moral hazard and
Adverse Selection in the Economics of Health Care : The University of Texas at
Austin, dikatakan telah terjadi peningkatan marginal cost untuk pelayanan kesehatan
di Amerika yang diindikasikan sebagai fenomena moral hazard effect (MHE) akibat
penggunaan asuransi yang dimanipulasi sehingga merugikan negara. Untuk
mempelajari Moral Hazard Effect (MHE) Cagatay menggunakan 5 modul untuk
menghitung data dan mengestimasi kebutuhan akan pelayanan dan survey interview
penggunaan asuransi yang digunakan pada tahun 1993.
Tingginya moral hazard menyebabkan asuransi kesehatan yang
memberikan penggantian uang semakin terbatas pada kondisi tertentu dimana
pemberian jaminan dalam bentuk pelayanan sulit diterapkan. Sering sekali kebijakan
makro yang dilakukan pemerintah terjebak pada pemenuhan demand bukan pada
pemenuhan needs, akibatnya subsidi diberikan kepada yang meminta pelayanan
bukan kepada yang membutuhkan pelayanan. kesalahan kebijakan makro pada
akhirnya mengimbas kepada kebijakan kesehatan yang tidak sesuai dengan falsafah
dasar keadilan sosial. Faktor manajemen dan moral hazard merupakan dua faktor
penting yang harus dipertimbangkan dalam menyelenggarakan jaminan. Perlu
disadari bahwa asuransi kesehatan yang tradisional yang memberikan penggantian
biaya (reimbursement) akan mengundang moral hazard yang tinggi meskipun hanya
moral hazard menjadi lebih mudah dilokalisir dari pada memberikan jaminan
komprehensif oleh karenanya manajemen jaminan terbatas ini akan jauh lebih mudah
dan lebih terkendali. (Thabrani, 2001).
Menurut Dahlan (2013) yang dikutip dari Pauly (2008), ada beberapa hal yang
menyebabkan pasien peserta asuransi kesehatan melakukan moral hazard
diantaranya:
a. Semakin materialitis dan hedonistis (sesukanya)
b. Semakin memahami hak-haknya
c. Semakin litigious (gemar menuntut)
d. Semakin melihat dokter bukan sebagai partnership, melainkan sebagai orang
bayaran
e. Semakin menerima konsep Hak Azasi Manusia (HAM) sebagia acuan bagi
kebijakan sosial dan hukum.
f. Semakin tingginya penghargaan terhadap prinsip konsumerisme (misalnya“he
who pays the piper calls the tune)
g. Tarap pendidikan yang berbeda-beda
h. Banyaknya akses informasi yang kadang membingungkan
i. Perubahangaya hidup (lifestylechange)
j. Keinginan dan harapan yang berbeda-beda /Demand and expectation different
Menurut Notoatmojo (2012) yang dikutip dari Green (1980), perilaku manusia
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, rumah sakit, obat-obatan, dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain.
Perilaku kesehatan menurut Notoadmojo (2012) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu
perilaku pemelihara kesehatan,perilaku pencari/pengguna sistem atau fasilitas
kesehatan dan perilaku kesehatan lingkungan.
Program jaminan kesehatan BPJS I yang baru saja dimulai pada tanggal 1 Januari
2014 sesuai UU No.40/2004/pasal 19, BPJS ini diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Menurut UU No. 40/pasal 22
disebutkan memiliki manfaat komprehensif dengan penggunaan iur untuk pelayanan
yang berpotensi Moral Hazard (PT ASKES 2014).
Fenomena yang sama juga dijumpai di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan ada
beberapa pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI tidak melakukan pemeriksaan
kesehatan secara teratur (tidak kontrol), datang dengan keluhan yang sama (tidak
namanya, meminta tambahan hari/pengobatan yang tidak perlu, kurang memahami
tentang asuransi kesehatan BPJS. Menurut keterangan pihak verifikasi pasien, loket
pendaftaran dan beberapa SMF poli pasien rawat jalan, presentasi kejadian tersebut
bekisar 45% setiap bulannya.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya determinan
moral hazard pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non PBI di rumah sakit
umum pusat H. Adam Malik Medan dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatan.
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa determinan Moral hazard
pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non PBI di rumah sakit umum pusat H.
Adam Malik Medan dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
1.4.Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh karakteristik yang meliputi :
umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan pengetahuan terhadap terjadinya
moral hazard yang dilakukan pasien-pasien rawat jalan peserta asuransi BPJS I non
1.5. Manfaat Penelitian
a. Hasil penulisan ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
masyarakat khususnya di bidang ilmu perilaku kesehatan yang berbasis asuransi
kesehatan.
b. Mengetahui determinan yang menjadi penyebab utama terjadinya moral hazard
pada pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI di RSUP. H. Adam Malik Medan.
c. Agar pelayanan kesehatan khususnya yang berbasis asuransi kesehatan berjalan
efektif, efisien, kendali biaya,kendali mutu dan tepat sasaran.
d. Memberi pemecahan masalah bagaimana mengatasi perilaku moral hazard yang
dilakukan pasien rawat jalan peserta BPJS I non PBI di RSUP H. Adam Malik
Medan.
e. Mendukung terlaksananya program asuransi kesehatan BPJS I di RSUPH. Adam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Definisi Moral Hazard
Persepsi yang buruk terhadap risiko adalah perilaku seseorang yang tidak
peduli terhadap risiko, bahkan cenderung ugal-ugalan atau urakan. (Nyman 2004)
menyebut persepsi yang buruk terhadap risiko ini sebagai ‘Morale Hazard’ yang
secara sederhana dideskripsikan sebagai carelessness or indifference to a loss
(kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian). Disamping morale hazard,
ada pula yang disebut sebagai physical hazard.
Physical hazard adalah kondisi fisik yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kerugian, sementara moral hazard adalah ketidakjujuran
seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerugian.
Kedua jenis hazard ini memang tidak secara serta merta
menimbulkan kerugian. Namun, keduanya memberi pengaruh yang sama yaitu
meningkatkan peluang atau kemungkinan berubahnya suatu risiko menjadi kerugian.
Ketidakpedulian dan perilaku urakan terhadap risiko (morale hazard) ini
agaknya merupakan faktor yang paling dominan karena kehadirannya dapat
menjadi pemicu timbulnya Moral hazard. Moral hazard merupakan salah satu aspek
penting yang dinilai oleh penulis dalam menyetujui pertanggungan suatu objek
karakter dan tingkah laku tertanggung. Sebelum pembahasan lebih lanjut, berikut ini
terangkum beberapa pengertian moral hazard yang disarikan dari berbagai literatur.
Seorang ahli ekonomi yang bernama Pauly (1968) adalah orang yang pertama
kali mengemukakan bahwa Moral hazard sangat besar pengaruhnya di bidang
pelayanan kesehatan. Moral hazard diduga membuat orang berubah perilakunya
ketika mereka telah dijamin oleh asuransi dibandingkan sebelum dijamin.
Moral hazard merupakan dampak dari asimetris informasi, hal ini selalu ada
bila sekelompok orang dengan informasi yang menggiurkan merubah perilaku
masyarakat agar memilih cara yang menguntungkannya ketika biaya naik dengan
imformasi yang kurang lengkap. Kebanyakan bila pihak asuransi berencana
mengurangi pengeluaran biaya berobat, perilaku individu diefektifkan dengan
mengurangi harga perubahan ini di dalam perilaku disebut Moral hazard, demikian
hal nya juga masyarakat memiliki tingkah laku yang sama seperti melakukan
pemborosan air ketika harga air murah, sering sekali berobat ketika biaya berobat
murah atau telah dijamin. Masalah yang fundamental bahwa seseorang yang masuk
asuransi harus mempunyai informasi yang lebih baik agar menghormati dan
menghargai dirinya dan kesehatannya oleh karena itu ketika dia memutuskan masuk
asuransi dia harus menggunakan dan memamfaatkan keunggulan asuransi dengan
lebih baik lagi karena secara teori ketika orang yang masuk asuransi kesehatan ini
akan dibayar oleh pihak ketiga maka dia akan cenderung lebih ceroboh secara
2.2. Bentuk Moral Hazard di Asuransi Kesehatan
Ada dua tipe Moral hazard di asuransi pelayanan kesehatan yang diakibatkan
dari perbuatan dan tingkah laku peserta asuransi, pertama pihak asuransi mungkin
saja tidak mendorong sepenuhnya peserta asuransi melakukan pencegahan (preventif)
sehingga peserta asuransi memiliki sedikit motivasi untuk menjaga dirinya untuk
berperilaku hidup sehat, pada kasus ini telah terjadi Moral hazard karena pelayanan
kesehatan diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif
untuk menghindari pengobatan. Kedua pihak asuransi mungkin saja mendorong
peserta asuransi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan atau
tidak krusial (mendesak) seperti meminta tambahan hari untuk berobat atau meminta
tambahan tindakan yang seharusnya tidak diperlukan pada kasus pihak asuransi
mendapatkan permasalahan moral hazard karena peserta asuransi menggunakan
pelayanan yang berlebihan, dari kedua kasus di atas pihak asuransi baik pemerintah
ataupun swasta mengalami kerugian karena mereka harus membayar lebih banyak
dari pada premi yang mereka terima (Culter 1998).
2.3. TingkatMoral Hazard
Frekuensi kejadian riil moral hazard pada saat klaim asuransi adalah sesuatu
yang sulit diukur, namun dapat diestimasi dengan berbagai pendekatan. Biasanya
risiko moral hazard dapat diukur setelah kejadian moral hazard ini terjadi (klaim
sudah dibayar). Pengukuran yang paling sering digunakan adalah dengan
(kerugian) objek pertanggungan sebenarnya dibandingkan dengan berapa besar biaya
klaim yang telah dikeluarkan penyelanggara asuransi untuk membiayai klaim
tersebut.Variance (selisih) biaya yang telah dikeluarkan dengan biaya yang
sebenarnya diindikasikan sebagai pengeluaran atas perbuatan moral hazard.
Dunham L. Cobb (2004) dari University of Yale telah membuat suatu model
untuk moral hazard.Dalam permodelannya, moral hazard merupakan fungsi dari
komponen konsekuensi atas risiko, peluang sukses, dan kecenderungan sifat individu.
Gambar 2.1 Fungsi Moral Hazard
Komponen pertama yang mempengaruhi adalah keuntungan (reward) yang
akan didapat merupakan faktor terbesar yang memicu seseorang melakukan tindakan
moral hazard, termasuk juga sebagai bagian dari reward adalah terhindar dari sesuatu
yang tidak diinginkan/sesuatu yang buruk. Lawan dari reward adalah hukuman
(penalty) yang merupakan konsekuensi yang diberikan kepada seseorang apabila
tertangkap bersalah ketika melakukan hal yang tidak dibenarkan. Pada kondisi ini
-reward=hadiah/keuntungan -penalty=hukuman
-likehood of being successful= kemungkikan sukses
-likehood of being caught= kemungkinan gagal -urgency of need/greed= kebutuhan yang mendesak/keserahkahan
dapat dimaknai bahwa semakin berat hukuman yang diberikan atas pelaku moral
hazard, maka akan semakin mampu menekan perilaku moral hazard dan berlaku
sebaliknya, bahkan situasi ketidakpastian hukum atau tidak ditegakkannya hukum
secara tegas dapat menjadi faktor pemicu lain perilaku moral hazard.
Komponen kedua yang mempengaruhi adalah kemungkinan sukses dan gagal
dalam melakukan tindakan moral hazard, semakin tinggi kemungkinan sukses maka
semakin besar potensi seseorang dalam melakukan moral hazard. Hal ini sangat
bergantung dari mekanisme kontrol dari perusahaan. Pada perusahaan asuransi,
mekanisme kontrol yang dapat dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi tindakan
moral hazard pada saat tertanggung melakukan klaim antara lain dengan melakukan
survey dan interview (wawancara) yang dapat menggali penyebab sebenarnya klaim
yang diajukan, sehingga dapat digali apakah kejadian klaim tersebut diindikasikan
sebagai tindakan moral hazard atau tidak. Kejelasan Standard Operation Procedure
pada perusahaan asuransi dan kecakapan para petugas yang menangani klaim
tertanggung sangat berperan dalam menghindari kejadian moral hazard.
Komponen ketiga adalah moral dasar seseorang, dimana keserakahan
dan kebutuhan yang mendesak sewaktu-waktu dapat memicu seseorang
melakukan tindakan moral hazard. Tentunya hal ini hanya dapat dikontrol oleh diri
masing-masing individu. Penanaman nilai-nilai yang baik, budi pekerti, dan integritas
dari dini memungkinkan seseorang untuk mampu menjaga dirinya dari berbuat
Berikut ini digambarkan grafik Tornado yang memperlihatkan distribusi
faktor yang mempengaruhi Moral hazard, terlihat bahwa keuntungan (reward)
merupakan faktor utama yang memicu moral hazard, sebaliknya hukuman (penalty)
menjadi hambatan utama seseorang melakukan moral hazard, faktor-faktor lain yang
memicuadalah urgency (kebutuhan mendesak), keserahkahan, dan kemungkinan
untuk sukses melakukan tindakan moral hazard, hukuman dan besarnya potensi
tertangkap ketika melakukan tindakan moral hazard menjadi faktor penghambat
lainnya.
Personal moral ethic
Determinan of Moral hazardsIncentive for Moral Hazard
Rewards (risk of organization) Urgency of need,greed
Penalty for caught Likehood being caught Like hood being success
Gambar 2.2 Grafik Tornado Memperlihatkan Variabel-variabel yang Memengaruhi Moral Hazard
Realitas yang ada tentang tingkat moral hazard pada kelompok tertanggung
asuransi memperlihatkan bahwa perilaku moral hazard sebuah keniscayaan. Perilaku
ini sama sekali tidak dapat dihilangkan, hanya dapat dikendalikan, karena pada
dasarnya faktor-faktor yang memicu terjadinya moral hazard merupakan hal-hal yang
Syauqy Beik, seorang sastrawan Arab, berucap, sebuah bangsa akan
hancur berantakan jika perilaku etis dan moralitasnya hancur. Sebaliknya, sebuah
bangsa akan jaya, jika perilaku etis dan moralitasnya baik. Analogi yang sama bisa
juga berlaku bagi industri asuransi, semakin baik moral para pelaku asuransi
maka akan semakin baik juga kesehatan perusahaan asurasni tersebut, dan sebaliknya
(Fadhlin, 2009).
Moral hazard merupakan perilaku tidak jujur dalam memberikan informasi
kepada pihak lain yang membuat kontrak kerjasama, demi untuk memenuhi
keinginannya (Dowd, 2008).
Moral hazard dalam konteks teori keagenan terjadi karena ada asimetri
informasi antara prinsipal (pemilik, pemegang saham) dengan agen (manager).
Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi antara pihak
yang dapat memperoleh dan memamfaatkan informasi untuk kepentingannya dengan
pihak lain yang tidak dapat memperoleh informasi yang sama (Scott 2000).
Moral hazard terjadi ketika pasien menyakini segalanya pasti akan
ditanggung oleh pihak asuransi, sehingga menyebabkan mereka cendrung memilki
gaya hidup yang tidak baik,seperti : kurang berolahraga (exercise less), makan
berlebih (over eating) dan makanan yang tidak memenuhi standard (David 2012)
2.4. Ciri-ciri Moral Hazard
Ciri-ciri moral hazard adalah sulit diidentifikaskan, namun
keadaan dimana peraturan keamanan/kerja tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya
(tidak disiplin).
Ciri lain dari moral hazard ialah sulit diperbaiki/dirubah, karena menyangkut
sifat, pembawa ataupun karakter manusia. Apabila moral hazard yang buruk
menjurus pada bentuk penipuan atau kecurangan, permohonan pertanggungan
sebaiknya ditolak.
Apabila masih dalam bentuk kecerobohan, kurang hati-hati, masih dapat
diatasi misalnya dengan membatasi luas jaminan mengenakan excess/risiko sendiri,
memberlakukan warranty tertentu dan sebagainya. Para ekonom menjelaskan moral
hazard sebagai kasus khusus dari asimetri informasi, sebuah situasi di mana salah
satu pihak dalam suatu transaksi memiliki informasi lebih dari yang lain. Secara
khusus, moral hazard dapat terjadi jika pihak yang terisolasi dari risiko informasi
lebih tentang tindakan dan niat dari pihak membayar atas konsekuensi negatif dari
risiko.Secara lebih luas, moral hazard terjadi ketika pihak dengan informasi lebih
tentang tindakan atau niat memiliki kecenderungan atau dorongan untuk berperilaku
tidak tepat dari perspektif karena kurangnya informasi (Mitnick 1996). Dalam teori
ilmu ekonomi dasar dikatakan bahwa asuransi kesehatan dapat mengurangi semua
penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan penyakit, namun kenyataannya belum
ada penelitian yang mendukung prediksi ini, bahkan asuransi kesehatan cendrung
menimbulkan moral hazard pada penggunanya (Dhavel Daveand Robert Kaesner,
kesehatan, seperti mengurangi perilaku merokok, minum beralkhohol, dan malas
berolah raga namun hanya tindakan kuratif saja (Courbageand Couland, 2004).
Namun ada juga asuransi yang melakukan usaha menangani penyakit seperti
diabetes sekaligus melakukan usaha preventif mengontrol obesitas yang berkaitan
dengan penyakit tersebut (Klick and Stratman, 2004).
2.5. Solusi Mengatasi Moral Hazard
Untuk mengendalikan moral hazard, Dunham L. Cobb (2004)
membuat sebuah permodelan. Model tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi
rintangan/penghalang untuk melakukan moral hazard, maka semakin rendah
frekuensi moral hazard. Model tersebut digambarkan pada grafik dibawah ini.
Odds of mh rewards =rintangan moral hazard Mh frequency/reward =frekwensi moral hazard
Pilferage = pencurian/penyerobotan
Pillage =penjarahan/perampasan
Gambar 2.3 Grafik Rintangan vs Frekuensi Moral Hazard
Kebutuhan adalah sesuatu yang universal, namun keadaan genting
Begitu juga dengan keserakahan (greed) adalah sesuatu yang berlaku
universal, namun pada sebagian orang hal ini dapat dikendalikan. Faktor utama
yang mengendalikan kedua hal ini adalah etika dan nilai-nilai moral yang dianut
oleh seseorang. Etika moral seseorang dapat dibangun dengan menanamkan
nilai-nilai kebenaran agama dan ketauhitan. Kepercayaan seseorang kepada hari
pembalasan dimana semua yang dilakukan akan mendapatkan balasan, mampu
mengendalikan keinginan tidak baik yang ada dalam dirinya.
Selama 25 tahun terakhir, telah diterbitkan ratusan penelitian medis yang
menggunakan data klaim. Data klaim sering disebut juga sebagai data administrasi
atau "data tagihan" yang berisi catatan yang terjadi antara pasien dengan penyedia
pelayanan kesehatan. Ferver et al (2009) melakukan penelitian tentang penggunaan
data klaim untuk mengetahui: (1) Seberapa luas studi yang memanfaatkan data klaim,
(2) Area pelayanan kesehatan apa yang dapat menggunakan data klaim, (3) Apakah
penggunaan data klaim meningkat, dan (4) Apakah peneliti menginformasikan para
pembaca mengenai kelemahan data. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil
1. 956 penelitian yang diterbitkan antara tahun 2000-2005 di New England Journal of
Medicine, The American Journal of Medicine, The American journal of Medical
Quality, Medical Care, Medical Care Research and Review, and Health Care
Financing Review selama enam tahun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan data klaim lebih sedikit
dibandingkan dengan sumber-sumber lain (uji coba klinis, survei dan wawancara,
7,3% dari seluruh penelitian yang diterbitkan dalam lima jurnal. Penelitian dengan
menggunakan data klaim memberikan banyak keuntungan, data klaim bersifat
anonim, berlimpah (plentiful), inexpensive, dan tersedia luas dalam format elektronik/
sebagai pengganti catatan medis. Meskipun demikian penelitian yang akan
menggunakan data klaim juga harus memperhatikan beberapa kekurangan, yaitu: (1)
sistem kode (coding) yang bisa memberikan informasi yang tidak akurat, (2) prosedur
rutin rumah sakit yang biasanya terkait dengan diagnosis tertentu mungkin kurang
dicatat pada formulir klaim, (3) kegiatan non-operasional sering tidak dicatat, (4)
asumsi bahwa individu dengan diagnosa yang sama rata-rata akan membutuhkan
prosedur yang sama dan perawatan.
Penelitian juga menunjukan bahwa data klaim umumnya digunakan untuk
menilai Akses (49, 0%) dan Mutu pelayanan medis (23, 8%). Hanya 9, 1% data klaim
yang digunakan untuk mempelajari morbiditas seperti pola diagnosis, tingkat rawat
inap, tingkat kelangsungan hidup, dan langkah-langkah skala besar lain yang
berkaitan dengan morbiditas dan kematian. Data klaim juga hanya sedikit digunakan
untuk menilai proses pengobatan (12, 6%) dan pencegahan (5, 6%). (Kementerian
Kesehatan RI, 2011)
Menurut Nyman (2004), dalam merespon informasi yang asimetris dan
adanya masalah moral hazard yang disebutkan oleh konsumen (pengguna), kontrak
asuransi harus optimal untuk mencegah resiko ketidakefisienan yang muncul akibat
moral hazard, perusahaan asuransi kesehatan harus merekomendasikan tindakan yang
memperkenalkan review utilization (kajian kemamfaatan) yang merupakan proses
penelitian akan keperluan, kelayakan dan efisiensi dari penggunaan pelayanan dan
fasilitas kesehatan yang sejauh ini dapat mengurangi moral hazard.
Ada beberapa standard dari kontrak asuransi di Amerika Serikat seperti:
deductible, coinsurance rate dan co-payment yang berusaha mengurangi moral
hazard dan penggunaan asuransi kesehatan yang tidak efisien.
a. Deductable
Pemegang asuransi kesehatan membayar sejumlah uang tertentu setiap tahun
untuk pelayanan medis sebelum pihak asuransi memberi/membayar apapun (Nyman
2004) jumlah ini disebut deductable misalnya seseorang yang membayar premi
$500, kemudian pihak asuransi akan membayar atau biaya pelayanan yang melebihi
$500.
b. Coinsurance
Banyak juga pihak asuransi memerlukan pemegang asuransi membayar
sejumlah pasti biaya yang melebihi deductable (Nyman 2004), jumlah tambahan ini
disebut bayaran coinsurance contoh seseorang membayar $100 untuk biaya asuransi
untuk setahun, bila baru terpakai 20% maka sisanya akan dikembalikan ke peserta
c. Co-Payment
Kebanyakan manajemen mengatur pemegang asuransi untuk membuat
bayaran dari biaya pelayanan untuk setiap kunjungan kepada pembeli pelayanan
kesehatan/provider (Nyman, 2004).
2.6. Asuransi Kesehatan (Definisi, Manfaat dan Ciri Khusus)
Asuransi kesehatan adalah jenis produk asuransi yang secara khusus
menjamin biaya kesehatan atau perawatan anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh
sakit atau mengalami kecelakaan. Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik
oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun perusahaan
asuransi umum. Beberapa perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa telah
memasarkan pula program-program asuransi kesehatan dengan berbagai macam
variannya (Thabrany H, 2001).
Ada beberapa manfaat asuransi kesehatan selain mendekatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan antara lain :
a. Asuransi merubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana
b. Asuransi membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang
dengan cara perangkuman risiko (risk pooling
Dengan demikian terjadi subsidi silang yang muda membantu yang tua, yang
sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin. ). (Murti B, 2000).
Orang-orang berperilaku penghindar risiko, sangat diperlukan dalam
dengan membeli asuransi, seorang penghindar risiko tidak hanya memperoleh
kepastian berkenaan dengan sakit, tetapi juga memperoleh kepuasan (utilitas) yang
relatif lebih tinggi karena merasa terlindungi. Dalam membicarakan asuransi, tidak
terlepas dari pemeliharaan dan pelayanan kesehatan yang termasuk ke dalam
kelompok pelayanan jasa karena sebagian besar produknya berupa jasa pelayanan.
Ada beberapa ciri khusus yang perlu dipertimbangkan dalam pemeliharaan dan
pelayanan kesehatan antara lain :
a. Sehat dan Pelayanan Kesehatan sebagai Hak
Seperti kebutuhan dasar lainnya, maka hidup sehat merupakan elemen
kebutuhan dasar yang selalu harus diupayakan untuk dipenuhi terlepas dari
kemampuan seseorang untuk membayarnya.
b. Uncertainty
Adanya ketidakpastian tentang kebutuhan pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan, mengenai waktu, tempat, besarnya biaya, urgensi pelayanan dan
sebagainya.
(Ketidakpastian)
c. Asymetric Information
Asymetric Information yaitu keadaan tidak seimbang antara pengetahuan
pemberi pelayanan (provider) dengan pengguna jasa pelayanan (klien/pasien)
karena pasien ignorance, provider-lah yang menentukan jenis dan volume
pelayanan yang perlu dikonsumsi oleh pasien. Keadaan ini akan memicu
terjadinya supply induced demand yaitu pemberian pelayanan melebihi
d. Externality
e. Padat Karya
Banyak sekali jenis tenaga yang memberikan kontribusi dalam pelayanan
kesehatan dan bekerja secara tim, contohnya : tenaga di rumah sakit (lebih
dari 60 jenis).
Externality yaitu pengguna maupun bukan pengguna jasa pemeliharaan dan
pelayanan kesehatan langsung dapat menikmati hasilnya, pelayanan yang
sifatnya pencegahan umumnya mempunyai eksternalitas yang besar sehingga
digolongkan pada komoditi masyarakat atau public goods, contohnya:
imunisasi.
f. Mix-Outputs
Mix-outputs
g. Retriksi Berkompetisi
Retriksi berkompetisi yaitu adanya pembatasan praktek berkompetisi
sehingga mekanisme pasar tidak sempurna, misalnya: tidak ada pemberian
barang atau banting harga dalam pelayanan kesehatan.
yaitu keluaran yang dihasilkan merupakan suatu paket pelayanan
sebagai kerjasama tim yang sifatnya bervariasi antar individu dan sangat
tergantung pada jenis penyakit.
h. Ciri-ciri di atas perlu dipertimbangkan dalam penentuan premi peserta
asuransi, pencapaian tarif pelayanan, penentuan aksesitas terhadap sarana
pelayanan kesehatan, maupun penentuan jasa pelayanan bagi dokter, perawat
2.7. Landasan Teori
Moral hazard dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan kondisi yang
berbeda Mitnick (1996). Pertama moral hazard terjadi karena kondisi monitoring
Disability (hidden action) Ketidakmampuan mengamati atau memonitor tindakan
secara konseptual perilaku agen yang berbeda, ketidaksamaan informasi antara
kedua pihak, kebutuhan yang berbeda-beda, ketidakmampuan membuat kontrak
untuk menghilangkan masalah (tanpa kemampuan untuk memonitor perilaku agen,
serta kontrak yang dibuat tidak dapat dilaksanakan). Prinsipal dan agen diasumsikan
mempunyai potensi konflik kepentingan.
Kedua moral hazard sebagai bentuk dari morals disability. Moral hazard
terjadi karena kecenderungan perilaku-perilaku yang tidak bermoral seperti tidak
jujur, tidak peduli, tidak tahu atau tidak tabah.
Ketiga, moral hazard terjadi karena undesirable outcome (impact)
production. Moral hazard merupakan bentuk oportunisme pasca kontraktual yang
timbul karena tindakan yang mempunyai konsekuensi efisiensi yang tidak dapat
diobservasi secara bebas sehingga seseorang bias memenuhi kepentingan pribadinya
atas biaya pihak lain.
Keempat, moral hazard terjadi karena adanya undesirable behavior
production (perilaku yang tidak diinginkan) dipandang dari perspektif prinsipal. Agen
tidak cukup menjamin tindakannya akan menguntungkan prinsipal atau bisa
mengurangi kerugian yang mungkin terjadi. Moral hazard diidentifikasi sebagai hasil
2.8. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen Determinan Moral Hazard
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Monitoring Disability( Hidden ) Action Moral Disability
Undesirable Out Come (impact)Production Undesirable Behavior Production
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
explanatory reseach.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakuklan di Instalasi rawat jalan RSUP H. Adam Malik
Medan. Waktu penelitian sejak pengesahan judul penelitian, konsultasi, kolokium,
penelitian lapangan, seminar hasil penelitian dan komprehensif adalah 8 (tujuh)
bulan terhitung Januari s/d Agustus 2014.
3.3. Populasi dan sampel
3. 3. 1. Populasi penelitian ini adalah : Semua pasien rawat jalan peserta BPJS
non PBI di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah terdaftar sebagai
peserta asuransi kesehatan BPJS I yang diambil dalam 1 bulan.
3. 3. 2. Sampel, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa
tenaga, waktu maupun biaya. Peneliti menggunakan Patokan rasio 1 :10
yang artinya setiap satu Variabel Independen ada 10 sampel, pada
penelitian ini terdapat 5 variabel independen, jumlah sampel menjadi 50
(Riyanto, 2012). Cara penentuan sampel seperti ini juga disebut sebagai
3.4. Metode Pengumpulan Data
a. Data primer adalah keseluruhan data yang diperoleh langsung dari pasien rawat
Jalan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara.
b. Data sekunder adalah data/informasi yang berasal dari keterangan beberapa SMF
poli rawat jalan, unit verifikasi pasien dan loket pendaftaran pasien yang ada di
RSUP.H. Adam Malik Medan.
3.5. Definisi Operasional Variable Penelitian
a. Moral hazard adalah persepsi yang buruk terhadap risiko yang merupakan
perilaku seseorang yang tidak peduli akan resiko, tidak jujur dalam memberikan
informasi sehingga dapat merugikan orang lain (pihak asuransi /negara).
b. Umur adalah usia responden pada saat diteliti.
c. Pendidikan adalah jenjang sekolah yang telah dimiliki oleh responden.
d. Pekerjaan adalah kegiatan/usaha yang dilakukan oleh responden dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
e. Jenis Kelamin adalah status gender yang dimiliki oleh responden
f. Pengetahuan adalah informasi yang telah didapat oleh responden
g. Monitoring Disability (Hidden) Action adalah moral hazard yang disebabkan
oleh ketidakmampuan mengamati agen secara konseptual, terjadi asimetris
h. Moral Disability adalah moral hazard yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan perilaku yang tidak bermoral, seperti tidak jujur, tidak taat, tidak
peduli dan tidak tabah.
i. Undesirable out come (impact) production adalah, moral hazard yang disebabkan
karena dibayarkan oleh pihak ketiga/pihak lain.
j. Undesirable Behavior production adalah moral hazard yang dikarenakan adanya
sistem/aturan yang belum baik.
3.6. Metode Pengukuran
Untuk mengetahui determinan yang menyebabkan terjadinya moral
hazard pada pasien rawat jalan (peserta asuransi kesehatan BPJS I non PBI) di
RSUP.H. Adam Malik diperlukan pengkategorian atas wawancara, laporan dan data
mana saja yang tergolong indikasi moral hazard:
a. Responden tidak memahami tentang asuransi kesehatan.
b. Responden tidak memahami tentang BPJS.
c. Responden tidak memahami secara benar tentang apa yang dimaksud dengan
sehat.
d. Responden tidak memahami secara benar tentang perilaku hidup bersih dan
sehat.
e. Responden tidak tahu cara menjaga kesehatan secara benar.
f. Responden jarang mendengarkan penyuluhan kesehatan.
h. Responden jarang berolah raga.
i. Responden pernah memakai kartu berobat yang bukan atas namanya.
j. Responden pernah meminta tambahan hari/berobat kepada petugas kesehatan
3.6.1. Variabel yang Digunakan
a. Variabel independen yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan
pengetahuan.
b. Variabel dependen yaitu determinan yang menyebabkan peserta
asuransi melakukan Moral hazard
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Dependen
1= Moral hazard Skor 1-14
0 = Tidak melakukan moral hazard Skor 15-20
Data kategorik dan Skala Ordinal
3.6.3. Metode Pengukuran Variabel Independen
1. Umur
Umur dikategorikan menjadi 2 yaitu :
0 = Umur 20 – 40 Tahun
1 = Umur > 40 Tahun
Data kategorik dan Skala Ordinal
2. Pendidikan
Pendidikan dikategorikan menjadi 2 yaitu :
0= pendidikan rendah (Tidak Sekolah, tamat SD, SMP dan SMA)
Data kategorik dan Skala Ordinal
3. Pekerjaan
Pekerjaan dikategorikan menjadi 2 yaitu:
0 = tidak bekerja
1 = bekerja
Data kategorik dan Skala Ordinal
4. Jenis Kelamin
1 = Laki-laki
0 = Perempuan
5. Pengetahuan
1= Memahami BPJS
0= Tidak memahami BPJS
3.7. Metode Analisa Data 3.7.1. Analisis Univariat
Analisis statistik untuk mengetahui tentang frekuensi dan proporsi dari setiap
variabel dependen maupun variabel independen.Data tersebut dalam bentuk distribusi
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat untuk melihat hubungan variabel independen dengan
variabel dependen menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95%
(p<0.05). Variabel independen yang masuk ke model analisis multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik, harus memiliki nilai p < 0,25 pada hasil uji
bivariat. (Murti B, 1996)
3.7.3. Analisis Multivariat
Data kuantitatif dianalisa secara multivariat untuk menggambarkan variabel
umur, pendidikan, pekerjaan, Jenis kelamin dan Pengetahuan responden sebagai
peserta asuransi kesehatan BPJS I non PBI terhadap kejadian Moral hazard,
“kemudian dicari variabel independen mana yang paling dominan yang
menyebabkan terjadinya variabel dependen Moral hazard yang dilakukan oleh pasien
rawat jalan RSUP H. Adam Malik, kemudian disajikan secara matematik dengan uji
regresi logistik ganda.
Y = β + α1 X1 + α2X2 + α3X3 + α4X
Dimana:
4
Y = Variabel dependen yang hendak diprediksi
β = Konstanta
α1
X
= unstandardized regression coefficient variabel bebas 1
1
α2 = nilai variabel bebas 1 (prediktor 1)
X
=unstandardized regression coefficient variabel bebas 2
2 α
= nilai variabel bebas 2 (prediktor 2)
3
X
= unstandardized regression coefficient variabel bebas 3
3
α4 = nilai variabel bebas 3 (prediktor 3)
X
= unstandardized regression coefficient variabel bebas 4
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi rawat jalan RSUP.H Adam Malik Medan
yang berada di jalan Bunga Lau no. 17 Medan yang merupakan rumah sakit umum
pusat yang pengelolaannya dibawah Kementerian Kesehatan RI. RSUP.H. Adam
Malik mulai berfungsi sejak tannggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan dan
untuk pelayanan rawat inap mulai berfungsi tepatnya pada tanggal 2 Mei 1992. RSUP
H. Adam Malik mulai beroperasi secara total pada tanggal 21 Juli 1993 yang
diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pada saat ini RSUP. H. Adam Malik memiliki
Visi dan MISI sebagai berikut:
- Menjadi pusat rujukan yang unggul di Sumatera pada tahun 2015
-Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang professional
-Memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu,terjangkau akuntabel
dan mandiri
RSUP.H.Adam Malik Medan pada saat ini memberikan pelayanan kesehatan kepada
4.2 Karakteristik Reponden
Pada penelitin ini responden yang diteliti adalah pasien rawat jalan peserta asuransi
BPJS I Non PBI di RSUP.H. Adam Malik Medan dengan jumlah sampel 50 orang.
Pada penelitian ini karakteristik responden yang dilihat meliputi: umur,
pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan pengetahuan. Tabel 4.1 menunjukkan
bahwa responden yang berusia 20-40 tahun sebanyak 26 (52%) dan responden yang
berusia > 40 tahun sebanyak 24 (48%), responden yang berpendidikan tinggi
(Diploma/Akademik/Perguruan Tinggi) sebanyak 20 orang (40%) dan yang
berpendidikan rendah (Tidak sekolah, Tamatan SD, SMP, SMA) sebanyak 30 orang
(60%), responden yang bekerja sebanyak 21 orang (42%) dan yang tidak bekerja
sebanyak 29 orang (58 %), responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25
orang (50 %) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (50%),
responden yang paham BPJS sebanyak 28 orang (56%) dan yang tidak paham BPJS
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kategori Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Jenis Kelamin dan Pengetahuan
4.3 Analisa Univariat
Analisa Univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari
variabel Independen (umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan pengetahuan)
terhadap variabel dependen (perilaku Moral hazard )
Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden yang Dikaitkan dengan Perilaku Moral Hazard pada Responden
“Apakah anda paham tentang apa yang dimaksud tentang
sehat”? 27 54 23 46 50 100
“Apakah anda secara rutin memeriksakan kesehatan anda
/Kontrol”? 31 62 19 38 50 100
P8 “Apakah anda selalu berolah raga setiap hari”? 26 52 24 48 50 100
Undesirable behavior production
P9
“Apakah anda tidak pernah memakai kartu berobat yang
bukan atas 6 12 44 88 50 100
nama anda”?
P10
“Apakah anda tidak pernah meminta tambahan hari atau
Tabel 4.3 Distribusi Moral Hazard
PERILAKU MORAL HAZARD Jumlah
f %
BUKAN MORAL HAZARD 26 52
MORAL HAZARD 24 48
Jumlah 50 100
44. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan variabel
Independen (umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan pengetahuan) dengan
variabel dependen (perilaku Moral hazard).
44.1 Umur
Berdasarkan hasil penelitian Variabel umur berpengaruh dan
signifikan terhadap terjadinya perilaku Moral hazard dengan nilai P = 0,00 (P<0,05).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Courbage dan Couland (2004) yang menyatakan
bahwa peserta asuransi yang berusia tua lebih jarang berolahraga (exercise less)
44.2 Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Variabel pendidikan berpengaruh dan
signifikan terhadap terjadinya perilaku Moral hazard dengan nilai P = 0,00 (P<0,05).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Dahlan (2013) bahwa taraf pendidikan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya perilaku moral hazard.
44.3 Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian Variabel pekerjaan berpengaruh dan signifikan
terhadap terjadinya perilaku Moral hazard dengan nilai P = 0,00 ( P<0,05). Hal ini
sejalan dengan pendapat David (2012) peserta asuransi kesehatan yang tidak bekerja
cenderung melakukan Moral hazard dikarenakan minimnya informasi yang ia dapat
sehingga mempengaruhi perilakunya terhadap kesehatan.
44.4 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Variabel Jenis Kelamin berpengaruh dan signifikan
terhadap terjadinya perilaku Moral hazard dengan nilai P = 0,00 ( P<0,05). Hal ini
sesuai dengan pendapat Dhaval Dave-Robert Kaestner (2009) yang menyatakan
peserta asuransi kesehatan yang berjenis kelamin laki-laki terutama pada yang
berusia lanjut lebih banyak melakukan Moral hazard, hal ini dikaitakan dengan
44.5 Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian Variabel pengetahuan berpengaruh dan
signifikan terhadap terjadinya perilaku Moral hazard dengan nilai P = 0,002
(P<0,05). Hal ini sesuai dengan pendapat Scott (2000) yang menyatakan pengetahuan
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya asimetri informasi penyebab Moral
hazard, karena pada umumnya mereka kurang mengetahui perilaku mana yang baik
untuk kesehatan. Notoatmojo (2012) juga berpendapat pengetahuan merupakan faktor
Tabel 4.4 Tabulasi Silang hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Jenis kelamin dan Pengetahuan dengan Moral Hazard
4.5 Analisis Multivariat
Untuk menganalisis pengaruh umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan
pengetahuan terhadap perilaku Moral hazard.
Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh lima variabel memiliki nilai
probabilitas (P<0.05) yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan
penegetahuan. Kemudian variabel tersebut dimasukkan dalam model regresi
logistik berganda dengan metode backward LR.Yaitu mengeluarkan variabel
yang nilai P>0.05 secara bertahap dari komputer sehingga didapat variabel yang
berpengaruh.
Berdasarkan hasil dari analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda
didapatkan bahwa variabel pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya perilaku
Moral hazard dengan nilai sig p ( 0.001)< 0,05.
BAB 5 PEMBAHASAN
Moral hazard merupakan fenomena yang sering ditemukan di asuransi
kesehatan.
Moral Hazard ada 2 jenis, Moral hazard langsung dan Moral hazard tidak langsung
Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana pasien peserta asuransi menjadi
tidak berhati-hati atau tidak perduli setelah mengikuti program asuransi kesehatan.
Moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi yang menyebabkan
timbulnya moral hazard.
5.1 Pegaruh Pendidikan terhadap terjadinya Perilaku Moral Hazard
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan dengan Moral hazard dengan nilai Sig = 0,001 (P< 0,05).
Sebahagian besar responden yang berpendidikan rendah menunjukkan Frekuensi
melakukan Moral hazard, dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi
Pendidikan rendah didalam penelitian ini adalah pendidikan SD, SMP dan SMA
sedangkan yang dimaksud pendidikan tinggi adalah responden yang tamatan
perguruan tinggi dan Akademi/Diploma.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Dahlan (2013) bahwa tarap pendidikan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya perilaku Moral hazard, rendahnya pendidikan
menyebabkan seseorang menjadi kurang tahu bahkan tidak tahu (ignorance). Hal
oleh pendidikan dan pengetahuan (prediposisi faktor). Scott (2000) juga menyatakan
Moral hazard terjadi adanya asimetri informasi yang diterima oleh peserta asuransi.
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang dikembangkan
oleh Badan Pembangunan-Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mencakup tiga
indikator utama, yakni pendidikan (education), kesehatan (health), dan ekonomi
(ekonomy). Hal ini sangat beralasan karena memang ketiga faktor ini bukan hanya
saling terkait dan mempengaruhi ,tetapi saling melengkapi dalam membentuk kualitas
hidup manusia. Pada masyarakat di Negara berkembang seperti Indonesia tiga
masalah sosial yang ada adalah: kebodohan (ignorancy) akibat rendahnya pendidikan,
berbagai penyakit (disease ) akibat rendahnya derajat dan pelayanan kesehatan dan
kemiskinan (proverty) akibat rendahnya ekonomi, ketiga hal saling mempengaruhi
dan membentuk lingkaran setan. Pendidikan bertujuan untuk memerangi kebodohan ,
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berusaha atau bekerja, sehingga
dapat meningkatkan pendapatan (ekonomi), selanjutnya akan dapat meningkatkan
kemampuan mencegah penyakit, meningkatan kemampuan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan (Notoatmojo, 2012).
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari
dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal
ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor,
antara lain : sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi,