Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id
PPS UMM Seminarkan Living Values Education
Tanggal: 2011-03-31
PPS UMM mengadakan seminar nasional bekerjasama dengan Universitas Paramadina tentang penguatan pendidikan karakter.
Sebuah seminar nasional tentang penguatan pendidikan karakter berlangsung di aula Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kampus I Jl. Bandung, Kamis (31/03). Seminar kerjasama antara PPS UMM dengan Universitas Paramadina Jakarta ini menghadirkan, antara lain, budayawan Zawawi Imron dari Madura. Dari
Paramadina, hadir M. Shofan dan Taufik Hidayat. Sedangkan PPS UMM menghadirkan Prof. Dr. Tobroni dan Prof. Dr. Syamsul Arifin.
Dalam pemaparannya, Zawawi banyak membeberkan keprihatinannya pada kondisi masyarakat yang mengabaikan karakter bangsa. Etos pergaulan, kerja sama, toleransi, bahkan untuk hal-hal yang kecil seperti menjaga kebersihan masih sangat rendah. Sebaliknya, sikap masyarakat yang “merasa bisa” alih-alih yang “bisa merasa”.
“Banyak ahli politik, ekonom, para doktor, para profesor di gedung DPR. Mereka pinter-pinter. Tetapi ketika berdebat soal Century, mereka adu jotos, berantem. Kalau untuk berantem saja kan tak harus sekolah tinggi-tinggi,” kata Zawawi menyontohkan beberapa kasus lemahnya karakter yang dimiliki oleh para pejabat kita.
Dia lalu berpesan, pendidikan karakter merupakan keniscayaan tetapi tidak mudah ditemukan walau sudah ada dalam diri kita sendiri-sendiri. “Dadi wong pinter ono gurune, dadi wong bejo gak ono gurune. Sak bejo-bejone wong pinter sik bejo wong sing eling lan waspodo,” ujar budayawan asal Madura ini mengutip kata mutiara Jawa. Untuk menjadi orang pintar banyak yang menemukan guru, tetapi jadi orang berkarakter belum tentu bisa.
Di sisi lain, Taufik dan Shofan memberi banyak contoh tentang Living Values Education (LVE) yang selama ini disosialisasikan ke berbagai sekolah dan pesantren. Mereka sepakat rendahnya nilai toleransi di antara masyarakat Indonesia disebabkan rendahnya pemahaman nilai-nilai. Dalam LVE, kata Taufik, ada 12 nilai utama, yakni berbagai aktivitas bermuatan nilai untuk damai, menghargai, kasih sayang, kerjasama, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, kebebasan dan persatuan.
“LVE ini bukan mata pelajaran baru yang akan membebani siswa. Justru nilai-nilai itu sudah ada pada diri siswa sehingga tinggal mengintegrasikan dengan mata pelajaran saja,” kata Shofan yang juga alumni FAI UMM itu.
Sementara itu, Tobroni menyoroti pendidikan karakter dalam visi pendidikan Muhammadiyah. Menurutnya,
Muhammadiyah telah mengintegrasikan karakter itu di dalam misi pendidikan Muhammadiyah sebagaimana tertuang dalam Berita Resmi: 221. Di situ disebut, revitalisasi pendidikan Muhammadiyah adalah menuju terbentuknya manusia pembelajar yang bertakwa, berahlak mulia, berkemajuan dan unggul dalam ipteks sebagai perwujudan tajdid dakwah amar makruf nahi munkar.
“Dengan demikian, sesungguhnya Muhammadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan dan kemodernan,” kata Tobroni yang juga Kaprodi Magister Agama Islam PPS UMM ini.
Oleh karenanya, Muhammadiyah dinilai memiliki concern yang kuat pada pendidikan karakter. Terbukti, dari ratusan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah (PTM), justru mengalami kemajuan ketika PTS lainnya sedang kurang peminat. “Unismuh Makasar, misalnya, sangat diminati bahkan hingga memiliki 33 ribu mahasiswa. Ternyata faktor terkuat minat ke Unismuh adalah karena kampus ini tidak pernah gaduh, tawuran, sebagaimana di kampus-kampus di sekitarnya,” beber Tobroni memberi alasan.
Diskusi yang dipandu Kaprodi Magister Sosiologi, Dr. Vina Salviana, MSi itu diikuti tak kurang 150 peserta dari berbagai daerah. Mereka berasal dari kalangan pendidik dan pengamat pendidikan serta mahasiswa pascasarjana. (rno/nas)