GAMBARAN HISTOLOGIS PROVENTRIKULUS,
DUODENUM, DAN HATI AYAM BROILER YANG DIBERI
EKSTRAK TEMULAWAK PLUS
FENI DWI KARTIKA GULO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologis Proventrikulus, Duodenum, dan Hati Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013 Feni Dwi Kartika Gulo
ABSTRAK
FENI DWI KARTIKA GULO. Gambaran Histologis Proventrikulus, Duodenum, dan Hati Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan ANDRIYANTO.
Temulawak memiliki banyak manfaat, di antaranya sebagai hepatoprotektor, antikarsinogenik, antimikroba, antioksidan, antihiperlipidemia, dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan gambaran histologis proventrikulus, duodenum, dan hati ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus multivitamin. Sebanyak 36 ekor ayam broiler dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan (P0, P1, P2, dan P3) dengan 3 ulangan tiap perlakuannya. P0 adalah
kontrol yang diberi akuades, sedangkan P1, P2, dan P3 diberi ekstrak temulawak
plus dengan dosis 1, 3, dan 5 ppm. Perlakuan diberikan selama 3 minggu berturut-turut. Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain jumlah sel epitel yang membelah pada mukosa proventrikulus, jumlah sel Goblet dan jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum, dan keutuhan hepatosit pada hati. Pemberian ekstrak temulawak plus memengaruhi proliferasi sel epitel pada mukosa proventrikulus, meningkatkan jumlah sel Goblet dan jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum, dan mencegah kerusakan hepatosit pada ayam broiler. Perubahan gambaran histologis ini dapat meningkatkan efisiensi kecernaan pakan dan pertahanan mukosa pada proventrikulus dan duodenum ayam broiler.
Kata kunci: ayam broiler, duodenum, ekstrak temulawak plus, hati, proventrikulus
ABSTRACT
FENI DWI KARTIKA GULO. Histological Changes of Proventriculus, Duodenum, and Liver of Broiler Chicken by Giving Temulawak Extract Plus. Supervised by ADI WINARTO and ANDRIYANTO.
proliferation of epithelial cells in the mucosa of proventriculus, increased the number of Goblet cells and Lieberkhun glands in duodenum, and prevented liver cell damage in the broiler chicken. This histological changes may improve the efficiency of feed digestibility and proventriculus and intestinal mucosal protection of the broiler chicken.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
GAMBARAN HISTOLOGIS PROVENTRIKULUS,
DUODENUM, DAN HATI AYAM BROILER YANG DIBERI
EKSTRAK TEMULAWAK PLUS
FENI DWI KARTIKA GULO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Gambaran Histologis Proventrikulus, Duodenum, dan Hati Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus
Nama : Feni Dwi Kartika Gulo NIM : B04090007
Disetujui oleh
drh Adi Winarto, PhD, PAVet Pembimbing I
Diketahui oleh
drh Andriyanto, MSi Pembimbing II
drh Agus Setyono, MS, PhD, PAVet Wakil Dekan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan dari Desember 2012 hingga Februari 2013 di Peternakan ayam broiler Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Skripsi ini berjudul “Gambaran Histologis Proventrikulus, Duodenum, dan Hati Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus”.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada ayahanda Firman Gulo dan ibunda Okdanur Elta yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada drh. Adi Winarto, Ph.D sebagai dosen pembimbing pertama dan drh. Andriyanto, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun bagi pembaca.
Bogor, September 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Temulawak 2
Komposisi Kimia dan Kegunaan Temulawak 3
Ayam Broiler 3
Proventrikulus 4
Duodenum 4
Hati 5
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Prosedur Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Proventrikulus 7
Duodenum 9
Sel Goblet 11
Kelenjar Lieberkhun 11
Hati 12
SIMPULAN DAN SARAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia temulawak 3
2 Rataan jumlah sel epitel yang membelah pada mukosa proventrikulus ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus 8 3 Rataan jumlah sel Goblet pada duodenum ayam broiler yang diberi
ekstrak temulawak plus 11
4 Rataan jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum ayam broiler yang
diberi ekstrak temulawak plus 12
DAFTAR GAMBAR
1 Sel epitel silindris sebaris pada mukosa proventrikulus 8 2 Gambaran populasi sel Goblet pada vili duodenum terlihat meningkat 10 3 Gambaran populasi kelenjar Lieberkhun pada duodenum terlihat hampir
sama antar kelompok perlakuan 10
4 Gambaran histologis hati terlihat perubahan susunan hepatosit dan lebar
sinusoid 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis jumlah sel epitel yang membelah pada lamina epitelialis
mukosa proventrikulus ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus 18 2 Hasil analisis jumlah sel Goblet pada duodenum ayam broiler yang diberi
ekstrak temulawak plus 20
3 Hasil analisis jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum ayam broiler
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, jumlah peternakan ayam broiler di Indonesia semakin meningkat. Masa produksi ayam broiler yang relatif singkat membuat banyak pihak mengembangkan bisnis ini. Selain itu, permintaan pasar terhadap ayam broiler juga terus meningkat. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih daging ayam broiler sebagai sumber protein hewani. Hal itu karena kandungan gizi daging ayam broiler yang tinggi dan harga yang relatif murah. Namun, beberapa permasalahan timbul akibat ketidakpuasan konsumen terhadap kuantitas dan kualitas daging ayam broiler, seperti bobot daging yang tidak optimal dan tingginya kandungan lemak daging ayam broiler. Beberapa peternak mengatasi permasalahan tersebut dengan menambahkan bahan herbal yang berkhasiat ke dalam pakan atau air minum ayam broiler. Salah satu bahan herbal yang sering digunakan adalah temulawak.
Temulawak merupakan tumbuhan semak, batang semunya terdiri atas pelepah-pelepah daun yang menyatu dan mempunyai umbi batang. Tinggi tanaman antara 50−200 cm, bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning, dan berkelompok 3 sampai 4 buah (Hayani 2006). Bagian utama tanaman ini yang dimanfaatkan sebagai bahan obat adalah rimpang atau umbi. Rimpang temulawak dipanen setelah berumur cukup tua, yaitu apabila daun-daun dan batang telah menguning atau mengering (Rukmana 2006). Khasiat temulawak terutama disebabkan oleh kandungan senyawa kurkumin di dalamnya. Beberapa manfaat temulawak, di antaranya sebagai hepatoprotektor, antikarsinogenik, antimikroba, antioksidan, antihiperlipidemia, dan antiinflamasi serta yang paling umum dikenal masyarakat adalah sebagai penambah nafsu makan (Sina 2013).
Menurut Hendrawati (1999), penambahan temulawak dalam ransum ayam broiler dapat menurunkan kadar kolesterol serum, kolesterol daging, kadar lemak daging, persentase bobot lemak abdominal, dan meningkatkan volume empedu. Berdasarkan hal itu, dapat diduga bahwa temulawak memengaruhi aktivitas metabolisme pada sistem pencernaan ayam broiler. Perubahan aktivitas metabolisme tersebut dapat memengaruhi perubahan struktur organ-organ pada sistem pencernaan, seperti jumlah, ukuran, dan keutuhan sel.
Secara histologis telah dibuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol temulawak pada ayam petelur dapat mengurangi jumlah sel-sel yang mengalami nekrosis dan meningkatkan jumlah sel Kupffer pada hati (Stephanie 2009). Selain itu, pemberian ekstrak etanol temulawak pada ayam petelur juga dapat meningkatkan jumlah kripta Lieberkhun dan jumlah fokus gut associated lymphoid tissue (GALT) pada usus halus (Ladamusa 2009). Potensi temulawak untuk mengatasi kerusakan organ-organ pada sistem pencernaan didukung oleh bioavailabilitas kurkumin yang meningkat pada saluran pencernaan (Rajasekaran 2011). Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa kandungan kurkumin 0.5% dari total diet efektif menghambat tumorigenesis pada saluran pencernaan (Huang 1994).
2
penelitian ini digunakan ekstrak temulawak plus, yaitu sediaan jadi dengan kandungan tambahan multivitamin (vitamin A, B1, B2, B6, B12, D, dan provitamin B5). Tambahan multivitamin diharapkan dapat bersinergi dengan temulawak dan memberikan efek yang lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan temulawak secara tunggal. Selain itu, pada penelitian terdahulu belum pernah dilaporkan tentang khasiat temulawak terhadap proventrikulus. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai khasiat ekstrak temulawak plus multivitamin pada ayam broiler. Pemberian ekstrak temulawak plus multivitamin diharapkan dapat memelihara keutuhan sel-sel pada saluran pencernaan ayam broiler khususnya pada proventrikulus, duodenum, dan hati.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan gambaran histologis proventrikulus, duodenum, dan hati ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus multivitamin.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengembangan dan evaluasi lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak temulawak plus multivitamin sebagai pencegah kerusakan sel-sel pada saluran pencernaan.
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat asli Indonesia. Temulawak diklasifikasikan berdasarkan taksonominya sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Monocotyledonae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma
3
Komposisi Kimia dan Kegunaan Temulawak
Komponen penting dari kandungan temulawak adalah kurkumin, pati, dan minyak atsiri (Rukmana 2006). Komposisi kimia berdasarkan analisis serbuk rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia temulawak Komposisi Nilai (%)
Kadar air 13.98
Kadar minyak atsiri 3.81
Pati 41.45
Serat 12.62
Abu 4.62
Abu tak larut asam 0.56 Sari dalam alkohol 9.48
Sari dalam air 10.90
Kurkumin 2.29
Sumber: Hayani (2006)
Pati merupakan komponen terbesar dalam temulawak. Pati tersebut mudah dicerna, sehingga dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat untuk bahan makanan (Sina 2013). Kurkumin merupakan komponen yang memberikan warna kuning pada temulawak, sehingga sering digunakan sebagai zat warna alami dalam makanan, minuman atau kosmetika (Hayani 2006). Dalam dunia farmasi, kurkumin telah digunakan untuk bahan obat, di antaranya sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antitumor. Kurkumin sebagai antioksidan dapat mereduksi kompleks Fe dan menghambat peroksidasi. Kurkumin sebagai antiinflamasi bekerja pada tingkat sel dengan menghambat formasi leukotriene, agregasi platelet, dan stabilitas membran lisosom. Kurkumin dapat mencegah tumor pada hati dengan menghambat aktivitas enzim cytochrome P450 dan meningkatkan level glutathione-S-transferase. Pada saluran pencernaan, kurkumin dapat melindungi mukosa gastroduodenal dengan menstimulasi produksi mukus pada saluran tersebut (Wynn dan Fougere 2007).
Minyak atsiri adalah suatu zat berbentuk cair yang terkandung dalam simplisia nabati atau hewani, berbau harum, segar, berguna untuk pengobatan, bumbu, kosmetika atau pewangi. Minyak atsiri temulawak bersifat fungistatik dan bakteriostatik. Dalam bidang medis, minyak atsiri umum digunakan sebagai fitoterapi (Hayani 2006).
Ayam Broiler
4
Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, dan CP 707 (Prihatman 2000).
Proventrikulus
Proventrikulus merupakan lambung kelenjar yang berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 4 cm. Struktur proventrikulus terdiri atas empat lapis yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Lapis pertama adalah mukosa yang terdiri atas lamina epitelialis, lamina propria, dan muskularis mukosa. Lamina epitelialis disusun oleh sel epitel silindris sebaris yang menghasilkan musin (Samuelson 2007). Musin berfungsi untuk melindungi mukosa proventrikulus. Lamina epitelialis dan sebagian lamina propria membentuk lipatan-lipatan pada mukosa proventrikulus yang disebut dengan plica. Lamina propria disusun oleh jaringan ikat longgar yang tervaskularisasi, sel-sel pertahanan tubuh, dan kelenjar proventrikulus. Kelenjar proventrikulus tersusun atas sel-sel tipe kuboid yang menghasilkan HCl dan pepsin yang penting untuk fungsi pencernaan (Bacha dan Bacha 2000).
Lapis kedua adalah submukosa berupa jaringan ikat dan banyak terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe. Lapis ketiga adalah tunika muskularis yang disusun oleh otot polos. Lapis keempat dilanjutkan dengan tunika serosa yang merupakan jaringan ikat longgar (Bacha dan Bacha 2000).
Duodenum
Duodenum merupakan bagian usus halus pertama yang berfungsi untuk pemecahan ingesta menjadi bentuk yang siap untuk diserap (Dellmann dan Brown 1992). Struktur duodenum terdiri atas empat lapis, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Lapis pertama adalah mukosa yang dibalut oleh lamina epitelialis, lamina propria dengan kelenjar, dan muskularis mukosa. Vili merupakan penjuluran mukosa dan merupakan ciri khas bagi usus halus. Lamina epitelialis disusun oleh sel epitel silindris sebaris dan beberapa di antaranya mengalami modifikasi membentuk sel Goblet guna produksi mukus. Mukus yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi mukosa usus. Sel-sel epitel selebihnya mempunyai mikrovili guna kepentingan fungsi absorpsi (Frandson 1992). Lamina propria disusun oleh jaringan ikat longgar yang tervaskularisasi, sel-sel pertahanan tubuh, dan kelenjar. Kelenjar pada duodenum disebut sebagai kelenjar Lieberkhun yang disusun oleh sel epitel silindris sebaris. Kelenjar Lieberkhun menghasilkan mukus dan beberapa enzim untuk metabolisme peptida, lemak, dan karbohidrat (Aughey dan Frye 2001).
5
Hati
Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dan multifungsi. Hati berfungsi dalam metabolisme, sekresi, penyimpanan, sintesis, fagositosis, detoksikasi, konjugasi, esterefikasi, dan hemopoisis. Hati ayam terdiri atas dua lobus yang dibalut oleh kapsula serosa dan kapsula fibrosa yang relatif tipis. Hati memiliki tiga jaringan penting, yaitu sel parenkim hati, saluran empedu, dan pembuluh darah (Dellmann dan Brown 1992).
Sel parenkim hati disebut sebagai hepatosit yang berbentuk polihedral, intinya bulat terletak di tengah, dan sitoplasmanya agak berbutir. Hepatosit berfungi untuk mensekresikan empedu dengan menyerap bilirubin dari darah lalu dikonjugasi. Empedu disekresikan ke dalam saluran empedu yang memiliki struktur berupa epitel kubus sebaris (Bacha dan Bacha 2000).
Vaskularisasi hati berkaitan langsung dengan multifungsinya. Dua pembuluh darah besar yang menunjang hal tersebut adalah vena porta dan arteri hepatika. Kedua pembuluh darah tersebut bercabang-cabang memasuki hati hingga membentuk kapiler yang mengisi lobulus disebut sebagai sinusoid. Dinding sinusoid terdiri atas endotel dan sel-sel makrofag besar yang disebut sel Kupffer. Sel Kupffer berasal dari monosit yang berfungsi dalam mekanisme pertahanan (Frandson 1992).
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari Desember 2012 hingga Februari 2013 di Peternakan ayam broiler Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Pembuatan dan analisis preparat dilakukan di Laboratorium Histologi Bagian Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak temulawak plus (Curcuma Plus® produksi PT Soho, setiap 15 mL mengandung vitamin A 850 iu, vitamin B1 3 mg, vitamin B2 2 mg, vitamin B5 3 mg, vitamin B6 5 mg, vitamin
B12 5 mcg, vitamin D 100 iu, calcium hypophosphite 500 mg, cod liver oil 7.5 mg,
dan Curcuma xanthorrhiza extract 10 mg), akuades, larutan gula, antibiotik, vaksin ND, vaksin gumboro, sampel organ proventrikulus, duodenum, dan hati, larutan fiksatif paraformaldehid 4%, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, xilol, parafin, air, pewarna jaringan Hematoksilin, Eosin, dan perekat (entelan).
6
gelas objek, gelas penutup, mikroskop, oven, alat foto mikrografi, dan peralatan histoteknik lainnya.
Prosedur Penelitian
Persiapan Kandang Penelitian
Kandang penelitian sekitar 3×4 m disekat menjadi 4 kelompok perlakuan. Selanjutnya, dilakukan pencucian dan sterilisasi pada seluruh bagian kandang. Sterilisasi menggunakan desinfektan berspektrum luas (broad spectrum). Selanjutnya, pada bagian lantai dan sekeliling luar kandang ditaburkan kapur tohor. Pada lantai kandang juga diberi sekam yang telah melalui proses fumigasi terlebih dahulu. Kandang dibiarkan sekitar 2−3 hari sebelum DOC dimasukkan.
Persiapan Hewan Percobaan
Sebanyak 36 ekor DOC dibagi secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan. Hari ke-0, DOC yang baru datang diberikan larutan gula yang bertujuan memulihkan energi dan mengembalikan kondisi dari stres karena pemindahan dan transportasi. Hari ke-2, 3, dan 4, ayam penelitian diberikan antibiotik. Selain itu, pada ayam penelitian juga dilakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin ND pada hari ke-4 dan 18, serta vaksin gumboro pada hari ke-13.
Pemberian Perlakuan terhadap Hewan Percobaan
Pemberian perlakuan dimulai pada hari ke-5 dan berlangsung selama 21 hari. Perlakuan diberikan melalui air minum pada pagi dan sore hari. Air minum ayam diberikan ad libitum. Perlakuan percobaan disajikan sebagai berikut:
P0: Ayam penelitian yang diberikan akuades (kontrol)
P1: Ayam penelitian yang diberikan ekstrak temulawak plus 1 ppm
P2: Ayam penelitian yang diberikan ekstrak temulawak plus 3 ppm
P3: Ayam penelitian yang diberikan ekstrak temulawak plus 5 ppm
Pengambilan Sampel Organ
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu sehari sebelum perlakuan (hari ke-4), seminggu perlakuan (hari ke-12), 2 minggu perlakuan (hari ke-19), dan 3 minggu perlakuan (hari ke-26). Pengambilan sampel dilakukan dengan prosedur nekropsi. Sampel organ diambil setelah rongga dada dan perut ayam terbuka, yaitu dimulai dari proventrikulus, duodenum, dan hati. Sampel tersebut langsung dimasukkan ke dalam larutan fiksatif paraformaldehid 4%.
Pembuatan Preparat Histologi
7 potongan ditempelkan pada gelas objek, kemudian dikeringkan dan siap untuk diwarnai.
Tahap pewarnaan diawali dengan melakukan deparafinisasi dan rehidrasi. Proses tersebut dilakukan dengan cara memasukkan preparat berturut-turut ke dalam larutan xilol, alkohol absolut, alkohol 95%, 90%, 80%, 70% dan air. Setelah itu, preparat diwarnai dengan pewarna Hematoksilin dan Eosin, lalu direhidrasi kembali. Akhirnya, preparat ditetesi perekat (entelan), lalu ditutup dengan gelas penutup dan siap untuk dilihat menggunakan mikroskop cahaya.
Pengamatan Histologi
Pengamatan preparat dilakukan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran objektif 10x dan 40x. Penghitungan populasi sel dilakukan pada 5 area lapang pandang yang berbeda. Pengamatan pada proventrikulus dilakukan terhadap proliferasi sel epitel pada mukosa dengan menghitung jumlah sel epitel yang membelah. Pengamatan pada duodenum dilakukan terhadap jumlah sel Goblet dan jumlah kelenjar Lieberkhun. Pengamatan pada hati dilakukan terhadap keutuhan hepatosit.
Analisis Data
Gambaran umum histologis disampaikan secara deskriptif dan data kuantitatif dianalisis secara statistika menggunakan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proventrikulus
Gambaran histologis proventrikulus setelah diberi perlakuan menunjukkan struktur yang normal. Sel epitel silindris sebaris terlihat jelas mendominasi permukaan mukosa dan diikuti oleh sel-sel pertahanan pada lamina propria. Selain itu, pada lamina propria terdapat bagian penting bagi proventrikulus untuk menjalankan fungsinya, yaitu bagian kelenjar. Kelenjar proventrikulus tergolong ke dalam tipe compound tubular glands yang disusun oleh sel-sel tipe kuboid (Trautmann dan Fiebiger 1957). Oleh karena itu, satu bagian kelenjar proventrikulus terlihat seperti tersusun oleh kumpulan kelenjar-kelenjar di dalamnya. Kumpulan kelenjar tersebut adalah satu bagian kelenjar yang memiliki satu duktus. Bagian selanjutnya adalah tunika muskularis dan tunika serosa yang sangat tipis.
8
Gambar 1 Sel epitel silindris sebaris pada mukosa proventrikulus: ditemukan proliferasi sel epitel pada kelompok perlakuan (A) kontrol; (B) kelompok 1 ppm; (C) kelompok 3 ppm; dan (D) kelompok 5 ppm. Skala bar ( ): 20 µm.
Proliferasi sel epitel dapat diketahui dengan menghitung jumlah sel epitel yang membelah. Hasil penghitungan jumlah sel epitel yang membelah dari setiap kelompok perlakuan per minggu disajikan pada Tabel 2. Jumlah sel epitel yang membelah tersebut dianalisis secara statistik dan diperoleh hasil yang berbeda nyata (p<0.05).
Tabel 2 Rataan jumlah sel epitel yang membelah pada mukosa proventrikulus ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
Waktu (minggu)
Ekstrak Temulawak Plus (ppm)
0 (Kontrol) 1 3 5
1 11.07±0.92c 10.80±0.80c 18.87±0.92b 32.33±2.91a 2 13.53±3.88ab 16.87±3.58ab 20.00±4.58a 12.07±1.60b 3 15.00±1.40a 11.47±1.36b 11.80±1.04ab 10.93±2.61b Keterangan: Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05).
9 Proliferasi sel epitel mukosa proventrikulus ayam broiler ini diduga disebabkan oleh salah satu zat bioaktif temulawak, yaitu kurkumin. Selain itu, proliferasi sel epitel tersebut juga dipengaruhi oleh kandungan multivitamin dalam ekstrak temulawak plus. Vitamin A diduga dapat menyebabkan proliferasi sel epitel karena memiliki reseptor pada permukaan dan inti sel epitel. Vitamin B kompleks dapat menyebabkan proliferasi sel epitel karena berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme asam nukleat (Campbell et al. 2004). Selain kurkumin, zat bioaktif temulawak lainnya adalah xanthorrhizol. Xanthorrhizol berperan penting sebagai antibakteri, antifungi, antikanker, dan antiinflamasi (Rukayadi dan Hwang 2006). Namun, menurut Nurcholis (2008), xanthorrhizol merupakan bioaktif temulawak yang memiliki aktivitas toksisitas. Tetapi, aktivitas toksisitas xanthorrhizol tersebut belum diketahui. Adanya aktivitas toksisitas tersebut diduga menyebabkan penurunan proliferasi sel epitel pada mukosa proventrikulus sebagaimana yang terjadi pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus pada 3 minggu perlakuan.
Proliferasi sel epitel pada mukosa proventrikulus memiliki peranan penting untuk melindungi mukosa proventrikulus. Sel epitel tersebut menghasilkan sekreta yang bersifat lendir yang melumasi permukaan mukosa proventrikulus (Dellmann dan Brown 1992). Semakin banyak sel epitel yang menyusun permukaan mukosa, maka semakin banyak pula lendir yang dihasilkan. Selain itu, lendir yang dihasilkan juga berfungsi sebagai pertahanan pertama pada proventrikulus yang dapat menghambat penetrasi mikroorganisme ke permukaan epitel (Cone 2009).
Duodenum
Gambaran histologis duodenum ayam broiler setelah diberi perlakuan menunjukkan struktur yang normal. Ciri khas usus halus yang sangat jelas terlihat adalah berupa penjuluran mukosa yang membentuk struktur vili. Vili tersebut disusun oleh sel epitel silindris sebaris dan beberapa di antaranya mengalami modifikasi membentuk sel Goblet. Selanjutnya, terlihat sel-sel pertahanan pada lamina propria. Pada lamina propria juga terdapat struktur khas dari duodenum yang menunjang pertumbuhan vili, yaitu kelenjar Lieberkhun (Humprey dan Brooks 2005). Bagian selanjutnya adalah tunika muskularis dan tunika serosa yang sangat tipis.
10
Gambar 2 Gambaran populasi sel Goblet pada vili duodenum terlihat meningkat: (A) kontrol; (B) kelompok 1 ppm; (C) kelompok 3 ppm; dan (D) kelompok 5 ppm. Skala bar ( ): 20 µm.
11
Sel Goblet
Hasil penghitungan jumlah sel Goblet dari setiap kelompok perlakuan per minggu disajikan pada Tabel 3. Jumlah sel Goblet tersebut dianalisis secara statistik dan diperoleh hasil yang berbeda nyata (p<0.05).
Tabel 3 Rataan jumlah sel Goblet pada duodenum ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
Waktu (minggu)
Ekstrak Temulawak Plus (ppm)
0 (Kontrol) 1 3 5
1 11.00±0.35b 12.73±2.32b 14.73±1.40b 19.60±3.03a 2 9.27±1.42b 17.27±1.62a 17.60±2.08a 18.40±0.53a 3 18.67±0.83a 16.93±0.99a 18.67±1.01a 14.27±1.89b Keterangan: Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05).
Pada 1 dan 2 minggu perlakuan, jumlah sel Goblet cenderung meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak temulawak plus yang diberikan. Pada 3 minggu perlakuan terjadi peningkatan dan penurunan yang tidak signifikan pada jumlah sel Goblet, kecuali pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus 5 ppm karena terjadi penurunan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak temulawak plus memengaruhi jumlah sel Goblet pada duodenum ayam broiler. Penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa pemberian ekstrak etanol temulawak memberikan efek terhadap proliferasi sel Goblet hanya pada jejenum, sedangkan pada duodenum tidak terjadi proliferasi sel Goblet (Ladamusa 2009). Perbedaan itu karena jenis ekstrak temulawak dan ras ayam yang digunakan berbeda, sehingga memberikan efek yang berbeda pula.
Peningkatan jumlah sel Goblet pada vili duodenum ayam broiler diduga disebabkan oleh salah satu zat bioaktif temulawak, yaitu kurkumin. Selain itu, peningkatan jumlah sel Goblet tersebut juga dipengaruhi oleh kandungan multivitamin dalam ekstrak temulawak plus. Salah satu vitamin yang berperan dalam proses tersebut adalah vitamin A. Vitamin A berfungsi dalam diferensiasi sel (Marks et al. 1996). Ekstrak temulawak plus diduga mempercepat diferensiasi sel yang berasal dari sel epitel pada kelenjar Lieberkhun menjadi sel Goblet dan bermigrasi ke arah vili. Namun, temulawak mengandungan bioaktif yang memiliki aktivitas toksisitas, yaitu xanthorrhizol (Nurcholis 2008). Aktivitas toksisitas xanthorrhizol diduga menyebabkan penurunan jumlah sel Goblet pada duodenum sebagaimana yang terjadi pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus 5 ppm pada 3 minggu perlakuan.
Peningkatan jumlah sel Goblet tersebut dapat meningkatkan produksi mukus. Hal ini penting karena mukus berfungsi untuk melindungi mukosa usus. Sama hal nya pada proventrikulus, mukus yang dihasilkan ini bersifat lendir yang dapat menghambat penetrasi mikroorganisme ke permukaan epitel. Dengan demikian proses pencernaan dan penyerapan zat makanan dapat berlangsung dengan baik.
Kelenjar Lieberkhun
12
tersebut dianalisis secara statistik dan diperoleh hasil yang berbeda nyata (p<0.05).
Tabel 4 Rataan jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
Waktu (minggu)
Ekstrak Temulawak Plus (ppm)
0 (Kontrol) 1 3 5
1 9.73±0.70b 10.53±2.01ab 12.73±1.29a 11.07±0.42ab 2 12.27±0.83b 14.87±2.55ab 12.07±0.12b 16.00±1.93a 3 27.40±3.64a 21.07±3.11ab 20.27±2.91b 20.67±3.79b Keterangan: Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05).
Pada 1, 2, dan 3 minggu perlakuan, jumlah kelenjar Lieberkhun cenderung meningkat pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak temulawak plus memengaruhi jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum ayam broiler. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ekstrak temulawak dapat meningkatkan jumlah kelenjar Lieberkhun (Ladamusa 2009).
Kelenjar Lieberkhun berfungsi menunjang perkembangan sel epitel penyusun vili. Perkembangan sel epitel tersebut berasal dari kelenjar Lieberkhun yang mengarah ke puncak vili melalui pergantian sel yang ditandai dengan adanya sel yang lepas dan masuk ke lumen. Proses pergantian sel epitel vili berlangsung secara berkesinambungan tanpa dipengaruhi oleh jumlah ingesta atau aktivitas enzim. Diperkirakan bahwa sel epitel vili mengalami pembaruan tiap 2 atau 3 hari (Dellmann dan Brown 1992). Tetapi, pada keadaan patologis dapat terjadi proses pergantian sel epitel vili lebih cepat dari normalnya. Keadaan patologis tersebut, seperti kerusakan sel epitel vili akibat agen infeksius. Proses pergantian sel epitel vili yang berlangsung lebih cepat memicu proliferasi kelenjar Lieberkhun. Pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus terjadi peningkatan jumlah kelenjar Lieberkhun yang tidak signifikan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 3 minggu perlakuan. Hal ini diduga bahwa ekstrak temulawak plus berperan dalam mempertahankan keutuhan sel epitel vili sehingga tidak memicu proliferasi kelenjar Lieberkhun. Selain itu, kandungan multivitamin pada ekstrak temulawak plus juga dapat mempertahankan keutuhan sel epitel. Salah satu vitamin yang berperan dalam proses tersebut adalah vitamin A. Vitamin A berfungsi untuk memelihara jaringan epitelium dan sebagai antioksidan (Campbell et al. 2004). Sebaliknya, pada kelompok kontrol terjadi peningkatan jumlah kelenjar Lieberkhun secara signifikan, karena tidak diberikan ekstrak temulawak plus.
Hati
13 parenkim hati ayam tersusun atas hepatosit yang berbentuk polyhedral dengan inti bulat terletak di tengah dan sitoplasma agak berbutir. Butir-butir pada sitoplasma sebenarnya berisi glikogen dan lemak yang dapat larut pada proses pengerjaan sediaan dengan pewarnaan HE, sehingga sitoplasma sering tampak sebagai rongga-rongga yang tidak teratur. Hepatosit tersusun radial mengitari vena sentralis. Sinusoid dan sel Kupffer pada hati ayam terlihat jelas.
Gambaran histologis hati ayam broiler setelah diberi perlakuan menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok perlakuan per minggu. Pada 1 minggu perlakuan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi kerusakan hepatosit terbanyak pada kelompok kontrol, kemudian diikuti dengan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak temulawak plus 1 ppm dan 3 ppm. Pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak temulawak plus 5 ppm hanya sedikit terjadi kerusakan hepatosit. Pada 2 dan 3 minggu perlakuan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerusakan hepatosit semakin berkurang terutama pada kelompok perlakuan ekstrak temulawak plus. Gambaran histologis hepatosit ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Gambaran histologis hati terlihat perubahan susunan hepatosit dan lebar sinusoid: (A) kontrol; (B) kelompok 1 ppm; (C) kelompok 3 ppm; dan (D) kelompok 5 ppm. Skala bar ( ): 20 µm.
14
yang efektif sebagai antiinflamasi dan hepatoprotektor (Naik et al. 2011). Menurut Syamsudin et al. (2010), efek kurkumin sebagai antioksidan dapat meningkatkan aktivitas glutation peroksidase sehingga dapat mencegah kerusakan mitokondria hepatosit oleh radikal bebas. Selain kurkumin, vitamin A yang terkandung dalam ekstrak temulawak plus juga berfungsi sebagai antioksidan (Campbell et al. 2004). Vitamin A tersebut ikut berperan dalam mencegah kerusakan hepatosit.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak temulawak plus terbukti dapat mencegah kerusakan hepatosit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Stephanie (2009) bahwa pengaruh pemberian ekstrak etanol temulawak pada hati dapat mengurangi jumlah sel-sel yang mengalami nekrosis dan meningkatkan jumlah sel Kupffer. Espinoza dan Muriel (2009) menyatakan bahwa temulawak memiliki aktivitas hepatoprotektor yang efektif mencegah kerusakan hati yang disebabkan oleh aflatoksin, kelebihan Fe, eritromisin estolate, etanol, kolestasis, keracunan thioacetamide (TAA) akut dan kronis, keracunan CCl4 akut, subakut,
dan kronis. Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa kurkumin pada temulawak dapat memengaruhi hati untuk memperkuat sel terhadap serangan virus pada berbagai tahap, yaitu mulai dari mencegah penetrasi hingga multiplikasi (Mursito 2001).
Keutuhan hepatosit sangat penting dipertahankan sebagai bagian terbesar pada hati. Hepatosit berperan dalam melaksanakan salah satu fungsi dasar hati, yaitu fungsi metabolisme (Cunningham dan Klein 2007). Jika terjadi kerusakan pada hepatosit, maka akan menyebabkan gangguan fungsi metabolisme di dalam tubuh. Pemberian ekstrak temulawak plus dapat memperbaiki kerusakan hepatosit, sehingga keutuhan hepatosit dapat dipertahankan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak temulawak plus multivitamin baik dosis 1, 3, dan 5 ppm dapat memengaruhi perubahan gambaran histologis proventrikulus, duodenum, dan hati ayam broiler. Perubahan gambaran histologis yang terjadi adalah proliferasi sel epitel pada mukosa proventrikulus, peningkatan jumlah sel goblet dan jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum, dan perbaikan hepatosit.
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology. London (GB): Manson Publishing/The Veterinary Press.
Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology, Second Edition. Balado D, editor. Amerika Serikat (US): Williams & Wilkins.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi. Manalu W, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Biology.
Cone RA. 2009. Barrier properties of mucus. Adv Drug Deliv Rev. 61:75-85. Cunningham JG, Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. Missouri
(US): Elsevier Science.
Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner, Ed ke-3. Hartono R, penerjemah; Handayani TH, editor. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Texbook of Veterinary Histology.
Espinoza YR, Muriel P. 2009. Pharmacological actions of curcumin in liver diseases or damage. Di dalam: Muriel P, editor. Liver International; 2009 Jun 10-16; Meksiko. Meksiko (MX): J Wiley. hlm:1457-1466.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi Keempat. Srigandono B dan Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Livestock Anatomy and Phisiology. Hayani E. 2006. Analisis kandungan kimia rimpang temulawak. Temu Teknis
Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006. hlm 309-312.
Hendrawati A. 1999. Penurunan kadar kolesterol daging broiler dengan penambanhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Huang MT, Lou YR, Ma W et al. 1994. Inhibitory effects of dietary curcumin on forestomach, duodenal, and colon carcinogenesis in mice. Cancer Research. 54(1994):5841-5847.
Humprey T, Brooks G. 2005. Cell Cycle Control Mechanisms and Protocols. New Jersey (US): Humana Press.
16
Marks DB, Marks AD, Smith CM. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Pendit BU, penerjemah; Suyono J, Sadikin V, dan Mandera LI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach.
Mursito B. 2001. Sehat di Usia Lanjut dengan Ramuan Tradisional. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Naik SR, Thakare VN, Patil SR. 2011. Protective effect of curcumin on experimentally induced inflammation, hepatotoxicity and cardiotoxicity in rats: Evidence of its antioxidant property. Exper Toxic Pathol. 63:419-431.
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri dan bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prihatman K. 2000. Budidaya ayam ras pedaging. http://www.ristek.go.id [12 Februari 2013].
Rajasekaran SA. 2011. Therapeutic potential of curcumin in gastrointestinal diseases. WJGP. 2(1): 1-14.doi:10.4291/wjgp.v2.i1.1.
Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against Streptococcus mutans biofilm. Appl Microbiol. 42:400-404.
Rukmana R. 2006. Temulawak, Tanaman Obat dan Rempah. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri (US): Elsevier Science.
Simanjuntak K. 2007. Radikal bebas dari senyawa toksik karbon tetraklorida (CCl4). Bina Widya. 18(1):25-31.
Sina MY. 2013. Sejuta Khasiat Herbal Temulawak: Penangkal Segala Penyakit dan Penjaga Stamina Tubuh. Yogyakarta (ID): Diandra Pustaka Indonesia.
Stephanie K. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada gambaran histopatologi hati ayam petelur strain isa brown [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syamsudin, Suyatna FD, Ganiswarna S, Sadikin M. 2010. Efek kurkumin terhadap aktivitas enzim glutation reduktase mitokondria hati tikus yang diinduksi dengan butilhidroperoksida-tersier (t-BHP). Jurnal Kedokteran. 84:33-40.
17 Tjitrosoepomo G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
18
Lampiran 1 Hasil analisis jumlah sel epitel yang membelah pada lamina epitelialis mukosa proventrikulus ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
ONEWAY sel_epitel_1 sel_epitel_2 sel_epitel_3 BY ekstrak_temulawak_plus /STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
sel_epitel_1 Between Groups 917.467 3 305.822 112.850 .000
Within Groups 21.680 8 2.710
Total 939.147 11
sel_epitel_2 Between Groups 113.157 3 37.719 2.933 .099
Within Groups 102.880 8 12.860
Total 216.037 11
sel_epitel_3 Between Groups 30.307 3 10.102 3.452 .072
Within Groups 23.413 8 2.927
Total 53.720 11
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
sel_epitel_1
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
1 3 10.8000
0 3 11.0667
2 3 18.8667
3 3 32.3333
19 sel_epitel_2
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 3 12.0667
0 3 13.5333 13.5333
1 3 16.8667 16.8667
2 3 20.0000
Sig. .154 .067
sel_epitel_3
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 3 10.9333
1 3 11.4667
2 3 11.8000 11.8000
0 3 15.0000
20
Lampiran 2 Hasil analisis jumlah sel Goblet pada duodenum ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
ONEWAY sel_goblet_1 sel_goblet_2 sel_goblet_3 BY ekstrak_temulawak_plus /STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
sel_goblet_1 Between Groups 124.303 3 41.434 9.968 .004
Within Groups 33.253 8 4.157
Total 157.557 11
sel_goblet_2 Between Groups 164.173 3 54.724 23.724 .000
Within Groups 18.453 8 2.307
Total 182.627 11
sel_goblet_3 Between Groups 38.880 3 12.960 8.290 .008
Within Groups 12.507 8 1.563
Total 51.387 11
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
sel_goblet_1
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
0 3 11.0000
1 3 12.7333
2 3 14.7333
3 3 19.6000
21 sel_goblet_2
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
0 3 9.2667
1 3 17.2667
2 3 17.6000
3 3 18.4000
Sig. 1.000 .406
sel_goblet_3
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
3 3 14.2667
1 3 16.9333
0 3 18.6667
2 3 18.6667
22
Lampiran 3 Hasil analisis jumlah kelenjar Lieberkhun pada duodenum ayam broiler yang diberi ekstrak temulawak plus
ONEWAY kelenjar_lieberkhun_1 kelenjar_lieberkhun_2 kelenjar_lieberkhun_3 BY ekstrak_temulawak_plus /MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
kelenjar_lieberkhun_1 Between Groups 14.490 3 4.830 3.031 .093
Within Groups 12.747 8 1.593
Total 27.237 11
kelenjar_lieberkhun_2 Between Groups 34.000 3 11.333 4.151 .048
Within Groups 21.840 8 2.730
Total 55.840 11
kelenjar_lieberkhun_3 Between Groups 102.970 3 34.323 3.003 .095
Within Groups 91.440 8 11.430
Total 194.410 11
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
kelenjar_lieberkhun_1
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
0 3 9.7333
1 3 10.5333 10.5333
3 3 11.0667 11.0667
2 3 12.7333
23 kelenjar_lieberkhun_2
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
2 3 12.0667
0 3 12.2667
1 3 14.8667 14.8667
3 3 16.0000
Sig. .082 .425
kelenjar_lieberkhun_3
Duncan
ekstrak_temulawak_plus N
Subset for alpha = 0.05
1 2
2 3 20.2667
3 3 20.6667
1 3 21.0667 21.0667
0 3 27.4000
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Feni Dwi Kartika Gulo. Penulis lahir di Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi pada tanggal 22 Desember 1990 dari pasangan Bapak Firman Gulo dan Ibu Okdanur Elta, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis di antaranya adalah lulusan SD 1 Sungai Penuh pada tahun 2003, lulusan SMP 2 Sungai Penuh pada tahun 2006, dan lulusan SMA 2 Sungai Penuh pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi intrakampus, yaitu Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia Cabang IPB (2010-2012) dan Himpunan Minat Profesi Ruminansia (2010-2012).