PENGUJIAN PARTIKEL KAOLIN DAN KAPUR PERTANIAN
UNTUK PENEKANAN SERANGAN LALATPENGOROK
DAUN KENTANG, Livio~zyzn
izuidobrensis (BLANCHARD)
(DIPTERA: AGROMYZZDAE)
ACHMAD SUBAIDI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ACHMAD SUBAIDI. Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untult Peneltanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang, Liuionzyzu huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Dibimbing oleh AUNU RAUF sebagai ketua, DJOICO PRIJONO dan I WAYAN WINASA sebagai anggota.
Lalat pengorok daun, Lirio~lyza huidobrensis nierupaltan hama yang
banyak menimbulltan Iterugian pada petani Itentang. Nama ini sulit
dikendaliltan dengan inselctisida konvensional sehingga dil~erlultan upaya altematif untiik mengendalikannya. Penelitian bertujuan menguji keefelttifan
parlikel kaolin dan kapur pertanian dalam menekan serangan L. hzridobrensis
pada pertana~nan Itentang, serta pengaruhnya terhadap ~nusuh alan~i dan hasil
panen.
Penelitian dilaltsanakan di Laboratoriunl Ekologi dan Pengelolaan I-lama, Jurusan Hama dan Penyaltit Tumbuhan, IPB-Bogor dan pada hamparan
pertanaman kentang di Desa Sukan~anah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Bandung, yang berlangsung sejak bulan Juni 2001 sanlpai Januari 2002. Perlaltuan terdiri dari apliltasi kaolin 2%, kapur pertanian 2%, dan kontrol. Pada uji laboratorium digunaltan rancangan acak Iengkap, sedangkan pada uji di lapangan digunakan rancangan acak kelompok.
Hasil penelitian laboratorium ~nenunjukkan bahwa pelapisan partikel kaolin maupun ltapur pertanian secara nyata nlengurangi aktivitas maltan dan jumlah peletaltan telur, nainun tidak mempengaruhi perkembangan larva. Derniltian pula halnya pada pengamatan di lapangan, ltedua 1llaca111 perlakuan dapat ineneltan kelilnpahan imago pada tajuk kentang. Lalat predator Coeizosiu hun~ilis Meigen (Diptera: Anthomyiidae) tidak terpengaruh, ilamun terdapat
kecenderungan terjadi penurunan tingkat parasitisasi L. huidobrensis ole11 Opius
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk Penekanan
Serangan Lalat Pengorok Claun Kentang, Lirionzyza huidohrensis
planchard) Piptera: Agromyzidae),
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan teiah
dinyatakan secara Jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
PENGUJIAN PARTIKEL KAOLIN DAN KAPUR PERTANIAN
UNTUIC PENEICANAN SERANGAN LALAT PENGOROK
DAUN KENTANG,
.Lirionzyza lzuidobrensis
(BLANCHARD)
(DIPTERA: AGROMYZIDAE)
ACHMAD SUBAIDI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi dan Fitopatologi
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk
Penekanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang,
Lirioi?zyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)
Nama : Achmad Subaidi
NRP : 99203
Program Studi : Entomologi dan Fitopatologi
Menyetujui,
1. qomisi Pembimbing
~r.1;. Aunu Rauf,
1 Ketua
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi rogram hscasarjana
Entomologi/Fitopatologi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Nopember 1965 di Sumenep, sebagai anak ke empat dari enam bersaudara dari Ibu Hj. Sitti Yasirah dan Ayah H. Abd. Salam (almarhum).
Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Atas diselesaikan di Pamekasan dan gelar Sarjana (Sl) diperoleh tahun 1990 dari Jurusan Hanla dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Mulai tanggal 1 September 1999 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Pendidikan Master (S2) pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Penulis bekerja di Balai Informasi Pertanian (BIP) Kalimantan Tengah
mulai tahun 1992 dan sejak t a h ~ n 1995 sampai sekarang penulis bertugas di
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pengujian
Partikel Kaolin dun Kapur Pe-tanian untuk Penehnan Seracgan Lalai Pengorok Daun Kentang, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agron?yzidae).
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ir. Djoko Prijono, MAgr Sc. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si., masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, bimbingan, dan dorongan dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kepala Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, serta Pemimpin Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP), atas ijin, kesempatan, dan dukungan biaya yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
program Magister (S2) di IPB, sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat
berjalan dengan lancar. Terimakasih disampaikan pula kepada keluarga Bapak Dodo di Pangalengan yang telah membantu tempat pemondokan selama penelitian lapangan berlangsung. Juga terima kasih kepada rekan-rekan Tim Petani Pemandu PHT Pangalengan (TP4), dan teknisi laboratorium Ekologi dan Pengelolaan Hama (Sdr. Wawan dan Wendy), serta teman-teman di Jurusan HPT, IPB atas bantuan dan partisipasinya dalam kegiatan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga, khususnya kepada Istri tercinta Lili Hastuti atas segala kesabarannya dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.
Tentunya dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran untuk perbaikan kegiatan selanjutnya
sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberi manfaat
dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Juni 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .... .
.
.. . .. . . .. . .. . .. . ... . . ... . . , . . , . . . xDAETAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN .. .. . . . ... .. . . .. . . .. . .. . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . .. . .. . .. . . .. .. xii
PENDAHULUAN ... I Latar Belakang
. .
... 1 Tujuan Penel~t~an ... 4TlNJAUAN PUSTAK 5
Biologi Lirion 5
Ekologi Lirio17yzu spp 6
Gejala Serangan dan Kerugian ... 8 . .
Pengendalian Llnon7yza spp. . ... . . . . 9
Teknik Pelapisan Partikel sebagai Pelindung Tanaman ... 11
BAHAN DAN METOD 15
Penelitian Labor
Aktivitas Makan, Peletakan Telur, dan Perkembangan Larva
L. huidobrensis 15
Penelitian Lapa
Kelimpahan Imago L. huidobrensis dan
C.
huinilis, TingkatParasitisasi, dan Hasil Panen 17
Pengamatan di Lahan Petan' 19
Analisis Data 20
HASIL DAN PEMBAHAS
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Aktivitas Makan dan Peletakan Telur
L hzridobrensis ...
.
.. . .. .. . ... ... . ... ... ,.. ... ,., ... ... . .. .... .... ..., . .... ... . .. . . . ... Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Musuh Alami ...Pengamh Lapisan Partikel terhadap Tingkat Kerusakan Tanaman
...
Pengamh Lapisan Partikel terhadap Hasil Panen
....
Pengamatan di Lahan Petani ...
KESIMPULAN DAN SARAN ... ... ... ... ... .. .. . .. .. . .. ... . . . . . . 3 6
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
Nomor Kalaman
1 Tingkat keefektifan pelapisan partikel kaolin dalani nenekan
beberapa artropoda hama ... 13
2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap aktivitas makan dan peletakan telur pada uji tanpa-pilihan dan uji
. .
pilihan-bebas ... 22
3 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian
terhadap perkembangan larva pada uji tanpa-pilihan dan uji
.
.
pilihan-bebas ... 23
4 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur penanian terhadap tingkat
...
parasitisasi L. huidobrensis oleh Opius sp. 28
5 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap
intensitas serangan L. huidobrensis pada tanaman kentang ... 30
6 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap
hasil panen ... 3 1
7 Kepadatan populasi imago L. huidobrensis dan
C.
humilis sertapersentase parasitisasi oleh Opius sp. di lahan petani yang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap
kelimpahan lalat L. huidobrensis.
..
.. .. .. .... ....
... .. . ... . ... . .. . . 242 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur peitanian terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Jumlah larva instar-1 dan jurnlah pupa pada uji tanpa-pilihan dan
. . . .
uji p~l~han-bebas ... 41
2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap
kerontokan daun dan tinggi tanaman kentang ... 41
3 Harnparan pertanaman kentang lahan percobaan ... 42
4 Contoh daun yang mendapat perlakuan aplikasi kaolin, kapur
...
pertanian, dan kontrol 42
...
5 Kurungan pada uji tanpa-pilihan 43
...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keiltang merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai
ekonomi tinggi, dan sesuai untuk dikembangkan di daerah dataran tinggi. Areal
pertanaman kentang di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan dari tahun ke tahun. Luas panen kentang pada tahun 1985 seluas
32.350 ha dan pada tahun 1996 luasnya meningkat menjadi 111.531 ha (BPS
1998). Dari segi produktivitas, usahatani kentang di tingkat petani masih
rendah yaitu rata-rata 13,2 tonlha (BPS 1998), sedangkan di tingkat
penelitiadkebun percobaan, produktivitasnya dapat mencapai 35 todha (Sinaga
et al. 1997).
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kentang di
Indonesia, di antaranya karena adanya gangyan hama. Salah satu jenis hama
yang akhir-akhir ini cukup banyak menimbulkan kerugian bagi petani kentang
di Indonesia adalah lalat pengorok daun kentang Liriontyza huidobuensis
(Blanchard) (Diptera: Agromyzidae).
Di Indonesia Liriomyza sp. termasuk hama eksotik. Hama ini pertama
kali dijumpai pada bulan September 1994 pada lahan petani kentang di Desa
Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Bogor @uf 1995). Hama ini diduga masuk
pertama kali ke Indonesia melalui impor bunga potong krisan. Pada tahun 1995
hama ini telah menyebar ke sentra-sentra produksi sayuran dataran tinggi di
Indonesia di Jawa dan Sumatera dan bahkan pada tahun 1998 telah ditemukan
2
Hama L. huidobrensis menimbulkan banyak kerugian pada petani
kentang. Hal ini terutama akibat korokan larva menyebabkan daun mengering.
Serangan L. huidobrensis dan dapat menurunkan produksi kentang baik dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Di Indonesia, serangan L. huidobrei7sis pada
tanaman kentang dapat menumnkan hasil panen sampai 30 - 70% (Rauf et al.
2000).
Hingga saat ini upaya pengendalian yang dilakukan oleh petani masih
bertumpu pada penggunaan insektisida, dan upaya tersebut ternyata tidak
menyelesaikan masalah. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak
bijaksana di tingkat petani dikhawatirkan dapat mempercepat terjadinya
resistensi, resurjensi, dan ledakan hama sekunder (Pedigo 1989). Dilaporkan
bahwa Lirion~yza trifolii (Burgess) (Diptera: Agromyzidae) telah resisten
terhadap berbagai jenis insektisida golongan karbamat, organofosfat, dan
piretroid (Schuster & Everett 1983; Keil & Parrella 1990). Selain itu
penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah nonteknis lainnya seperti
tambahan biaya sosial dan lingkungan (Pimentel er al. 1980).
Hasil survei di sentra pengembangan sayuran di Indonesia menunjukkan
bahwa lebih dari 90% petani masih mengandalkan penggunaan insektisida untuk
mengendalikan hama
L.
hztidobrensis, dan mereka umumnya melakukanpenyemprotan dua sampai tiga kali seminggu (Rauf et al. 2000). Walaupun
penggunaan insektisida tersebut dilakukan secara intensif, sebagian besar petani
(72%) merasa tidak puas dengan hasilnya dan terdapat kecenderungan mereka
3
mengalami "kecanduan pestisida" (pesticide treadnzill) (Rauf 1999). Di sisi lain
masyarakat yang peduli terhadap kesehatan dan lingkungan terus berupaya
untuk mengurangi penggunaan pestisida konvensional dan mengembangkan
cara pengendalian yang benvawasan PHT (Glenn et a/. 1999).
Mengingat L. huidobrensis tergolong hama bam di Indonesia dan
penggunaan insektisida sintetik tidak mampu mengatasi masalah hama tersebut
maka diperlukan upaya alternatif untuk mengendalikannya. Petani seledri di
Ciherang
-
Cianjur, menggnnakan suspensi kapur untuk mengendalikan L.huidobrensis (Rauf & Shepard 1999). Tidak diketahui secara pasti tingkat keefektifan dari tindakan pengendalian tersebut.
Pada saat yang bersamaan, di Amerika Serikat berkembang metode baru
pengendalian hama yang disebut teknologi lapisan partikel @article $In1
technology) dengan bahan dasar mineral kaolin (Glenn et al. 1999). Pada dasarnya, tindakan yang dilakukan oleh petani seledri di Cianjur dan para
peneliti di Amerika Serikat adalah sama, yaitu melapisi permukaan tanaman
dengan partikel untuk melindungi tanaman tersebut dari serangan hama.
Perbedaannya terletak pada tingkat penguasaan teknologi. Petani seledri
menggunakan kapur pertanian yang umum diperdagangkan, sedangkan para
peneliti di Amerika Serikat menggunakan kaolin yang telah dimurnikan dengan
ukuran partikel yang sangat halus serta direkayasa khusus untuk melindungi
tanaman. Bahkan sejak tahun 1998, melalui kerjasama antara Engelhard
Corporation dengan U S D A telah berhasil dikembangkan dan dipasarkan pelindung tanaman dengan bahan aktif kaolin dan dilaporkan bahwa teknik
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menguji tingkat keefektifan partikel kaolin dan
kapur pertanian dalam menekan serangan lalat L. huidobrensis pada pertanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi
L.
ltuidobrcnsisLalat pengorok daun L. huidobrensis dideskripsikan pertama kali di
Argentina oleh Blanchard pada tahun 1926, tergolong dalam subfamili
Phytomyzinae, fzmili Agromyzidae, dan ordo Diptera (Spencer 1973).
Telur
L.
huidobrensis berbentuk seperti ginjal berwarna keputih-putihandan transparan, bemkuran 0,28 mm x 0,15 mm (Parrella 1987), sedangkan
menurut Supartha 1998 ukuran telur 0,297 mm
x
0,125 mm. Imago betinabiasanya meletakkan telur berdekatan satu sama lain. Periode inkubasi telur
pada tanaman krisan, aster, dan kacang panjang pada suhu 26,7 OC bertumt-tumt
3,0, 3,0, dan 2,6 hari (Parrella & Bethke 1984).
Larva L. huidobrensis berbentuk silindris yang memncing ke depan
seperti tempayak dengan bagian anterior tubuhnya pipih dan ujung posterior
seperti terpancung (truncate). Larva melewati tiga instar, pada tiap kali ganti
kulit kait mulut yang berwarna hitam dan keras ditinggalkan dalam liang
korokan. Kait ini dapat digunakan untuk penentuan tahap instar larva, karena
ukurannya berbeda pada tiap instar (Parrella 1987). Menumt Supartha (1998)
lama fase larva L. huidobrensis pada tanaman kentang di Lembang rata-rata
8,91 hari, dengan rincian larva instar-1 2,95 hari, instar-2 2,77 hari, dan instar-3
3,19 hari. Setelah berkembang sempurna, lama instar-3 keluar dari daun dengan
cara merobek ujung korokan dengan kait mulutnya. Larva bergerak dengan
Larva instar-3 yang baru keluar dari daun disebut fase prapupa. Dari fase
prapupa hingga ke puparium perlu waktu sekitar 2,73 jam (Supartha 1998).
Pupa L. huidobrensis yang baru terbentuk benvarna kuning, dan berubah
menjadi coklat menjelang imago keluar. Parrella (1987) melaporkan bahwa fase
pupa berkisar antara 8 - 11 hari.
.Imago betina L. hzridobrensis berukuran panjang 2,O - 2,3 mm,
sedangkan yang jantan 1,5 mm. Warna bagian kepala kuning, bagian toraks dan
abdomen benvarna hitam kelabu dengan bintik kuning pada ujung mesonotum
(Spencer 1973). Ukuran tubuh imago betina adalah 2,3 - 3,O mm, lebih panjang
dibandingkan imago jantan (2,2 - 2,4 mm) (Supartha 1998). Bersamaan dengan
penusukan ovipositor untuk makan, imago juga melakukan penusukan untuk
meletakkan telur pada jaringan mesofil (Minkenberg 1990). Seekor imago
betina L. huidobrensis mampu meletakkan telur sampai 300 butir, dan peletakan
telur umumnya terjadi antara hari keempat hingga kesepuluh setelah menjadi
imago (Parrella 1987). Menurut Supartha (1998) imago betima mampu
melertakkan telur paling banyak 86 butir per hari. Lama hidup imago betina
berkisar 15 - 20 hari, dan yang jantan 10 - 15 hari. Supartha (1998) melaporkan
bahwa aktivitas imago biasanya berlangsung pagi hari (pukul08:OO - 11:OO) dan
sore hari (pukul 14:00 - 17:OO).
Ekologi Lirioinyza spp.
Lalat
L.
huidobrensis dikenal sebagai jenis hama yang sangat polifag.D i Inggris, Hawaii, Amerika Tengah, Republik Dominika, Peru dan Eropa,
L.
bayam, cabai, tomat, kentang, terong, kacang-kacangan, dan melon. Dua jenis
tanaman inang yang paling disukai di daerah asalnya (Argentina dan Kalifornia)
adalah tanaman Beta vulgaris (Chenopodiaceae) dan Pisunz sativunz
(Leguminosae), sedangkan di Venezuela hama tersebut menimbulkan keiusakan
yang berat pada tanaman bawang, bayam, melon, kentang, cabai, dan tomat
(Spencer 1973).
Chiang & Norris (1982) menyatakan bahwa sifat biofisik tanaman
seperti kekerasan dan kadar air daun merupakan faktor yang mendasari
resistensi tanaman, dan berpengaruh terhadap perilaku makan dan peletakan
telur. Lirionzyza spp. lebih menyukai daun kacang hijau yang kandungan
airnya tinggi (50%) untuk peletakan telur.
Perkembangan L. huidobrensis dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum
untuk perkembangan adalah 25 - 30 OC (Parrella 8r. Bethke 1984). Parrella
(1987) melaporkan bahwa persentase imago yang keluar dari pupa pada suhu
15,6, 21,2, 26,7, 32,2, dan 37,s 'C masing-masing 68, 80, 92,5, dan 0%.
Berdasarkan hasil penelitian pada suhu 20 OC lama hidup L. blyoniae 23,7 -
27,O hari, sedangkan pada suhu 25 OC berkisar antara 15,O - 20,9 hari
(Minkenberg 1990).
Cahaya juga berpengaruh terhadap perilaku L. blyoniae. Imagonya
bersifat fototaksis positif, dan pada keadaan gelap imago betina tidak
meletakkan telur (Minkenberg 1990). Selain itu imago Lirioniyza spp. juga
lebih tertarik pada warna kuning (Affeldt et al. 1983), sehingga warna kuning
Gejaia Serangan d a n Kerugian
Hama
L.
huidobrensis menyebabkan kerusakan pada tanaman akibattusukan ovipositor untuk peletakan telur dan makan imago serta liang korokan
yang disebabkan larva pada jaringan daun (Chiang & Norris 1982). Minkenberg
(1990) menyatakan bahwa L. huidob~ensis pada tanaman kentang tergolong
hama tidak langsung yang menimbulkan kerusakan pada daun akibat tusukan
ovipositcr serangga dewasa betina untuk peletakan telur dan mengisap nutrisi
serta liang korokan larva.
Pada serangan yang parah, liang korokan dapat menyatu dengan yang
lain atau saling berpotongan, sehingga pada alcl~irnya daun dapat mengering dan
gugur. Pada serangan parah, gejala serangan L. hzridobrensis mirip serangan
Pl~ytophthora infestans (Rauf 1995). Luas korokan dan besarnya kerusakan
jaringan berkorelasi positif dengan perkembangan dan lama hidup larva
(Fagoonee & Toory 1983). Rauf (1995) menyatakan bahwa pada tanaman
kentang dengan tingkat serangan rendah, gejala korokan hanya dijumpai pada
daun bagian bawah, sedangkan pada tingkat serangan yang parah seluruh daun
dapat terserang.
Adanya kerusakan pada jaringan daun oleh hama dapat mengganggu
proses fotosintesis pada tanaman sehingga bila kerusakannya telah melampaui
batas toleransinya dapat menurunkan produksi tanaman (Pedigo 1989).
Larva L. huidobrensis yang mengorok jaringan mesofil dapat menurunkan hasil
panen karena mengurangi kemampuan tanaman berfotosintesis (Spencer 1973).
9
luas korokan oleh larva L. sativu pada tanaman tomat berkolerasi negatif dengan
laju fotosiutesis.
Chavez & Raman (1987) inelaporkan bahwa di negeri penghasil
kentang di Amerika Selatan dan Peru, Liuonzyza spp. dapat mengakibatkan
kehilangan hasil sekitar 35%, sedangkan di sentra kentang di Lembang (Jawa
Barat) dilaporkan hama tersebut mengakibatkan kebilangan hasil sekitar 34%
(Soeriatmadja & Udiarto 1996). Lebih lanjut dikemukakan oleh Rauf et ul.
(2000) berdasarkan hasil survei di Bandung dan Garut (Jawa Barat),
Banjarnegara dan Wonosobo (Jawa Tengah), Alahan Panjang (Sumatera Barat),
dan Karo (Sumatera Utara) bahwa petani mengalami penurunan hasil kentang
antara 30 - 70% akibat serangan
L.
huidobrensis pada tanaman kentang. Selainitu adanya luka pada jaringan daun dapat mempermudah terjadinya infeksi oleh
cendawan maupun bakteri. Kerusakan langsung akibat serangan L. huidobrensis
dapat menurunkan kemampuan fotosintesis tanaman serta dapat mempercepat
keguguran daun (Setiawati 1998).
Pengendalian Liriomyza spp.
Hingga saat ini penggunaan insektisida masih menjadi andalan petani
dalam menanggulangi masalah hama
L.
l~uidobrensis, walaupun umumnyamereka tidak puas dengan hasil pengendalian tersebut (Rauf 1999).
Ketergantungan petani pada insektisida karena cara dianggap mampu dengan
segera menurunkan populasi hama. Selain itu petani, umumnya tidak mau
mengambil risiko terhadap kegagalan panen (Untung 1986). Petani belum
terjadinya resistensi hama, resurgensi hama, terjadinya ledakan hama sekunder,
pencemaran lingkungan, keracunan kimia dan kerugian secara sosial-ekonomi
(Pimentel et a[. 1980; Mariappan & Jayaraj 1995). Terdapat beberapa jenis
insektisida yang dilaporkan efektif untuk mengendalikan Liriomyza spp.,
diantaranya adalah abamektin, siromazin, metamidofos (Schuster & Everett
1983), metil paration, dan permetrin (Parreila el al. 1982). Setiawati (1998)
juga melaporkan bahwa L. hzridobrensis efektif dikendalikan dengan insektisida
siromazin, abamektin, klourfluazuron, dimetoat, bensultap, dan profenofos.
Pada awalnya lalat L. huidobrensis sebenarnya bukanlah hama penting
karena musuh alalni mampu mengendalikan populasi halna di bawah tingkat
yang merugikan. Namum pada awal tahun 1970-an, L. huidobrensis berubah
menjadi hama yang merugikan karena musuh alaminya banyak terbunuh akibat
penggunaan insektisida (Ewell et al. 1990). Schuster dan Wharton (1993)
melaporkan bahwa terdapat empat famili parasitoid yang dapat mengendalikan
Lirio~nyza spp., yaitu Braconidae, Eulophidae, Cypinidae, dan Pteromalidae.
Dari keempat famili tersebut yang tingkat parasitisasinya tinggi adalah dari
famili Braconidae yaitu Opius dissitzts dan dari famili Eulophidae yaitu
Diglyphus intermedius, D. begini, Neochrysocharispunctiventris, Asecodes sp.,
Chrysocharis sp., Cirrospilzls ambiguus, Closterocerus sp., Henzipfalsenus
varicornis. Jenis predator yang dapat memangsa Lirionzyza spp. yaitu Drapetis
s?dhaenescens, Tahydromia annulala (Diptera: Empididae), Coenosia atfenuata
(Diptera: Muscidae) (Minkenberg & van Lentern 1986), dan C. trigrina
Formicidae), dan laba-laba (Oxyopidae) dapat memangsa imago L. trifolii (Parrella & Bethke 1984).
Bentuk pengendalian lainnya yang relatif ramah lingkungan adalah
penggunaan insektisida nabati seperti ekstrak inimba (Azadirachfa i~idica)
(Mariappan & Jayaraj 1995). Selain itu telah diteliti pula penggunaan kartu
kuning berperekat untuk pengendalian L. hudobrensis karena imagonya tertarik
pada warna kuning (Affeldt el al. 1983). P enggunaan perangkap warna kuning
ini sekaligus dapat berhngsi untuk memantau pergerakan dan persebaran
populasi hama di lapangan (Zoebisch ef al. 1993).
Teltnik Pelapisan Partikel sebagai Pelindung Tanaman
Penggunaan teknik pelapisan partikel (particle $l172 technology) pada
permukaan tanaman merupakan terobosan bam dalam pengelolaan hama
tanaman (Glenn et al. 1999). Pada dasarnya teknik pelapisan partikel ini adalah
menciptakan penghalang fisik (barrier) antara tanaman dengan artropoda dan
patogen tanaman (Knight et al. 2000; Puterka et al. 2000).
Bahan yang berpeluang untuk digunakan dalam teknik pelapisan partikel
ini di antaranya adalah kaolin dan kapur pertanian. Kaolin mempakan mineral
silikat (A14Si4010[O11]8) bempa serbuk putih, berukuran kecil sehingga mudah
terdispersi dalam air (Puterka el al. 2000). Kaolin mempakan hasil tambang
dari tanah berlempung. Kaolin dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa
produk termasuk farmasi, pasta gigi, kosmetik, insulator listrik, piastik, bahan
pengembang plastik, keramik, kertas dan cat. Kapur pertanian (CaC03) berupa
dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah. Partikel kaolin secara
fisik berukuran lebih kecil dan warnanya lebih putih dibandingkan kapur
pertanian.
Glenn el al. (1999) melaporkan bahwa efek penggunaan teknik pelapisan
partikel kaolin pada permukaan tanaman menyebabkan penolakan dan
ganggunan dalam ha1 makan, menghalangi peletakan telur serta meningkatkan
mortalitas hama. Selain itu, beberapa hama partikel yang menempel pada
permukaan tubuh serangga dapat menimbulkan gangguan. Lebih lanjut Knight
ef a/. (2000) mengatakan bahwa adanya lapisan partikel kaolin pada per~nukaan
tanaman membuat tanaman inang secara visual menjadi tidak dikenali sebagai
inang. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahapan hama untuk
menemukan dan mendapatkan inang adalah pengenalan inang (Pedigo 1989).
Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa penyemprotan
bahan kaolin yang ielah diformulasi secara khusus pada permukaan tanaman
dapat menekan perkembangan hama. Puterka et al. (2000) melaporkan bahwa
teknik pelapisan partikel kaolin mampu menekan serangan kutuloncat
Cacopsylla pyricola Foerster (Homoptera: Psyllidae) pada tanaman pear.
Peneliti lainnya juga melaporkan bahwa hama Cyda ponzonella (L.)
(Lepidoptera: Totricidae) pada apel dan pear (Unruh et al. 2000) dan hama
penggulung daun Choristoneura rosaceana (Harris) (Lepidoptera: Tortricidae)
pada apel (Knight et al. 2000) dapat dikendalikan dengan lapisan partikel kaolin.
Pelapisan partikel juga dapat melindungi tanaman dari serangan tungau
2000); tungau Tetranychus urticae Koch (Acarina: Teranychidae), kutudaun
Aphis spireacola Potch (Homoptera: Aphididae), wereng daun kentang
Empoasca fabae (Harris) (I-Iomoptera: Cicadellidae) (Glenn el al. 1999), dan
trips jeruk Scirtnthrips cifri (Moulton) (Thysanoptera: Thripidae) (Kerns Rc
Wright 2001). Secara kuantitatif tingkat keefektifan partikel kaolin dalain
menekan artropoda hama disajikan pada Tabel 1
Tabel 1 Tingkat keefektifan pelapisan partikel kaolin dalam menekan
beberapa artropoda hama
Iceterangan . Keadaan hama
Tanainan Spesies hama tentang Perlakuan Tanpa Pustaka
uji perlakuan kaolin perlakuan '
Pear
C.
pyricola Jumlah imago 0,o 73,9 Puterka el a/.5 hari setelah (2000)
aplikasi
Ape1 A. spireacola Jumlah imago 5,o 13,7 Glenn el a/.
3 hari setelah (1999)
aplikasi
Ape1
I:
urtjcae Jumlah imago 52,O 121,O Glel~n el nl.3 minggu (1999)
setelah aplikasi
Ape1
C.
ponzoneila Jumlah telur 33,6 90,6 Unruh ei al,per daun (2000)
Pear E. fabae Jumlah daun 31,6 1 s Glenn el 01.
msak per (1 999)
tanaman
Apel
C.
rosaceana Persentase 48,3 83,3 Knight et al.larva yang (2000)
[image:91.605.85.528.296.723.2]Lebih lanjut dikemukakan oleh Glenn el al. (1999) bahwa penggunaan
teknik pelapisan partikel kaolin tidak mempengaruhi fotosintesis atau
produktivitas tanaman karena sifat berpori dari lapisan partikel tersebut.
Bahkan adanya lapisan partikel kaolin dapat melindungi tanaman dari cekaman
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi dan Pengelolaan
Hama, Jurusan Hama Penyakit Turnbuhan, P B - Bogor, dan pada pertanaman
kentang di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1.450 m di atas permukaan laut.
Penelitian berlangsung sejak bulan Juni 2001 hingga Januari 2002.
Pengujian Laboratorium : Pengaruh Lapisan Partikei terhadap Alctivitas
Makan, Peletakan Telur, dan Perkembangan Larva
Rnncnrtgart Penelitinn
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan yaitu : aplikasi kaolin 2%, aplikasi kapur pertanian 2%, dan kontrol
Setiap perlakuan diulang empat kali.
Sebagai tanaman uji digunakan tanaman kacang merah yang ditanam
dalam polibag plastik (diameter 12,s cm, tinggi 10 cm) dan tiap polibag berisi
dua tanaman. Tanaman kacang merah dipelihara hingga berumur 10 hari (daun
bawah telah terbuka sempurna).
Penelitian menggunakan dua metode, yaitu uji tanpa-pilihan (no-choice
test) dan uji pilihan-bebas free-choice test). Uji tanpa-pilihan dilakukan dalam
kurungan yang berbentuk sitinder (diameter 25 cm, tinggi 40
cm),
sedangkan ujipilihan-bebas dalam kurungan berbentuk persegi (panjang 75 cm, lebar 40 cm,
dan tinggi 50 cm). Pada uji tanpa-pilihan, tiap kurungan berisi dua tanaman
(satu macam perlakuan), sedangkan pada uji pilihan-bebas tiap kurungan berisi
16
Cairan semprot disiapkan dengan mencampur terlebih dahulu 20 g kaolin
atau 20 g kapur pertanian dengan 10 ml metanol dan 1 rnl Agristick. Ke dalam
suspensi tadi kemudian ditambahkan air hingga volumenya 1 liter. Agar
pencampuran dapat merata (tidak terjadi penggumpalan bahan), penambahan air
dilakukan secara bertahap sambil diaduk. Suspensi disemprotkan merata pada
perrnukaan atas dan bawah daun kacang merah dengan rnenggunakan alat
semprot tangan. Pada perlakuan kontrol, permukaan daun hanya disemprot
dengan cairan yang mengandung metanol dan Agristick.
Tanaman yang telah mendapat perlakuan dimasukkan ke dalam
kurungan sebagaimana disebutkan di atas. Segera setelah itu ke dalam tiap
kurungan percobaan dimasukkan imago betina umur 3 - 4 hari yang telah
kawin. Lalat
L.
huidobrensis yang digunakan dalam pengujian berasal daripertanaman seledri di Cihereng-Cianjur yang dibiakkan di laboratorium. Untuk
uji tanpa-pilihan, ~ a d a tiap kurungan dimasukkan 4 ekor imago, sedangkan pada
uji pilihan-bebas, pada tiap kurungan dimasukkan 12 ekor imago. Setelah 24
jam, lalat
L.
huidobrensis dikeluarkan dari kurungan.Pengnn~ntan
Peubah yang diamati adalah banyaknya tusukan-makan, jumlah telur
yang diletakkan dan keberhasilan larva menjadi pupa. Untuk menghitung
banyaknya tusukan-makan, salah satu dari dua tanaman pada tiap perlakuan
dipotong pada pangkal batangnya. Penghitungan menggunakan bantuan
mikroskop binokuler pembesaran 20 kali. Banyaknya tusukan-makan dihitung
pada bagian tengah, ujung, tepi kanan dan kiri untuk tiap helaian daun, masing-
Penentuan baoyaknya telur yang diletakkan didasarkan pada banyaknya
larva instar-1 yang terbentuk. Untuk maksud tersebut, empat hari setelah
tanaman diinfestasi, banyaknya korokan awal pada helaian daun dari salah satu
tanaman yang disisakan diperiksa dan dihitung.
Pengamatan terhadap perkembangan larva dilakukan dengan
melnelihara tanaman yang telah dilakukan pengbitungan larva tadi hingga 7 hari
terhitung sejak infestasi imago. Selanjutnya daun berikut batang dipotong dan
disimpan dalam cawan plastik yang dilapisi alas tisu lalu dipelihara hingga fase
larva terlewati (terbentuk pupa). Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah
pupa. Perkembangan larva didasarkan pada nilai persentase larva yang berliasil
menjadi pupa.
Pengujian Lapangan : Pengaruh Lapisan Partiltel terhadap Kelimpahan
Imago L. Ituidobrer~sis dan C. Itutrzilis, Tingkat Parasitisasi d a n Hasil Panen
Rancatzgatt Penelitialt
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga
perlakuan yaitu : aplikasi kaolin 2%, aplikasi kapur pertanian.2%, dan kontrol.
Setiap perlakuan diulang delapan kali.
Tiap petak perlakuan berukuran 4,5 m x 4 m, dan jarak antar petak
1,5 m. Kentang varietas Granola ditanam dalam guludan (dalam satu guludan
terdapat satu baris tanaman). Jarak antar guludan 75 cm, dan jarak tanam
dalam guludan 30 cm. Cara budidaya disesuaikan dengan rekomendasi
setempat, kecuali bahwa selama penelitian berlangsung tidak digunakan
18
Cairan semprot yang berupa suspensi kaolin dan kapur pertanian
disiapkan dengan cara sebagaimana pada pengujian laboratorium. Suspensi
kemudian diaplikasikan secara merata pada permukaan atas d a n bawah daun
tanaman kentang dengan menggunakan alat semprot tipe gendong. Aplikasi
dilakukan pada saat tanaman berumur 42 HST, dan diulang setiap 7 hari hingga
tanaman bemmur 70 HST. Pada perlakuan kontrol tanaman disemprot dengan
cairan yang mengandung metanol dan Agristick tanpa kaolin dan kapur
pertanian.
Pertgnrtzntnrt
Pengamatan meliputi kelimpahan imago L. hu~dobrcnsis dan predator
Coenosia hzmilis Meigen (Diptera: Anthomyiidae), tingkat parasitisasi, dan
hasil panen. Pengamatan kelimpahan limago
L.
huidobrensis dilakukan secaralangsung (in-situ) pada tajuk tanaman. Untuk maksud tersebut pada setiap baris
tanaman (panjang 4,5 m), kecuali baris tepi, dihitung banyaknya lalat pengorok
daun yang terdapat pada tajuk kentang. Pengamatan dilakukan pada pukul
07:OO - 10:OO WIB, karena imago L. huidobrensis umumnya aktif pada pagi
hari (Supartha 1998). Agar konsisten, pengamatan dilaksanakan selama 15
menit per petak. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari setelah aplikasi. Prosedur
yang sama diterapkan pada pengamatan lalat predator C. hunzilis.
Penentuan tingkat parasitisasi L. huidobrensis oleh parasitoid dilakukan
dengan mengumpulkan delapan anak daun per petak yang memperlihatkan
gejala korokan dengan larva di dalamnya (diperkirakan merupakan larva
dipelihara dalam cawan plastik yang dilapisi alas tisu. Dua minggu kemudian
banyaknya imago parasitoid dan lalat L. huidobrerzsis yang muncul dicatat dan
dihitung. Tingkat parasitisasi ditentukan sebagai banyaknya imago parasitoid
yang lnuncul dibagi seluruh imago yang terbentuk dikali 100%.
Pengamatan tingkat kerusakan tanaman dilakukan dengan menetapkan
de!apan tanaman contoh secara sistematis pada tiap petak perlakuan. Pada tiap
tanarnan contoh terpilih ditentukan delapan daun (maing-masing dengan lima
helai anak daun dari ujung), yang letaknya tersebar pada tajuk bagian atas dan
bawah. Masing-masing rangkaian daun diupayakan inewakili empat arah mata
angin. Penentuan persentase kerusakan didasarkan pada luas daun yang
menunjukkan gejala korokan
Pengamh perlakuan terhadap hasil panen didasarkan pada bobot umbi
per petak percobaan. Pada saat tanaman berurnur 90 HST, umbi digali dan
bobotnya ditimbang dan dibedakan menurut grade. Pernilahan grade
didasarkan pada ukuran dan bobotnya. Grade A untuk umbi yang berukuran
besar (bobot > 60 g), grade B untuk umbi yang berukuran sedang (bobot 40-60
g), dan grade C untuk umbi yang berukuran kecil (bobot < 40 g) (Asandhi 1995).
Pengamatan di Lahan Petani
Sebagai data tambahan, pengamatan dilakukan pada lahan petani yang
diaplikasi insektisida sintetik. Jarak lahan petani sekitar 10 m dari lahan
percobaan. Keadaan pertanaman kentang (varietas dan umur) serta
kelinpahan imago L. hziidobrensis dan imago C. humilis, seita tingkat parasitisasi. Pengambilan contoh dilakukan bersamaan dan dengan cara yang
sama seperti pada petak perlakuan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam menggunakan
program Minitab ver.11 for Windows, yang dilanjutkan dengan uji beda nyata
HASPL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Aktivitas Makan dan Peletakan Telur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pelapisan partikel kaolin dan
kapur pertanian secara nyata menurunkan aktivitas makan dan mengurangi
jumlah peletakan telur oleb imago L. huidobuewsis. Yang disebut terakhir ini
diukur dari banyaknya larva instar-1 yang terbentuk. Pada uji tanpa-pilihan,
kerapatan tusukan-makan dan larva instar-1 pada daun kontrol sekitar 2,s kali
lipat lebih banyak dibandingkan pada daun yang diaplikasi kaolin dan kapur
pertanian (Tabel 2). Pengaruh perlakuan juga ditunjukkan pada uji pilihan-
bebas. Kerapatan tusukan-makan dan larva instar-1 pada daun kontrol sekitar
2 - 3 kali lipat lebih banyak daripada daun yang diberi perlakuan kaolin dan
kapur pertanian. Hal ini mengisyaratkan balwa permukaan daun yang dilapisi
partikel kaolin dan kapur pertanian kurang dipilih sebagai tempat penusukan-
makan maupun peletakan telur L. huidobrensis.
Adanya lapisan partikel pada permukaan daun menimbulkan gangguan
ataupun penghalang dalam proses penusukan ovipositor untuk keperluan rnakan
maupun dalam peletakan telur. Imago betina dengan ovipositornya meletakkan
telur pada jaringan mesofil di bawah lapisan epikutikula daun (Parrella 1987).
Dengan demikian terdapatnya lapisan partikel pada pernukaan daun dapat
mempengaruhi proses oviposisi.
Selain itu, untuk keperluan makan imago betina maupun jantan
(Chiang & Norris 1982). Adanya lapisan partikel kaolin dan kapur pertanian
pada permukaan daun diduga dapat mengganggu proses pengisapan cairan daun
oleh imago L. huidobrensis. Ada kemungkinan bahwa cairan yang keluar dari
belcas tusulcan ovipositor akan tercampur dengan partikel yang berukuran kecil,
sehingga tidak disukai oleh imago.
Tabel 2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap
aktivitas makan dan peletakan telur pada uji tanpa-pilihan d m uji pilihan-bebas
Uji tanpa-pilihan Uji pfihan-bebas
Banyaknya Banyaknya Banyaknya Banyaknya
Perlakuan tusukan- larva instar-1 tusukan- larva instar-1
ovipositor per helai ovipositor per helai
per cm2 luas dauna per cm2 luas daun"
daunn - daun" -
Kaolin 3,82 a 6,50 a 1,59 a 2,25 a
Kapur Pertanian 3,69 a 6,75 a 2,25 a 1,75 a
"
Angka selajur yang diikuti humf yang sama tidak berbeda nyata menurut ujiBNT
(a
= 0,05)Hambatanlgangguan aktivitas makan ini dapat mempenganlhi aktivitas
imago selanjutnya seperti untuk peletakan telur (oviposisi) maupun untuk
bertahan hidup. Parrella (1987) mengemukakan bahwa kemampuan bertelur
dan lama hidup imago tergantung kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia.
Umumnya imago
L.
huidobrensis mati bila ditempatkan dalam kurungan selamaPengaruh Lapisan Partiltel terhadap Perkembangan Larva L. Jzuidobrertsis
Pengaruh terhadap perkembangan larva, disetarakan dengan tingkat
keberhasilan larva menjadi pupa. Bila dilihat dari tingkat keberhasilan larva
menjadi pupa ternyata pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian tidak
mempengaruhi perkembangan larva. Sebagaimana pada Tabel 3 terlihat bahwa
persentase larva yang menjadi pupa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan baik pada uji tanpa-pilihan maupun pada uji pilihan-bebas. Data
banyaknya larva instar-1 dan pupa yang terbentuk secara lengkap tersaji pada
[image:101.619.118.523.344.559.2]Lapiran 1
Tabel 3 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertenian terhadap
perkembangan lzrva pada uji tanpa-pilihan dan uji pilihan-bebas
Perlakuau Persentase larva yang menjadi pupaa
Uji tanpa-pilihan Uji pilihan-bebas
Kaolin 92,3 1
Kapur pertanian 81,48
Kontrol 92,54
"
Tidak terdapat pcrbedaan yang nyata diantara perlakuanHal ini karena larva L, hvidobrensis yang hidup dalam jaringan daun
tidak mengalami kontak langsung dengan lapisan partikel. Glenn el. al. (2000),
mengatakan bahwa mekanisme kerpa pelapisan partikel lebih bersifat fisik
dalam menekan artropoda hama. Adanya partikel pada permukaan daun tidak
berhasil diletakkan dalam jaringan daun dan nenetas menjadi larva dapat
berkembang dan tidak terpengaruh ole11 adanya lapisan partikel pada
permukaan daun.
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Kelimpahan Imago L. Ituidobrensis
Pada pengamatan lapangan menunjukkan bahwa banyaknya lalat
L. huidobrensis yang hinggap pada tajuk kentang yang diaplikasi kaolin dan
kapur pertanian nyata lebih rendah daripada kontrol (Gambar 1). Perbedaan tadi
terjadi pada pengamatan 52, 59, 66, dan 73 HST.
]
Kaolin45 52 59 66 73
Hari setelah tanam (HST)
Gambar 1 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap kelimpahan
lalat L. huidobrensis. (Angka pada umur tanaman yang sama yang
diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT,
a = 0,05; garis vertikal menunjukkan simpangan baku).
Tiadanya perbedaan pada 45 HST, diduga karena aplikasi baru dilakukan
satu kali, sehingga lapisan kaolin dan kapur pertanian pada permukaan daun
[image:102.611.129.497.334.552.2]dan aktivitas lalat L. huidobrensis. Jumlah imago yang ada pada saat itu lebih mencerrninkan keadaan awal kelimpahan imago sebagaimana sebelum adanya
perlakuan. Pada pengamatan 73 HST terjadi penurunan kelimpahan imago
yang cukup tajam. Pada umur tersebut, tanaman memasuki fase pematanyan
umbi dan daum mulai mengering. Hal ini menjadi tidak sesuai untuk
berkembangnya L. l~uidobrensis.
Secara teoritis ada dua ha1 yang kemungkinan besar menyebabkan
rendahnya kelimpahan populasi imago
L.
huidobrensis pada tajuk tanaman yangdiaplikasi dengan lapisan partikel kaolin dan kapur pertanian, yaitu gangguan
dalam proses penemuan inang, dan pengaruh fisik secara langsung pada tuhuh
serangga.
Aplikasi partikel kaolin maupun kapur pertanian menimbulkan
perubahan secara visual pada hamparan pertanaman. Cahaya yang direfleksikan
oleh lapisan partikel yang benvarna putih pada permukaan tanaman dapat
mengganggu proses penemuan dan pengenalan tanaman inang oleh lalat
L.
huidobrensis. Glenn et al. (1999) dan Puterka el al. (2000) mengemukakan bahwa teknii pelapisan partikel menggunakan kaolin dapat mengacaukan
serangga hama dalam menemukan inangnya. Hansen (2000) juga
mengemukakan bahwa beberapa serangga terganggu oleh cahaya putih terang,
dan pada kasus lain serangga dan tungau tidak mengenal inangnya karena
merasa berbeda dengan keadaan yang normal. Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu tahapan hama untuk mendapatkan inang adalah diawali dengan
Selain itu adanya partikel kaolin dan kapur pertanian yang menempel
pada permukaan tubuh L. huidobrensis juga dapat menimbulkan gangguan fisik.
Glenn et al. (1999) mengemukakan bahwa partikel dengan ukuran I
-
2 pmyang melekat pada kutikula dapat mempercepat hilangnya air tubuh sehingga
serangga mengalami desikasi dan akbirnya mati.
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Musuh Alami
Predatoz Jenis predator L. huidobrensis yang umum dijumpai di areal
penelitian adalah
C.
humilis. Hasil pengamatan menunjukkan bahwakelimpahan lalat predator pada petak yang diaplikasi kaolin dan kapur
pertanian tidak berbeda nyata dengan pada petak kontrol (Gambar 2). Pada
seluruh petak percobaan, kelimpahan lalat C. hu~nilis sekitar 1 ekor per 4,5 m
baris kentang kecuali pada 66 HST yang mencapai sekitar 2 ekor per 4,5 m baris
kentang.
Tidak adanya dampak negatif pelapisan partikel ini terhadap C. humilis
disebabkan ukuran tubuhnya yang relatif besar dan aktif berpindah. Dengan
demikian tingkat toleransinya terhadap gangguan partikel tersebut lebih besar
pula. Keadaan yang demikian sangat menguntungkan, mengingat pada
umumnya secara fisik ukuran predator relatif lebih besar daripada inangnya.
Sebagaimana penelitian terdahulu bahwa teknik pelapisan partikel ini lebih
e'fektif untuk jenis-jenis artropoda berukuran kecil seperti trip, aphid, tungau,
dan empoasca. Lebih lanjut McBride (2000) mengemukakan bahwa pelapisan
seperti kumbang predator Coccinellidae, larva Chrysophidae, lebah madu dan
serangga penyerbuk lainnya
1
KaolinKapur pertanian
2.5 Kontrol
45 52 59 66 73
I f r i setelah tanam @ST)
Ganlbar 2 Pengaruh pelapisan partiltel kaolin dan kapur pertanian terhadap
kelin~pahan lalat C. Hutnilis. (Tidak terdapat perbedaan yang nyata
di antara perlaltuan; garis vertiltal menunjukkan simpangall baku)
Kurangnya efek negatif pelapisan partikel terhadap C. hunzilis, juga
disebabkan lalat predator ini dalam peletakan telur dan perkembangan larvanya
tidak pada tajuk tanaman sehiigga terhiidar dari efek aplikasi partikel. Lalat
C.
hunzilis meletakkan telurnya pada kompos atau bahan organik lainnya sertalarvanya memangsa cacing Eisenia rosca yang hidup pada media tersebut
(Yahnke & George 1972). Selain itu lalat predator
C.
humilis menangkapmangsanya pada saat terbang (Hanvanto 2002), sehiigga tidak bersentuhan
dengan partikel yang menempel pada permukaan daun kentang. Pengaruh buruk
partikel terhadap lalat predator ini hanya mungkin terjadi bila layangan partikel
Parmitoid Parasitoid yang banyak dijumpai pada saat penelitian
berlangsung adalah Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae) dan Herniptarsenus
varicornis (Girault) (Hymenoptera: Eulophidae). Hasil analisis ragam
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan (Tabel 4).
Pada penelitian ini tingkat parasitisasi larva L. huidobrensis oleh parasitoid H.
varicornis tidak ditampilkan karena nilainya sangat rendah sehingga tidak
memadai untuk dikaji perbedaannya.
Tabel 4 Pengaruh lapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap tingkat
parasitisasi L. huidobrensis oleh Opius sp.
Umur tanaman (HST)
Perlakuan 52 66
n % parasitisasia n % parasitisasi"
Kaolin 194 63,O 109 59,5
Kapur pertanian 192 74,4 128 62,7
"
Tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.Berdasarkan analisis data terhadap tingkat parasitisasi oleh Opius sp.
terlihat bahwa aplikasi kaolin maupun kapur pertanian tidak terlalu beeipengaruh
buruk seb'againama efek insektisida sintetik. Namun demikian bila diperhatikan
secara kuantitatif pada Tabel 4, ada kecenderungan bahwa pelapisan partikel,
khususnya kaolin menurunkan tingkat parasitisasi
L.
huidobrensis oleh Opiussp. Efek negatif ini dapat tejadi karena secara fisik ukuran tubuh parasitoid ini
relatif kecil dan untuk proses penemuan inang dan parasitisasinya memerlukan
kontak langsung dengan permukaan daun yang terlapisi partikel. Opius sp
[image:106.616.116.516.336.484.2]yang ada dalam jaringan daun. Beberapa peneliti terdahulu juga telah lama
melaporkan mengenai pengaruh buruk partikel debu yang berasal dari tepi jalan
dan penambangan terhadap musuh alami hama (DeBach 1951). Lebih lanjut
DeBach (1969) melaporkan bahwa parasitisasi Aphylis sp. pada kutu perisai
yang hidup pada buah jeruk yang berdebu mengalami penurunan sebesar 40%
dibandingkan buall yang bebas dcbu. Dalam kaitan dengan pelapisan partikel
kaolin, Knight et al. (2000) dan Kahn et al. (2001) melaporkan terjadinya
penurunan tingkat parasitisasi pada pengorok daun apel, Phyllonorycler
elmaella Doganlar & Mutuura (Lepidoptera: Gracillariidae), dan pada saat yang bersamaan serangan pengorok daun ini meningkat.
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Tingkat KerusaBan Tanaman
Berkurangnya kehadiran lalat L, huidobrensrs pada tajuk kentang yang
diaplikasi kaolin dan kapur pertanian seperti disebutkan sebeluinnya
dicerminkan pula oleh menurunnya intensitas kerusakan daun (Tabel 5). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa intensitas kerusakan daun pada 55 HST
berbeda nyata hanya pada tajuk bagian bawah, sedangkan pada 69 HST
ken~sakan daun pada tajuk bagian bawah maupun atas nyata lebih rendah pada
petak kentang yang diaplikasi kaolin dan kapur dibandingkan petak kontrol.
Secara umum, intensitas kerusakan daun pada tajuk tanaman di petak kontrol
sekitar 1,5 hiigga 2 kali lipat lebih besar daripada tajuk tanaman yang
dilindungi kaolin dan kapur pertanian. Intensitas kerusakan daun ini
berhubungan erat dengan kelimpahan imago yang hinggap pada tajuk tanaman
Kerusakan daun pada tanaman kentang paling parah terjadi pada daun
bagian bawah dan sangat sedikit terjadi pada daun bagian atas. Hal ini terkait
dengan preferensi inang dalam peletakan telur. Secara fisik permukaan daun
atas terdapat lebih banyak bulu-bulu daun (trikotna) yang dapat menjadi
hambatan bagi imago untuk makan maupun peletakan telur, menyebabkan
imago memilih daun bagian bawah (Supartha, 1998). Keadaan ini hanya terjadi
pada tingkat serangan rendah. Pada tingkat serangan tinggi kerusakan dapat
terjadi pada seluruh tajuk tanaman kentang (Rauf 1995).
Tabel 5 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap
intensitas serangan L. huidobrensis pada tanaman kentang
Tingkat kerusakan (%)" dan pada tanaman umur @ST)
Perlakuan 55 69
Tajuk Tajuk ' Tajuk Tajuk
Atas Bawah Atas bawah
Kaolin 0,36 a 12,17 a 0,99 a 22,16 a
Kapur pertanian 0,30 a 11,26 a 1,26 a 22,73 a
Kontrol 0,58 a 17,34 b 2,48 b 38,13 b
"
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut ujiBNT (a =0,05)
Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Hasil Panen
Analisis ragam pada data hasil panen menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara petak yang diaplikasi partikel kaolin maupun kapur
pertanian dibandingkan dengan petak kontrol (Tabel 6). Hal ini lebih
Pada saat penelitian berlangsung, serangan hama lalat pengorok daun L.
huidobrensis relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga terlihat pada intensitas kerusakan daun. P ada keadaan serangan berat biasanya
dicirikan oleh intensitas kerusakan yang tinggi pada tajuk bagian atas. Dala~n
penelitian ini intensitas kerusakan daun pada tajuk bagian atas kurang dari 1%
pada 55 HST (Tabel 5), saat tanaman kentang rentan terhadap serangan llama L.
hudob1.ensis. Pada tingkat serangan rendah, walaupun terdapat perbedaan intensitas kerusakan daun antara perlakuan dengan kontrol, namun tidak
menyebabkan perbedaan terhadap hasil umbi total. Hal ini lebih disebabkan
adanya sifat toleransi tanaman terhadap kerusakan dan kerusakan yang terjadi
masih berada di bawah ambang toleransinya
Tabel 6 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap hasil
panen kentang
Bobot hasil panen umbi (kg / 18 m2)
Perlakuan menurut gradea
A B C Total
Kaolin 11,7 11,s 10,3 33,9
Kapur pertanian 11,6 11,9 7,9 31,4
Kontrol 10,2 12, I 9,o 3 1,3
a Tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
Pengamatan di L a h a n Petani
Secara umum kelimpahan populasi imago L. huidobrensis di lahan
petani yang diaplikasi insektisida sintetik lebih tinggi dibandingkan dengan
pengamatan 59 HST dan 66 HST kelimpahan populasi L. huidobrensis dur kali
lebih banyak dibandingkan petak kontrol.
Tingginya kelimpahan imago lalat pengorok daun L. huidobrensis pada
petak petani terkait dengan efek negatif penggunam insektisida. Pada lahan
petani, insektisida karbos~llfan (Marshal 200 EC) dan dimehipo (Spontan 400
WSC) diaplikasikan seminggu sekali. Diduga bahwa aplikasi insektisida
sintetik dapat menyebabkan terbunuhnya musuh alami (parasitoid dan predator).
Icelimpahan lalat predator C. hunrilis dan tingkat parasitisasi oleh Opius sp. pada
petak petani lebih rendah dibandingkan petak kontrol. Lebih rendahnya
kelimpahan lalat predator Coenosia hunzilis pada petak yang diaplikasi
insektisida juga dilaporkan oleh Hanvanto (2002). Penurunan tingkat
parasitisasi
H.
varicornis pada petak yang diaplikasi insektisida dilaporkan ole11Purnomo el. a1 (200 1).
Tabel 7 Kelimpahan populasi imago L. huidobrensis dan C. humilis serta
persentase parasitisasi Opius sp. di lahan petani yang diaplikasi
insektisida sintetik
Umur tanaman (HST)
Pengamatan 45 52 59 66 73
Jumlah imago
L.
h21idobrensis" 5,3 1 7,31 29,19 21,94 2,44Jumlah imago C. hutnilis" 1,06 0,50 0,44 1,OO 0,69
Persentase parasitisasi oleh
-
42,45 - 53,90 -Opius sp. (58)" (74)
Pembahasan Umum
Teknik pelapisan partikel seperti disebutkan di atas tidak terlepas dari
potensi dampak samping yang mungkin ditimbulkannya, baik terhadap musuh
alami maupun terhadap tanaman.
Adanya dampak samping terhadap rnusuh alami khususnya parasitoid,
maka dalarn aplikasi partikel kaolin perlu mempertimbangkan keberadaan
serangga berguna tersebut. Sekiranya keberadaa; parasitoid unjuk kerjanya
cukup baik dalam menekan serangan L. huidobrensis hingga dibawah ambang
pengendaliannya, maka aplikasi pelapisan partikel tidak perlu dilakukan, tetapi
bila dengan keberadaan parasitoid tersebut serangan
L.
huidobrensis masihmenimbulkan kerugian, maka aplikasi partikel dapat dilakukan.
Pada peneIitian di Pangalengan tidak dilakukan pengamatan secara
khusus terhadap pengaruh pelapisan partikel dan kemungkinan terjadinya
fitotoksisitas atau penurunan Iaju fotosintesis. Namum, pengamatan lapangan
pada umur 60 HST menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun yang
rontok tidak terdapat perbedaan yang nyata antara petak yang diapIikasi partikel
dibandingkan dengan petak kontrol (Lampiran 2). Unruh el al. (2000)
melaporkan bahwa tidak ditemukan gejala fitotoksisitas seperti daun terbakar
dan perubahan warna pada buah ape1 dan pear yang diaplikasi partikel kaolin.
Selain itu, penelitian Glenn ei al. (1999) menunjukkan tidak terjadi penurunan
aktivitas fotosintesis pada apel, peach, dan pkar pada kerapatan partikel yang
mencapai 3.000 pglcm2 permukaan daun. Tiadanya pengaruh buruk dari
partikel kaolin terhadap fotosintesis dan transpirasi pada jeruk dilaporkan oleh
bahwa lapisan partikel kaolin dapat berperan melindungi buah ape1 dari
sengatan sinar matahari dan mengurangi cekaman panas, sehingga buah yang
dihasilkan jurnlahnya lebih banyak dan ukurannya lebih besar.
Walaupun tidak lepas dari pengaruh samping, teknik pelapisan partikel
yang berbasis kaolin memiliki prospek dalanl pengendalian hama. Dibanding
dengan insektisida sintetik, partikel kaolin jauh lebih aman terhadap lingkungan
(Glenn et al. 1999) dan secara ekonomis lebih murah. Satu kali aplikasi partikel
kaolin setara dengan 3 - 4 kali aplikasi insektisida sintetik (McBride 2000).
Mengenai dampak aplikasi partikel kaolin terhadap lingkungan dan manusia,
peneliti di Amerika Serikat dan FDA (Food Drug Adnzinisraliorz) menyatakan
bahwa bahan mineral kaolin aman bagi kesehatan. Penggunaan bahan kaolin
untuk pengendalian hama telah direkomendasikan sebagai alternatif
pengendalian pada pertanian organik.
Kurang impresifnya pengaruh pelapisan partikel dalam pengendalian L.
huidobrensis, khususnya terhadap hasil panen kentang pada penelitian ini, tidak
berarti bahwa teknologi ini tidak bermanfaat dan tidak perlu ditindaklanjuti.
Pada percobaan yang dilakukan hi Pangalengan (Jawa Barat), bahan yang
digunakan adalah kaolin dan kapur pertanian untuk keperluan umum. Kapur
pertanian tampaknya tidak praktis untuk digunakan karena perlu sering diaduk
untuk menghindari pengendapan, dan daya rekatnya pada permukaan tanaman
kurang h a t , sehigga perlu aplikasi lebih banyak. Karena itu penelitian
lanjutan perlu lebih diarahkan pada pemanfaatan partikel ,kaolin. Dalam
hubungan ini, partikel kaolin yang telah direkayasa khusus untuk melindungi
Corporation dan USDA kiranya layak diuji kefektifannya terhadap berbagai hama utama lainnya di Indonesia.
Pemanfaatan partikel kaolin sebagai alternatif pengendalian, perlu
melnpertimbangkan kondisi ekologi dan karakteristik hama. Secara umum
teknologi pelapisan partilcel diperkirakan lebih sesuai diterapkan pada
komoditas yang diusahakan di wilayah dengan curah hujan yang rendah. Pada
kondisi demikian, laju pencucian lapisan partikel dari permukaan tanaman
diharapkan kecil. Lebih dari itu, prinsip kerja dari teknologi pelapisan partikel
adalah pencegahan, yaitu melindungi tanaman dari serangan hama yang bakal
terjadi (Glenn el al. 1999). Hama yang banyak menimbulkan kerugia~l di
Indonesia seperti penggerek buah kakao, Conoponzorpha crar~zerella (Snell.)
(Lepidoptera: Gracillariidae), dan lalat buah Bactrocelzl spp. (Diptera:
Tephritidae) mungkin merupakan sasaran yang tepat untuk diujicoba
dikendalikan dengan teknologi pelapisan partikel.
Pada saat yang bersamaan, pengamh samping partikel kaolin terhadap
~ n u s u h alami tetap relevan untuk dikaji lebih mendalam. Selaill itu, teknologi
pelapisan partikel kaolin perlu pula dikaji keefektifannya dalam melindungi
KESIMPULAN DAN SARAN
Teknik pefapisan partikel khususnya dengan bahan kaolin berpeluang
untuk digunakan dalam pengendalian hama L. huidobrensis. Penelitian
selayaknya diulang pada keadaan serangan berat. Selain itu, kemungkinan
pengaruh samping yang berupa fitotoksisitas, penuru