• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk Penekanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang, Lirioi?zyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk Penekanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang, Lirioi?zyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)

PENGUJIAN PARTIKEL KAOLIN DAN KAPUR PERTANIAN

UNTUK PENEKANAN SERANGAN LALATPENGOROK

DAUN KENTANG, Livio~zyzn

izuidobrensis (BLANCHARD)

(DIPTERA: AGROMYZZDAE)

ACHMAD SUBAIDI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(68)

ABSTRAK

ACHMAD SUBAIDI. Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untult Peneltanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang, Liuionzyzu huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae). Dibimbing oleh AUNU RAUF sebagai ketua, DJOICO PRIJONO dan I WAYAN WINASA sebagai anggota.

Lalat pengorok daun, Lirio~lyza huidobrensis nierupaltan hama yang

banyak menimbulltan Iterugian pada petani Itentang. Nama ini sulit

dikendaliltan dengan inselctisida konvensional sehingga dil~erlultan upaya altematif untiik mengendalikannya. Penelitian bertujuan menguji keefelttifan

parlikel kaolin dan kapur pertanian dalam menekan serangan L. hzridobrensis

pada pertana~nan Itentang, serta pengaruhnya terhadap ~nusuh alan~i dan hasil

panen.

Penelitian dilaltsanakan di Laboratoriunl Ekologi dan Pengelolaan I-lama, Jurusan Hama dan Penyaltit Tumbuhan, IPB-Bogor dan pada hamparan

pertanaman kentang di Desa Sukan~anah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, yang berlangsung sejak bulan Juni 2001 sanlpai Januari 2002. Perlaltuan terdiri dari apliltasi kaolin 2%, kapur pertanian 2%, dan kontrol. Pada uji laboratorium digunaltan rancangan acak Iengkap, sedangkan pada uji di lapangan digunakan rancangan acak kelompok.

Hasil penelitian laboratorium ~nenunjukkan bahwa pelapisan partikel kaolin maupun ltapur pertanian secara nyata nlengurangi aktivitas maltan dan jumlah peletaltan telur, nainun tidak mempengaruhi perkembangan larva. Derniltian pula halnya pada pengamatan di lapangan, ltedua 1llaca111 perlakuan dapat ineneltan kelilnpahan imago pada tajuk kentang. Lalat predator Coeizosiu hun~ilis Meigen (Diptera: Anthomyiidae) tidak terpengaruh, ilamun terdapat

kecenderungan terjadi penurunan tingkat parasitisasi L. huidobrensis ole11 Opius

(69)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk Penekanan

Serangan Lalat Pengorok Claun Kentang, Lirionzyza huidohrensis

planchard) Piptera: Agromyzidae),

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan teiah

dinyatakan secara Jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(70)

PENGUJIAN PARTIKEL KAOLIN DAN KAPUR PERTANIAN

UNTUIC PENEICANAN SERANGAN LALAT PENGOROK

DAUN KENTANG,

.Lirionzyza lzuidobrensis

(BLANCHARD)

(DIPTERA: AGROMYZIDAE)

ACHMAD SUBAIDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(71)

Judul Tesis : Pengujian Partikel Kaolin dan Kapur Pertanian untuk

Penekanan Serangan Lalat Pengorok Daun Kentang,

Lirioi?zyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)

Nama : Achmad Subaidi

NRP : 99203

Program Studi : Entomologi dan Fitopatologi

Menyetujui,

1. qomisi Pembimbing

~r.1;. Aunu Rauf,

1 Ketua

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi rogram hscasarjana

Entomologi/Fitopatologi

(72)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Nopember 1965 di Sumenep, sebagai anak ke empat dari enam bersaudara dari Ibu Hj. Sitti Yasirah dan Ayah H. Abd. Salam (almarhum).

Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Atas diselesaikan di Pamekasan dan gelar Sarjana (Sl) diperoleh tahun 1990 dari Jurusan Hanla dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Mulai tanggal 1 September 1999 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Pendidikan Master (S2) pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Penulis bekerja di Balai Informasi Pertanian (BIP) Kalimantan Tengah

mulai tahun 1992 dan sejak t a h ~ n 1995 sampai sekarang penulis bertugas di

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah.

(73)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pengujian

Partikel Kaolin dun Kapur Pe-tanian untuk Penehnan Seracgan Lalai Pengorok Daun Kentang, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agron?yzidae).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ir. Djoko Prijono, MAgr Sc. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si., masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, bimbingan, dan dorongan dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kepala Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, serta Pemimpin Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP), atas ijin, kesempatan, dan dukungan biaya yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

program Magister (S2) di IPB, sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat

berjalan dengan lancar. Terimakasih disampaikan pula kepada keluarga Bapak Dodo di Pangalengan yang telah membantu tempat pemondokan selama penelitian lapangan berlangsung. Juga terima kasih kepada rekan-rekan Tim Petani Pemandu PHT Pangalengan (TP4), dan teknisi laboratorium Ekologi dan Pengelolaan Hama (Sdr. Wawan dan Wendy), serta teman-teman di Jurusan HPT, IPB atas bantuan dan partisipasinya dalam kegiatan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga, khususnya kepada Istri tercinta Lili Hastuti atas segala kesabarannya dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

Tentunya dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran untuk perbaikan kegiatan selanjutnya

sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberi manfaat

dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Juni 2002

(74)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL .... .

.

.. . .. . . .. . .. . .. . ... . . ... . . , . . , . . . x

DAETAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN .. .. . . . ... .. . . .. . . .. . .. . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . .. . .. . .. . . .. .. xii

PENDAHULUAN ... I Latar Belakang

. .

... 1 Tujuan Penel~t~an ... 4

TlNJAUAN PUSTAK 5

Biologi Lirion 5

Ekologi Lirio17yzu spp 6

Gejala Serangan dan Kerugian ... 8 . .

Pengendalian Llnon7yza spp. . ... . . . . 9

Teknik Pelapisan Partikel sebagai Pelindung Tanaman ... 11

BAHAN DAN METOD 15

Penelitian Labor

Aktivitas Makan, Peletakan Telur, dan Perkembangan Larva

L. huidobrensis 15

Penelitian Lapa

Kelimpahan Imago L. huidobrensis dan

C.

huinilis, Tingkat

Parasitisasi, dan Hasil Panen 17

Pengamatan di Lahan Petan' 19

Analisis Data 20

HASIL DAN PEMBAHAS

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Aktivitas Makan dan Peletakan Telur

L hzridobrensis ...

.

.. . .. .. . ... ... . ... ... ,.. ... ,., ... ... . .. .... .... ..., . .... ... . .. . . . ... Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Musuh Alami ...

Pengamh Lapisan Partikel terhadap Tingkat Kerusakan Tanaman

...

Pengamh Lapisan Partikel terhadap Hasil Panen

....

Pengamatan di Lahan Petani ...

(75)

KESIMPULAN DAN SARAN ... ... ... ... ... .. .. . .. .. . .. ... . . . . . . 3 6

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(76)

DAFTAR TABEL

Nomor Kalaman

1 Tingkat keefektifan pelapisan partikel kaolin dalani nenekan

beberapa artropoda hama ... 13

2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap aktivitas makan dan peletakan telur pada uji tanpa-pilihan dan uji

. .

pilihan-bebas ... 22

3 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian

terhadap perkembangan larva pada uji tanpa-pilihan dan uji

.

.

pilihan-bebas ... 23

4 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur penanian terhadap tingkat

...

parasitisasi L. huidobrensis oleh Opius sp. 28

5 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap

intensitas serangan L. huidobrensis pada tanaman kentang ... 30

6 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap

hasil panen ... 3 1

7 Kepadatan populasi imago L. huidobrensis dan

C.

humilis serta

persentase parasitisasi oleh Opius sp. di lahan petani yang

(77)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap

kelimpahan lalat L. huidobrensis.

..

.. .. .. .... ..

..

... .. . ... . ... . .. . . 24

2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur peitanian terhadap

(78)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Jumlah larva instar-1 dan jurnlah pupa pada uji tanpa-pilihan dan

. . . .

uji p~l~han-bebas ... 41

2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap

kerontokan daun dan tinggi tanaman kentang ... 41

3 Harnparan pertanaman kentang lahan percobaan ... 42

4 Contoh daun yang mendapat perlakuan aplikasi kaolin, kapur

...

pertanian, dan kontrol 42

...

5 Kurungan pada uji tanpa-pilihan 43

...

(79)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keiltang merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai

ekonomi tinggi, dan sesuai untuk dikembangkan di daerah dataran tinggi. Areal

pertanaman kentang di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan dari tahun ke tahun. Luas panen kentang pada tahun 1985 seluas

32.350 ha dan pada tahun 1996 luasnya meningkat menjadi 111.531 ha (BPS

1998). Dari segi produktivitas, usahatani kentang di tingkat petani masih

rendah yaitu rata-rata 13,2 tonlha (BPS 1998), sedangkan di tingkat

penelitiadkebun percobaan, produktivitasnya dapat mencapai 35 todha (Sinaga

et al. 1997).

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kentang di

Indonesia, di antaranya karena adanya gangyan hama. Salah satu jenis hama

yang akhir-akhir ini cukup banyak menimbulkan kerugian bagi petani kentang

di Indonesia adalah lalat pengorok daun kentang Liriontyza huidobuensis

(Blanchard) (Diptera: Agromyzidae).

Di Indonesia Liriomyza sp. termasuk hama eksotik. Hama ini pertama

kali dijumpai pada bulan September 1994 pada lahan petani kentang di Desa

Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Bogor @uf 1995). Hama ini diduga masuk

pertama kali ke Indonesia melalui impor bunga potong krisan. Pada tahun 1995

hama ini telah menyebar ke sentra-sentra produksi sayuran dataran tinggi di

Indonesia di Jawa dan Sumatera dan bahkan pada tahun 1998 telah ditemukan

(80)

2

Hama L. huidobrensis menimbulkan banyak kerugian pada petani

kentang. Hal ini terutama akibat korokan larva menyebabkan daun mengering.

Serangan L. huidobrensis dan dapat menurunkan produksi kentang baik dari

segi kualitas maupun kuantitasnya. Di Indonesia, serangan L. huidobrei7sis pada

tanaman kentang dapat menumnkan hasil panen sampai 30 - 70% (Rauf et al.

2000).

Hingga saat ini upaya pengendalian yang dilakukan oleh petani masih

bertumpu pada penggunaan insektisida, dan upaya tersebut ternyata tidak

menyelesaikan masalah. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak

bijaksana di tingkat petani dikhawatirkan dapat mempercepat terjadinya

resistensi, resurjensi, dan ledakan hama sekunder (Pedigo 1989). Dilaporkan

bahwa Lirion~yza trifolii (Burgess) (Diptera: Agromyzidae) telah resisten

terhadap berbagai jenis insektisida golongan karbamat, organofosfat, dan

piretroid (Schuster & Everett 1983; Keil & Parrella 1990). Selain itu

penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah nonteknis lainnya seperti

tambahan biaya sosial dan lingkungan (Pimentel er al. 1980).

Hasil survei di sentra pengembangan sayuran di Indonesia menunjukkan

bahwa lebih dari 90% petani masih mengandalkan penggunaan insektisida untuk

mengendalikan hama

L.

hztidobrensis, dan mereka umumnya melakukan

penyemprotan dua sampai tiga kali seminggu (Rauf et al. 2000). Walaupun

penggunaan insektisida tersebut dilakukan secara intensif, sebagian besar petani

(72%) merasa tidak puas dengan hasilnya dan terdapat kecenderungan mereka

(81)

3

mengalami "kecanduan pestisida" (pesticide treadnzill) (Rauf 1999). Di sisi lain

masyarakat yang peduli terhadap kesehatan dan lingkungan terus berupaya

untuk mengurangi penggunaan pestisida konvensional dan mengembangkan

cara pengendalian yang benvawasan PHT (Glenn et a/. 1999).

Mengingat L. huidobrensis tergolong hama bam di Indonesia dan

penggunaan insektisida sintetik tidak mampu mengatasi masalah hama tersebut

maka diperlukan upaya alternatif untuk mengendalikannya. Petani seledri di

Ciherang

-

Cianjur, menggnnakan suspensi kapur untuk mengendalikan L.

huidobrensis (Rauf & Shepard 1999). Tidak diketahui secara pasti tingkat keefektifan dari tindakan pengendalian tersebut.

Pada saat yang bersamaan, di Amerika Serikat berkembang metode baru

pengendalian hama yang disebut teknologi lapisan partikel @article $In1

technology) dengan bahan dasar mineral kaolin (Glenn et al. 1999). Pada dasarnya, tindakan yang dilakukan oleh petani seledri di Cianjur dan para

peneliti di Amerika Serikat adalah sama, yaitu melapisi permukaan tanaman

dengan partikel untuk melindungi tanaman tersebut dari serangan hama.

Perbedaannya terletak pada tingkat penguasaan teknologi. Petani seledri

menggunakan kapur pertanian yang umum diperdagangkan, sedangkan para

peneliti di Amerika Serikat menggunakan kaolin yang telah dimurnikan dengan

ukuran partikel yang sangat halus serta direkayasa khusus untuk melindungi

tanaman. Bahkan sejak tahun 1998, melalui kerjasama antara Engelhard

Corporation dengan U S D A telah berhasil dikembangkan dan dipasarkan pelindung tanaman dengan bahan aktif kaolin dan dilaporkan bahwa teknik

(82)

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan menguji tingkat keefektifan partikel kaolin dan

kapur pertanian dalam menekan serangan lalat L. huidobrensis pada pertanaman

(83)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi

L.

ltuidobrcnsis

Lalat pengorok daun L. huidobrensis dideskripsikan pertama kali di

Argentina oleh Blanchard pada tahun 1926, tergolong dalam subfamili

Phytomyzinae, fzmili Agromyzidae, dan ordo Diptera (Spencer 1973).

Telur

L.

huidobrensis berbentuk seperti ginjal berwarna keputih-putihan

dan transparan, bemkuran 0,28 mm x 0,15 mm (Parrella 1987), sedangkan

menurut Supartha 1998 ukuran telur 0,297 mm

x

0,125 mm. Imago betina

biasanya meletakkan telur berdekatan satu sama lain. Periode inkubasi telur

pada tanaman krisan, aster, dan kacang panjang pada suhu 26,7 OC bertumt-tumt

3,0, 3,0, dan 2,6 hari (Parrella & Bethke 1984).

Larva L. huidobrensis berbentuk silindris yang memncing ke depan

seperti tempayak dengan bagian anterior tubuhnya pipih dan ujung posterior

seperti terpancung (truncate). Larva melewati tiga instar, pada tiap kali ganti

kulit kait mulut yang berwarna hitam dan keras ditinggalkan dalam liang

korokan. Kait ini dapat digunakan untuk penentuan tahap instar larva, karena

ukurannya berbeda pada tiap instar (Parrella 1987). Menumt Supartha (1998)

lama fase larva L. huidobrensis pada tanaman kentang di Lembang rata-rata

8,91 hari, dengan rincian larva instar-1 2,95 hari, instar-2 2,77 hari, dan instar-3

3,19 hari. Setelah berkembang sempurna, lama instar-3 keluar dari daun dengan

cara merobek ujung korokan dengan kait mulutnya. Larva bergerak dengan

(84)

Larva instar-3 yang baru keluar dari daun disebut fase prapupa. Dari fase

prapupa hingga ke puparium perlu waktu sekitar 2,73 jam (Supartha 1998).

Pupa L. huidobrensis yang baru terbentuk benvarna kuning, dan berubah

menjadi coklat menjelang imago keluar. Parrella (1987) melaporkan bahwa fase

pupa berkisar antara 8 - 11 hari.

.Imago betina L. hzridobrensis berukuran panjang 2,O - 2,3 mm,

sedangkan yang jantan 1,5 mm. Warna bagian kepala kuning, bagian toraks dan

abdomen benvarna hitam kelabu dengan bintik kuning pada ujung mesonotum

(Spencer 1973). Ukuran tubuh imago betina adalah 2,3 - 3,O mm, lebih panjang

dibandingkan imago jantan (2,2 - 2,4 mm) (Supartha 1998). Bersamaan dengan

penusukan ovipositor untuk makan, imago juga melakukan penusukan untuk

meletakkan telur pada jaringan mesofil (Minkenberg 1990). Seekor imago

betina L. huidobrensis mampu meletakkan telur sampai 300 butir, dan peletakan

telur umumnya terjadi antara hari keempat hingga kesepuluh setelah menjadi

imago (Parrella 1987). Menurut Supartha (1998) imago betima mampu

melertakkan telur paling banyak 86 butir per hari. Lama hidup imago betina

berkisar 15 - 20 hari, dan yang jantan 10 - 15 hari. Supartha (1998) melaporkan

bahwa aktivitas imago biasanya berlangsung pagi hari (pukul08:OO - 11:OO) dan

sore hari (pukul 14:00 - 17:OO).

Ekologi Lirioinyza spp.

Lalat

L.

huidobrensis dikenal sebagai jenis hama yang sangat polifag.

D i Inggris, Hawaii, Amerika Tengah, Republik Dominika, Peru dan Eropa,

L.

(85)

bayam, cabai, tomat, kentang, terong, kacang-kacangan, dan melon. Dua jenis

tanaman inang yang paling disukai di daerah asalnya (Argentina dan Kalifornia)

adalah tanaman Beta vulgaris (Chenopodiaceae) dan Pisunz sativunz

(Leguminosae), sedangkan di Venezuela hama tersebut menimbulkan keiusakan

yang berat pada tanaman bawang, bayam, melon, kentang, cabai, dan tomat

(Spencer 1973).

Chiang & Norris (1982) menyatakan bahwa sifat biofisik tanaman

seperti kekerasan dan kadar air daun merupakan faktor yang mendasari

resistensi tanaman, dan berpengaruh terhadap perilaku makan dan peletakan

telur. Lirionzyza spp. lebih menyukai daun kacang hijau yang kandungan

airnya tinggi (50%) untuk peletakan telur.

Perkembangan L. huidobrensis dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum

untuk perkembangan adalah 25 - 30 OC (Parrella 8r. Bethke 1984). Parrella

(1987) melaporkan bahwa persentase imago yang keluar dari pupa pada suhu

15,6, 21,2, 26,7, 32,2, dan 37,s 'C masing-masing 68, 80, 92,5, dan 0%.

Berdasarkan hasil penelitian pada suhu 20 OC lama hidup L. blyoniae 23,7 -

27,O hari, sedangkan pada suhu 25 OC berkisar antara 15,O - 20,9 hari

(Minkenberg 1990).

Cahaya juga berpengaruh terhadap perilaku L. blyoniae. Imagonya

bersifat fototaksis positif, dan pada keadaan gelap imago betina tidak

meletakkan telur (Minkenberg 1990). Selain itu imago Lirioniyza spp. juga

lebih tertarik pada warna kuning (Affeldt et al. 1983), sehingga warna kuning

(86)

Gejaia Serangan d a n Kerugian

Hama

L.

huidobrensis menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat

tusukan ovipositor untuk peletakan telur dan makan imago serta liang korokan

yang disebabkan larva pada jaringan daun (Chiang & Norris 1982). Minkenberg

(1990) menyatakan bahwa L. huidob~ensis pada tanaman kentang tergolong

hama tidak langsung yang menimbulkan kerusakan pada daun akibat tusukan

ovipositcr serangga dewasa betina untuk peletakan telur dan mengisap nutrisi

serta liang korokan larva.

Pada serangan yang parah, liang korokan dapat menyatu dengan yang

lain atau saling berpotongan, sehingga pada alcl~irnya daun dapat mengering dan

gugur. Pada serangan parah, gejala serangan L. hzridobrensis mirip serangan

Pl~ytophthora infestans (Rauf 1995). Luas korokan dan besarnya kerusakan

jaringan berkorelasi positif dengan perkembangan dan lama hidup larva

(Fagoonee & Toory 1983). Rauf (1995) menyatakan bahwa pada tanaman

kentang dengan tingkat serangan rendah, gejala korokan hanya dijumpai pada

daun bagian bawah, sedangkan pada tingkat serangan yang parah seluruh daun

dapat terserang.

Adanya kerusakan pada jaringan daun oleh hama dapat mengganggu

proses fotosintesis pada tanaman sehingga bila kerusakannya telah melampaui

batas toleransinya dapat menurunkan produksi tanaman (Pedigo 1989).

Larva L. huidobrensis yang mengorok jaringan mesofil dapat menurunkan hasil

panen karena mengurangi kemampuan tanaman berfotosintesis (Spencer 1973).

(87)

9

luas korokan oleh larva L. sativu pada tanaman tomat berkolerasi negatif dengan

laju fotosiutesis.

Chavez & Raman (1987) inelaporkan bahwa di negeri penghasil

kentang di Amerika Selatan dan Peru, Liuonzyza spp. dapat mengakibatkan

kehilangan hasil sekitar 35%, sedangkan di sentra kentang di Lembang (Jawa

Barat) dilaporkan hama tersebut mengakibatkan kebilangan hasil sekitar 34%

(Soeriatmadja & Udiarto 1996). Lebih lanjut dikemukakan oleh Rauf et ul.

(2000) berdasarkan hasil survei di Bandung dan Garut (Jawa Barat),

Banjarnegara dan Wonosobo (Jawa Tengah), Alahan Panjang (Sumatera Barat),

dan Karo (Sumatera Utara) bahwa petani mengalami penurunan hasil kentang

antara 30 - 70% akibat serangan

L.

huidobrensis pada tanaman kentang. Selain

itu adanya luka pada jaringan daun dapat mempermudah terjadinya infeksi oleh

cendawan maupun bakteri. Kerusakan langsung akibat serangan L. huidobrensis

dapat menurunkan kemampuan fotosintesis tanaman serta dapat mempercepat

keguguran daun (Setiawati 1998).

Pengendalian Liriomyza spp.

Hingga saat ini penggunaan insektisida masih menjadi andalan petani

dalam menanggulangi masalah hama

L.

l~uidobrensis, walaupun umumnya

mereka tidak puas dengan hasil pengendalian tersebut (Rauf 1999).

Ketergantungan petani pada insektisida karena cara dianggap mampu dengan

segera menurunkan populasi hama. Selain itu petani, umumnya tidak mau

mengambil risiko terhadap kegagalan panen (Untung 1986). Petani belum

(88)

terjadinya resistensi hama, resurgensi hama, terjadinya ledakan hama sekunder,

pencemaran lingkungan, keracunan kimia dan kerugian secara sosial-ekonomi

(Pimentel et a[. 1980; Mariappan & Jayaraj 1995). Terdapat beberapa jenis

insektisida yang dilaporkan efektif untuk mengendalikan Liriomyza spp.,

diantaranya adalah abamektin, siromazin, metamidofos (Schuster & Everett

1983), metil paration, dan permetrin (Parreila el al. 1982). Setiawati (1998)

juga melaporkan bahwa L. hzridobrensis efektif dikendalikan dengan insektisida

siromazin, abamektin, klourfluazuron, dimetoat, bensultap, dan profenofos.

Pada awalnya lalat L. huidobrensis sebenarnya bukanlah hama penting

karena musuh alalni mampu mengendalikan populasi halna di bawah tingkat

yang merugikan. Namum pada awal tahun 1970-an, L. huidobrensis berubah

menjadi hama yang merugikan karena musuh alaminya banyak terbunuh akibat

penggunaan insektisida (Ewell et al. 1990). Schuster dan Wharton (1993)

melaporkan bahwa terdapat empat famili parasitoid yang dapat mengendalikan

Lirio~nyza spp., yaitu Braconidae, Eulophidae, Cypinidae, dan Pteromalidae.

Dari keempat famili tersebut yang tingkat parasitisasinya tinggi adalah dari

famili Braconidae yaitu Opius dissitzts dan dari famili Eulophidae yaitu

Diglyphus intermedius, D. begini, Neochrysocharispunctiventris, Asecodes sp.,

Chrysocharis sp., Cirrospilzls ambiguus, Closterocerus sp., Henzipfalsenus

varicornis. Jenis predator yang dapat memangsa Lirionzyza spp. yaitu Drapetis

s?dhaenescens, Tahydromia annulala (Diptera: Empididae), Coenosia atfenuata

(Diptera: Muscidae) (Minkenberg & van Lentern 1986), dan C. trigrina

(89)

Formicidae), dan laba-laba (Oxyopidae) dapat memangsa imago L. trifolii (Parrella & Bethke 1984).

Bentuk pengendalian lainnya yang relatif ramah lingkungan adalah

penggunaan insektisida nabati seperti ekstrak inimba (Azadirachfa i~idica)

(Mariappan & Jayaraj 1995). Selain itu telah diteliti pula penggunaan kartu

kuning berperekat untuk pengendalian L. hudobrensis karena imagonya tertarik

pada warna kuning (Affeldt el al. 1983). P enggunaan perangkap warna kuning

ini sekaligus dapat berhngsi untuk memantau pergerakan dan persebaran

populasi hama di lapangan (Zoebisch ef al. 1993).

Teltnik Pelapisan Partikel sebagai Pelindung Tanaman

Penggunaan teknik pelapisan partikel (particle $l172 technology) pada

permukaan tanaman merupakan terobosan bam dalam pengelolaan hama

tanaman (Glenn et al. 1999). Pada dasarnya teknik pelapisan partikel ini adalah

menciptakan penghalang fisik (barrier) antara tanaman dengan artropoda dan

patogen tanaman (Knight et al. 2000; Puterka et al. 2000).

Bahan yang berpeluang untuk digunakan dalam teknik pelapisan partikel

ini di antaranya adalah kaolin dan kapur pertanian. Kaolin mempakan mineral

silikat (A14Si4010[O11]8) bempa serbuk putih, berukuran kecil sehingga mudah

terdispersi dalam air (Puterka el al. 2000). Kaolin mempakan hasil tambang

dari tanah berlempung. Kaolin dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa

produk termasuk farmasi, pasta gigi, kosmetik, insulator listrik, piastik, bahan

pengembang plastik, keramik, kertas dan cat. Kapur pertanian (CaC03) berupa

(90)

dengan cara ditaburkan pada permukaan tanah. Partikel kaolin secara

fisik berukuran lebih kecil dan warnanya lebih putih dibandingkan kapur

pertanian.

Glenn el al. (1999) melaporkan bahwa efek penggunaan teknik pelapisan

partikel kaolin pada permukaan tanaman menyebabkan penolakan dan

ganggunan dalam ha1 makan, menghalangi peletakan telur serta meningkatkan

mortalitas hama. Selain itu, beberapa hama partikel yang menempel pada

permukaan tubuh serangga dapat menimbulkan gangguan. Lebih lanjut Knight

ef a/. (2000) mengatakan bahwa adanya lapisan partikel kaolin pada per~nukaan

tanaman membuat tanaman inang secara visual menjadi tidak dikenali sebagai

inang. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahapan hama untuk

menemukan dan mendapatkan inang adalah pengenalan inang (Pedigo 1989).

Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa penyemprotan

bahan kaolin yang ielah diformulasi secara khusus pada permukaan tanaman

dapat menekan perkembangan hama. Puterka et al. (2000) melaporkan bahwa

teknik pelapisan partikel kaolin mampu menekan serangan kutuloncat

Cacopsylla pyricola Foerster (Homoptera: Psyllidae) pada tanaman pear.

Peneliti lainnya juga melaporkan bahwa hama Cyda ponzonella (L.)

(Lepidoptera: Totricidae) pada apel dan pear (Unruh et al. 2000) dan hama

penggulung daun Choristoneura rosaceana (Harris) (Lepidoptera: Tortricidae)

pada apel (Knight et al. 2000) dapat dikendalikan dengan lapisan partikel kaolin.

Pelapisan partikel juga dapat melindungi tanaman dari serangan tungau

(91)

2000); tungau Tetranychus urticae Koch (Acarina: Teranychidae), kutudaun

Aphis spireacola Potch (Homoptera: Aphididae), wereng daun kentang

Empoasca fabae (Harris) (I-Iomoptera: Cicadellidae) (Glenn el al. 1999), dan

trips jeruk Scirtnthrips cifri (Moulton) (Thysanoptera: Thripidae) (Kerns Rc

Wright 2001). Secara kuantitatif tingkat keefektifan partikel kaolin dalain

menekan artropoda hama disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Tingkat keefektifan pelapisan partikel kaolin dalam menekan

beberapa artropoda hama

Iceterangan . Keadaan hama

Tanainan Spesies hama tentang Perlakuan Tanpa Pustaka

uji perlakuan kaolin perlakuan '

Pear

C.

pyricola Jumlah imago 0,o 73,9 Puterka el a/.

5 hari setelah (2000)

aplikasi

Ape1 A. spireacola Jumlah imago 5,o 13,7 Glenn el a/.

3 hari setelah (1999)

aplikasi

Ape1

I:

urtjcae Jumlah imago 52,O 121,O Glel~n el nl.

3 minggu (1999)

setelah aplikasi

Ape1

C.

ponzoneila Jumlah telur 33,6 90,6 Unruh ei al,

per daun (2000)

Pear E. fabae Jumlah daun 31,6 1 s Glenn el 01.

msak per (1 999)

tanaman

Apel

C.

rosaceana Persentase 48,3 83,3 Knight et al.

larva yang (2000)

[image:91.605.85.528.296.723.2]
(92)

Lebih lanjut dikemukakan oleh Glenn el al. (1999) bahwa penggunaan

teknik pelapisan partikel kaolin tidak mempengaruhi fotosintesis atau

produktivitas tanaman karena sifat berpori dari lapisan partikel tersebut.

Bahkan adanya lapisan partikel kaolin dapat melindungi tanaman dari cekaman

(93)

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi dan Pengelolaan

Hama, Jurusan Hama Penyakit Turnbuhan, P B - Bogor, dan pada pertanaman

kentang di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1.450 m di atas permukaan laut.

Penelitian berlangsung sejak bulan Juni 2001 hingga Januari 2002.

Pengujian Laboratorium : Pengaruh Lapisan Partikei terhadap Alctivitas

Makan, Peletakan Telur, dan Perkembangan Larva

Rnncnrtgart Penelitinn

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan yaitu : aplikasi kaolin 2%, aplikasi kapur pertanian 2%, dan kontrol

Setiap perlakuan diulang empat kali.

Sebagai tanaman uji digunakan tanaman kacang merah yang ditanam

dalam polibag plastik (diameter 12,s cm, tinggi 10 cm) dan tiap polibag berisi

dua tanaman. Tanaman kacang merah dipelihara hingga berumur 10 hari (daun

bawah telah terbuka sempurna).

Penelitian menggunakan dua metode, yaitu uji tanpa-pilihan (no-choice

test) dan uji pilihan-bebas free-choice test). Uji tanpa-pilihan dilakukan dalam

kurungan yang berbentuk sitinder (diameter 25 cm, tinggi 40

cm),

sedangkan uji

pilihan-bebas dalam kurungan berbentuk persegi (panjang 75 cm, lebar 40 cm,

dan tinggi 50 cm). Pada uji tanpa-pilihan, tiap kurungan berisi dua tanaman

(satu macam perlakuan), sedangkan pada uji pilihan-bebas tiap kurungan berisi

(94)

16

Cairan semprot disiapkan dengan mencampur terlebih dahulu 20 g kaolin

atau 20 g kapur pertanian dengan 10 ml metanol dan 1 rnl Agristick. Ke dalam

suspensi tadi kemudian ditambahkan air hingga volumenya 1 liter. Agar

pencampuran dapat merata (tidak terjadi penggumpalan bahan), penambahan air

dilakukan secara bertahap sambil diaduk. Suspensi disemprotkan merata pada

perrnukaan atas dan bawah daun kacang merah dengan rnenggunakan alat

semprot tangan. Pada perlakuan kontrol, permukaan daun hanya disemprot

dengan cairan yang mengandung metanol dan Agristick.

Tanaman yang telah mendapat perlakuan dimasukkan ke dalam

kurungan sebagaimana disebutkan di atas. Segera setelah itu ke dalam tiap

kurungan percobaan dimasukkan imago betina umur 3 - 4 hari yang telah

kawin. Lalat

L.

huidobrensis yang digunakan dalam pengujian berasal dari

pertanaman seledri di Cihereng-Cianjur yang dibiakkan di laboratorium. Untuk

uji tanpa-pilihan, ~ a d a tiap kurungan dimasukkan 4 ekor imago, sedangkan pada

uji pilihan-bebas, pada tiap kurungan dimasukkan 12 ekor imago. Setelah 24

jam, lalat

L.

huidobrensis dikeluarkan dari kurungan.

Pengnn~ntan

Peubah yang diamati adalah banyaknya tusukan-makan, jumlah telur

yang diletakkan dan keberhasilan larva menjadi pupa. Untuk menghitung

banyaknya tusukan-makan, salah satu dari dua tanaman pada tiap perlakuan

dipotong pada pangkal batangnya. Penghitungan menggunakan bantuan

mikroskop binokuler pembesaran 20 kali. Banyaknya tusukan-makan dihitung

pada bagian tengah, ujung, tepi kanan dan kiri untuk tiap helaian daun, masing-

(95)

Penentuan baoyaknya telur yang diletakkan didasarkan pada banyaknya

larva instar-1 yang terbentuk. Untuk maksud tersebut, empat hari setelah

tanaman diinfestasi, banyaknya korokan awal pada helaian daun dari salah satu

tanaman yang disisakan diperiksa dan dihitung.

Pengamatan terhadap perkembangan larva dilakukan dengan

melnelihara tanaman yang telah dilakukan pengbitungan larva tadi hingga 7 hari

terhitung sejak infestasi imago. Selanjutnya daun berikut batang dipotong dan

disimpan dalam cawan plastik yang dilapisi alas tisu lalu dipelihara hingga fase

larva terlewati (terbentuk pupa). Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah

pupa. Perkembangan larva didasarkan pada nilai persentase larva yang berliasil

menjadi pupa.

Pengujian Lapangan : Pengaruh Lapisan Partiltel terhadap Kelimpahan

Imago L. Ituidobrer~sis dan C. Itutrzilis, Tingkat Parasitisasi d a n Hasil Panen

Rancatzgatt Penelitialt

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga

perlakuan yaitu : aplikasi kaolin 2%, aplikasi kapur pertanian.2%, dan kontrol.

Setiap perlakuan diulang delapan kali.

Tiap petak perlakuan berukuran 4,5 m x 4 m, dan jarak antar petak

1,5 m. Kentang varietas Granola ditanam dalam guludan (dalam satu guludan

terdapat satu baris tanaman). Jarak antar guludan 75 cm, dan jarak tanam

dalam guludan 30 cm. Cara budidaya disesuaikan dengan rekomendasi

setempat, kecuali bahwa selama penelitian berlangsung tidak digunakan

(96)

18

Cairan semprot yang berupa suspensi kaolin dan kapur pertanian

disiapkan dengan cara sebagaimana pada pengujian laboratorium. Suspensi

kemudian diaplikasikan secara merata pada permukaan atas d a n bawah daun

tanaman kentang dengan menggunakan alat semprot tipe gendong. Aplikasi

dilakukan pada saat tanaman berumur 42 HST, dan diulang setiap 7 hari hingga

tanaman bemmur 70 HST. Pada perlakuan kontrol tanaman disemprot dengan

cairan yang mengandung metanol dan Agristick tanpa kaolin dan kapur

pertanian.

Pertgnrtzntnrt

Pengamatan meliputi kelimpahan imago L. hu~dobrcnsis dan predator

Coenosia hzmilis Meigen (Diptera: Anthomyiidae), tingkat parasitisasi, dan

hasil panen. Pengamatan kelimpahan limago

L.

huidobrensis dilakukan secara

langsung (in-situ) pada tajuk tanaman. Untuk maksud tersebut pada setiap baris

tanaman (panjang 4,5 m), kecuali baris tepi, dihitung banyaknya lalat pengorok

daun yang terdapat pada tajuk kentang. Pengamatan dilakukan pada pukul

07:OO - 10:OO WIB, karena imago L. huidobrensis umumnya aktif pada pagi

hari (Supartha 1998). Agar konsisten, pengamatan dilaksanakan selama 15

menit per petak. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari setelah aplikasi. Prosedur

yang sama diterapkan pada pengamatan lalat predator C. hunzilis.

Penentuan tingkat parasitisasi L. huidobrensis oleh parasitoid dilakukan

dengan mengumpulkan delapan anak daun per petak yang memperlihatkan

gejala korokan dengan larva di dalamnya (diperkirakan merupakan larva

(97)

dipelihara dalam cawan plastik yang dilapisi alas tisu. Dua minggu kemudian

banyaknya imago parasitoid dan lalat L. huidobrerzsis yang muncul dicatat dan

dihitung. Tingkat parasitisasi ditentukan sebagai banyaknya imago parasitoid

yang lnuncul dibagi seluruh imago yang terbentuk dikali 100%.

Pengamatan tingkat kerusakan tanaman dilakukan dengan menetapkan

de!apan tanaman contoh secara sistematis pada tiap petak perlakuan. Pada tiap

tanarnan contoh terpilih ditentukan delapan daun (maing-masing dengan lima

helai anak daun dari ujung), yang letaknya tersebar pada tajuk bagian atas dan

bawah. Masing-masing rangkaian daun diupayakan inewakili empat arah mata

angin. Penentuan persentase kerusakan didasarkan pada luas daun yang

menunjukkan gejala korokan

Pengamh perlakuan terhadap hasil panen didasarkan pada bobot umbi

per petak percobaan. Pada saat tanaman berurnur 90 HST, umbi digali dan

bobotnya ditimbang dan dibedakan menurut grade. Pernilahan grade

didasarkan pada ukuran dan bobotnya. Grade A untuk umbi yang berukuran

besar (bobot > 60 g), grade B untuk umbi yang berukuran sedang (bobot 40-60

g), dan grade C untuk umbi yang berukuran kecil (bobot < 40 g) (Asandhi 1995).

Pengamatan di Lahan Petani

Sebagai data tambahan, pengamatan dilakukan pada lahan petani yang

diaplikasi insektisida sintetik. Jarak lahan petani sekitar 10 m dari lahan

percobaan. Keadaan pertanaman kentang (varietas dan umur) serta

(98)

kelinpahan imago L. hziidobrensis dan imago C. humilis, seita tingkat parasitisasi. Pengambilan contoh dilakukan bersamaan dan dengan cara yang

sama seperti pada petak perlakuan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam menggunakan

program Minitab ver.11 for Windows, yang dilanjutkan dengan uji beda nyata

(99)

HASPL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Aktivitas Makan dan Peletakan Telur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pelapisan partikel kaolin dan

kapur pertanian secara nyata menurunkan aktivitas makan dan mengurangi

jumlah peletakan telur oleb imago L. huidobuewsis. Yang disebut terakhir ini

diukur dari banyaknya larva instar-1 yang terbentuk. Pada uji tanpa-pilihan,

kerapatan tusukan-makan dan larva instar-1 pada daun kontrol sekitar 2,s kali

lipat lebih banyak dibandingkan pada daun yang diaplikasi kaolin dan kapur

pertanian (Tabel 2). Pengaruh perlakuan juga ditunjukkan pada uji pilihan-

bebas. Kerapatan tusukan-makan dan larva instar-1 pada daun kontrol sekitar

2 - 3 kali lipat lebih banyak daripada daun yang diberi perlakuan kaolin dan

kapur pertanian. Hal ini mengisyaratkan balwa permukaan daun yang dilapisi

partikel kaolin dan kapur pertanian kurang dipilih sebagai tempat penusukan-

makan maupun peletakan telur L. huidobrensis.

Adanya lapisan partikel pada permukaan daun menimbulkan gangguan

ataupun penghalang dalam proses penusukan ovipositor untuk keperluan rnakan

maupun dalam peletakan telur. Imago betina dengan ovipositornya meletakkan

telur pada jaringan mesofil di bawah lapisan epikutikula daun (Parrella 1987).

Dengan demikian terdapatnya lapisan partikel pada pernukaan daun dapat

mempengaruhi proses oviposisi.

Selain itu, untuk keperluan makan imago betina maupun jantan

(100)

(Chiang & Norris 1982). Adanya lapisan partikel kaolin dan kapur pertanian

pada permukaan daun diduga dapat mengganggu proses pengisapan cairan daun

oleh imago L. huidobrensis. Ada kemungkinan bahwa cairan yang keluar dari

belcas tusulcan ovipositor akan tercampur dengan partikel yang berukuran kecil,

sehingga tidak disukai oleh imago.

Tabel 2 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap

aktivitas makan dan peletakan telur pada uji tanpa-pilihan d m uji pilihan-bebas

Uji tanpa-pilihan Uji pfihan-bebas

Banyaknya Banyaknya Banyaknya Banyaknya

Perlakuan tusukan- larva instar-1 tusukan- larva instar-1

ovipositor per helai ovipositor per helai

per cm2 luas dauna per cm2 luas daun"

daunn - daun" -

Kaolin 3,82 a 6,50 a 1,59 a 2,25 a

Kapur Pertanian 3,69 a 6,75 a 2,25 a 1,75 a

"

Angka selajur yang diikuti humf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji

BNT

(a

= 0,05)

Hambatanlgangguan aktivitas makan ini dapat mempenganlhi aktivitas

imago selanjutnya seperti untuk peletakan telur (oviposisi) maupun untuk

bertahan hidup. Parrella (1987) mengemukakan bahwa kemampuan bertelur

dan lama hidup imago tergantung kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia.

Umumnya imago

L.

huidobrensis mati bila ditempatkan dalam kurungan selama
(101)

Pengaruh Lapisan Partiltel terhadap Perkembangan Larva L. Jzuidobrertsis

Pengaruh terhadap perkembangan larva, disetarakan dengan tingkat

keberhasilan larva menjadi pupa. Bila dilihat dari tingkat keberhasilan larva

menjadi pupa ternyata pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian tidak

mempengaruhi perkembangan larva. Sebagaimana pada Tabel 3 terlihat bahwa

persentase larva yang menjadi pupa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan baik pada uji tanpa-pilihan maupun pada uji pilihan-bebas. Data

banyaknya larva instar-1 dan pupa yang terbentuk secara lengkap tersaji pada

[image:101.619.118.523.344.559.2]

Lapiran 1

Tabel 3 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertenian terhadap

perkembangan lzrva pada uji tanpa-pilihan dan uji pilihan-bebas

Perlakuau Persentase larva yang menjadi pupaa

Uji tanpa-pilihan Uji pilihan-bebas

Kaolin 92,3 1

Kapur pertanian 81,48

Kontrol 92,54

"

Tidak terdapat pcrbedaan yang nyata diantara perlakuan

Hal ini karena larva L, hvidobrensis yang hidup dalam jaringan daun

tidak mengalami kontak langsung dengan lapisan partikel. Glenn el. al. (2000),

mengatakan bahwa mekanisme kerpa pelapisan partikel lebih bersifat fisik

dalam menekan artropoda hama. Adanya partikel pada permukaan daun tidak

(102)

berhasil diletakkan dalam jaringan daun dan nenetas menjadi larva dapat

berkembang dan tidak terpengaruh ole11 adanya lapisan partikel pada

permukaan daun.

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Kelimpahan Imago L. Ituidobrensis

Pada pengamatan lapangan menunjukkan bahwa banyaknya lalat

L. huidobrensis yang hinggap pada tajuk kentang yang diaplikasi kaolin dan

kapur pertanian nyata lebih rendah daripada kontrol (Gambar 1). Perbedaan tadi

terjadi pada pengamatan 52, 59, 66, dan 73 HST.

]

Kaolin

45 52 59 66 73

Hari setelah tanam (HST)

Gambar 1 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap kelimpahan

lalat L. huidobrensis. (Angka pada umur tanaman yang sama yang

diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT,

a = 0,05; garis vertikal menunjukkan simpangan baku).

Tiadanya perbedaan pada 45 HST, diduga karena aplikasi baru dilakukan

satu kali, sehingga lapisan kaolin dan kapur pertanian pada permukaan daun

[image:102.611.129.497.334.552.2]
(103)

dan aktivitas lalat L. huidobrensis. Jumlah imago yang ada pada saat itu lebih mencerrninkan keadaan awal kelimpahan imago sebagaimana sebelum adanya

perlakuan. Pada pengamatan 73 HST terjadi penurunan kelimpahan imago

yang cukup tajam. Pada umur tersebut, tanaman memasuki fase pematanyan

umbi dan daum mulai mengering. Hal ini menjadi tidak sesuai untuk

berkembangnya L. l~uidobrensis.

Secara teoritis ada dua ha1 yang kemungkinan besar menyebabkan

rendahnya kelimpahan populasi imago

L.

huidobrensis pada tajuk tanaman yang

diaplikasi dengan lapisan partikel kaolin dan kapur pertanian, yaitu gangguan

dalam proses penemuan inang, dan pengaruh fisik secara langsung pada tuhuh

serangga.

Aplikasi partikel kaolin maupun kapur pertanian menimbulkan

perubahan secara visual pada hamparan pertanaman. Cahaya yang direfleksikan

oleh lapisan partikel yang benvarna putih pada permukaan tanaman dapat

mengganggu proses penemuan dan pengenalan tanaman inang oleh lalat

L.

huidobrensis. Glenn et al. (1999) dan Puterka el al. (2000) mengemukakan bahwa teknii pelapisan partikel menggunakan kaolin dapat mengacaukan

serangga hama dalam menemukan inangnya. Hansen (2000) juga

mengemukakan bahwa beberapa serangga terganggu oleh cahaya putih terang,

dan pada kasus lain serangga dan tungau tidak mengenal inangnya karena

merasa berbeda dengan keadaan yang normal. Sebagaimana diketahui bahwa

salah satu tahapan hama untuk mendapatkan inang adalah diawali dengan

(104)

Selain itu adanya partikel kaolin dan kapur pertanian yang menempel

pada permukaan tubuh L. huidobrensis juga dapat menimbulkan gangguan fisik.

Glenn et al. (1999) mengemukakan bahwa partikel dengan ukuran I

-

2 pm

yang melekat pada kutikula dapat mempercepat hilangnya air tubuh sehingga

serangga mengalami desikasi dan akbirnya mati.

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Musuh Alami

Predatoz Jenis predator L. huidobrensis yang umum dijumpai di areal

penelitian adalah

C.

humilis. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

kelimpahan lalat predator pada petak yang diaplikasi kaolin dan kapur

pertanian tidak berbeda nyata dengan pada petak kontrol (Gambar 2). Pada

seluruh petak percobaan, kelimpahan lalat C. hu~nilis sekitar 1 ekor per 4,5 m

baris kentang kecuali pada 66 HST yang mencapai sekitar 2 ekor per 4,5 m baris

kentang.

Tidak adanya dampak negatif pelapisan partikel ini terhadap C. humilis

disebabkan ukuran tubuhnya yang relatif besar dan aktif berpindah. Dengan

demikian tingkat toleransinya terhadap gangguan partikel tersebut lebih besar

pula. Keadaan yang demikian sangat menguntungkan, mengingat pada

umumnya secara fisik ukuran predator relatif lebih besar daripada inangnya.

Sebagaimana penelitian terdahulu bahwa teknik pelapisan partikel ini lebih

e'fektif untuk jenis-jenis artropoda berukuran kecil seperti trip, aphid, tungau,

dan empoasca. Lebih lanjut McBride (2000) mengemukakan bahwa pelapisan

(105)

seperti kumbang predator Coccinellidae, larva Chrysophidae, lebah madu dan

serangga penyerbuk lainnya

1

Kaolin

Kapur pertanian

2.5 Kontrol

45 52 59 66 73

I f r i setelah tanam @ST)

Ganlbar 2 Pengaruh pelapisan partiltel kaolin dan kapur pertanian terhadap

kelin~pahan lalat C. Hutnilis. (Tidak terdapat perbedaan yang nyata

di antara perlaltuan; garis vertiltal menunjukkan simpangall baku)

Kurangnya efek negatif pelapisan partikel terhadap C. hunzilis, juga

disebabkan lalat predator ini dalam peletakan telur dan perkembangan larvanya

tidak pada tajuk tanaman sehiigga terhiidar dari efek aplikasi partikel. Lalat

C.

hunzilis meletakkan telurnya pada kompos atau bahan organik lainnya serta

larvanya memangsa cacing Eisenia rosca yang hidup pada media tersebut

(Yahnke & George 1972). Selain itu lalat predator

C.

humilis menangkap

mangsanya pada saat terbang (Hanvanto 2002), sehiigga tidak bersentuhan

dengan partikel yang menempel pada permukaan daun kentang. Pengaruh buruk

partikel terhadap lalat predator ini hanya mungkin terjadi bila layangan partikel

(106)

Parmitoid Parasitoid yang banyak dijumpai pada saat penelitian

berlangsung adalah Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae) dan Herniptarsenus

varicornis (Girault) (Hymenoptera: Eulophidae). Hasil analisis ragam

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan (Tabel 4).

Pada penelitian ini tingkat parasitisasi larva L. huidobrensis oleh parasitoid H.

varicornis tidak ditampilkan karena nilainya sangat rendah sehingga tidak

memadai untuk dikaji perbedaannya.

Tabel 4 Pengaruh lapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap tingkat

parasitisasi L. huidobrensis oleh Opius sp.

Umur tanaman (HST)

Perlakuan 52 66

n % parasitisasia n % parasitisasi"

Kaolin 194 63,O 109 59,5

Kapur pertanian 192 74,4 128 62,7

"

Tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.

Berdasarkan analisis data terhadap tingkat parasitisasi oleh Opius sp.

terlihat bahwa aplikasi kaolin maupun kapur pertanian tidak terlalu beeipengaruh

buruk seb'againama efek insektisida sintetik. Namun demikian bila diperhatikan

secara kuantitatif pada Tabel 4, ada kecenderungan bahwa pelapisan partikel,

khususnya kaolin menurunkan tingkat parasitisasi

L.

huidobrensis oleh Opius

sp. Efek negatif ini dapat tejadi karena secara fisik ukuran tubuh parasitoid ini

relatif kecil dan untuk proses penemuan inang dan parasitisasinya memerlukan

kontak langsung dengan permukaan daun yang terlapisi partikel. Opius sp

[image:106.616.116.516.336.484.2]
(107)

yang ada dalam jaringan daun. Beberapa peneliti terdahulu juga telah lama

melaporkan mengenai pengaruh buruk partikel debu yang berasal dari tepi jalan

dan penambangan terhadap musuh alami hama (DeBach 1951). Lebih lanjut

DeBach (1969) melaporkan bahwa parasitisasi Aphylis sp. pada kutu perisai

yang hidup pada buah jeruk yang berdebu mengalami penurunan sebesar 40%

dibandingkan buall yang bebas dcbu. Dalam kaitan dengan pelapisan partikel

kaolin, Knight et al. (2000) dan Kahn et al. (2001) melaporkan terjadinya

penurunan tingkat parasitisasi pada pengorok daun apel, Phyllonorycler

elmaella Doganlar & Mutuura (Lepidoptera: Gracillariidae), dan pada saat yang bersamaan serangan pengorok daun ini meningkat.

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Tingkat KerusaBan Tanaman

Berkurangnya kehadiran lalat L, huidobrensrs pada tajuk kentang yang

diaplikasi kaolin dan kapur pertanian seperti disebutkan sebeluinnya

dicerminkan pula oleh menurunnya intensitas kerusakan daun (Tabel 5). Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa intensitas kerusakan daun pada 55 HST

berbeda nyata hanya pada tajuk bagian bawah, sedangkan pada 69 HST

ken~sakan daun pada tajuk bagian bawah maupun atas nyata lebih rendah pada

petak kentang yang diaplikasi kaolin dan kapur dibandingkan petak kontrol.

Secara umum, intensitas kerusakan daun pada tajuk tanaman di petak kontrol

sekitar 1,5 hiigga 2 kali lipat lebih besar daripada tajuk tanaman yang

dilindungi kaolin dan kapur pertanian. Intensitas kerusakan daun ini

berhubungan erat dengan kelimpahan imago yang hinggap pada tajuk tanaman

(108)

Kerusakan daun pada tanaman kentang paling parah terjadi pada daun

bagian bawah dan sangat sedikit terjadi pada daun bagian atas. Hal ini terkait

dengan preferensi inang dalam peletakan telur. Secara fisik permukaan daun

atas terdapat lebih banyak bulu-bulu daun (trikotna) yang dapat menjadi

hambatan bagi imago untuk makan maupun peletakan telur, menyebabkan

imago memilih daun bagian bawah (Supartha, 1998). Keadaan ini hanya terjadi

pada tingkat serangan rendah. Pada tingkat serangan tinggi kerusakan dapat

terjadi pada seluruh tajuk tanaman kentang (Rauf 1995).

Tabel 5 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap

intensitas serangan L. huidobrensis pada tanaman kentang

Tingkat kerusakan (%)" dan pada tanaman umur @ST)

Perlakuan 55 69

Tajuk Tajuk ' Tajuk Tajuk

Atas Bawah Atas bawah

Kaolin 0,36 a 12,17 a 0,99 a 22,16 a

Kapur pertanian 0,30 a 11,26 a 1,26 a 22,73 a

Kontrol 0,58 a 17,34 b 2,48 b 38,13 b

"

Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji

BNT (a =0,05)

Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Hasil Panen

Analisis ragam pada data hasil panen menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara petak yang diaplikasi partikel kaolin maupun kapur

pertanian dibandingkan dengan petak kontrol (Tabel 6). Hal ini lebih

(109)

Pada saat penelitian berlangsung, serangan hama lalat pengorok daun L.

huidobrensis relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga terlihat pada intensitas kerusakan daun. P ada keadaan serangan berat biasanya

dicirikan oleh intensitas kerusakan yang tinggi pada tajuk bagian atas. Dala~n

penelitian ini intensitas kerusakan daun pada tajuk bagian atas kurang dari 1%

pada 55 HST (Tabel 5), saat tanaman kentang rentan terhadap serangan llama L.

hudob1.ensis. Pada tingkat serangan rendah, walaupun terdapat perbedaan intensitas kerusakan daun antara perlakuan dengan kontrol, namun tidak

menyebabkan perbedaan terhadap hasil umbi total. Hal ini lebih disebabkan

adanya sifat toleransi tanaman terhadap kerusakan dan kerusakan yang terjadi

masih berada di bawah ambang toleransinya

Tabel 6 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian terhadap hasil

panen kentang

Bobot hasil panen umbi (kg / 18 m2)

Perlakuan menurut gradea

A B C Total

Kaolin 11,7 11,s 10,3 33,9

Kapur pertanian 11,6 11,9 7,9 31,4

Kontrol 10,2 12, I 9,o 3 1,3

a Tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.

Pengamatan di L a h a n Petani

Secara umum kelimpahan populasi imago L. huidobrensis di lahan

petani yang diaplikasi insektisida sintetik lebih tinggi dibandingkan dengan

(110)

pengamatan 59 HST dan 66 HST kelimpahan populasi L. huidobrensis dur kali

lebih banyak dibandingkan petak kontrol.

Tingginya kelimpahan imago lalat pengorok daun L. huidobrensis pada

petak petani terkait dengan efek negatif penggunam insektisida. Pada lahan

petani, insektisida karbos~llfan (Marshal 200 EC) dan dimehipo (Spontan 400

WSC) diaplikasikan seminggu sekali. Diduga bahwa aplikasi insektisida

sintetik dapat menyebabkan terbunuhnya musuh alami (parasitoid dan predator).

Icelimpahan lalat predator C. hunrilis dan tingkat parasitisasi oleh Opius sp. pada

petak petani lebih rendah dibandingkan petak kontrol. Lebih rendahnya

kelimpahan lalat predator Coenosia hunzilis pada petak yang diaplikasi

insektisida juga dilaporkan oleh Hanvanto (2002). Penurunan tingkat

parasitisasi

H.

varicornis pada petak yang diaplikasi insektisida dilaporkan ole11

Purnomo el. a1 (200 1).

Tabel 7 Kelimpahan populasi imago L. huidobrensis dan C. humilis serta

persentase parasitisasi Opius sp. di lahan petani yang diaplikasi

insektisida sintetik

Umur tanaman (HST)

Pengamatan 45 52 59 66 73

Jumlah imago

L.

h21idobrensis" 5,3 1 7,31 29,19 21,94 2,44

Jumlah imago C. hutnilis" 1,06 0,50 0,44 1,OO 0,69

Persentase parasitisasi oleh

-

42,45 - 53,90 -

Opius sp. (58)" (74)

(111)

Pembahasan Umum

Teknik pelapisan partikel seperti disebutkan di atas tidak terlepas dari

potensi dampak samping yang mungkin ditimbulkannya, baik terhadap musuh

alami maupun terhadap tanaman.

Adanya dampak samping terhadap rnusuh alami khususnya parasitoid,

maka dalarn aplikasi partikel kaolin perlu mempertimbangkan keberadaan

serangga berguna tersebut. Sekiranya keberadaa; parasitoid unjuk kerjanya

cukup baik dalam menekan serangan L. huidobrensis hingga dibawah ambang

pengendaliannya, maka aplikasi pelapisan partikel tidak perlu dilakukan, tetapi

bila dengan keberadaan parasitoid tersebut serangan

L.

huidobrensis masih

menimbulkan kerugian, maka aplikasi partikel dapat dilakukan.

Pada peneIitian di Pangalengan tidak dilakukan pengamatan secara

khusus terhadap pengaruh pelapisan partikel dan kemungkinan terjadinya

fitotoksisitas atau penurunan Iaju fotosintesis. Namum, pengamatan lapangan

pada umur 60 HST menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun yang

rontok tidak terdapat perbedaan yang nyata antara petak yang diapIikasi partikel

dibandingkan dengan petak kontrol (Lampiran 2). Unruh el al. (2000)

melaporkan bahwa tidak ditemukan gejala fitotoksisitas seperti daun terbakar

dan perubahan warna pada buah ape1 dan pear yang diaplikasi partikel kaolin.

Selain itu, penelitian Glenn ei al. (1999) menunjukkan tidak terjadi penurunan

aktivitas fotosintesis pada apel, peach, dan pkar pada kerapatan partikel yang

mencapai 3.000 pglcm2 permukaan daun. Tiadanya pengaruh buruk dari

partikel kaolin terhadap fotosintesis dan transpirasi pada jeruk dilaporkan oleh

(112)

bahwa lapisan partikel kaolin dapat berperan melindungi buah ape1 dari

sengatan sinar matahari dan mengurangi cekaman panas, sehingga buah yang

dihasilkan jurnlahnya lebih banyak dan ukurannya lebih besar.

Walaupun tidak lepas dari pengaruh samping, teknik pelapisan partikel

yang berbasis kaolin memiliki prospek dalanl pengendalian hama. Dibanding

dengan insektisida sintetik, partikel kaolin jauh lebih aman terhadap lingkungan

(Glenn et al. 1999) dan secara ekonomis lebih murah. Satu kali aplikasi partikel

kaolin setara dengan 3 - 4 kali aplikasi insektisida sintetik (McBride 2000).

Mengenai dampak aplikasi partikel kaolin terhadap lingkungan dan manusia,

peneliti di Amerika Serikat dan FDA (Food Drug Adnzinisraliorz) menyatakan

bahwa bahan mineral kaolin aman bagi kesehatan. Penggunaan bahan kaolin

untuk pengendalian hama telah direkomendasikan sebagai alternatif

pengendalian pada pertanian organik.

Kurang impresifnya pengaruh pelapisan partikel dalam pengendalian L.

huidobrensis, khususnya terhadap hasil panen kentang pada penelitian ini, tidak

berarti bahwa teknologi ini tidak bermanfaat dan tidak perlu ditindaklanjuti.

Pada percobaan yang dilakukan hi Pangalengan (Jawa Barat), bahan yang

digunakan adalah kaolin dan kapur pertanian untuk keperluan umum. Kapur

pertanian tampaknya tidak praktis untuk digunakan karena perlu sering diaduk

untuk menghindari pengendapan, dan daya rekatnya pada permukaan tanaman

kurang h a t , sehigga perlu aplikasi lebih banyak. Karena itu penelitian

lanjutan perlu lebih diarahkan pada pemanfaatan partikel ,kaolin. Dalam

hubungan ini, partikel kaolin yang telah direkayasa khusus untuk melindungi

(113)

Corporation dan USDA kiranya layak diuji kefektifannya terhadap berbagai hama utama lainnya di Indonesia.

Pemanfaatan partikel kaolin sebagai alternatif pengendalian, perlu

melnpertimbangkan kondisi ekologi dan karakteristik hama. Secara umum

teknologi pelapisan partilcel diperkirakan lebih sesuai diterapkan pada

komoditas yang diusahakan di wilayah dengan curah hujan yang rendah. Pada

kondisi demikian, laju pencucian lapisan partikel dari permukaan tanaman

diharapkan kecil. Lebih dari itu, prinsip kerja dari teknologi pelapisan partikel

adalah pencegahan, yaitu melindungi tanaman dari serangan hama yang bakal

terjadi (Glenn el al. 1999). Hama yang banyak menimbulkan kerugia~l di

Indonesia seperti penggerek buah kakao, Conoponzorpha crar~zerella (Snell.)

(Lepidoptera: Gracillariidae), dan lalat buah Bactrocelzl spp. (Diptera:

Tephritidae) mungkin merupakan sasaran yang tepat untuk diujicoba

dikendalikan dengan teknologi pelapisan partikel.

Pada saat yang bersamaan, pengamh samping partikel kaolin terhadap

~ n u s u h alami tetap relevan untuk dikaji lebih mendalam. Selaill itu, teknologi

pelapisan partikel kaolin perlu pula dikaji keefektifannya dalam melindungi

(114)

KESIMPULAN DAN SARAN

Teknik pefapisan partikel khususnya dengan bahan kaolin berpeluang

untuk digunakan dalam pengendalian hama L. huidobrensis. Penelitian

selayaknya diulang pada keadaan serangan berat. Selain itu, kemungkinan

pengaruh samping yang berupa fitotoksisitas, penuru

Gambar

Tabel 1 Tingkat keefektifan pelapisan partikel kaolin dalam menekan
Tabel 3 Pengaruh pelapisan partikel kaolin dan kapur pertenian terhadap
Gambar 1 Pengaruh pelapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap kelimpahan
Tabel 4 Pengaruh lapisan kaolin dan kapur pertanian terhadap tingkat

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan PKM ini dilakukan di Desa Montongsari Kec. Kelompok tani yang terlibat adalah kelompok “Tani Maju I” dan “Tani Maju II”. Metode yang dilaksanakan meliputi

Ing ukara tanggap ater-ater kang digunakake yaiku ater-ater tripurusa.. Sing kalebu ater-ater tripurusa,

untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah dimana daerah yang luas di dalam negara-negara yang masih kekurangan infrastruktur pada bidang pendidikan, dimana ketidakpastian

‘’Perusahaan dalam menetapkan sistem kompensasi menggunakan dokumen diantaranya data absensi dan lembur, perintah lembur dan pelaksanaan lembur, daftar gaji dan

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung dengan menyebarkan kuesioner kepada responden untuk menjawab pertanyaan dalam

Program-program pada kategori Program Pokok Tema yaitu Perancangan Infrastruktur Permukiman yang Berwawasan Lingkungan Sehat Dengan Membantu Pengajuan Proposal Ke

Menurut Handoko (dalam Damayanthi, 2012) menyatakan bahwa efektivitas SIA merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran sejauh mana target dapat dicapai dari suatu kumpulan

Berdasarkan paparan di atas dapat dilihat masih kurangnya perilaku kontrol pada pasien hipertensi maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian