• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TWO STAY TWO STRAY

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

CLARA DWI ALFIONITA

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa melalui penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS. Desain penelitian ini adalah the pretest-posttest control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 192 siswa yang

terdistribusi dalam delapan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIIIF

dan VIIIG yang diambil dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diketahui bahwa peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sama

dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional. Dengan demikian, disimpulkan bahwa tidak ada

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran

kooperatif tipe TSTS.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Clara Dwi Alfionita dilahirkan pada tanggal 26 September 1992

di Tanjung Karang, Bandarlampung, sebagai anak kedua dari lima bersaudara

buah hati dari Bapak Beny Trisna, HR dan Ibu Narti Beny.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Assalam Korpri

pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Sukarame pada

tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bandarlampung pada

tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Perintis 1

Bandarlampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui

jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

Universitas Lampung 2010.

Penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) Tematik tahun 2013 di desa

Kegeringan Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dan pada tahun

yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMPN

(7)

Moto

Jalani saja, apapun yang terjadi yang penting jujur

(Ibu)

Terkadang yang terlihat buruk belum tentu sebenarnya

buruk tetapi malah sebaliknya

Doa, usaha, usaha, usaha, tawakal

(8)

PERSEMBAHAN

Segala Puji syukur ku ucapkan kepada Sang Khalik Allah SWT dan Rasulullahku

Muhammad SAW

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Orangtuaku tersayang, Mama Narti dan Babe Beny yang membesarkanku

dengan curahan kasih sayangnya, selalu mendoakanku, memberiku semangat

dan selalu sabar menemaniku disaat aku senang dan sedih.

Semoga Nita bisa buat Mama dan Babe bangga.

Kakak Andri dan adik-adikku tercinta 3R (Rama, Reza, dan Rio) serta sanak

saudara baik dari Mama dan Babe yang selalu mendoakan dan memberiku

semangat.

Para guru dan dosenku yang selalu sabar dalam mendidikku, terimakasih atas

ilmu yang diberikan

Para sahabat terbaikku baik di kampus maupun di luar kampus yang tidak

pernah mengeluh atas banyaknya kekuranganku, terimakasih atas

kebersamaan, tawa, canda, semangat dan doa yang selalu kalian berikan.

Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga sampai kapanpun.

(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Peningkatan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

Two Stay Two Stray (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)” adalah salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tulus ikhlas kepada:

1. Orangtuaku Mame Narti Beny dan Babe Beny Trisna, yang selalu

memberikan segenap kasih sayang, doa, dan pengorbanan tanpa pernah

merasa lelah untuk memberikan yang terbaik.

2. Ibu Dr. Tina Yunarti, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesabaran

dan kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Dr. Caswita, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua dan Ketua

Jurusan PMIPA atas kesabaran dan kesediaan memberikan bimbingan, saran,

(10)

iii 4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Penguji Utama dan Pembimbing

Akademik atas masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika;

6. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staf dan jajarannya;

7. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Ibu Khusnul Khatimah, M.Pd., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran

matematika kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung yang telah banyak

membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Ibu Hj. Yuliati, S. Pd., selaku Kepala SMP Negeri 21 Bandarlampung beserta

Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan

selama penelitian.

10. Kakak dan adik-adikku tersayang: Kak Andri, Reza, Rio, dan Rama

terimakasih atas semangat dan kasih sayangnya selama ini.

11. Sahabat-sahabatku: Nda, Tante, Ibund, Bungsu, Abi, Kakak, Kakung, Datuk,

Wak, dan Oom terimakasih atas semangat, doa, tawa, canda, motivasi, serta

rasa kekeluargaan yang kalian berikan selama ini.

12.Teman-teman tidak terduga: Tri Fauji, Nando, Rusdi, Aan, Kak Kiki, Mb

Citra, dan Kak Wayan terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya selama

ini.

13.Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Matematika 2010: Rianita, Ria

(11)

iv Noviana, Engla, Elfira, Anniya, Silo, Tika, Mb Anggi, Febby, Rika, Desi,

Ayu, Qori, Yulisa, Imas, Rini, Dea, Sulis, Endang, Fertil, Arif, Beni, Novrian,

Hasanah, Rohmah, Andri, Lia, Iga, Ebta, Hesti, Utari, Asih, dan Tri yang

memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini.

14.Kakak tingkat serta adik tingkat atas bantuan dan kebersamaannya.

15. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SMP Negeri 1 Batu Brak

Kabupaten Lampung Barat (BBC): Sofia Luthfita, Rianita Afrilia, Liza Fitri,

Siska Yanti, I Wayan Swastika, Resti Febtrina, M. Burhan, Endang Lastriana,

Nita Purnama Sari, Azmi Syahid, Ranissa Dellafini, dan Mei Aryanti atas

persaudaraannya selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga

selamanya.

16.Siswa-siswi SMPN 1 Batu Brak dan SMPN 21 Bandarlampung.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2014

(12)

DAFTAR ISI

1. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS ... 16

B. Kerangka Pikir ... 20

F. Analisis Data dan Teknik Pengujian Hipotesis ... 29

1. Uji Normalitas ... 29

2. Uji Homogenitas ... 30

(13)

vi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 33

2. Uji Hipotesis ... 35

B. Pembahasan ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Ganjil ... 23

3.2 Desain Penelitian ... 24

3.3 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 28

3.4 Uji Normalitas Data Gain Nilai ... 30

3.5 Uji Homogenitas Data Gain Nilai ... 31

4.1 Rekapitulasi Data Nilai Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 33

4.2 Rekapitulasi Data Nilai Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 34

4.3 Rekapitulasi Data Gain Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 34

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas TSTS ... 45

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional ... 77

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 109

B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes ... 129

B.2 Soal Pretest-Posttest ... 130

B.3 Rubrik Pensokran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 132

B.4 Kunci Jawaban Soal Pretest-Posttest ... 133

B.5 Form Penilaian Soal Pretest-Posttest ... 140

C. ANALISIS DATA KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA C.1 Analisis Validitas Butir Soal Instrumen ... 142

C.2 Analisis Reliabilitas Instrumen ... 144

C.3 Hasil Pretest, Posttest, dan Gain Kelas Eksperimen ... 145

C.4 Hasil Pretest-Posttest, dan Gain Kelas Kontrol ... 146

C.5 Analisis Gain Nilai ... 147

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan interaksi yang terjadi antara komunikan dan komunikator.

Komunikasi meliputi penyampaian informasi atau pesan yang disampaikan

munikator kepada komunikan. Interaksi yang terjadi antara komunikan dan

ko-munikator disebut proses komunikasi. Proses komunikasi berguna untuk

mencip-takan dan membangun hubungan antara komunikator dan komunikan. Selain itu,

komunikasi juga dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi, mengajar,

menghibur, mendorong dan mengubah sikap. Proses komunikasi dapat

dila-kukan dengan menggunakan alat atau sarana elektronik seperti surat kabar,

ma-jalah, radio, telepon, fax, e-mail,juga dapat dilakukan dengan bahasa atau isyarat seperti gambar, warna, dan sebagainya. Proses komunikasi biasanya dilakukan

antar individu, antar kelompok atau antara individu dengan kelompok.

Komunikasi antar individu biasanya berupa percakapan, sedangkan komunikasi

dalam suatu organisasi atau kelompok masyarakat berupa pidato, seminar, kuliah

umum, ataupun sekolah. Komunikasi yang terjadi di sekolah antara lain

komu-nikasi antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa.

Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa sering terjadi dalam proses

(18)

2

tanya jawab yang dilakukan guru kepada siswa atau sebaliknya. Dalam

pembelajaran, kemampuan komunikasi yang dimiliki seorang guru hendaklah

meliputi kecakapan seorang guru dalam menyampaikan materi serta mendorong

agar setiap siswa dapat berpartisipasi dan berikteraksi sepenuhnya dalam aktivitas

belajar seperti yang diungkapkan oleh Fachrurrazi (2011: 86).

Pelajaran matematika sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, karena

da-pat membantu ketajaman siswa dalam berpikir secara logis (masuk akal) serta

membantu memperjelas dalam menyelesaikan permasalahan (Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006). Matematika melatih cara berpikir

dalam menyelesaikan masalah sampai menarik kesimpulan, misalnya melalui

kegiatan penyelidikan dan eksperimen. Pembelajaran matematika menuntun

siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan

menyampaikan informasi atau mengomunikasikan berbagai gagasan yang dapat

dijelaskan melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta, ataupun diagram.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat berpikir kemudian

mengomunikasikan kepada siswa lain sehingga mereka saling memahami satu

sama lain. Selama komunikasi terjadi siswa dituntut untuk dapat

menginterpretasi-kan bahasa matematika kedalam bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti

se-hingga tujuan pembelajaran matematika tercapai. Selain itu, pembelajaran saat ini

berpusat pada siswa (Student Centered Learning). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa ini siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran

(19)

3

ataupun siswa lainnya. Dengan demikian, kemampuan komunikasi yang dimiliki

siswa menjadi lebih baik dan proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Kenyataannya kemampuan matematis siswa di negara kita selama ini belum

memuaskan. Hal ini berdasarkan hasil survei internasional terhadap kemampuan

memecahkan masalah, bernalar dan berkomunikasi yang dilakukan oleh OECD

tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara peserta dengan

rata-rata skor 375 (OECD, 2012).

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa juga terjadi di SMP Negeri

21 Bandarlampung sebagai subjek penelitian. Hal ini ditunjukkan oleh hasil

pretest kemampuan komunikasi dalam konsep persamaan kuadrat di kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung dengan contoh soal sebagai berikut:

“Sebuah taman berbentuk persegipanjang dengan ukuran panjangnya (x + 2) m.

lebar taman tersebut 7 m lebih pendek dari panjangnya. Jika luas taman itu 60 m2, hitunglah kelilingnya”

Jawaban dari beberapa siswa sebagai berikut :

(20)

4

Siswa 2:

Siswa 3:

Berdasarkan hasil jawaban siswa di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua

pertanyaan kemampuan komunikasi matematis siswa salah satunya mengubah

soal ke dalam model matematika dapat dijawab secara baik oleh siswa. Dari hasil

penelitian pendahuluan, hanya sekitar 10% siswa yang mampu menjawab soal

tersebut dengan benar. Selain itu, pada saat peneliti melakukan pengamatan di

kelas, menunjukkan bahwa siswa belum berani mengungkapkan jawaban dari

pertanyaan yang diberikan guru, siswa hanya berani menyampaikan jawabannya

kepada teman sebelahnya. Kemudian guru di kelas sudah menerapkan

(21)

5

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan guru

matematika di SMP Negeri 21 Bandarlampung, siswa lebih senang untuk bertanya

atau berkunjung ke kelompok lain jika ada yang kurang dimengerti daripada

bertanya dengan guru dan LKS yang diberikan hanya berupa soal-soal rutin

sehingga sebagian besar kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah

atau belum berkembang secara baik.

Dengan rendahnya kemampuan komunikasi yang terjadi maka perlu dilakukan

cara untuk meningkatkannya. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis yang diharapkan, siswa perlu diberikan soal-soal rutin dalam bentuk

masalah yang menuntun siswa mengubah soal tersebut kedalam ide-ide dan

bahasa matematika dan diberikan kesempatan aktif dalam pembelajaran serta

mengomunikasikan ide-ide mereka kepada guru dan siswa lain. Selain itu,. guru

perlu memfasilitasi siswa dalam berkomunikasi dengan siswa lainnya, siswa

berinteraksi dengan guru, dan siswa berinteraksi dengan bahan ajar.

Selain cara diatas, upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

seperti yang diharapkan yaitu guru perlu mempersiapkan suatu model

pembelajaran yang tepat, baik untuk materi ataupun situasi dan kondisi

pembelajaran saat itu ataupun pada kondisi yang lain. Model pembelajaran yang

digunakan yaitu suatu model pembelajaran yang mengutamakan keaktifan pada

siswa sehingga kemampuan berpikir siswa dapat berkembang. Selain itu,

diperlukan suatu model pembelajaran yang menyajikan tugas-tugas dalam bentuk

masalah karena dengan adanya masalah maka siswa akan berusaha untuk mencari

(22)

6

matematika dan sehingga kemampuan berpikirnya berkembang secara optimal

melalui proses pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, perlu

diterapkannya suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

siswa dalam memahami masalah dan dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS) merupakan suatu model pembelajaran yang menuntun siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan

terampil dalam memecahkan masalah bersama kelompoknya serta memberi

kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil diskusi dan informasi dengan

kelompok lain sesuai dengan konsep pembelajarannya yaitu dua tinggal dan dua

berkunjung dalam (Lie, 2008 : 61). Model pembelajaran ini diawali dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah bersama

dengan teman sekelompoknya, pada langkah ini siswa didorong untuk

memecahkan masalah tersebut dan mengubah masalah tersebut ke dalam ide-ide

dan bahasa matematika. Dengan diterapkannya model pembelajaran TSTS, siswa

dituntun untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, dengan

aktivitas berkunjung dan tinggal menuntun siswa bertanggung jawab saat

melakukan kunjungan ke kelompok lain serta kreatif dalam menyampaikan hasil

kerja kelompoknya kepada tamu yang datang. Jadi, secara tidak langsung siswa

telah menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya melalui ide-ide dan

bahasa matematika. Oleh karenaitu, penulis melakukan penelitian dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran

(23)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

peneli-tian ini adalah, “apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis pada siswa SMP Negeri

21 Bandarlampung?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe TSTS.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan

ilmu yang berguna dalam menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan

suatu gejala selama proses penelitian terjadi.

2. Secara praktis, hasil penelitian untuk membantu memecahkan masalah

tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis serta dapat

(24)

8

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Peningkatan dalam hal ini merupakan perubahan yang ditimbulkan dari

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTSterhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa dilihat dari gain nilainya.

2. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa

mengubah masalah ke dalam model matematika, mengomunikasikan ide-ide

matematika ke dalam bentuk grafik, tabel ataupun diagram serta

mengomunikasikannya kepada guru atau siswa lain.

3. Model pembelajaran kooperatif tipeTSTS merupakan model pembelajaran

yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk berdiskusi mencari

solusi suatu masalah, membandingkan hasil diskusi dengan kelompok lain,

tanya jawab dengan kelompok lain, serta menyimak penjelasan dari

kelompok lain. Dua dari kelompoknya akan berkunjung ke kelompok lain

untuk mendapatkan informasi, sedangkan dua anggota kelompok yang

(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi adalah istilah yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi merupakan suatu hubungan, dimana dalam berkomunikasi tersirat

adanya interaksi. Interaksi tersebut terjadi karena ada sesuatu yang dapat berupa

informasi atau pesan yang ingin disampaikan. Komunikasi merupakan cara

berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Melalui komunikasi,

gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan

(Wahyudin, 2008).

Berelson dan Steiner dalam Vardiansyah (2005) mengemukakan bahwa

komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,

keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,

gambar-gambar, angka-angka, dan lain-lain

Berdasarkan uraian-uraian di atas, disimpulkan bahwa komunikasi adalah usaha

penyampaian pesan, gagasan, atau informasi dari komunikator kepada komunikan

dan sebaliknya. Komunikasi berperan dalam proses pembelajaran termasuk

(26)

10

Turmudi (2008: 55) mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan bagian

esensial dalam matematika dan pendidikan matematis. Ini sesuai dengan hasil

survey PISA tahun 2012 (Stacey, K dan D. William, 2012) mengemukakan bahwa

komunikasi merupakan salah satu dari tujuh kemampuan yang diperlukan dalam

pembelajaran matematika. Tujuh kemampuan tersebut yaitu : a) communication; b) mathematising; c) representation; d) reasoning and argument; e) devising strategies; f) using symbolic, formal and technical language and operations, dan; g) using mathematical tools. Hal ini juga sejalan dengan NCTM (2000:67), bahwa NCTM menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus

dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).

Clarke, Waywood, dan Stephens (Schwanke dan Lincoln, 2008) mengemukakan

bahwa

Communication is at the heart of classroom experiences which stimulate learning. Classroom environments that place particular communication demands on the students can facilitate the construction and sharing of mathematical meaning and promote student reflection on the nature of the mathematical meanings they are required to communicate.

Menurut Greenes dan Schulman dalam Ansari (2003: 17) kemampuan komunikasi

matematis adalah kemampuan menyatakan ide matematis melalui ucapan, tulisan,

demonstrasi dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda,

memahami, menafsirkan dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau

(27)

11

bermacam-macam reprentasi ide dan hubungannya. Schoen, Bean, dan Ziebarth

dalam Qohar (2009) mengemukakan bahwa

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel, dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri.

Menurut Greenes dan Schulman dalam Sapa’at (2006), kemampuan komunikasi

matematis berguna sebagai: a) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan

konsep dan strategi matematis; b) modal keberhasilan bagi siswa terhadap

pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis;

c) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh

informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan

mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

Menurut Izzati dan Suryadi (2010: 728) bahwa komunikasi matematis dipahami

sebagai alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau sebagai fondasi

dalam membangun pengetahuan matematika. Dengan demikian, melalui

komunikasi siswa dapat lebih mengerti tentang matematika sehingga kemampuan

mengomunikasikan ide-ide secara lisan dan tulisan sangat penting untuk

ditingkatkan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan siswa untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematisnya yaitu dengan cara diberikan kesempatan

untuk mendengarkan, berbicara, menulis, membaca dan mempresentasikan,

sehingga diperlukan pembelajaran yang menunjang beberapa hal tersebut ungkap

(28)

12

Ansari (2003) menelaah kemampuan komunikasi matematika dari dua aspek yaitu

komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing).

Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi lisan siswa sulit diukur sehingga untuk mendapatkan informasi tersebut dibutuhkan lembar observasi untuk mengamati kualitas diskusi siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sementara kemampuan komunikasi tulisan adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Komunikasi matematika tertulis dapat diukur melalui soal (Mufrika, 2011).

Berdasarkan hasil survey PISA tahun 2012 (Stacey, K dan D. William, 2012),

hubungan antara pembelajaran matematika dengan kemampuan komunikasi

matematis siswa sebagai berikut:

a) Merumuskan situasi matematis dengan cara membaca, memecahkan kode, dan membuat pengertian kalimat, pertanyaan, tugas, objek, gambar, atau animasi dalam bentuk sebuah model mental dari situasi. b) Memanfaatkan konsep matematis, fakta, prosedur, dan alasan dengan

cara mengeluarkan sebuah solusi, menunjukkan pada saat pengerjaan melibatkan pencapaian solusi dan atau meringkas dan menyajikan hasilnya secara matematis.

c) Menginterpretasikan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil secara matematis dengan cara membangun dan mengkomunikasikan penjelasan dan pendapat-pendapat dalam kaitan dengan masalah.

Selanjutnya untuk penilaian perkembangan siswa terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa dicantumkan beberapa indikator sebagai hasil belajar

matematika. Berikut beberapa indikator kemampuan komunikasi matematis

penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan Ontario tahun 2005:

1) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkrit,

(29)

13

yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang

matematika, membuat konjektur, menyusun argument dan generalisasi.

2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

3) Mathematical expressions, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

Sedangkan berdasarkan NCTM (2000: 268), standar kemampuan komunikasi dari

pra-TK sampai kelas 12 adalah:

a. Mengorganisasikan dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui

komunikasi;

b. Mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka dengan jelas kepada teman

sebaya, guru, dan yang lainnya;

c. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis;

d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis

dengan tepat.

Pada penelitian ini, peneliti membagi kemampuan komunikasi menjadi tiga aspek,

yaitu sebagai berikut:

a) Menyatakan, mengekspresikan, dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam

bentuk gambar atau model matematika lain.

b) Menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau

model matematika.

c) Menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan

(30)

14

Berdasarkan pengertian, manfaat, aspek, dan indikator yang telah dibahas

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi merupakan

kemampuan siswa dalam menyampaikan ide/gagasan matematika baik melalui

lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk

menjelaskan masalah dari informasi yang diperoleh. Komunikasi matematis

dalam pembelajaran dapat ditimbulkan dalam pembelajaran berkelompok seperti

pembelajaran kooperatif.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi dalam proses belajar dan mengajar

antar siswa dan guru dimana dalam proses tersebut memungkinkan siswa

memperoleh pengetahuan. Guru sebagai komunikator dan peserta didik sebagai

komunikan, serta materi yang disampaikan berupa pesan-pesan berupa ilmu

pengetahuan. Dengan demikian, komunikasi banyak arah terjadi dalam kegiatan

pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses yang sistematis karena

dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi agar tujuan-tujuan pembelajaran tercapai.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru memilih

atau mengembangkan model-model pembelajaran yang sesuai.

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman

dalam melakukan sebuah kegiatan (Suprijono, 2013). Joyce dalam Trianto (2009)

mengemukakan bahwa

(31)

15

Arends dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa the terms teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang digunakan dalam

pembelajaran di kelas guna membantu siswa mencapai berbagai tujuan. Model

pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan,

tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Upaya pemilihan

model pembelajaran berorientasi pada peningkatan keterlibatan siswa secara

efektif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat

mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika adalah model

pembelajaran kooperatif.

Menurut Johnson dan Johnson dalam Isjoni (2013 :17), pembelajaran kooperatif

merupakan penmbelajaran yang mengelompokkan siswa ke dalam suatu

kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal

yang dimiliki serta siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan sesama

siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Seperti yang diungkapkan oleh

Suherman (2003) bahwa pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil

siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan masalah,

menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan

bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerjasama memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dan memberi

(32)

16

Sedangkan Rifaldi (2010) mengungkapkan bahwa:

Kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok, yang menuntut keaktifan siswa untuk saling bekerjasama dan membantu dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerjasama yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok harus saling membantu menguasai bahan ajar.

Menurut Widyantini (2006) tujuan pokok belajar kooperatif adalah hasil belajar

siswa akademik meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari

temannya serta pengembangan ketrampilan sosial. Siswa bekerja dalam satu tim

yang di dalamnya melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai

tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif tidak ada perbedaan antar siswa

tetapi siswa bekerja sama untuk tujuan bersama, sama halnya dengan kehidupan

di dunia ini tidak bisa hidup dengan sendiri tetapi membutuhkan orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan bahwa, pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk

memecahkan masalah yang diberikan oleh guru secara berkelompok.

Pembelajaran kooperatif menuntut siswa turut serta aktif dalam pembelajaran di

kelas, selain itu mengajarkan siswa untuk menerima perbedaan yang terdapat

dalam kelompok.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

(33)

17

kepala bernomor. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

membagikan hasil informasi kepada kelompok lain (Isjoni, 2013).

Menurut Daryono (2011) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki

kelebihan, diantaranya:

a. memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri

dengan cara memecahkan masalah; memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman

sekelompoknya;

b. membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman;

c. meningkatkan motivasi belajar siswa; dan

d. membantu guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah pembelajaran

kooperatif mudah diterapkan di sekolah.

Suprijono (2013) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan metode TSTS

terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok secara heterogen.

2. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan tugas berupa permasalahan-

permasalahan kepada setiap kelompok kemudian mereka mendiskusikannya.

3. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang masing-masing kelompok

berkunjung ke kelompok lain. Sedangkan, dua orang yang tinggal memiliki

tanggung jawab untuk menerima tamu dan membagikan hasil kerja

kelompoknya kepada yang berkunjung. Setelah selesai, dua tamu tersebut

kembali ke kelompoknya masing-masing untuk membahas dan mencocokkan

(34)

18

Sejalan dengan pendapat di atas, Saputra dan Marwan (2008: 75) mengungkapkan

langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah sebagai

berikut:

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang

2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjdi tamu kedua kelompok

yang lain

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja

dan informasi ke tamu mereka

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan

temuan mereka dari kelompok lain

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

6. Kesimpulan

Suyatno (2009) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan

kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok untuk mendiskusikan tugas yang

diberikan oleh guru, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya

tetap dikelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja

kelompok antara tamu dan dua orang yang tinggal di kelompoknya, kembali ke

kelompok asal untuk mencocokkan dan membahas hasil temuan mereka dari

kelompok lain, dan laporan dari salah satu kelompok untuk memberikan

(35)

19

Berikut disajikan gambar skema penerapan model pembelajaran TSTS

Gambar 1 Skema Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Santoso, 2011) Keterangan:

: siswa yang bertamu ke kelompok lain

: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok

Berdasarkan pengertian dan penjelasan di atas, pengertian model pembelajaran

TSTS adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari empat orang dengan

konsep dua tinggal dan dua berkunjung. Langkah-langkah model pembelajaran

TSTS meliputi pembagian kelompok secara heterogen beranggotakan empat

orang lalu guru membagikan tugas yang akan didiskusikan kepada kelompok

masing-masing. Setelah selesai berdiskusi, dua orang dari setiap kelompok

berkunjung ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari kelompok yang

akan dikunjungi. Sedangkan dua orang tinggal bertanggung jawab untuk

(36)

20

membagikan hasil kerja kelompoknya kepada dua tamu yang berkunjung.

Apabila telah selesai, dua orang yang bertugas sebagai tamu kembali ke kelompok

masing-masing kemudian mereka membahas serta mencocokkan hasil kerja dan

informasi yang mereka dapatkan.

B. Kerangka Pikir

Matematika sebagai ilmu yang dijarkan disetiap jenjang pendidikan. Matematika

juga berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu matematika sebagai

dasar bagi ilmu yang lain. Matematika bukan hanya sebagai dasar dari ilmu tetapi

merupakan bahasa. Bahasa yang digunakan dalam matematika berupa

simbol-simbol. Matematika merupakan bahasa, artinya matematika juga bisa dipakai

sebagai alat komunikasi antar siswa dan alat komunikasi antara guru dengan

siswa.

Karakteristik matematika adalah memiliki kajian objek yang abstrak. Objek

dalam matematika tidak dihadapkan secara langsung yang sebenarnya kepada

siswa seperti pada saat siswa diberikan soal. Soal tersebut tidak langsung

dituliskan dalam bentuk model matematika seperti notasi, gambar, ataupun grafik.

Disinilah siswa dituntut untuk mengkomunikasikan soal tersebut ke dalam bahasa

matematika. Siswa diharuskan mengemukakan ide-ide matematika yang mereka

pahami. Siswa juga diharuskan dapat mengkomunikasikan ide-ide matematika

tersebut kepada siswa lain ataupun guru mereka.

Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan dasar yang

(37)

21

matematis merupakan kemampuan atau kecakapan seseorang menyampaikan ide

atau gagasan matematika baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan

simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan masalah dari informasi yang

diperoleh.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa tentunya

tidak terlepas dari proses pembelajaran. Untuk mengoptimalkan kemampuan

komunikasi matematis siswa, sebaiknya menggunakan pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berdiskusi dan berinteraksi

sehingga kemampuan komunikasi matematisnya dapat meningkat yaitu dengan

pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah model pembelajaran

berkelompok yang terdiri dari empat orang dengan konsep dua tinggal dan dua

berkunjung. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS meliputi

pembagian kelompok secara heterogen beranggotakan empat orang lalu guru

membagikan tugas untuk didiskusikan pada kelompok masing-masing. Pada saat

diskusi, siswa saling bertukar ide dalam memecahkan masalah yang dapat

dituangkan dalam bahasa matematis seperti simbol ataupun diagram. Dalam

tahap ini, siswa dituntun untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

matematisnya karena siswa bekerjasama mencoba menghubungkan ide-ide yang

didapat dari masing-masing siswa. Setelah selesai berdiskusi, dua orang dari

setiap kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari

kelompok yang akan dikunjungi. Dalam kunjungan ke kelompok lain,

(38)

22

bertanggung jawab menyampaikan hasil diskusi kelompoknya kepada tamu yang

berkunjung. Apabila telah selesai, dua orang yang bertugas sebagai tamu kembali

ke kelompok masing-masing kemudian membahas serta mencocokkan hasil kerja

dan informasi yang diperoleh. Jadi, diharapkan model pembelajaran kooperatif

tipe TSTS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

C.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir, hipotesis dari penelitan ini adalah penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 21

Bandar-lampung pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 192 siswa

yang terdistribusi dalam delapan kelas. Distribusi kelas VIII SMP Negeri 21

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014 dan rata-rata nilai ujian semester

ganjil siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 3.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014

NO. Kelas Banyak Siswa Rata-rata

1 VIII.A 24 50,2

2 VIII.B 23 47,9

3 VIII.C 24 48,8

4 VIII.D 25 47,5

5 VIII.E 22 47,1

6 VIII F 24 47,2

7 VIII G 24 47,2

8 VIII H 26 46,3

Populasi 192 47,76

(40)

24

sama serta diajar oleh guru yang sama. Dari delapan kelas di SMP Negeri 21

Bandar Lampung diambil tiga kelas yang memiliki kemampuan yang relatif sama.

Kelas yang diambil adalah VIII F dan VIII G sebagai sampel penelitian dan kelas

VIII B sebagai kelas uji coba untuk eksperimen. Setelah itu ditentukan secara

acak dan terpilih kelas VIII G sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII F sebagai

kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) menggunakan desain the pretest-posttest control group design dengan kelompok pengendali yang tidak diacak (dalam Ruseffendi, 2005) digambarkan sebagai

berikut.

X1 : model kooperatif tipe TSTS

X2 : menggunakan model pembelajaran konvensional.

O : pretest

(41)

25

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran

matema-tika di kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung (20 November

2013)

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP

ini dibuat sesuai dengan model yang akan digunakan selama

peneli-tian ini, yaitu RPP dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

c. Memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan penelitian, menilai

keadaan lapangan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

d. Melakukan validasi instrumen dan uji coba soal tes (8 Januari 2014)

2) Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Melaksanakan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen (17 Januari 2014).

b. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk

kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS. Sedangkan, untuk kelas kontrol tidak menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS (22 Januari - 19 Februari 2014)

c. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen (28 Februari 2014)

3) Tahap Analisis Data

Tahap-tahap analisis data penelitian ini adalah :

a. Menganilisis data hasil penelitian.

b. Menyusun hasil penelitian

(42)

26

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data

1) Data Penelitian

Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes

kemampuan komunikasi matematis siswa

2) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Tes diberikan

sebelum dan sesudah pembelajaran (pretest dan posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sesudah perlakuan

dimaksudkan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa dan tes yang diberikan sebelum perlakuan dimaksudkan untuk melihat

nilai awal kemampuan komunikasi matematis siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes berupa soal uraian yang disusun

berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis dan materi yang

diberikan. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini harus valid dan

realiabel, sehingga tes tersebut perlu dilakukan analisis validitas dan reiliabilitas

berikut:

1) Validitas Isi

(43)

27

fungsi ukurnya (Azwar, 1996). Seperti yang diungkapkan oleh Wakhinuddin

(2010) bahwa validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui

pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang

dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauhmana item-item dalam

suatu alat ukur harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat

hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.

Penyusunan instrumen tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian

dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan

pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Penilaian terhadap

kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa

yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan

dengan menggunakan daftar check list ( ) oleh guru. Hasil penilaian

ter-hadap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi.

Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid

(Lampiran B.4)

2) Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dalam penelitian ini diukur menggunakan korelasi

product moment dengan angka kasar, yaitu:

= − ( )

(44)

28

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen dengan

koefisien validitas butir soal yang valid yaitu lebih besar atau sama dengan

0,3 (Widoyoko, 2012: 143). Setelah dilakukan perhitungan skor diperoleh

bahwa semua butir soal dinyatakan valid (Lampiran C.1)

3) Reliabilitas

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien

reliabilitas. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus

Crounbach Alpha. Adapun rumusnyayaitu sebagai berikut :

11 = 1 1− ��

2

�2 (dalam Sudijono, 2008: 208)

Keterangan :

r11 = Koefisien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

��2 = Jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item �2 = Varians total

Menurut Guilford (dalam Suherman, 2003:177) koefisien reliabilitas

diinterpretasikan seperti terlihat pada Tabel 3.3

(45)

29

Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11 = 0,77 (Lampiran

C.2). Berdasarkan pendapat Guilford di atas, nilai r11 tersebut telah memenuhi

kriteria tinggi karena koefisien reliabilitasnya lebih dari 0,60. Oleh karena itu,

instrumen tes kemampuan komunikasi matematis tersebut layak digunakan untuk

mengumpulkan data.

F. Analisis Data dan Teknik Pengujian Hipotesis

Setelah kedua sampel diberi perlakuan, data yang diperoleh dari hasil pretest dan

posttest dianalisis untuk mendapatkan gain nilai pada kedua kelas. Analisis ini bertujan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa yang

mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran

konvensional. Menurut Hake (1999: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan

rumus gain ternormalisasi (normalized gain), yaitu:

�= � � − � � �

� � � � − � �

Setelah dilakukan penghitungan gain, kemudian dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data gain nilai berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan

bantuan SPSS versi 17.0 dengan analisis sebagai berikut:

a) Hipotesis

� : data gain nilai berdistribusi normal.

(46)

30

b) Kaidah Pengujian

Pada SPSS versi 17.0 uji normalitas dilakukan dengan melakukan uji

Kolmogorov Smirnov dengan kriterian pengujian jika probabilitas (sig.) lebih dari 0,05 maka H0 diterima (dalam Trihendradi, 2005:113).

Hasil perhitungan uji normalitas (Lampiran C.7) terhadap gain nilai dapat mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran

konvensional berrdistribusi normal. Hasil output perhitungan uji normalitas data gain nilai kemampuan komunikasi matematis dengan bantuan SPSS versi 17.0 dapat dilihat pada Lampiran C.7.

2) Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa kedua data gain nilai berdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas. Uji ini dilakukan

(47)

31

uji homogenitas dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17.0 yaitu dengan uji

Levene sebagai berikut: a. Hipotesis

� : �12 = �22 (data kedua kelompok sama ditinjau dari variansnya)

�1 : �12 ≠ �22 (data kedua kelompok tidak sama ditinjau dari variansnya)

b. Keputusan uji

Terima H0 jika nilai probablitas (sig.) lebih besar dari 0,05 (dalam

Trihendradi, 2005:146)

Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap data gain nilai dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 3.5 Uji Homogenitas Data Gain Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Levene’s Test for Equality of Variances F Probabilitas(Sig.)

4,467 0,040

Berdasarkan tabel di atas diketahui Probabilitas(sig). sebesar 0,040. Karena nilai Probabilitas(sig) kurang dari 0,05 maka tolak H0, yaitu kedua kelompok

data tidak sama dilihat dari variansnya. Hasil output perhitungan uji homogenitas data gain nilai kemampuan komunikasi matematis siswa dengan bantuan SPSS versi 17.0 dapat dilihat pada Lampiran C.8.

3) Teknik Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, maka diketahui bahwa

(48)

32

perbedaan dua rata-rata yaitu uji-t. Adapun pasangan hipotesis yang akan

diuji adalah:

H0 : �1 =�2

H1 : �1 >�2

Keterangan:

�0 = rata-rata gain nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sama dengan

model pembelajaran konvensional

�1 = rata-rata gain nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi

dari model pembelajaran konvensional

Pada penelitian ini uji-t dilakukan dengan bantuan SPSS versi 17.0 dengan

kriteria pengujian tolak H0 jika nilai probabilitas (sig.) pada t-test kurang dari

(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa tidak

ada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran

kooperatif tipe TSTS. Hal ini dapat ditunjukkan dari rata-rata gain nilai kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe two stay two stray menunjukkan hasil yang sama dengan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran sebagai berikut.

1. Kepada guru, disarankan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Guru dapat memilih dan menggunakan model pembelajaran

kooperatif yang tepat agar dapat melatih siswa dalam berkomunikasi

matematis seperti mengemukakan pemikiran matematis, keterampilan

membaca, dan menginterpretasikan gagasan matematika.

2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian dalam jangka

waktu yang lebih lama dan menguji pencapaian kemampuan komunikasi

matematis siswa per indikator. Hal ini bertujuan agar semua tahap-tahap

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu Irianto. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk

Write.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 1996. TES PRESTASI: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Daryono. 2011. Teknik Pembelajaran Cooperatif Tipe Two Stay Two Stray. [online]. Tersedia: http://ptkguru.com. [6 November 2013].

Fachrurrazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa. [online]. Tersedia: http://repository.upi.edu. [9 Oktober 2013].

Hake, R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Area-D-American Educational

Research Association’s Divison D, Measurement and Research Methodology.

[online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu. [14 Mei 2014].

Hasanah, Nurul. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Hudiono, B. 2005. Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap

Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. [online] http://digilib.upi.edu. [9 November 2013].

Isjoni. 2013. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(51)

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Mufrika, Tika. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining Terhadap Kemampuan Komunikasi Metamtika Siswa. [online]. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id. [6 November 2013]. NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston VA: NCTM.

[online]. Tersedia: http://www.nctm.org. [4 November 2013].

Nurhanurawati. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Motivasi Belajar Matematika Siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA. Halaman 153-161. Bandar Lampung: Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung. [online] http://semnaspendmipa. files.wordpress.com. [12 Mei 2012].

Qohar, Abdul. 2009. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Laporan Akhir Pascasarjana UPI.

Rifaldi, Muamar Agung. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afektif Siswa Kelas X.5 SMAN 2 Junrejo, Kota Batu. [online]. Tersedia: http://www.academia.edu. [14 Mei 2012].

Ruseffendi. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. PT. Tarsito: Bandung.

Sapa’at, Asep. 2006. Pendekatan Ketrampilan Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematika Siswa.Bandung: Tarsito.

Santoso, Budi. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). [online]. Tersedia: http://ras-eko.blogspot.com. [10 November 2013]. Saputra, M. Yudha.,dan Marwan,I. 2008. StrategiPembelajaranKooperatif. Jakarta:

PustakaPrestasi.

Schwanke, Bryce dan Lincoln, NE. 2008. Math in the Middle Institute Partnership Action Research Project Report. [online]. Tersedia: http://scimath.unl.edu. [05 April 2014].

(52)

Slavin, Robert E. 2008.Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

OECD. 2012. PISA 2012: Assesment and Analitycal Framework Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. Secretary-General of OECD. [online]. Tersedia: www.oecd.org. [5 November 2013].

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suherman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana

Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana. Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Andi

Offset: Yogyakarta.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta: Leuser Citra.

Ulfah, Fitriah. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. [online]. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id. [11 Juni 2014].

Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta: PT INDEKS.

Wakhinuddin. 2010. Validitas Isi. [online]. Tersedia: http://wakhinuddin.word- press.com. [26 desember 2012].

Wahyudin. 2008.Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif.

Gambar

Gambar 1 Skema Penerapan Model Pembelajaran TSTS (Santoso, 2011)
Tabel 3.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMP Negeri 21
Tabel 3.2  Desain Penelitian
Tabel 3.3 Interprestasi Koefiesien Reliabilitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah adalah untuk meneliti bagaimana keefektifan penggunaan metode imaginative learning dibantu dengan media gambar pada pembelajaran kaiwa pada

(3) To find out whether or not learning motivation and vocabulary knowledge simultaneously has a positive correlation with students’ reading competence of the

Tujuan Instruksional Umum: Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKKK) Komunikasi Bisnis Tujuan Instruksional Umum: Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKKK) Komunikasi

Toko Benang-benang Hobi yang bergerak dalam bidang kerajinan kristik mempunyai lebih dari 75 pelanggan tetap yang berada di luar daerah, maka dibutuhkan sistem

Setelah melakukan pembelian, saya akan melakukan pembelian lagi (pembelian ulang) pada situs Tokopedia.com..

ƒ Bagaimanakah aspek rasional ( sumber daya, informasi, orientasi tujuan) dalam mempengaruhi efektivitas pengimplementasian anggaran berbasis

Scanned by CamScanner... Scanned

Melakukan usaha dengan cara mencari dukungan sosial dari orang sekitar muncul pada semua responden, salah satu responden juga melakukan dengan cara menceritakan