UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
DI KELAS VII SMP NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2011/2012
(PTK)
OLEH:
YULIDA ISMAWATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP
SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh: KHODIJAH
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe problem-based learning. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe problem-based learning pada mata pelajaran IPS dikelas VII.3 semester genap SMP Negeri 2 Gadingrejo.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat menuai keberhasilan dalam upaya upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe problem-based learning pada mata pelajaran IPS dikelas VII.3 semester genap SMP Negeri 2 Gadingrejo. Aktivitas dan hasil belajar siswa selalu mengalami peningkatan untuk setiap siklusnya.
Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, dan model pembelajaran kooperatif tipe
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP
PADA SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh:
KHODIJAH
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan
Pada
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul PTK : UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Nama Mahasiswa : Khodijah
Nomor Pokok Mahasiswa : 1013113004
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Program Studi : Pendidikan Ekonomi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Yon Rizal, M.Si. Drs. Teddy Rusman, M.Si. NIP 19600818 198603 1 005 NIP 19600826 198031 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Ekonomi
Drs. Buchori Asyik, M.Si. Drs.Hi. Nurdin, M.Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. Yon Rizal, M.Si. ………
Sekretaris : Drs. Teddy Rusman, M. Si. ………
Penguji : Dr. R. Gunawan S, S.Pd., S.E., M.M. ………..
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M. Si NIP. 19600315 198503 1 003
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila
kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
(Q.S Insyirah)
“Tiada kesuksesan, tanpa adanya sedikitpun kegagalan”.
PERSEMBAHAN
Alkhamdulillahirabilalamin,
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Ayahanda dan Ibunda tercinta semoga Allah SWT. selalu
memberikan kemulyaan didunia dan akherat.
Anak-anakku yang aku cintai dan aku sayangi.
Saudara-saudaraku yang ku sayangi.
Para pendidik yang ku hormati
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS . 10 A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Pengertian Model Pembelajaran ... 10
2. Model Problem Based Learning ... 11
G. Instrumen Penelitian... 33
H. Analisis Data ... 42
I. Indikator Keberhasilan ... 43
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... . ... 44
A. Hasil Penelitian ... 44
1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 44
2. Hasil Penelitian ... 45
a. Siklus I ... 45
b. Siklus II ... 52
3. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran ... 62
B. Pembahasan Penelitian ... 66
1. Aktivitas Belajar Siswa ... 66
2. Hasil Belajar ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 72
a. Kesimpulan ... 72
b. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Nilai Ulangan Harian I dan II Mata Pelajaran IPS Kelas VII.3
di SMP Negeri 2 Gadingrejo Semester Genap T.P 2011/2012 ... 4
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning .. 13
3. Cara Menskor Hasil Pemecahan Masalah Siswa ... 15
4. Data Untuk Melihat Aktivitas Dalam Pembelajaran ... 33
5. Uji Validitas Butir Soal Siklus I ... 36
6. Uji Validitas Butir Soal Siklus II ... 36
7. Uji Validitas Butir Soal Siklus III ... 37
8. Uji Tingkat Kesukaran Siklus I, II, dan III ... 39
9. Uji Daya Beda Soal Siklus I, II dan II ... 41
10. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pertemuan I Siklus I ... 47
11. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pertemuan 2 Siklus I ... 47
12. Aktivitas Siswa Siklus I pada Pertemuan 1 dan 2 ... 48
13. Hasil Belajar Siklus I ... 49
14. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pertemuan I Siklus II ... 54
15. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pertemuan 2 Siklus II ... 54
16. Aktivitas Siswa Siklus II pada Pertemuan 1 dan 2 ... 55
17. Hasil Belajar Siklus II ... 56
18. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pertemuan I Siklus III ... 60
20. Aktivitas Siswa Siklus III pada Pertemuan 1 dan 2... 61
21. Hasil Belajar Siklus III ... 62
22. Deskripsi Aktivitas Belajar Siswa Setiap Siklus ... 63
23. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Setiap Siklus ... 65
24. Deskripsi Aktivitas Belajar Siswa Setiap Siklus ... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kerangka Pikir Penelitian ... 26
2. Proses Penelitian Tindakan ... 31
3. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa ... 64
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan sebagai salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
merupakan penentu kemajuan suatu bangsa. Maju mundurnya suatu peradaban
bangsa tergantung pada pengetahuan dan keterampilan warga negaranya, oleh
karena itu mutu pendidikan perlu ditingkatkan semaksimal mungkin. Melalui
peningkatan mutu pendidikan dapat menghasilkan generasi-generasi yang cerdas
dan terampil sebagai salah satu modal untuk menuju perubahan yang lebih baik.
Upaya pendidikan adalah untuk peningkatan kualitas pendidikan agar
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas pendidikan dapat
dilihat dari kualitas proses pendidikan dan kualitas hasil pendidikan.
Tenaga pendidik memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas
pembelajaran yang dilaksanakannya. Oleh karena itu, tenaga pendidik harus
memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi anak didik dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
Untuk memenuhi hal tersebut tenaga pendidik dituntut mampu mengelola proses
belajar mengajar yang selalu memberikan rangsangan kepada anak didiknya
sehingga mau belajar dengan baik, mengingat anak didik merupakan subjek utama
2 Fenomena pembelajaran merupakan fenomena yang sudah sejak lama
mengemuka. Sebagian besar pembelajaran dipersekolahan di Indonesia masih
menampakkan ciri-ciri sistem belajar konvensional. Setiap aspek dari proses
pembelajaran ini dinilai mengandung banyak kelemahan, yang bahkan secara
agregat menjadi kontraproduktif terhadap pengembangan diri dan kompetensi
siswa. Walaupun demikian, paradigma baru pendidikan yang mendukung
Kurikulum Berbasis Kompetensi berupaya melakukan perubahan sistem
pembelajaran konvensional menuju pembelajaran kontekstual. Model
pembelajaran sebagai sebuah inovasi pendidikan dalam realita di lapangan masih
menghadapi berbagai kendala dan resistensi. Diantara kendala dan resistensi
tersebut adalah terkait pemahaman dan kemampuan praktis guru tentang
pendekatan, strategi dan model-model pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.
Mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang sesuai, dalam mengajar
terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi yang dapat menciptakan
situasi yang memungkinkan terjadinya belajar atau sebaliknya. Model mempunyai
peran yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang
diharapkan dapat memiliki anak didik, akan ditentukan oleh ketetapan
penggunaan model yang sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran
akan dapat tercapai dengan penggunaan model yang tepat, sesuai dengan standar
keberhasilan yang ditetapkan dalam tujuan. Dengan begitu strategi yang sesuai
3 tahu siswa terhadap materi yang diberikan. Salah satu strategi dalam pembelajaran
adalah menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil
siswa yang saling bekerja dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Depdiknas, 2003: 5).
Bern dan Erickson (2001:5) mengemukakan bahwa coorperative learning
(pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang
mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Burns dan Grafes (dalam Erni, 1993:3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif siswa akan terdorong untuk menemukan dan memahami konsep yang sulit dan dapat mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan teman sebayanya. Sehingga dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat
memotivasi serta meningkatkan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar (Ibrahim, 2008:5).
Berdasarkan hasil pengalaman penulis selama menjadi guru secara umum proses
pembelajaran di SMP Negeri 2 Gadingrejo tidak jauh berbeda dengan proses
pembelajaran di sekolah-sekolah lain yang masih menggunakan metode
konvensional atau juga disebut dengan metode ceramah. Sebuah metode mengajar
dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah
siswa yang pada umumnya siswa mengikuti pelajaran secara pasif sehingga
kurang menumbuhkan semangat dan kerativitas siswa. Hal ini juga terjadi pada
proses pembelajaran kewirausahaan, akibat selain nilai siswa belum mencapai
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) siswa juga tidak aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Hal ini kurangnya peran siswa dalam proses pembelajaran, suasana
yang pasif, juga membuat siswa kurang bersemangat dalam proses belajar dan
4 Hasil Ulangan Harian I (UH I) dan Ulangan Harian II (UH II) di kelas VII.3 SMP
Negeri 2 Gadingrejo semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Khususnya mata
pelajaran IPS menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa masih tergolong
rendah, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai ulangan harian I dan II mata pelajaran IPS kelas VII.3 di SMP Negeri 2 Gadingrejo semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.
No. Rentang
Sumber : Dokumen SMP Negeri 2 Gadingrejo
Berdasarkan Tabel 1 di atas, telihat nilai yang diperoleh siswa pada mata pelajaran
IPS pada siswa kelas VII.3 di SMP Negeri 2 Gadingrejo semester genap Tahun
Pelajaran 2011/2012 yang mendapatkan nilai ≥ 65 hanyalah 25,72 % pada
Ulangan Harian ke-I dan 20,57% pada Ulangan Harian yang ke II. Sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil belajar IPS pada siswa kelas VII.3 di SMP Negeri 2
Gadingrejo masih dibawah standar nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar ≥ 65. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Djamarah dan Iain (1995:128) menyatakan bahwa “apabila bahan
pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%, dikuasai maka presentase keberhasilan
5 Belajar IPS tidak sekedar learning to know, melainkan harus ditingkatkan
meliputi learning to do, Learning to be sehingga Learning to live together. Oleh
karena itu filosofi pengajar IPS perlu diperbaharui menjadi pembelajaran IPS.
Dalam pengajaran IPS, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau
gagasan pokok, sedangkan dalam pembelajaran IPS kegiatan siswa mendapat forsi
lebih banyak dibanding guru, bahkan mereka harus dominan dalam kegiatan
belajar mengajar. Dalam pembelajaran siswa berperan lebih aktif sebagai
pembelajar dan fungsi guru lebih sebagai fasilitator dan dinamisator. Sasaran dari
pembelajaran IPS siswa diharapkan harus mampu berpikir kritis, analisis dan
argumentatif serta tidak membosankan. Untuk mengatasi permasalahan yang ada,
diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih cepat dan menarik, dimana setiap
siswa dapat belajar secara kooperatif, dapat bertanya meski tidak ada guru secara
langsung dan mengemukakan pendapat atau pemikirannya.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul Laporan
Penelitian Tindakan Kelas “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Siswa Dengan Menggunakan Model Problem-Based Learning pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VII.3 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran 2011/2012”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
6 1. Masih rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas VII.3 SMP Negeri 2
Gadingrejo Kab. Pringsewu. Hal ini tampak dari banyaknya siswa yang
belum mencapai ketuntasan belajar.
2. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam memberikan
materi pembelajaran.
3. Pembelajaran masih berpusat pada guru ( teacher centered).
4. Partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih rendah.
5. Aktivitas belajar siswa di kelas belum optimal.
6. Proses belajar mengajar masih cenderung pasif, dimana guru menjelaskan
pelajaran dan siswa memperhatikan penjelasan dari guru.
C.Pembatasan Masalah
Memperhatikan latar belakang masalah dan agar dalam pembahasan tidak
menyimpang dari pokok permasalahan yang ingin dipecahkan dan diteliti,
maka perlu adanya batasan masalah bahwa yang dianalisis adalah Upaya
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model
Problem-Based Learning pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VII.3 Semester
Genap Pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
2011/2012.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan Model
7 genap pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
2011/2012?
2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Model
Problem-Based Learning pada mata pelajaran IPS di kelas VII.3 semester
genap pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
2011/2012?
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan
Model Problem-Based Learning pada mata pelajaran IPS di kelas VII.3
semester genap pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun
Pelajaran 2011/2012;
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan penerapan Model
Problem-Based Learning pada mata pelajaran IPS di kelas VII.3 semester genap
pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
2011/2012.
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini, sebagai berikut.
1. Secara Teoritis
8 menggunakan Model Problem-Based Learning yang dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
b) Memperkaya khazanah keilmuan di bidang keilmuan di bidang pendidikan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini secara praktis dapat memperbaiki proses pembelajaran di
kelas untuk mempermudah siswa memahami meteri pelajaran IPS yang
disampaikan sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa lebih baik.
G.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini, sebagai berikut.
1. Objek Penelitian
Penerapan Model Problem-Based Learning untuk mengetahui aktivitas dan
hasil Belajar IPS.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII.3 yang diajarkan menggunakan
Model Problem-Based Learning.
3. Wilayah Penelitian
SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu.
4. Waktu Penelitian
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A.Pengertian Model Pembelajaran
Arends (2009: 22) mengatakan, “the term teaching model refers to a particular
approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and
management system.“ Istilah model pembelajaran mengarahkan pada suatu
pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya,
dan sistem pengolahannya.
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode
dan teknik. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari pakar
psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang dilakukan. Trianto
(2009: 23) menyebutkan model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut sebagai
berikut.
(1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya;
(2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
(3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
10 Suatu model pembelajaran, menurut Nieveen (2009 : 24-25) suatu model
pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
(1) Valid (Sahih), yaitu model yang dikembangkan didasarkan pada rasional
yang kuat dan terdapat konsistensi internal.
(2) Praktis, yaitu para ahli dan praktisi menyatakan bahwa model tersebut dapat
dikembangkan dan diterapkan.
(3) Efektif, yaitu secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai
dengan yang diharapkan.
B.Model Problem-Based Learning
Arends (2009: 92) menyatakan bahwa model problem-based learning adalah
model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri,memandirikan siswa, dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Model problem-based learning adalah pembelajaran dimulai setelah terlebih
dahulu siswa dikonfrontasikan dengan struktur masalah real, dengan cara ini siswa
mengetahui mengapa mereka belajar, semua informasi mereka kumpulkan dari
unit materi pelajaran yang mereka pelajari dengan tujuan untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapi. Model pembelajaran ini mengutamakan
proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa
mencapai keterampilan mengarahkan diri. Hal yang perlu mendapatkan perhatian
dalam Model problem-based learning adalah memberikan siswa masalah yang
11 mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada
siswa dalam memecahkan masalah.
Menurut Arends (2000: 5-7), Model problem-based learning memiliki
karakteristik sebagi berikut.
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik ,
menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (2000: 13),
pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.
(a) Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
(b) Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
(c) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
(d) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
(e) Bermanfaat. Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu ( IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik
12 menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.
Menurut Arends (2009: 98), penerapan model problem-based learning terdiri dari
lima langkah. Langkah-langkah ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Langkah-langkah model problem-based learning sebagai berikut.
Langkah-langkah model
problem-based leraning Tingkah laku Guru 1. Orintasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demontrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tujuan belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu sisiwa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, vidio, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Implementasi pembelajaran dengan model problem-based learning dirancang
13 di sini ialah suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin
yang sudah diketahui penjawab pertanyaan. Semua siswa secara individual
maupun kelompok dihadapkan pada masalah. Siswa secara individual maupun
kelompok maasing-masing merasa memiliki masalah yang sama untuk dicari
pemecahannya, masalah berhubungan dengan dunia siswa, masalah yang
dikonfrontasikan pada awal pembelajaran kepada siswa haruslah sedekat mungkin
dengan dunia siswa sehari-hari, sehingga masalah tersebut tidak asing bagi siswa,
karena hal ini akan dapat memotivasi siswa untuk mencoba mencari
pemecahannya.
Organisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah, guru hendaknya sebagai
fasilitator dapat menyiapkan materi pembelajaran yang dapat menuntun siswa
untuk bisa menuju pada pemecahan masalah, memberikan siswa tanggung jawab
utama untuk membentuk dan mengarahkan pembelajarannya sendiri,
menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran, dan menuntut
siswa untuk mengemukakan bahwa kegiatan belajar perlu mengutamakan
pemecahan masalah karena dengan menghadapi masalah siswa akan didorong
untuk menggunakan pikiran secara kreatif dan bekerja secara intensif untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Kegiatan belajar yang
efektif maka upaya pengemukakan masalah menjadi inti kegiatan belajar
kelompok.
Penilaian terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah disarankan
mencakup kemampuan yang terlibat dalam proses memecahkan masalah, yaitu :
14 (melaksanakan rencana pemecahan masalah), menafsirkan hasilnya. Hasil karya
siswa dalam memecahkan masalah ditinjau dari kemampuan-kemampuan
tersebut. Penilaian dapat dilakukan secara holistik (keseluruhan) atau analistik
(per bagian).
Solihatin (2006: 19) menulis salah satu cara mensekor hasil pemecahan masalah
siswa. Cara menskor hasil pemecahan masalah siswa ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Cara menskor hasil pemecahan masalah siswa sebagai berikut.
Tahap Penyelesian Masalah
Hasil Penilaian Skor
Memahami masalah a. Tidak ada percobaan
b. Salah interprestasi sama sekali
c. Salah menginterpreatasikan sebagai besar dari persoalan
d. Salah interprestasi sebagian kecil dari persoalan
e. Memahami persoalan secara lengkap
0
b. Perencanaan sama sekali tidak selaras c. Sebagian prosedur benar, tapi sebagian
besar salah
d. Prosedur substansial benar, tapi masih ada sedikit prosedur yang salah
e. Semua perencanaan benar, mempunyai penyelesaian dan tanpa kesalahan aritmatika
a. Tanpa jawaban atau ada jawaban dari perencanaan yang tidak tepat
b. Kesalahan kominikasi, tiada pertanyaan jawaban
c. Penyelesain tepat
0
1
2
Sekoran maksimum 10
Penyesuaian dilakukan apabila skor maksimum suatu soal lebih dari 10 model
problem-based learning, perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan
pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh itu
15 dengan model problem-based learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan
oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka. Penilaian proses dapat digunakan
untuk menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian itu antara lain asesmen kenerja,
asesmen autentik dan portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat
melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana
siswa menunjukkan pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakan problema
dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan jaman dan konteks
atau lingkungannya.
Menurut Widdiharto (2004: 11-12) model problem-based learning memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan model problem-based learning sebagai berikut. (a) Realistik dengan kehidupan siswa.
(b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa. (c) Memupuk sifat inqury siswa.
(d) Retensi konsep jadi kuat.
(e) Memupuk kemampuan problem solving.
Kekurangan model problem based learning sebagai berikut.
(a) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks. (b) Sulit mencari problem yang relevan
(c) Sering terjadi miss-konsepsi
(d) Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan, sehingga terkadang banyak waktu yang tersedia untuk proses tersebut.
C.Aktivitas Belajar
Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan
belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya
16 psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif
integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau
berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai dengan pendapat
Roestyah (2003: 5) “belajar adalah suatu proses untuk memperoleh modifikasi
dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah
pengetahuan keterampilan yang diperoleh dari intruksi”.
Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh
siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Hamalik (2004: 171) yang menyatakan “pengajaran
yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa belajar
sendiri atau melakukan aktivitas”.
Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses
atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam
belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai
usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Jarome Bruner (2009: 38)
belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.
Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat
dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya belajar. Menurut Winkel (2003: 6) “aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada siswa yang
melakukan kegiatan belajar”. Berdasarkan perdapat tersebut, jelas bahwa
17 Menurut Dieriech (2001: 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi
delapan jenis sebagai berikut.
1. Visual activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain,
2. Oral activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat,
3. Listening activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato,
4. Writing activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket,
5. Drawing activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta, diagram,
6. Motor activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak,
7. Mental activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan, dan
8. Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Menurut Momes (2001: 36), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan
dalam pembelajaran meliputi sebagai berikut.
1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah,
2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,
3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),
4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),
5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, 6. Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.
Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada
aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya
18 sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah
(2006: 67) menyatakan bahwa “belajar sambil melakukan aktivitas lebih
banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh
anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik”.
Menurut Sardiman (2006: 100) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani). Dalam kegiatan
belajar kedua aktivitas itu harus saling terkait. Oleh karenanya Rohani (2004:
6) menjelaskan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam
aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai
rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh
seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya banyak yang
tampak maupun yang tidak tampak diamati, sehingga tercapainya aktivitas
siswa secara aktif dan tercapainya hasil belajar yang optimal.
D.Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar Chatarina (2004: 4). Perolehan aspek-aspek
perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang mencakup kognitif, afektif, dan
psikomotorik Sudjana (1999: 3). Pada dasarnya kemampuan kognitif
merupakan hasil belajar, sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan
perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan (Sunarto 1999:
19 Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu dalam bentuk nilai (Depdikbud, 1987: 140). Hasil belajar siswa adalah akumulasi nilai pada raport.
Bermacam-macam prestasi diantaranya adalah: prestasi baik, prestasi cukup, prestasi kurang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam prestasi belajar antara lain: faktor individu, faktor lingkungan belajar, dan faktor materi pembelajaran. Beberapa cara untuk menentukan hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan atau keterampilan proses.
Upaya menumbuhkan motivasi belajar dalam rangka untuk meraih prestasi,
dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya sebagai berikut.
1. Menumbuhkan keyakinan dan percaya diri bahwa seseorang dapat
melaksanakan tugas atau belajar dengan baik, dan keyakinan tersebut akan
mampu berkembang bila ada upaya yang bersungguh-sungguh,
2. Dalam melaksanakan tugas atau belajar untuk mencapai prestasi dilakukan
dengan rasa ikhlas dan senang, serta mempunyai tujuan yang jelas,
3. Antara tujuan yang ingin dicapai dan keberhasilan yang dicapai pada diri
seseorang ada keterkaitanya.
Berbagai hasil penelitian, menurut Nasution (1993: 8), telah menunjukan hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Hasil belajar
disekolah dapat dijelaskan dengan tes intelegensi. Anak-anak yang mempunyai IQ 90-100 pada umumnya akan mampu menyelesaikan sekolah dasar tanpa kesukaran, sedang anak-anak yang mempunyai IQ 70-89 pada umumnya akan memerlukan bantuan khusus untuk dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda mempunyai IQ di atas 120 pada umunya akan mempunyai kemampuan untuk belajar diperguruan tinggi Djamarah (2002: 161).
Menurut Bloom (2004: 6) untuk mendapatkan hasil belajar kognitif seseorang
memiliki 6 (enam) tingkatan kognitif, sebagai berikut.
20 2. Pemahaman (comprehention), yaitu sebagai kemampuan memperoleh
makna dari materi pembelajaran. Hal ini ditunjukan melalui penerjemahan materi pembelajaran,
3. Penerapan (application), yaitu penerapan yang mengacu pada kemampuan menggunakan pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil dan teori, 4. Analisis (analysis), yaitu mengacu pada kemampuan memecahkan
materi ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis antar bagian, dan mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian,
5. Sintesis (synthesis), yaitu mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hal ini mencakup komunikasi yang unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), atau seperangkat hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi),
6. Penilaian (evaluation), yaitu mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.
Menurut Gagne (2000: 101), hasil belajar pada proses belajar ditentukan oleh 5
(lima) faktor, sebagai berikut.
1. Informasi Verbal (Verbal Information)
Yang dimaksud adalah pengetahuan awal/dasar yang memiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasan, maka pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah menguasai.
2. Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau kecerdasan bila dikembangkan dapat berupa
Intellegence Quiotion (IQ), Intellegence Emotional (EI), Spiritual Intellegence (IS). IQ berhubungan dengan intelegensi atau kecerdasan otak, IE berkaitan dengan emosi atau tingkat pengendalian diri, IS berhubungan dengan tingkat keyakinan kepada Tuhan (Suharsono, 2009:96).
21 4. Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu yang terkodinir dan terpadu. Cirri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan secara lancar dan luwes tanpa banyak dibutuhkan refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti gerak-gerik tertentu.
5. Sikap (Attitude)
Kecenderungan menerima atau menolakl suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna/berharga atau tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan adanya berbagai tindakan. Misalnya, seorang siswa harus mengambil tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton film dengan temanya pada waktu yang sama.
Penialaian hasil belajar merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kegiatan
perencanaan mengajar dan pelaksanaan belajar mengajar. Guru hendaknya
dapat menyelesaikan masalah pembelajaranya melalui kegiatan nyata
dikelasnya. Kegiatan nyata ditunjukan untuk meningkatkan suatu proses dan
hasil pembelajaranya yang dilaksanakan secara professional (Arikunto, 2006:
55).
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) menyatakan bahwa.
“Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hsail belajar.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar”.
Hasil belajar pada suatu sisi adalah terkait dengan tindak guru, suatu
pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan
kemampuan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
22 guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur,
seperti nilai dalam mengerjakan latihan atau ulangan, nilai dalam rapor, nilai
dalam ijazah. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan
kemampuan dibidang lain. Oleh karena itu hasil belajar yang berkualitas bukan
sekedar ketercapaian menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target
kurikulum, tetapi dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang terjadi pada siswa.
Tercapainya suatu tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang
telah diperoleh siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar
yang diperoleh siswa mengalami peningkatan. Penilaian hasil belajar
merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhsilan
siswa dalam mencapai tujuanyang telah ditetapkan (Ariyanti 2006: 55).
Selanjutnya pendapat Sagala (2003: 57) mengatakan bahwa agar peserta didik
dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu antara lain seperti
dikemukakan berikut ini:
1. kemampuan yang berfikir tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scolastic Aptitude Test),
2. menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interest Inventory),
3. bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya (Differensial Aptitude Test), dan
23 Sehubungan dengan itu, adapun hasil pengajaran itu dikatakan betul-betul baik,
apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa.
2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik, pengetahuan proses
belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian
kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan mempengaruhi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa
adalah hasil atau perubahan yang positif yang dicapai dari proses belajar baik
secara kognitif, afektif, dan psikomotorik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun, pada penelitian ini peneliti
menekankan hasil belajar dari segi kognitif yaitu hasil dari tes formatif yang
diberikan selama pembelajaran untuk setiap akhir siklus.
E.Kerangka Pikir
Model pembelajaran merupakan suatu setrategi pembelajaran dimana dalam
pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk belajar lebih aktif. Ketika
peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas
pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk
menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau
mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata melalui
pembelajaran aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua
24 Desain penelitian ini dirancang untuk menyelidiki upaya penerapan Model
Problem-Based Learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Peneliti menduga Model Problem-Based Learning dengan tahap-tahapan
pembelajarannya lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan
aktivitas siswa tinggi.
Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka dapat di gambarkan paradigma
penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan Model
Problem-Based Learning pada mata pelajaran IPS di kelas VII.3 semester
genap pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
2011/2012.
2. Ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Model
Problem-Based Learning pada mata pelajaran IPS di kelas VII.3 semester genap Model Problem-Based
Learning
Aktivitas Belajar Meningkat
25 pada SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran
III. METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 pada
mata pelajaran IPS di kelas VII.3 SMP Negeri 2 Gadingrejo Kab. Pringsewu
mulai bulan Februari sampai dengan April 2012.
B.Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah di kelas VII.3 Semester Genap SMP Negeri 2
Gadingrejo Kab. Pringsewu Tahun Pelajaran 2011/2012, yang berjumlah 35
siswa terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 20 orang perempuan.
C.Faktor Yang Diteliti
Beberapa faktor yang akan diteliti pada penelitian ini, sebagai berikut.
1. Aktivitas belajar siswa pada saat proses pebelajaran berlangsung.
27 D.Rencana Tindakan
Model penelitin tindak kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
yang dibebankan oleh Ellot Aronson dan Robert E. Salvin model penelitian ini
direncanakan terbagi menjadi 3 siklus atau putaran dimana setiap siklus terdiri
dari 4 komponen yang meliputi.
1. Perencanaan (Planing)
Perencanaan adalah langkah yang akan dilakukan oleh guru ketika akan
memulai tindakannya. Guru menyusun sebuah rencana kegiatan misalnya:
a) apa yang harus dilakukan oleh siswa, b) kapan dan berapa lama
dilakukan, c) dimana dilakukan, d) jika diperlukan peralatan atau sarana,
wujudnya apa, e) jika sudah selesai, apa tindakan selanjutnya.
2. Tindakan (acting)
Tindakan atau pelaksanaan adalah implementasi dari perencanaan yang
sudah dibuat. Guru harus memperhatikan hal-hal yang sebagai berikut: a)
apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan, b) apakah
proses tindakan yang dilakukan siswa cukup lancar, c) bagaimanakah
situasi proses tindakan, d) apakah siswa melaksanakan dengan
bersemangat, e) bagaimanakah hasil keseluruhan dan tindakan.
3. Observasi (observating)
28 4. Refleksi (Reflecting)
Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau
yang dilakukan oleh guru maupun siswa.
Rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat dipaparkan kegiatan persiklusnya sebagai
berikut.
a. Perencanaan
Dalam perencanaan meliputi beberapa kegiatan untuk persiapan
pembelajaran sebagai berikut.
1. Merencanakan strategi yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan
tindakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar akuntansi.
2. Menyusun RPP sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan materi yang akan diajarkan
3. Menyiapkan materi yang akan diajarkan
Gambar 2. Proses Penelitian Tindakan Perencanaan
Siklus I, II dan III
Pelaksanaan
Pengamatan
29 4. Menyiapkan soal dan media sebagai penunjang pembelajaran
b. Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan, peran peneliti sebagai berikut.
a. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam
dan dilanjutkan dengan mengabsen siswa.
b. Memberikan apersepsi sesuai dengan materi yang akan di ajarkan.
c. Memberikan motivasi mengenai materi pembelajaran yang akan
disampaikan.
d. Menyampaikan materi pembelajaran, setelah menyampaikan materi
pembelajaran sesuai dengan indikator dan tujuan, maka guru
menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan.
e. Guru membagi siswa atas beberapa kelompok.
f. Masing-masing kelompok mempresentasikan tugasnya disepan kelas,
sedangkan kelompok lain menanggapinya.
g. Siswa yang lain boleh mengajukan pertanyaan, kritik dan saran
sebagai umpan balik dalam diskusi.
h. Setelah selesai diskusi guru menyimpulkan materi yang sudah
diajarkan.
c. Pengamatan
Setelah pelaksanaan tindakan dilaksanakan, peneliti melakukan pengamatan
secara menyeluruh terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
30 kendalan apa saja yang dihadapi ketika pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan Model Problem-Based Learning.
d. Refleksi
Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dari beberapa rangkaian kegiatan
sebelumnya. Refleksi merupakan kegiatan terakhir dalam rangkaian rencana
tindakan untuk mengingat kembali kekurangan dan kendala yang di hadapi
dalam pelaksanaan tindakan. Sehingga akan menjadi bahan perbaikan untuk
siklus selanjutnya.
E. Data Penelitian
Data penelitian ini terdiri dari
a. Data siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas
siswa selama pembelajaran berlangsung, terjadi di dalam kelas pada setiap
siklus.
b. Data hasil belajar siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil belajar berupa
nilai tes yang diberikan setiap akhir siklus.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui
31 b. Tes
Tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
setelah diberikan Model Problem-Based Learning. Nilai diambil dari tes
yang dilakukan pada setiap akhir siklus pembelajaran.
G.Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi,
catatan lapangandan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk
mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran
antara lain:
Tabel 4. Format untuk melihat aktivitas dalam pembelajaran
No.
Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran diberi tanda ceklist (√)
1. Mendengar atau memperhatikan penjelasan guru
2. Membaca buku atau menulis materi yang diajarkan
3. Bekerja sama dalam kelompok
4. Mempresentasikan hasil kelompok
5. Berdiskusi atau bertanya dengan guru atau antar siswa
32 Kegiatan yang tidak relevan antara lain.
1. Tidak memperhatikan penjelasan guru
2. Tidak menulis atau tidak mencatat
3. Mengantuk
4. Tidak bertanya dengan guru atau antar siswa
5. Mengobrol
6. Bermain-main
Instrument penelitian yang berupa perangkat tes, yang diberikan kepada siswa
pada akhir setiap siklus untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar siswa pada
pelajaran akuntansi. Untuk menganalisis datanya maka digunakan beberapa uji
instrument, sebagai berikut.
a. Uji Validitas
Pengujian validasi tiap butir instrument menggunakan analis item, yaitu
mengkorelasi skor tiap buti dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor
butir. Dalam memberi interprestasi terhadap koefisien korelasi, item yang
mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item
tersebut tidak tinggi pula. Uji validitas menurut Arikunto (2006: 79)
menggunakan rumus korelasi biserial
γ pbi = Mp – Mt / Si √p / q
keterangan :
33 Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab
benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total
Si = Standar deviasi dari skor total P = Proporsi siswa menjawab benar Q = Proporsi siswa menjawab salah
Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka alat ukur
tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel maka alat ukur
tersebut dinyatakan tidak valid.
Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus I
No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan
Sesuai dengan soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 20 item soal dan
terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 4 dan 19 dengan
34 Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus II
No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan
Soal yang dianalisis pada siklus II masih berjumlah 20 item soal dan tidak
terdapat butir soal yang tidak valid, nilai r hitung ˃ r tabel. r tabel (n= 20, α= 5%)
atau sama dengan 0,334.
Tabel 7. Uji Validitas Butir Soal Siklus III
35
No. 13 0.334 0.503 V
No. 14 0.334 -0.234 TV
No. 15 0.334 0.491 V
No. 16 0.334 0.453 V
No. 17 0.334 0.578 V
No. 18 0.334 0.418 V
No. 19 0.334 0.369 V
No. 20 0.334 0.627 V
Siklus III berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 butir soal yang tidak valid,
yaitu item soal nomor 14 dengan nilai r hitung ˃ r tabel. r tabel (n= 20, α= 5%)
atau sama dengan 0,334.
b. Uji Realibilitas
Reabilitas atau tingkat ketetapan ( consistensi atau keajegan ) adalah tingkat
kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok
individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung
menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur – unsurnya, jika
diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut
Hadari dalam Merlinda (1992: 190).
Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto (2006: 101) dilakukan
dengan menggunakan rumus :
K – R.20 Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus
K – R.20.
36 Keterangan :
R11 = Reabilitas secara keseluruhan
P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar
Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q = 1 –p )
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyaknya item
S = Standar deviasi dari tes ( standar deviasi adalah akar varians )
Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan
jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus Idi peroleh 0,984 atau
nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,966 serta pada siklus
III diperoleh 0,965. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan
kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.
c. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.
Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut
disebut dengan indeks kesukaran.
Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini
menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0
menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks
menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin mudah
soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks
37 Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus :
P= B / JS
Keterangan :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut Arikunto ( 2006 : 208 ) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut :
- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
- Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang
- Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah
Berdasarkan analisis butir soal untuk uji kesukaran soal dapat dilihat pada
Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II
SIKLUS I
No. Soal Kesukaran soal Kategori
38 d. Daya Beda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa
yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh
(kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda
tersebut disebut indeks diskriminasi disingkat D. Daya pembeda berkisar
antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya
pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negatif pada indeks
diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu
anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang
dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu
tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal
tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa
baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut
tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat
dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.
Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu.
Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh
kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah
menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu
1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok
bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas
39 tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama
sekali.
Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus :
D = BA / JA – BB / JB = PA – PB
Dimana :
D = Daya pembeda
JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah
Klasifikasi daya pembeda
D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali
Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D
negatif sebaiknya dibuang saja, Arikunto (2006: 213 ).
Tabel 9. Hasil Analisis Daya Beda
SIKLUS I
No. Soal Daya Pembeda Kategori
40 H. Analisis Data
1. Analisis data aktivitas siswa
Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam
beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal
dalam setiap pertemuan dengan member tanda ceklis pada lembar observasi
yang telah diadakan,
Setelah observasi lalu dihitung jumlah aktivitas yang telah dilakukan,
kemudian dipresentasikan. Data pada setiap siklus diolah menjadi
presentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif minimal 61%
dari jenis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian dipresentasekan. Hal ini
sesuai dengan criteria Arikunto (1992: 17) sebagai berikut.
a. Antara 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik
b. Antara61%-80% adalah aktivitas siswa yang baik
c. Antara 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup
d. Antara 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang
e. Antara 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali
Jika lebih dari 61%-80% aktivitas yang dilakukan, maka siswa tersebut
sudah termasuk siswa yang aktif. Dapat dilakukan perhitungan persentase
keaktifan siswa dengan rumus:
41 Keterangan:
%A = persentase jumlah siswa yang aktif Na = jumlah siswa yang aktif
N = jumlah siswa keseluruhan
2. Analisis data hasil belajar siswa
Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang
diberikan pada setiapa akhir siklus.
I. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke
siklus
2. Siswa yang memperoleh nilai di atas KKM dalam kegiatan pembelajaran
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Pembelajaran kooperatif tipe problem-based learning pada Siswa Kelas
VII.3 SMP Negeri 2 Gadingrejo dapat meningkatkan aktivitas belajar
Siswa. siklus I pertemuan pertama sebanyak 19 siswa dari 35 siswa
dengan persentase 54,28% dan siklus I pertemuan kedua siswa yang aktif
sebanyak 22 siswa dari 35 siswa dengan persentase 62,86. Siklus I dapat
diambil rata-rata aktivitas siswa sebesar 58,57%. Kemudian siklus II
pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 24 siswa dari 35 siswa
dengan persentase 68,57% dan siklus II pertemuan kedua siswa yang aktif
sebanyak 26 siswa dari 35 siswa dengan persentase 74,28% dengan
rata-rata aktivitas belajar siswa siklus II sebesar 71,42%. Antara siklus I ke
siklus II ada peningkatan aktivitas belajar sebesar 12,85%. Kemudian
siklus III pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 28 siswa dari 35
siswa dengan persentase 80% dan siswa yang aktif pada siklus III
71 91,42% dengan nilai rata-rata siklus III sebesar 85,71%. Ada peningkatan
aktivitas belajar dari siklus II ke siklus III sebesar 14,29%.
2. Pembelajaran kooperatif tipe problem-based learning pada Siswa Kelas
VII.3 SMP Negeri 2 Gadingrejo dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa yang tuntas pada siklus I sebanyak 19 siswa dari 35
siswa dengan persentase 54,29%. Dengan nilai rata-rata 61,86. Sedangkan
pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 25 siswa dari 35 siswa dengan
persentase 71,43%. Nilai rata-rata pada siklus II sebesar 70,29. Dari siklus
I ke siklus II ada peningkatan hasil belajar sebesar 17,29%. Siklus III
siswa yang tuntas sebanyak 31 siswa dari 35 siswa dengan persentase
88,57%. Dengan nilai rata-rata sebesar 80. Untuk siklus II ke siklus III
terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 17,14%.
B. Saran
Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat
beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil
belajar Siswa maka penulis menyarankan sebagai berikut.
1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif
sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat
menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
2. Siswa hendaknya diberi wawasan atau tekanan untuk tidak sering alpa atau
tidak masuk sekolah, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada hasil
72 sejumlah informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga di
dalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi
baginya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat
dan potensinya secara mandiri. Diharapkan kemudian hari siswa tidak
hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan seluruh
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Renny.2009. Studi Perbandingan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Kooperatif Tipe STAD dengan Memperhatikan Kemampuan Awal. Skripsi, FKIP.
Universitas Lampung.
A. M. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 233 hlm.
Ayu Mirnasari, Rosi. 2010. Studi perbandingan hasil belajar akuntansi siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kotabumi tahun pelajaran 2009/2010. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta.
B. Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta: Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual;Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama: Bandung
Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Stategi Penelitian Sosial dan Pendidikan.
Yayasan Kampusina: Surabaya.
Purnamasari, Lora. 2010. Penggunaan Animasi Multimedia Dengan Pembelajaran Tipe Jigsaw dan TSTS Terhadap Penguasaan Materi Pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia Dan Hewan. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model
Pembelajaran IPS. Bumi Aksara: Jakarta.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.
---. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Alfabeta: Bandung.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.
Suryosubroto, 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Prenada