• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP

EFEK ANALGETIKA METAMPIRON PADA

MARMOT (Cavia cobaya)

SKRIPSI

OLEH:

SRI ROMAITO HASIBUAN NIM 060824038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP

EFEK ANALGETIKA METAMPIRON PADA

MARMOT (Cavia cobaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada fakultas farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SRI ROMAITO HASIBUAN NIM 060824038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Pengesahan Skripsi

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP EFEK ANALGETIK METAMPIRON PADA MARMOT (Cavia cobaya)

Oleh:

SRI ROMAITO HASIBUAN NIM 060824038

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Juli 2009

Pembimbing I Panitia Penguji

(Dr. Edy Suwarso, SU., Apt.) (Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt.)

NIP : 130 935 857 NIP :

Pembimbing II (Dr. Edy Suwarso, SU., Apt.)

NIP : 130 935 857

(Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, SU., Apt.) (Dra. Salbiah, M.Si., Apt.)

NIP : NIP :

(Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt.) NIP :

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap

Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia cobaya)”. Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

vitamin C terhadap efek analgetika metampiron pada marmot. Ternyata vitamin C

memberikan pengaruh terhadap penurunan efek analgetika metampiron di mana

vitamin C merupakan salah satu penginduksi enzim pemetabolisme obat yang

dapat mempengaruh efek analgetika obat.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Dr. Edy Suwarso SU., Apt., dan Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy

De Lux Putra SU., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus

dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas selama masa pendidikan.

Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Gading Hasibuan, Ibunda Hj. Nurjannah

Ritonga dan semua keluarga tercinta, serta T. M. Umri Ubit, Nurleili Hasibuan,

Megawati S., Rikha Sarah, Danarhadi, Staf Lab. Farmakologi, Bapak Sutrisno,

Bapak Harianto semua teman-teman atas doa, dorongan dan pengorbanan baik

moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2009 Penulis,

(5)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

ABSTRAK

Vitamin merupakan senyawa organik yang penting bagi kehidupan, aktif secara fisiologik, yang di dalam tubuh manusia tidak dibentuk atau dibentuk sangat sedikit dengan bantuan faktor luar tertentu dan Metampiron adalah suatu senyawa analgetika non narkotik yang bekerja sebagai analgetik dan antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh vitamin C terhadap efek analgetika dari metampiron.

Sampel yang digunakan adalah vitamin C dan metampiron bahan baku pabrik, metampiron tablet generik dan merek dagang yang telah ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 258 nm.

Pengujian pengaruh vitamin C terhadap efek analgetika metampiron dilakukan secara eksperimental menggunakan alat Plantar test terhadap marmot (Cavia cobaya) tanpa pemberian vitamin C dibandingkan dengan marmot yang diberi vitamin C selama 7 hari berturut – turut, dan sebagai parameter analgetika adalah waktu awal timbulnya nyeri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin C dapat menurunkan efek analgetika dari metampiron, waktu awal timbulnya nyeri paling tinggi pada metampiron baku generik dan merek dagang tanpa pemberian vitamin C adalah 31,00 detik, 36,63 detik dan 31,56 detik sedangkan dengan pemberian vitamin C menurun menjadi 24,12 detik, 23,5 detik dan 19,8 detik berturut - turut.

AUC sebagai gambaran aktivitas analgetika dari metampiron juga menunjukkan hasil yang sama dimana nilai AUC tanpa pemberian vitamin C adalah 3043,83, 2953,75 dan 3615,58 Aktivitas/detik, dan mengalami penurunan dengan pemberian vitamin C menjadi 2700,00, 2007,67 dan 1801,25 Aktifitas/detik.

(6)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

ABSTRACT

Vitamin represent the organic compound which is necessary for life, Physiologically active that in human body is not reproduced or would be produced with aid of certain external factor. Methampyrone is a non narcotic analgetic compound, work as analgetic and anti-inflammation. The ain of this research is to know whether there are available the influence of vitamin C to analgesic effect of methampyrone.

Sample used in this research were the raw material of vitamin C and methampyrone from factory, the generic and trademark tablets of methampyrone which it’s concentration has been determinate by Uv-Spectrophotometer at 255 nm of wavelength.

The examination of vitamin C influence to analgesic effect of methampyrone conducted experimentally used a plantar test instrument to guinea pig (Cavia cobaya) without giving of vitamin C compared with guinea pig which is consumed the vitamin C during 7 days respectively, and as analgetic parameter is the early time of appeared pain.

The result of this research indicated that the vitamin C can reduce the analgesic effet of methampyrone. The highest early time of appearred pain of raw material of methampyrone, generic and trademark methampyrone without giving of vitamin C were 31,00, 38,30, 31,56 second, while with giving of vitamin C decrease to 24,12, 23,50, and 19,80 second respectively.

AUC as image of analgesic activity of methampyrone also showed the same result where the AUC value without giving of vitamin C were 3043,83, 2953,75 and 3615,58 activity/second, and showed the degradation with giving of vitamin C to 2700, 2007,67 and 1801,25 activity/second respectively.

(7)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Vitamin C... 4

2.1.1 Uraian Umum Vitamin C ... 4

2.1.2 Sejarah dan Kimia ... 4

2.1.3 Fisiologi dab Farmakodinamik ... 5

2.2 Metampiron ... 6

2.2.1 Uraian Umum Metampiron ... 6

(8)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

2.3 Analgetika ... 7

2.3.1 Defenisi Analgetika ... 7

2.3.2 Pembagian Analgetika ... 8

2.4 Rasa Nyeri ... 8

2.4.1 Defenisi Nyeri. ... 8

2.4.2 Penyebab Nyeri ... 9

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Nyeri ... 10

2.5 Metabolisme Obat ... 11

2.5.1 Tempat Metabolisme Obat ... 11

2.5.2 Jalur Umum Metabolisme Obat... 12

2.5.3 Peranan Sitokrom P-450 dalam Metabolisme Obat ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 15

3.1 Bahan-Bahan ... 15

3.2 Alat-Alat ... 15

3.3 Hewan Percobaan ... 15

3.4 Prosedur Penelitian ... 16

3.4.1 Pembuatan Larutan vitamin C ... 16

3.4.2 Pembuatan Suspensi CMC 0,5% (b/v) ... 16

3.4.3 Pembuatan pereaksi HCl 0,1 N ... 16

3.4.4 Penetapan Kadar Metampiron ... 16

3.4.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metampiron ... 16

3.4.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II Metampiron ... 17

(9)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

3.4.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi... 17

3.4.4.5 Penetapan Kadar Metampiron dalam Tablet ... 17

3.4.5 Pengujian Efek Analgetika ... 18

3.4.5.1 Pembuatan Suspensi Metampiron Baku ... 18

3.4.5.2 Pembuatan Suspensi Metampiron Generik ... 18

3.4.5.3 Pembuatan Suspensi Metampiron Merek Dagang ... 18

3.4.5.4 Pengujian Efek Analgetika Metampiron Menggunakan alat Plantar Test ... 18

3.5 Penggunaan Alat Plantar Test ... 19

3.5.1 Prosedur penggunaan alat ... 20

3.5.2 Prinsip kerja alat ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 32

4.1 Kesimpulan ... 32

4.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(10)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Konversi Dosis Antar Jenis Hewan

dengan Manusia ... 34

2. Contoh Perhitungan Dosis ... 35

3. Kurva serapan maksimum Metampiron ... 37

4. Perhitungan persamaan regresi... 38

5. Contoh Perhitungan Keseragaman kadar Tablet ... 40

6. Data Penelitian………... ... 45

7. Hasil Uji Statistik Data AUC... .... 49

8. Contoh perhitungan AUC... 52

9. Contoh Perhitungan konsentrasi tengah ... 53

10.Sertifikat Vitamin C Bahan Baku Pabrik Mutifa ... 54

11.Sertifikat Metampiron Bahan Baku Pabrik Mutifa ... ... 55

(11)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Vitamin C... 4

2.2 Metampiron ... 6

2.3 Skema Pelepasan Mediator-mediator dari Asam Arakidonat ... . 11

2.4 Skema Mekanisme siklik sitokrom P-450 ... . 13

3.1 Alat Plantar Test ... 19

4.1 Kurva Kalibrasi metampiron ... . 23

4.2 Grafik Rata-Rata Awal Timbulnya Nyeri pada pemberian metampiron dengan dan tanpa perlakuan vitamin C... . 25

(12)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Rata-rata awal timbul nyeri pada pemberian metampiron dengan dan Tanpa perlakuan

vitamin C... ... 24

4.2 Tabel Hasil perhitungan AUC dari Data... 27

4.3 Hasil analisis statistik ANAVA ... 28

(13)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tidak lagi dipandang sebagai suatu bahan yang stabil secara kimia

menimbulkan respon farmakologi yang dibutuhkan, dan yang kemudian

diekskresikan dari tubuh. Sekarang sudah disadari bahwa obat menjalani

bermacam–macam perubahan kimia di dalam tubuh hewan atau manusia, yang

dilakukan oleh enzim hati dan jaringan lain, dengan akibat berkurangnya sifat

aktivitas farmakologi, lama aktivitas, dan toksisitas obat tersebut. Jadi aktivitas

farmakologi obat dalam banyak hal, merupakan konsekuensi dari metabolitnya

(William,1995).

Vitamin C merupakan senyawa organik yang penting bagi kehidupan, aktif

secara fisiologik, yang di dalam tubuh manusia tidak dapat dibentuk

(Mutschler,1991). Merupakan salah satu vitamin yang larut dalam air, penting

untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan

nama kimia dari bentuk utamanya yaitu Asam askorbat dan termasuk golongan

antioksidan karena sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan logam, oleh

karena itu penggunaannya sebagai antioksidan semakin sering dijumpai (Anonim,

2009).

Vitamin C adalah pendonor elektron oleh karena vitamin ini merupakan

zat pereduksi yang melepaskan elektron untuk mencegah suatu bahan teroksidasi

(14)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Organ utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme obat adalah hati.

Akan tetapi intestin, paru dan ginjal juga mengandung sejumlah enzim

metabolisme. Sitokrom P450 adalah sebuah enzim (isozim) yang terdapat dalam

kebanyakan sel, terutama sangat banyak dalam hati. Banyak obat dapat

menginduksi peningkatan kadar sitokrom P450, yang menyebabkan suatu

peningkatan kecepatan metabolisme obat penginduksi tersebut atau obat-obat lain

yang dimetabolisme oleh sitokrom P450. Banyak obat menghambat sitokrom P450

dan bisa memperkuat kerja obat lain yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom

(Mycek,1997).

Ghiretti dan Magaldi (1997) mengemukakan transport elektron

berlangsung dari NADPH (Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat

Hidrogen) menjadi sitokrom P450 teroksidasi dalam mikrosomal hati. Hasil

penelitian lain mengungkapkan bahwa NADPH meningkat setelah pemberian

vitamin C yang diberikan secara intraperitoneal pada tikus.

Metampiron adalah adalah suatu senyawa analgetika non narkotik yang

bekerja sebagai analgetika dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari

aminopirin. Karena resiko efek samping yang kurang baik dan serius, pemakaian

obat ini hanya dibenarkan pada situasi yang serius. Penggunaannya dibatasi pada

nyeri akut pasca operasi, nyeri karena tumor, nyeri hebat karena penyakit akut dan

kronis yang tidak dapat diatasi oleh analgetika non narkotik lainnya. Pembatasan

ini dilakukan karena efek sampingnya yang dapat menimbulkan agranulositosis,

anemia aplastis dan trombositopenia (Martindale,1989).

Berdasarkan informasi tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk

(15)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

analgetika metampiron pada marmot (Cavia cobaya) dengan rangsangan suhu

berupa radiasi sinar infra merah dari alat Plantar test.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah vitamin C akan mempengaruhi efek analgetika dari metampiron?

1.3 Hipotesis

Vitamin C dapat mempengaruhi efek analgetika metampiron dengan

menurunkan efek analgetika dari metampiron.

I.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap efek analgetika

metampiron pada marmot.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pemberian vitamin C terhadap efek analgetika metampiron sebagai salah satu

analgetika yang masih beredar luas di pasaran saat ini, dimana vitamin C adalah

penginduksi enzim metabolisme obat yang dapat meningkatkan ataupun

(16)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin C

2.1.1 Uraian Umum Vitamin C (Ditjen POM, 1995)

a. Rumus bangun :

Gambar 2.1 Vitamin C

b. Rumus molekul : C6H8O6

c. Berat molekul : 176,13

d. Nama kimia : L-Asam askorbat

e. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh

cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam

keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat

teroksidasi.

f. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol;

tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam

(17)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

2.1.2 Sejarah dan Kimia

Defisiensi vitamin C yang dinamakan skorbut atau scurvy telah dikenal

semenjak tahun 1720. Diketahui pula bahwa penyakit tersebut dapat dicegah

dengan pemberian sayur mayur atau buah–buahan segar terutama golongan jeruk

yang ternyata mengandung vitamin C. Asam askorbat mula–mula dikenal dengan

asam heksuronat dengan rumus C6H8O. Karena berkhasiat sebagai anti skorbut

maka dinamakan Asam askorbat atau vitamin C. Vitamin C bekerja sebagai suatu

koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin

ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang

membutuhkan ion–ion logam tereduksi (Dewoto, 2007).

2.1.3 Fisiologi dan Farmakodinamik

Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi

hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion

logamnya harus berada dalam keadaan tereduksi dan dalam keadaan tertentu

bersifat sebagai antioksidan. Dengan mereduksi ion feri menjadi fero dalam

lambung, vitamin C meningkatkan absorbsi besi (Dewoto, 2007).

Vitamin C juga menstimulasi banyak proses metabolisme berkat system

redoksnya, yakni mudah dioksidasi dan direduksi kembali dengan bantuan

glutation:

Pada reaksi ini vitamin C berfungsi sebagai donor atau akseptor elektron.

Beberapa reaksi dimana vitamin C dioksidasi adalah hidroksilasi dari prolin,

dopamin menjadi noradrenalin dan hormon steroid. Vitamin juga dapat mencegah Oksidasi

Askorbat Dehidroaskorbat + elektron

(18)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

bersenyawanya nitrit dengan amin menjadi nitrosamine didalam tubuh.

(Tjay&Rahardja, 2002).

2.2 Metampiron

Methampiron adalah adalah suatu senyawa analgetik non narkotik yang

bekerja sebagai analgetik dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari

aminopirin. Karena resiko efek samping yang kurang baik dan serius, pemakaian

obat ini hanya dibenarkan pada situasi yang serius (Martindale, 1989).

2.2.1 Uraian Umum Metampiron

Gambar 2.2 Metampiron

Rumus Molekul : C13H16N3NaO4S,H2O

Berat Molekul : 351,37

Nama Kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-

Metilaminometanasulfonat

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

(Depkes,1995)

Metampiron adalah salah satu obat penghilang rasa sakit golongan NSAID

(Nonsteroidal Anti Inflammatori Drugs) atau sering disebut analgetika non

narkotik. Senyawa ini merupakan turuan 5-pirazolon yang secara umum

digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada

(19)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Efek samping yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis

(Siswandono, 1995).

Metampiron bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat ini

dapat menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat langsung dan

selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis

prostaglandin, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh

mediator-mediator nyeri, seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin,

ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis

dan kimiawi (Wilmana, 1998).

2.2.2 Efek Samping dan Intoksikasi

Semua derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia

aplastik dan trombositopenia. Di Indonesia frekuensi pemakaian metampiron

cukup tinggi dan agranulositosis telah dilaporkan pada pemakaian obat ini, tetapi

belum ada data tentang angka kejadiannya. Kesan bahwa orang Indonesia tahan

terhadap metampiron tidak dapat diterima begitu saja mengingat sistem pelaporan

data efek samping belum memadai sehingga mungkin kematian oleh

agranulositosis tercatat sebagai akibat penyakit infeksi. Maka pada pemakaian

metampiron jangka panjang harus diperhatikan kemungkinan diskrasia darah ini.

Metampiron juga dapat menimbulkan hemolisis, edema, tremor, mual dan

muntah, pendarahan lambung dan anuria (Gunawan, 2007).

2.3 Analgetika

2.3.1 Definisi Analgetika

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat

(20)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa

nyeri (Siswandono, 1995).

2.3.2 Pembagian Analgetika

Berdasarkan kerja farmakologisnya analgetik dibagi dalam dua kelompok,

yaitu:

a. Analgetik non narkotik, juga disebut analgetik perifer, terdiri dari obat-obat

yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja secara sentral.

b. Analgetik narkotik, analgetik ini khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri

yang berat seperti pada fraktura atau kanker (Tjay & Rahardja, 2002).

Analgetika non narkotik sering pula disebut dengan analgetik antipiretik.

Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral system saraf pusat. Obat

golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat.

Analgetik antipiretik digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya

meringankan gejala penyakit dan tidak menyembuhkan atau menghilangkan

penyebab penyakit.

Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi system

saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang cukupan

ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan

jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal. Golongan obat analgetik

narkotik ini umumnya menimbulkan euphoria sehinggga banyak disalahgunakan

(Siswandono, 1995).

(21)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Nyeri adalah perasaan sensori subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tjay & Rahardja,

2002).

Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri pada

setiap orang berbeda-beda. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada

44-45°C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

berfungsi melindungi tubuh dan merupakan suatu isyarat bahaya tentang adanya

gangguan dijaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik, atau

kejang otot. Nyeri yang disebabkan olah rangsangan kimia, mekanis, atau fisis

(kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut

dapat memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri.

Mediator nyeri kemudian akan mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang,

yang mengaktivasi reseptor nyeri yang ada di ujung-ujung saraf bebas di kulit,

mukosa dan jaringan tubuh lainnya (Tjay & Rahardja, 2002).

2.4.2 Penyebab Nyeri

Nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan yang bekerja

pada reseptor-reseptor tertentu. Beberapa saraf nyeri hampir seluruhnya

terangsang oleh rangsangan mekanis yang berlebihan atau kerusakan mekanis

reseptor yang bersifat seperti ini dinamai reseptor nyeri mekanosensitif. Saraf

yang lebih sensitif terhadap panas atau dingin yang ekstrim dinamai reseptor nyeri

termosensitif, sedangkan saraf nyeri yang lebih sensitif terhadap berbagai zat

kimia dinamai reseptor nyeri kemosensitif.

Beberapa zat kimia berbeda yang merangsang reseptor kemosensitif

(22)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

asetilkolin, dan enzim proteolitik. Pelepasan berbagai zat tersebut tidak hanya

merangsang ujung saraf nyeri kemosensitif tetapi juga sangat menurunkan

ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. Pada

rangsangan yang disebabkan oleh suhu, pada umummnya rasa nyeri timbul pada

suhu rata-rata sebesar 400C- 450C jika diberikan pada waktu yang lama karena

pada kondisi seperti ini jaringan mulai dirusak oleh panas (Guyton, 1997).

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Nyeri

Nyeri timbul akibat adanya rangsangan yang menyebabkan kerusakan sel

sehingga dilepaskannya asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan enzim

fosfolipase. Asam arakidonat yang dilepaskan kemudian oleh enzim

siklooksigenase disintesa menjadi prostaglandin.

Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau inflamasi. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin

menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.

Jadi, prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator

kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menyebabkan nyeri

yang nyata (Wilmana, 1995). Adapun mekanisme pelepasan mediator-mediator

dari asam arakidonat dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Mediator nyeri sekarang ini juga sering disebut dengan autakoid dan

terdiri dari senyawa-senyawa kimia seperti histamin, serotonin, bradikinin,

leukotrien, dan prostaglandin. Mediator-mediator ini dapat mengakibatkan reaksi

radang dan kejang-kejang, yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf

bebas di kulit, mukosa, dan jaringan lain. Reseptor ini terdapat diseluruh jaringan

(23)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Gambar 2.3 Skema pelepasan mediator-mediator dari asam arakidonat

(Gunawan ,2007)

2.5 Metabolisme obat

2.5.1 Tempat metabolisme obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan

organ-organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh

yang merupakan tempat utama metabolisme obat karena mengandung lebih

banyak enzim-enzim metabolisme dibanding yang lain. Setelah pemberian secara

oral, obat diserap oleh saluran cerna masuk keperedaran darah dan kemudian ke

hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat melewati

sel-sel hati secara perlahan-lahan dan termetabolisme menjadi senyawa yang mudah

(24)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

2.5.2 Jalur umum metabolisme obat

Reaksi metabolisme obat ada dua tahap:

1. Reaksi fasa I / Reaksi fungsionalisasi

Termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, dan

hidrolisis. Tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus fungsional tertentu

yang bersifat polar, seperti OH, COOH dan NH2 ke struktur molekul

senyawa. Hal ini dapat dicapai dengan:

a. Secara langsung memasukkan gugus fungsional

b. Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam struktur

molekul tersebut.

Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang

cukup hidrofil, tetapi secara umum dapat menghasilkan suatu gugus

fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II.

2. Reaksi fasa II / Reaksi konjugasi

Termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi,dan asteilasi. Tujuan

reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan

senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam

glukuronat, sulfat, glisin dan glutamin, menghasilkan konjugat yang mudah larut

dalam air. Selain itu senyawa induk yang sudah mengandung gugus-gugus

fungsional, seperti OH, COOH dan NH2, secara langsung terkonjugasi oleh

enzim-enzim pada fasa II. Konjugasi dengan glutation bertujuan melindungi tubuh

dari senyawa atau metabolit reaktif yang bersifat toksik. Hasil konjugasi yang

(25)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

bertujuan membuat senyawa menjadi tidak aktif dan kemudian dieksresikan

melalui urin (Siswandono, 1995).

2.5.3 Peranan Sitokrom P-450 dalam metabolisme obat

Enzim sitokrom 450 adalah suatu heme protein. Dinamakan sitokrom

P-450 karena bentuk tereduksi enzim, yaitu (Fe2+).RH, dapat membentuk kompleks

dengan karbon monoksida (CO). Pola siklik interaksi sitokrom P-450 dengan

molekul substrat, donor elektron dan oksigen dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema mekanisme siklik sitokrom P-450

(Foye ,1995)

Feri sitokrom P-450 (Fe3+), mengikat secara reversibel molekul subsrat

(RH), menghasilkan kompleks substrst-feri sitokrom p-450 [(Fe3+).RH],

pengikatan ini analog dengan enzim-substrat. [(Fe3+).RH] kemudian tereduksi

menjadi kompleks substrat-fero sitokrom P-450 [(Fe2+).RH], oleh elektron

NADPH, dan dipindahkan oleh flavoprotein (Fp2) NADPH-sitokrom C

(26)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

kompleks dioksi sitokrom P-450 [(Fe2+)(O2).RH]. [(Fe2+)(O2).RH] dapat

tereduksi oleh NADPH atau NADH membentuk turunan anion peroksida dari

ikatan substrat-heme-protein [(Fe3+)(O2-2).RH].

Kompleks [(Fe3+)(O2-2).RH] kemungkinan mengalami protonasi dan

terdisosiasi melepas anion superoksida (H2O2) atau mengalami penataulangan

membentuk suatu turunan oksen (Fe3+)(O-).RH bersamaan dengan pelepasan air.

(Fe3+)(O-).RH disebut juga kompleks substrat oksigen P-450 yang teraktifkan.

(H2O2) yang dilepaskan diatas diduga dapat mengoksidasi

kompleks-feri-heme-protein substrat [(Fe3+).RH] kompleks (Fe3+)(O-).RH kemudian terurai

membentuk substrat terhidroksilasi(ROH) dan feri-heme-protein (Fe3+). (Fe3+)

akan mengikat molekul substrat (RH) lagi, menghasilkan kompleks substrat-feri

sitokrom P-450 [(Fe3+).RH] yang kemudian tereduksi oleh elektron dari NADPH

menjadi kompleks substrat-fero sitokrom P-450 [(Fe2+).RH] lagi, kemudian

(27)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental

meliputi pemeriksaan Penetapan kadar metampiron baku, tablet metampiron

generik (Antalgin®) dan metampiron merek dagang (Novalgin®) dan pengujian

pengaruh pemberian vitamin C terhadap efek analgetika dari metampiron pada

marmot. Hasil uji efek analgetika di analisis secara Anava (analisis variansi)

kemudian dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Bonferroni.

3.1 Bahan – Bahan

Bahan yang digunakan adalah metampiron Baku Pembanding Farmakope

Indonesia (BPFI), metampiron baku (Mutifa), tablet metampiron generik

(Antalgin®) dan metampiron merek dagang (Novalgin®), Vitamin C (Mutifa),

CMC (E-Merk), HCl (E-Merk).

3.2 Alat – Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi Spektrofotometer

UV/Visible (UV mini 1240 Shimadzu), seperangkat alat Plantar Test (Ugo

Basile), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (Presica Geniweigher,

GW-1500), alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, kertas saring, mortir, stamfer,

spuit 1 ml (Terumo), selang oral.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmot jantan (Cavia

(28)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

terlebih dahulu marmot dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik

untuk menyesuaikan lingkungannya (Ditjen POM, 1979).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan larutan vitamin C

Pembuatan larutan vitamin C adalah sebagai berikut:

Ditimbang vitamin C sebanyak 500 mg kemudian dilarutkan dengan akuades

dalam labu ukur 25 ml sampai batas tanda.

3.4.2 Pembuatan suspensi CMC 0,5% (b/v)

Pembuatan Suspensi CMC 0,5% adalah sebagai berikut:

Sebanyak 500 mg CMC ditaburkan merata kedalam lumpang panas yang

berisi akuades panas sebanyak 30 ml. Didiamkan selama 20 menit hingga

diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan

dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah

akuades sampai batas tanda.

3.4.3 Pembuatan pereaksi HCl 0,1 N

Pembuatan pereaksi HCl 0,1 N adalah sebagai berikut:

Diambil 8,3 ml HCl pekat, diencerkan dengan akuades dalam labu ukur

1000 ml sampai batas tanda (Ditjen POM,1995).

3.4.4 Penetapan kadar metampiron

3.4.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku metampiron

Ditimbang 50 mg metampiron Baku Pembanding Farmakope Indonesia

(BPFI), dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dan dicukupkan volume

sampai garis tanda dengan HCl 0,1 N, sehingga diperoleh larutan dengan

(29)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

3.4.4.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II metampiron

Larutan Induk Baku dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan kedalam labu ukur

50 ml dan dicukupkan volume sampai garis tanda dengan HCL 0,1 N, sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 99 mcg/ml.

3.4.4.3 Pembuatan kurva serapan maksimum

Larutan Induk Baku II dipipet sebanyak 8,5 ml, dimasukkan dalam labu

ukur 50 ml dan dicukupkan volume sampai garis tanda dengan HCL 0,1 N,

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 16,83 mcg/ml, kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 200–400 nm.

3.4.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi

Larutan Induk Baku II dipipet masing – masing 4,5 ml; 6,5 ml; 8,5 ml; 10,5

ml; 12,5 ml, masing–masing dimasukkan dalam labu ukur 50 ml dan dicukupkan

volume sampai garis tanda dengan HCL 0,1 N, sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi masing – masing 8,91 mcg/ml; 12,87 mcg/ml; 16,83 mcg; 20,79

mcg/ml; 24,75 mcg/ml, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang

258 nm.

3.4.4.5 Penetapan kadar metampiron dalam tablet

Ditimbang 20 tablet metampiron kemudian digerus homogen, serbuk

metampiron ditimbang setara 100 mg, dilarutkan dengan HCL 0,1 N, dikocok dan

disaring, filtrat dimasukkan dalam labu ukur 50 ml dan dicukupkan sampai garis

tanda dengan HCL 0,1 N, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2000

mcg/ml sebagai larutan I, dari larutan I dipipet 4 ml, dimasukkan dalam labu ukur

50 ml dan dicukupkan sampai garis tanda dengan HCL 0,1 N, sehingga diperoleh

(30)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

2,75 ml, dimasukkan dalam labu ukur 25 ml dan dicukupkan sampai garis tanda

dengan HCL 0,1 N, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 17,6 mcg/ml

sebagai larutan III, larutan III diukur absorbansinya pada panjang gelombang 258

nm. Perlakuan diatas dilakukan sebanyak 6 kali.

3.4.5 Pengujian efek analgetika

3.4.5.1 Pembuatan suspensi metampiron baku

Ditimbang sebanyak 500 mg metampiron Baku (Mutifa), digerus sampai

homogen, ditambah 8 ml suspensi CMC 0,5% (b/v), digerus homogen, Dituang

kedalam labu ukur 25 ml, ditambah suspensi CMC 0,5% (b/v) sampai batas tanda.

3.4.5.2 Pembuatan suspensi metampiron generik

Digerus 1 tablet metampiron generik hingga homogen, ditambah 8 ml

suspensi CMC 0,5% (b/v), digerus homogen, Dituang kedalam labu ukur 25 ml,

ditambah suspensi CMC 0,5% (b/v) sampai batas tanda.

3.4.5.3 Pembuatan suspensi metampiron merek dagang

Pembuatan suspensi metampiron merek dagang adalah sebagai berikut:

Digerus 1 tablet metampiron merek dagang hingga homogen, ditambah 8 ml

suspensi CMC 0,5% (b/v), digerus homogen, Dituang kedalam labu ukur 25 ml,

ditambah suspensi CMC 0,5% (b/v) sampai batas tanda.

3.4.5.4 Pengujian efek analgetika metampiron menggunakan alat Plantar Test

Sebelum pengujian marmot dipuasakan (tidak makan tetapi tetap minum)

selama +18 jam. Kemudian masing-masing marmot ditimbang dan diberi tanda.

Hewan dikelompokkan atas delapan kelompok perlakuan dan tiap kelompok

terdiri dari enam ekor marmot. Masing-masing marmot diberi perlakuan sebagai

(31)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Kelompok 1 diberi suspensi CMC 0,5 %.

Kelompok 2 diberi Suspensi Metampiron Baku (SMB).

Kelompok 3 diberi Suspensi Metampiron Generik (SMG).

Kelompok 4 diberi Suspensi Metampiron Merek Dagang (SMMD).

Kelompok 2,3 dan 4 diberi Metampiron dengan dosis 38,75 mg/kgbb

Kelompok 5 sampai 8 diberi obat yang sama setelah perlakuan dengan pemberian

Vitamin C selama 7 hari berturut–turut dengan dosis 50 mg/kgbb. Pada hari ke

tujuh marmot yang telah dipuasakan selama 18 jam diberi obat, pemberian obat

dilakukan 4 jam setelah pemberian Vitamin C.

Setelah pemberian obat, marmot dimasukkan dalam kotak hewan yang ada

pada alat Plantar test, kemudian diletakkan pemancar IR tepat di bawah telapak

kaki marmot. Diamati dan dicatat waktu awal timbul nyeri yang tertera pada

monitor alat Plantar test. Pengamatan dilakukan selama 150 menit selang waktu

10 menit.

3.5 Penggunaan alat Plantar Test

Alat Plantar test ini terdiri dari beberapa perangkat. Perangkat-perangkat

alat Plantar test dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 3.1 Alat Plantar Test

1

2 3

(32)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Keterangan : 1. Kotak hewan

2. Pemancar radiasi 3. Platform

4. Monitor

3.5.1 Prosedur Penggunaan Alat

1. Alat Plantar test dinyalakan dengan

menekan tombol power. Tunggu

beberapa waktu hingga terdapat logo

pada monitor. Tekan ESC

(F4) untuk masuk ke menú utama.

2. Pada sisi kanan menu utama terdapat

singkatan fungsi tombol yang mem-

punyai arti masing-masing yaitu: OPR

(Operation), FNC (Function), MEM

(Memory), ESC (Escape).

3. Pengaturan intensitas IR. Dari menú

utama tekan F1 (OPR), F2 (SET), dan

F1 (IR). Tekan F1 (UP) atau F2

(DWN) untuk mengatur intensitas IR

(33)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

4. Pengaturan jenis kelamin. Dari menu

utama tekan F2 (FNC), F1 (OUT),

dan F2 (STR). Tekan F1 (UP) atau

F2 (DWN) untuk memilih jenis kela-

min marmot yang digunakan kemudi-

an tekan F4 (OK).

5. Menyalakan IR. Dari menu utama te-

kan F1 (OPR), F1 (STR). Untuk me –

mulai perlakuan tekan kembali F1

(STR).

6. Waktu reaksi akan berhenti saat mar-

mot menarik kakinya dari sumber IR

yang menandakan sudah timbul nyeri.

3.5.2 Prinsip Kerja Alat

Sinar infra merah yang dipancarkan oleh bagian pemancar akan mengenai

telapak kaki marmot. Paparan sinar infra merah tersebut akan memberikan

rangsangan nyeri pada marmot. Ketika marmot merasakan nyeri dan menarik

kakinya, maka sumber pemancar sinar infra merah akan mati dan penghitung

waktu reaksi pada monitor akan berhenti. Waktu yang tercatat pada monitor

(34)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran Penetapan kadar metampiron dalam metampiron baku,

tablet metampiron generik (Antalgin®) dan tablet metampiron merek dagang

(Novalgin®) yang dilakukan secara spektrofotometri UV, didapatkan serapan

metampiron dengan pelarut HCl 0,1 N yang dilakukan pada panjang gelombang

240 – 270 nm dapat dilihat pada lampiran 4.

Dari hasil pengukuran metampiron BPFI diperoleh panjang gelombang

maksimum 258 nm (A=0,4805) dalam larutan HCl 0,1 N. Penentuan linearitas

kurva kalibrasi metampiron BPFI pada rentang konsentrasi 9 mcg/ml; 13 mcg/ml;

17 mcg/ml; 21mcg/ml; 25 mcg/ml. Hasil kurva kalibrasi metampiron BPFI dapat

dilihat pada gambar 4.5.

Berdasarkan kurva kalibrasi pada gambar diperoleh persamaan regresi

yang linier yaitu Y= 0,0283x–0,00423 yang digunakan sebagai penetapan kadar

tablet metampiron generik dan metampiron merek dagang yang dipakai pada

penelitian ini.

Hasil pengukuran penetapan kadar tablet metampiron generik (Antalgin®)

adalah 96,6% dan tablet metampiron merek dagang (Novalgin®) 96,4% hasil

dapat dilihat pada lampiran 5. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet

metampiron yang tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah

(35)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Gambar 4.1 Kurva linearitas metampiron BPFI dengan konsentrasi antara 9

mcg/ml sampai dengan 25 mcg/ml pada panjang gelombang 258 nm.

Pengujian pengaruh pemberian vitamin C terhadap efek analgetika dari

metampiron baku, generik dan merek dagang dilakukan terhadap marmot dengan

menggunakan seperangkat alat Plantar Test. Pengujian ini diawali pada 4

kelompok marmot tanpa perlakuan pemberian vitamin C sebagai kontrol positif

yang masing–masing kelompok terdiri dari 6 ekor marmot (1,2,3,4). Kemudian

pengujian dilanjutkan dengan perlakuan pemberian vitamin C dosis 50 mg/kgbb

terhadap 4 kelompok marmot yang masing masing terdiri dari 6 ekor marmot

selama 7 hari berturut–turut (5,6,7,8). Penentuan dosis metampiron dilakukan

dengan mengkonversikan dosis lazim metampiron yang digunakan pada manusia

menurut Farmakope Indonesia edisi III terhadap marmot. Tabel konversi dosis

dapat dilihat pada lampiran 1 dan contoh perhitungan dosis pada lampiran 2. Hasil

yang didapatkan pada pengujian pangaruh vitamin C terhadap efek analgetika

(36)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Tabel 4.1 Tabel Rata - rata waktu awal timbul nyeri pada pemberian metampiron dengan dan tanpa pemberian vitamin C

perlakuan

awal timbul nyeri (detik) ± SD

menit menit menit menit Menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit

SMB X Vit C = Suspensi Metampiron Baku tanpa pemberian Vitamin C

SMB + Vit C = Suspensi Metampiron Baku dengan pemberian Vitamin C

SMG X Vit C = Suspensi Metampiron Generik tanpa pemberian Vitamin C

SMG + Vit C = Suspensi Metampiron Generik dengan pemberian Vitamin C

SMMD X Vit C = Suspensi Metampiron Merek Dagang tanpa pemberian Vitamin C

(37)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Gambar 4.2 Grafik Rata – rata waktu awal timbul nyeri pada pemberian metampiron dengan dan tanpa perlakuan vitamin C

Keterangan: CMC 0,5% X Vit C = CMC 0,5% tanpa pemberian Vitamin C CMC 0,5% + Vit C = CMC 0,5% dengan pemberian Vitamin C

SMB X Vit C = Suspensi Metampiron Baku tanpa pemberian Vitamin C SMB + Vit C = Suspensi Metampiron Baku dengan pemberian Vitamin C SMG X Vit C = Suspensi Metampiron Generik tanpa pemberian Vitamin C SMG + Vit C = Suspensi Metampiron Generik dengan pemberian Vitamin C SMMD X Vit C = Suspensi Metampiron Merek Dagang tanpa pemberian Vitamin C SMMD +Vit C = Suspensi Metampiron Merek Dagang dengan pemberian Vitamin C

0,00

Grafik Aktivitas Analgetika Vs Waktu

(38)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Dari data pada tabel dapat dilihat, perbedaan hasil antara kelompok tanpa

pemberian vitamin C dengan kelompok pemberian vitamin C. Waktu awal timbul

nyeri paling tinggi pada metampiron baku, generik dan merek dagang adalah

31,00 detik; 36,63 detik dan 31,56 detik sedangkan waktu awal timbul nyeri

paling kuat pada metampiron baku, generik dan merek dagang dengan pemberian

vitamin C menurun menjadi 24,12 detik; 23,50 detik dan 19,80 detik, yang berarti

adanya pengaruh pemberian vitamin C terhadap efek analgetika metampiron,

dimana pemberian vitamin C menurunkan efek analgetika metampiron, Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh vitamin C terhadap enzim sitokrom P450

yang paling berperan pada proses metabolisme obat.

Pada metabolisme obat, gambaran secara tepat sistem enzim yang

bertanggung jawab terhadap proses oksidasi reduksi masih belum diketahui secara

jelas. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar reaksi metabolit akan

melibatkan proses oksidasi. Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu

bentuk tereduksi dari nikotinamidadenin dinukleotida fosfat (NADPH) dan

nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH). Sistem oksida ini sangat kompleks,

tidak hanya melibatkan NADPH saja tetapi juga flavoprotein NADPH-sitokrom C

reduktase, sitokrom B5 dan feri heme-protein (Feri sitokrom P-450) (siswandono,

1995). Suatu gambaran yang menarik dari sejumlah obat adalah kemampuannya

(setelah pemberian berulang–ulang) untuk menginduksi sitokrom P450, dengan

cara memperbesar kecepatan sintesanya atau dengan mengurangi kecepatan

(39)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010. Tabel 4.2 Tabel Hasil Perhitungan AUC dari data.

No Tanpa Pemberian vitamin C Dengan Pemberian vitamin C

CMC 0.5% Metampiron Baku

Metampiron Generik

Metampiron

merek dagang CMC 0.5% Metampiron Baku

Metampiron

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

(40)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Area Under the Curve (AUC) adalah luas daerah di bawah kurva yang

menggambarkan aktivitas analgetika dari metampiron. AUC digunakan untuk

membandingkan aktivitas analgetika dari perlakuan pemberian metampiron tanpa

vitamin C dan pemberian metampiron dengan vitamin C.

Hasil perhitungan AUC yang tertera pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3

menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dapat menurunkan aktivitas analgetika

dari metampiron. Hasil AUC pemberian metampiron baku, generik dam merek

dagang tanpa perlakuan pemberian vitamin C adalah 3043,83; 2953,75 dan

3615,58 Aktivitas/detik, sedangkan hasil AUC pemberian metampiron baku,

generik dan merek dagang dengan perlakuan pemberian vitamin C menurun

menjadi 2700,00; 2007,67 dan 1801,25 Aktifitas/detik.

Berdasarkan hasil analisis statistik Anova pada hasil AUC data, dapat

dilihat bahwa F hitung (4,207) > F tabel ( ) pada p < 0,05 yang berarti terdapat

perbedaan yang bermakna antar perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan yang

bermakna antar perlakuan dilakukan uji beda rata-rata Bonferroni. Hasil dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil analisis statistik ANAVA ANAVA AUC

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 35917885.903 11 3265262.355 4.207 .000 Within Groups 74503589.651 96 776079.059

(41)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Tabel 4.4 Hasil analisis statistik uji lanjutan Bonferroni Multiple Comparisons Dependent Variable: AUC

N 2 CMC 0,5% Metampiron Generik -452.60000 508.61874 1.000 3 CMC 0,5% Metampiron Merek

Dagang -1114.43333

508.61874

1.000 4 Metampiron Baku Metampiron Generik 90.08333 508.61874 1.000 5 Metampiron Baku Metampiron Merek

Dagang -571.75000 508.61874 1.000 6 Metampiron Generik Metampiron Merek

Dagang -661.83333 508.61874 1.000 7 CMC 0,5% + Vit C Metampiron Baku + Vit 12 Metampiron Generik +

Vit C

Metampiron Merek

Dagang + Vit C 206.41667 508.61874 1.000 13 Metampiron Baku Metampiron Generik &

Merek Dagang -240.83333 440.47675 1.000 14 Metampiron Baku +

Vit C

Metampiron Generik

&M.Dagang + Vit C 795.54167 440.47675 1.000 15 CMC 0,5% Metampiron Baku,

Generik & M.Dagang -703.23889 415.28546 1.000 16 CMC 0,5% + Vit C Metampiron

Baku,Generik& Merk Dagang + Vit C

131.61111 415.28546 1.000

17 CMC 0,5 % CMC 0,5 % + Vit C 199.90000 508.61874 1.000 18 Metampiron Baku Metampiron Baku + Vit

C 343.83333 508.61874 1.000 19 Metampiron Generik Metampiron Generik +

Vit C 946.08333 508.61874 1.000 20 Metampiron Merek

Dagang

&M.Dagang + Vit C 1380.20833(*) 359.64776 .015 22 Metampiron

1034.75000(*) 293.65116 .043

* Mempunyai perbedaan yang bermakna pada tingkat kepercayaan 0.05

(42)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Hasil analisis statistik uji beda rata-rata bonferroni menunjukkan bahwa

aktivitas analgetika pada kelompok marmot dengan pemberian metampiron tanpa

vitamin C terdapat perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan aktivitas

analgetika pada kelompok marmot pemberian metampiron dengan perlakuan

pemberian vitamin C.

Perbedaan yang bermakna antara kelompok marmot terlihat pada

kelompok pemberian suspensi metampiron merek dagang tanpa perlakuan

pemberian vitamin C dibandingkan dengan pemberian suspensi metampiron

merek dagang dengan perlakuan pemberian vitamin C dengan nilai p < 0,05 yaitu

0,037, pada kelompok gabungan metampiron generik dan merek dagang tanpa

vitamin C dibandingkan dengan kelompok yang sama dengan pemberian vitamin

C dengan nilai p < 0,05 yaitu 0,015 dan terahir pada kelompok gabungan

metampiron baku,generik dan merek dagang tanpa pemberian vitamin C

dibandingkan juga dengan kelompok gabungan yang sama dengan pemberian

vitamin C dengan nilai p < 0,05 yaitu 0,043.

Dari hasil data - data di atas dapat dirangkum bahwa pemberian vitamin C

mempengaruhi aktivitas analgetika dari metampiron. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh adanya kemampuan vitamin C sebagai penginduksi enzim yang

bekerja pada proses metabolisme obat di dalam tubuh. Gibson dan skett (1991)

mengemukakan bahwa vitamin C terlibat dalam biosintesis besi-heme dalam

sitokrom P-450 dan dengan demikian secara langsung terlibat dalam sintesis

sitokrom mikrosom. Ini menjadi alasan lain yang lebih memungkinkan bagi

(43)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Penginduksi enzim menyebabkan jumlah enzim metabolisme obat

meningkat yang menyebabkan kadar obar di dalam darah menjadi kecil sehingga

efek analgetika dari metampiron menurun. Proses metabolisme obat menghasilkan

biotrasformasi dari obat ke metabolit, metabolit yang selanjutnya bersifat lebih

polar karena mengalami proses metabolisme pada fase I dan pada fase II, dimana

umumnya membentuk metabolit yang lebih polar (lebih mudah larut dalam air)

Fase II membentuk metabolit yang lebih polar di atas melalui proses

konjugasi dengan konjungat – konjugat yang berada di dalam proses metabolisme

pada fase II tersebut. Akibatnya banyak senyawa dengan bentuk metabolit

tersebut akan dieksresikan melalui urin sehingga jumlah obat aktif di dalam

saluran sistemik berkurang. Melalui fenomena ini maka efek analgetika

metampiron akan menurun.

(44)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil uji efek analgetika menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

larutan vitamin C dosis 50 mg/kgbb terhadap marmot selama 7 hari berturut –

turut mempengaruhi efek analgetika dari pemberian Metampiron, Bila

dibandingkan dengan efek analgetika Metampiron pada marmot tanpa pemberian

Vitamin C. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C berperan sebagai penginduksi

enzim yang dapat menurunkan efek analgetika dari Metampiron.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan kepada peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh vitamin C

(45)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Asam askorbat. Wikipedia Fondation Inc.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal. 902.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I. Hal. 538.

Ghiretti, F and Magaldi, A.G. (1977). The Effect of Vitamin C on the Intrecellular

Oxygen. Internat J. Vit. Nurt . Res. p.16, 41-50.

Gibson, G dan Skett, P. (1991). Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta: UI Press Hal: 164,187.

Laurence dan Bacharach. (1964). Asas Umum Uji Toksikologi. Dalam Petunjuk Praktikum Toksikologi. Editor Imono Agro Donatus. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi UGM. Hal. 32.

Mutschler. E. (1991). Dinamika Obat. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Hal. 594

Martindale. (1989). The Complete Drug Referense. Thirty-fourth edition. The Pharmaceutical Press. London: P.35

Khan. R.M. dan Iqbal M.P. (2006). Pak J Med Sci. Deficiency of Vitamin C in South Asia. Vol. 22 (3). Hal.348

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan klinik. Penerjemah dan Editor: Azwar A. Buku 2. Edisi 8. Jakarta: penerbit Salemba Medika. Hal. 449 – 457.

Mayes. P.A. (1996). Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 630.

Mycek. M.J., Harvey R.A., Champe P.C dan Fisher B.D. (1997). Farmakologi

Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Hal. 13 –

14.

Siswandono dan soekarjo, B. (2000). Kimia Medisinal. Edisi ke 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal.151

Tjay. T. H., dan Kirana R. (2002). Obat-Obat Penting: Khasiat, Efek Samping,

dan Penggunaannya. Edisi V. Cetakan kedua. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo. Hal. 23.

(46)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 1. Tabel Konversi dosis antar jenis hewan dengan manusia

(47)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 2. Contoh perhitungan dosis

a. Korelasi dosis metampiron untuk manusia terhadap marmot:

0,031 x 500 mg = 15,5 mg

1000 x 15,5 mg = 1000

Berat mencit (tabel) 400 g

x 15, 5 mg = 38,75 mg/Kgbb

b. Contoh perhitungan dosis untuk marmot dengan berat badan 300 g

= 300 g 1000 g

x 38,75 mg

= 11,625 mg

c. Jumlah obat yang diberikan

1. Metampiron baku

Sehingga jumlah obat adalah : 0,6 ml x 19,9 mg/ml = 11,94 mg

2. Metampiron tablet Generik

Hasil penetapan kadar tablet metampiron generik adalah: 96,0 %

(48)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 2 (Lanjutan)

3. Metampiron tablet merek dagang

Hasil penetapan kadar tablet metampiron merek dagang

adalah: 95,61 %

95,61 100

x 500 mg = 478 mg/tablet

478 mg 25 ml

= 19,12 mg/ml

11.625 mg 19,12 mg/ml

= 0,60 ml

4. Vitamin C

Dosis vitamin C yang di berikan adalah 50 mg/ml

perhitungan dosis untuk marmot dengan berat badan 300 g

= 300 g 1000 g

x 50 mg

= 15 mg

Jumlah obat yang diberikan

99,74 100

x 500 mg = 498,7 mg

498,7 mg 25 ml

= 19,95 mg/ml

15 mg 19,95 mg/ml

= 0,75 ml

(49)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot

Panjang gelombang yang digunakan pada penelitian ini adalah 258 nm dengan

absorbansi tertinggi 0.4734.

235 245 255 265 275

(50)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi

Kadar metampiron BPFI : 99,01 %

(51)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 4 (lanjutan)

Sehingga diperoleh persamaan regresi Y = 0,0283 X + 0,00423

Untuk mencari hubungan kadar (X) dengan luas puncak (Y) digunakan

pengujian koefesien korelasi

r =

r =

(52)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 5 . Contoh perhitungan Keseragaman Kadar Tablet Tablet Metampiron Generik (Antalgin 500 mg Kimia Farma)

Ditimbang sebanyak 20 tablet = 12003 mg

Berat metamppirom dalam 20 tablet secara teori = 20 x 500 mg = 10000 mg

Kemudian seluruh tablet digerus dan ditimbang setara dengan 100 mg

100 mg x 12003 mg

Kadar metampiron dalam sampel

Sampel 1 = 123,5

Sampel I dilarutkan dalam labu 50 ml, kemudian dicukupkan sampai batas tanda

dan di saring (Larutan I)

102,89 50 ml

x 1000 = 2057,8 mcg/ml

Dari larutan I dipipet 4 ml dan di masukkan dalam labu 50 ml, kemudian

dicukupkan sampai garis tanda (Larutan II)

4 ml 50 ml

x 2057,8 = 164,62 mcg/ml

(53)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 5. (Lanjutan)

Dari larutan II dipipet 2,75 ml dan di masukkan dalam labu 25 ml kemudian

dicukupkan sampai garis tanda dan di ukur serapannya.

2,75 ml 25 ml

x 164,62 = 18,1 mcg/ml

Serapan cuplikan yang diperoleh dari ke 6 sampel.

Sampel ABS Kons.ppm

Persamaan kurva kalibrasi Y = 0,0283 x – 0,00423

Untuk resapan Y1 = 0,4789

Perhitungan yang sama dilakukan untuk ke 6 sampel.

(54)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 5. (Lanjutan)

Rata – rata kadar tablet metampiron generik:

94,30 + 96,92 + 95,79 + 96,75 + 95,00 + 97,82 6

= 96,0 %

Tablet Metampiron merek dagang (Novalgin 500 mg Aventis)

Ditimbang sebanyak 20 tablet = 11017,1 mg

Berat aspirin dalam 20 tablet secara teori = 20 x 500 mg = 10000 mg

Kemudian seluruh tablet digerus dan ditimbang setara dengan 100 mg

100 mg x 11017 mg

Kadar metampiron dalam sampel

Sampel 1 = 110,5

Sampel I dilarutkan dalam labu 50 ml, kemudian dicukupkan sampai batas tanda

dan di saring (Larutan I)

100,2 50 ml

(55)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 5. (Lanjutan)

Dari larutan I dipipet 4 ml dan di masukkan dalam labu 50 ml, kemudian

dicukupkan sampai garis tanda (Larutan II)

4 ml 50 ml

x 2004 = 160,32 mcg/ml

Dari larutan II dipipet 2,75 ml dan di masukkan dalam labu 25 ml kemudian

dicukupkan sampai garis tanda dan di ukur serapannya.

2,75 ml 25 ml

x 160,32 = 17,63 mcg/ml

Serapan cuplikan yang diperoleh dari ke 6 sampel.

Sampel ABS Kons.ppm

1 0.4812 17.331

2 0.4747 17.100

3 0.4958 17.853

4 0.4703 16.549

5 0.4792 17.261

6 0.4739 17070

Persamaan Regresi

Persamaan kurva kalibrasi Y = 0,0283 x – 0,00423

Untuk resapan Y1 = 0,4812

X = 0,4812 + 0,00423 0,0283

= 17,15 mcg/ml

Kadar = 17,15 mcg/ml 17,63 mcg/ml

(56)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 5. (Lanjutan)

Perhitungan yang sama dilakukan untuk ke 6 sampel.

No Sampel Absorbansi Kadar

1 100.2 0.4812 97,27%

2 101,2 0.4747 95.02%

3 103,8 0.4958 96,65%

4 100,5 0.4703 95,27%

5 103,2 0.4793 94,08%

6 101,1 0.4739 95,40%

Rata – rata kadar tablet metampiron generik:

97,27 + 95,02 + 96,65 + 95,27 + 94,08 + 95,40 6

(57)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010. Lampiran 6. Data Penelitian

1. Data Kontrol CMC 0,5 % tanpa pemberian vitamin C

No Perlakuan

2. Data suspensi Metampiron Baku tanpa pemberian vitamin C

(58)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010. 3. Data suspensi Metampiron Generik tanpa pemberian vitamin C

No Perlakuan

4. Data Metampiron Merek Dagang tanpa pemberian vitamin C

(59)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010. 5. Data Kontrol CMC 0,5 % dengan pemberian vitamin C

No Perlakuan

6. Data suspensi Metampiron Baku dengan pemberian vitamin C

(60)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010. 7. Data suspensi Metampiron Generik dengan pemberian vitamin C

No Perlakuan

8. Data Metampiron Merek Dagang dengan pemberian vitamin C

(61)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Data AUC

ANAVA Dependent Variable: AUC

Bonferroni

(I) perlakuan (J) perlakuan

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

CMC+C MB+C -398.75000 508.61874 1.000 -2168.3957 1370.8957

MG+C 293.58333 508.61874 1.000 -1476.0623 2063.2290

MB+C CMC+C 398.75000 508.61874 1.000 -1370.8957 2168.3957

MG+C 692.33333 508.61874 1.000 -1077.3123 2461.9790

MG+C CMC+C -293.58333 508.61874 1.000 -2063.2290 1476.0623

(62)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot (Cavia Cobaya), 2010.

MMD+C CMC+C -500.00000 508.61874 1.000 -2269.6457 1269.6457 MB+C -898.75000 508.61874 1.000 -2668.3957 870.8957

CMC CMC+C 199.90000 508.61874 1.000 -1569.7457 1969.5457

MB+C -198.85000 508.61874 1.000 -1968.4957 1570.7957

MB CMC+C 742.58333 508.61874 1.000 -1027.0623 2512.2290

MB+C 343.83333 508.61874 1.000 -1425.8123 2113.4790

MG CMC+C 652.50000 508.61874 1.000 -1117.1457 2422.1457 MB+C 253.75000 508.61874 1.000 -1515.8957 2023.3957

MMD CMC+C 1314.33333 508.61874 .744 -455.3123 3083.9790 MB+C 915.58333 508.61874 1.000 -854.0623 2685.2290 MG+C 1607.91667 508.61874 .139 -161.7290 3377.5623

MMD+C 1814.33333(*) 508.61874 .037 44.6877 3583.9790

(63)

Sri Romaito Hasibuan : Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Efek Analgetika Metampiron Pada Marmot

MGD CMC+C 983.41667 440.47675 1.000 -549.1414 2515.9748 MB+C 584.66667 440.47675 1.000 -947.8914 2117.2248 MGD+C CMC+C -396.79167 440.47675 1.000 -1929.3498 1135.7664 MB+C -795.54167 440.47675 1.000 -2328.0998 737.0164

MBGD CMC+C 903.13889 415.28546 1.000 -541.7708 2348.0485

MB+C 504.38889 415.28546 1.000 -940.5208 1949.2985

Gambar

Tabel Konversi Dosis Antar Jenis Hewan dengan Manusia  ...................................................................
Gambar                                                                                                     Halaman
Tabel                                                                                                         Halaman
Gambar 2.3 Skema mekanisme siklik sitokrom P-450           (Foye ,1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa pemberian perlakuan hiperkolesterolemia ( dengan memberi.. pakan yang dicampur dengan kuning telur 1% dan lemak kambing 20% dari. jumlah makanan/hari) selama 7

Dari hasil pengujian statistik diperoleh bahwa pada pemberian infus daun seledri 10 % dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar kolesterol yang tidak berbeda secara nyata

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dari 4 mglekorhari sampai 7 mglekorhari dapat meningkatkan konsumsi energi dan tidak mempenganrhi energi feses

Vitamin C merupakan faktor yang dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh, oleh karena itu penambahannya dalam ransum komplit marmot diharapkan dapat menurunkan

Efek Penambahan Laktosa dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Spermatozoa Epididimis Marmut (Cavia cobaya) selama Preservasi; Alvien Nur Aini, 091810401001; 2014:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efek Pemberian Vitamin C Terhadap Aktifitas Katalase Hati Tikus Galur Wistar Yang Terpapar Ion Pb, dilakukan di laboratorium

Dari hasil pengujian statistik diperoleh bahwa pada pemberian infus daun seledri 10 % dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar kolesterol yang tidak berbeda secara nyata

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian nanopartikel daun sirih merah terhadap kadar kolesterol darah marmot yang dibuat hiperkolesterolemia dan