• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASIEN TERHADAP PENGOBATAN AKUPUNTUR KELUARGA BESAR

SERUMPUN BAMBU DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

NIM: 051000202 MARWA NURDIN AMIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASIEN TERHADAP PENGOBATAN AKUPUNTUR KELUARGA BESAR

SERUMPUN BAMBU DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 051000202 MARWA NURDIN AMIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(3)

Skripsi dengan Judul :

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASIEN TERHADAP PENGOBATAN AKUPUNTUR KELUARGA BESAR

SERUMPUN BAMBU DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :

NIM. 051000202 MARWA NURDIN AMIN

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi , MKM

NIP. 196712191993031003 NIP. 195907131987301001 Drs. Eddy Syahrial, MS

Penguji II Penguji III

Dra. Syarifah, MS

NIP. 196112191987032002 NIP. 196110241990031003 Drs. Tukiman, MKM

Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

(4)

Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya pengobatan dan perawatan rikan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran. Kenyataan menunjukkan bahwa kedua cara pelayanan kesehatan, baik upaya pengobatan tradisional maupun pengobatan modern sampai saat ini masih memiliki tempat dihati masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap pengobatan akupuntur.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap pengobatan akupuntur Keluarga Serumpun Bambu di Kecamatan Percut Sei Tuan. Metode yang digunakan adalah metode wawancara dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat ke pengobatan akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya keputusan pasien untuk menggunakan pengobatan tradisional akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu adalah karena predisposing faktors yang terdiri dari pengetahuan dikategorikan baik sebanyak 100,0%, kategori sikap 98,5%, kategori kepercayaan 75,0%, Enabling faktor yang terdiri dari fasilitas dan tempat pelayanan digolongkan dalam kategori baik, sedangkan Reinforcing faktors yang terdiri dari keluarga dikategorikan baik 52,9%, teman dikategorikan cukup 44,1%, petugas akupuntur 94,1% dan media 57,4% dikategorikan baik

Mulai beralihnya kembali keputusan masyarakat menggunakan pengobatan tradisional dalam menangani permasalahan kesehatan mereka walaupun lengkap dan modernnya pengobatan medis, menjadi salah satu perhatian besar bagi pemerintah untuk dapat menyandingkan pengobatan tradisional dengan pengobatan medis. Agar efek samping dari kesalahan pengobatan tradisional dapat di minimalisir.

Kata kunci : pengetahuan, akupuntur, Pengobatan tradisional

(5)

Traditional treatment is one of alternative care and treatment that is given out of medical science. The fact shows that both of the health care either traditional or modern treatment. Still have been accepted by the community until now. This research aims to know the discription of the factors which influence the patient to choose acupunture treatment.

The type of the research is quantitive study that describes the factors which influence the patient to choose acupunture treatment in Keluarga Besar Serumpun Bambu, subdistrict Percut Sei Tuan. This reseach uses interview method with using quesfionaire. The populatian of this research is all the patient who visits to acupunture treatment of Keluarga Besar Serumpun Bambu.

The result of the research shows that the patient decision to choose acupunture traditional treatment is usually influenced by predisposing, enabling and renforcing factors consist of knowledge (100%), attitude (98,5%), belief (75,0%). Third of them are clasifield as good. Enabling factors consist of health facility and and the health care place, both of them are clasified as good. Reinforcing factors consist of family’s support (44,1%) acupunture officer is support (94,1%) and media’s support (57,4%). All of them clasified as good.

The change of patient decision to use traditional treatment in overcoming their health case, although medical science is complete and modern, become one of big attention for the goverment, to make traditional tratment one level with medical treatment, so the side effect of the traditional treatment’s mistake can be minimized.

(6)

Nama : MARWA NURDIN AMIN

Tempat/ Tgl. Lahir : Cairo, 19 Juli 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Jumlah Anggota Keluarga : 4 Orang

Alamat Rumah : Jl. Karya kasih komp. Villa Permata C-14

Pangkalan Masyhur Medan

Nama orang tua

- Ayah : H. Muhammad Nurdin Amin Lc, MA

- Ibu : Drs. Hj. Halimatussa’diyah lubis MA

Nama Suami : Mustafa Kamal Rokan SHi, MH

Nama Anak : Raisah Hanifa

Riwayat Pendidikan : 1. SD Tunas Harapan Medan (1993-1999)

2. MtsN Percontohan Padang (1999-2002)

3. Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan (2002-

2005)

4. FKM USU (2005-2010)

(7)

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillah...

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan

ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Gambaran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat

kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada Bapak Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, MKM dan Bapak Drs. Eddy

Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan

pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan dan Ilmu

Perilaku (PKIP) dan Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Penguji

III yang telah banyak menyediakan waktu dan memberikan bimbingan saran

maupun pengarahan selama penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Syarifah, MS selaku penguji II yang telah banyak memberikan

masukan demi kesempurnaan tulisan ini.

4. Seluruh Staff pengajar dan pegawai Departemen PKIP FKM USU, khususnya

Ibu dr. Linda T. Maas, MPH, Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes dan Bapak

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, serta Bang Hendro yang telah banyak

(8)

5. Kepada Pengobatan Tradisional Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu

yang telah memberikan izin dan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan

oleh penulis.

6. Teristimewa untuk Ayahanda H. M. Nurdin Amin Lc, MA, SHi dan Ibunda

Drs. Halimatussa’diyah lubis, MA serta adik saya Mona, Rahmat, Nuro dan

Maha yang telah memberikan motivasi, semangat, dukungan serta perjuangan

untuk ananda baik moril maupun materi, dan terus mendoakan agar dapat

menyelesaikan pendidikan tinggi untuk masa depan yang lebih baik.

7. Untuk yang tercinta suamiku Mustafa Kamal Rokan dan Anakku Raisah

Hanifa terima kasih penulis ucapkan atas pengertian yang luar biasa. Tak

jarang waktunyalah yang harus “diambil” untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Untuk Saudaraku Atok, Nenek, Nek Amplas, Ayah, Bujing, tulang Ucok, ka

Irma, Anum, Mamak kampung, bu Ida, Una, dan Serik (yang telah menjaga

Raisah) serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan

doa yang tiada ternilai.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku (Ity, Mia, Liza, Eni, Widya, Dian, Rani, ka

Lidia, ka Rida) dan Peminatan PKIP (Ika, Rima, Vita, Putri, Ade, Nery, Ayu,

Bang Mukhlis) yang selalu memberi semangat kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi

dan penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun

dari semua pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Juni 2010

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Absract ... ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Teori mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku 10 2.1.1. Lawrence Green ... 10

2.1.2. Health Believe Model... 12

2.1.3. Konsep Sehat Sakit... 13

2.2. Pasien ... 15

2.3. Pengobatan alternatif ... 17

2.3.1. Pengertian ... 17

2.3.2. Jenis Pengobatan Alternatif di Indonesia ... 20

2.3.3. Pengobat Alternatif ... 21

2.3.4. Tujuan Pengobatan Alternatif ... 23

2.3.5. Standarisasi Pengobatan Alternatif... 24

` 2.3.6. Peminat Pengobatan Alternatif... 25

2.4. Akupuntur ... 27

2.4.1. Pengertian Akupuntur ... 27

2.4.2. Sejarah Pengobatan Akupuntur ... 28

2.4.3. Cara Kerja Akupuntur... 30

2.4.4. Upaya Standarisasi Pengobatan Akupuntur ... 31

2.5. Pelayanan Akupuntur Mudah Diterima Masyarakat ... 34

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

4.1.1 Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan ... 47

4.1.2.Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan ... 48

4.1.3.Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu ... 48

5.2. Pengetahuan Responden Terhadap Pengobatan Akupuntur ... 76

5.3. Sikap Responden Terhadap Pengobatan Akupuntur ... 81

5.4. Kepercayaan Responden Terhadap Pengobatan Akupuntur ... 85

DAFTAR PUSTAKA

(11)

LAMPIRAN :

Lampiran 1. Kuesioner

(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 4.1. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Percut Sei

Tuan Tahun 2008 ... 48

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun

Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 50

Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2010 ... 54

Tabel 4.4. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 56

Tabel 4.5. Distribusi Sikap Responden Terhadap Pengobatan

Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 57

Tabel 4.6. Kategori Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010... 59

Tabel 4.7. Distribusi Kepercayaan Responden Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2010 ... 59

Tabel 4.8. Kategori Responden Berdasarkan kepercayaan Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun ... 62

Tabel 4.9. Distribusi Enabling Faktors berdasarkan Fasilitas Pelayanan Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

(13)

Tabel 4.10. Kategori Enabling faktors Berdasarkan Fasilitas Pelayanan Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.11. Distribusi Enabling Faktors berdasarkan Tempat

Pelayanan Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 64

Tabel 4.12. Kategori Enabling faktors Berdasarkan Tempat Pelayanan Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010... 65

Tabel 4.13. Distribusi Reinforcing Faktors Berdasarkan Keluarga Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010... 66

Tabel4.14. Kategori Reinforcing factors Berdasarkan Keluarga Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2010... 67

Tabel 4.15. Distribusi Reinforcing Faktors Berdasarkan Teman Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2010... 68

Tabel 4.16. Kategori Reinforcing Factors Berdasarkan Teman Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar

Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2010... 69

Tabel 4.17. Distribusi Renforcing Faktors Berdasarkan Petugas Akupuntur Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010... 69

Tabel 4.18. Distribusi Reinforcing factors Berdasarkan Media Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga

Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan

(14)

Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya pengobatan dan perawatan rikan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran. Kenyataan menunjukkan bahwa kedua cara pelayanan kesehatan, baik upaya pengobatan tradisional maupun pengobatan modern sampai saat ini masih memiliki tempat dihati masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap pengobatan akupuntur.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap pengobatan akupuntur Keluarga Serumpun Bambu di Kecamatan Percut Sei Tuan. Metode yang digunakan adalah metode wawancara dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat ke pengobatan akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya keputusan pasien untuk menggunakan pengobatan tradisional akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu adalah karena predisposing faktors yang terdiri dari pengetahuan dikategorikan baik sebanyak 100,0%, kategori sikap 98,5%, kategori kepercayaan 75,0%, Enabling faktor yang terdiri dari fasilitas dan tempat pelayanan digolongkan dalam kategori baik, sedangkan Reinforcing faktors yang terdiri dari keluarga dikategorikan baik 52,9%, teman dikategorikan cukup 44,1%, petugas akupuntur 94,1% dan media 57,4% dikategorikan baik

Mulai beralihnya kembali keputusan masyarakat menggunakan pengobatan tradisional dalam menangani permasalahan kesehatan mereka walaupun lengkap dan modernnya pengobatan medis, menjadi salah satu perhatian besar bagi pemerintah untuk dapat menyandingkan pengobatan tradisional dengan pengobatan medis. Agar efek samping dari kesalahan pengobatan tradisional dapat di minimalisir.

Kata kunci : pengetahuan, akupuntur, Pengobatan tradisional

(15)

Traditional treatment is one of alternative care and treatment that is given out of medical science. The fact shows that both of the health care either traditional or modern treatment. Still have been accepted by the community until now. This research aims to know the discription of the factors which influence the patient to choose acupunture treatment.

The type of the research is quantitive study that describes the factors which influence the patient to choose acupunture treatment in Keluarga Besar Serumpun Bambu, subdistrict Percut Sei Tuan. This reseach uses interview method with using quesfionaire. The populatian of this research is all the patient who visits to acupunture treatment of Keluarga Besar Serumpun Bambu.

The result of the research shows that the patient decision to choose acupunture traditional treatment is usually influenced by predisposing, enabling and renforcing factors consist of knowledge (100%), attitude (98,5%), belief (75,0%). Third of them are clasifield as good. Enabling factors consist of health facility and and the health care place, both of them are clasified as good. Reinforcing factors consist of family’s support (44,1%) acupunture officer is support (94,1%) and media’s support (57,4%). All of them clasified as good.

The change of patient decision to use traditional treatment in overcoming their health case, although medical science is complete and modern, become one of big attention for the goverment, to make traditional tratment one level with medical treatment, so the side effect of the traditional treatment’s mistake can be minimized.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Mengenai Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku 2.1.1. Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green

Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni :

1. Faktor-faktor perdisposisi (predisposing factors) : pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

lain sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk

perilaku kesehatan misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil

diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat

periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. disamping itu

kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga

dapat mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan.

Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil termasuk suntik

anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor

ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka

sering disebut faktor pemudah.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

(17)

pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan

yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan

seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat

desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku

sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung,

misalnya: perilaku pemeriksaaan kehamilan. ibu hamil yang mau periksa

hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat perikksa hamil saja,

melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas

atau tempat periksa hamil, misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktek,

ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini

disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan. termasuk

juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan

sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku

contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas,

lebih-lebih pada petugas kesehatan. disamping itu undang-undang juga

diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut seperti

(18)

hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang

mengharuskan ibu hamil periksa hamil (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Theory Health Believe Model (HBM)

Teori kepercayaan kesehatan adalah salah satu teori yang paling sering

digunakan dalam aplikasi ilmu perilaku kesehatan yang dikembangkan pada

tahun 1950 oleh sekelompok psikolog untuk membantu menjelaskan mengapa

orang akan menggunakan pelayanan kesehatan. Sejak terbentuk teori HBM telah

digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kesehatan. yang dihipotesis oleh

teori HBM adalah tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kesehatan beberapa

kejadian simulasi yang terdiri dari 3 faktor yaitu :

1. Cukup motivasi (masalah kesehatan) untuk membuat masalah yang ada

menjadi relevan.

2. keyakinan bahwa seseorang rentan atau serius mengalami masalah

kesehatan dari suatu penyakit atau kondisi. hal ini sering dianggap sebagai

ancaman yang dirasakan.

3. Keyakinan bahwa mengikuti rekomendasi tertentu akan bermanfaat dalam

mengurangi ancaman yang dirasakan, pada biaya yang dikeluarkan. biaya

mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam rangka untuk

mengikuti rekomendasi kesehatan, tetapi tidak terbatas pada pengeluaran

(19)

2.1.3. Konsep Sehat Sakit

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar

untuk dijelaskan artinya. faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya

mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian

kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus

mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosio kultural

(Ryadi, 1982).

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidak

selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan

tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit ini sangat dipengaruhi

oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. sebaliknya

petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang

objektif berdasarkan symptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik

seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan

inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan

(Sarwono, 1992).

Gagasan orang tentang “sehat” dan “sakit” sangatlah bervariasi. gagasan

ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan,

disamping juga pandanagan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam

kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk menjalankan

peran mereka (Elwes dan Sinmett, 1994).

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat

(20)

berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan

pengobatan tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu; personalitik

dan naturalistic (Foster/Anderson, 2005). Personalitik adalah suatu sistem

dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang

dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), Makhluk yang

bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia

(Tukang sihir atau tukang tenung). Berlawanan dengan personalitik, naturalistic

menjelaskan tentang penyakit dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi,

disini agen yang aktif menjalankan peranannya dalam sistem ini keadaan sehat

sesuai dengan model keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh

“humor”, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan

seimbang menurut usia dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat.

Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun dalam oleh

kekuatan-kekuatan alam panas, dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka

terjadilah penyakit.

Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (1992), mengatakan

bahwa persepsi masyarakat tentang sehat sakit dipengaruhi oleh unsur

pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya.

Sudarti dan Soejati (2006) menggambarkan secara deksriptif persepsi

masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit;

masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami

serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang

(21)

Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu

makan, atau “kantong kering” (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat

menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu:

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia.

2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.

3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain).

Untuk mengobati sakit yang termasuk golongan pertama dan ke dua, dapat

digunakan obat-obatan, ramu-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan

bantuan tenaga kesehatan. untuk penyebab sakit yang ketiga harus

dimintakan bantuan dukun, Kyai dan lain-lain. dengan demikian upaya

penyalahgunaan tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap

penyebab sakit.

2.2. Pasien

Bila seseorang menderita suatu penyakit maka akan memerlukan

pelayanan kesehatan atau berusaha untuk mendapatkan pengobatan. Dalam usaha

mencari pengobatan seseorang memiliki kesamaan, orang tersebut akan

mengunjungi Rumah Sakit atau pengobatan lainnya guna mendapatkan

pengobatan demi mendapatkan kesembuhan.

Menurut H. Dalmy Iskandar dalam Yaser, 2004 yang dikatakan pasien

adalah orang sakit yaitu orang yang dirawat dokter, seorang penderita (menderita

sakit). Dalam praktek sehari-hari pasien dapat dikelompokkan ke dalam 3

(22)

1. Pasien dalam, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan tunggal atau

dirawat pada satu unit pelayanan kesehatan tertentu, atau dapat juga

disebut dengan pasien yang dirawat di Rumah Sakit.

2. Pasien jalan/luar, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan

tertentu atau disebut juga dengan pasien jalan.

3. Pasien opname, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan

dengan cara menginap dan di rawat di Rumah Sakit atau disebut juga

dengan pasien rawat inap.

Dalam memperoleh pelayanan kesehatan pasien juga memiliki hak yang

harus didapatkannya. Hak tersebut yaitu hak atas pelayanan kesehatan yang

merupakan aspek sosial, dan hak untuk menentukan nasib sendiri yang

merupakan aspek pribadi.

Kedua aspek ini saling terkait. Dalam aspek pribadi dimana seorang

pasien untuk menentukan nasib sendiri terutama dalam hal penyembuhan

pengobatan harus percaya sepenuhnya kepada kemampuan profesional tenaga

kesehatan. Demikian juga sebaliknya, pihak tenaga kesehatan bila sudah

diberikan kepercayaan penuh oleh pasien harus memberikan pelayanan kesehatan

dengan standart pasien yang mereka miliki, yang merupakan aspek sosial.

Menurut Wikipedia (2009) Asal mula kata-kata pasien dari bahasa

Indonesia analog dengan kata patients dari bahasa inggris. Patients diturunkan

dari bahasa latin yaitu patients yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja

pati yang artinya “menderita”. Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan

(23)

2.3. Pengobatan Alternatif 2.3.1. Pengertian

Pengo batan tradis io nal atau alternat if merupakan bentuk pela yana n

pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam

standart pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standart) dan

dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran

modern tersebut. Manfaat atau khasiat serta mekanisme dari pengobatan alternatif

biasanya masih dalam taraf diperdebatkan (Turana, 2003).

Menurut Agoes, (1992) Pengobatan Alternatif adalah suatu upaya kesehatan

dengan cara lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan

secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia.

Sedangkan menurut WHO (1978), Pengobatan Tradisional adalah ilmu dan

seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan pengalaman praktek, baik

yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak dalam melakukan diagnosis,

prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial.

Pedoman utama adalah pengalaman praktek, yaitu hasil-hasil pengamatan yang

diteruskan dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan (Plus+,2005).

Penggunaan kata “alternatif” untuk menyatakan pengobatan non barat yang

merupakan salah satu bukti bahwa pengobatan alternatif merupakan kearifan yang

tidak berada pada posisi yang setara dengan ilmu pengobatan modren. Pada

hakekatnya, sistem pengobatan modern dan pengobatan alternatif berjalan secara

berdampingan dan saling melengkapi, tetapi sering karena terjadi kegagalan dan

(24)

(Harmanto,2004).

Sesuai dengan Keput usan Seminar Pela yana n Pengo bat an

Alt e mat if Departemen Kesehatan RI (1978), terdapat dua defenisi untuk

pengobatan tradisional Indonesia (PETRIN), yaitu:

a. llmu dan seni pengobatan yang dilakukan oleh Pengobatan

Tradisional Indonesia dengan cara yang tidak bertentangan dengan

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai upaya penyembuhan,

pencegahan penyakit, pemulihan dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani

dan sosial masyarakat.

b. Usaha yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan, pemeliharaan

dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat yang berlandaskan cara berpikir,

kaidah-kaidah atau ilmu di luar pengobatan ilmu kedokteran

modern, diwariskan secara turun temurun atau diperoleh secara pribadi dan

dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dipergunakan dalam ilmu

kedokteran.

Dalam UU Kesehatan R.I no 23 Tahun 1992 pasal 47 tentang pembinaan,

pengawasan dan pengembangan pengobatan alternatif sehingga dapat mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan menurut rencana pembangunan dari

Departemen Kesehatan RI tahun 1994/1995-1998/1999 telah membuat program

pembinaan alternatif antara lain:

1. Pembentukan 12 sentra pengembangan dari penerapan pengobatan

alternatif. Tugasnya mengadakan pengkajian, penelitian, pengujian,

(25)

pengobatan tersebut diterapkan secara luas di masyarakat atau diintegrasikan

ke dalam jaringan pelayanan kesehatan Menurut Dalimarta dalam Batubara,

2004.

2. Pengembangan dan pembinaan obat alternatif melalui inventarisasi,

penapisan dan pemanfaatan TOGA (Tanaman Obat Keluarga).

3. Pengembangan dan pembinaan metode pengobatan alternatif.

4. Pengembangan dan pembinaan tenaga pengobatan alternatif.

5. Pengembangan dan pembinaan sarana pengobatan alternatif.

6. Penggalian dan komunikasi Pusaka Nusantara melalui telaah

dokumentasi pengobatan alternatif.

7. Peningkatan sarana penunjang program seperti penyiapan peraturan dan

sistem yang ada.

8. Peningkatan pembinaan dan pengembangan pemanfaatan obat alternatif

melalui kegiatan pembudidayaan tanaman obat.

Pengo bat a n a lt er nat if ada la h cara pe ng o bat an at au pera wat a n

ya ng diselenggarakan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu

keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan yang diperoleh secara turun temurun atau berguru melalui

pendidikan, baik asli maupun dari luar Indonesia. Pengobatan alternatif adalah

upaya kesehatan yang diselenggarakan dengan cara alternatif untuk meningkatkan

kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitative) (Anwar, 2005).

(26)

berkembang dan pengobatan perdukunan/kebatinan cukup lama dilakukan dalam

agama-agama suku. Penyembuhan perdukunan/kebatinan bergantung pada konsep

yang beranggapan bahwa kesembuhan terjadi bila kita hidup sesuai dengan roh-roh

di alam baka (animisne, okultisme) atau hidup selaras dengan kekuatan semesta

(mistisime/pantheisme), kalau tidak sesuai akan celaka atau sakit (Anwar, 2005).

2.3.2. Jenis Pengobatan Alternatif di Indonesia

Secara garis besar, Seminar Pelayanan Pengobatan Alternatif Indonesia

(1978) telah menetapkan 4 (empat) jenis pengobatan alternatif yaitu:

1. Pengobatan alternatif dengan ramuan obat:

– pengobatan alternatif dengan ramuan asli Indonesia

– pengobatan alternatif dengan ramuan obat Cina

– pengobatan alternatif dengan ramuan obat India

2. Pengobatan alternatif spiritual/kebatinan:

– pengobatan alternatif atas dasar kepercayaan

– pengobatan alternatif atas dasar agama

– pengobatan dengan dasar getaran magnetis

3. Pengobatan alternatif dengan memakai peralatan/perangsangan:

− akupunktur

− pengobatan alternatif urut pijat

− pengobatan alternatif patah tulang

− pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)

(27)

4. Pengobatan alternatif yang telah mendapat pengarahan dan

pengaturan pemerintah:

− dukun beranak

− tukang gigi tradisional.

2.3.3. Pengobat Alternatif

a. Pengertian Pengobat Alternatif

Pengobat Alternatif adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau

perawatan dengan cara yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun

temurun, dan pendidikan atau pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku dalam masyarakat. Ruang lingkup pelayanan yang dilakukan oleh Pengobat

alternatif meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (profil

Pengobat Pengobat Tradisional, 2007).

b. Pengobat Alternatif ditinjau dari klasifikasi dan jenisnya

a. Pengobat Alternatif keterampilan adalah seseorang yang melakukan

pengobatan dan perawatan alternatif berdasarkan keterampilan fisik dengan

menggunakan anggota gerak dan atau alat bantu lain. Meliputi Pengobat

Alternatif pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris,

akupunturis, chiropractor dan SPA.

b. Pengobat alternatif ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan

dan atau perawatan alternatif dengan mengunakan obat/ramuan tradisional

yang berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air dan bahan alam

(28)

shinse, homoeopathy, aroma therapist dan oukup.

c. Pengobat alternatif pendekatan agama adalah seseorang yang melakukan

pengobatan dan atau perawatan alternatif dengan menggunakan pendekatan

agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Meliputi Pengobat alternatif dengan

pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

d. Pengobat Alternatif Supranatural adalah seseorang yang melakukan

pengobatan dan atau perawatan alternatif, dengan menggunakan tenaga

dalam, meditasi, olah pernafasan, indra keenam (pewaskita) dan kebatinan.

Meliputi pengobat alternatif tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master,

gigong dan kebatinan (profil Pengobat Tradisional, 2007).

c. Pengobat Alternatif akupuntur

Pengobat alternatif akupuntur adalah seseorang yang melakukan pelayanan

pengobatan dengan perangsangan pada titik-titik akupuntur dengan cara

menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektro akupuntur.

2.3.4. Tujuan Pengobatan Alternatif A. Tujuan Umum

Meningkatnya pendayagunaan pengobatan alternatif baik secara tersendiri

atau terpadu pada sistem pelayanan kesehatan, dalam rangka mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan demikian pengobatan

alternatif merupakan salah satu alternatif yang relatif lebih disenangi

masyarakat. Oleh karenanya kalangan kesehatan berupaya mengenal dan jika dapat

(29)

B. Tujuan Khusus

1. Meningkatkan mutu pelayanan pengobatan alternatif, sehingga masyarakat

terhindar dari dampak negatif karena pengobatan alternatif.

2. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan

dengan upaya pengobatan alternatif

3. Terbinanya berbagai tenaga pengobatan alternatif dalam pelayanan kesehatan.

4. Terintegrasinya upaya pengobatan alternatif dalam program pelayanan

kesehatan, mulai dari tingkat rumah tangga, puskesmas sampai pada tingkat

rujukannya (Zulkifli, 2005).

2.3.5. Standarisasi Pengobatan Alternatif

Untuk dapat dimanfaatkannya sebagai pengobatan alternatif dalam pelayanan

kesehatan, banyak yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dinilai

mempunyai peranan yang sangat penting adalah upaya standarisasi. Diharapkan,

dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan alternatif akan dapat

ditingkatkan, tetapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang secara

medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat dihindari.

Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi

dan sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal. Standar

menunjukkan pada tingkat ideal tercapai tersebut tidak disusun terlalu kaku, tetapi

(30)

Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup penting adalah :

1. Bersifat jelas

Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpangan-

penyimpangan yang mungkin terjadi.

2. Masuk akal

Suatu standar yang tidak masuk akal, bukan saja akan sulit dimanfaatkan

tetapi juga akan menimbulkan frustasi para profesional.

3. Mudah dimengerti

Suatu standar yang tidak mudah dimengerti juga akan menyulitkan tenaga

pelaksana sehingga sulit terpenuhi.

4.Dapat dipercaya

5. Absah

Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didefenisikan antara standar

dengan sesuatu (misalnya mutu pelayanan) yang diwakilinya.

6. Meyakinkan

Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah akan

menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti.

7. Mantap, Spesifik dan Eksplisit

Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu, bersifat khas

dan gamblang.

Dari standar pengobatan alternatif yang dikemukakan di atas, bahwa upaya

standarisasi pengobatan alternatif di Indonesia, tidak semudah yang diperkirakan.

(31)

standarisasi akan sulit dilakukan. Untuk ini, menerapkan pendekatan kesembuhan

penyakit masih sulit dilakukan, maka untuk sementara diterapkan pendekatan

pengobatan tidak sampai menimbulkan komplikasi atau kematian (Zulkifli, 2005).

2.3.6. Peminat Pengobatan Alternatif

Peminat pengobatan alternatif dipengaruhi oleh beberapa faktor : (Zulkifli,

2005)

1. Faktor Sosial

Alasan masyarakat memilih pengobatan alternatif adalah selama mengalami

pengobatan alternatif keluarganya dapat menjenguk dan menunggui setiap saat. Hal

tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu

ingin berinteraksi langsung dengan keluarganya atau kerabatnya dalam

keadaan sakit. Selama perawatan yang dialaminya mereka dapat berkomunikasi

dengan akrab dengan keluarganya. Namun ada juga informasi yang

mengemukakan bahwa masyarakat lebih senang dirawat atau diobati di rumah

sakit daripada dirawat atau diobati di tempat-tempat pengobatan alternatif.

Mereka dibawa ke pengobatan alternatif bukan atas kemauan sendiri tetapi atas

desakan biaya pengobatan. Biasanya mereka belum pernah ke rumah sakit sehingga

tidak bisa dibandingkan pengobatan alternatif dengan pengobatan di rumah sakit.

Disini tampak adanya faktor pasrah akibat dari keterbatasan

pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial.

2. Faktor Ekonomi

(32)

murah daripada rumah sakit, cara pembayarannya juga tidak memberatkan

karena pasien tidak tertarik uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu

membayar sekaligus dapat dicicil setelah pulang. Jika ditinjau dari klasifikasi

pasien yang datang ke tempat pengobatan alternatif ini sebagian besar

pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir, tukang parkir, sehingga wajar faktor

ekonomi menentukan dalam memilih tempat pengobatan.

3. Faktor Budaya

Salah satu alasan mengapa para penderita memilih tempat pengobatan

alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seorang ahli yang mempunyai

kekuatan supranatural yang mampu mempercepat kesembuhan penyakit. Disamping

itu hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan Anderson

bahwa sistem med is adalah bag ian int egral dari kebudayaan. Salah satu

faktor lain yang menyebabkan pengobatan alternatif ini masih diminati

masyarakat adalah kategori penyembuhan yaitu siapa yang berhak atau yang tepat

dalam menyembuhkan, misalnya untuk penyakit C hanya D yang berhak, penyakit A

hanya B yang tepat menyembuhkan. Dalam persepsi masyarakat juga menganggap

penyakit yang tidak parah tidak perlu dibawa ke rumah sakit, karena penyakit

yang diderita dianggap tidak mengancam jiwanya, tidak menggangu nafsu

makan serta masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari walaupun agak

terganggu.

4. Faktor Sosial

Kenyamanan yang diperoleh pada saat pengobatan karena tidak menggunakan

(33)

diamputasi atau digips.

5. Kemudahan

Pasien dapat segera ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan hasil

laboratorium lainnya.

2.4. Akupuntur

2.4.1. Pengertian Akupuntur

Kata akupuntur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus yang berarti jarum dan

punctura yang berarti menusuk. Di dalam bahasa Inggris menjadi to puncture,

sedangkan kata asal dalam bahasa Cina adalah cenciu. Kata tersebut kemudian

diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi akupuntur atau tusuk jarum. Istilah

akupuntur lebih dikenal dan berkembang luas di dunia Internasional dari pada kata

aslinya cenciu karena orang di luar Cina banyak mempelajari ilmu akupuntur dari

buku-buku yang diterbitkan dalam bahasa selain Cina, terutama bahasa Inggris

(Dharmojono, 2001).

Sebagai suatu sistem pengobatan, akupuntur merupakan pengobatan yang

dilakukan dengan cara menusukkan jarum di titik-titik tertentu pada tubuh pasien.

Maksudnya adalah untuk mengembalikan sistem keseimbangan tubuh sehingga

pasien sehat kembali (Dharmojono, 2001).

Akupuntur adalah teknik pengobatan yang digunakan dalam pengobatan

tradisional Cina. Jarum-jarum yang sangat tajam digunakan untuk menstimulasi

titik-titik tertentu pada tubuh. Titik-titik-titik ini terdapat pada jalur-jalur energi yang disebut

(34)

keseimbangan energy. (Anonimous, 2007).

2.4.2. Sejarah perkembangan akupuntur

Ilmu akupuntur mulai berkembang sejak zaman Batu, yaitu kira- kira 4000 -

5000 tahun yang lalu, dimana digunakan jarum batu untuk menyembuhkan penyakit.

Buku "Huang Ti Nei Cing" adalah sebuah buku ensiklopedi Ilmu Pengobatan China.

Diterbitkan pada jaman "Cun Ciu Can Kuo" yaitu tahun - tahun antara 770 - 221

sebelum Masehi. Pada zaman itu Ilmu Akupunktur berkembang seperti juga ilmu -

ilmu lainnya di negara itu. Bahan jarum akupunktur berubah dari batu ke bambu, dari

bambu ke tulang dan dari tulang menjadi perunggu. Menurut catatan sejarah negara

tersebut, pada jaman dinansti Tang (tahun 265-960), Ilmu Akupunktur berkembang

dengan pesat dan mulai tersebar ke luar negara asalnya, yaitu: Korea, Jepang dan

negara lainnya.

Sedangkan di Amerika Serikat, Ilmu Akupunktur telah berkembang lama

dalam lingkungan " China Town " di kota San Francisco dan New York. Dalam

delapan tahun ini Ilmu Akupunktur telah merebut perhatian di negara tersebut ; para

dokternya mulai mempelajari, menyelidiki, riset dan mempraktekkannya.

Perkembangan akupunktur di Indonesia setua adanya perantau China yang

tiba di Indonesia. Hanya saja Ilmu Akupunktur hanya hidup terbatas dalam

lingkungan sendiri dan sekitarnya. Pada tahun 1963 atas instruksi Menteri Kesehatan

masa itu " Prof. Dr. Satrio, Departemen Kesehatan meneliti dan mengembangkan cara

pengobatan Timur, termasuk Akupunktur untuk membentuk sebuah Team Riset Ilmu

(35)

secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat, Jakarta yang kemudian berkembang

menjadi sebuah Sub Bagian dibawah bagian Penyakit Dalam, dan selanjutnya

menjadi Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada

masa ini. Disamping memberikan pelayanan poliklinis terhadap

pengunjung/pederita, Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo juga

menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan dokter ahli akupunktur baru

(Ferry, 2007).

2.4.3. Cara Kerja Akupuntur

Titik-titik tertentu di tubuh pasien ditusuk dengan jarum. Murni hanya jarum,

tanpa ada bahan lain atau obat pada jarumnya. Fungsi jarum tersebut ‘membantu’

membenahi sistem energi tubuh yang bermasalah. Karena itulah tusukan pada

titik-titik tersebut disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita pasien.

Perawatan akupuntur saat ini sedikit berbeda dengan cara yang dilakukan

masyarakat Cina Kuno. Dahulu, masyarakat Cina Kuno menggunakan batu-batu

tajam, kayu dan buluh sebagai alat untuk menekan dan menusuk bagian-bagian

tertentu. Tetapi kini, alat-alat ini diganti dengan cara yang lebih modern, yaitu

penggunaan jarum-jarum halus yang telah disterilkan. Jarum-jarum ini dibuat dari

berbagai bahan logam seperti jarum silver atau jarum perak, jarum copper atau jarum

tembaga, dan jarum emas.

Jarum yang ditusukkan itu tidak akan terasa sakit, hanya ada sedikit rasa

ditusuk jarum dan bila jarum ditusukkan lebih dalam mungkin akan terasa seperti

(36)

dibandingkan jarum suntik. Panjang jarum berkisar antara 12 mm-10 cm, dan dapat

ditusukkan sedalam 6 mm-7.5 cm, tergantung kurus-gemuknya pasien, lokasi titik

pengobatan, dan gangguan (di dalam atau permukaan).

Jarum dapat dibiarkan tertancap selama beberapa detik sampai satu jam, tetapi

umumnya 20 menit. Bagi yang menghadapi penyakit yang agak kronis perawatan

dijalankan sebanyak sekali atau dua kali seminggu. Sebaliknya, perawatan ringan

diberikan bagi penyakit yang tidak terlalu kritis.

Dalam pengobatan, pasien mungkin perlu membuka sebagian pakaiannya agar

jarum dapat ditusukkan pada titik-titik yang perlu sementara pasien berbaring.

Umumnya titik-titik pengobatan terletak di lengan bawah dan tangan, tungkai bawah

dan kaki, walaupun titik-titik akupuntur terdapat di seluruh tubuh.

Titik penusukan tergantung pada lokasi gangguan dan cara akupunturis untuk

mempengaruhi tubuh. Titik ini tidak harus langsung berhubungan dengan keluhan

pasien, misalnya untuk pengobatan gangguan kepala dapat saja diambil titik

pengobatan pada kaki yang terletak pada kanal yang bersangkutan (Anonim, 2004).

2.4.4. Upaya Standarisasi Pelayanan Akupuntur

Dengan upaya dan perjuangan yang cukup panjang, pengobatan akupuntur

sebagai sistem pengobatan alternatif telah memiliki pegangan standar, tidak

seperti hanya dengan sistem pengobatan tradisional lainnya. Hal ini terjadi karena

akupuntur merupakan suatu sistem pengobatan yang telah memiliki falsafah (cara

berpikir, teori-teori dasar, teknik memeriksa pasien, teknik mendiagnosis, teknik

(37)

dikatakan bahwa akupuntur tidak lagi disebut sebagai cara pengobatan

tradisional, melainkan merupakan cara pengobatan alternatif karena sifatnya yang

akomodatif pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh,

adanya inovasi dalam pengobatan akupuntur dengan berkembangnya sistem

elektro akupuntur, laser, ultarsonik, magnet, akuapuntur, dan sebagainya.

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka

peranan para akupunturis dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan yang

lebih bermutu disegala aspek pengobatan akupunturnya. Hal ini akan berjalan

lancar apabila diimbangi dengan adanya pengawasan dari pemerintah melalui

Depkes sebagai tindak lanjut keberadaan pelayanan akupunturis. Aspek-aspek

utama yang harus dimiliki oleh para akupunturis sebagai berikut :

1. Sumber daya manusia (akupunturis)

2. Bentuk pelayanan akupuntur

3. Proses pelayanan akupuntur

4. Penampilan (performance) pelayanan akupuntur (Dharmojono, 2001)

a. Sumber Daya Manusia (akupunkturis)

Pada saat ini, akupunkturis terdiri dari dokter dan nondokter (selanjutnya

disebut akupunkturis). Apabila tenaga medik/dokter akan menyelenggarakan

pelayanan akupunktur tidak memerlukan izin praktek khusus terlebih dahulu karena

pelayanan akupunktur dianggap merupakan salah satu ragam pelayanan. Izin praktek

dokter secara langsung sudah termasuk izin praktek akupunkturisnya. Namun

(38)

menunjukkan telah mengikuti dan lulus dari pendidikan akupuntur yang memiliki izin

penyelenggaraan kursus dari Depdikbud. Akupunturis yang telah dinyatakan lulus

dari pendidikan akupuntur akan mendapat ijazah lokal. Selanjutnya, merekapun harus

lulus dari ujian nasional akupunturis yang diselenggarakan oleh depdikbud, baik teori

maupun praktek (Dharmojono, 2001).

b. Bentuk Pelayanan Akupuntur

1. Bentuk pelayanan/praktek perorangan (praktek mandiri)

2. Bentuk praktek berkelompok

3. Bentuk praktek bersama

4. Bentuk praktek di puskesmas

5. Bentuk praktek akupunturis di rumah sakit

c. Proses Pelayanan Akupuntur

1. Proses teknis medik

Akupunturis harus mampu melakukan tindakan medik dengan prosedur standar

secara sistematis dan akurat meliputi teknik pengumpulan data pasien (cara

memeriksa pasien), teknik mendiagnosis, teknik terapi dan teknik evaluasi terhadap

tindakan mediknya. Akupunturis pun harus memiliki kartu pasien standar, memahami

cara pengisian dan dapat menyimpannya.

2. Proses non teknik medik

Akupunturis memahami proses penanganan pasien sejak pendaftaran konsultasi

(penyuluhan), alur rujukan (apabila diperlukan), sampai pada urusan administrasi

(39)

d. Penampilan Pelayanan Akupuntur

1. Penampilan fisik

a. Ruangan praktek akupuntur

b. Sarana teknis pelayanan akupuntur

c. Pakaian praktek akupuntur

2. Penampilan non fisik

a. Penampilan non fisik berupa hasil keluaran (output) dari pelayanan akupuntur

yang diselenggarakan (medical output performance), dengan adanya evaluasi

mengenai angka kesembuhan, angka efek samping, dan angka terjadinya

kompilasi.

b. Penampilan non fisik yang sifatnya non medis (non medical performance) perlu

dimiliki oleh seorang akupunturis dengan rujukan sumpah/janji akupunturis

dan kode etik akupunturis Indonesia (Dharmojono,2001).

2.5. Pelayanan Akupuntur Mudah Diterima Masyarakat

Menurut Dharmojono (2001) motto akupuntur terkenal dengan nama

MAREM (Murah, aman, Rasional, efektif, mudah). Motto ini sangat sesuai denga

GBHN (1988) yang menyatakan bahwa: “Pembangunan kesehatan terutama

ditujukan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di pedesaan

maupun di perkotaan”.

Pada dasarnya, jumlah akupunturis di Indonesia masih sangat sedikit dan

masih terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti, jakarta, Surabaya, Jogja, Bandung

(40)

upaya pelayanan kesehatan masyarakat maka harus dihasilkan akupunturis yang

berkualitas tinggi dan bersedia terjun ke pedesaan (Dharmojono, 2001).

2.6. Kerangka Konsep

Teori L. Green

Predisposing Factors

- Umur

- Jenis kelamin - Suku

- Pekerjaan - Tingkat

pendidikan - Penghasilan - Pengetahuan - Sikap

Enabling Factors - Fasilitas

pelayanan - Tempat

pelayanan

pengobatan akupuntur

Reinforcing Factors - Keluarga - Teman - Petugas

Akupuntur - Media

(41)

Skema diatas menunjukkan bahwa predisposing factors meliputi umur,

jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap,

kepercayaan dan enabling factors meliputi fasilitas pelayanan, tempat pelayanan

serta reinforcing factors meliputi keluarga, teman, petugas akupuntur, media

cetak/elektronik merupakan faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang

bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang memengaruhi pasien

terhadap pengobatan akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu di Kecamatan

Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli

Serdang. Adapun alasan pemilihan Lokasi ini adalah :

1. Memiliki pasien yang cukup banyak hampir 2500 pasien per bulannya, di

bandingkan tempat akupuntur yang lain.

2. Pasien berasal dari berbagai macam daerah, sedangkan lokasinya jauh dari

kota.

3. Menggabungkan pengobatan pijat kampung dengan telur ayam kampung,

pembacaan doa lalu di akupuntur.

4. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di lokasi tersebut.

3.2.2. Waktu penelitian

(43)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani

pengobatan akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu di Kecamatan Percut

Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 yaitu berjumlah 200 pasien.

3.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah pasien yang menjalani pengobatan

akupuntur di Keluarga Besar Serumpun Bambu di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010. Sampel untuk pasien dalam penelitian ini

diambil dengan sistem accidental sampling (Notoatmodjo, 2002). Pengambilan

jumlah sampel untuk pasien akupuntur dengan menggunakan rumus uji proporsi

satu sampel Lameshow (1997) sebagai berikut :

n = d2

Z2.P(1-P)

keterangan :

n = besar sampel

Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 90% sehingga :

Z= 1,645 (tingkat kepercayaan 90%)

d = jarak penduga 10% atau 0,10 di bawah atau di atas proporsi yang sebenarnya.

P = proporsi yang sesungguhnya dari populasi yang tidak diketahui besarnya.

Besar sampel akan paling besar jika P = 0,5.

(44)

Maka :

n =

(0,10)2 (1,645)2 (0,25)

n = 0,01

0,6765

n = 67,6

n = 68 responden

Dengan menggunakan rumus tersebut, maka sampel untuk pasien adalah

sebanyak 68 pasien.

Sampel penelitian yang berjumlah 68 pasien diambil dengan sistem

accidental sampling yaitu dengan cara mengambil responden yang kebetulan ada

atau tersedia (Notoatmodjo, 2002). Pengambilan sampel dengan cara ini

dilakukan agar peneliti lebih yakin dan mengetahui secara mendalam hasil

wawancara di lapangan selain itu karena keterbatasan peneliti dan waktu pasien

sebagai objek penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Untuk pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara langsung

dengan menggunakan kuesioner yang meliputi pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

pengetahuan, sikap dan kepercayaan pasien dalam memilih pengobatan akupuntur.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari tempat pengobatan akupuntur yaitu jumlah

(45)

3.5. Defenisi Operasional

1. Umur adalah lamanya usia hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan

sampai pada saat wawancara berdasarkan pengakuannya dalam tahun.

2. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki masyarakat yang

dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

3. Suku adalah bagian dari sistem adat yang didapat pasien secara turun temurun

dan merekat dalam sistem kekeluargaan pasien.

4. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan responden secara formal yang

pernah diikutinya selama ini.

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk mendapatkan

upah.

6. Tingkat penghasilan pasien adalah Jumlah seluruh pendapatan pokok dan

sampingan dibagi dengan jumlah tabungan keluarga. Menurut upah minimum

Provinsi penghasilan dibagi kedalam 3 kategori, yaitu :

b.Penghasilan tinggi, jika penghasilan Rp. >955.000

c.Penghasilan menengah, jika penghasilan Rp.505.000-Rp. 955.000

d.Penghasilan rendah, jika penghasilan Rp. 505.000 (UMR Provinsi)

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui pasien tentang pengobatan

akupuntur.

8. Sikap adalah respon/ penilaian pasien tentang pengobatan akupuntur.

9. Kepercayaan adalah keyakinan pasien yang sudah turun temurun terhadap

(46)

10.Fasilitas pelayanan adalah sarana dan prasarana yang diberikan di pengobatan

akupuntur.

11.Tempat pelayanan adalah tempat dilakukannya pengobatan akupuntur.

12.Keluarga adalah unit satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan

suatu kelompok kecil dalam masyarakat.

13.Teman adalah seseorang yang kenal dan berkomunikasi baik dengan pasien.

14.Petugas akupuntur adalah orang yang bertugas dalam bidang kesehatan

akupuntur di suatu tempat praktek baik pemerintah maupun swasta.

15.Media cetak/elektronik adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan, berupa media cetak dan elektronik.

3.6. Instrumen dan Cara Pengukuran 3.6.1. Instrumen

Alat untuk pengumpulan data adalah kuesioner.

3.6.2. Cara Pengukuran

Menurut Arikunto (1998), aspek pengukuran pengetahuan dengan kategori

baik, cukup, dan kurang terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan

dijadikan penentuan.

a. Predisposing factors 1. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui pasien tentang pengobatan

akupuntur, diukur dengan 7 pertanyaan. Penilaian diberikan dengan nilai 1 untuk

(47)

pertanyaan nomor 6, dan 7. Nilai 2 untuk nilai tertinggi dan 1 untuk nilai terendah

pada pertanyaan nomor 2 dan 4 dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai > 14

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 8-14

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 8

2. Pengukuran Sikap

Sikap adalah respon/ penilaian pasien tentang pengobatan akupuntur, diukur

dengan 9 pertanyaan dengan total nilai 18. Penilaian diberikan nilai 2 jika jawaban

benar dan nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai > 14

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 7-14

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 7

3. Pengukuran Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan pasien yang sudah turun temurun terhadap

pengobatan alternatif diukur dengan 7 pertanyaan dengan total nilai 14. Penilaian

diberikan nilai 2 jika jawaban benar dan nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri percaya bila jawaban responden benar > 50 % dengan total nilai ≥ 7

Katogeri tidak percaya bila jawaban responden benar < 50 % dengan total

(48)

b. Enabling Factors

1. Pengukuran Fasilitas Pelayanan

Fasilitas pelayanan adalah sarana dan prasarana yang diberikan di pengobatan

akupuntur diukur dengan 3 pertanyaan dengan total nilai 6. Penilaian diberikan nilai 2

jika jawaban benar dan nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai > 5

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 3-5

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 3

2. Pengukuran Tempat Pelayanan

Tempat pelayanan adalah tempat dilakukannya pengobatan akupuntur diukur

dengan 5 pertanyaan dengan total nilai 10. Penilaian diberikan nilai 2 jika jawaban

benar dan nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai > 8

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 4-8

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 4

c. Reinforcing Factors 1. Pengukuran Keluarga

Keluarga adalah unit satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan

suatu kelompok kecil dalam masyarakat diukur dengan 5 pertanyaan dengan total

nilai 10. Penilaian diberikan nilai 2 jika jawaban benar dan nilai 1 jika jawaban salah

dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai >8

(49)

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 4

2. Pengukuran Teman

Teman adalah seseorang yang kenal dan berkomunikasi baik dengan pasien

diukur dengan 5 pertanyaan dengan total nilai 10. Penilaian diberikan nilai 2 jika

jawaban benar dan nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai >8

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 4-8

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 4

3. Pengukuran Petugas Akupuntur

Petugas akupuntur adalah orang yang bertugas dalam bidang kesehatan

akupuntur di suatu tempat praktek baik pemerintah maupun swasta diukur dengan 6

pertanyaan dengan total nilai 12. Penilaian diberikan nilai 2 jika jawaban benar dan

nilai 1 jika jawaban salah dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai > 9

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 5-9

Katogeri kurang bila jawaban responden benar < 40 % dengan total nilai < 5

4. Pengukuran Media cetak/elektronik

Media cetak/elektronik adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan, berupa media cetak dan elektronik. diukur dengan 2 pertanyaan dengan

total nilai 5. Penilaian diberikan nilai 1 jika jawaban benar dengan kategori :

Katogeri baik bila jawaban responden benar > 75 % dengan total nilai >4

Katogeri cukup bila jawaban responden benar 40-75 % dengan total nilai 2-4

(50)

3.7. Metode Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang terkumpul diedit dan diolah dengan bantuan komputer dan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Sebelum dianalisis data diolah dahulu melalui beberapa tahapan :

1. Editing (pengeditan )

Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan

tujuan agar data masuk dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data

memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Coding (pengkodean)

Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah

analisis data yang telah dikumpulkan.

3. Entri

Kegiatan memasukkan data ke program komputer untuk pengambilan hasil

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki 22

kecamatan di antaranya :

1. Kec. Gunung Meriah 12. Kec. Patumbak

2. Kec. Sinembah Tanjung Muda Hulu 13. Kec. Deli Tua

3. Kec. Sibolangit 14. Kec. Sunggal

4. Kec. Kutalimbaru 15. Kec. Hamparan Perak

5. Kec. Pancur Batu 16. Kec. Labuhan Deli

6. Kec. Namorambe 17. Kec. Percut Sei Tuan

7. Kec. Biru-Biru 18. Kec. Batang Kuis

8. Kec. Sinembah Tanjung Muda Hilir 19. Kec. Pantai Labu

9. Kec. Bangun Purba 20. Kec. Beringin

10.Kec. Galang 21. Kec. Lubuk Pakam

11.Kec. Tanjung Morawa 22. Kec. Pagar Merbau.

Salah satu jenis pengobatan alternatif di Kabupaten Deli Serdang yang banyak

diminati masyarakat adalah Pengobatan Akupunktur Keluarga Besar Serumpun

(52)

4.1.1. Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 Km² dengan jumlah

penduduk 343.718 orang dan kepadatan 1.801 Km². Kecamatan Percut Sei Tuan

terdiri dari 18 Desa dan 2 Kelurahan, di antaranya :

1. Amplas 11. Bandar Setia

2. Kenangan 12. Kolam

3. Tembung 13. Saentis

4. Sumber Rejo Timur 14. Cinta Rakyat

5. Sei Rotan 15. Cinta Damai

6. Bandar Klippa 16. Pematang Lalang

7. Bandar Kalipah 17. Percut

8. Medan Estate 18. Tanjung Rejo

9. Laut Dendang 19. Tanjung Selamat

10.Sampali 20. Kenangan Baru

Pusat pemerintahannya berkedudukan di Jalan Medan-Batang Kuis Desa

Bandar Klippa. Secara geografis Kecamatan Percut Sei Tuan berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara : Selat Malaka

2. Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu

3. Sebelah Barat : Kecamatan Labuhan Deli dan Kota Medan

(53)

4.1.2. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan

Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki berbagai jenis pelayanan kesehatan,

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1. dibawah ini :

Tabel 4.1. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2008

No Jenis Sarana Jumlah (Unit)

1 Rumah Sakit 3

2 Puskesmas 2

3 Puskesmas Pembantu 8

4 Puskesmas Karyawan 3

5 Klinik Bersalin 20

6 Posyandu 183

Jumlah 219

Sumber : Kecamatan Percut Sei Tuan dalam Angka Tahun 2009

4.1.3. Pengobatan Akupunktur Keluarga Besar Serumpun Bambu

Pengobatan Akupunktur Keluarga Besar Serumpun Bambu terletak di Jalan

Saentis KM. 14.7 No. 90 B Kecamatan Percut Sei Tuan. Nama ”Serumpun Bambu”

diambil berdasarkan keinginan akupunkturis agar pengobatan ini kuat dan kokoh

seperti bambu. Pengobatan ini berdiri sejak 21 April 1987. Pelaksana pengobatan ini

adalah pemilik pengobatan sekaligus akupunkturis dibantu enam orang pekerjanya.

Lima orang sebagai pembantu dalam pengobatan dan satu orang sebagai tenaga

administrasinya. Akupunkturis memiliki keahlian akupunktur yang bersifat

turun-temurun dari orang tuanya.

Pelayanan yang diberikan pengobatan akupunktur ini yaitu pengobatan untuk

segala jenis penyakit. Tingkat kunjungan pasien dalam lima bulan terakhir, dari Bulan

Agustus-Desember Tahun 2009 berjumlah 15.314 kunjungan dengan rata-rata

(54)

4.1.3.1. Fasilitas Pengobatan Akupunktur Keluarga Besar Serumpun Bambu

Pengobatan akupuntur ini dibuka dalam suatu tempat praktek dengan sistem

menunggu pasien datang berkunjung. Didukung oleh fasilitas untuk menunjang

terlaksananya pengobatan di antaranya :

1. Tempat Tidur Pasien : 17 Tempat Tidur

2. Kursi Tunggu : 8 Kursi

3. Lemari Penyimpanan : 1 Lemari

4. Meja Administrasi : 1 Meja

5. Kamar Mandi : 2 Kamar Mandi

6. Musholla : 1 Musholla

7. Warung Jual Obat : 1 Warung

8. Kamar Inap Pasien : 13 Kamar Inap

9. Mikrofon : 1 Mikrofon

4.1.3.2. Peralatan Pengobatan Akupunktur Keluarga Besar Serumpun Bambu

Dalam melakukan praktek, batra ini menggunakan beberapa alat dan bahan, di

antaranya :

1. Jarum Suntik : 1000 Jarum per hari

2. Kapas : 3 Bungkus per hari

3. Sarung Tangan : 2 Pasang per hari

4. Telur : 1 Pasien – 1 Telur

5. Alkohol : 1 Botol per hari

Gambar

Tabel 4.1. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun     2008
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.  Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan Pasien Terhadap     Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan,

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEMPAR LEMBING DENGAN MEMODIFIKASI ALAT BAMBU PADA SISWA KELAS VIII.. SMP NEGERI 3 PERCUT SEI

22.573.523 per peternak / tahun, kontribusi pendapatan dari usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga adalah lebih besar dari 30 % yakni sebesar 69,3 %,

Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari.. bayi hingga kakek atau nenek dan terkadang dengan latar belakang yang

Pada umumnya orang tua di daerah Tembung masih berangapan bahwa seorang anak tidak perlu mengenyam pendidikan yang tinggi karena mereka akan berada di dapur dan tentunya sebagai