HUKUM ACARA
A. Pengertian Hukum Acara
Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum material melalui suatu proses dengan berpedomankan kepada peraturan yang dicantumkan dalam hukum acara. Tugas hukum acara menjamin ditaatinya norma-norma hukum material oleh setiap individu. Jadi dapat dikatakan bahwa hukum acara itu sebagai alat penegak dari peraturan hukum material yang tidak membebankan kewajiban sosial dalam kehidupan manusia.
B. Asas dan Susunan Peradilan
Pelaksanaan menyelesaikan masalah yang diatur dalam hukum material dilakukan oleh hakim dengan berpegang kepada hukum acara. Dalam menyelesaikan masalah itu kehakiman memiliki wewenang yang bebas. Artinya, tidak ada lembaga negara lainnya yang dapat ikut campur tangan dan atau memengaruhinya Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Untuk melaksanakan peradilan yang baik dan sesuai dengan bidang permasalahan yang dihadapi individu dalam keinginan memperoleh keadilan dan kebenaran, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 itu menetapkan juga badan peradilan sebagai pelaksana. Ditetapkan secara tegas bahwa ada empat macam peradilan, yaitu:
1. peradilan umum 2. peradilan agama 3. peradilan militer 4. peradilan tata usaha
Ayat (1) : Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Ayat (2) : Badan peradilan yang berada di bawah peradilan Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Peradilan umum bertugas melayani kepentingan anggota masyarakat dalam kebutuhannya memperoleh keadilan dan kebenaran. Oleh sebab itu, siding-sidang penyelesaian perkara dilakukan terbuka untuk umum. Tingkat menyelesaikan perkara ada tiga, yaitu:
1. Pengadilan Negeri 2. Pengadilan Tinggi 3. Mahkamah Agung
HUKUM ACARA PIDANA
Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti luas yang terdiri dari hukum pidana material dan hukum pidana formal.
- Hukum Pidana Material : mengatur tentang perbuatan yang dilarang dan diharuskan, siapa yang melanggar larangan atau keharusan diancam dengan atau pemidanaan.
- Hukum Pidana Formal : keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara aparatur negara yang berwenang (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana material yang dilanggar. Penyelenggaraannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana.
B. Fungsi Hukum Acara Pidana
Beberapa fungsi hukum acara pidana menurut van Bemmelen, yaitu:
Pertama : mencari dan menemukan kebenaran karena adanya persangkaan atau dugaan dilanggarnya undang-undang hukum pidana
Kedua : diusahakan diusutnya pelaku tindak pidana (dilakukan penyidikan) Ketiga : diupayakan tindakan agar pelaku tindak pidana ditangkap dan ditahan Keempat : mengumpulkan barang-barang bukti dan hasil penyidikan untuk
Mendukung kebenaran dan tuntutan terhadap terdakwa dalam pemeriksaan di pengadilan
Kelima : menyerahkan pelaku ke pengadilan untuk diperiksa dan dijatuhkan Putusan pidana
Keenam : menentukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan Ketujuh : Melaksanakan keputusan pengadilan (eksekusi)
Jika disimpulkan, fungsi hukum acara pidana ada 3, yakni mencari dan menemukan kebenaran, mengadili dan menjatuhkan keputusan kepada terdakwa, serta melaksanakan keputusan pengadilan terhadap terdakwa.
1. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (perubahan dari Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun1999, serta Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman)
6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (perubahan dari Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
7. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum (perubahan dari Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum)
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan 9. Yurisprudensi
10. Doktrin atau pendapat para ahli hukum
D. Asas-Asas Hukum
Asas-asas hukum acara pidana adalah sebagai berikut:
1. Asas peradilan berdasarkan undang-undang (asas legalitas)
2. Asas setiap orang diperlakukan sama di muka hukum (asas equality before the law)
3. Asas praduga tidak bersalah (asas presumption of innoncence)
4. Asas tersangka atau terdakwa sebagai subjek pemeriksaan (asas accusatoir)
5. Asas peradilan bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan
6. Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum 7. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
8. Asas pengadilan memeriksa perkara dengan hadirnya terdakwa (tidak mengenal asas in absentia)
9. Asas pemeriksaan perkara oleh hakim majelis
10. Asas beracara secara lisan (terdakwa dan saksi berbicara langsung dengan hakim)
11. Asas putusan pengadilan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum, disertai alasan-alasan yang sah menurut hukum
12. Asas pengawasan pelaksanaan putusan oleh pengadilan
E. Sifat Hukum Acara Pidana
Karena tujuan hukum pidana (material) melindungi kepentingan umum, maka negara melalui aparatur penegak berkewajiban untuk melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana material yang dilanggar oleh siapapun. Apabila ada pelanggaran, maka aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan atau kehakiman tanpa diminta oleh korban kejahatan, harus sanggup melaksanakan tugas kewajibannya untuk melakukan penyelidikan dan atau penyidikan, penuntutan, mengadili dan mengeksekusi pelaku kejahatan. Dengan demikian, hukum acara pidana bersifat memaksa (dwangenrecht).
F. Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa
Tersangka dan terdakwa mempunyai hak-hak, yaitu: 1. Hak segera diperiksa dan diadili (Pasal 50 KUHAP)
2. Hak untuk mengetahui dengan jelas tentang yang disangkakan atau didakwakan (Pasal 51 KUHAP)
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas (Pasal 52 KUHAP) 4. Hak mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP)
5. Hak mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkatan pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP)
6. Hak untuk mendapatkan nasihat hukum dari penasihat hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa hukuman mati (Pasal 56 KUHAP)
7. Hak untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2) KUHAP)
8. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka/terdakwa yang ditahan (Pasal 58 KUHAP)
9. Hak untuk diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa (Pasal 59-61 KUHAP)
10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan/keluarga (Pasal 61 KUHAP)
11. Hak untuk berhubungan surat menyurat (Pasal 62 KUHAP)
12. Hak untuk menghubungi dan dikunjungu rohaniawan (Pasal 63 KUHAP) 13. Hak mengajukan saksi ahli/saksi a decharge (Pasal 65 KUHAP)
17. Hak untuk mendapatkan salinan berita acara pemeriksaan (Pasal 72 KUHAP)
G. Sistem Pemeriksaan
Ada 2 macam sistem pemeriksaan, yaitu sistem inquisitoir dan sistem accusatoir - Sistem inquisitoir : dalam sistem inquisitoir pemeriksaan dilakukan dengan
keras untuk memperoleh pengakuan bersalah dari tersangka atau terdakwa yang akan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Tersangka tidak boleh didampingi oleh penasihat hukum atau pembela. Sistem ini dimulai sejak abad 13 dan diakhiri awal abad 19, sekarang sudah ditinggalkan.
- Sistem accusatoir: dalam sistem accusatoir hakim bertindak sebagai wasit yang tidak memihak, berperan aktif apabila para pihak (Jaksa Penuntut Umum, terdakwa dan penasihat umum) saling berarguentasi untuk memperkuat fakta-fakta dengan alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak.
H. Subjek-Subjek Dalam Hukum Acara Pidana
Subjek-subjek hukum dalam hukum acara pidana, yaitu: 1. Penyelidik dan penyidik (kepolisian)
2. Penuntut umum (kejaksaan) 3. Hakim (pengadilan)
4. Tersangka atau terdakwa yang diperiksa 5. Penasihat hukum/pembela
6. Panitera siding
7. Eksekutor putusan pengadilan
I. Tahapan Beracara Pidana
J. Alat-Alat Bukti