BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut
seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde
lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong
sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai
kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari
maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan
oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut
semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut
dengan era orde baru.
Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap
kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah
partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang
beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan
Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik
yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki
legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap
diatas kedua partai PPP dan PDI. Golkar selalu memperoleh suara mayoritas dan
mendominasi proses politik di Indonesia.
Kejayaan Golkar di massa orde baru (1971-1998) menempatkan Golkar
sebagai Government party, karena pemerintahan pada masa itu di dominasi oleh
orang-orang Golkar dari tingkat desa sampai pusat. Dua puluh tujuh tahun berkuasa
di Orde baru, kekuasaan Golkar diuji ketika arah perpolitikan Indonesia kembali
mengalami perubahan. Pada tahun 1988 muncul tuntutan reformasi yakni tatanan
politik baru kearah yang lebih demokratis yang memaksa rejim penguasa orde baru
untuk turun berserta Golkar sebagai partainya pemerintah. Hancurnya orde baru
digantikan dengan era reformasi, dimana negara Indonesia berada pada masa transisi
demokrasi menuju konsolidasi demokrasi.
Keberadaan partai politik merupakan salah satu unsur konsolidasi demokrasi,
sehingga pada masa penegakan demokrasi eksistensi partai politik kembali
dihidupkan,1 hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai politik pada era
reformasi termasuk Golkar yang sebelumnya merupakan organisasi sosial berubah
menjadi partai politik yang disebut Partai Golkar. Perubahan mendasar dari reformasi,
membuat persaingan diantara partai politik menjadi lebih transparan dan kompetitif,
tidak seperti orde baru dimana Golkar menjadi anak emas pemerintah dan partai
hegemonik. Perubahan ini berefek pada posisi Partai Golkar, dimana pergeseran pola
politik juga ikut menggeser pengaruh kuat Golkar seperti pada orde baru, sehingga
Golkar tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari semakin menurunnya
perolehan suara Golkar dalam pemilihan umum, serta Golkar tidak lagi menjadi
partai dominan. Tergesernya dominasi Golkar dapat dilihat dari komposisi kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana jumlah kursi telah terdistribusi pada
partai-partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKS, PPP, PKB dan partai-partai-partai-partai lainnya.
Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-2004
Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Golkar cendrung menurun
dalam pemilu di Era Reformasi. Pada pemilu tahun 1999 Golkar mendapat posisi
meskipun bukan pemenang mutlak karena PDI berhasil mempeloreh 109 kursi atau
18,31% suara di bawah Golkar yakni 21,62%. Kemudian pemilu tahun 2009 Suara
Golkar kembali menurun dan menjadi partai diposisi kedua di bawah Partai
Demokrat. Demokrat berhasil memperoleh 20,81% suara dan 141 kursi di DPR,
sedangkan Golkar 14,45% suara dan 106 Kursi. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2014
perolehan suara Golkar semakin menurun, pada pemilu sebelumnya Golkar berhasil
mendapatkan 109 kursi, pada pemiu 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi dan
menjadi pemenang kedua setelah PDIP .
Jika dibandingan dengan masa orde baru, sebelum terkenal dengan nama
Partai Golkar, dahulu Golkar disebut Sekber Golkar (Sektretariat Bersama Golongan
Karya) yang dibentuk tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar menghimpun hampir
300 organisasi fungsional nonpolitis yang berorientasi pada karya dan kekaryaan
dengan tiga organisasi seperti SOKSI, MKGR dan KOSGORO sebagai tulang
punggungnya.2 Namun orientasi Sekber Golkar yang nonpolitis menjadi politis terjadi
ketika Sekber Golkar mengikuti pemilu tahun 1971 dengan nama Golkar. Perubahan
nama ini desepakati dalam musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 juli 1971.3
Semenjak saat pemilu kedua yang dilaksanakan di Indonesia sampai pemilu ke tujuh
Golkar selalu mendapat suara mayoritas dan pemilik wakil terbanyak di DPR.
2 M. Rusli Karim, 1983, Perjalanan partai politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: Rajawali. Hal. 160
Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemilu ke-2 hingga pemilu ke-11
Sumber: RSIS Working Paper No. 277 Tahun 20144
Kemenangan Golkar selama pemilu legislatif Orde Baru (1971-1997) dapat
dilihat dari perolehan kursi di parlemen pada grafik diatas, perolehan kursi terbanyak
oleh Golkar yakni pada pemilu tahun 1997 dengan memperoleh 325 kursi. Sedangkan
untuk pemilu yang pertama kali pada tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik ,
Golkar berhasil memperoleh 226 kursi atau 62,8% suara dan menjadi pemenang
pemilu.5 Sedangkan pada posisi kedua NU hanya berhasil mendapatkan 58 kursi atau
18,67 % suara.
Tinggi/rendahnya perolehan suara partai tingkat nasional tidak terlepas dari
pengaruh perolehan suara tingkat daerah. Sebagai efek dari sistem demokrasi
perwakilan dan adanya otonomi daerah, keberadaan partai politik sebagai sebuah
4 Yuddi Crisnandhi dan Adhi Priamarizki, 2014, Explaining the Trajectory of Golkar’s Splinters in Post-Suharto Indonesia, RSIS working paper (online)
https://www.ciaonet.org/attachments/25893/uploads No. 277 , S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Hal. 5
organisasi pun mengikuti garis administrasi negara, dimana partai politik memiliki
perwakilan didaerah provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan dan desa.6 Dengan
demikian, Golkar sebagai partai yang telah eksis sejak masa orde baru telah memiliki
perwakilan disetiap provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat.
Di Sumatera Barat, Golkar telah ada semenjak pemilu kedua tahun 1971,
dimana pada masa ini Golkar menjadi salah satu peserta pemilu bersama 9 partai
politik lainnya untuk pemililihan tingkat I daerah provinsi. Tidak hanya ditingkat
nasional, ditingkat daerah pun (masa orde baru) Golkar berhasil menjadi partai
pemenang dengan suara mayoritas dan wakil terbanyak di DPRD Sumbar.
Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997) di Sumatera Barat perolehan suara Golkar pada pemilu orde baru di Sumatera Barat
Gol
Dalam setiap penyelenggaran pemilu untuk Daerah Tingkat I, Golkar berhasil
memperoleh suara diatas 60%. Perolehan suara Golkar naik secara signifikan setiap
pemilu dan puncak mayoritasnya terjadi pada pemilu tahun 1997 dengan perolehan
suara 91,24% yang berarti Golkar berhasil menduduki 33 kursi di DPRD dari 36 kursi
yang disediakan. Sedangkan dua partai politik lainnya PPP dan PDI tidak mampu
menyaingi perolehan suara Golkar, sehingga perwakilan PPP tidak kurang dari ¼
perwakilan Golkar, dan perwakilan PDI tidak lebih dari ¼ perwakian PPP.7 Bahkan
pada pemilu 1982 dan pemilu 1997 PDI tidak berhasil memperoleh satupun kursi di
DPRD tingkat I.
Perubahan struktur politik di era reformasi serta munculnya berbagai patai
politik baru, juga berdampak pada pergeseran peta politik di Sumatera Barat. Golkar
yang sebelumnya mendominasi, sekarang tidak lagi menjadi partai mayoritas.
Pengaruh Golkar telah bersanding dengan pengaruh partai politik lain. Hal ini
berdampak pada komposisi anggota DPRD Sumbar yang telah terdistribusi pada
partai politik lain.
Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era Reformasi
PBR - 3 2
-Demokrat - 3 14 8
Gerindra - - 4 8
Hanura - - 5 5
Nasdem - - - 6
Total 49 55 55 65
Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004 dan 2004/2009
Semenjak reformasi, Golkar kehilangan setengah dari jumlah kursi yang
selalu diperolehnya ketika orde baru. PPP yang sebelumnya hanya memperoleh ¼
dari jumlah kursi Golkar sekarang dapat mengimbagi posisi Golkar. Dari tabel diatas
dapat dilihat, bahwa Golkar tetap menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak
dalam DPRD kecuali pada pemilu tahun 2009, dimana Demokrat berhasil
memperoleh jumlah kursi terbanyak. Dominasi Golkar mulai digeser oleh partai lain
seperti PAN, PPP, Demokrat, dan partai baru yang merupakan pecahan Golkar seperti
Hanura dan Gerindra. Berikut grafik perolehan suara partai politik untuk pemilu
DPRD Sumatera Barat.
19990 2004 2009 2014 perolehan suara pemilu partai politik di Sumbar
Gol
Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Partai Golkar pada pemilu
legislatif daerah Provinsi Sumbar tahun 1999-2014. Golkar pada pemilu tahun 1999
berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara yang tidak jauh berbeda
dari partai PAN yang berada pada posisi kedua, selisih perolehan suara hanya 1,6%.
Sedangkan untuk pemilu tahun 2004 Golkar berhasil meningkatkan perolehan
suaranya dan menjadi partai pemenang. Namun, pada pemilu selanjutya (pemilu
2009) perolehan suara Golkar merosot menjadi 15,6% jauh dibawah partai Demokrat
yang menjadi pemenang dengan perolehan suara 23,2%. Begitu juga pada pemilu
2014 perolehan suara Golkar sedikit menurun namun golkar berhasil menjadi partai
pemenang dengan perolehan suara 15.5%. Meski memperoleh dukungan terbanyak
Golkar tidak jauh berbeda denga partai Demokrat yakni 11,9%, dimana Golkar
memperoleh 9 kursi dan Demokrat berhasil memperoleh 8 kursi.
Dalam konteks perpolitikan Sumatera Barat, Golkar masih menjadi partai
pemimpin dan tergolong salah satu partai mayoritas. Namun, kondisi menjadi
berbeda ketika Golkar bukan lagi satu-satunya kekuatan dominan seperti pada masa
orde baru. Keberadaan partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKB, Hanura, PPP,
Gerindra, PKS dan lainnya berhasil menyaingi dan mengimbangi kekuataan serta
pengaruh Partai Golkar. Perubahan mendasar dalam perpolitikan dan pemilu yang
lebih demokratis menjadi salah satu faktor yang ikut mengikis hegemoni Golkar
seperti yang disampaikan A.S Hikam8… Golkar dengan sendirinya akan pecah dan hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri…kalau pemilunya
demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti kalah dan dalam waktu tidak lama akan
dibubarkan”
Dominannya Golkar pada masa orde baru tidak lepas dari peranan berbagai
pihak. Sebagai salah satu kekuatan yang mendapat dukungan dari pemerintah dan
ABRI, Golkar menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan politik
lainnya. Dengan demikian, banyak pihak yang memandang bahwa kemenangan
Golkar dalam pemilu disebabkan oleh kecurangan, paksaaan dan atau karena
menggunakan kekuasaan ABRI. Hal ini seperti disampikan oleh Ernest Utrect9
8 Akbar tanjung, 2008, The Golkar Way : Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia hal 10
“The second Indonesian election, which were held on 3 July 1971, were won by army-sponsored Golongan Karya. Using Intimidation and threats, arresting opponents regarded as dangerous,misusing government facilities and putting in to practice the fraudulent system of bebas parpol”
Selain mendapat dukungan dari ABRI, birokrasi juga memiliki peranan
penting dalam mendukung kekuasaan Golkar. Dengan konsep monoloyalitas yang
dikembangkan dimana setiap birokrat harus setia kepada pemerintah membuat Golkar
semakin unggul. Kemudian, Golkar juga mengembangkan massa politik secara
maksimal melalui berbagai ormas yang pada masa itu disebut KINO-KINO. Sehingga
pada masa orde baru Golkar didukung oleh tiga jalur politik, masing masing jalur A
(ABRI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar/sipil) atau jalur ABG, dan sebagai
inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) ditubuh organisasi menjadi sangat
amat istimewa.10 Keberadaan jalur ABG ini menjadi salah satu faktor penting yang
membuat Golkar berhasil berkuasa dan terus memimpin selama orde baru.
Selain keberadaan ABRI dan birokrasi, tidak dapat dipungkiri sosok presiden
Soeharto yang merupakan dewan pembina dalam tubuh Golkar sekaligus penguasa
Orde Baru juga turut berkontribusi dalam melanggengkan kekuasaan Golkar. Golkar
dan Soeharto bersama-sama membentuk pemerintahan dan mengendalikan
masyarakat agar rezim ini terus berkuasa. Kuatnya pengaruh ketiga elemen ini seperti
yang disampaikan oleh oleh A.S Hikam11 “Golkar menjadi besar dan solid pada massa orde baru karena tidak terlepas dari dukungan militer, birokrasi dan kendali
mantan presiden Soeharto yang bertindak sebagai ketua dewan Pembina….
10 Lihat Awad Bahasoan, Golongan Kaya mencari format politik baru dalam Akbar Tandjung “The Golkar Way” hal.102
Kekuasaan serta kepemimpinan Soeharto sebagai bagian dari Golkar menjadi
sangat penting dalam memperkuat posisi Golkar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengguntungkan Golkar, seperti
kebijakan Fusi Partai Politik (UU No 3 Tahun 1975) tentang Partai Politik dan
Golongan Karya, dan kebiajkan floating mass. Konsep ini berimplikasi terhadap
larangan bagi partai-partai untuk beroperasi diperdesaan. Partai hanya bisa beroperasi
sampai tingkat kecamatan, dan karena Golkar bukan partai maka, dimaklumi bahwa
perangkat desa lainnya sudah bergabung dengan Golkar.12 Selanjutnya Permendagri
No 12 Tahun 1969 yang menetapkan pegawai negeri tidak boleh menjadi anggota
partai. Pemerintah menginginkan pegawai negeri netral dari afiliasi politik manapun.
Kebijakan ini begitu menguntungkan Golkar, karena sejak awalpun Golkar sudah
memiliki anggota organisasi pegawai dari kalangan pegawai negeri.
B. Rumusan Masalah
Ketika terjadi perubahan mendasar dalam struktur politik di era reformasi,
serta adanya tuntutan demokrasi dan keterbukaan, kompetisi oleh partai politik pun
berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Bagi partai politik lain keadaan ini
merupakan momen untuk menjalankan fungsi serta tujuan partai yang selama ini
terkekang. Namun keadaan terbalik dengan partai Golkar yang sebelumnya
merupakan mesin politik orde baru dan mendapatkan keuntungan dari penguasa,
sehingga Golkar kehilangan peganggan dalam panggung partai politik di Indonesia.
Sejak masa transisi demokrasi hingga konsolidasi demokrasi di Indonesia dominasi
dan hegemoni Golkar semakin menurun.
Menurut John Agnew13, hegemoni didefenisikan sebagai dominasi seorang,
suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam
tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun
negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya dengan
cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan-kebihan yag dimiliki dapat melalui pengaruh
kekuasaan, militer, serta ekonomi. Golkar pada masa orde baru memiliki mesin
politik yang berasal dari ABRI dan Birokrasi, serta pengaruh kekuasaan Dewan
Pembina Golkar yang dituangkan melalui berbagai kebijakan yang menguntungkan
Golkar.
Mesin politik dan kelebihan ini tidak lagi bekerja untuk Golkar pada era
konsoidasi demokrasi saat ini, dimana salah satu tuntutan reformasi adalah
penghapusan dwi fungsi ABRI. ABRI dipisahkan dari dunia politik dan bertindak
lebih professional untuk keamanan nasional. Kemudian komunikasi politik dari partai
politik terhadap konstituen ditingkat desa yang selama ini terputus akibat kebijakan
masa mengambang, di era reformasi kembali dibangun. Partai-partai politik bahkan
harus memiliki cabang hingga tingkat desa yang disebut anak ranting. Kondisi ini
membuat Golkar tidak lagi dapat memonopoli masyarakat ditingkat desa.
Kemudian secara internal partai, perpecahan yang terajadi dalam tubuh
Golkar juga berkontribusi terhadap semakin merosotnya pengaruh Golkar. Konflik
elit dan faksi dalam partai Golkar membuat lemah partai secara internal sedang partai
politik lain berusaha membangun kekuatan internal partai. Hilangnya elemen
kekuatan dari negara, serta melemahnya pengaruh dikalangan masyarakat sipil dan
konflik elit serta perpecahan menjadi faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar
merosot. Bedasarkan penjabaran diatas maka fokus penelitian ini adalah mengenai
kemerosotan hegemoni (declain Hegemony) Partai Golkar di Sumatera Barat. Dengan
pertanyaan penelitian Apa faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni
Partai Golkar di Sumatera Barat?
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat pada era
reformasi (2004-2014)
D. Manfaat
Adapun manfaat dan kontribusi dalam penelitian ini adalah;
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain
dalam memahami penggunaan teori hegemoni Antonio Gramsci dan juga
dapat memberikan kontribusi untuk menjelaskan fenomena terkait dengan
hegemoni politik.
2. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
menambah dan memperluas pengetahuan serta khasanah karya-karya
ilmiah, serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan.
3. Secara paraktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh objek terkait
untuk mengevaluasi serta memprediksi langkah partai kedepannya
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan penelitian
terdahulu sebagai acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian. Penelitian
terdahulu bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peneliti sekarang memandang
permasalahan yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Penelitian mengenai
Partai Golkar telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik penelitian
Golkar di tingkat pusat ataupun daerah/lokal.
Pertama, buku The Golkar Ways ; Survival Partai Golkar di Tengah
Terbulensi Politik Era Transisi yang ditulis oleh Akbar Tandjung tahun yang
diterbitkan oleh Gramedia di Jakarta tahun 2008.14 Buku ini merupakan disertasi
Akbar Tandjung yang berisi tentang keadaan Partai Golkar di Orde baru dan
perjuangan partai di era transisi demokrasi diantara partai-partai lain. Penelitian ini
bertujuan untuk menggungkap faktor-faktor dan langkah-langkah yang dapat menjadi
penyebab Partai Golkar dapat bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik menuju
demokrasi. Penelitian disertasi ini menggunakan persfektif pelembagaan partai politik
untuk menggungkap survival Partai Golkar di era transisi demokrasi. Metode
penelitian termasuk dalam kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
analitis. Penelitian ini memiliki periode batas waktu yang telah ditentukan yakni
tahun 1998-2004. Dengan lokasi penelitian di Jakarta dan Yogyakarta sebagai tempat
Partai Golkar berdomisili. Jenis data tergolong pada data sekunder dan primer dengan
teknik pemilihan informan secara snowball sampling. Hasil disertasi ini menunjukkan
Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah
adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah.
Kedua skripsi oleh Erix Ferdi Anwar yang berjudul Pengaruh Keberadaan
Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar
Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya surat edaran
yang dikeluarkan oleh Partai Golkar yang menyatakan kepada seluruh kader Partai
Golkar yang menjadi anggota serta ikut terlibat dalam kegiatan organisasi yang
dilakukan oleh ormas Nasional Demokrat, supaya menentukan sikap untuk memilih
tetap menjadi kader partai Golkar atau menjadi anggota Ormas Nasdem dan keluar
dari partai Golkar. Surat edaran ini diperkuat dengan kebijakan dari Partai Golkar
berupa sebuah ultimatum atau peringatan terakhir kepada seluruh kader Partai Golkar
agar menentukan sikapnya sebelum tanggal 11 Agustus 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan
pengaruh keberadaan ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar Provinsi
Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teori loyalitas politik, dengan metode
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.
analisis adalah individu yakni kader partai Golkar yang bergabung dengan ormas
Nasdem. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan analisis
etik-etik.
Hasil penelitian menunjukkan kader partai tersebut masih memiliki suatu
ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai Golkar. Sedangkan
dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik
dan kuat, sehingga ormas Nasdem bukanlah faktor yang menyebabkan pergeseran
loyalitas terjadi. Penyebab terjadinya pergeseran loyalitas dari masing-masing kader
terletak pada keadaan sosial di dalam tubuh partai Golkar yang tidak harmonis lagi.
Oleh sebab itu kondisi dari partai Golkar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran
loyalitas dari beberapa kader partai Golkar. Kondisi sosial yang memberikan sebuah
dorongan kepada kader tersebut untuk tidak terlalu terikat dengan aturan dan
kebijakan partai Golkar, yang meimbulkan pergeseran loyalitas yang terjadi dalam
diri kader partai Golkar.
Ketiga penelitian Fandi Aswat yang berjudul Perubahan Politik Partai Golkar
Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan partai Golkar pasca reformasi dan
perubahan paradigma partai Golkar kearah yang lebih demokratis yang tercermin
dalam pelakasanaan Musda di Provinsi Sumbar. Tujuan Musda adalah untuk menukar
kepemimpinan partai Golkar Provinsi Sumbar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa perubahan
tahun 2001. Untuk menjelaskan pokok permasalahn penelitian ini, maka digunakan
beberapa terori yaitu teori leit menurut Mosca dan Pareto untuk menjelaskan siapa
yang disebut elit, kemudian teori tiga analisa indentifikasi kekuasaan menurut
Putnam, analisa posisi, analisa reputasi dan analisa kekuasaan. Untuk menjelasakan
partai Golkar digunakan teori institusional menurut Richard scott, penyesuaian
institusi terhadap lingkungan sosial dan tuntutan aturan legal formal. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika politik partai Golkar Sumbar
sangat dinamis, dari konteks partai Golkar provinsi partai dikarenakan atas paksaan
yaitu peraturan pemerintah dan penyesuaian terhadap kondisi politik Indonesia. Pada
pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik dalam konflik kepentingan
elit partai Golkar Sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif
yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.sebagian elit
merasa dikhianati oleh ketua partai Golkar Sumbar kala itu. Elit tersebut
menginginkan agar ketua lengser dari jabatannya dengan minta pertolongan dari
pusat dengan perantara Fahmi Idris. Maka timbulah ide untuk dilakukannya
Munaslub dengan alasan PP No 12 tahun 1999 untuk menghindari citra buruk partai
Golkar di Sumbar.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Sutiyono yang berjudul Hegemoni
Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
penggunaan instrument kesenian untuk memperoleh dukungan massa
ini bertujuan untuk menjelaskan relasi pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan
melalui hegemoni seni pedalangan. Untuk menguraikan tujuan penelitian tersebut,
penelitian ini menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah untuk mempertahankan
kekuasannya bersama partai Golkar menggunakan seni pedalangan sebagai
instrument hegemoni. Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam
pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, oleh karena itu seni pedalangan
harus dikelola sedemikian cermat, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak
hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye
selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum. Maka dari itu
tepatlah sebagai alat hegemoni seni pedalangan diproduksi karena memuat suatu sifat
atau makna pada konteks sosio-kultural masyarakat.
Penelitian yang dilakukan sekarang memiliki perbedaan dengan keempat
penelitian yang dibahas diatas. Perbedaan penelitian ini pertama terletak pada fokus
penelitiannya, jika penelitian sebelumnya meneliti mengenai kelembagaan Golkar
serta dinamika Golkar pada era reformasi, maka penelitian sekarang fokus pada
kemerosotan hegemoni partai Golkar. Perbedaan juga terlihat dari teori yang
digunakan untuk menjelaskan permasalahan penelitian, dimana penelitian sekarang
menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk menjelaskan faktor-faktor yang
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu
No Nama Judul penelitian Fokus penelitian Teori dan
metode langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat,
B. Pendekatan Teoritis yang Digunakan
Untuk menjelaskan masalah penelitian tentang faktor-faktor kemerosotan
hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat, maka peneliti menggunakan beberapa
konsep sebagai kerangka berfikir awal. Berikut konsep dan teori yang digunakan
sebagai alat analisis dalam penelitian.
1. Konsep Hegemoni
Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia yang dalam
prakteknya di Yunani diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim
oleh negara-negara kota secara individual, misalnya yang dilakukan negara kota
Athena dan Sparta terhadap negara-negara kota lainnya.15 Dominasi posisi
menujukkan keunggulan suatu kelompok atas kelompok lain, keunggulan ini
membuat kelompok tersebut berkuasa atas kelompok lain. Kekuasaan yang dominan
ini dapat dilihat dari kepemimpinan yang dijalankan oleh kelompok yang berkuasa.
Sedangkan menurut John Agnew, hegemoni secara teoritis didefenisikan
sebagai dominasi seseorang, suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan
sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan
pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama
penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun
memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.16 Dengan
sudut pandang lain, Gramsci mengartikan hegemoni sebagai A social group can, and
15 Nezar Patria dan Andi Arief, 2003, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.115
indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental power (this
indeed is one of the principal conditions for the winning of such power); it
subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it firmly
in its grasp, it must continue to “lead” as well17. Sebuah kelompok sosial harus
bahkan dapat menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan,
kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika mempraktekkan
kekuasaan, tapi ketika dia telah memegang kekuasaan penuh ditangannya, dia masih
harus terus memimpin juga.
Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa hegemoni adalah suatu istilah
yang menunjukkan adanya keunggulan suatu individu/kelompok yang membuat
kelompok tersebut berkuasa lama. Dominasi kelompok diciptakan melalui cara-cara
kekerasaan atau bujukan. Kekerasan dalam hal ini merupakan penggunaan alat negara
untuk memobilisasi atau memaksa, sedangkan bukujukan merupakan bentuk
persuasif baik berupa pengaruh atau ajakan sehingga masyarakat yang terhegemoni
patuh pada kelompok penghegemoni.
Golkar merupakan partai yang telah berkuasa lama selama orde baru,
kekuasaan Golkar dapat dilihat dari dominannya Golkar dalam pemerintahan dan
berhasilnya Golkar menjadi partai mayoritas dalam setiap pemilu orde baru, baik di
tingkat pusat ataupun ditingkat daerah. Hegemoni Golkar dipanggung politik
kemudian merosot dikala perubahan politik kearah yang lebih demokratis di era
reformasi. Kemerosotan hegemoni tidak berarti Golkar kehilangan hegemoni, di
Sumatera Barat Golkar masih menjadi partai pemimpin namun bukan lagi partai
dominasi. Pengaruh Golkar bersanding dengan keberadaan partai politik lain.
2. Hegemoni: Persfektif Gramsci
Teori mengenai hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang
Marxian yang berasal dari Italy. Konsep hegemony Gramsci muncul sebagai upaya
Gramsci dalam menjawab pertanyaan kegagalan strategi dan taktik kelas proletariat
dalam menumbangkan kelas borjuis di Italia disatu sisi dan disisi lain justru dibarengi
dengan menguatnya kekuatan fasisme.18 Konsep hegemoni Gramsci dapat dielaborasi
melalui penjelasannya tentang basis dari supremasi kelas. Menurut Gramsci kelas
sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu dominasi
atau paksaan dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral.19
Menurut Gramsci cara pertama cendrung menggunakan aspek-aspek
kekerasan seperti pemaksaan atau tindakan koersif yang berujung pada dominasi.
Sedangkan cara kedua melalui tindakan persuasif, pengaruh dan bujukan yang
berujung pada kepemimpinan intelektual dan moral. Pengertian dominasi disini
mengarah pada masyarakat politik sedangkan kepemimpinan intelektual dan moral
mengarah pada masyarakat sipil.20 Teori Grasmci mengenai hegemoni merupakan
keseluruhan konsepnya yang ditulis dalam penjara (prison) yang berisi catatan
politik. Dalam membicarakan hegemoni, Gramsci memulai dengan tiga batas
18 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, hal.113
19 Ibid, Hal. 117
konseptualisasi hegemoni yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan ekonomi.21
Ketiga formasi sosial ini membentuk dasar konspetualisasi hegemoni.
Ekonomi, merupakan batas konseptualisasi pertama, sebuah batasan yang
digunakan untuk mengartikan mode of production yang paling dominan dalam
masyarakat, yang berhubungan dengan kemunculan kelas-kelas sosial dalam
masyarakat. Kedua, batasan negara yang merupakan tempat munculnya
praktek-praktek kekerasan (kekerasan polisi dan aparat lainnya). Ketiga, batasan masyarakat
sipil, menurut Gramsci masyarakat sipil berarti organisasi lain diluar negara dalam
sebuah formasi sosial diluar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang
didukung dan dilaksanakan oleh komponen diluar batasan diatas.
Ketiga elemen formasi hegemoni diatas seperti yang dijelaskan Gramsci
dalam buku Selection Of Prison Notebook, terkait pembahasan Gramsci mengenai
masalah kepemimpinan politik dalam formasi dan perkembangan bangsa dan negara
modern di Italia, seluruh masalah dari berbagai arus politik Risorgimento dapat
dibagi menjadi dua faktual mendasar. Kaum moderat yang mewakili kelompok sosial
yang relatif homogen dan karenanya kepemimpinan mereka mengalami kegoyahan
dan Partai Aksi (Action Party) yang tidak mendasarkan diri pada kelompok sosial
tertentu sehingga tekanan-tekanan dapat dihadapi. Dengan kata lain Partai Aksi secara
historis dipimpin oleh kaum moderat, kaum moderat terus memimpin partai aksi
bahkan setelah 1870 dan 1876. Selanjutnya, Gramsci menganalisis dalam bantuk apa
dan alat apa kaum moderat berhasil menerapkan alat (mekanisme) hegemoni
intelektul, moral dan politik mereka. Dalam bentuk-bentuk, dengan alat, yang
mungkin disebut liberal, dengan kata lain melalui pertunjukkan perseorangan,
molekuler dan swasta22
Pernyataan Gramsci mengenai formasi hegemoni dapat disimpulkan menjadi
tiga elemen yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan intelektual. Istilah privat
(swasta) merupakan kata untuk mewakili masyarakat sipil, dan pertunjukkan
perseorangan merupakan aspek intektual dan molecular23 adalah istilah yang merujuk
pada sebuah jalan yang mengekspresikan perkembangan kelompok yang dipimpin
dan memimpin dengan kata lain sebuah sistem demokrasi (masyarakat negara).24
Formasi Elemen Hegemoni Gramsci
22 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal. 216
23 Lihat dalam buku sejarah dan budaya Antonio Gramsci , Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed), Ira puspitorini Dkk (Penj), 2000, Surabaya: Pustaka Promethea hal. 291-295
24 Penjelasan Gramsci terkait elemen civil society, state dan intelektual “ What we can do, for the moment, is to fix two major superstructural “levels”: the one that can be called “civil society”, that is the ensemble of organisms commonly called “private”, and that of “political society” or “the State”. These two levels correspond on the one hand to the function of ”hegemony” which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of “direct domination” or command exercised through the State and “juridical” government… The intellectuals are the dominant group’s “deputies” exercising the subaltern functions of social hegemony and political government, Antonio Gramsci Op.Cit, Hal. 145
state
civil
society
intellectu
Ketika suatu kelompok sosial telah mempraktekkan hegemoni dan menjadi
kelompok yang hegemonik mereka harus tetap memperjuangkan hegemoni dan
kepemimpinannya. Perlu kegigihan untuk mepertahankan dan memperkuat otoritas
sosial dari kelas yang bekuasa dalam semua kelompok masyarakat sipil. Kemunduran
hegemoni dari kelompok yang berkuasa dapat terjadi dan bahkan menjadi krisis
hegemoni.
Terdapat tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu
hegemoni total (integral), hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang
minimum.25 Ketiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut dijelaskan oleh
Joseph Femia26 lebih lanjut yakni pertama hegemoni integral yang ditandai dengan
afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan
intelektual yang kokoh. Kedua, hegemoni merosot ditandai dengan adanya potensi
disintegritas. Meskipun sistem yang adda telah mencapai kebutuhan atau sasarannya
namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pikiran dominan
subjek hegemoni. Dan ketiga, hegemoni minimum menunjukkan situasi dimana
kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politis dan intelektual yang berlangsung
bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan masa dalam kehidupan
negara. Dengan demikian kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan
dan aspirasi mereka dengan kelas-kelas lain dalam masyarakat.
25 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal.128
Bedasarkan permasalahan dalam penelitian terkait kemerosoton hegemoni
Golkar, maka teori hegemoni Gramsci memiliki relevansi sebagai alat analisis untuk
menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar.
Kemerosotan Hegemoni Golkar dapat dijelasakan melalui tiga fondasi hegemoni
Gramsci yakni state, civil society dan intelektual organic. Keberadaan Golkar di
Sumatera Barat tidak lagi menjadi partai dominan seperti sebelumnya (orde baru),
meski tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu untuk provinsi Sumbar, namun
kemenangan Golkar tidak lagi menjadi kemenangan mutlak, Golkar tidak lagi
menjadi partai yang berpengaruh dan menentukan. Hal ini mengindikasikan
merosotnya hegemoni Golkar sebagai partai yang berkuasa, berbeda dengan
hegemoni Golkar pada masa orde baru yang kuat di ketiga elemen tersebut.
a. Masyarakat sipil
Dalam surat Gramsci tanggal 7 September 1931, Gramsci menunjukkan
bahwa masyarakat sipil (civil society) mencangkup organisasi-organisasi swasta
(private) seperti gereja, serikat dagang, organisasi masyarakat, sekolah dan
sebagainya. Dalam masyarakat sipil kaum intelektual menjalankan fungsi khusus
yakni hegemoni sosial dari kelompok dominan.27 Masyarakat sipil mencangkup
semua organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi yang
mencangkup masyarakat sipil disebut private seperti gereja, organisasi
keagamaan, serikat dagang, partai politik, serta kelompok-kelompok kebudayaan
dan organisasi kemasyarakatan.
Masyarakat sipil merupakan tempat hegemoni dilangsungkan, Golkar juga
menegakkan hegemoninya melalui masyarakat sipil, hal ini dapat dilihat
banyaknya organisasi-organisasi sosial yang menjadi underbow partai pada masa
orde baru, serta Golkar sendiri yang terdiri dari berbagai organisasi kekaryaan.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat diidentifikasi melalui berbagai organisasi
dalam masyarakat sipil yang tidak lagi menjadi underbow partai.
b. Masyarakat politik (negara)
Gramsci memakai istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif
yang terwujud dalam berbagai lembaga negara, angkatan bersenjata, polisi,
lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen
adminstrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdaganggan, industri, keamanan
sosial, dan sebagainya yang bergantung pada upaya akhir dari efektifitas
monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif.28 Dalam kategori ini
masyarakat politik mengacu pada semua institusi yang biasa disebut negara.29
Golkar berhasil menegakkan hegemoni tidak terlepas dari peranan negara,
sehingga Golkar dapat menjadi partai pemimpin yang mendominasi pada masa
orde baru. Peranan ABRI, polisi dan institusi lain menjadi begitu kental, namun
ketika reformasi terjadi dan tatanan politik baru yang lebih demokratis, tindakan
negara yang koersif telah berkurang disertai berkurangnya peranan ABRI dalam
politik.
28 Roger simon, Op.Cit, hal 104
c. Intelektual Sebagai organizer hegemoni
Menurut Gramsci seorang dikatakan intelektual bukan diperoleh dari hakikat
instrinsik dari kegiatan intelektual sendiri, melainkan posisi kegiatan yang
menempati dalam suatu sistem hubungan dimana kegiatan-kegiatan ini
mengambil tempatnya dalam sebuah hubungan-hubungan sosial yang kompleks.30
Selanjutnya Gramsci menjelaskan bahwa dalam dunia superstruktur, kaum
intelektual menampilkan fungsi organisasional dan konektif didalam masyarakat sipil
atau wilayah masyarakat politik. Dimana, kaum intelektual merupakan deputi dari
kelompok dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan
pemerintahan sosial.31 Setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata intelektual,
seperti kaum kapitalis menciptakan teknisi, ekonom, manager, pegawai negeri untuk
organisator kebudayaan baru dan setiap kelas baru yang lahir menentukan kaum
intektual yang sudah ada. Untuk melihat peran intelektual, maka Gramsci membagi
bentuk intelektual menjadi dua, yaitu intelektual organic dan intelektual tradisional.
Pertama intelektual organic, mereka adalah intelektual dan organisator
politik.32 Menurut Gramsci intelektual organic langsung berhubungan dengan cara
produksi yang dominan, dimana intelektual ini memberikan kelas ini homogenitas
dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri bukan cuma pada ekonomi namun juga
dilapangan sosial dan politik. Contoh intelektual organic adalah manager, insinyur,
politisi, penulis, jurnalis, pegawai negeri, tentara, jaksa, hakim dan sebagainya.
30 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal, 140
31 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, Hal.158
Kedua, intelektual tradisional merupakan intelektual yang dikategorikan
sebagai intelektual otonom. Banyak kelas yang baru tumbuh berusaha untuk
berasimilasi serta menundukkan intelektual tradisional secara ideologis. Mereka yang
termasuk intelektual tradisional seperti rohanian, manusia literer, filsuf atau artis.
Selanjutnya Gramsci menganalisis mengenai watak dari partai politik dalam
hubungannya dengan masalah kaum intelektual, dimana partai politik untuk semua
kelompok persisnya adalah mekanisme yang sama yang dilakukan negara, dengan
kata lain ia bertanggung jawab untuk menyatukan kaum intelektual organic dari
kelompok sosial yang ada kelompok dominan dan kaum intelektual tradisional. Partai
melaksanakan fungsi sesuai dengan fungsi dasarnya, yakni mengelaborasi
bagian-bagian komponennya sendiri dan fungsi mengubah mereka menjadi kaum intelektual
politik yang berkualitas, para pemimpin (dirigenti) dan organizer [mengorganisir]
semua aktivitas dan fungsi-fungsi yang inheren dalam perkembangan organic sebuah
masyarakat integral, baik sipil ataupun politik.33
Golkar pada masa orde baru memiliki organic intelektual sebagai basis think
tank partai untuk berbagai kebijakan. Para intelektual ini merupakan ahli ekonomi
dan pembangunan. Elemen intelektual ini dalam melihat faktor-faktor yang
meyebabkan merosotnya hegemoni Golkar, dibagi menjadi intelektual organic yakni
para kader partai dan kombinasi intelektual tradisional yakni tokoh agama dan tokoh
adat atau tokoh masyarakat.
Partai politik dan hegemoni
Menurut Gramsci pelaku utama sang penguasa baru tidak bisa menjadi
pahlawan individual di zaman modern, tetapi bisa menjadi pahlawan partai politik.
Prinsip yang penting adalah adanya pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan
dikuasai dan partai merupakan tempat efektif untuk mengembangkan pemimpin dan
kepemimpinan.34 Dalam rejim totalitarian, fungsi tradisional dan institusional
kerajaan diambil alih oleh partai politik. Walaupun tiap partai adalah ekspresi
kelompok sosial, namun kondisi tertentu dari suatu partai mewakili sebuah kelompok
sosial dalam menjalankan fungsi penyeimbang dan penengah dalam memperjuangkan
kepentingan kelompoknya dan kepentingan kelompok lain, dan berhasil
mengamankan perkembangan kelompok-kelompok tersebut karena mewakili
konsesus dan membantu -kelompok-kelompok sekutunya- yang bisa dianggap
sebagai kelompok yang jahat.35
Penjelasan diatas menunjukkan hegemoni partai politik dari persfektif
Gramsci, dimana partai dapat mempertahankan eksistensinya dalam pemerintahan
ketika partai tidak hanya mewakili kepentingan kelompok semata tapi bisa
mengakomodasikan semua kepentingan. Menurut Gramsci kemenangan partai,
kemajuannya bagi kekuatan negara dan kondisi ketika partai tidak bisa dihancurkan
34 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), 2001, Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci, Surabaya: Pustaka Promethea Hal. 31
secara normal dapat dijelaskan melalui eksistenti partai yang terdiri dari tiga elemen
dasar.36
1. Elemen massa, yang terdiri dari orang-orang kebanyakan yang berpartisipasi
dengan loyal dan disiplin.
2. Elemen kohesif dasar, yang memusatkan secara nasional dan member
kekuatan yang kompleks, efektif dan sangat kuat yang dengan sendirinya akan
berubah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang sama sekali. Elemen ini
dibantu dengan kekuatan kohesif yang besar yang memusatkan dan
mendisiplinkan. Elemen ini dapat juga disebut sebagai kepemimpinan di
tingkat nasional
3. Elemen lanjutan, yang menghubungkan elemen pertama dan kedua serta
memlihara kontak diantara keduanya secara fisik, moral dan intelektual.
Kekuatan partai Golkar dalam perpolitikan di Sumatera Barat dapat dilihat
dari ketiga elemen diatas, elemen massa berarti simpatisan partai Golkar yang
menjadi pendukung partai, elemen massa sangat menentukan kemenangan partai.
Kemudian elemen kohesif dasar terkait kepemimpinan partai, dalam hal ini pimpinan
partai untuk perwakilan daerah maupun nasional. Elemen ini memberi kekuatan bagi
partai untuk sektor wilayah dan terakhir elemen lanjutan adalah pola komunikasi
antara kedua elemen sebelumnya.
C. Skema Pemikiran
Untuk memudahkan pemahaman tentang permasalah dalam penelitian ini,
maka skema pemikiran penelitian sebagai berikut:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya
kemerosotan hegemoni Partai Golkar di era reformasi. Perubahan yang mendasar
dalam struktur politik sebagai efek dari tuntutan reformasi telah merubah arah
Partai Golkar
DPD Sumbar
Golkar pada masa orde baru: Partai Hegemonik dengan
dukungan pemerintah
Perubahan politik
Partai Golkar pada masa Reformasi: Penurunan perolehan suara terutama pada
pemilu 2009 dan 2014, dominasi Golkar tidak lagi mutlak, perpecahan internal partai dipusat, kekalahan dalam pilkada serentak di
Sumbar 2015
Apa faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar khusunya di Sumatera
Barat??
Dijelaskan dengan persfektif hegemoni Gramsci yang mencangkup elemen State (pemerintahan), Civil Society(organisasi masa) dan intelektual partai (organic
dan tradisional)
perpolitikan kearah yang lebih demokratis dibandingkan era orde baru. Golkar yang
menjadi mesin politik dan anak emas orde baru juga tidak luput dari tuntutan
reformasi.
Golkar di masa orde baru dengan segala keistimewaan yang didapat seperti
mesin politik jalur ABG, keuntungan dari berbagai kebijakan seperti kebijakan massa
menggambang dan perlindungan penuh dari penguasa orde baru sekaligus dewan
Pembina Golkar membuat Golkar menjadi kekuatan yang besar. Namun, semua
keistimewaan Golkar hilang saat orde baru jatuh dan digantikan dengan era
reformasi. Tuntutan demokrasi memberi peluang hidupnya lagi berbagai jenis partai
politik serta pelaksanaan pemilu yang lebih kompetitif diantara partai politik.
Ditengah-tengah bangkitnya berbagai jenis partai politik, Partai Golkar yang dimasa
orde baru selalu menjadi partai mayoritas dan dominan mesti tergeser posisinya oleh
partai-partai lain.
Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari merosotnya perolehan suara
Golkar dalam pemilu, kemudian Golkar tidak lagi dapat mempertahankan
dominasinya. Di Sumatera Barat sendiri, perolehan suara Golkar cenderung menurun
meski beberapa kali pemilu tetap sebagai pemenang namun bukan sebagai pemenang
mayoritas layaknya orde baru. Kemudian pada Pemilukada serentak 201 Golkar juga
mengalami kekalahan. Pengaruh Golkar ini kemudian dibayangi oleh partai lain
seperti Demokrat, PPP, PKS dan PAN untuk daerah Sumbar.
Untuk menjelasakan peyebab merosotnya hegemoni Golkar maka penelitian
Gramsci hegemoni suatu kelompok dapat dilihat tiga elemen yakni state, civil society
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kulaitiatif dengan desain penelitian
bersifat deskriptif analisis. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.37 Pendekatan
kualitatif berguna untuk menjelaskan fenomena sosial yang ingin diteliti secara
mendalam. Penelitian kualitatif menurut Maleong merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada sutu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.38
Sedangkan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitis berarti data-data
yang dikumpulkan dalam penelitian umumnya berbentuk kata-kata dan
gambar-gambar yang kebanyakan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif kualitatif
diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan
pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang
37 Lexy J Maleong, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.revisi), Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hal.4
melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) di
reduksi, diverifikasi dan ditriangulasi dan disimpulkan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang,
pemilihan lokasi ini didasari oleh permasalahan penelitian yang mengkaji mengenai
Kemerosotan hegemoni Golkar di Sumbar. Kota Padang merupakan ibu kota provinsi
dan merupakan lokasi DPD partai Golkar yang akan jadi objek penelitian. Alasan
lainnya adalah karena banyak informan yang berdomisili di Kota Padang.
C. Peran Penelitian
Pada penelitian kualitatif ini peneliti merupakan instrument utama dalam
mengumpulkan dan menginterpretasikan data.39 Peneliti juga berfungsi untuk
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data dan membuat
kesimpulan atas temuannya. Peneliti berperan murni sebagai peneliti yakni peneliti
berada diluar realitas atau lingkungan sosial yang akan diteliti dengan tetap fokus
memperhatikan aspek-aspek penting dalam proses mengumpulkan data.
Terhitung sejak tanggal 18 Januari 2016 peneliti mendapatkan izin dari
Pembimbing I dan Pembimbing II untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data
pada objek yang menjadi kajian peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan pengurusan
surat izin lapangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 19 Januari
2016. Dalam mengurus surat izin dari fakultas peneliti tidak mengalami kendala
apapun, pengurusan cepat dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pada tanggal 20
Januari surat izin rekomendasi ini dikeluarkan dengan No. 85/UN
16.08.WD.I//PP/2016, setelah mendapatkan surat ini kemudian peneliti langsung
melanjutkan untuk menggurus surat rekomendasi dari Kesbangpol Kota Padang. Pada
saat penggurusan surat izin di Kantor Kesbangpol Kota Padang ini peneliti juga tidak
mengalami kendala yang berarti, proses penggurusan sangat cepat ± selama 30 menit,
surat izin ini dikelurkan dengan No. 070.01.128./Kesbang.Pol/2016.
Selama hampir satu minggu peneliti menunda waktu turun kelapangan
penelitian karena harus mempersiapkan segala peralatan untuk dilapangan serta
beberapa agenda yang harus diselesaikan, sehingga baru tanggal 01 Februari 2016
peneliti memulai penelitian. Penelitian ini diawali dengan penggurusan izin serta
penyerahan surat izin rekomendasi dari Fakultas dan Kesbangpol Kota Padang pada
kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Sumatera Barat yang beralamat di Jl.
Rasuna Said No.79 Padang. Pada saat mendatangi kantor kira-kira pukul 10.00 WIB,
suasana kantor terlihat sangat sepi dan tidak ada seorang penggurus pun, yang ada
hanyalah mobil kantor yang berlogokan Partai Golkar. Melihat keberadaan mobil
tersebut maka peneliti yakin ada orang didalam, kemudian peneliti masuk ke kantor
lewat pintu belakang, dan disana peneliti bertemu dengan Kepala Sekretariat Partai
Golkar Bapak Sukarna. Tapi karena ada urusan mendadak, kemudian Bapak Sukarna
janji akan meluangkan waktu pukul 14.00 WIB nanti.
Merasa jeda waktu yang tidak terlalu lama maka peneliti memutuskan untuk
bertemu dengan Bapak Sukarna. Kemudian peneliti menyampaikan maksud dan
tujuan penelitian serta menyerahkan surat rekomendasi. Beliaupun menerima dengan
senang hati dan bahkan bercerita banyak tentang Partai Golkar dan memberikan
beberapa dokumen kepada peneliti. Melalui Bapak Sukarna, peneliti mendapat
banyak informasi mengenai informan-informan yang sesuai dengan kriteria informan
dalam metode snowball sampling yang dapat peneliti temui untuk menjawab
permasalahan penelitian. Beliau menyebut beberarapa tokoh seperti ketua umum,
sekretaris dan para anggota faksi Partai Golkar di DPRD Provinsi. Berawal dari
informasi dari Bapak Sukarna ini peneliti mencoba untuk mencari dan menemui
informan tersebut.
Pada tanggal 09 Februari peneliti menuju DPRD Provinsi, karena disana
peneliti dapat menemui semua informan yang direkomendasikan. Namun sayang
ketua DPRD yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar serta para anggota DPR
sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Melalui seorang teman, peneliti mendapatkan
kontak tenaga ahli Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumbar, yang kebetulan merupakan
Wakil Ketua Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas Partai Golkar. Setelah
menghubungi Bapak Asrul Syukur via telepon, kemudian disepakati janji untuk
bertemu pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB di Kantor Fraksi Partai
Golkar.
Tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB peneliti kembali lagi ke Kantor
Fraksi Partai Golkar di gedung DPRD Sumbar, namun karena hujan badai Bapak
dengan beliau. Selama proses wawancara dengan Bapak Asrul Syukur40 peneliti
mendapat banyak informasi, beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang Golkar
pada orde baru dan Partai Golkar. Selama proses penelitian beliau terlihat
menyampaikan jawaban dengan apa adanya. Kemudian setelah melakukan
wawancara kurang lebih satu jam peneliti menanyakan informan yang dapat
memberikan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian beliau
merekomendasikan beberapa nama diantaranyaa, Afrizal selaku Sekretaris Partai
Golkar DPD Sumbar, Zulkenedi Said, Kader Partai Golkar sekaligus Mantan
Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Ketua Umum Partai, serta Anggota DPRD
Fraksi Partai Golkar Ibu Sitti Izzati Aziz.
Melalui bantuan Bapak Asrul, peneliti dapat berjumpa langsung dengan
Bapak Zulkenedi Said di kediaman beliau di Villa Bukit Berlindo Gunung Panggilun
pada pukul 11.12 WIB. Selama proses wawancara terlihat Bapak Zulkenedi
menyampaikan pandangan beliau secara terbuka tentang Golkar baik luar ataupun
dalam, ditambah lagi dengan pengalaman politik beliau yang tidak diragukan,
sehingga melalui infomasi dari beliau peneliti mendapatkan informasi-informasi baru
tentang berbagai intrik internal partai.
Pada tanggal 11 Februari 2016 peneliti kembali lagi Kantor DPRD untuk
menemui Ibu Sitti, namun ternyata anggota dewan masih belum balik dari Jakarta dan
baru akan masuk lagi hari senin tanggal 15 Februari 2016. Karena tidak mendapatkan
kontak informan-informan yang telah direkomendasikan tadi, maka peneliti
memutuskan untuk menunggu informasi dari Ibu Sitti dahulu. Kemudian tanggal 15
Februari peneliti kembali lagi ke Kantor DPRD namun setelah menunggu selama tiga
jam, peneliti belum menerima kepastian kapan Ibu Sitti akan tiba, sehingga peniliti
memutuskan untuk menelepon. Setelah di telepon, beliau menjanjikan untuk bertemu
besok pagi di kantor. Tanggal 16 Februari 2016 peneliti menghubungi ibu Sitti untuk
mengkonfirmasi janji, dan ternyata janji diundur pada pukul 13.00 WIB. Akhirnya
pada pukul 13.15 WIB peneliti berhasil menemui Ibu Sitti, dari berbagai informasi
yang diperoleh Ibu Sitti kemudian menyarankan peneliti untuk bertemu dengan Ketua
Partai dan Bapak Leonardy Hramainy.
Karena masih di lokasi yang sama, maka setelah wawancara dengan Ibu Sitti,
peneliti langsung menemui Ketua DPRD, Bapak Hendra Irwan Rahim. Karena
padatnya jadwal beliau, dengan berbagai pertemuan maka peneliti hanya berharap
dapat berjumpa untuk membuat janji. Setelah lebih kurang dua jam menunggu
akhirnya pada pukul 17.05 WIB peneliti dapat bertemu dengan beliau. Setelah
menyampaikan maksud dan tujuan serta menjelaskan tentang penelitian, setelah
bertanya jawab beberapa persoalan, serta karena waktu yang juga telah dipenghujung
jam kantor, maka Bapak Hendra mempercayakan semua jawabannya kepada
Sekretaris Partai dan menyarakan untuk menemui Bapak Afrizal.
Tanggal 18 Februari, berbekal informasi yang didapat dari Ibu Sitti, maka
peneliti mencoba menemui Bapak Leonardy di Kantor Beliau di Padang FM. Namun
Jakarta dan akan kembali tanggal 22 Februari 2016. Pada tanggal itu peneliti
menemui kembali ke kantor ternyata Bapak tersebut belum kembali, dan baru akan
tiba Padang pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2016, akhirnya peneliti memutuskan
untuk kembali tanggal 25 Februari 2016. Pukul 09.00 WIB peneliti sudah di kantor,
tapi setelah menunggu tiga jam lebih Bapak tidak datang juga, peneliti mencoba
menghubungi via telepon namun tidak diangkat, dan di sms tidak dibalas. Melalui
informasi dari staff tersebut peneliti mendapatkan alamat rumah beliau, keesokan
harinya peneliti kerumah beliau di Jalan Bali, Ulak Karang. Namun setelah bertemu
beliau bersedia diwawancara selepas jum’at. Sembari menunggu, peneliti kemudian
menelepon Bapak Afrizal dan beliau bersedia ditemui besok harinya di kediamannya.
Selepas jum’at peneliti kembali kerumah Bapak Leonardy, wawancara berlangsung
lama dan banyak informasi yang peneliti dapatkan soal prahara partai di pusat, beliau
menyampaikan informasi secara blak-blakan.
Pada tanggal 27 February 2016, peneliti mengkonfirmasi lagi pertemuan
dengan Bapak Afrizal, namun ternyata beliau ada jadwal mendadak dan akan bisa
ditemui tanggal 01 Maret di Kantor DPRD Prov. Komisi III. Pada hari tersebut
peneliti bertemu dengan beliau dan melakukan wawancara, pengetahuan beliau
sangat dalam tentang Golkar karena telah meniti karir di Golkar dari tingkat bawah,
namun peneliti melihat beliau agak sedikit packing good dalam menyampaikan
informasi. Kemudian beliau merekomendasikan untuk bertemu dengan Bapak Shadig
Tanggal 02 Maret 2016 peneliti mencoba menemui Bapak Basril Djabar di
Kantor beliau di Harian Singgalang, namun saat itu beliau sedang di Jakarta dan
belum pasti kapan kembali ke Padang, namun sekretaris beliau berjanji akan
menghubungi jika beliau sudah balik dan bersedia di wawancarai.
Peneliti tanggal 03 Maret 2016 mengetahui informasi Bapak Shadig sedang
berada di Padang, kemudian mencoba menghubungi, dan ternyata beliau dengan
senag hari bersedia menjadi narasumber. Wawancara dilaksanakan di kediaman
beliau di Jalan Palupuh No.7 Jati, Padang. Wawancara dengan beliau berlangsung
tidak begitu lama, kira-kira hanya 45 menit, namun cukup untuk mendapatkan
informasi. Peneliti melanjutkan untuk menghubungi Bapak Syamsu Rahim, dan pada
tanggal 12 Maret 2016 beliau bersedia diwawancarai di kediamannya di Komplek
Aur Kuning. Sebagai mantan Kader Partai Golkar, wawancara berlangsung cukup
lama dan menjawab informasi yang peneliti butuhkan secara blak-blakan.
Selanjutnya peneliti berusaha untuk menemui Bapak Yul Akhiari Sastra yang
juga merupakan mantan Kader Partai Golkar, dan tanpa mengalami kesulitan peneliti
berhasil mewawancarai beliau pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 16.00 WIB di
sebuah rumah makan di Jalan A.Yani. Selama wawanaca, beliau begitu menguasai
seluk beluk Partai Golkar karena di bina dari tingkat dasar dan telah bergabung sejak
muda. Pada hari yang sama, peneliti kemudian mendapatkan konfirmasi dari Bapak
Basril Djabar yang telah kembali dari Jakarta dan bersedia di wawancarai, pada pukul
12.20 WIB peneliti menuju kantor baliau dan baru bisa melakukan wawancara pukul
keadaan Golkar pada masa orde baru. Setelah wawancara dengan beliau peneliti
melanjutkan janji wawancara dengan Bapak Yul Akhiari yang lokasinya tidak jauh
dari Kantor Harian Umum Singgalang.
D. Teknik Pemilihan Informan
Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling
mengetahui dan bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi dan membahas hasil serta
bisa memberikan informasi kepada siapa saja peneliti bisa menggali informasi
mengenai masalah penelitian.41 Teknik pemilihan informan dalam penelitian
menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan sebuah cara
yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel dimana peneliti kurang
mengetahui informan yang memiliki informasi terhadap permasalahan penelitian
yang sedang diteliti, artinya bahwa informan awal dipilih dengan pertimbangan
informan tersebut dapat membuka pintu untuk mengenali informan selajutnya.42
Dalam metode pemilihan informan ini peneliti menentukan satu atau lebih individu
atau tokoh kunci yang memiliki kriteria-kriteria tertentu dan meminta mereka untuk
menyebutkan orang lain yang memiliki kaitannya kemudian pada gilirannya dapat
ditemui.43
Informan yang dipilih merupakan informan yang dapat membuka informan
kunci lainnya yang telibat dalam permasalahan penelitian tersebut sehingga proses
41 Kasiram, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, Hal. 283
42 H. Russell Bernard, 1994, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitaif dan Kualitatif, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 97.
penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh dari masing-masing informan
dianggap sudah jenuh dan sudah mencukupi. Kriteria pemilihan informan awal pada
penelitian ini yaitu:
1. Informan dipilih dengan kriteria yaitu memiliki pengetahuan terkait dengan permasalahan penelitian peneliti;
2. Informan memiliki kriteria cukup lama berperan dan terlibat dalam keanggotaan Partai Golkar baik masa orde baru atau era reformasi
3. Informan merupakan orang yang pernah berpengalaman terhadap partai Golkar, baik yang sudah keluar dan menjadi anggota partai lain.
4. Informan memiliki waktu untuk melakukan wawancara oleh peneliti.
Tabel 3.
Daftar Informan Penelitian
No Nama Jabatan
1. Asrul Syukur Wakil Ketua Bidang Kelembagaan Politik,
Pemda dan Ormas (2009-2015) / Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumbar
2. Zulkenedi Said Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Barat
Periode 2009-2014
3. Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan
Perempuan dan Tenaga Kerja (2009-2015)/ Aggota DPRD Fraksi Partai Golkar Periode
2014-2019
4. Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar
5. Afrizal Sektretaris Partai Golkar DPD Sumatera Barat
Periode (2009-2015)/ Anggota Fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Barat
6. Shadiq Pasadique Kader Partai Golkar
Sumber: Peneliti
E. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan fokus kajian
pada penelitian, yaitu untuk menjawab permasalahan penelitian dan tujuan penelitian
ini. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang
organisasi, maupun wilayah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.44 Dalam
penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah organisasi/kelompok yakni partai
Golkar. Pada tingkat organisasi/kelompok subjek penelitian terkait dengan
keanggotaan dalam organisasi atau kelompok, mereka mungkin anggota atau
penggurus yang menempati posisi teretntu dalam struktur.
F. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan penelitian.45
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data yang bersifat
primer yaitu data utama dan data sekunder yaitu data pendukung. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan data
sekunder diperoleh dari dokumentasi, jurnal penelitian, dan beberapa bahan bacaan
yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Data dikumpulkan dengan metode:
1. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan informasi dan data dengan cara
langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran
lengkap tentang topik yang akan diteliti. Menurut Lincoln dan Guba tujuan dilakukan
wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisassi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.46 Teknik ini dipilih karena peneliti ingin
memperoleh keterangan-keterangan yang lebih jelas dan rinci secara langsung dari
informan sehingga hasil dari wawancara ini dapat memberikan gambaran yang
44 Burhanudin Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press, Hal.127
45 Mamang Etta Sungadji dan Sopiah. , 2010, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV Andi offset . hal.149