• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multipartai Golkar Pemilu dan Sumatera B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Multipartai Golkar Pemilu dan Sumatera B"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinamika perjalanan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut

seiring dengan perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pada masa orde

lama, jumlah partai politik di Indonesia sangat banyak serta beragam dan tergolong

sistem kepartaian multipartai. Munculnya berbagai macam partai politik dari berbagai

kepentingan kelompok, ras, suku, daerah serta agama merupakan implikasi dari

maklumat 3 November 1945 tentang pembentukan partai politik yang dikeluarkan

oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Namun, eksistensi partai-partai tersebut

semakin memudar dan hilang ketika tatanan politik baru dibentuk yang disebut

dengan era orde baru.

Pada masa awal bergulirnya orde baru (1971-1998) terjadi penataan terhadap

kehidupan partai politik, dimana pemerintah melakukan penyederhanaan jumlah

partai politik (fusi partai politik) yakni partai yang beraliran agama dan partai yang

beraliran demokrasi. Melalui UU No 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan

Golongan Karya, secara sah pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik

yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

serta satu organisasi sosial yakni Golongan Karya. Ketiga organisasi ini memiliki

legalitas untuk ikut dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Dalam setiap

(2)

diatas kedua partai PPP dan PDI. Golkar selalu memperoleh suara mayoritas dan

mendominasi proses politik di Indonesia.

Kejayaan Golkar di massa orde baru (1971-1998) menempatkan Golkar

sebagai Government party, karena pemerintahan pada masa itu di dominasi oleh

orang-orang Golkar dari tingkat desa sampai pusat. Dua puluh tujuh tahun berkuasa

di Orde baru, kekuasaan Golkar diuji ketika arah perpolitikan Indonesia kembali

mengalami perubahan. Pada tahun 1988 muncul tuntutan reformasi yakni tatanan

politik baru kearah yang lebih demokratis yang memaksa rejim penguasa orde baru

untuk turun berserta Golkar sebagai partainya pemerintah. Hancurnya orde baru

digantikan dengan era reformasi, dimana negara Indonesia berada pada masa transisi

demokrasi menuju konsolidasi demokrasi.

Keberadaan partai politik merupakan salah satu unsur konsolidasi demokrasi,

sehingga pada masa penegakan demokrasi eksistensi partai politik kembali

dihidupkan,1 hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai politik pada era

reformasi termasuk Golkar yang sebelumnya merupakan organisasi sosial berubah

menjadi partai politik yang disebut Partai Golkar. Perubahan mendasar dari reformasi,

membuat persaingan diantara partai politik menjadi lebih transparan dan kompetitif,

tidak seperti orde baru dimana Golkar menjadi anak emas pemerintah dan partai

hegemonik. Perubahan ini berefek pada posisi Partai Golkar, dimana pergeseran pola

(3)

politik juga ikut menggeser pengaruh kuat Golkar seperti pada orde baru, sehingga

Golkar tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari semakin menurunnya

perolehan suara Golkar dalam pemilihan umum, serta Golkar tidak lagi menjadi

partai dominan. Tergesernya dominasi Golkar dapat dilihat dari komposisi kursi di

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana jumlah kursi telah terdistribusi pada

partai-partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKS, PPP, PKB dan partai-partai-partai-partai lainnya.

Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-2004

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Golkar cendrung menurun

dalam pemilu di Era Reformasi. Pada pemilu tahun 1999 Golkar mendapat posisi

(4)

meskipun bukan pemenang mutlak karena PDI berhasil mempeloreh 109 kursi atau

18,31% suara di bawah Golkar yakni 21,62%. Kemudian pemilu tahun 2009 Suara

Golkar kembali menurun dan menjadi partai diposisi kedua di bawah Partai

Demokrat. Demokrat berhasil memperoleh 20,81% suara dan 141 kursi di DPR,

sedangkan Golkar 14,45% suara dan 106 Kursi. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2014

perolehan suara Golkar semakin menurun, pada pemilu sebelumnya Golkar berhasil

mendapatkan 109 kursi, pada pemiu 2014 Golkar hanya memperoleh 91 kursi dan

menjadi pemenang kedua setelah PDIP .

Jika dibandingan dengan masa orde baru, sebelum terkenal dengan nama

Partai Golkar, dahulu Golkar disebut Sekber Golkar (Sektretariat Bersama Golongan

Karya) yang dibentuk tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar menghimpun hampir

300 organisasi fungsional nonpolitis yang berorientasi pada karya dan kekaryaan

dengan tiga organisasi seperti SOKSI, MKGR dan KOSGORO sebagai tulang

punggungnya.2 Namun orientasi Sekber Golkar yang nonpolitis menjadi politis terjadi

ketika Sekber Golkar mengikuti pemilu tahun 1971 dengan nama Golkar. Perubahan

nama ini desepakati dalam musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 juli 1971.3

Semenjak saat pemilu kedua yang dilaksanakan di Indonesia sampai pemilu ke tujuh

Golkar selalu mendapat suara mayoritas dan pemilik wakil terbanyak di DPR.

2 M. Rusli Karim, 1983, Perjalanan partai politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut,Jakarta: Rajawali. Hal. 160

(5)

Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemilu ke-2 hingga pemilu ke-11

Sumber: RSIS Working Paper No. 277 Tahun 20144

Kemenangan Golkar selama pemilu legislatif Orde Baru (1971-1997) dapat

dilihat dari perolehan kursi di parlemen pada grafik diatas, perolehan kursi terbanyak

oleh Golkar yakni pada pemilu tahun 1997 dengan memperoleh 325 kursi. Sedangkan

untuk pemilu yang pertama kali pada tahun 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik ,

Golkar berhasil memperoleh 226 kursi atau 62,8% suara dan menjadi pemenang

pemilu.5 Sedangkan pada posisi kedua NU hanya berhasil mendapatkan 58 kursi atau

18,67 % suara.

Tinggi/rendahnya perolehan suara partai tingkat nasional tidak terlepas dari

pengaruh perolehan suara tingkat daerah. Sebagai efek dari sistem demokrasi

perwakilan dan adanya otonomi daerah, keberadaan partai politik sebagai sebuah

4 Yuddi Crisnandhi dan Adhi Priamarizki, 2014, Explaining the Trajectory of Golkar’s Splinters in Post-Suharto Indonesia, RSIS working paper (online)

https://www.ciaonet.org/attachments/25893/uploads No. 277 , S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Hal. 5

(6)

organisasi pun mengikuti garis administrasi negara, dimana partai politik memiliki

perwakilan didaerah provinsi, kabupaten/kota serta kecamatan dan desa.6 Dengan

demikian, Golkar sebagai partai yang telah eksis sejak masa orde baru telah memiliki

perwakilan disetiap provinsi di Indonesia termasuk Sumatera Barat.

Di Sumatera Barat, Golkar telah ada semenjak pemilu kedua tahun 1971,

dimana pada masa ini Golkar menjadi salah satu peserta pemilu bersama 9 partai

politik lainnya untuk pemililihan tingkat I daerah provinsi. Tidak hanya ditingkat

nasional, ditingkat daerah pun (masa orde baru) Golkar berhasil menjadi partai

pemenang dengan suara mayoritas dan wakil terbanyak di DPRD Sumbar.

Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997) di Sumatera Barat perolehan suara Golkar pada pemilu orde baru di Sumatera Barat

Gol

Dalam setiap penyelenggaran pemilu untuk Daerah Tingkat I, Golkar berhasil

memperoleh suara diatas 60%. Perolehan suara Golkar naik secara signifikan setiap

(7)

pemilu dan puncak mayoritasnya terjadi pada pemilu tahun 1997 dengan perolehan

suara 91,24% yang berarti Golkar berhasil menduduki 33 kursi di DPRD dari 36 kursi

yang disediakan. Sedangkan dua partai politik lainnya PPP dan PDI tidak mampu

menyaingi perolehan suara Golkar, sehingga perwakilan PPP tidak kurang dari ¼

perwakilan Golkar, dan perwakilan PDI tidak lebih dari ¼ perwakian PPP.7 Bahkan

pada pemilu 1982 dan pemilu 1997 PDI tidak berhasil memperoleh satupun kursi di

DPRD tingkat I.

Perubahan struktur politik di era reformasi serta munculnya berbagai patai

politik baru, juga berdampak pada pergeseran peta politik di Sumatera Barat. Golkar

yang sebelumnya mendominasi, sekarang tidak lagi menjadi partai mayoritas.

Pengaruh Golkar telah bersanding dengan pengaruh partai politik lain. Hal ini

berdampak pada komposisi anggota DPRD Sumbar yang telah terdistribusi pada

partai politik lain.

Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era Reformasi

(8)

PBR - 3 2

-Demokrat - 3 14 8

Gerindra - - 4 8

Hanura - - 5 5

Nasdem - - - 6

Total 49 55 55 65

Sumber: Memori DPRD Sumbar 1999/2004 dan 2004/2009

Semenjak reformasi, Golkar kehilangan setengah dari jumlah kursi yang

selalu diperolehnya ketika orde baru. PPP yang sebelumnya hanya memperoleh ¼

dari jumlah kursi Golkar sekarang dapat mengimbagi posisi Golkar. Dari tabel diatas

dapat dilihat, bahwa Golkar tetap menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak

dalam DPRD kecuali pada pemilu tahun 2009, dimana Demokrat berhasil

memperoleh jumlah kursi terbanyak. Dominasi Golkar mulai digeser oleh partai lain

seperti PAN, PPP, Demokrat, dan partai baru yang merupakan pecahan Golkar seperti

Hanura dan Gerindra. Berikut grafik perolehan suara partai politik untuk pemilu

DPRD Sumatera Barat.

(9)

19990 2004 2009 2014 perolehan suara pemilu partai politik di Sumbar

Gol

Dari grafik diatas dapat dilihat perolehan suara Partai Golkar pada pemilu

legislatif daerah Provinsi Sumbar tahun 1999-2014. Golkar pada pemilu tahun 1999

berhasil menjadi partai pemenang dengan perolehan suara yang tidak jauh berbeda

dari partai PAN yang berada pada posisi kedua, selisih perolehan suara hanya 1,6%.

Sedangkan untuk pemilu tahun 2004 Golkar berhasil meningkatkan perolehan

suaranya dan menjadi partai pemenang. Namun, pada pemilu selanjutya (pemilu

2009) perolehan suara Golkar merosot menjadi 15,6% jauh dibawah partai Demokrat

yang menjadi pemenang dengan perolehan suara 23,2%. Begitu juga pada pemilu

2014 perolehan suara Golkar sedikit menurun namun golkar berhasil menjadi partai

pemenang dengan perolehan suara 15.5%. Meski memperoleh dukungan terbanyak

(10)

Golkar tidak jauh berbeda denga partai Demokrat yakni 11,9%, dimana Golkar

memperoleh 9 kursi dan Demokrat berhasil memperoleh 8 kursi.

Dalam konteks perpolitikan Sumatera Barat, Golkar masih menjadi partai

pemimpin dan tergolong salah satu partai mayoritas. Namun, kondisi menjadi

berbeda ketika Golkar bukan lagi satu-satunya kekuatan dominan seperti pada masa

orde baru. Keberadaan partai politik lain seperti PDIP, Demokrat, PKB, Hanura, PPP,

Gerindra, PKS dan lainnya berhasil menyaingi dan mengimbangi kekuataan serta

pengaruh Partai Golkar. Perubahan mendasar dalam perpolitikan dan pemilu yang

lebih demokratis menjadi salah satu faktor yang ikut mengikis hegemoni Golkar

seperti yang disampaikan A.S Hikam8Golkar dengan sendirinya akan pecah dan hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri…kalau pemilunya

demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti kalah dan dalam waktu tidak lama akan

dibubarkan”

Dominannya Golkar pada masa orde baru tidak lepas dari peranan berbagai

pihak. Sebagai salah satu kekuatan yang mendapat dukungan dari pemerintah dan

ABRI, Golkar menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan politik

lainnya. Dengan demikian, banyak pihak yang memandang bahwa kemenangan

Golkar dalam pemilu disebabkan oleh kecurangan, paksaaan dan atau karena

menggunakan kekuasaan ABRI. Hal ini seperti disampikan oleh Ernest Utrect9

8 Akbar tanjung, 2008, The Golkar Way : Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia hal 10

(11)

“The second Indonesian election, which were held on 3 July 1971, were won by army-sponsored Golongan Karya. Using Intimidation and threats, arresting opponents regarded as dangerous,misusing government facilities and putting in to practice the fraudulent system of bebas parpol”

Selain mendapat dukungan dari ABRI, birokrasi juga memiliki peranan

penting dalam mendukung kekuasaan Golkar. Dengan konsep monoloyalitas yang

dikembangkan dimana setiap birokrat harus setia kepada pemerintah membuat Golkar

semakin unggul. Kemudian, Golkar juga mengembangkan massa politik secara

maksimal melalui berbagai ormas yang pada masa itu disebut KINO-KINO. Sehingga

pada masa orde baru Golkar didukung oleh tiga jalur politik, masing masing jalur A

(ABRI), jalur B (Birokrasi) dan jalur G (Golkar/sipil) atau jalur ABG, dan sebagai

inisiator kelahiran Golkar, posisi militer (ABRI) ditubuh organisasi menjadi sangat

amat istimewa.10 Keberadaan jalur ABG ini menjadi salah satu faktor penting yang

membuat Golkar berhasil berkuasa dan terus memimpin selama orde baru.

Selain keberadaan ABRI dan birokrasi, tidak dapat dipungkiri sosok presiden

Soeharto yang merupakan dewan pembina dalam tubuh Golkar sekaligus penguasa

Orde Baru juga turut berkontribusi dalam melanggengkan kekuasaan Golkar. Golkar

dan Soeharto bersama-sama membentuk pemerintahan dan mengendalikan

masyarakat agar rezim ini terus berkuasa. Kuatnya pengaruh ketiga elemen ini seperti

yang disampaikan oleh oleh A.S Hikam11 “Golkar menjadi besar dan solid pada massa orde baru karena tidak terlepas dari dukungan militer, birokrasi dan kendali

mantan presiden Soeharto yang bertindak sebagai ketua dewan Pembina….

10 Lihat Awad Bahasoan, Golongan Kaya mencari format politik baru dalam Akbar Tandjung “The Golkar Way” hal.102

(12)

Kekuasaan serta kepemimpinan Soeharto sebagai bagian dari Golkar menjadi

sangat penting dalam memperkuat posisi Golkar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mengguntungkan Golkar, seperti

kebijakan Fusi Partai Politik (UU No 3 Tahun 1975) tentang Partai Politik dan

Golongan Karya, dan kebiajkan floating mass. Konsep ini berimplikasi terhadap

larangan bagi partai-partai untuk beroperasi diperdesaan. Partai hanya bisa beroperasi

sampai tingkat kecamatan, dan karena Golkar bukan partai maka, dimaklumi bahwa

perangkat desa lainnya sudah bergabung dengan Golkar.12 Selanjutnya Permendagri

No 12 Tahun 1969 yang menetapkan pegawai negeri tidak boleh menjadi anggota

partai. Pemerintah menginginkan pegawai negeri netral dari afiliasi politik manapun.

Kebijakan ini begitu menguntungkan Golkar, karena sejak awalpun Golkar sudah

memiliki anggota organisasi pegawai dari kalangan pegawai negeri.

B. Rumusan Masalah

Ketika terjadi perubahan mendasar dalam struktur politik di era reformasi,

serta adanya tuntutan demokrasi dan keterbukaan, kompetisi oleh partai politik pun

berubah dan berkembang kearah yang lebih baik. Bagi partai politik lain keadaan ini

merupakan momen untuk menjalankan fungsi serta tujuan partai yang selama ini

terkekang. Namun keadaan terbalik dengan partai Golkar yang sebelumnya

merupakan mesin politik orde baru dan mendapatkan keuntungan dari penguasa,

sehingga Golkar kehilangan peganggan dalam panggung partai politik di Indonesia.

(13)

Sejak masa transisi demokrasi hingga konsolidasi demokrasi di Indonesia dominasi

dan hegemoni Golkar semakin menurun.

Menurut John Agnew13, hegemoni didefenisikan sebagai dominasi seorang,

suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan sosial, ataupun negara dalam

tatanan internasional yang mampu memberikan pengaruh terhadap kelompok ataupun

negara lain. Agnew menegaskan faktor utama penggunaan hegemoni biasanya dengan

cara meyakini, memanipulasi ataupun memaksa suatu kepentingan dengan

kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan-kebihan yag dimiliki dapat melalui pengaruh

kekuasaan, militer, serta ekonomi. Golkar pada masa orde baru memiliki mesin

politik yang berasal dari ABRI dan Birokrasi, serta pengaruh kekuasaan Dewan

Pembina Golkar yang dituangkan melalui berbagai kebijakan yang menguntungkan

Golkar.

Mesin politik dan kelebihan ini tidak lagi bekerja untuk Golkar pada era

konsoidasi demokrasi saat ini, dimana salah satu tuntutan reformasi adalah

penghapusan dwi fungsi ABRI. ABRI dipisahkan dari dunia politik dan bertindak

lebih professional untuk keamanan nasional. Kemudian komunikasi politik dari partai

politik terhadap konstituen ditingkat desa yang selama ini terputus akibat kebijakan

masa mengambang, di era reformasi kembali dibangun. Partai-partai politik bahkan

harus memiliki cabang hingga tingkat desa yang disebut anak ranting. Kondisi ini

membuat Golkar tidak lagi dapat memonopoli masyarakat ditingkat desa.

(14)

Kemudian secara internal partai, perpecahan yang terajadi dalam tubuh

Golkar juga berkontribusi terhadap semakin merosotnya pengaruh Golkar. Konflik

elit dan faksi dalam partai Golkar membuat lemah partai secara internal sedang partai

politik lain berusaha membangun kekuatan internal partai. Hilangnya elemen

kekuatan dari negara, serta melemahnya pengaruh dikalangan masyarakat sipil dan

konflik elit serta perpecahan menjadi faktor yang membuat hegemoni Partai Golkar

merosot. Bedasarkan penjabaran diatas maka fokus penelitian ini adalah mengenai

kemerosotan hegemoni (declain Hegemony) Partai Golkar di Sumatera Barat. Dengan

pertanyaan penelitian Apa faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni

Partai Golkar di Sumatera Barat?

C. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi

faktor-faktor penyebab merosotnya hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat pada era

reformasi (2004-2014)

D. Manfaat

Adapun manfaat dan kontribusi dalam penelitian ini adalah;

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain

dalam memahami penggunaan teori hegemoni Antonio Gramsci dan juga

dapat memberikan kontribusi untuk menjelaskan fenomena terkait dengan

hegemoni politik.

2. Dari segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

(15)

menambah dan memperluas pengetahuan serta khasanah karya-karya

ilmiah, serta menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan.

3. Secara paraktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh objek terkait

untuk mengevaluasi serta memprediksi langkah partai kedepannya

(16)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian

yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan penelitian

terdahulu sebagai acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian. Penelitian

terdahulu bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peneliti sekarang memandang

permasalahan yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Penelitian mengenai

Partai Golkar telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik penelitian

Golkar di tingkat pusat ataupun daerah/lokal.

Pertama, buku The Golkar Ways ; Survival Partai Golkar di Tengah

Terbulensi Politik Era Transisi yang ditulis oleh Akbar Tandjung tahun yang

diterbitkan oleh Gramedia di Jakarta tahun 2008.14 Buku ini merupakan disertasi

Akbar Tandjung yang berisi tentang keadaan Partai Golkar di Orde baru dan

perjuangan partai di era transisi demokrasi diantara partai-partai lain. Penelitian ini

bertujuan untuk menggungkap faktor-faktor dan langkah-langkah yang dapat menjadi

penyebab Partai Golkar dapat bertahan hidup ketika terjadi perubahan politik menuju

demokrasi. Penelitian disertasi ini menggunakan persfektif pelembagaan partai politik

untuk menggungkap survival Partai Golkar di era transisi demokrasi. Metode

(17)

penelitian termasuk dalam kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif

analitis. Penelitian ini memiliki periode batas waktu yang telah ditentukan yakni

tahun 1998-2004. Dengan lokasi penelitian di Jakarta dan Yogyakarta sebagai tempat

Partai Golkar berdomisili. Jenis data tergolong pada data sekunder dan primer dengan

teknik pemilihan informan secara snowball sampling. Hasil disertasi ini menunjukkan

Golkar melakukan rekonstrurisasi dan pembenahan organisasi sebagai langkah

adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang telah berubah.

Kedua skripsi oleh Erix Ferdi Anwar yang berjudul Pengaruh Keberadaan

Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat terhadap Loyalitas Kader Partai Golkar

Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya surat edaran

yang dikeluarkan oleh Partai Golkar yang menyatakan kepada seluruh kader Partai

Golkar yang menjadi anggota serta ikut terlibat dalam kegiatan organisasi yang

dilakukan oleh ormas Nasional Demokrat, supaya menentukan sikap untuk memilih

tetap menjadi kader partai Golkar atau menjadi anggota Ormas Nasdem dan keluar

dari partai Golkar. Surat edaran ini diperkuat dengan kebijakan dari Partai Golkar

berupa sebuah ultimatum atau peringatan terakhir kepada seluruh kader Partai Golkar

agar menentukan sikapnya sebelum tanggal 11 Agustus 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

pengaruh keberadaan ormas Nasdem terhadap loyalitas kader partai Golkar Provinsi

Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teori loyalitas politik, dengan metode

penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi.

(18)

analisis adalah individu yakni kader partai Golkar yang bergabung dengan ormas

Nasdem. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data dan analisis

etik-etik.

Hasil penelitian menunjukkan kader partai tersebut masih memiliki suatu

ikatan psikologis dan sosial yang masih kuat dengan partai Golkar. Sedangkan

dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik

dan kuat, sehingga ormas Nasdem bukanlah faktor yang menyebabkan pergeseran

loyalitas terjadi. Penyebab terjadinya pergeseran loyalitas dari masing-masing kader

terletak pada keadaan sosial di dalam tubuh partai Golkar yang tidak harmonis lagi.

Oleh sebab itu kondisi dari partai Golkar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran

loyalitas dari beberapa kader partai Golkar. Kondisi sosial yang memberikan sebuah

dorongan kepada kader tersebut untuk tidak terlalu terikat dengan aturan dan

kebijakan partai Golkar, yang meimbulkan pergeseran loyalitas yang terjadi dalam

diri kader partai Golkar.

Ketiga penelitian Fandi Aswat yang berjudul Perubahan Politik Partai Golkar

Provinsi Sumatera Barat pasca reformasi dalam pelaksanaan Musda tahun 2001.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan partai Golkar pasca reformasi dan

perubahan paradigma partai Golkar kearah yang lebih demokratis yang tercermin

dalam pelakasanaan Musda di Provinsi Sumbar. Tujuan Musda adalah untuk menukar

kepemimpinan partai Golkar Provinsi Sumbar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa perubahan

(19)

tahun 2001. Untuk menjelaskan pokok permasalahn penelitian ini, maka digunakan

beberapa terori yaitu teori leit menurut Mosca dan Pareto untuk menjelaskan siapa

yang disebut elit, kemudian teori tiga analisa indentifikasi kekuasaan menurut

Putnam, analisa posisi, analisa reputasi dan analisa kekuasaan. Untuk menjelasakan

partai Golkar digunakan teori institusional menurut Richard scott, penyesuaian

institusi terhadap lingkungan sosial dan tuntutan aturan legal formal. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika politik partai Golkar Sumbar

sangat dinamis, dari konteks partai Golkar provinsi partai dikarenakan atas paksaan

yaitu peraturan pemerintah dan penyesuaian terhadap kondisi politik Indonesia. Pada

pelaksanaan Musdalub terjadi karena adanya intrik politik dalam konflik kepentingan

elit partai Golkar Sumbar yaitu ketidaksenangan dalam menentukan calon legislatif

yang diusung oleh ketua partai Golkar Sumbar pemilu tahun 1999.sebagian elit

merasa dikhianati oleh ketua partai Golkar Sumbar kala itu. Elit tersebut

menginginkan agar ketua lengser dari jabatannya dengan minta pertolongan dari

pusat dengan perantara Fahmi Idris. Maka timbulah ide untuk dilakukannya

Munaslub dengan alasan PP No 12 tahun 1999 untuk menghindari citra buruk partai

Golkar di Sumbar.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Sutiyono yang berjudul Hegemoni

Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

penggunaan instrument kesenian untuk memperoleh dukungan massa

(20)

ini bertujuan untuk menjelaskan relasi pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan

melalui hegemoni seni pedalangan. Untuk menguraikan tujuan penelitian tersebut,

penelitian ini menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah untuk mempertahankan

kekuasannya bersama partai Golkar menggunakan seni pedalangan sebagai

instrument hegemoni. Bentuk seni serta pesan yang disampaikan oleh dalang dalam

pewayangan merupakan pendiktean oleh pemerintah, oleh karena itu seni pedalangan

harus dikelola sedemikian cermat, karena sosialisasi dan ekspresi kesenian ini tidak

hanya ketika kampanye dijalankan, akan tetapi juga setelah aktivitas kampanye

selesai dan partai penguasa telah memenangkan pemilihan umum. Maka dari itu

tepatlah sebagai alat hegemoni seni pedalangan diproduksi karena memuat suatu sifat

atau makna pada konteks sosio-kultural masyarakat.

Penelitian yang dilakukan sekarang memiliki perbedaan dengan keempat

penelitian yang dibahas diatas. Perbedaan penelitian ini pertama terletak pada fokus

penelitiannya, jika penelitian sebelumnya meneliti mengenai kelembagaan Golkar

serta dinamika Golkar pada era reformasi, maka penelitian sekarang fokus pada

kemerosotan hegemoni partai Golkar. Perbedaan juga terlihat dari teori yang

digunakan untuk menjelaskan permasalahan penelitian, dimana penelitian sekarang

menggunakan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk menjelaskan faktor-faktor yang

(21)

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul penelitian Fokus penelitian Teori dan

metode langkah adaptasi terhadap lingkungan politik baru yang golkar. Sedangkan dengan ormas Nasdem ikatan psikologis dan sosial masih belum tercipta dengan baik dan kuat,

(22)

B. Pendekatan Teoritis yang Digunakan

Untuk menjelaskan masalah penelitian tentang faktor-faktor kemerosotan

hegemoni Partai Golkar di Sumatera Barat, maka peneliti menggunakan beberapa

konsep sebagai kerangka berfikir awal. Berikut konsep dan teori yang digunakan

sebagai alat analisis dalam penelitian.

1. Konsep Hegemoni

Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut eugemonia yang dalam

prakteknya di Yunani diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim

oleh negara-negara kota secara individual, misalnya yang dilakukan negara kota

Athena dan Sparta terhadap negara-negara kota lainnya.15 Dominasi posisi

menujukkan keunggulan suatu kelompok atas kelompok lain, keunggulan ini

membuat kelompok tersebut berkuasa atas kelompok lain. Kekuasaan yang dominan

ini dapat dilihat dari kepemimpinan yang dijalankan oleh kelompok yang berkuasa.

Sedangkan menurut John Agnew, hegemoni secara teoritis didefenisikan

sebagai dominasi seseorang, suatu kelompok, beberapa kelompok dalam tatanan

sosial, ataupun negara dalam tatanan internasional yang mampu memberikan

pengaruh terhadap kelompok ataupun negara lain. Agnew menegaskan faktor utama

penggunaan hegemoni biasanya dengan cara meyakini, memanipulasi ataupun

memaksa suatu kepentingan dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.16 Dengan

sudut pandang lain, Gramsci mengartikan hegemoni sebagai A social group can, and

15 Nezar Patria dan Andi Arief, 2003, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.115

(23)

indeed must, already exercise “leadership” before winning governmental power (this

indeed is one of the principal conditions for the winning of such power); it

subsequently becomes dominant when it exercises power, but even if it holds it firmly

in its grasp, it must continue to “lead” as well17. Sebuah kelompok sosial harus

bahkan dapat menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan kekuasaan,

kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika mempraktekkan

kekuasaan, tapi ketika dia telah memegang kekuasaan penuh ditangannya, dia masih

harus terus memimpin juga.

Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa hegemoni adalah suatu istilah

yang menunjukkan adanya keunggulan suatu individu/kelompok yang membuat

kelompok tersebut berkuasa lama. Dominasi kelompok diciptakan melalui cara-cara

kekerasaan atau bujukan. Kekerasan dalam hal ini merupakan penggunaan alat negara

untuk memobilisasi atau memaksa, sedangkan bukujukan merupakan bentuk

persuasif baik berupa pengaruh atau ajakan sehingga masyarakat yang terhegemoni

patuh pada kelompok penghegemoni.

Golkar merupakan partai yang telah berkuasa lama selama orde baru,

kekuasaan Golkar dapat dilihat dari dominannya Golkar dalam pemerintahan dan

berhasilnya Golkar menjadi partai mayoritas dalam setiap pemilu orde baru, baik di

tingkat pusat ataupun ditingkat daerah. Hegemoni Golkar dipanggung politik

kemudian merosot dikala perubahan politik kearah yang lebih demokratis di era

(24)

reformasi. Kemerosotan hegemoni tidak berarti Golkar kehilangan hegemoni, di

Sumatera Barat Golkar masih menjadi partai pemimpin namun bukan lagi partai

dominasi. Pengaruh Golkar bersanding dengan keberadaan partai politik lain.

2. Hegemoni: Persfektif Gramsci

Teori mengenai hegemoni diperkenalkan oleh Antonio Gramsci, seorang

Marxian yang berasal dari Italy. Konsep hegemony Gramsci muncul sebagai upaya

Gramsci dalam menjawab pertanyaan kegagalan strategi dan taktik kelas proletariat

dalam menumbangkan kelas borjuis di Italia disatu sisi dan disisi lain justru dibarengi

dengan menguatnya kekuatan fasisme.18 Konsep hegemoni Gramsci dapat dielaborasi

melalui penjelasannya tentang basis dari supremasi kelas. Menurut Gramsci kelas

sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu dominasi

atau paksaan dan melalui kepemimpinan intelektual dan moral.19

Menurut Gramsci cara pertama cendrung menggunakan aspek-aspek

kekerasan seperti pemaksaan atau tindakan koersif yang berujung pada dominasi.

Sedangkan cara kedua melalui tindakan persuasif, pengaruh dan bujukan yang

berujung pada kepemimpinan intelektual dan moral. Pengertian dominasi disini

mengarah pada masyarakat politik sedangkan kepemimpinan intelektual dan moral

mengarah pada masyarakat sipil.20 Teori Grasmci mengenai hegemoni merupakan

keseluruhan konsepnya yang ditulis dalam penjara (prison) yang berisi catatan

politik. Dalam membicarakan hegemoni, Gramsci memulai dengan tiga batas

18 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, hal.113

19 Ibid, Hal. 117

(25)

konseptualisasi hegemoni yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan ekonomi.21

Ketiga formasi sosial ini membentuk dasar konspetualisasi hegemoni.

Ekonomi, merupakan batas konseptualisasi pertama, sebuah batasan yang

digunakan untuk mengartikan mode of production yang paling dominan dalam

masyarakat, yang berhubungan dengan kemunculan kelas-kelas sosial dalam

masyarakat. Kedua, batasan negara yang merupakan tempat munculnya

praktek-praktek kekerasan (kekerasan polisi dan aparat lainnya). Ketiga, batasan masyarakat

sipil, menurut Gramsci masyarakat sipil berarti organisasi lain diluar negara dalam

sebuah formasi sosial diluar bagian sistem produksi material dan ekonomi, yang

didukung dan dilaksanakan oleh komponen diluar batasan diatas.

Ketiga elemen formasi hegemoni diatas seperti yang dijelaskan Gramsci

dalam buku Selection Of Prison Notebook, terkait pembahasan Gramsci mengenai

masalah kepemimpinan politik dalam formasi dan perkembangan bangsa dan negara

modern di Italia, seluruh masalah dari berbagai arus politik Risorgimento dapat

dibagi menjadi dua faktual mendasar. Kaum moderat yang mewakili kelompok sosial

yang relatif homogen dan karenanya kepemimpinan mereka mengalami kegoyahan

dan Partai Aksi (Action Party) yang tidak mendasarkan diri pada kelompok sosial

tertentu sehingga tekanan-tekanan dapat dihadapi. Dengan kata lain Partai Aksi secara

historis dipimpin oleh kaum moderat, kaum moderat terus memimpin partai aksi

bahkan setelah 1870 dan 1876. Selanjutnya, Gramsci menganalisis dalam bantuk apa

dan alat apa kaum moderat berhasil menerapkan alat (mekanisme) hegemoni

(26)

intelektul, moral dan politik mereka. Dalam bentuk-bentuk, dengan alat, yang

mungkin disebut liberal, dengan kata lain melalui pertunjukkan perseorangan,

molekuler dan swasta22

Pernyataan Gramsci mengenai formasi hegemoni dapat disimpulkan menjadi

tiga elemen yakni masyarakat politik, masyarakat sipil dan intelektual. Istilah privat

(swasta) merupakan kata untuk mewakili masyarakat sipil, dan pertunjukkan

perseorangan merupakan aspek intektual dan molecular23 adalah istilah yang merujuk

pada sebuah jalan yang mengekspresikan perkembangan kelompok yang dipimpin

dan memimpin dengan kata lain sebuah sistem demokrasi (masyarakat negara).24

Formasi Elemen Hegemoni Gramsci

22 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal. 216

23 Lihat dalam buku sejarah dan budaya Antonio Gramsci , Quintin Hoare dan Nowell Smith (Ed), Ira puspitorini Dkk (Penj), 2000, Surabaya: Pustaka Promethea hal. 291-295

24 Penjelasan Gramsci terkait elemen civil society, state dan intelektual “ What we can do, for the moment, is to fix two major superstructural “levels”: the one that can be called “civil society”, that is the ensemble of organisms commonly called “private”, and that of “political society” or “the State”. These two levels correspond on the one hand to the function of ”hegemony” which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of “direct domination” or command exercised through the State and “juridical” government… The intellectuals are the dominant group’s “deputies” exercising the subaltern functions of social hegemony and political government, Antonio Gramsci Op.Cit, Hal. 145

state

civil

society

intellectu

(27)

Ketika suatu kelompok sosial telah mempraktekkan hegemoni dan menjadi

kelompok yang hegemonik mereka harus tetap memperjuangkan hegemoni dan

kepemimpinannya. Perlu kegigihan untuk mepertahankan dan memperkuat otoritas

sosial dari kelas yang bekuasa dalam semua kelompok masyarakat sipil. Kemunduran

hegemoni dari kelompok yang berkuasa dapat terjadi dan bahkan menjadi krisis

hegemoni.

Terdapat tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu

hegemoni total (integral), hegemoni yang merosot (decadent) dan hegemoni yang

minimum.25 Ketiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci tersebut dijelaskan oleh

Joseph Femia26 lebih lanjut yakni pertama hegemoni integral yang ditandai dengan

afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan

intelektual yang kokoh. Kedua, hegemoni merosot ditandai dengan adanya potensi

disintegritas. Meskipun sistem yang adda telah mencapai kebutuhan atau sasarannya

namun mentalitas massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pikiran dominan

subjek hegemoni. Dan ketiga, hegemoni minimum menunjukkan situasi dimana

kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politis dan intelektual yang berlangsung

bersamaan dengan keengganan terhadap setiap campur tangan masa dalam kehidupan

negara. Dengan demikian kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan

dan aspirasi mereka dengan kelas-kelas lain dalam masyarakat.

25 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit hal.128

(28)

Bedasarkan permasalahan dalam penelitian terkait kemerosoton hegemoni

Golkar, maka teori hegemoni Gramsci memiliki relevansi sebagai alat analisis untuk

menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar.

Kemerosotan Hegemoni Golkar dapat dijelasakan melalui tiga fondasi hegemoni

Gramsci yakni state, civil society dan intelektual organic. Keberadaan Golkar di

Sumatera Barat tidak lagi menjadi partai dominan seperti sebelumnya (orde baru),

meski tetap menjadi partai pemenang dalam pemilu untuk provinsi Sumbar, namun

kemenangan Golkar tidak lagi menjadi kemenangan mutlak, Golkar tidak lagi

menjadi partai yang berpengaruh dan menentukan. Hal ini mengindikasikan

merosotnya hegemoni Golkar sebagai partai yang berkuasa, berbeda dengan

hegemoni Golkar pada masa orde baru yang kuat di ketiga elemen tersebut.

a. Masyarakat sipil

Dalam surat Gramsci tanggal 7 September 1931, Gramsci menunjukkan

bahwa masyarakat sipil (civil society) mencangkup organisasi-organisasi swasta

(private) seperti gereja, serikat dagang, organisasi masyarakat, sekolah dan

sebagainya. Dalam masyarakat sipil kaum intelektual menjalankan fungsi khusus

yakni hegemoni sosial dari kelompok dominan.27 Masyarakat sipil mencangkup

semua organisasi dan lembaga diluar produksi dan negara. Semua organisasi yang

mencangkup masyarakat sipil disebut private seperti gereja, organisasi

keagamaan, serikat dagang, partai politik, serta kelompok-kelompok kebudayaan

dan organisasi kemasyarakatan.

(29)

Masyarakat sipil merupakan tempat hegemoni dilangsungkan, Golkar juga

menegakkan hegemoninya melalui masyarakat sipil, hal ini dapat dilihat

banyaknya organisasi-organisasi sosial yang menjadi underbow partai pada masa

orde baru, serta Golkar sendiri yang terdiri dari berbagai organisasi kekaryaan.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat diidentifikasi melalui berbagai organisasi

dalam masyarakat sipil yang tidak lagi menjadi underbow partai.

b. Masyarakat politik (negara)

Gramsci memakai istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif

yang terwujud dalam berbagai lembaga negara, angkatan bersenjata, polisi,

lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen

adminstrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdaganggan, industri, keamanan

sosial, dan sebagainya yang bergantung pada upaya akhir dari efektifitas

monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif.28 Dalam kategori ini

masyarakat politik mengacu pada semua institusi yang biasa disebut negara.29

Golkar berhasil menegakkan hegemoni tidak terlepas dari peranan negara,

sehingga Golkar dapat menjadi partai pemimpin yang mendominasi pada masa

orde baru. Peranan ABRI, polisi dan institusi lain menjadi begitu kental, namun

ketika reformasi terjadi dan tatanan politik baru yang lebih demokratis, tindakan

negara yang koersif telah berkurang disertai berkurangnya peranan ABRI dalam

politik.

28 Roger simon, Op.Cit, hal 104

(30)

c. Intelektual Sebagai organizer hegemoni

Menurut Gramsci seorang dikatakan intelektual bukan diperoleh dari hakikat

instrinsik dari kegiatan intelektual sendiri, melainkan posisi kegiatan yang

menempati dalam suatu sistem hubungan dimana kegiatan-kegiatan ini

mengambil tempatnya dalam sebuah hubungan-hubungan sosial yang kompleks.30

Selanjutnya Gramsci menjelaskan bahwa dalam dunia superstruktur, kaum

intelektual menampilkan fungsi organisasional dan konektif didalam masyarakat sipil

atau wilayah masyarakat politik. Dimana, kaum intelektual merupakan deputi dari

kelompok dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan

pemerintahan sosial.31 Setiap kelas menciptakan satu atau lebih strata intelektual,

seperti kaum kapitalis menciptakan teknisi, ekonom, manager, pegawai negeri untuk

organisator kebudayaan baru dan setiap kelas baru yang lahir menentukan kaum

intektual yang sudah ada. Untuk melihat peran intelektual, maka Gramsci membagi

bentuk intelektual menjadi dua, yaitu intelektual organic dan intelektual tradisional.

Pertama intelektual organic, mereka adalah intelektual dan organisator

politik.32 Menurut Gramsci intelektual organic langsung berhubungan dengan cara

produksi yang dominan, dimana intelektual ini memberikan kelas ini homogenitas

dan suatu kesadaran akan fungsinya sendiri bukan cuma pada ekonomi namun juga

dilapangan sosial dan politik. Contoh intelektual organic adalah manager, insinyur,

politisi, penulis, jurnalis, pegawai negeri, tentara, jaksa, hakim dan sebagainya.

30 Antonio Gramsci, Op.Cit Hal, 140

31 Nezar Patria dan Andi Arief, Op.Cit, Hal.158

(31)

Kedua, intelektual tradisional merupakan intelektual yang dikategorikan

sebagai intelektual otonom. Banyak kelas yang baru tumbuh berusaha untuk

berasimilasi serta menundukkan intelektual tradisional secara ideologis. Mereka yang

termasuk intelektual tradisional seperti rohanian, manusia literer, filsuf atau artis.

Selanjutnya Gramsci menganalisis mengenai watak dari partai politik dalam

hubungannya dengan masalah kaum intelektual, dimana partai politik untuk semua

kelompok persisnya adalah mekanisme yang sama yang dilakukan negara, dengan

kata lain ia bertanggung jawab untuk menyatukan kaum intelektual organic dari

kelompok sosial yang ada kelompok dominan dan kaum intelektual tradisional. Partai

melaksanakan fungsi sesuai dengan fungsi dasarnya, yakni mengelaborasi

bagian-bagian komponennya sendiri dan fungsi mengubah mereka menjadi kaum intelektual

politik yang berkualitas, para pemimpin (dirigenti) dan organizer [mengorganisir]

semua aktivitas dan fungsi-fungsi yang inheren dalam perkembangan organic sebuah

masyarakat integral, baik sipil ataupun politik.33

Golkar pada masa orde baru memiliki organic intelektual sebagai basis think

tank partai untuk berbagai kebijakan. Para intelektual ini merupakan ahli ekonomi

dan pembangunan. Elemen intelektual ini dalam melihat faktor-faktor yang

meyebabkan merosotnya hegemoni Golkar, dibagi menjadi intelektual organic yakni

(32)

para kader partai dan kombinasi intelektual tradisional yakni tokoh agama dan tokoh

adat atau tokoh masyarakat.

Partai politik dan hegemoni

Menurut Gramsci pelaku utama sang penguasa baru tidak bisa menjadi

pahlawan individual di zaman modern, tetapi bisa menjadi pahlawan partai politik.

Prinsip yang penting adalah adanya pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan

dikuasai dan partai merupakan tempat efektif untuk mengembangkan pemimpin dan

kepemimpinan.34 Dalam rejim totalitarian, fungsi tradisional dan institusional

kerajaan diambil alih oleh partai politik. Walaupun tiap partai adalah ekspresi

kelompok sosial, namun kondisi tertentu dari suatu partai mewakili sebuah kelompok

sosial dalam menjalankan fungsi penyeimbang dan penengah dalam memperjuangkan

kepentingan kelompoknya dan kepentingan kelompok lain, dan berhasil

mengamankan perkembangan kelompok-kelompok tersebut karena mewakili

konsesus dan membantu -kelompok-kelompok sekutunya- yang bisa dianggap

sebagai kelompok yang jahat.35

Penjelasan diatas menunjukkan hegemoni partai politik dari persfektif

Gramsci, dimana partai dapat mempertahankan eksistensinya dalam pemerintahan

ketika partai tidak hanya mewakili kepentingan kelompok semata tapi bisa

mengakomodasikan semua kepentingan. Menurut Gramsci kemenangan partai,

kemajuannya bagi kekuatan negara dan kondisi ketika partai tidak bisa dihancurkan

34 Quentin Hoare dan Nowell Smith (Ed) Gafna Raiza wahyudi dkk (penerj), 2001, Catatan-Catatan Politik Antonio Gramsci, Surabaya: Pustaka Promethea Hal. 31

(33)

secara normal dapat dijelaskan melalui eksistenti partai yang terdiri dari tiga elemen

dasar.36

1. Elemen massa, yang terdiri dari orang-orang kebanyakan yang berpartisipasi

dengan loyal dan disiplin.

2. Elemen kohesif dasar, yang memusatkan secara nasional dan member

kekuatan yang kompleks, efektif dan sangat kuat yang dengan sendirinya akan

berubah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang sama sekali. Elemen ini

dibantu dengan kekuatan kohesif yang besar yang memusatkan dan

mendisiplinkan. Elemen ini dapat juga disebut sebagai kepemimpinan di

tingkat nasional

3. Elemen lanjutan, yang menghubungkan elemen pertama dan kedua serta

memlihara kontak diantara keduanya secara fisik, moral dan intelektual.

Kekuatan partai Golkar dalam perpolitikan di Sumatera Barat dapat dilihat

dari ketiga elemen diatas, elemen massa berarti simpatisan partai Golkar yang

menjadi pendukung partai, elemen massa sangat menentukan kemenangan partai.

Kemudian elemen kohesif dasar terkait kepemimpinan partai, dalam hal ini pimpinan

partai untuk perwakilan daerah maupun nasional. Elemen ini memberi kekuatan bagi

partai untuk sektor wilayah dan terakhir elemen lanjutan adalah pola komunikasi

antara kedua elemen sebelumnya.

(34)

C. Skema Pemikiran

Untuk memudahkan pemahaman tentang permasalah dalam penelitian ini,

maka skema pemikiran penelitian sebagai berikut:

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi yang menunjukkan adanya

kemerosotan hegemoni Partai Golkar di era reformasi. Perubahan yang mendasar

dalam struktur politik sebagai efek dari tuntutan reformasi telah merubah arah

Partai Golkar

DPD Sumbar

Golkar pada masa orde baru: Partai Hegemonik dengan

dukungan pemerintah

Perubahan politik

Partai Golkar pada masa Reformasi: Penurunan perolehan suara terutama pada

pemilu 2009 dan 2014, dominasi Golkar tidak lagi mutlak, perpecahan internal partai dipusat, kekalahan dalam pilkada serentak di

Sumbar 2015

Apa faktor yang menyebabkan merosotnya hegemoni Golkar khusunya di Sumatera

Barat??

Dijelaskan dengan persfektif hegemoni Gramsci yang mencangkup elemen State (pemerintahan), Civil Society(organisasi masa) dan intelektual partai (organic

dan tradisional)

(35)

perpolitikan kearah yang lebih demokratis dibandingkan era orde baru. Golkar yang

menjadi mesin politik dan anak emas orde baru juga tidak luput dari tuntutan

reformasi.

Golkar di masa orde baru dengan segala keistimewaan yang didapat seperti

mesin politik jalur ABG, keuntungan dari berbagai kebijakan seperti kebijakan massa

menggambang dan perlindungan penuh dari penguasa orde baru sekaligus dewan

Pembina Golkar membuat Golkar menjadi kekuatan yang besar. Namun, semua

keistimewaan Golkar hilang saat orde baru jatuh dan digantikan dengan era

reformasi. Tuntutan demokrasi memberi peluang hidupnya lagi berbagai jenis partai

politik serta pelaksanaan pemilu yang lebih kompetitif diantara partai politik.

Ditengah-tengah bangkitnya berbagai jenis partai politik, Partai Golkar yang dimasa

orde baru selalu menjadi partai mayoritas dan dominan mesti tergeser posisinya oleh

partai-partai lain.

Merosotnya hegemoni Golkar dapat dilihat dari merosotnya perolehan suara

Golkar dalam pemilu, kemudian Golkar tidak lagi dapat mempertahankan

dominasinya. Di Sumatera Barat sendiri, perolehan suara Golkar cenderung menurun

meski beberapa kali pemilu tetap sebagai pemenang namun bukan sebagai pemenang

mayoritas layaknya orde baru. Kemudian pada Pemilukada serentak 201 Golkar juga

mengalami kekalahan. Pengaruh Golkar ini kemudian dibayangi oleh partai lain

seperti Demokrat, PPP, PKS dan PAN untuk daerah Sumbar.

Untuk menjelasakan peyebab merosotnya hegemoni Golkar maka penelitian

(36)

Gramsci hegemoni suatu kelompok dapat dilihat tiga elemen yakni state, civil society

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kulaitiatif dengan desain penelitian

bersifat deskriptif analisis. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.37 Pendekatan

kualitatif berguna untuk menjelaskan fenomena sosial yang ingin diteliti secara

mendalam. Penelitian kualitatif menurut Maleong merupakan penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada sutu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.38

Sedangkan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitis berarti data-data

yang dikumpulkan dalam penelitian umumnya berbentuk kata-kata dan

gambar-gambar yang kebanyakan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif kualitatif

diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan

pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang

37 Lexy J Maleong, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed.revisi), Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hal.4

(38)

melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) di

reduksi, diverifikasi dan ditriangulasi dan disimpulkan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sumatera Barat khususnya di Kota Padang,

pemilihan lokasi ini didasari oleh permasalahan penelitian yang mengkaji mengenai

Kemerosotan hegemoni Golkar di Sumbar. Kota Padang merupakan ibu kota provinsi

dan merupakan lokasi DPD partai Golkar yang akan jadi objek penelitian. Alasan

lainnya adalah karena banyak informan yang berdomisili di Kota Padang.

C. Peran Penelitian

Pada penelitian kualitatif ini peneliti merupakan instrument utama dalam

mengumpulkan dan menginterpretasikan data.39 Peneliti juga berfungsi untuk

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya. Peneliti berperan murni sebagai peneliti yakni peneliti

berada diluar realitas atau lingkungan sosial yang akan diteliti dengan tetap fokus

memperhatikan aspek-aspek penting dalam proses mengumpulkan data.

Terhitung sejak tanggal 18 Januari 2016 peneliti mendapatkan izin dari

Pembimbing I dan Pembimbing II untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data

pada objek yang menjadi kajian peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan pengurusan

surat izin lapangan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tanggal 19 Januari

2016. Dalam mengurus surat izin dari fakultas peneliti tidak mengalami kendala

(39)

apapun, pengurusan cepat dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pada tanggal 20

Januari surat izin rekomendasi ini dikeluarkan dengan No. 85/UN

16.08.WD.I//PP/2016, setelah mendapatkan surat ini kemudian peneliti langsung

melanjutkan untuk menggurus surat rekomendasi dari Kesbangpol Kota Padang. Pada

saat penggurusan surat izin di Kantor Kesbangpol Kota Padang ini peneliti juga tidak

mengalami kendala yang berarti, proses penggurusan sangat cepat ± selama 30 menit,

surat izin ini dikelurkan dengan No. 070.01.128./Kesbang.Pol/2016.

Selama hampir satu minggu peneliti menunda waktu turun kelapangan

penelitian karena harus mempersiapkan segala peralatan untuk dilapangan serta

beberapa agenda yang harus diselesaikan, sehingga baru tanggal 01 Februari 2016

peneliti memulai penelitian. Penelitian ini diawali dengan penggurusan izin serta

penyerahan surat izin rekomendasi dari Fakultas dan Kesbangpol Kota Padang pada

kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Sumatera Barat yang beralamat di Jl.

Rasuna Said No.79 Padang. Pada saat mendatangi kantor kira-kira pukul 10.00 WIB,

suasana kantor terlihat sangat sepi dan tidak ada seorang penggurus pun, yang ada

hanyalah mobil kantor yang berlogokan Partai Golkar. Melihat keberadaan mobil

tersebut maka peneliti yakin ada orang didalam, kemudian peneliti masuk ke kantor

lewat pintu belakang, dan disana peneliti bertemu dengan Kepala Sekretariat Partai

Golkar Bapak Sukarna. Tapi karena ada urusan mendadak, kemudian Bapak Sukarna

janji akan meluangkan waktu pukul 14.00 WIB nanti.

Merasa jeda waktu yang tidak terlalu lama maka peneliti memutuskan untuk

(40)

bertemu dengan Bapak Sukarna. Kemudian peneliti menyampaikan maksud dan

tujuan penelitian serta menyerahkan surat rekomendasi. Beliaupun menerima dengan

senang hati dan bahkan bercerita banyak tentang Partai Golkar dan memberikan

beberapa dokumen kepada peneliti. Melalui Bapak Sukarna, peneliti mendapat

banyak informasi mengenai informan-informan yang sesuai dengan kriteria informan

dalam metode snowball sampling yang dapat peneliti temui untuk menjawab

permasalahan penelitian. Beliau menyebut beberarapa tokoh seperti ketua umum,

sekretaris dan para anggota faksi Partai Golkar di DPRD Provinsi. Berawal dari

informasi dari Bapak Sukarna ini peneliti mencoba untuk mencari dan menemui

informan tersebut.

Pada tanggal 09 Februari peneliti menuju DPRD Provinsi, karena disana

peneliti dapat menemui semua informan yang direkomendasikan. Namun sayang

ketua DPRD yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar serta para anggota DPR

sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Melalui seorang teman, peneliti mendapatkan

kontak tenaga ahli Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumbar, yang kebetulan merupakan

Wakil Ketua Bidang Pelembagaan Politik, Pemda dan Ormas Partai Golkar. Setelah

menghubungi Bapak Asrul Syukur via telepon, kemudian disepakati janji untuk

bertemu pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB di Kantor Fraksi Partai

Golkar.

Tanggal 10 Februari 2016 pukul 09.00 WIB peneliti kembali lagi ke Kantor

Fraksi Partai Golkar di gedung DPRD Sumbar, namun karena hujan badai Bapak

(41)

dengan beliau. Selama proses wawancara dengan Bapak Asrul Syukur40 peneliti

mendapat banyak informasi, beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang Golkar

pada orde baru dan Partai Golkar. Selama proses penelitian beliau terlihat

menyampaikan jawaban dengan apa adanya. Kemudian setelah melakukan

wawancara kurang lebih satu jam peneliti menanyakan informan yang dapat

memberikan informasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian beliau

merekomendasikan beberapa nama diantaranyaa, Afrizal selaku Sekretaris Partai

Golkar DPD Sumbar, Zulkenedi Said, Kader Partai Golkar sekaligus Mantan

Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar, Ketua Umum Partai, serta Anggota DPRD

Fraksi Partai Golkar Ibu Sitti Izzati Aziz.

Melalui bantuan Bapak Asrul, peneliti dapat berjumpa langsung dengan

Bapak Zulkenedi Said di kediaman beliau di Villa Bukit Berlindo Gunung Panggilun

pada pukul 11.12 WIB. Selama proses wawancara terlihat Bapak Zulkenedi

menyampaikan pandangan beliau secara terbuka tentang Golkar baik luar ataupun

dalam, ditambah lagi dengan pengalaman politik beliau yang tidak diragukan,

sehingga melalui infomasi dari beliau peneliti mendapatkan informasi-informasi baru

tentang berbagai intrik internal partai.

Pada tanggal 11 Februari 2016 peneliti kembali lagi Kantor DPRD untuk

menemui Ibu Sitti, namun ternyata anggota dewan masih belum balik dari Jakarta dan

baru akan masuk lagi hari senin tanggal 15 Februari 2016. Karena tidak mendapatkan

(42)

kontak informan-informan yang telah direkomendasikan tadi, maka peneliti

memutuskan untuk menunggu informasi dari Ibu Sitti dahulu. Kemudian tanggal 15

Februari peneliti kembali lagi ke Kantor DPRD namun setelah menunggu selama tiga

jam, peneliti belum menerima kepastian kapan Ibu Sitti akan tiba, sehingga peniliti

memutuskan untuk menelepon. Setelah di telepon, beliau menjanjikan untuk bertemu

besok pagi di kantor. Tanggal 16 Februari 2016 peneliti menghubungi ibu Sitti untuk

mengkonfirmasi janji, dan ternyata janji diundur pada pukul 13.00 WIB. Akhirnya

pada pukul 13.15 WIB peneliti berhasil menemui Ibu Sitti, dari berbagai informasi

yang diperoleh Ibu Sitti kemudian menyarankan peneliti untuk bertemu dengan Ketua

Partai dan Bapak Leonardy Hramainy.

Karena masih di lokasi yang sama, maka setelah wawancara dengan Ibu Sitti,

peneliti langsung menemui Ketua DPRD, Bapak Hendra Irwan Rahim. Karena

padatnya jadwal beliau, dengan berbagai pertemuan maka peneliti hanya berharap

dapat berjumpa untuk membuat janji. Setelah lebih kurang dua jam menunggu

akhirnya pada pukul 17.05 WIB peneliti dapat bertemu dengan beliau. Setelah

menyampaikan maksud dan tujuan serta menjelaskan tentang penelitian, setelah

bertanya jawab beberapa persoalan, serta karena waktu yang juga telah dipenghujung

jam kantor, maka Bapak Hendra mempercayakan semua jawabannya kepada

Sekretaris Partai dan menyarakan untuk menemui Bapak Afrizal.

Tanggal 18 Februari, berbekal informasi yang didapat dari Ibu Sitti, maka

peneliti mencoba menemui Bapak Leonardy di Kantor Beliau di Padang FM. Namun

(43)

Jakarta dan akan kembali tanggal 22 Februari 2016. Pada tanggal itu peneliti

menemui kembali ke kantor ternyata Bapak tersebut belum kembali, dan baru akan

tiba Padang pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2016, akhirnya peneliti memutuskan

untuk kembali tanggal 25 Februari 2016. Pukul 09.00 WIB peneliti sudah di kantor,

tapi setelah menunggu tiga jam lebih Bapak tidak datang juga, peneliti mencoba

menghubungi via telepon namun tidak diangkat, dan di sms tidak dibalas. Melalui

informasi dari staff tersebut peneliti mendapatkan alamat rumah beliau, keesokan

harinya peneliti kerumah beliau di Jalan Bali, Ulak Karang. Namun setelah bertemu

beliau bersedia diwawancara selepas jum’at. Sembari menunggu, peneliti kemudian

menelepon Bapak Afrizal dan beliau bersedia ditemui besok harinya di kediamannya.

Selepas jum’at peneliti kembali kerumah Bapak Leonardy, wawancara berlangsung

lama dan banyak informasi yang peneliti dapatkan soal prahara partai di pusat, beliau

menyampaikan informasi secara blak-blakan.

Pada tanggal 27 February 2016, peneliti mengkonfirmasi lagi pertemuan

dengan Bapak Afrizal, namun ternyata beliau ada jadwal mendadak dan akan bisa

ditemui tanggal 01 Maret di Kantor DPRD Prov. Komisi III. Pada hari tersebut

peneliti bertemu dengan beliau dan melakukan wawancara, pengetahuan beliau

sangat dalam tentang Golkar karena telah meniti karir di Golkar dari tingkat bawah,

namun peneliti melihat beliau agak sedikit packing good dalam menyampaikan

informasi. Kemudian beliau merekomendasikan untuk bertemu dengan Bapak Shadig

(44)

Tanggal 02 Maret 2016 peneliti mencoba menemui Bapak Basril Djabar di

Kantor beliau di Harian Singgalang, namun saat itu beliau sedang di Jakarta dan

belum pasti kapan kembali ke Padang, namun sekretaris beliau berjanji akan

menghubungi jika beliau sudah balik dan bersedia di wawancarai.

Peneliti tanggal 03 Maret 2016 mengetahui informasi Bapak Shadig sedang

berada di Padang, kemudian mencoba menghubungi, dan ternyata beliau dengan

senag hari bersedia menjadi narasumber. Wawancara dilaksanakan di kediaman

beliau di Jalan Palupuh No.7 Jati, Padang. Wawancara dengan beliau berlangsung

tidak begitu lama, kira-kira hanya 45 menit, namun cukup untuk mendapatkan

informasi. Peneliti melanjutkan untuk menghubungi Bapak Syamsu Rahim, dan pada

tanggal 12 Maret 2016 beliau bersedia diwawancarai di kediamannya di Komplek

Aur Kuning. Sebagai mantan Kader Partai Golkar, wawancara berlangsung cukup

lama dan menjawab informasi yang peneliti butuhkan secara blak-blakan.

Selanjutnya peneliti berusaha untuk menemui Bapak Yul Akhiari Sastra yang

juga merupakan mantan Kader Partai Golkar, dan tanpa mengalami kesulitan peneliti

berhasil mewawancarai beliau pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 16.00 WIB di

sebuah rumah makan di Jalan A.Yani. Selama wawanaca, beliau begitu menguasai

seluk beluk Partai Golkar karena di bina dari tingkat dasar dan telah bergabung sejak

muda. Pada hari yang sama, peneliti kemudian mendapatkan konfirmasi dari Bapak

Basril Djabar yang telah kembali dari Jakarta dan bersedia di wawancarai, pada pukul

12.20 WIB peneliti menuju kantor baliau dan baru bisa melakukan wawancara pukul

(45)

keadaan Golkar pada masa orde baru. Setelah wawancara dengan beliau peneliti

melanjutkan janji wawancara dengan Bapak Yul Akhiari yang lokasinya tidak jauh

dari Kantor Harian Umum Singgalang.

D. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling

mengetahui dan bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi dan membahas hasil serta

bisa memberikan informasi kepada siapa saja peneliti bisa menggali informasi

mengenai masalah penelitian.41 Teknik pemilihan informan dalam penelitian

menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling merupakan sebuah cara

yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel dimana peneliti kurang

mengetahui informan yang memiliki informasi terhadap permasalahan penelitian

yang sedang diteliti, artinya bahwa informan awal dipilih dengan pertimbangan

informan tersebut dapat membuka pintu untuk mengenali informan selajutnya.42

Dalam metode pemilihan informan ini peneliti menentukan satu atau lebih individu

atau tokoh kunci yang memiliki kriteria-kriteria tertentu dan meminta mereka untuk

menyebutkan orang lain yang memiliki kaitannya kemudian pada gilirannya dapat

ditemui.43

Informan yang dipilih merupakan informan yang dapat membuka informan

kunci lainnya yang telibat dalam permasalahan penelitian tersebut sehingga proses

41 Kasiram, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, Hal. 283

42 H. Russell Bernard, 1994, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitaif dan Kualitatif, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 97.

(46)

penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh dari masing-masing informan

dianggap sudah jenuh dan sudah mencukupi. Kriteria pemilihan informan awal pada

penelitian ini yaitu:

1. Informan dipilih dengan kriteria yaitu memiliki pengetahuan terkait dengan permasalahan penelitian peneliti;

2. Informan memiliki kriteria cukup lama berperan dan terlibat dalam keanggotaan Partai Golkar baik masa orde baru atau era reformasi

3. Informan merupakan orang yang pernah berpengalaman terhadap partai Golkar, baik yang sudah keluar dan menjadi anggota partai lain.

4. Informan memiliki waktu untuk melakukan wawancara oleh peneliti.

Tabel 3.

Daftar Informan Penelitian

No Nama Jabatan

1. Asrul Syukur Wakil Ketua Bidang Kelembagaan Politik,

Pemda dan Ormas (2009-2015) / Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumbar

2. Zulkenedi Said Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Barat

Periode 2009-2014

3. Sitti Izzati Aziz Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan

Perempuan dan Tenaga Kerja (2009-2015)/ Aggota DPRD Fraksi Partai Golkar Periode

2014-2019

4. Leonardy Harmainy Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar

5. Afrizal Sektretaris Partai Golkar DPD Sumatera Barat

Periode (2009-2015)/ Anggota Fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Barat

6. Shadiq Pasadique Kader Partai Golkar

Sumber: Peneliti

E. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan fokus kajian

pada penelitian, yaitu untuk menjawab permasalahan penelitian dan tujuan penelitian

ini. Unit analisis merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang

(47)

organisasi, maupun wilayah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.44 Dalam

penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah organisasi/kelompok yakni partai

Golkar. Pada tingkat organisasi/kelompok subjek penelitian terkait dengan

keanggotaan dalam organisasi atau kelompok, mereka mungkin anggota atau

penggurus yang menempati posisi teretntu dalam struktur.

F. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan penelitian.45

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari data yang bersifat

primer yaitu data utama dan data sekunder yaitu data pendukung. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber, sedangkan data

sekunder diperoleh dari dokumentasi, jurnal penelitian, dan beberapa bahan bacaan

yang berhubungan dengan persoalan penelitian. Data dikumpulkan dengan metode:

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan informasi dan data dengan cara

langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran

lengkap tentang topik yang akan diteliti. Menurut Lincoln dan Guba tujuan dilakukan

wawancara adalah untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisassi,

perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian.46 Teknik ini dipilih karena peneliti ingin

memperoleh keterangan-keterangan yang lebih jelas dan rinci secara langsung dari

informan sehingga hasil dari wawancara ini dapat memberikan gambaran yang

44 Burhanudin Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press, Hal.127

45 Mamang Etta Sungadji dan Sopiah. , 2010, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: CV Andi offset . hal.149

Gambar

Grafik 1.1 Perolehan Kursi oleh Partai Politik di DPR pada Pemilu 1999-
Grafik 1.2 Perolahan Kursi di Parlemen oleh partai Golkar dalam pemiluke-2 hingga pemilu ke-11
Grafik 1.3 Perolehan Suara Golkar pada pemilu Orde Baru (1971-1997)
Tabel 1.1 Komposisi Partai Politik dalam DPRD Sumatera Barat Era
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pemilu Partai Golkar Di Karesidenan Banten Pada Tahun 1971-1999 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain.. Hal-hal yang bukan karya

Sehingga dengan adanya kedua partai tersebut dapat menjelaskan, menggambarkan bentuk kekerasan simbolik yang terdapat dalam iklan politik partai Golkar dan partai Nasdem

Penelitian ini menjelaskan bagaimana peran elite golkar dalam pemilu yang dilaksanakan 9 April 2014 di Kabupaten Padang Lawas, serta apa yang menjadi suksesnya partai golkar

Hasil dari analisis dalam penelitian ini menemukan 5 hal utama tentang apa-apa saja yang menjadi peran elit politik di partai golkar dalam pemenangan pemilu legislatif di

Hasil dari analisis dalam penelitian ini menemukan 5 hal utama tentang apa-apa saja yang menjadi peran elit politik di partai golkar dalam pemenangan pemilu legislatif di

kekalahannya dan berkurannya kursi yang di peroleh di periode 2014-2019 menjadi pelajaran bagi partai Golkar dengan hasil analisis masalah, di karenakan tidak mampu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dua hal: pertama, apa yang membuat Partai Golkar dan PPP mengusung pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten

Elite dan kader yang baik sesungguhnya banyak terdapat dalam tubuh partai Golkar terutama pada era kepemimpinan Akbar Tanjung, namun seiring dengan merebaknya budaya