• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Gracelda Syukrie

Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum, sosial budaya, dan politik. Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung, ditemukan pengelolaan barang (aset) yang tidak berada di tempatnya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dan apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Pengolahan data diperoleh melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.

(2)

Gracelda Syukrie

tidak memiliki nilai. Faktor kebudayaan, menganggap aparatlah yang harus aktif dan cenderung menganggap bukan tanggung jawabnya.

Saran dalam penelitian ini adalah Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pengawasan sehingga mengantisipasi tindak korupsi dan penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku korupsi untuk memberikan efek jera. Pemerintah menyediakan sarana yang memadai dan lebih transparan terhadap masyarakat mengenai barang daerah agar terpeliharanya aset daerah.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Januari 1994

dengan nama Gracelda Syukrie, yang merupakan anak pertama dari

dua bersaudara, dari pasangan Iwan Syukrie, S.H. dan Nelda S.sos.

Penulis mengawali pendidikannya pada Taman Kanak-Kanak (TK) Kartini di Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Palapa

Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 4 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 10 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2011.

Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN), program pendidikan Strata 1 (S1) dan pada semester 5 penulis

mengambil bagian Hukum Pidana. Pada bulan Januari sampai Februari tahun 2014

penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I di Desa Bom Bawah,

(8)

PERSEMBAHAN

Sujud syukur kepada Allah SWT,

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan seluruh daya dan upaya

menyelesaikan skripsi ini kepada :

Ayah terbaik Iwan Syukrie, S.H. dan Ibu tersayang Nelda, S.sos.

yang selalu membimbingku, memberiku masukan, saran, dan doa dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Adik kesayangan Monica Syukrie yang selalu memberiku dukungan dan motivasi

agar segera menyelesaikan skripsi ini.

Para sahabat yang selalu memberikan semangat.

(9)

MOTO

“Ya Allah, tiada kemudahan melainkan apa yang Engkau menjadikannya mudah. Engkau menjadikan suatu kepayahan menjadi mudah apabila Engkau kehendaki

ia menjadi mudah”

(HR. Ibn Hibban)

“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses”

(10)

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana

Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung” sebagai salah satu

syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Pimpinan Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan masukan-masukan, ilmu-ilmu yang

bermanfaat, dan saran-saran selama proses perkuliahan dan terutama

dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

(11)

saran-saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi

ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan saran

selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi ini

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas II yang

telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan

saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi

ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Bapak Sahril Aldar, S.sos., Ibu Leni Basri, BBA., Bapak Piliyang, S.H.,

Bapak Burhanuddin, S.H., dan Tri Kusuma Dewi, S.H., yang telah

menjadi narasumber-narasumber, memberikan izin penelitian, membantu

dalam proses penelitian dan penyediaan data untuk penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

mendidik, menempa, dan memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada

penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas lampung.

10.Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Iwan Syukrie, S.H. dan

Nelda S.sos., yang telah merawat, membimbing, mendidik, dan

menyayangiku dari dalam kandungan sampai kapanpun agar penulis dapat

(12)

Skripsi ini adalah persembahan pertama dari putri kalian, semua ini tiada

sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan yang kalian berikan

selama ini, mudah-mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian

untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah kalian berikan

selama ini.

11.Teristimewa pula kepada adikku Monica Syukrie yang selalu memberikan

dukungan, motivasi dan doa kepada penulis mewujudkan cita-cita dan

harapan.

12.Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan

masukan-masukan agar penulis dapat menyelesaikan kuliah di Universitas

Lampung.

13.Mbak Sri, Mbak Yanti, dan Babeh Narto atas bantuan dan fasilitas selama

kuliah dan penyusunan skripsi.

14.Sahabat-Sahabatku di kampus Indah Nurfitria, Sarah Furqoni, Nurul Zahra

Syafitri, Tiffany Andina Damayanti, Tara Ranggala Putri, Fitri Dwi Yudha

semoga kita akan sukses di masa mendatang.

15.Teman-teman seperjuanganku, Darvi, Doyok, Mamed, Himawan, Hilman,

Danan, Bang Fer, Kak Ami, Odi, Abah, Tyo, dan semua teman-teman

Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat

(13)

16.Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

telah menjadi saksi dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang

yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima

kasih.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang

telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk

menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis

pada khususnya.

Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... .1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... .6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... .7

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... .8

E.Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian Penegakan Hukum ... 15

B.Pengertian Tindak Pidana ... 19

C.Tindak Pidana Korupsi ... 21

D. Pengertian Barang Daerah (Aset) ... 24

E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset) ... 26

1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah ... 28

2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah ... 39

3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah ... 30

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 31

B.Sumber dan Jenis Data ... 32

C.Penentuan Narasumber ... 33

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

E.Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 35

B. Gambaran Umum Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 36

(15)

D. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 52

IV. PENUTUP

A. Simpulan ... 58 B. Saran ... 60

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga

negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Hukum

menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan serta yang

dilarang dalam proses pembangunannya, selain dapat menimbulkan kemajuan

dalam kehidupan masyarakat, dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat. Tindak pidana yang dirasa cukup fenomenal adalah masalah korupsi.

Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum,

sosial budaya, dan politik. Korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau

ketidakjujuran, penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya

untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindak pidana korupsi tidak hanya

mengganggu pelaksanaan roda pemerintahan dan pembangunan, serta merupakan

penyimpangan terhadap hak asasi manusia untuk kepentingan negara dan

masyarakat, namun juga menyebabkan kerugian negara, yang dampaknya pada

keterpurukan perekonomian sosial.1

1

(17)

2

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial

dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi

digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar

biasa. Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara

biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi disebutkan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara semur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi

dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung bahwa ditemukan

pengelolaan barang di Kota Bandar Lampung yang tidak sesuai dengan ketentuan

yaitu barang daerah (aset) yang tidak berada di tempatnya (kantor satuan kerja

perangkat daerah). Aset pemerintah merupakan bagian dari harta kekayaan

negara yang terdiri dari barang bergerak atau

barang tidak bergerak yang dimiliki dan dikuasai oleh instansi pemerintah,

yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan

(18)

3

Pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menentukan bahwa Presiden (Kepala

Pemerintahan) memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai

bagian dari kekuasaan pemerintah. Pengelolaan keuangan negara itu, dikuasakan

kepada Menteri atau pemimpin lembaga yang menggunakan anggaran negara,

serta kepala pemerintah daerah.2

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 diatur, bahwa Menteri/Pimpinan

Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan

kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) & Peraturan Daerah tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diancam dengan pidana

penjara dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, dalam Pasal

35 dinyatakan pula bahwa setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan

bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung

atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti

kerugian tersebut.3

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tiap tahun ditetapkan dengan Peraturan

Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Daerah.

2

Abdul Latif, Ibid, hlm. 217

3Ibid

(19)

4

Profesi pegawai negeri mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengatur

tugas pemerintahan dan pembangunan. Pengabdian pegawai negeri yang tidak dapat

dipenuhi menimbulkan ketidakpuasan masyarakat dengan kata lain terdapat

kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diterima oleh masyakarat

terhadap pelayanan pegawai negeri. Pegawai negeri nampaknya tidak terlalu

menghiraukan hal itu, bila dapat menguntungkan maka hal tersebut bukan jadi

masalah oleh karena itu perlunya proses penegakan hukum, seperti yang dapat

kita lihat kasusnya pada Putusan Pengadilan No. 09/PID.TPK/2014/PN.TK.

Achmad Subing selaku Staf Badan Kepegawaian Daerah Pemerintahan Kota

Bandar Lampung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau

suatu korporasi, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatannya atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan

Negara atau perekonomian Negara.4

Walikota Bandar Lampung memperbarui susunan panitia penghapusan aset

melalui surat keputusan dan melakukan perubahan struktur dan organisasi pada

Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pada saat proses penghapusan berjalan tanpa

melalui proses lelang terbatas, Kadi Kuswayo selaku Kasubbag Penyimpanan dan

Distribusi pada Bagian Perlengkapan Setkot Bandarlampung (berkas terpisah),

meminta kepada terdakwa untuk mencari peserta lelang aset berupa 16 truk dan

delapan alat berat menawarkan dan menjual beberapa kendaraan dinas operasional

khusus yang diusulkan untuk dihapuskan kepada Rahmad Panjaitan dan Suyitno,

4

(20)

5

kemudian terdakwa Achmad Subing menemui Suyitno dengan mengatakan

dirinya adalah pemenang lelang barang rongsokan di Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Bandar Lampung, lalu meminta bantuan mencarikan pembeli untuk

1 (satu) unit buldoser merk carrterpillar AR60 tahun 1993, atas perantara Suyitno,

1 (satu) unit buldoser berhasil dijual terdakwa kepada Yester Welly.

Berdasarkan kartu inventaris barang yang ada pada Badan Penggelolaan

Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung dan rekapitulasi daftar

mutasi barang tahun anggaran 2007, satu unit buldoser merek Carrterpilar masih

tercatat sebagai aset Pemkot Bandar Lampung tidak ada di UPT TPA Bakung

karena sudah dijual terdakwa kepada Yester seharga Rp 60.000.000,00. Dari

keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan terdakwa dan barang

bukti serta petunjuk yang terungkap di persidangan ternyata terdapat persesuaian

satu sama lain yang menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi

unsur tindak pidana korupsi dengan kerugian Negara Rp 165.100.000,00.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana Hakim di Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan hukuman penjara selama 32 bulan kepada

Achmad Subing dinyatakan secara sah bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18

Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 56 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan

hukuman 1 tahun 5 bulan penjara kepada Kadi Kuswoyo (Kasubbag Penyimpanan

dan Distribusi pada Bagian Perlengkapan Seketariat Bandar Lampung) terbukti

(21)

6

diubah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP.

Mengingat banyaknya instansi (stuktur kelembagaan) dan pejabat (kewenangan)

yang terkait dibidang penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan

penataan kembali seluruh stuktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum.

Bukan semata hanya masalah administratif, tetapi lebih menekankan pengelolaan

barang milik daerah yang harus mengedepankan penegakan hukumnya,

prinsip-prinsip peningkatan efisiensi dan keefektifan serta menciptakan nilai tambah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul: ”Penegakan Hukum

Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik

Pemerintah Kota Bandar Lampung”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan pokok dalam

pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana

penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana

terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah Kota

(22)

7

2. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul, maka ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini

adalah pelaksanaan penegakan hukum dan faktor yang menjadi penghambat

dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana

penghapusan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak

pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar

Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum

pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah

Kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis, sebagai tambahan wawasan bagi penulis mengenai penegakan

hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik

(23)

8

b. Secara Praktis, sebagai kontribusi dalam pelaksanaan penegakan hukum

pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik

Pemerintah Kota Bandar Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran

yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap

dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5

Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah :

a. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan upaya aparat yang dilakukan untuk menjamin

kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan

globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum

selalu menjaga keselarasan dan keserasian antara moralisasi sipil yang didasarkan

oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradap. Sebagai suatu proses

kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka

pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana

sebagai sistem peradilan pidana.6

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 1986, hlm.125.

6

(24)

9

Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang

mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup.7 Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya

merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak

secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian

pribadi dan pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral.8

Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses

kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan

kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu:9

a. Tahap Formulasi;

b. Tahap Aplikasi;

c. Tahap Eksekusi

Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga

kekuasaan atau kewenangan, yaitu kekuasaan legislatif pada tahap formulasi,

yaitu kekuasaan legeslatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa

yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini

kebijakan legeslatif ditetapkan sistem pemidanaan, pada hakekatnya sistem

pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan

pidana. Yang kedua adalah kekuasaan Yudikatif pada tahap aplikasi dalam

7

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 5.

8Ibid

, hlm.7.

9

(25)

10

menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam

hal melaksanakan hukum pidana10

Penegakan hukum di Indonesia dilakukan secara non penal (preventif) dan penal

(represif), yaitu :

1) Non Penal

Diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan eksekutif dan kepolisian.

2) Penal

Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum.11

Penegakan hukum merupakan upaya untuk menjadikan hukum, sebagai pedoman

perilaku dalam setiap perbuatan hukum dalam arti formil yang sempit maupun

dalam arti materiel yang luas, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan

maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan

oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang

berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah sarana yang didalamnya terkandung nilai atau konsep

tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum bersifat

abstrak. Masalah pokok penegakan hukum mempunyai arti netral sehingga

10Ibid

(26)

11

dampak positif dan negatifnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:12

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku.

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada

karsa manusia didalam pergaulan hidup.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah

yang ingin diteliti atau ingin diketahui.13 Maka di bawah ini ada beberapa konsep

yang bertujuan untuk menguraikan pegangan dalam memenuhi skripsi ini yaitu :

a. Penegakan hukum adalah penerapan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan ketentuan normatif baik dalam bentuk kegiatan aplikasi maupun

eksekusi.14

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barangsiapa melanggar larangan tersebut.15

12

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 8.

13Ibid 14

(27)

12

c. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

(bersama-sama) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.16

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

d. Dana Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari

daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang

berwenang untuk membebaskan Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang

dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas

barang yang berada dalam penguasaannya.

e. Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah sumber daya ekonomi yang

dikuasai dan dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung yang diharapkan

memberikan manfaat usaha untuk diperoleh dikemudian hari baik oleh

pemerintah maupun masyarakat.

15

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta. 1986, hlm. 54.

16

(28)

13

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan penelitian ini, maka penulisan disusun

dengan sistematika penulisan yang diuraikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang

lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan

konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini memuat tentang pengertian hukum pidana dan tindak pidana,

pengertian penegakan hukum, tindak pidana korupsi, pengertian barang daerah

(aset) dan pengelolaan barang daerah (aset).

III. METODE PENELITIAN

Pada Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan

dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini memuat tentang pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

tindak pidana korupsi dana penghapuan aset milik Pemerintah Kota Bandar

Lampung dan faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana

terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset Pemerintah Kota Bandar

(29)

14

V. PENUTUP

Pada Bab ini berisikan kesimpulan hasil pembahasan yang berupa jawaban

permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang dapat

disampaikan demi perbaikan di masa mendatang yang berkaitan dengan

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum pidana adalah bagian dari mekanisme penegakan hukum

(pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak

lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya

pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui

beberapa tahap yaitu:

1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang;

2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan

3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.1

Tahap pertama sering juga disebut tahap pemberian pidana “in abstracto”,

sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana “in concreto”.

Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga

tahapan itu diharapkan merupakan satu jalinan mata rantai yang saling berkaitan

dalam satu kebulatan sistem.2

Penegakan hukum dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan

sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.

Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum

1

Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni,1992, hlm.91.

(31)

16

dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,

penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya.3

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu

dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang

luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai

keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan

hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

Berdasarkan hal itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa

Indonesia dalam menggunakan perkataan „penegakan hukum‟dalam arti luas dan

dapat pula digunakan istilah „penegakan peraturan‟dalam arti sempit.4

Tujuan pembentukan hukum tidak terlepas dari politik hukum pidana yang terdiri

dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Tahap

formulasi mengandung arti pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih

nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan

datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan

pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam

arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.5

3

Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan, Bandung: Alumni, 1977, hlm. 34

4

Jimly Ashidiqie, Penegakan Hukum, http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf

5

(32)

17

Soerjono Soekanto juga menuturkan mengenai masalah pokok penegakan hukum

sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:6

1. Faktor hukumnya sendiri

Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja,

mengenai berlakunya undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.

Dalam berlakunya undang-undang terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah

agar undang tersebut mempunyai dampak positif, artinya supaya

undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif.

2. Faktor penegak hukum

Penegak hukum adalah mereka (orang-orang) yang secara langsung dan tidak

langsung berkecimpung di dalam upaya menjalankan peraturan

perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah yang sah.

Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, penegak

hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya

mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Umumnya sistem peradilan pidana dipahami sebagai kesatuan sistem yang

terintegrasi yang terdiri dari subsistem Kepolisian (police), subsistem Kejaksaan

(prosecution service), subsistem Pengadilan (court) dan subsistem Lembaga

Pemasyarakatan (correction institution).

6

(33)

18

3. Faktor sarana dan fasilitas

Upaya penegakan hukum sangat dipengaruhi pula oleh sarana atau fasilitas

tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang akan menangani

penegakan hukum. Tanpa adanaya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas

tersebut antara lain:

a. Tenaga manusia yang berpendidikan.

b. Peralatan yang memadai.

c. Keuangan yang cukup.

4. Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya penegakan hukum, bakan

dapat dikatakan sangat penting karena penegak hukum terutama pidana berasal

dari masyarakat, dan tujuannya adalah mencapai kedamaian dalam masyarakat. Di

samping itu, peristiwa pelanggaran terhadap hukum terjadinya ditengah

masyarakat dan pihak yang dirugikan adalah anggota masyarakat, sehingga

merekalah yang pertama kali mengetahui pelanggaran hukum itu terjadi yakni

lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dari sudut pandang

hukum pidana masyarakat berperan sebagai saksi pelapor yang wajib mendapat

perlindungan huku oleh negara atas hak asasinya.

5. Faktor budaya

Secara konseptual dari berbagai jenis kebudayaan jika dilihat berdasarkan

(34)

19

culture, subculture, dan counter culture. Beragam kebudayaan yang demikian

banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum,

keanekaragaman tersebut sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan

hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Kelima faktor tersebut saling

berkaitan. Dan hal ini merupakan ukuran efektivitas dalam penegakan hukum.

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang

bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,

yang dilakukan dengan suatu maksud, serta terhadap perbuatan itu harus

dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Suatu perbuatan sudah

memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi jika dilakukan oleh orang yang tidak

bertanggungjawab atas perbuatannya itu, maka ia tidak dapat dipidana.

Selanjutnya untuk menguraikan pengertian tindak piadana ini dikemukakan

pendapat para sarjana atau para pakar hukum , antara lain:

1. Pompe, memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu:

a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh

peraturan undang-undang yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat

dihukum.7

7

(35)

20

2. Simons, memberikan pengertian bahwa tindak pidana adalah “kelakuan

(handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggungjawab.8

3. Moeljatno, memberikan pengertian perbuatan pidana (tindak pidana) adalah

perbutan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar

larangan tersebut”9

4. Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian tindak pidana adalah “suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.10

5. C.S.T. Kansil seperti dikutip oleh Pipin Syarifin, hukum pidana adalah hukum

yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap

kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang

merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan

bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung

norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan

kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan

umum“.11

8

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana., Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 5.

9Ibid

, hlm.54.

10

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hlm. 55

11

(36)

21

Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan-aturan untuk 12:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar

larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa

hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang

mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur

pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,

perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan

atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah

suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur

pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma

hukum mengenai kepentingan umum.

C. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Lobby Loqman menyatakan arti dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,

kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. 13

12

(37)

22

Andi Hamzah menyatakan bahwa kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio

atau coruptus, kata corruptio berasal dari bahasa Latin corrumpere. Selain itu kata

korupsi juga berasal dari bahasa Inggris cooruption, corrupt, bahasa Perancis

yaitu corruption, bahasa Belanda yaitu corruptie (korruptie) dan dalam bahasa

Indonesia diserap menjadi korupsi. 14

W. sangaji menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang atau

sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah

keinginannya dan mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan

khusus guna mengabulkan permohonannya.15

Secara harifah dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah korupsi memiliki arti yang

sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan

sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan oranglain.

2. korupsi; busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan

kepadanya; dapa disogok (melalui ekuasaannya untuk kepentingan pribadi).16

Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

adalah pengertian korupsi dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan yang

merugikan keuangan dan perekonomian negara yang dapat dituntut dan dipidana

berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

13

Lobby Loqman, Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana, Jakarta, 1990, hlm.36.

14

Andy Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah Dan Pemecahannya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1991. hlm.7.

15

W. Sangaji, Tindak Pidana Korupsi, Surabaya: Indah, 1999, hlm. 9.

16

(38)

23

Keuangan negara yang dimaksud adalah kekayaan negara dalam bentuk apapun

yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena17:

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan pejabat

lembaga Negara baik di tingkat pusat maupun di daerah;

b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan mempertanggungjawabkan Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan

perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai

usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara

mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun

di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yang bertujuan memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan pada seluruh

kehidupan rakyat.18

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tindak

pidana korupsi dibagi menjadi perbuatan korupsi pidana yang dilakukan oleh

seseorang dalam bentuk kejahatan atau pelanggaran menguntungkan diri sendiri

atau orang lain atau suatu badan hukum yang dilakukan dengan menyalahgunakan

jabatan atau kedudukannya.

17

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2014, hlm.12.

(39)

24

D. Pengertian Barang Daerah (Aset)

Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dijelaskan bahwa barang milik

daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau

berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah sumber daya ekonomi yang

dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu

dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat

diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam

satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk

penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara

karena alasan sejarah dan budaya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007,

Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas

beban APBD atau perolehan lainnya yang sah antara lain :

1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari :

(40)

25

b. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yan status barangnya dipisahkan. Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaanya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha milik Daerah lainnya.

Barang Milik Daerah merupakan bagian dari aset Pemerintah Daerah yang

berwujud. Aset pemerintah adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau

dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana

manfaat ekonomi dann/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik

oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk sumberdaya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi

masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipeliara karena alasan sejarah

dan budaya.

Barang Milik Daerah termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar

adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki

untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, berupa

persediaan. Sedangkan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan

pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, meliputi tanah; peralatan

dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; aset tetap lainnya;

serta konstruksi dalam pengerjaan.

Uraian diatas, yang dimaksud aset daerah adalah barang yang diperoleh dari

hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan

(41)

undang-26

undang, dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap yang terdiri dari aset lancar, aset tetap dan

aset lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah persediaan

(bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah.

Barang daerah (aset) ini dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung

kinerjanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset)

Pasal 1 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 102 tetang Sistem Prosedur

Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan bahwa pengelolaan barang daerah

adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyaluran, pemeliharaan, penatausahaan,

pengamanan, penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, pemindahtanganan.

Barang milik daerah adalah barang yang dibeli atau diperoleh atas beban

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau perolehan lain yang sah.

Tugas pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan

keuangan negara, pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara optimal, transparan, dan akuntabel, degan tujuan untuk

mewujudkan kesejahteraan umum dan pembangunan nasional. 19

Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi

perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,

19

(42)

27

pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,

penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan

barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci

sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam

penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara

lain didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus

perbendaharaan.

Pengelolaan aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas permintaan,

perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan/rehabilitasi,

pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk memaksimalisasikan tingkat

pengembalian investasi (ROI) pada standar pelayanan yang diharapkan terhadap

generasi sekarang dan yang akan datang. Manajemen aset merupakan proses

menjaga/memelihara dan memanfaatkan modal publik, hal ini dilakukan dalam

rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah

sehingga terciptanya manajemen pemerintahan yang dapat bekerja secara efisien,

efektif dan ekonomis.20

Penghapusan adalah tindakan menghapuskan barang millik daerah dari daftar

barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk

membebaskan penggunaan dan/atau kuasa penggunaan barang dan/atau

pengelolaan barang dari tanggungjawab adminitrasi dan fisik atas barang yang

berada didalam penguasaan. Kendaraan Dinas operasional khusus/ lapangan

disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan

20

(43)

28

pelayanan umum sebagaimana dapat dihapus/dijual yang telah berumur 10 tahun.

Barang Milik Daerah yang sudah rusak, tidak efisien lagi untuk kepentingan dinas

berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik daerah, dapat dihapuskan dari daftar

inventaris barang daerah.

Penjualan kendaraan dinas operasional khusus/ lapang sebagaimana Peraturan

Walikota Bandar lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur

Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan melalui pelelangan umum dan/atau

pelelangan terbatas yang ditetapkan oleh Keputusan Walikota. Pasal 57 Peraturan

Walikota Bandar Lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur

Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa:

1. Penjualan kendaraan dinas operasional jabatan melalui pelelangan terbatas

dilaksanakan oleh panitia

2. Hasil penjualan/pelelangan umum/pelelangan terbatas seluruhnya disetorkan

ke kas umum daerah.

Terdapat tiga prinsip dasar pengelolaan kekayaan asetdaerah yakni :

1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah

Pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang

pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu

membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan

(44)

29

pengadaannya. Setiap pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan

terdokumentasi dengan baik dalam sistem database kekayaaan daerah.

Menurut Wahyudi Kumorotomo perencanaan yang dilakukan harus meliputi tiga

hal, yaitu :21

a. Melihat kondisi aset daerah dimasa lalu.

b. Aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang.

c. Perencanaan kebutuhan aset dimasa yang akan datang.

2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah

Kekayaan milik daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan

prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat

dan DPRD harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset

daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.

Wahyudi Kumorotomo menyatakan bahwa pengelolaan kekayaan daerah harus

memenuhi prinsip akntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi

paling tidak meliputi :22

a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for

probityand legilaty), terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan

(abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan

daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam

penggunaan kekayaan publik. 21

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.56.

22Ibid,

(45)

30

b. Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan dipatuhinya

prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah,

termasuk didalamya dilakukannya compulsory competitive tendering contract

(CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem

informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), terkait dengan pertanggung

jawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas

kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.

3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah

Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga

penghapusan aset. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini

sangat penting untuk menilai konsistesi antara praktik yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor juga penting

keterlibatannya untuk menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan manyangkut

pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), serta penilaiannya

(valuation). Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpanan dalam

perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa pemerintah daerah dalam

melakukan pengelolaan terhadap barang daerah (aset) harus berpedoman kepada

tiga prinsip pengelolaan aset yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

agar tidak terjadi tindak pidana korupsi yang merupakan suatu perbuatan melawan

hukum bertujuan untuk menguntungkan diri dan merugikan keuangan negara serta

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif dan yuridis empiris dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, dokumen atau literatur yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu pelaksanaan penegakan

hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset milik

Pemerintah Kota Bandar Lampung.

2) Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan melakukan penelitian langsung

di lokasi penelitian berdasarkan pengamatan, wawancara dengan para pihak

yang berkompeten dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap

tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar

Lampung untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam rangka

penulisan skripsi ini, dan juga data dokumentasi yang diperoleh dari

(47)

32

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan

(library research) dan penelitian lapangan (field research) yang terbagi menjadi

jenis data primer dan data sekunder dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Data primer adalah data yang didapat secara langsung melalui kegiatan

penelitian hasil wawancara di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung,

Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung, dan

Polresta Bandar Lampung.

2) Data sekuder diperoleh dari penelitian kepustakaan melalui studi

dokumentasi dan literatur, khususnya ketentuan peraturan

perundang-undangan yang sesuai permasalahan penelitian.

a) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 1973 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

atau membahas bahan hukum primer misalnya buku-buku, referensi,

literatur atau karya tulis yang terkait dengan materi penelitian.

c) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder seperti kamus,

(48)

33

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh

dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat

atas objek yang diteliti.1 Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang

2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang

3. Polisi Polresta Bandar Lampung : 1 orang

4. Bagian Perlengkapan Sekretariat Kota Bandar Lampung : 1 orang

5. Badan Pengawasan dan Kepegawaian Aset Daerah Kota Bandar

Lampung : 1orang +

Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :

1) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan

pustaka yang berhubungan dengan penelitian melalui dokumen-dokumen, baik

dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat

mendukung dalam proses penulisan.

1

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(49)

34

2) Penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian data pada

metode wawancara (interview) dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan

dengan permasalahan yang dalam penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan cara :

a. Seleksi data, yaitu meneliti kembali kelengkapan data yang diperoleh untuk

disesuaikan dengan pokok bahasan penelitian ini sehingga dapat terhindar dari

adanya kesalahan data.

b. Klasifikasi data, yaitu menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga

menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.

E. Analisis Data

Analisis data dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif

yaitu dengan mengkaji data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu

dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci

yang telah diperoleh untuk mendapatkan kualitas data. Selanjutnya data akan

ditulis dengan menggambarkan secara deskriptif yang kemudian ditarik

kesimpulan melalui metode induktif dan deduktif, sehingga diharapkan dapat

(50)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat

ditarik simpulan sebagai berikut :

Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana

penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dipandang sudah tepat

dan dilakukan secara integral, yaitu berupa adanya keterjalinan yang erat yang

terdiri dari substansi hukum, struktur hukum,dan budaya hukum sesuai dengan

dengan ketentuan yang ada dilaksanakan melalui dua jalur yaitu, jalur penal dan

non penal. Jalur penal yaitu pemberantasan setelah terjadinya tindak pidana,

dengan dilakukannya penyidikan oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung, Badan

Pemeriksa Keuangan dan Kepolisian lalu penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,

dan untuk selanjutnya dapat diproses melalui Pengadilan sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jalur non penal lebih

menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu dengan lebih diarahkan kepada sifat

(51)

59

1. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak

pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar

Lampung antara lain :

a. faktor aparat penegak hukum, aparat yang khusus menangani tindak pidana

ini sedikit dan kurangnya profesional dalam melaksanakan tugasnya

sehingga proses dalam pembuktiannya memakan waktu yang cukup lama.

b. faktor sarana atau fasilitas, sarana dan fasilitas kurang memadai seperti

tidak memiliki gudang penyimpanan barang (aset) yang akan dihapuskan,

dan tidak memiliki cctv.

c. faktor masyarakat, masyarakat tidak perduli mengenai barang (aset) yang

dianggap tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidaknya transparasi atau

penyuluhan terhadap masyakarat mengenai aset pemerintah.

d. faktor kebudayaan, budaya yang tidak mau melapor apabila melihat

kerusakan atau penyalahgunaan, dan cenderung menganggap bahwa bukan

(52)

60

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demikelancaranPenegakan hukum :

1. Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pembinaan

dan pengawasan dalam proses pengelolaan barang daerah (aset) sehingga

mengantisipasi kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dan tidak

memakan waktu yang lama dalam proses kepastian hukum, serta penjatuhan

hukuman seberat-beratnya kepada selaku tindak pidana korupsi untuk

memberikan efek jera

2. Pemerintah diharapkan menyediakan sarana prasarana yang memadai seperti

adanya gudang tempat penyimpanan aset yang akan dihapuskan dan lebih

transparan terhadap masyarakat mengenai barang (aset) daerah agar

terpeliharanya dan jelas mengenai mana barang milik daerah atau barang yang

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/literatur :

Fajar, Mukti, danYuliantoAchmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamzah, Andi, 1991. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya.Pustaka Utama. Jakarta.

Hartanti, Evi, 2014. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 2001. Etika Administrasi Negara. Radja Grafindo Persada. Jakarta.

Latif, Abdul, 2014. Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Kencana. Jakarta.

Loqman,Lobby, 1990. Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara

Pidana. Jakarta.

Moeljatno,1986. Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta.

---,2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum

Pidana. Cetakan Pertama. Bina Aksara. Yogyakarta.

Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---,2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan

Pengembangan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Poernomo, Bambang. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana.Ghalia Indonesia. Jakarta.

(54)

Purbacaraka,Purnadi. 1977.Penegakan Hukum dan Mensukseskan

Pembangunan,Alumni. Bandung.

Reksodiputro,Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi.Pusat

Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Riawan, Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2013. Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Shafrudin, Politik Hukum Pidana. 1998. Universitas Lampung.Bandar Lampung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi. Indah. Surabaya.

Syarifin, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Pustaka Setia. Jakarta.

Tjandra, Riawan. 2014. Hukum Keuangan Negara. PT. Grasindo. Jakarta.

Wiyono, R. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi,Sinar Grafika, Jakarta. 2008

Sumberlain:

Jimly Ashidiqie, Penegakan

Hukum,http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf

Kejari Bandarlampung Tahan Koruptor Penjual Aset 2 November 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dengan analisis one-way ANOVA menunjukkan bahwa derajat trauma kepala memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar trombosit pada pasien usia 15-44

Pengamatan tangkai buah nenas sangat penting karena pada karakter tangkai buah dengan diameter sempit dan ukuran tangkai tinggi serta karakter bagian buah yang besar

Hasil observasi minat belajar peserta didik mulai dari pertemuan ke 1,2,3 siklus I sampai pertemuan k e1 dan 2 siklus II menunjukkan peningkatan yang

Dan jika pendekatan antropologis dilakukan dalam studi Islam dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami Islam dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh

Pernyataan demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang

Tentang pemenuhan hak politik, Indonesia yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tentunya wajib menjalankan dan melindungi hak-hak politik

Dalam persalinan pembuluh 'arah yang a'a 'i uterus melebar untuk  meningkatkan sirkulasi ke sana atonia uteri 'an subin<olusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun

1) Mudharabah adalah perjanjian antar pemilik dana dengan pengelola dana yang keuntungannya bagi menurut raiso/nasabah yang telah disepakati dimuka dan bila terjadi