ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA PENGHAPUSAN ASET MILIK PEMERINTAH KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh
Gracelda Syukrie
Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum, sosial budaya, dan politik. Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung, ditemukan pengelolaan barang (aset) yang tidak berada di tempatnya. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dan apakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Pengolahan data diperoleh melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.
Gracelda Syukrie
tidak memiliki nilai. Faktor kebudayaan, menganggap aparatlah yang harus aktif dan cenderung menganggap bukan tanggung jawabnya.
Saran dalam penelitian ini adalah Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pengawasan sehingga mengantisipasi tindak korupsi dan penjatuhan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku korupsi untuk memberikan efek jera. Pemerintah menyediakan sarana yang memadai dan lebih transparan terhadap masyarakat mengenai barang daerah agar terpeliharanya aset daerah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Januari 1994
dengan nama Gracelda Syukrie, yang merupakan anak pertama dari
dua bersaudara, dari pasangan Iwan Syukrie, S.H. dan Nelda S.sos.
Penulis mengawali pendidikannya pada Taman Kanak-Kanak (TK) Kartini di Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Palapa
Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 4 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 10 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2011.
Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN), program pendidikan Strata 1 (S1) dan pada semester 5 penulis
mengambil bagian Hukum Pidana. Pada bulan Januari sampai Februari tahun 2014
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I di Desa Bom Bawah,
PERSEMBAHAN
Sujud syukur kepada Allah SWT,
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan seluruh daya dan upaya
menyelesaikan skripsi ini kepada :
Ayah terbaik Iwan Syukrie, S.H. dan Ibu tersayang Nelda, S.sos.
yang selalu membimbingku, memberiku masukan, saran, dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Adik kesayangan Monica Syukrie yang selalu memberiku dukungan dan motivasi
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
Para sahabat yang selalu memberikan semangat.
MOTO
“Ya Allah, tiada kemudahan melainkan apa yang Engkau menjadikannya mudah. Engkau menjadikan suatu kepayahan menjadi mudah apabila Engkau kehendaki
ia menjadi mudah”
(HR. Ibn Hibban)
“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses”
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana
Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung” sebagai salah satu
syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Pimpinan Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan masukan-masukan, ilmu-ilmu yang
bermanfaat, dan saran-saran selama proses perkuliahan dan terutama
dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
saran-saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi
ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan saran
selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi ini
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas II yang
telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kritikan, masukan dan
saran selama proses perkuliahan dan khususnya dalam penulisan skripsi
ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
8. Bapak Sahril Aldar, S.sos., Ibu Leni Basri, BBA., Bapak Piliyang, S.H.,
Bapak Burhanuddin, S.H., dan Tri Kusuma Dewi, S.H., yang telah
menjadi narasumber-narasumber, memberikan izin penelitian, membantu
dalam proses penelitian dan penyediaan data untuk penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
mendidik, menempa, dan memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada
penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas lampung.
10.Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Iwan Syukrie, S.H. dan
Nelda S.sos., yang telah merawat, membimbing, mendidik, dan
menyayangiku dari dalam kandungan sampai kapanpun agar penulis dapat
Skripsi ini adalah persembahan pertama dari putri kalian, semua ini tiada
sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan yang kalian berikan
selama ini, mudah-mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian
untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah kalian berikan
selama ini.
11.Teristimewa pula kepada adikku Monica Syukrie yang selalu memberikan
dukungan, motivasi dan doa kepada penulis mewujudkan cita-cita dan
harapan.
12.Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan
masukan-masukan agar penulis dapat menyelesaikan kuliah di Universitas
Lampung.
13.Mbak Sri, Mbak Yanti, dan Babeh Narto atas bantuan dan fasilitas selama
kuliah dan penyusunan skripsi.
14.Sahabat-Sahabatku di kampus Indah Nurfitria, Sarah Furqoni, Nurul Zahra
Syafitri, Tiffany Andina Damayanti, Tara Ranggala Putri, Fitri Dwi Yudha
semoga kita akan sukses di masa mendatang.
15.Teman-teman seperjuanganku, Darvi, Doyok, Mamed, Himawan, Hilman,
Danan, Bang Fer, Kak Ami, Odi, Abah, Tyo, dan semua teman-teman
Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat
16.Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
telah menjadi saksi dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang
yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang
telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis
pada khususnya.
Bandar Lampung, Februari 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ... .1
B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... .6
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... .7
D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... .8
E.Sistematika Penulisan ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian Penegakan Hukum ... 15
B.Pengertian Tindak Pidana ... 19
C.Tindak Pidana Korupsi ... 21
D. Pengertian Barang Daerah (Aset) ... 24
E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset) ... 26
1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah ... 28
2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah ... 39
3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah ... 30
III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 31
B.Sumber dan Jenis Data ... 32
C.Penentuan Narasumber ... 33
D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33
E.Analisis Data ... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 35
B. Gambaran Umum Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 36
D. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 52
IV. PENUTUP
A. Simpulan ... 58 B. Saran ... 60
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Hukum
menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan serta yang
dilarang dalam proses pembangunannya, selain dapat menimbulkan kemajuan
dalam kehidupan masyarakat, dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial
masyarakat. Tindak pidana yang dirasa cukup fenomenal adalah masalah korupsi.
Korupsi merupakan gejala masyarakat disegala bidang baik ekonomi, hukum,
sosial budaya, dan politik. Korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau
ketidakjujuran, penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindak pidana korupsi tidak hanya
mengganggu pelaksanaan roda pemerintahan dan pembangunan, serta merupakan
penyimpangan terhadap hak asasi manusia untuk kepentingan negara dan
masyarakat, namun juga menyebabkan kerugian negara, yang dampaknya pada
keterpurukan perekonomian sosial.1
1
2
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar
biasa. Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara
biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi disebutkan :
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara semur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Salah satu contoh bentuk korupsi yang terjadi di Bandar Lampung atas korupsi
dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung bahwa ditemukan
pengelolaan barang di Kota Bandar Lampung yang tidak sesuai dengan ketentuan
yaitu barang daerah (aset) yang tidak berada di tempatnya (kantor satuan kerja
perangkat daerah). Aset pemerintah merupakan bagian dari harta kekayaan
negara yang terdiri dari barang bergerak atau
barang tidak bergerak yang dimiliki dan dikuasai oleh instansi pemerintah,
yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan
3
Pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menentukan bahwa Presiden (Kepala
Pemerintahan) memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintah. Pengelolaan keuangan negara itu, dikuasakan
kepada Menteri atau pemimpin lembaga yang menggunakan anggaran negara,
serta kepala pemerintah daerah.2
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 diatur, bahwa Menteri/Pimpinan
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan
kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) & Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diancam dengan pidana
penjara dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, dalam Pasal
35 dinyatakan pula bahwa setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan
bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung
atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti
kerugian tersebut.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tiap tahun ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2
Abdul Latif, Ibid, hlm. 217
3Ibid
4
Profesi pegawai negeri mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengatur
tugas pemerintahan dan pembangunan. Pengabdian pegawai negeri yang tidak dapat
dipenuhi menimbulkan ketidakpuasan masyarakat dengan kata lain terdapat
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diterima oleh masyakarat
terhadap pelayanan pegawai negeri. Pegawai negeri nampaknya tidak terlalu
menghiraukan hal itu, bila dapat menguntungkan maka hal tersebut bukan jadi
masalah oleh karena itu perlunya proses penegakan hukum, seperti yang dapat
kita lihat kasusnya pada Putusan Pengadilan No. 09/PID.TPK/2014/PN.TK.
Achmad Subing selaku Staf Badan Kepegawaian Daerah Pemerintahan Kota
Bandar Lampung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau
suatu korporasi, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatannya atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara.4
Walikota Bandar Lampung memperbarui susunan panitia penghapusan aset
melalui surat keputusan dan melakukan perubahan struktur dan organisasi pada
Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pada saat proses penghapusan berjalan tanpa
melalui proses lelang terbatas, Kadi Kuswayo selaku Kasubbag Penyimpanan dan
Distribusi pada Bagian Perlengkapan Setkot Bandarlampung (berkas terpisah),
meminta kepada terdakwa untuk mencari peserta lelang aset berupa 16 truk dan
delapan alat berat menawarkan dan menjual beberapa kendaraan dinas operasional
khusus yang diusulkan untuk dihapuskan kepada Rahmad Panjaitan dan Suyitno,
4
5
kemudian terdakwa Achmad Subing menemui Suyitno dengan mengatakan
dirinya adalah pemenang lelang barang rongsokan di Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Bandar Lampung, lalu meminta bantuan mencarikan pembeli untuk
1 (satu) unit buldoser merk carrterpillar AR60 tahun 1993, atas perantara Suyitno,
1 (satu) unit buldoser berhasil dijual terdakwa kepada Yester Welly.
Berdasarkan kartu inventaris barang yang ada pada Badan Penggelolaan
Keuangan dan Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung dan rekapitulasi daftar
mutasi barang tahun anggaran 2007, satu unit buldoser merek Carrterpilar masih
tercatat sebagai aset Pemkot Bandar Lampung tidak ada di UPT TPA Bakung
karena sudah dijual terdakwa kepada Yester seharga Rp 60.000.000,00. Dari
keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan terdakwa dan barang
bukti serta petunjuk yang terungkap di persidangan ternyata terdapat persesuaian
satu sama lain yang menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi
unsur tindak pidana korupsi dengan kerugian Negara Rp 165.100.000,00.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana Hakim di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan hukuman penjara selama 32 bulan kepada
Achmad Subing dinyatakan secara sah bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 56 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang menjatuhkan
hukuman 1 tahun 5 bulan penjara kepada Kadi Kuswoyo (Kasubbag Penyimpanan
dan Distribusi pada Bagian Perlengkapan Seketariat Bandar Lampung) terbukti
6
diubah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP.
Mengingat banyaknya instansi (stuktur kelembagaan) dan pejabat (kewenangan)
yang terkait dibidang penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan
penataan kembali seluruh stuktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum.
Bukan semata hanya masalah administratif, tetapi lebih menekankan pengelolaan
barang milik daerah yang harus mengedepankan penegakan hukumnya,
prinsip-prinsip peningkatan efisiensi dan keefektifan serta menciptakan nilai tambah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul: ”Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Penghapusan Aset Milik
Pemerintah Kota Bandar Lampung”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan pokok dalam
pelaksanaan penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana
penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung?
b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah Kota
7
2. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan judul, maka ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan penegakan hukum dan faktor yang menjadi penghambat
dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana
penghapusan aset Pemerintah Kota Bandar Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap tindak
pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar
Lampung.
b. Untuk mengetahui faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum
pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset Pemerintah
Kota Bandar Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
a. Secara Teoritis, sebagai tambahan wawasan bagi penulis mengenai penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik
8
b. Secara Praktis, sebagai kontribusi dalam pelaksanaan penegakan hukum
pidana terhadap tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik
Pemerintah Kota Bandar Lampung.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran
yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap
dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5
Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah :
a. Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan upaya aparat yang dilakukan untuk menjamin
kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan
globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum
selalu menjaga keselarasan dan keserasian antara moralisasi sipil yang didasarkan
oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradap. Sebagai suatu proses
kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka
pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana
sebagai sistem peradilan pidana.6
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 1986, hlm.125.
6
9
Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.7 Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak
secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian
pribadi dan pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral.8
Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses
kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan
kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu:9
a. Tahap Formulasi;
b. Tahap Aplikasi;
c. Tahap Eksekusi
Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga
kekuasaan atau kewenangan, yaitu kekuasaan legislatif pada tahap formulasi,
yaitu kekuasaan legeslatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa
yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini
kebijakan legeslatif ditetapkan sistem pemidanaan, pada hakekatnya sistem
pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan
pidana. Yang kedua adalah kekuasaan Yudikatif pada tahap aplikasi dalam
7
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 5.
8Ibid
, hlm.7.
9
10
menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam
hal melaksanakan hukum pidana10
Penegakan hukum di Indonesia dilakukan secara non penal (preventif) dan penal
(represif), yaitu :
1) Non Penal
Diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan eksekutif dan kepolisian.
2) Penal
Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum.11
Penegakan hukum merupakan upaya untuk menjadikan hukum, sebagai pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum dalam arti formil yang sempit maupun
dalam arti materiel yang luas, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan
oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah sarana yang didalamnya terkandung nilai atau konsep
tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum bersifat
abstrak. Masalah pokok penegakan hukum mempunyai arti netral sehingga
10Ibid
11
dampak positif dan negatifnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:12
1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku.
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup.
2. Kerangka Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah
yang ingin diteliti atau ingin diketahui.13 Maka di bawah ini ada beberapa konsep
yang bertujuan untuk menguraikan pegangan dalam memenuhi skripsi ini yaitu :
a. Penegakan hukum adalah penerapan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan ketentuan normatif baik dalam bentuk kegiatan aplikasi maupun
eksekusi.14
b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut.15
12
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1983, hlm. 8.
13Ibid 14
12
c. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
(bersama-sama) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.16
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
d. Dana Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang
dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas
barang yang berada dalam penguasaannya.
e. Aset Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung yang diharapkan
memberikan manfaat usaha untuk diperoleh dikemudian hari baik oleh
pemerintah maupun masyarakat.
15
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta. 1986, hlm. 54.
16
13
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan penelitian ini, maka penulisan disusun
dengan sistematika penulisan yang diuraikan sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Pada Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang
lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan
konseptual, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini memuat tentang pengertian hukum pidana dan tindak pidana,
pengertian penegakan hukum, tindak pidana korupsi, pengertian barang daerah
(aset) dan pengelolaan barang daerah (aset).
III. METODE PENELITIAN
Pada Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan
dan pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini memuat tentang pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap
tindak pidana korupsi dana penghapuan aset milik Pemerintah Kota Bandar
Lampung dan faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset Pemerintah Kota Bandar
14
V. PENUTUP
Pada Bab ini berisikan kesimpulan hasil pembahasan yang berupa jawaban
permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang dapat
disampaikan demi perbaikan di masa mendatang yang berkaitan dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum pidana adalah bagian dari mekanisme penegakan hukum
(pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak
lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya
pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui
beberapa tahap yaitu:
1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang;
2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan
3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.1
Tahap pertama sering juga disebut tahap pemberian pidana “in abstracto”,
sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana “in concreto”.
Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga
tahapan itu diharapkan merupakan satu jalinan mata rantai yang saling berkaitan
dalam satu kebulatan sistem.2
Penegakan hukum dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan
sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum
1
Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni,1992, hlm.91.
16
dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,
penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya.3
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang
luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan
hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Berdasarkan hal itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa
Indonesia dalam menggunakan perkataan „penegakan hukum‟dalam arti luas dan
dapat pula digunakan istilah „penegakan peraturan‟dalam arti sempit.4
Tujuan pembentukan hukum tidak terlepas dari politik hukum pidana yang terdiri
dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Tahap
formulasi mengandung arti pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih
nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan
datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan
pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam
arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.5
3
Purnadi Purbacaraka, Penegakan Hukum dan Mensukseskan Pembangunan, Bandung: Alumni, 1977, hlm. 34
4
Jimly Ashidiqie, Penegakan Hukum, http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf
5
17
Soerjono Soekanto juga menuturkan mengenai masalah pokok penegakan hukum
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:6
1. Faktor hukumnya sendiri
Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja,
mengenai berlakunya undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.
Dalam berlakunya undang-undang terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah
agar undang tersebut mempunyai dampak positif, artinya supaya
undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif.
2. Faktor penegak hukum
Penegak hukum adalah mereka (orang-orang) yang secara langsung dan tidak
langsung berkecimpung di dalam upaya menjalankan peraturan
perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah yang sah.
Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, penegak
hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Umumnya sistem peradilan pidana dipahami sebagai kesatuan sistem yang
terintegrasi yang terdiri dari subsistem Kepolisian (police), subsistem Kejaksaan
(prosecution service), subsistem Pengadilan (court) dan subsistem Lembaga
Pemasyarakatan (correction institution).
6
18
3. Faktor sarana dan fasilitas
Upaya penegakan hukum sangat dipengaruhi pula oleh sarana atau fasilitas
tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang akan menangani
penegakan hukum. Tanpa adanaya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak
mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut antara lain:
a. Tenaga manusia yang berpendidikan.
b. Peralatan yang memadai.
c. Keuangan yang cukup.
4. Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya penegakan hukum, bakan
dapat dikatakan sangat penting karena penegak hukum terutama pidana berasal
dari masyarakat, dan tujuannya adalah mencapai kedamaian dalam masyarakat. Di
samping itu, peristiwa pelanggaran terhadap hukum terjadinya ditengah
masyarakat dan pihak yang dirugikan adalah anggota masyarakat, sehingga
merekalah yang pertama kali mengetahui pelanggaran hukum itu terjadi yakni
lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dari sudut pandang
hukum pidana masyarakat berperan sebagai saksi pelapor yang wajib mendapat
perlindungan huku oleh negara atas hak asasinya.
5. Faktor budaya
Secara konseptual dari berbagai jenis kebudayaan jika dilihat berdasarkan
19
culture, subculture, dan counter culture. Beragam kebudayaan yang demikian
banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum,
keanekaragaman tersebut sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan
hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Kelima faktor tersebut saling
berkaitan. Dan hal ini merupakan ukuran efektivitas dalam penegakan hukum.
B. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,
yang dilakukan dengan suatu maksud, serta terhadap perbuatan itu harus
dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Suatu perbuatan sudah
memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi jika dilakukan oleh orang yang tidak
bertanggungjawab atas perbuatannya itu, maka ia tidak dapat dipidana.
Selanjutnya untuk menguraikan pengertian tindak piadana ini dikemukakan
pendapat para sarjana atau para pakar hukum , antara lain:
1. Pompe, memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu:
a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang
dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh
peraturan undang-undang yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum.7
7
20
2. Simons, memberikan pengertian bahwa tindak pidana adalah “kelakuan
(handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang
berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggungjawab.8
3. Moeljatno, memberikan pengertian perbuatan pidana (tindak pidana) adalah
perbutan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut”9
4. Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian tindak pidana adalah “suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.10
5. C.S.T. Kansil seperti dikutip oleh Pipin Syarifin, hukum pidana adalah hukum
yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan
bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung
norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan
umum“.11
8
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana., Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 5.
9Ibid
, hlm.54.
10
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hlm. 55
11
21
Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk 12:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa
hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan
atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah
suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma
hukum mengenai kepentingan umum.
C. Tindak Pidana Korupsi
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Lobby Loqman menyatakan arti dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,
kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. 13
12
22
Andi Hamzah menyatakan bahwa kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio
atau coruptus, kata corruptio berasal dari bahasa Latin corrumpere. Selain itu kata
korupsi juga berasal dari bahasa Inggris cooruption, corrupt, bahasa Perancis
yaitu corruption, bahasa Belanda yaitu corruptie (korruptie) dan dalam bahasa
Indonesia diserap menjadi korupsi. 14
W. sangaji menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang menyuap orang atau kelompok lain untuk mempermudah
keinginannya dan mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan
khusus guna mengabulkan permohonannya.15
Secara harifah dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah korupsi memiliki arti yang
sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan oranglain.
2. korupsi; busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya; dapa disogok (melalui ekuasaannya untuk kepentingan pribadi).16
Pengertian korupsi yang dipergunakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
adalah pengertian korupsi dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan yang
merugikan keuangan dan perekonomian negara yang dapat dituntut dan dipidana
berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
13
Lobby Loqman, Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana, Jakarta, 1990, hlm.36.
14
Andy Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah Dan Pemecahannya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1991. hlm.7.
15
W. Sangaji, Tindak Pidana Korupsi, Surabaya: Indah, 1999, hlm. 9.
16
23
Keuangan negara yang dimaksud adalah kekayaan negara dalam bentuk apapun
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena17:
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan mempertanggungjawabkan pejabat
lembaga Negara baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan mempertanggungjawabkan Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara
mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun
di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang bertujuan memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan pada seluruh
kehidupan rakyat.18
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tindak
pidana korupsi dibagi menjadi perbuatan korupsi pidana yang dilakukan oleh
seseorang dalam bentuk kejahatan atau pelanggaran menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan hukum yang dilakukan dengan menyalahgunakan
jabatan atau kedudukannya.
17
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2014, hlm.12.
24
D. Pengertian Barang Daerah (Aset)
Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dijelaskan bahwa barang milik
daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam
satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007,
Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD atau perolehan lainnya yang sah antara lain :
1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari :
25
b. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yan status barangnya dipisahkan. Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaanya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha milik Daerah lainnya.
Barang Milik Daerah merupakan bagian dari aset Pemerintah Daerah yang
berwujud. Aset pemerintah adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dann/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumberdaya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipeliara karena alasan sejarah
dan budaya.
Barang Milik Daerah termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar
adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki
untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, berupa
persediaan. Sedangkan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, meliputi tanah; peralatan
dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; aset tetap lainnya;
serta konstruksi dalam pengerjaan.
Uraian diatas, yang dimaksud aset daerah adalah barang yang diperoleh dari
hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan
undang-26
undang, dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap yang terdiri dari aset lancar, aset tetap dan
aset lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah persediaan
(bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah.
Barang daerah (aset) ini dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung
kinerjanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
E. Pengelolaan Barang Daerah (Aset)
Pasal 1 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 102 tetang Sistem Prosedur
Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan bahwa pengelolaan barang daerah
adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyaluran, pemeliharaan, penatausahaan,
pengamanan, penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, pemindahtanganan.
Barang milik daerah adalah barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau perolehan lain yang sah.
Tugas pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan
keuangan negara, pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara optimal, transparan, dan akuntabel, degan tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum dan pembangunan nasional. 19
Pengelolaan barang milik negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi
perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
19
27
pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan
barang milik negara/daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci
sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam
penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, yang antara
lain didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus
perbendaharaan.
Pengelolaan aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas permintaan,
perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan/rehabilitasi,
pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk memaksimalisasikan tingkat
pengembalian investasi (ROI) pada standar pelayanan yang diharapkan terhadap
generasi sekarang dan yang akan datang. Manajemen aset merupakan proses
menjaga/memelihara dan memanfaatkan modal publik, hal ini dilakukan dalam
rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah
sehingga terciptanya manajemen pemerintahan yang dapat bekerja secara efisien,
efektif dan ekonomis.20
Penghapusan adalah tindakan menghapuskan barang millik daerah dari daftar
barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk
membebaskan penggunaan dan/atau kuasa penggunaan barang dan/atau
pengelolaan barang dari tanggungjawab adminitrasi dan fisik atas barang yang
berada didalam penguasaan. Kendaraan Dinas operasional khusus/ lapangan
disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan
20
28
pelayanan umum sebagaimana dapat dihapus/dijual yang telah berumur 10 tahun.
Barang Milik Daerah yang sudah rusak, tidak efisien lagi untuk kepentingan dinas
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik daerah, dapat dihapuskan dari daftar
inventaris barang daerah.
Penjualan kendaraan dinas operasional khusus/ lapang sebagaimana Peraturan
Walikota Bandar lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur
Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan melalui pelelangan umum dan/atau
pelelangan terbatas yang ditetapkan oleh Keputusan Walikota. Pasal 57 Peraturan
Walikota Bandar Lampung Nomor 102 Tahun 2012 tentang Sistem Prosedur
Pengelolaan Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa:
1. Penjualan kendaraan dinas operasional jabatan melalui pelelangan terbatas
dilaksanakan oleh panitia
2. Hasil penjualan/pelelangan umum/pelelangan terbatas seluruhnya disetorkan
ke kas umum daerah.
Terdapat tiga prinsip dasar pengelolaan kekayaan asetdaerah yakni :
1. Perencanaan Kekayaan Aset Daerah
Pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu
membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan
29
pengadaannya. Setiap pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan
terdokumentasi dengan baik dalam sistem database kekayaaan daerah.
Menurut Wahyudi Kumorotomo perencanaan yang dilakukan harus meliputi tiga
hal, yaitu :21
a. Melihat kondisi aset daerah dimasa lalu.
b. Aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang.
c. Perencanaan kebutuhan aset dimasa yang akan datang.
2. Pelaksanaan Kekayaan Aset Daerah
Kekayaan milik daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan
prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat
dan DPRD harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset
daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.
Wahyudi Kumorotomo menyatakan bahwa pengelolaan kekayaan daerah harus
memenuhi prinsip akntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi
paling tidak meliputi :22
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for
probityand legilaty), terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan
(abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan
daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam
penggunaan kekayaan publik. 21
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.56.
22Ibid,
30
b. Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan dipatuhinya
prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah,
termasuk didalamya dilakukannya compulsory competitive tendering contract
(CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), terkait dengan pertanggung
jawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas
kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.
3. Pengawasan Kekayaan Aset Daerah
Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga
penghapusan aset. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini
sangat penting untuk menilai konsistesi antara praktik yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor juga penting
keterlibatannya untuk menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan manyangkut
pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), serta penilaiannya
(valuation). Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpanan dalam
perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa pemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan terhadap barang daerah (aset) harus berpedoman kepada
tiga prinsip pengelolaan aset yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
agar tidak terjadi tindak pidana korupsi yang merupakan suatu perbuatan melawan
hukum bertujuan untuk menguntungkan diri dan merugikan keuangan negara serta
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan yuridis empiris dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, dokumen atau literatur yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu pelaksanaan penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dana pemutihan aset milik
Pemerintah Kota Bandar Lampung.
2) Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan melakukan penelitian langsung
di lokasi penelitian berdasarkan pengamatan, wawancara dengan para pihak
yang berkompeten dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap
tindak pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar
Lampung untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam rangka
penulisan skripsi ini, dan juga data dokumentasi yang diperoleh dari
32
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research) yang terbagi menjadi
jenis data primer dan data sekunder dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Data primer adalah data yang didapat secara langsung melalui kegiatan
penelitian hasil wawancara di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung,
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung, dan
Polresta Bandar Lampung.
2) Data sekuder diperoleh dari penelitian kepustakaan melalui studi
dokumentasi dan literatur, khususnya ketentuan peraturan
perundang-undangan yang sesuai permasalahan penelitian.
a) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 1973 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
atau membahas bahan hukum primer misalnya buku-buku, referensi,
literatur atau karya tulis yang terkait dengan materi penelitian.
c) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder seperti kamus,
33
C. Penentuan Narasumber
Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh
dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat
atas objek yang diteliti.1 Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang
2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang
3. Polisi Polresta Bandar Lampung : 1 orang
4. Bagian Perlengkapan Sekretariat Kota Bandar Lampung : 1 orang
5. Badan Pengawasan dan Kepegawaian Aset Daerah Kota Bandar
Lampung : 1orang +
Jumlah : 5 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :
1) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan
pustaka yang berhubungan dengan penelitian melalui dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat
mendukung dalam proses penulisan.
1
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
34
2) Penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian data pada
metode wawancara (interview) dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan permasalahan yang dalam penelitian ini.
2. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan cara :
a. Seleksi data, yaitu meneliti kembali kelengkapan data yang diperoleh untuk
disesuaikan dengan pokok bahasan penelitian ini sehingga dapat terhindar dari
adanya kesalahan data.
b. Klasifikasi data, yaitu menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga
menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.
c. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada
tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.
E. Analisis Data
Analisis data dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif
yaitu dengan mengkaji data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu
dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci
yang telah diperoleh untuk mendapatkan kualitas data. Selanjutnya data akan
ditulis dengan menggambarkan secara deskriptif yang kemudian ditarik
kesimpulan melalui metode induktif dan deduktif, sehingga diharapkan dapat
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik simpulan sebagai berikut :
Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana
penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar Lampung dipandang sudah tepat
dan dilakukan secara integral, yaitu berupa adanya keterjalinan yang erat yang
terdiri dari substansi hukum, struktur hukum,dan budaya hukum sesuai dengan
dengan ketentuan yang ada dilaksanakan melalui dua jalur yaitu, jalur penal dan
non penal. Jalur penal yaitu pemberantasan setelah terjadinya tindak pidana,
dengan dilakukannya penyidikan oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung, Badan
Pemeriksa Keuangan dan Kepolisian lalu penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,
dan untuk selanjutnya dapat diproses melalui Pengadilan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jalur non penal lebih
menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu dengan lebih diarahkan kepada sifat
59
1. Faktor-faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak
pidana korupsi dana penghapusan aset milik Pemerintah Kota Bandar
Lampung antara lain :
a. faktor aparat penegak hukum, aparat yang khusus menangani tindak pidana
ini sedikit dan kurangnya profesional dalam melaksanakan tugasnya
sehingga proses dalam pembuktiannya memakan waktu yang cukup lama.
b. faktor sarana atau fasilitas, sarana dan fasilitas kurang memadai seperti
tidak memiliki gudang penyimpanan barang (aset) yang akan dihapuskan,
dan tidak memiliki cctv.
c. faktor masyarakat, masyarakat tidak perduli mengenai barang (aset) yang
dianggap tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidaknya transparasi atau
penyuluhan terhadap masyakarat mengenai aset pemerintah.
d. faktor kebudayaan, budaya yang tidak mau melapor apabila melihat
kerusakan atau penyalahgunaan, dan cenderung menganggap bahwa bukan
60
B. Saran
Adapun saran yang diberikan penulis demikelancaranPenegakan hukum :
1. Inspektorat hendaknya meningkatkan kinerja dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan dalam proses pengelolaan barang daerah (aset) sehingga
mengantisipasi kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dan tidak
memakan waktu yang lama dalam proses kepastian hukum, serta penjatuhan
hukuman seberat-beratnya kepada selaku tindak pidana korupsi untuk
memberikan efek jera
2. Pemerintah diharapkan menyediakan sarana prasarana yang memadai seperti
adanya gudang tempat penyimpanan aset yang akan dihapuskan dan lebih
transparan terhadap masyarakat mengenai barang (aset) daerah agar
terpeliharanya dan jelas mengenai mana barang milik daerah atau barang yang
DAFTAR PUSTAKA
Buku/literatur :
Fajar, Mukti, danYuliantoAchmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hamzah, Andi, 1991. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya.Pustaka Utama. Jakarta.
Hartanti, Evi, 2014. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta.
Kumorotomo, Wahyudi, 2001. Etika Administrasi Negara. Radja Grafindo Persada. Jakarta.
Latif, Abdul, 2014. Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Kencana. Jakarta.
Loqman,Lobby, 1990. Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara
Pidana. Jakarta.
Moeljatno,1986. Asas-Asas Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta.
---,2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum
Pidana. Cetakan Pertama. Bina Aksara. Yogyakarta.
Nawawi, Arief Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.
---,2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan
Pengembangan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Poernomo, Bambang. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana.Ghalia Indonesia. Jakarta.
Purbacaraka,Purnadi. 1977.Penegakan Hukum dan Mensukseskan
Pembangunan,Alumni. Bandung.
Reksodiputro,Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat
Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-batas Toleransi.Pusat
Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.
Riawan, Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Grasindo, Jakarta, 2013. Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Shafrudin, Politik Hukum Pidana. 1998. Universitas Lampung.Bandar Lampung.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo. Jakarta.
Sangaji, W. 1999. Tindak Pidana Korupsi. Indah. Surabaya.
Syarifin, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Pustaka Setia. Jakarta.
Tjandra, Riawan. 2014. Hukum Keuangan Negara. PT. Grasindo. Jakarta.
Wiyono, R. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi,Sinar Grafika, Jakarta. 2008
Sumberlain:
Jimly Ashidiqie, Penegakan
Hukum,http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_ Hukum.pdf
Kejari Bandarlampung Tahan Koruptor Penjual Aset 2 November 2014.