• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sindrom Metabolik pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Sindrom Metabolik pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SINDROM METABOLIK PADA PENDERITA

OBESITAS DAN NON OBESITAS DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

OLEH :

INDAH MUTIARA YOULPI

090100297

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN SINDROM METABOLIK PADA PENDERITA

OBESITAS DAN NON OBESITAS DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

INDAH MUTIARA YOULPI

090100297

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Gambaran Sindrom Metabolik pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Indah Mutiara Youlpi NIM : 09010297

Pembimbing Penguji I

dr. Dairion Gatot Sp.PD-KHOM dr. M. Rizki Yaznil Sp.OG NIP : 196203021989031003 NIP : 132326254198208302008011003

Penguji II

dr. Ariyati Yosi Sp.KK

NIP : 132326256197409062008012015

Medan, 13 Desember 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Obesitas adalah salah satu faktor resiko dari sindrom metabolik. Prevalensi obesitas secara umum adalah 19,1%. Prevalensi sindrom metabolik pada obesitas sebesar 13,13%. Prevalensi sindrom metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah populasi obesitas,

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi sindrom metabolik pada penderita obesitas dan non obesitas.

Metode: Penelitian ini adalah analitik dengan design cross sectional. Dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian adalah penderita obesitas dan non obesitas akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk sindrom metabolik dan dianalisa dengan program komputer.

.Hasil: Didapati 100 orang subjek penelitian, 50 orang obesitas dan 50 orang non obesitas. Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok obesitas 66% (33 orang), pada non obesitas 28% (14 orang). P <0,05 dengan uji chi square.

Kesimpulan:Terdapat perbedaan bermakna antara kejadian sindrom metabolik pada obesitas dan non obesitas.

(5)

ABSTRACT

Background : Obesity is one of the metabolic syndrome components. The prevalence of obesity in population is 19,1%. The prevalence metabolic syndrome of obesity is 13,13%. The prevalence of metabolic syndrome increases with the number of obese population.

Objectives : This study aims to analyze the prevalence of metabolic syndrome in obesity and non obesity

Methods :This study is cross sectional analytic design. Conducted in Diseases Polyclinic RSUP H. Adam Malik Medan.Subjek study were obesity and non obesity patients will do a physical examination and laboratory tests for metabolic

syndrome and analyzed by a computer program.

Results :100 people found the study subjects, 50 obesity and 50 non obesity people. The prevalence of metabolic syndrome in obesity group 66% (33 people), non obesity 28% (14 people). P <0.05 by chi square test.

Conclusion : There is a significant difference between the incidence of metabolic syndrome in obese and non-obese.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikankarya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul Gambaran Sindrom Metabolik Pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD-KGEH, selaku dekan FK USU.

2. dr. Dairion Gatot, Sp.PD, KHOM selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.Juga kepada dr. M. Rizki Yasnil, Sp.OG, dan dr. Ariyati Yosi, Sp.KK selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. 3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa pendidikan. 4. Kedua orang tua saya, H. Syafrullah, S.Sos. Map dan Hj. Epijahyang tiada

bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. memberikan arahan dan kekompakannya dalam karya tulis ilmiah ini.

(7)

9. Teman- teman sejawat atas masukan dan bantuannya dalam pengambilan data untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

10. Serta semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Kepada semua pihak tersebut, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 5 desember 2012 Penulis,

(8)
(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 16

3.2. Definisi Operasional ... 16

3.3. Hipotesis ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.3.1.Populasi Penelitian ... 20

4.3.2.Sampel ... 20

4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 22

4.5.Pengolahan dan Analisa Data... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian... 23

5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian. ... 23

5.1.2.Karakteristik Sampel Penelitian ... 23

5.2. Pembahasan ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 28

6.2.Saran ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik 5

2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada 9 Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO

2.2.1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas 10 Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut

Kriteria Asia Pasifik

2.2.2. Interpretasi IMT 13

3.1 Kadar Profil Lipid 19

5.1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian 23

5.2 Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan 25

Jenis Kelamin

5.3 Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan 26

(11)

DAFTAR SINGKATAN

AACE : American Association of Clinical Endocrinologists

AHA/NHLBI : The American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute

BB : Berat badan BMI : Body Massa Index

DM : Diabetes Melitus

EGIR : European Group for The Study of Insulin Resistance

HDL-C : High Density Lipoprotein Cholesterol

IDF : International Diabetes Foundatio

IMT : Indeks Massa Tubuh

KGD :Kadar Gula Darah

LDL : Low Density Lipoprotein

NCEP-ATP : National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1), RISKERDAS : Riset Kesehatan Dasar

SM : Sindrom Metabolik

SPSS : Statistical Package for Social Science

TD : Tekanan Darah

TG : Trigliserida

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang: Obesitas adalah salah satu faktor resiko dari sindrom metabolik. Prevalensi obesitas secara umum adalah 19,1%. Prevalensi sindrom metabolik pada obesitas sebesar 13,13%. Prevalensi sindrom metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah populasi obesitas,

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi sindrom metabolik pada penderita obesitas dan non obesitas.

Metode: Penelitian ini adalah analitik dengan design cross sectional. Dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian adalah penderita obesitas dan non obesitas akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk sindrom metabolik dan dianalisa dengan program komputer.

.Hasil: Didapati 100 orang subjek penelitian, 50 orang obesitas dan 50 orang non obesitas. Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok obesitas 66% (33 orang), pada non obesitas 28% (14 orang). P <0,05 dengan uji chi square.

Kesimpulan:Terdapat perbedaan bermakna antara kejadian sindrom metabolik pada obesitas dan non obesitas.

(13)

ABSTRACT

Background : Obesity is one of the metabolic syndrome components. The prevalence of obesity in population is 19,1%. The prevalence metabolic syndrome of obesity is 13,13%. The prevalence of metabolic syndrome increases with the number of obese population.

Objectives : This study aims to analyze the prevalence of metabolic syndrome in obesity and non obesity

Methods :This study is cross sectional analytic design. Conducted in Diseases Polyclinic RSUP H. Adam Malik Medan.Subjek study were obesity and non obesity patients will do a physical examination and laboratory tests for metabolic

syndrome and analyzed by a computer program.

Results :100 people found the study subjects, 50 obesity and 50 non obesity people. The prevalence of metabolic syndrome in obesity group 66% (33 people), non obesity 28% (14 people). P <0.05 by chi square test.

Conclusion : There is a significant difference between the incidence of metabolic syndrome in obese and non-obese.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sindrom metabolik (SM) adalah suatu istilah untuk kelompok faktor resiko penyakit jantung dan diabetes mellitus tipe 2. faktor resiko tersebut terdiri dari dyslipidemia atherogenik, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya plasma glukosa, keadaan protrombiotik, dan keadaan pro-peradangan. Reaven (1998) menyatakan bahwa SM bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan sekumpulan kelainan metabolisme, yang ditandai dengan obesitas visceral, meningkatnya kadar trigliserida, glukosa, rendahnya kadar HDL dan hipertensi. Ada 2 penyebab utama SM yang saling berinterkasi, yaitu obesitas dan ketentuan metabolisme endogenus. SM diprediksi menyebabkan kenaikan 2 kali lipat resiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes mellitus tipe 2. (Sargowo, 2011)

Meningkatnya angka kejadian SM terjadi akibat peningkatan kasus obesitas. Laporan dari National Cholestrol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menunjukkan peningkatan prevalensi SM remaja periode 1988-1992 ke periode 1999-2000, yaitu dari 4,2% menjadi 6,4%. Prevalensi laki laki yang mengalami SM ternyata lebih besar dibanding perempuan, yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Remaja dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) persentil ke 95 32,1% mengalami SM, sedang yang mempunyai IMT antara persentil ke 85-95 didapatkan angka kejadian SM sebesar 7%. Prevalensi SM pada remaja Cina dan Indonesia yang obesitas di Jakarta utara dan selatan sebesar 19,14% untuk laki- laki dan 10,63% untuk perempuan. Penelitian SM pada orang dewasa pernah dilakukan di Surabaya dengan kriteria ATP III didapatkan prevalensi sebesar 32%.(Sargowo, 2011)

Menurut Soegondo dan Purnamasari (2004), prevalensi sindrom metabolik di Indonesia adalah sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001),

(15)

Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita.

Obesitas adalah keadaan dimana terdapat penimbunan kelebihan lemak di tubuh yang berlebihan pada seseorang. Umumnya, obesitas ditentukan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu perbandingan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Pada usia 0-20 tahun, indeks massa tubuh ditentukan dengan memplot IMT menggunakan grafik Indeks Massa Tubuh CDC 2000, yaitu di atas persentil 95. Sedangkan pada usia lebih dari 20 tahun, menurut kriteria WHO untuk kawasan Asia Pasifik, obesitas ditentukan jika IMT > 25.

Prevalensi obesitas dan overweight di Indonesia sendiri juga masih tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada penduduk berusia≥15 tahun Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi

overweight pada anak-anak usia 6-14 tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan (Depkes, 2009).

(16)

1.4. Manfaat penelitian

1. Memberikan informasi mengenai sindrom metabolik pada penderita obesitas dan non obesitas.

2. Dapat memberikan informasi prevalensi sindrom metabolik pada obesitas dan non obesitas .

3. Sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya.

4. Sebagai informasi untuk penatalaksanaan pada pasien yang mengalami sindrom metabolik.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom Metabolik

2.1.1. Definisi Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkohloik serta penyakit penyakit lainnya.(Sugondo, 2009)

Berdasarkan The National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III), sindrom metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 50 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L); 4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi); 5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment Panel III, 2001).

(18)

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

(19)

2.1.2. Etiologi Sindrom Metabolik

Secara garis besar, terdapat kepentingan klinis dari kriteria-kriteria tersebut. Antara lain disebutkan oleh WHO pada tahun 1998 yang menekankan bahwa resistensi insulin merupakan penyebab primer dari sindrom metabolik. Selain itu, WHO juga mengizinkan penggunaan terminologi sindrom metabolik untuk digunakan pada pasien DM tipe 2 yang juga memenuhi kriteria lain (Tjokroprawiro A., 2005; Grundy S.M., 2006).

Pada tahun 1999, EGIR mengajukan revisi dari definisi WHO. EGIR menggunakan terminologi sindroma resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005). Pada tahun 2001, NCEP ATP III tidak memasukkan resistensi insulin dalam kriteria (Tjokroprawiro A., 2005). Hal ini disebabkan sulitnya melakukan pengukuran dan standardisasi resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).

AACE (American Assosiation of Clinical Endocrinologists) pada tahun 2003 merevisi kriteria ATP III untuk kembali berfokus pada resistensi insulin sebagai penyebab primer dari faktor risiko metabolik. Kriteria mayor lainnya adalah toleransi glukosa terganggu, peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, dan obesitas (Grundy SM, 2006).

2.1.3. Patogenesis Sindroma Metabolik

Menurut ATP III komponen-komponen sindroma metabolik terdiri dari (Grundy S.M., 2006; Semiardji, 2004; Tjokroprawiro A., 2005) :

a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara klinis dengan meningkatnya lingkar perut/pinggang.

b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL-C, peningkatan kadar trigliserida, dan small dense LDL.

c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin.

(20)

sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya infark myocard.

f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatan plasminogen activator inhibitor (PAI-1), fibrinogen, dan faktor VII.

Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral (Tjokroprawiro A., 2005). Salah satu karakteristik obesitas abdominal/lemak visceral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen (Tjokroprawiro A., 2005).

Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi (Semiardji, 2004; Widjaya)

2.1.4. Manifestasi Klinis Sindrom Metabolik

ATP III menyatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan manifestasi utama sindroma metabolik (Grundy S.M., 2006). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh NHANES yang menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan kuat dan konsisten dengan infark miokard dan stroke

(Ninomiya J.K. et al., 2004).

ATP III juga menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan dengan beberapa keadaan seperti policystic ovarii, fatty liver, batu empedu kolesterol, asma, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker (Pranoto A., 2005)

2.2. Obesitas 2.2.1. Definisi

Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa sel lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena pada orang-orang dengan masa otot besar dapat dianggap overweight tanpa peningkatan sel-sel lemak.

(21)

Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan. (Sugondo, 2009)

Untuk penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks masa tubuh (BMI), dapat dihitung sebagai:

BMI= Berat badan dalam kg/Tinggi badan dalam m2

Secara klinis, BMI yang bernilai antara 25 dan 29,9 kg/m2 disebut overweight, dan

nilai BMI lebih dari 30 kg/m2 disebut obese. (Guyton, 2007) 2.2.2 Etiologi Obesitas

Menurut Guyton (2007), ada beberapa faktor penyebab obesitas. Gaya hidup tidak aktif merupakan penyebab utama obesitas. Dimana, aktifitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan masa otot dan mengurangi masa lemak tubuh, sedangkan aktifitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Contohnya beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan yang erat antara obesitas dan perilaku tidak aktif seperti menonton televise dalam waktu yang lama.

Faktor lingkungan, sosial dan psikologis menyebabkan perilaku makan yang abnormal. Pengaruh faktor lingkungan sangat nyata, dengan adanya peningkatan prevalensi obesitas yang cepat disebagian besar negara maju, yang dibarengin dengan berlimpahnya makanan berenergi tinggi (terutama makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak aktif.(Guyton, 2007)

Faktor psikologis juga dapat menyebabkan obesitas. Misalnya, berat badan orang sering kali meningkat selama orang tersebut mengalami stress seperti kematian orang tua, penyakit yang parah bahkan depresi.(Guyton, 2007)

(22)

defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen yang sangat jarang dijumpai, dan (3) mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.(Guyton, 2007) Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, antara lain hipotiroidisme, sindrom crhusing, sindrom Prader-Willi dan beberapa kelainan saraf yang menyebabkan seseorang menjadi banyak makan. Obat obatan juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-obatan tertentu seperti steroid dan beberapa anti depressan, dapat menyebabkan penambahan berat badan.(Proverawati A., 2010)

2.2.3. Klasikasi Obesitas

(23)

Tabel 2.2.1.Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

Resiko Ko-Morbiditas Lingkar Perut

Klasifikasi IMT(kg/m2) <90 cm (laki-laki) >90 cm

(laki laki)

<80 cm (Perempuan) >80 cm (permpuan)

Berat Badan Kurang <18,5 rendah(resiko klinis sedang Lain)

Normal 18,5-22,9 sedang meningkat

Berat Badan Lebih >23,0

 Beresiko 23,0-24,9 meningkat

moderat

Obes I 25,0-29,9 moderat berat

Obes II >30,0 berat sangat

berat

Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pasfik Perspective: Redefining

Obesity and its Treatment(2000)

(24)

Patofisiologi Obesitas menurut Silbernagl sebagai berikut

Asupan makanan yang meningkat dan /atau Pemakaian energi yang menurun

jaringan lemak meningkat

Leptin dalam plasma juga meningkat

ketidakmampuan mengatasi sawar darah otak

leptin menghambat sekresi NPY leptin tidak

di hipotalamus mengakibatkan menyebabkan pelepasan

gangguan perangsangan terhadap asupan hipotalamus yang

makanan dan pemakaian energy bekerja pada reseptor MCR-4 dan memiliki Efek berlawanan dengan neuropeptida

Y(NPY).

2.2.5. Diagnosa Obesitas

Ada beberapa cara yang dilakukan dalam mendiagnosa obesitas menurut Proverawati (2010), yaitu dengan cara:

1. Mengukur lemak tubuh

Dalam mengukur lemak tubuh, diperlukan peralatan khusus, misalnya

(25)

b.DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry),yang menyerupai scanning

tulang. Sinar x digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh. Selain dua cara tersebut, ada cara lain yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu dengan menggunakan peralatan yaitu, jangka kulit dimana ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan menggunakan jangka, yaitu suatu alat yang terbuat dari logam yang menyerupai forceps. Bioelectric impedance analysis, yaitu anlisa tahanan bioelektrik, dimana penderita berdiri di atas sejumlah arus listrik yang tidak berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh untuk kemudian dianalisa.

2. Mengukur Lingkar Pinggang

Pada umumnya, penentuan kegemukan (obesitas) atas dasar antropometri adalah sebagai berikut menurut Nasar (1995) dalam Manurung, N. K. (2009) : 1) Hanya mengukur berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan standar pada usia yang sama, yakni bila BB 120% disebut obesitas, sedangkan antara 110-120% disebut overweight. Keburukan cara ini adalah pertama, tidak dikaitkan dengan tinggi badan (TB), sehingga tidak mencerminkan proporsi tubuh; kedua, penampilan fisik seseorang dipengaruhi oleh komposisi tubuh, artinya pada BB yang sama, seseorang dapat tampak lebih langsing daripada yang lain karena tubuhnya lebih berotot, sedangkan yang lainnya lebih banyak lemak.

2) Obesitas diukur melalui pengiraan BMI atau IMT. Dihubungkan BB dengan TB, ini dapat mencerminkan proporsi atau penampilan (BB/TB) dengan cara

menghitung IMT yaitu BB/TB2 menurut WHO dalam CDC (2010):

(26)

KATEGORI IMT Eropa IMT Asia

Tujuan pengobatan obesitas adalah mengembalikan fungsi normal proses metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi terapi bukan semata didasari oleh peningkatan angka kematian terkait obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan resiko dan kondisi komorbid.(Arisman,2010)

Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada obesitas dan overweight mengurangi faktor resiko diabetes dan kardiovaskuler. Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah , mengurangi serum trigliserida dan meningkatkan kolestrol-HDL, dan secara umum mengakibatkan pengurangan pada kolestrol serum total dan kolestrol-LDL.(Sugondo,2009)

Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah kalori, aktifitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan atau bedah. Strategi Penurunan dan Pemeliharaan Berat Badan:

a.Terapi Diet

Tujuannya untuk membuat defisit 500 hingga 100 kkal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun. (Sugondo, 2009).

b.Aktifitas Fisik

Peningkatan aktifitas bermafaat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes.(Arisman,2010)

(27)

tambahan sebanyak 100 samapai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi lain unuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah.(Sugondo,2009) c. Terapi perilaku

Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya diperlukan strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah,

contingency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.(Sugondo,2009)

d.Farmakoterapi

Farmakoterapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup.(Arisman, 2010). Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sibutramine dan Orlistat merupakan obat obatan penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang.(Sugondo, 2010)

Sibutramin ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. (Sugondo, 2010). Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit.(Arisman, 2010)

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan keamanan(Sugondo,2009)

e. Terapi Bedah

(28)

bedah ini diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI>40 atau > 35 dengan kondisi komorbid.(Sugondo, 2010)

Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal yaitu rancangan malabsorpsi pada usus halus dan retriksi pada lambung. Rancangan malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operatif restriktif pada lambung merupakan upaya manipulasi melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric pouch) dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.(Arisman, 2010)

2.2.7.Komplikasi

Kira-kira satu perempat hingga separuh orang-orang yang obes pada masa remaja akan kekal sebagai dewasa yang obes menurut Charney et al. (1976) dan Must (1999) dalam Mahan & Escott-Stump (2008).

Hampir 300,000 kematian terjadi setiap tahun akibat hal yang berkaitan dengan lebihan berat badan dan obesitas menurut U.S Department of Health and Human (USDHHS) (2001) dalam Mahan & Escott-Stump (2008). Terutamanya obesitas abdominal merupakan faktor resiko untuk peningkatan mortalitas, hipertensi, diabetis melitus tipe-2, hiperlipidemia, hiperglisemia, dan berbagai disfungsi daripada endokrin menurut Freedman et al. (1999) dalam Mahan & Escott-Stump (2008). Obesitas adalah faktor terjadinya non-insulin-dependent diabetes (NIDDM). Resistan terhadap insulin bukan saja melibatkan pengambilan glukosa oleh otot dan jaringan adiposa, tetapi juga resistan terhadap metabolik insulin (Smith & Morton, 2008)

(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka konsep penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

variabel independen

variabel dependen

variabel independen

3.2.Definisi Operasional

Definisi Operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.2.1.Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa Sindrom metabolik IMT

TD

Trigliserida KGD Profil lipid

(30)

penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe-2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkohok serta penyakit lainnya.(Sugondo, 2009)

Indeks Massa Tubuh adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2009). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2009) Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika jantung meningkat sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan sebaliknya, maka tekanan darah tidak akan meninggi (Ganong, 2002).

Normal: 120/80 mmHg

Trigliserida yaitu senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak teresterifikasi menjadi gliserol, zat ini adalah lemak yang disintesis dari karbohidrat untuk disimpan dalam sel lemak hewan. Pada hidrolisis enzimatik, trigliserida melepaskan asam asam lemak bebas ke dalam darah.(Dorland,2002) Nilai normal:

Pria = 44-184 Wanita =35-131

Kadar gula darah (KGD) adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma (Dorland, 2002).

Meningkat: kadar gula darah puasa > 100 mg/dl(Soegondo dan Gustavani, 2007) Normal: ≤ 100 mg/dl

(31)

Tabel 3.1. Kadar Profil Lipid

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007

Cara ukur

Cara ukur dilakukan dengan observasi

Alat Ukur

Pemeriksaan laboratorium pada pasien obesitas dan non obesitas untuk menilai trigliserida, KGD, tekanan darah, profil lipid.

Skala ukur

Skala nominal

3.2.2. Obesitas

(32)

lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. (Sugondo, 2009).

Cara Ukur

Pemeriksaan pada pasien obesitas dan non obesitas dilakukan dengan pengukuran IMT. Perhitungan IMT dengan rumus

IMT = Berat badan (kg) [Tinggi Badan]2 (m2)

Alat ukur : Timbangan, meteran Tinggi Badan

Hasil Ukur:

Berat Badan Kurang < 18,5

Kisaran Normal 18,5 – 24,9

Berat Badan Lebih > 25

Pra-Obes 25,0 – 29,9

Obes Tingkat I 30,0 – 34,9

Obes Tingkat II 35,0 – 39,9

Obes Tingkat III >40

Skala Ukur : Skala Nominal

3.3. Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan karakteristik hasil pemeriksaan laboratorium pasien sindrom metabolik antara yang obesitas dan non obesitas.

(33)

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain studi Cross Sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara faktor resiko dan efek dengan cara obeservasi dan pengumpulan data langsung sekaligus point time approach (Notoadmojo,2010).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Poliklinik Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi RSUP. H. Adam Malik Medan dan waktu pelaksanaan penelitian pada bulan juni-juli 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik Medan menderita obesitas dan non obesitas.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling yaitu seluruh sampel yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi.

Sampel yang akan diambil diuji menggunakan kriteria-kriteria berikut: Kriteria inklusi:

1. Semua pasien yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. H. Adam

Malik Medan

2. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian Kriteria ekslusi:

1. Pasien yang sedang hamil

(34)

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk estimasi proporsi suatu populasi terbatas (Wahyuni, 2009), sebagai berikut:

= . 1 − (1 − )

( − 1) + 1 − (1 − )

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

Z1- α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi

d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

N = Jumlah populasi

Perhitungan besar sampel secara kasar: Z1- α/2 = 1,960

P = 0,5

d = 0,1

N = 3600

= (3600 − 1) 0,1 + 1,960 0,5 (1 − 0,5)3600 . 1,960 0,5 (1 − 0,5)

= 93,569 =94

(35)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer yaitu data yang langsung diambil dari sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berada di poliklinik penyakit dalam RSUP H.Adam Malik Medan. Data primer penelitian ini adalah data pasien obesitas dan non obesitas yang didapat melalui hasil pemeriksaan indeks massa tubuh dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(36)

BAB 5 obesitas. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi yang terletak di dalam kompleks RSUP Haji Adam Malik Medan gedung P lantai tiga .

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Sampel Penelitian

Parameter Subjek (n=50) Kontrol(n=50) P

Umur (tahun) 57,16+9,018 56,32+12,20 0.696

Jenis kelamin (P:W) 25 : 25 25:25 0.693

IMT(kg/m2) 29,10 + 3,55 22,56 + 1,81 0.000

LingkarPinggang(cm) 98,50+ 10,46 89+8,33 0.000

Sistol (mm/Hg) 141,10 + 20,73 131,86 + 19,44 0.025

Kolestrol Total(mg/dl) 206,14 + 50,13 195,56 + 49,63 0,292

HDL(mg/dl) 47,06 + 11,29 44,42 + 12,3 0.268

LDL(mg/dl) 136,52 + 42,86 136,98 + 42,93 0.957

(37)

Jumlah sampel penelitian berjumlah 100 orang, dimana subjek sebanyak 50 orang dan kontrol sebanyak 50 orang . Parameter yang ditinjau terdiri umur, jenis kelamin, IMT,lingkar pinggang, tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, KGD, Hb, leukosit, Eritrosit, Trombosit, Ureum, Kreatinin, Asam urat, Kolestrol Total, HDL, LDL, dan Trigliserida.

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada umur, tekanan darah diastole, Hb, eritrosit, trombosit, ureum, kreatinin, asam urat, kolestrol total, HDL, LDL antara kelompok subjek dan kontrol. Tetapi, terdapat perbedaan bermakna (p< 0,05) pada IMT, Lingkar pinggang, tekanan darah sistol, KGD, Leukosit dan Trigliserida.

Tabel 5.2. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah penderita sindrom metabolik pada kelompok obesitas sebanyak 33 orang (66%) yaitu 16 orang (32%) pada pria dan wanita 17 orang (34%) sedangkan pada non obesitas jumlah penderita sindrom metabolik 14 orang (28%) yaitu enam orang (12%) pria dan delapan orang (36%) wanita.

Pada pasien obesitas persentase sindrom metabolik sebesar 33 orang (66%) lebih tinggi dibandingkan sindrom metabolik pada non obesitas dengan persentase 14 orang (28%)

Sindrom Metabolik Total Non Sindrom

(38)

Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Kriteria

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah penderita sindrom metabolik terbanyak adalah sindrom metabolik dengan tiga kriteria, yaitu sebanyak 25 orang (75.7%) pada kelompok obesitas dan 13 orang (92.8%) pada kelompok non Obesitas. Sedangkan jumlah penderita sindrom metabolik dengan empat kriteria di peroleh enam orang (18.18%) pada kelompok obesitas dan satu orang (7.14%) pada kelompok non Obesitas. Dan penderita sindrom metabolik dengan lima kriteria diperoleh dua orang (6.06%) pada kelompok obesitas.

Hasil uji chi square yang di dapat p value yang terdiri dari kelompok tiga kriteria, empat kriteria, dan lima kriteria adalah 0,013, 0,050, 0,495. Maka diketahui p< 0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna pada tiga kriteria antara kelompok obesitas dan non obesitas.

Hasil uji chi square yang di dapat pada kelompok sindrom metabolik secara keseluruhan diketahui p value 0,001. Maka diketahui p<0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna antara sindrom metabolik pada obesitas dan non obesitas.

5.2. PEMBAHASAN

(39)

beberapa hal antara lain ketidak seragaman kriteria diagnostk yang digunakan, perbedaan etnis/ras, umur, dan jenis kelamin.

Penurunan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil metabolik. Prevalensi sindrom metabolik cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi obesitas.

Di luar negeri, angka-angka statistik yang didapat dari prevalensi sindroma metabolik cukup mengejutkan. Menurut analisis AusDiab dengan menggunakan kriteria IDF, 29, 1% populasi dewasa di Australia terkena sindroma metabolik (Zimmet et al., 2005). Terdapat beberapa penelitian mengenai prevalensi sindroma metabolik di Indonesia. Di Semarang 297 penderita DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RS Dr. Kariadi, 52, 2% pasien memenuhi kriteria WHO dan 73% memenuhi kriteria ATP III. Di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya didapatkan bahwa dari 100 orang, 29% memenuhi kriteria WHO dan 31% memenuhi kriteria ATP III (Tjokroprawiro A., 2005).

Penelitian yang dilakukan di Depok pada tahun 2001 didapati prevalensi sindrom metabolik sebesar (25,7%) pria dan (25%) pada wanita dalam Soegondo, 2004. Penelitian WHO di Perancis menemukan bahwa prevalensi lebih besar populasi pria (23%) dibandingkan dengan populasi wanita (12%). Penelitian di Singapura dengan menggunakan kriteria NCE-ATP III melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar (17,9%).

Dari 100 sampel penelitian ini menunjukkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 47 orang (47%) yang terdiri dari 50 orang pasien obesitas dan 50 orang pasien non obesitas. Penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria NCEATP III. Penelitian ini menunjukkan dari 50 orang pasien obesitas diketahui prevalensi sindrom metabolik sebesar 33 orang (66%). Hal ini tidak sama denga penelitian yang dilakukan Soegondo(2004) menunjukkan bahwa kategori obesitas >25 kg/m2

didapatkan prevalensi sindrom metabolik 13,13%.

(40)

lebih sedikit tinggi pada wanita yang memiliki persentase 34% sedangkan pada pria sebesar 32%.

Pada penelitian dari 50 orang pasien non obesitas diketahui sindrom metabolik dari pasien non obesitas pria sebesar enam orang (12%) dan wanita sebesar delapan orang (16%). Hal ini menunjukkan prevalensi sindrom metabolik pada pria dan wanita hampir sama tetapi lebih sedikit tinggi pada wanita yang memiliki persentase 16% sedangkan pada pria sebesar 12%.

Dari 50 orang pasien obesitas yang menderita sindrom metabolik pada pria dan wanita sebanyak 33 orang (66%) sedangkan pada 50 orang pasien non obesitas yang menderita sindrom metabolik pada pria dan wanita sebanyak 14 orang (28%). Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien obesitas yang menderita sindrom metabolik lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang non obesitas.

Dari 33 orang pasien obesitas yang mengalami sindrom metabolik dengan tiga kriteria sebesar 25 orang (75.7%), empat kriteria sebesar enam orang (18.18%) dan dengan lima kriteria sebesar dua orang (6.06%). Hal ini menunjukkan pada pasien obesitas dengan tiga kriteria sindrom metabolik lebih tinggi dengan persentase 75.7%.

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Prevalensi sindrom metabolik pada obesitas adalah 33 orang (66%) dengan prevalensi pria 16 orang (32%) dan wanita 17 orang (34%)

2. Prevalensi sindrom metabolik pada non obesitas adalah 14 orang (28%) dengan prevalensi pria enam orang (12%) dan wanita delapan orang (16%) 3. Prevalensi sindrom metabolik pada penderita obesitas lebih tinggi

dibandingkan sindrom metabolik pada penderita non obesitas

6.2. Saran

Dari proses penelitian maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Masyarakat yang memiliki faktor resiko obesitas agar lebih agresif untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari sindrom metabolik

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adult Treatment Panel III. 2001. Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the

Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III).

Arisman, MB., 2010. Obesitas, Diabetes Mellitus, Dislipidemia. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC.

Durman, N., 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Negeri 6 Medan

Tentang Obesitas.

Fauci,A. S., et al., 2009. Obesity. In : Harisson’s Manual Of Medicine 17th Edition .

USA : The McGraw-Hill Companies, 939

Ganong, W., 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : EGC.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC, 917-918.

Manik, M., 2011. Hubungan Rasio Lingkar Leher -Lingkar Pinggang Terhadap Tekanan Darah Pada Aggota Kepolisian Di Sekolah Polisi Negara Sampali.

Mittal, S. 2008. The Metabolic Syndrome in Clinical Practice. Springer-Verlag. London.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pranoto A. 2005. Insulin Resistence and Diabetes: Consequences and Therapy.

Naskah Lengkap PKB IPD RSU Dr. Soetomo. 2-6 Agustus. 110-127.

Proverawati, A., 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan Pada Remaja.

Yogyakarta: Nuha Medika, 79.

(43)

Semiardji, 2004. The Significant of Visceral Fat in Metabolic Syndrome. Jakarta:

Diabetes Meeting 9-10 Oktober.

Silbernagl, Stefan. Lang, Florian., 2003. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

Jakarta: EGC.

Siregar, A., R., 2010. Hubungan Sindrom Metabolik Dengan Mild Cognitive Imparment Pada Usia Paruh Baya. Universitas Sumatera Utara.

Sugondo, S., dan Gustavani, R., 2007. Sindrom Metabolik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI, 1849.

Sugondo, S., 2007. Obesitas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI, 1919-1924

Tjokroprawiro A. 2005. The Mets: One of The Major Threat to Human Health.

Plennery Lecture Surabaya Metabolic Syndrome Update-1 (SUMETSU-1). Surabaya: 19-20 Februari.

Wahyuni, A.S., 2009. Statistika Kedokteran. Jakarta : Bamboedoea Communication.

Gambar

Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Sampel Penelitian
Tabel 5.2. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Kriteria

Referensi

Dokumen terkait

Sementara abortus kompletus adalah abortus yang paling sedikit terjadi yaitu hanya 1 orang (5,3%) dan tidak ada kasus abortus provokatus medisinalis maupun kriminalis pada tahun

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa proporsi anak penderita pneumonia tertinggi pada kelompok umur 12-60 bulan (59%), laki-laki (67.5%), Luar Kota Medan (54.2%), gejala

menunjukkan proporsi bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum dengan berat badan lahir normal sebanyak 50 (61%) dan dengan berat badan lahir rendah

SKA yang merupakan keadaan gawat darurat dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang terdiri dari: infark miokard akut dengan elevasi segment ST (STEMI), infark miokard akut

Melihat tingginya angka sindrom depresif pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan, maka diperlukan perawatan yang lebih baik tidak hanya untuk penyakit

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &amp; Leher.. Jakarta: Badan

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kurnia dan izinNya skripsi yang berjudul gambaran pasien sindrom koroner akut di RSUP Haji Adam Malik

Dari penelitian ini diperoleh gambaran pasien sindrom koroner akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 terbanyak pada tipe STEMI, kelompok umur