• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akurasi Derajat Fibrosis Hati Berdasarkan King’s Score Terhadap Fibroscan Pada Penyakit Hepatitis B Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Akurasi Derajat Fibrosis Hati Berdasarkan King’s Score Terhadap Fibroscan Pada Penyakit Hepatitis B Kronik"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN

KING’S SCORE

TERHADAP FIBROSCAN

PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam

dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUDI ANDRE MARPAUNG

NIM : 087101012

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul Tesis : AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN KING’S SCORE

TERHADAP FIBROSCAN PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK Nama Mahasiswa : Yudi Andre Marpaung

Nomor Induk Mahasiswa : 087101012

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Pembimbing-1

DR. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH

Pembimbing-2,

Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS Ilmu Penyakit Dalam

dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Yudi Andre Marpaung NIM : 087101012

(4)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Yudi Andre Marpaung NIM : 087101012

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN

KING’S SCORE TERHADAP FIBROSCAN

PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat, dan

mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 10 Oktober 2013 Yang menyatakan,

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 10 Oktober 2013

---

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : DR. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

Anggota : 1. dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH

2. dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP

(6)

ABSTRAK

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI

BERDASARKAN KING’S SCORE TERHADAP FIBROSCAN

PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK

Yudi Andre Marpaung, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar belakang : Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi non-invasif dalam mengurangi tingkat kebutuhan biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Cross, dkk telah mengusulkan King’s Score, dengan mengukur Usia (thn) x AST (IU/L) x [ INR / Jml Platelet (109/L)], sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.

Tujuan : Untuk menilai akurasi King’s Score dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

Metode : Selama Pebruari 2013 sampai Juli 2013, pada enam puluh dua pasien penyakit hepatitis B kronik menjalani Fibroscan di divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan dan dilakukan pemeriksaan serum AST, INR, PLT serta selanjutnya mengkalkulasi King’s Score. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi King’s Score.

Hasil : King’s Score ≥12,3 memiliki sensitivitas sebesar 48,1%, spesifisitas 88,6%, PPV 76,5%, NPV 68,9%, LR (+) 0,54, LR (–) 0,53 dalam memprediksi

significant fibrosis. Untuk memprediksi sirosis, King’s Score ≥16,7 memiliki nilai akurasi yang tinggi dengan sensitivitas sebesar 83,3%, spesifisitas 85,7%, PPV 38,5%, NPV 98%, LR (+) 0,98, LR (–) 0,96. Nilai AUROC untuk masing-masing non-significant dan sirosis adalah 0,684 (95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) dan 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006).

Kesimpulan : King’s Score memiliki kemampuan memprediksi sirosis ( fibrosis

grade 4) pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga pasien dengan nilai King’s Score ≥16,7 tidak membutuhkan biopsi hati lagi. Sedangkan untuk significant fibrosis, model ini tidak menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi.

(7)

ABSTRACT

ACCURACY OF KING’S SCORE

PREDICTSLIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN

IN PATIENTS WITH CHRONIC HEPATITIS B

Yudi Andre Marpaung, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera, H.Adam Malik General Hospital

Medan

Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Cross, et al proposed King’s Score, Age (years) x AST (IU/L) x [INR / Platelets (109

Objective: To investigate the accuracy of

/L)], a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B in order to optimize their clinical management.

King’s Score

Methods: Since 2013 February until July, sixty two patients confirmed chronic hepatitis B, underwent Fibroscan in division of Gastroenterology and Hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained and analyzed for AST, INR and PLT activity, and the

for predicting liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B.

King’s Score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in Fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of King’s Score

Results: King’s score greater than or equal to 12,3 in predicted significant

fibrosis has 48,1% sensitivity, 88,6% specificity, 76,5% PPV, 68,9% NPV.

King’s score greater than or equal to 16,7 in predicted cirrhosis has 83,3% sensitivity, 85,7% specificity, 38,5% PPV, 98% NPV. The validation set confirmed the utility of this index, area under receiver operating characteristic curves for each non-significant and cirrhosis was 0,684 (95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) and 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006), respectively.

.

Conclusion: The King’s Score

Key words:

predicts cirrhosis ( grade-4 fibrosis ) in patients with chronic hepatitis B with a high degree of accuracy, potentially decreases the need for liver biopsy.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Penyakit Dalam di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak

di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan

dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Salli Rosefi Nasution, SpPD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis

untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi

dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH (alm) dan dr. Zainal Safri, SpPD,

SpJP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK

USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing,

memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis

Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH selaku Kepala Divisi

Gastroenterohepatologi dan pembimbing tesis, juga sebagai operator yang

melakukan Fibroscan pada pasien dalam penelitian ini, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan

penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran

membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang

(9)

4. DR. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH sebagai pembimbing tesis, yang

senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan, serta telah meluangkan

banyak waktu untuk penulis dan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang

selalu mendorong penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA, Prof. dr. Harun Rasyid

Lubis, SpPD-KGH dan Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH

yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian

masuk PPDS Ilmu Penyakit Dalam dan yang telah membantu membuka jalan

bagi penulis untuk menjadi bagian dari keluarga besar Ilmu Penyakit Dalam.

6. Para Guru Besar, Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. dr.

Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. dr. Habibah Hanum,

SpPD-KPsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP, Prof. dr. Azhar

Tanjung, SpPD-KP-KAI, SpMK, Prof. dr. OK. Moehadsyah, SpPD-KR,

Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. dr. M. Yusuf

Nasution, SpPD-KGH, Prof. dr. Abdul Majid, SpPD-KKV, Prof. dr.

Azmi S. Kar, KHOM, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar,

SpPD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP, Prof. DR. dr. Harun Al

Rasyid Damanik, SpPD-KGK, yang telah memberikan bimbingan dan

teladan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru

penulis : dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, dr. Abdurrahim Rasyid

Lubis, SpPD-KGH, dr. A. Adin Sutan Bagindo, SpPD-KKV, dr. Lufti

Latief, SpPD-KKV, dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD, dr. T. Bachtiar

Panjaitan, SpPD; dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD (alm), dr. OK. Alfien

Sjukran, SpPD-KEMD (alm), dr. Chaerul Bahri, SpPD-KEMD (alm),

dr. R. Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (alm), dr. Faisal SA Lubis,

SpPD (alm), dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, (alm), semoga Allah

SWT memberikan tempat yang terbaik bagi para almarhum di sisi-Nya;

dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP (FIHA), dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, DR.

dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, dr. Mardianto, SpPD-KEMD, Dr.

(10)

KGEH, dr. Dasril Effendi, KGEH, dr. Rustam Effendi YS,

SpPD-KGEH, dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, dr. Sugiarto Gani, SpPD, dr.

Savita Handayani, SpPD, dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, DR. dr. Umar

Zein, SpPD-KPTI, DTM&H, dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, dr.

Tambar Kembaren, SpPD, dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, dr. E.N.

Keliat, SpPD-KP, dr. Zuhrial Zubir, SpPD-KAI, dr. Pirma Siburian,

SpPD-KGer, DR. dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, dr. Calvin

Damanik, SpPD, dr. Masrul Lubis, SpPD-KGEH, dr. Herryanto Tobing,

SpPD-KGEH, dr. Ilhamd, SpPD, dr. Syafrizal Nasution, SpPD, dr.

Deske Muhadi, SpPD, dr. Franciscus Ginting, SpPD, dr. Endang

Sembiring, SpPD, dr. Saut Marpaung, SpPD, dr. Imelda Rey, SpPD, dr.

Wika Hanida Lubis, SpPD, dr. Anita Rosari Dalimunthe, SpPD, dr.

Radar Radius Tarigan, SpPD, dr. Lenni Evalena Sihotang, SpPD, dr.

Henny Syahrini Lubis, SpPD, dr. Riri Andri Muzasti, SpPD, dr. Alwi

Thamrin, SpPD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa

hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Drs. Abdul Jalil, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak

meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam

penyusunan tesis ini.

9. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan

fasilitas dan kesempatan yang seluas - luasnya kepada penulis dalam

menjalani pendidikan.

10. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

(11)

11. Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya, almarhum papa

dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, FInaSIM dan mama DR. Dra.

Roswita Silalahi, Dip.TESOL, M.Hum atas pengertian serta dukungan

yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan

memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga abang dan kakak saya

dr. Marlisye Marpaung, M.Ked(Ped), SpA ; Luther Bikarsa Marpaung,

ST, MT ; dan Beatrix Marpaung, SE-Ak yang selalu mendo’akan dan

memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Juga kepada ipar

saya Mayor Laut (K) dr. Rudyhard Edgar Hutagalung, SpKJ ; Merry

Marta Sitorus, AmD, S.Sos ; dan Ronal Situmorang, SE-Ak. Terima

kasih atas segala dukungan, semangat dan doanya. Semoga budi baik yang

telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

12. Terima kasih tak terhingga juga penulis haturkan kepada Bapak/Ibu mertua,

papi St. K. Robert Siregar dan almarhum mami Mayline Rotua

br.Gultom yang telah mendukung, mendoakan, serta memberikan semangat

bagi penulis.

13. Teristimewa, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya

kepada istri tercinta, Nova Dameria Siregar, SH., M.Kn atas cinta kasih

yang tulus, pengertian, perhatian, kesabaran, dukungan moril dan materil

serta telah memberikan pengertian yang dalam atas segala waktu yang

terabaikan untuknya, pengorbanan luar biasa darinya yang menjadi kekuatan

bagi penulis dalam menjalani pendidikan. Semoga pencapaian penulis

mendapat keberkahan dari Tuhan Yesus Kristus dan memberi kebahagiaan

dan kesejahteraan bagi keluarga.

14. Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli

Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, terutama teman-teman seangkatan

saya: dr. Yuswita Santi Siregar, dr. Siti Taqwa F Lubis, dr. Aini Pertiwi,

dr. Dika Iyona Sinulingga, dr. Lisa Yuliyanti, dr. R. Arief Banu

Pradipta, dr. Hendrik Sarumpaet, dr. Rahmat Suhita Wahyu, dr.

Senior Tawarta P dan dr. Arief Budiman. Terimakasih untuk

(12)

15. Seluruh senior peserta PPDS-II Gastroenterohepatologi : dr. Elias Tarigan,

SpPD, dr. Ilhamd, SpPD, dr. Religius Pinem, SpPD, dr. Zulkhairi,

SpPD, dr. Adlin Herry, SpPD, dr. Taufik Sungkar, SpPD, dan dr.

Imelda Rey, SpPD, senior peserta Pendidikan Endoskopi, teman sejawat

stase Gastroenterohepatologi, stase ruangan, stase poliklinik pria/wanita,

stase konsultan, tanpa bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini.

16. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Syaloom...

Medan, 10 Agustus 2013

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

Daftar Singkatan dan Lambang... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 TujuanPenelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

1.6 Kerangka Konseptual... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit hepatitis kronik dan Fibrosis Hati …………... 5

2.2 Patogenesis Fibrosis Hati... 6

2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati ………... 2.3.1 Metode Invasif………... 2.3.2 Metode Non invasif ………... 2.3.2.1 Fibroscan………... 2.3.2.2 Petanda (marker) Biokimia………... 2.3.2.3 King’s Score... BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 17

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 17

3.3 Populasi Terjangkau... 17

3.4 Besar Sampel... 18

3.5 Kriteria Inklusi... 18

3.6 Kriteria Eksklusi... 18

3.7 Bahan dan prosedur Penelitian... 18

3.8 Definisi Operasional... 20

3.9 Analisa Statistik... 21

3.10 Kerangka Operasional... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 23

4.2 Pembahasan... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 34

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) ... 9 2.2 Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis

Kronik dengan menyingkirkan fibrosis...

9

2.3 Aktivitas peradangan portal dan lobular... 9 2.4 Fibrosis (Sistem Skoring METAVIR) ... 10 4.1

4.2

Parameter Klinis, Biokimia dan Fibrosis Hati dari Subjek Penelitian... Nilai Prediktif King’s Score dalam Diagnosis Fibrosis ringan-sedang pada Subjek Hepatitis B Kronik ...

24

26 4.3 Crosstabulation antara cutoff nilai King’s score dengan

Derajat Fibrosis kurang dari F2 dan Lebih dari F2 ………

27

4.4 Crosstabulation antara cutoff nilai King’s score dengan Derajat Fibrosis kurang dari F3 dan Lebih dari F3 ………

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 2.1

Kerangka Konseptual... Transient elastography (Fibroscan)...

4 12 3.1

4.1 4.2

Kerangka Operasional... Derajat Fibrosis menurut Fibroscan………... Derajat Fibrosis menurut King’s Score...

22 24 25 4.3

4.4

Kurva ROC King’s Score dalam prediksi significant

fibrosis pada subjek Hepatitis B Kronik... Kurva ROC King’s Score dalam prediksi sirosis pada subjek Hepatitis B Kronik...

29

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian

pertama kali pada halaman HCC Hepatocellular carcinoma 1 MES Matriks Ekstraselular 1 NASH Non Alcoholic Steatohepatitis 1 APRI AST to Platelet Rasio Index 2 kPa kiloPascals 2 AST Aspartate Aminotransferase 2 ALT Alanine Aminotransferase 2 APRICOT AIDS Pegasys Ribavirin International

Coinfection Trial

2

ROIs Reactive Oxygen Intermediates 5 HSC Hepatic Stellate Cells 6 TGF-b1 Transforming Growth Factor-b1 6 HAI Histological Activity Index 8 TE Transient elastography 10 AUROC Area Under Receiver Operating Characteristic 11 PPV Positive Predictive Value 11 NPV Negative Predictive Value 11

HCV Hepatitis C Virus 11

GGT Gamma- Glutamyl Transferase 13 P III NP Procolagen Tipe III N-Peptide 13

HA Hyaluronic Acid 13

HIV Human Immunodeficiency Virus 13

TPO Trombopoietin 15

USG Ultrasonography 17

HBsAg Hepatitis B Surface Antigen 19 LR+ Positive Likelihood Ratio 20 LR- Negative Likelihood Ratio 20

SD Standar Deviasi 22

SLFG Shanghai Liver Fibrosis Group’s Index 28 HbeAg Hepatitis B envelope Antigen 29 HBV DNA Hepatitis B Virus DNA 29 ADV Adefovir Dipivoxil 29

IU International Unit 29

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Persetujuan Komite Etik... 33

2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 34

3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan... 36

4 Kertas Kerja Profil Peserta Penelitian... 37

5 Daftar Riwayat Hidup ………. 38

6 Hasil Statistik ……….. 43

(18)

ABSTRAK

AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI

BERDASARKAN KING’S SCORE TERHADAP FIBROSCAN

PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK

Yudi Andre Marpaung, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar belakang : Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi non-invasif dalam mengurangi tingkat kebutuhan biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Cross, dkk telah mengusulkan King’s Score, dengan mengukur Usia (thn) x AST (IU/L) x [ INR / Jml Platelet (109/L)], sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk memprediksi fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronis dalam rangka mengoptimalkan manajemen klinisnya.

Tujuan : Untuk menilai akurasi King’s Score dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

Metode : Selama Pebruari 2013 sampai Juli 2013, pada enam puluh dua pasien penyakit hepatitis B kronik menjalani Fibroscan di divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan dan dilakukan pemeriksaan serum AST, INR, PLT serta selanjutnya mengkalkulasi King’s Score. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi King’s Score.

Hasil : King’s Score ≥12,3 memiliki sensitivitas sebesar 48,1%, spesifisitas 88,6%, PPV 76,5%, NPV 68,9%, LR (+) 0,54, LR (–) 0,53 dalam memprediksi

significant fibrosis. Untuk memprediksi sirosis, King’s Score ≥16,7 memiliki nilai akurasi yang tinggi dengan sensitivitas sebesar 83,3%, spesifisitas 85,7%, PPV 38,5%, NPV 98%, LR (+) 0,98, LR (–) 0,96. Nilai AUROC untuk masing-masing non-significant dan sirosis adalah 0,684 (95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) dan 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006).

Kesimpulan : King’s Score memiliki kemampuan memprediksi sirosis ( fibrosis

grade 4) pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga pasien dengan nilai King’s Score ≥16,7 tidak membutuhkan biopsi hati lagi. Sedangkan untuk significant fibrosis, model ini tidak menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi.

(19)

ABSTRACT

ACCURACY OF KING’S SCORE

PREDICTSLIVER FIBROSIS BASED ON FIBROSCAN

IN PATIENTS WITH CHRONIC HEPATITIS B

Yudi Andre Marpaung, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera, H.Adam Malik General Hospital

Medan

Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Cross, et al proposed King’s Score, Age (years) x AST (IU/L) x [INR / Platelets (109

Objective: To investigate the accuracy of

/L)], a simpler model consisting of routine laboratory markers for predicting liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B in order to optimize their clinical management.

King’s Score

Methods: Since 2013 February until July, sixty two patients confirmed chronic hepatitis B, underwent Fibroscan in division of Gastroenterology and Hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained and analyzed for AST, INR and PLT activity, and the

for predicting liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B.

King’s Score was computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in Fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of King’s Score

Results: King’s score greater than or equal to 12,3 in predicted significant

fibrosis has 48,1% sensitivity, 88,6% specificity, 76,5% PPV, 68,9% NPV.

King’s score greater than or equal to 16,7 in predicted cirrhosis has 83,3% sensitivity, 85,7% specificity, 38,5% PPV, 98% NPV. The validation set confirmed the utility of this index, area under receiver operating characteristic curves for each non-significant and cirrhosis was 0,684 (95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) and 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006), respectively.

.

Conclusion: The King’s Score

Key words:

predicts cirrhosis ( grade-4 fibrosis ) in patients with chronic hepatitis B with a high degree of accuracy, potentially decreases the need for liver biopsy.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hepatitis kronik merupakan penyakit yang melibatkan proses

destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang diawali dengan

fibrosis hati yang sering berlanjut pada sirosis hati dan hepatoselular karsinoma.

Fibrosis hati terjadi akibat kerusakan kronik pada hati yang dihubungkan dengan

akumulasi yang berlebih-lebihan dari matriks ekstraselular (MES) protein.

Penyebab utama fibrosis hati antara lain adalah infeksi kronik dari virus B dan C,

peminum alkohol, autoimun, penyakit kolestasis dan non alkoholik

steatohepatitis (NASH). Akumulasi dari MES protein akan merusak arsitektur

hati dengan terbentuknya jaringan ikat fibrous dan mengakibatkan

berkembangnya nodul. Bila nodul sudah terbentuk maka keadaan ini disebut

sirosis. Fibrosis hati digambarkan sebagai suatu respon penyembuhan luka

terhadap jejas hati kronik. Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah

proses yang penting dalam manajemen pasien dengan penyakit hepatitis kronik.

Sejak diketahui bahwa fibrosis sebagai problem utama yang

menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada penyakit hepatitis kronik,

penentuan derajat fibrosis sangat diperlukan untuk memberikan pengobatan dini

dan benar. Biopsi hati sebagai metode invasif masih sebagai baku emas dalam

menegakkan diagnosis derajat fibrosis. Kesulitan yang dihadapi adalah gambaran

klinis sering tidak selalu sesuai dengan gambaran derajat fibrosis dan tidak semua

penderita bersedia untuk dibiopsi. Selain itu, limitasi pada biopsi dapat dijumpai

dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling

error). Juga dijumpai kesulitan dalam mendapatkan jumlah sampel yang sama

untuk tiap-tiap kelompok derajat fibrosis (Czaja, 2010), (Grigorescu, 2010).

Karena begitu banyak hambatan yang dialami dengan metode invasif ini,

banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat fibrosis hati dengan

(21)

Banyak usaha yang telah dilakukan dalam pengembangan model prediktif

non-invasif yang berkorelasi dengan stadium fibrosis dalam beberapa tahun

belakangan ini. Saat ini telah ditemukan sebuah alat untuk menilai derajat fibrosis

hati dengan tehnik non-invasif. Tehnik ini dikenal dengan nama Ultrasound Elastography, yang secara komersil dikenal sebagai Fibroscan. Tehnik imaging

terbaru Fibsroscan ini telah menunjukkan keunggulannya dalam menentukan derajat fibrosis hati dengan tingkat akurasi yang tinggi. Namun biaya

pemeriksaan dengan alat ini mahal dan sulit dijangkau sebagai tes rutin pada

kebanyakan unit klinik di seluruh dunia. Alat ini dapat lebih sensitif menentukan

stadium fibrosis hati dengan mengukur kekakuan hati yang dihubungkan dengan

derajat fibrosis dalam satuan kiloPascals (kPa). Fibrosis hati diukur oleh

Fibroscan secara signifikan sesuai dengan derajat fibrosis hati. Akurasi diagnostik Fibroscan lebih tinggi dibandingkan dengan penanda biokimia untuk menilai derajat fibrosis hati. Keuntungan Fibroscan adalah cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi

hati (Kwang, et al., 2010).

Hepatitis B kronik merupakan penyebab infeksius tersering pada penyakit

hepatitis kronik di dunia. Model prediktif didesain secara khusus untuk pasien

hepatitis B kronik telah dimintakan oleh Shanghai Liver Fibrosis roup (SLFG),

Hui et al. dan Mohamadnejad et al. Namun sedikit dari model-model yang telah disebutkan di atas yang diimplementasikan dan divalidasikan secara luas pada

praktikal klinis (Leroy, et al., 2007), (Lai, et al., 2003), (Zeng, et al., 2005).

Sebelumnya sudah ada penelitian mengenai hubungan antara derajat

fibrosis hati dengan King’s Score dibandingkan dengan fibroscan pada penderita penyakit hepatitis C kronik ( Timothy, et al., 2009). Oleh karena itu penulis ingin menilai korelasi antara derajat fibrosis hati dengan model yang simple dan

non-invasif dalam memprediksi fibrosis hati pada pasien dengan infeksi virus

hepatitis B kronik berdasar pada King’s score dan membandingkannya dengan

fibroscan untuk penyediaan referensi dalam hal pengenalan model prediktif non-invasif dalam manajemen klinikal pada pasien dengan infeksi kronik virus

(22)

1.2 Perumusan masalah

Apakah King’s Score dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

1.3 Hipotesis

King’s Score dapat memprediksi derajat fibrosis hati secara akurat pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk menilai akurasi King’s Score dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Untuk menilai akurasi model sederhana dan nonivasif yang

berisikan petanda laboratorium rutin dalam memprediksi derajat

fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan tujuan

untuk mengoptimalisasi manajemen klinis.

1.5.2. Mengevaluasi adanya persamaan hasil dari kombinasi dua metode

nonivasif (King’s Score dan Fibroscan) dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik.

1.5.3. Mengurangi keperluan tes-tes yang kompleks dan pengeluaran

(biaya) ekstra.

1.5.4. Mengurangi tingkat keperluan biopsi hati dalam menilai adanya

(23)

1.6. Kerangka Konseptual

Infeksi Hepatitis Virus B, peminum alkohol, autoimun, penyakit kolestasis dan (NASH)

Orang Sehat Hepatitis Akut

Hepatitis Kronis Fibrosis Hati

King’s Score

Non-significant

fibrosis ( F0-F1)

Significant

fibrosis (F2-F3)

Sirosis Hati (F4)

Fibroscan

F0-F1

F2-F3

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit hepatitis kronik dan Fibrosis Hati

Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu penyakit nekroinflamasi

hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan, yang

melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati

yang pada akhirnya akan menuju fibrosis dan sirosis (Czaja, 2010). Penyakit ini

dapat asimtomatik atau disertai gejala - gejala seperti mudah lelah, malaise dan

nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara

sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus -

kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati,

penurunan berat badan, dan demam (Akbar, 2007).

Fibrosis hati adalah akumulasi interstisial atau jaringan parut MES setelah

jejas hati akut atau kronik (Grigorecu, 2010), (Kwang, et al., 2010). Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam manajemen

pasien dengan penyakit hepatitis kronis. Fibrosis hati bukan merupakan suatu

penyakit, tetapi sebagai akibat dari kerusakan hati kronik oleh karena beberapa

penyebab termasuk hepatitis B dan C, minum alkohol yang berlebihan, NASH

dan kelebihan besi. Kerusakan hati menyebabkan sel stellata hati menjadi

hiperaktif dan memicu peningkatan sintesis MES. Konsumsi alkohol (ethanol)

yang berlebihan merupakan penyebab utama fibrosis hati di Amerika. Stres

oksidatif sangat kuat hubungannya dengan ethanol-induced liver fibrosis. Efek fibrogenik ethanol melalui reactive oxygen intermediates (ROIs) berperan penting terhadap terjadinya peningkatan produksi MES. NASH menyebabkan

fibrosis hati karakteristik dengan terjadinya inflamasi neutrofil, ballooning dan degenerasi dari hepatosit, dan meningkatnya kadar serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST). Beberapa pasien NASH menunjukkan gejala mudah lelah, nyeri abdomen dan nyeri di kuadran

kanan atas (Tsukada, 2006), (Sembiring, 2009). Pembentukan jaringan fibrotik

(25)

ekstraselular. Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap mekanisme terjadinya

fibrosis hati bersama-sama dengan strategi pengobatan yang efektif, maka

membuka peluang untuk upaya mengevaluasi progresifitas dari fibrogenesis

penyakit hepatitis kronik. Pengetahuan mengenai fibrosis hati berkembang pesat

dalam 25 tahun terakhir, yang semula hanya berupa penelitian di laboratorium,

akhirnya menjadi fokus para klinikus dalam penatalaksanaan pasien. Evolusi ini

menunjukkan bahwa fibrosis tidak lagi sekedar masalah molekular, tetapi sudah

berkembang mencapai tahap untuk mendapatkan gambaran perjalanan penyakit

dan alat deteksinya pada pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Lebih jauh lagi,

kemajuan pengetahuan mengenai fibrosis hati telah merombak keyakinan yang

selama ini dianut kalangan medis bahwa sirosis bersifat progresif dan

irreversibel. Ternyata fibrosis lanjut yang menjadi sirosis hati masih dapat diperbaiki (reversibel), sehingga memicu para peneliti untuk berlomba - lomba mencari obat anti fibrosis (Wolber, 2002), (Hasan, 2009).

Sampai sekarang ini biopsi hati masih merupakan metode standar dalam

menentukan stadium fibrosis, namun biopsi sendiri memiliki kelemahan karena

biopsi merupakan tindakan invasif dan berhubungan dengan kemungkinan

timbulnya beberapa komplikasi dan ketidaknyamanan (Kwang, et al., 2010), (Kun, et al., 2010). Selain itu, limitasi pada biopsi dapat dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling error).

Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar secara global dan

merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan

timbulnya sirosis hati dan HCC (Hepatocellular carcinoma) (Czaja, 2010). Di Asia, sebagian besar pasien hepatitis B kronis mendapat infeksi pada masa

perinatal (Grigorescu, 2010).

2.2 Patogenesis Fibrosis Hati

Fibrosis hati adalah jaringan parut yang terbentuk karena akumulasi

protein matriks ekstraselular (MES) yang berlebihan akibat jejas hati akut

(26)

pembentukan nodul dengan proses akhir sebagai sirosis hati. Di Amerika Serikat

prevalensinya mencapai 360.000 kasus per tahun. Di Indonesia, pada penelitian

oleh Tarigan dkk, diperoleh angka kejadian sirosis hati sebesar 72,7 % dari

seluruh kasus penyakit hepatitis yang dirawat inap. Perbandingan jumlah kasus

antara pria dan wanita sebesar 2,2 : 1 dan kasus terbanyak terjadi pada usia

dekade kelima (dikutip dari Amiruddin, 2007).

Patogenesis fibrosis hati merupakan proses yang sangat kompleks yang

diakibatkan oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hepatitis akut

dan merupakan proses lanjut penyakit hepatitis kronis. Patogenesis fibrosis hati

melibatkan Hepatic Stellate Cells (HSC) sebagai sel utama, sel Kupffer, bermacam – macam mediator, sitokin, growth factor dan inhibitornya serta berbagai jenis kolagen. Proses fibrosis hati dikaitkan dengan respon inflamasi

terhadap Hepatic Stellate Cells dan adanya akumulasi matriks ekstraseluler (Amiruddin, 2007). Fibrosis hati dimulai dengan aktivasi Hepatic Stellate Cells

yang meliputi 3 fase yaitu initiation phase, perpetuation phase dan resolution phase, sampai terjadinya akumulasi jaringan ikat patologis. Prosesnya meliputi interaksi antara Hepatic Stellate Cells dengan sel – sel pertahanan tubuh seperti leukosit dan sel Kupffer, pelepasan berbagai mediator inflamasi, sitokin dan

growth factors terutama TGF-b1, berbagai oksidan dan peroksida lipid, perubahan komposisi matriks ekstraselular dan degradasinya, dan diakhiri

inaktivasi Hepatic Stellate Cells serta apoptosis (Amiruddin, 2007), (Kun, 2010). Diagnosis fibrosis hati didasarkan pada diagnosis penyakit dasar, aktivasi

Hepatic Stellate Cells dengan berbagai penandanya, pemeriksaan degradasi matriks ekstraselular dan enzim yang berperan, serta adanya fibrosis yang dapat

dinilai secara pasti dengan biopsi hati (Amiruddin, 2007). Adapun gambaran

histopatologik hepatitis B kronik dapat berupa infiltrasi sel radang pada segitiga

portal, terutama limfosit dan sel plasma, dapat terjadi fibrosis yang semakin

meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel radang dapat masuk ke

(27)

Untuk menilai derajat keparahan hepatitis serta untuk menentukan

prognosis, dahulu gambaran histopatologik hepatitis kronik dibagi menjadi 3

kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik aktif dan hepatitis

kronik lobular. Klasifikasi di atas telah dipakai berpuluh – puluh tahun oleh para

ahli di seluruh dunia tetapi ternyata kemudian tidak bisa dipertahankan lagi

karena terlalu kasar dan hasilnya sering overlapping (Soemohardjo dan Gunawan, 2009).

2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati

2.3.1 Metode Invasif

Biopsi hati merupakan metode invasif untuk menilai, mendeteksi dan

memonitoring fibrosis hati, yang merupakan baku emas dalam menegakkan

diagnosis derajat fibrosis. Namun, karena begitu banyak hambatan yang dialami

dengan metode invasif ini, banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat

fibrosis dengan metode non invasif. Banyak studi yang kuat menunjukkan bahwa

akibat keterbatasan dan risiko dari biopsi, biomarker non invasif telah

memberikan kemajuan dalam diagnosis. Biopsi hati tidak boleh lebih lama lagi

dianggap sebagai lini pertama penilaian fibrosis pada sebagian besar penyakit

hepatitis kronik (Poynard, 2008).

Grading aktivitas penyakit hepatitis dapat dievaluasi dari gejala klinis, serologi serum aminotrasferase dan histopatologi biopsi hati. Secara histologis,

patolog dapat melihat : inflamasi, kerusakan interlobular dan nekrosis. Dalam

praktek sehari – hari, laporan yang adekuat mencakup estimasi yang akurat

berupa lesi minimal, mild, moderate atau severe. Namun untuk perbandingan biopsi pre dan post tretment dan untuk mengevaluasi trial terapeutik, maka digunakan scoring systems (Brunt, 2000). Berbagai jenis sistem skoring telah dipakai untuk menilai stadium fibrosis hati dari hasil biopsi. Salah satu klasifikasi

histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Hubungan antara skor HAI dengan derajat hepatitis kronik

dapat dilihat pada tabel 2.2 (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus,

(28)

Tabel 2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (dikutip dari Soemohardjo dan Gunawan, 2009)

KOMPONEN SKOR

Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0 – 10

Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0 – 4

Inflamasi portal 0 - 4

Tabel 2.2 Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan menyingkirkan Fibrosis (dikutip dari Soemohardjo dan Gunawan, 2009)

HAI DIAGNOSIS

1 – 3 Minimal

4 – 8 Ringan

9 – 12 Sedang

13 – 18 Berat

Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan skor yang menunjukkan

intensitas nekrosis (grade) dan progresi struktural penyakit hepatitis (stage) yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif yang lebih sederhana dan lebih sering

dipakai. Berikut ini rincian dari sistem skor tersebut :

Tabel 2.3 Aktivitas Peradangan Portal dan Lobular [dikutip dari (Amiruddin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)]

GRADE PATOLOGI

0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal

1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis

2 Limitting plate necrosis ringan ( Interface Hepatitis ringan ) dengan atau nekrosis lobular yang bersifat fokal

3 Limitting plate necrosis sedang ( Interface Hepatitis sedang ) dan atau nekosis fokal berat ( Confluent necrosis )

4 Limitting plate necrosis berat ( Interface Hepatitis berat ) dan atau

(29)

Tabel 2.4 Fibrosis (Sistem Skoring METAVIR) [dikutip dari (Amiruddin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)]

STAGE PATOLOGI

0 Tidak ada fibrosis

1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar

2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektur yang masih utuh

3 Distorsi arsitektur ( Fibrosis septa bridging ) tanpa sirosis yang jelas

4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

2.3.2 Metode Non invasif

2.3.2.1 FibroScan

Karena keterbatasan biopsi hati, penggunaannya untuk mengevaluasi

fibrosis hati pada pasien hepatitis kronik secara rutin tidak dianjurkan, maka

kepentingan penggunaan Transient Elastography (TE) sebagai metode non invasif semakin meningkat. Idealnya, TE digunakan untuk skrining populasi

umum untuk mendeteksi pasien – pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

penyakit hepatitis, untuk mengidentifikasi pasien dengan significant fibrosis yang mendapat manfaat dari inisiasi terapi antiviral, untuk mengidentifikasi pasien

dengan sirosis dan menseleksi pasien dengan sirosis yang berisiko tinggi terhadap

berkembangnya HCC (Kim, 2010).

FibroScan merupakan suatu teknologi elastography yang mampu menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan

hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan

FibroScan ialah non invasif, cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi

lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi,

2010).

Karena TE pertama sekali berkembang di Perancis, sebagian besar studi

mengenai manfaatnya dipelajari di negara – negara Eropa dimana prevalensi

(30)

terbatas. Beberapa studi meta analisis terkini tentang peran klinis TE dalam

mengkaji fibrosis hati pada pasien hepatitis C kronis melaporkan bahwa TE

adalah suatu alat non invasif yang dapat dipercaya untuk mendeteksi advanced fibrosis dan sirosis hati (Kim, 2010).

Beberapa penelitian yang luas baru – baru ini, telah menunjukkan bahwa

pengukuran kekakuan hati dengan FibroScan merupakan alternatif yang baik dari

pada biopsi hati. Derajat fibrosis hati dapat diukur dengan mudah dan andal pada

lebih dari 95 % pasien. Pada pasien sirosis hati, pengukuran kekakuan hati

berkisar antara 12,5 – 75,5 kPa. Namun, prevalensi klinis dari nilai – nilai ini

belum diketahui. Berdossa dkk tahun 1996 menyatakan nilai FibroScan berkisar

2,4 – 75,4 kPa dengan nilai cut-off adalah 7,1 kPa untuk F ≥ 2; 9,5 kPa untuk F ≥ 3; dan 12,5 kPa untuk F4 (Al-Ghamdi, 2010).

Gomez Dominguez dkk tahun 2006 meneliti bahwa FibroScan memiliki

nilai sensitifitas 85 % untuk menilai fibrosis hati dengan nilai cut-off 4,0 kPa. AUROC 0,80 ( 95% CI: 0,75 – 0,84) untuk pasien dengan significant fibrosis

(F>2); 0,90 (0,80 – 0,93) untuk pasien dengan advanced fibrosis (F3) dan 0,96 (0,94 – 0,98) untuk pasien dengan sirosis (F4). Dengan menggunakan nilai cut-off

17,6 kPa, pasien dengan sirosis terdeteksi dengan nilai prediksi positif (PPV) dan

nilai prediksi negatif (NPV) sebesar 90 % (Al-Ghamdi, 2010).

Ziol dkk membandingkan akurasi FibroScan dengan hasil pemeriksaan

biopsi hati pada 251 pasien hepatitis C kronik. Mereka menemukan bahwa

pengukuran kekakuan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan

nilai cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kPa untuk F ≥2 dan F = 4 (Ziol, 2005).

Amellal dkk mendapatkan adanya hubungan antara FibroScan dengan

biopsi hati pada 125 pasien HCV. Studi ini memperlihatkan bahwa biopsi hati

dan FibroScan sejalan dalam mendeteksi fibrosis pada HCV. Angka rata – rata

kesesuaian antara FibroScan dan biopsi hati dalam mendeteksi fibrosis minimal

(F0-1) adalah 89,9 % (kappa = 0,68; p < 0,001). Mereka juga mendapatkan angka

rata – rata kesesuaian dalam mendeteksi significant fibrosis (F2) yaitu 78,8 %

(Kappa = 0,40; p < 0,001), sebaik dalam mendeteksi severe fibrosis (F3, F4)

(31)

Marcellin dkk juga meneliti akurasi FibroScan pada 173 pasien hepatitis

B kronik yang dilakukan biopsi hati. Mereka mendapatkan adanya korelasi yang

signifikan antara pengukuran kekakuan hati (kPa) dengan biopsi, dengan nilai

cut-off optimal yang ditentukan 7,2 dan 11 kPa untuk F ≥ 2 dan F = 4. FibroScan bisa diandalkan untuk mendeteksi fibrosis dan sirosis pada pasien HBV dengan

sensitifitas 70 % dan spesifisitas 83 % untuk F ≥ 2 dan sensitifitas 93 % serta

spesifisitas 87 % untuk F = 4 (Marcellin, 2009).

Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan cut-off dari Ledinghen dan Vergniol (Gambar 2.1), dengan nilai cut-off yang memang sesuai dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 = 0-7,1

kPa; F2 = >7,1-9,3 kPa; F3 = >9,3-14,5 kPa; F4 = >14,5 kPa.

(32)

2.3.2.2 Petanda (marker) biokimia

Serum marker dapat digunakan untuk fibrosis hati. Serum marker untuk

fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung

(Grigorescu, 2009), (Amiruddin, 2007) :

A. Petanda tidak langsung (indirect marker)

Studi - studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non invasif untuk

memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis,

seperti :

1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR) : Rasio AST/ALT lebih besar dari 1

dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas

97%.

2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protrombin, GGT dan

apolipoprotein A1 (PGA).

3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin,

gamma globulin, apolipoprotein A1, GGT, dan bilirubin total.

4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT.

5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di

klinik meliputi jumlah trombosit, usia, level kolesterol, dan GGT.

6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif

pada laboratorium rutin pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronis.

7. Fibroindex menggunakan variabel trombosit, AST dan γ Globulin.

8. FIB-4 index menggunakan variabel usia, AST, ALT dan trombosit.

9. Kombinasi AST,INR, trombosit ( indeks GUCI).

10.Lok score menggunakan logaritma dari variabel trombosit, AST, ALT dan

INR

11.Kadar TPO serum, dijumpai korelasi negative antara kadar TPO serum

dengan fibrosis hati.

12.King’s Score menggunakan variabel usia, AST, INR dan trombosit.

B. Petanda langsung (direct marker)

Penanda langsung seperti : Laminin, Procollagen tipe III N-peptide (PIIINP),

(33)

2.3.2.3 King’s Score

King’s Score merupakan metode non – invasif yang diusulkan oleh sebuah institusi ( Institute of Liver Studies, King’s College Hospital ) dengan menggunakan parameter – parameter yang berkorelasi terhadap kejadian fibrosis

hati yang signifikan dan adanya sirosis pada pasien hepatitis C kronik.

Rumus untuk menghitung skor adalah :

Menurut penulis, nilai cut-off ≥ 16,7 dipakai untuk mengkonfirmasi

sirosis ( Se 86%, Sp 80%, PPV 56%, NPV 96% ), dan dengan nilai 12,3 untuk

mengkonfirmasi signifikan fibrosis ( Se 70%, Sp 85%, PPV 81%, NPV 77% )

(Cross, et al., 2009). Pada salah satu studi di Rumania, didapatkan hasil bahwa

King’s Score dengan cut-off yang sama seperti penelitian sebelumnya memiliki korelasi yang kuat terhadap fibrosis hati dengan Se 90%, Sp 74,1%, PPV 36,4%,

NPV 97,8% dibandingkan dengan metode non – invasif lainnya (Giannini, et al.,

2003).

Usia sebagai petanda fibrosis karena progresifitas fibrosis tergantung usia.

Usia pada saat terinfeksi menunjukkan dan mempengaruhi outcome penderita hepatitis dan pasien - pasien terinfeksi setelah dekade ke-4 memiliki resiko

progresifitas penyakit lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa durasi terinfeksi

hepatitis akan lebih tepat sebagai indikator fibrosis daripada usia, namun secara

umum populasi penderita tidak mengetahui kapan awal terinfeksi, sehingga

lama infeksi sulit ditentukan. Hui dkk terhadap 235 penderita hepatitis B kronik

melaporkan ada hubungan jumlah usia (tahun) dengan fibrosis hati ( Hui, 2005).

Nilai prognosis jumlah trombosit rendah sebagai petanda fibrosis telah

dilaporkan. Wai dkk terhadap 218 penderita hepatitis B melaporkan jumlah

trombosit secara independen berhubungan dengan fibrosis dan sirosis, trombosit

cenderung menurun dengan meningkatnya fibrosis (Wai, 2006).

Trombositopenia merupakan suatu gangguan hematologi yang paling

sering terjadi pada pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Mekanisme

(34)

Berdasarkan beberapa literatur, hal ini dihubungkan dengan sekuestrasi dan

penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan

sumsum tulang mengkompensasi peningkatan produksi trombosit.

Hipersplenisme terjadi pada pasien penyakit hepatitis lanjut dengan suatu

gambaran yang bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi

portal. Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan

perpindahan yang berlebihan (hyper-inflow) yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi trombosit limpa (Kajihara, 2003).

Perpindahan trombosit dari sirkulasi perifer ke limpa tersebut dapat

menyebabkan trombositopenia meskipun masa hidup trombosit normal, total

massa tubuh normal, dan produksi trombosit tidak terganggu. Usaha untuk

melakukan koreksi trombosit yang rendah dengan pintasan portosistemik dan

splenektomi belum memberikan hasil yang baik. Demikian juga prosedur

dekompresi portal telah gagal memperbaiki jumlah trombosit secara konsisten

dalam jangka waktu yang lama meskipun tekanan portal berkurang. Hipotesis

lain menyebutkan, bahwa peningkatan trombosit yang dihubungkan dengan

immuno- globulin terjadi pada pasien - pasien dengan hepatitis kronik dan

kemungkinan mekanisme ini juga terlibat. Walaupun kadar trombosit

dihubungkan dengan immunoglobulin, hubungannya dengan trombositopenia

belum begitu jelas karena peningkatan kadar ini mungkin ditemukan pada pasien

hepatitis kronik dengan jumlah trombosit yang normal (Kajihara, 2003).

Ada faktor lain di samping splenomegali dan destruksi yang diperantarai

sistem imun, yang mungkin berperan dalam patogenesis trombositopenia pada

penyakit hepatitis kronik yaitu trombopoietin (TPO). Pada hepatitis C kronik

terjadinya trombositopenia masih belum jelas, diduga karena terjadinya fibrosis

hati di daerah sentral. Prevalensi trombositopenia meningkat 9 kali lebih tinggi

pada infeksi HCV kronik daripada penyakit hepatitis kronik yang lain.

Trombositopenia pada HCV kronik, diduga terjadi karena gangguan fungsi hati

dan beratnya fibrosis sehingga mempengaruhi pembentukan trombopoietin yang

didominasi oleh sitokin yang mengontrol pembentukan megakariosit dan

(35)

berhubungan dengan aktifitas penyakit dan progresivitas jangka panjang

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara potong lintang (cross sectional study).

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai Pebruari 2013 s/d Juli 2013, di Ruang Rawat

Inap dan Poli Penyakit Dalam RS H. Adam Malik Medan serta di beberapa klinik

Gastroenterolog di Medan.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan Health Research Ethical Committee

Sumatera Utara.

3.3 Populasi terjangkau

Populasi adalah semua penderita Hepatitis B kronik.

Sampel adalah semua populasi penderita Hepatitis B kronik yang dirawat

di RS H. Adam Malik Medan dan di beberapa klinik Gastroenterolog di Medan.

3.4 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel 39 orang.

Sampel tunggal.

Rumus yang digunakan :

2

Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji hipotesa

dengan menggunakan koefisien korelasi ( r ) diperlukan informasi :

Z(1-α/2) = deviat baku alpha, untuk α = 0,05  Z(1-α/2) = 1,96

(37)

P0

3.5. Kriteria inklusi

1. Pria maupun wanita berusia ≥ 18 tahun.

2. Pasien dengan penyakit hepatitis kronik yang disebabkan oleh virus

Hati B dengan viral marker (+).

3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed concent.

3.6. Kriteria eksklusi

Koinfeksi dengan HIV atau HCV, konsumsi alkohol > 30 gr/hari,

penyebab lain penyakit hepatitis kronik, sirosis hepatis stadium dekompensata

dan pasien dengan gagal ginjal.

3.7 Bahan dan Prosedur Penelitian

Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Patologi Klinik di

RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.7.1 Pemeriksaan trombosit

a. Sampel yang diperlukan adalah darah EDTA atau darah kapiler.

b. Isi pipet dengan darah sampai garis 0,5. Bila diketahui

trombositopenia diisi sampai garis 1.

c. Sambil menahan dengan ujung jari, isi pipet dengan Rees Ecker

sampai garis 101, kemudian letakkan horizontal.

d. Sambil menekan kedua ujung pipet, pipet digoyang selama 3 menit.

e. Isi kamar yang ditutup dengan larutan tersebut setelah terlebih dahulu

membuang 3 tetes pertama larutan tersebut.

f. Biarkan kamar hitung selama 2 menit, kemudian trombosit dihitung

dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. bidang yang dihitung

adalah semua bidang kecil sebanyak 25 buah (E). perhitungan

(38)

3.7.2 Pemeriksaan AST

Bahan : serum, plasma heparin / EDTA.

Alat yang digunakan : Spektrofotometer 340 nm.

Dengan start reagent :

1. Serum plasma 100 uL.

2. Larutan Reagent 1000 uL.

3. Campur, sesudah 1 menit tambahkan Start Reagent 250 uL.

4. Campurkan, dan sesudah 1 menit ukur penurunan absorpsi setiap

menit selama 3 menit.

5. Perhitungan : Aktivitas enzyme = ( ∆ A/min ) x F IU/l ( F : 2143 ).

3.7.3 Pemeriksaan INR

Bahan : plasma dengan anti koagulan citrate.

Alat yang digunakan : waterbath, tabung kaca yang berlapis silicon.

Cara :

1. Inkubasi plasma selama 5menit dalam suhu 37o

2. Tambahkan reagen sebanyak 100ml ( segera hidupkan stopwatch

untuk menghitung waktu terjadinya bekuan ).

C dengan waterbath.

3. Lihat waktu bekua sambil sesekali mengangkat sampel dari waterbath.

3.7.4 Pemeriksaan FibroScan

Operator : Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH

Alat FibroScan yang dipergunakan : merek Echosens

a. Lobus kanan dari liver dinilai melalui bidang interkostal sementara

pasien berbaring dalam posisi terlentang dengan lengan kanan pada

abduksi maksimum.

b. Operator menempatkan transduser ke kulit, yang telah diberi gel.

Dibantu dengan isyarat waktu ultrasound dan pencitraan mode-A.

c. Operator menempatkan satu posisi liver pada ketebalan setidaknya 60

mm dan menekan tombol akuisisi setelah area pengukuran ditentukan

(39)

3.7.5 King’s Score

3.8 Defenisi Operasional

3.8.1 Hepatitis B Kronik

Hepatitis B kronik adalah suatu keadaan terjadinya peradangan dan

nekrosis di hati, yang ditandai dengan HBsAg positif selama 6 bulan.

3.8.2 Fibrosis Hati

Fibrosis hati merupakan suatu keadaan patologis yang terjadi akibat

kerusakan hati yang kronis dan adanya ketidakseimbangan antara sintesis, dan

perusakan serabut kolagen.

3.8.3 Trombosit

Trombosit merupakan komponen darah yang dihasilkan dari megakariosit

sumsum tulang, suatu sel besar dengan 8 sampai 32 nukleus. Secara fisiologis

berperan dalam hemostatis, berfungsi menghentikan perdarahan pada permulaan

dan pada luka kecil dapat menyebabkan hemostatis yang menetap. Trombosit

tidak melekat pada sel endotel vaskular normal, tapi pada daerah endotel yang

mengalami kerusakan.

3.8.4 Umur

Umur subjek penelitian adalah yang sama dengan yang tertera di kartu

tanda penduduk.

3.8.5 AST

AST (Aspartat Aminotransferase) adalah enzim yang terdapat dalam sel

jantung, hati, otot skeletal, ginjal, otak, pankreas, limpa dan paru. Enzim ini akan

dikeluarkan ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya

kadar enzim ini berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan

sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap

(40)

3.8.6 INR

INR merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk fungsi

hemostasis, yang merupakan ekspresi dari nilai PT (waktu protrombin) yang

berfungsi untuk mengukur factor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. PT ini

merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat menunjukkan fungsi sintesa hati

selain albumin. INR didapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan

nilai PT normal kemudian dipangkatkan dengan ISI ( International Sensitivity Index ).

3.8.7 Fibroscan

FibroScan merupakan suatu teknologi elastography yang mampu

menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan

hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis.

3.8.8 King’s Score

King’s Score adalah suatu pemeriksaan non-invasif sebagai petanda awal fibrosis hati dengan menggunakan variabel umur, trombosit, AST, dan INR.

Rumus untuk menghitung skor adalah :

King’s Score≥ 16,7 : sirosis

12,3 – 16,6 : signifikan fibrosis

King’s Score≤12,2 : non-signifikan fibrosis

3.9 Analisa Statistik

Untuk menentukan nilai diagnostic panel petanda King’s Score, dilakukan evaluasi berdasarkan analisis kurva ROC ( Receiving Operating Characteristics )

dan menilai sensitivity (Se), specificity (Spe), Positive Predictive Values (PPV), Negative Predictive Values ( NPV ), diagnostic accuracy (DA), positive likelihood ratios (LR+) dan negative likelihood ratio ( LR- ) yang dikalkulasi

(41)

berdasarkan nilai cut-off yang tertera pada publikasi / jurnal originalnya. Analisa statistic dilakukan dengan software SPSS V15.0.

3.10 Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka Operasional

FIBROSCAN

• Anamnesa

• Pem.Fisik

• Darah rutin

• LFT

• Viral marker

• INR

• USG

King’s Score

Hepatitis B kronik yang masuk

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Secara keseluruhan, total dari 62 pasien dengan penyakit hepatitis B

kronik diikutsertakan dalam studi penelitian ini. Karakteristik klinis, biokimia

dan derajat fibrosis hati pasien telah disimpulkan dan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Seluruh data yang telah didapat kemudian dilakukan uji tes normalitas

Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi dari data-data tersebut. Dari hasil uji tes normalitas diperoleh hanya data umur dan trombosit yang memiliki

distribusi normal sehingga dipilih mean sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran, sedangkan data-data lainnya tidak

berdistribusi normal dan ditampilkan dalam bentuk ukuran median dan nilai

minimum-maksimum. Umur rata-rata pasien adalah 46 tahun, dengan jumlah 39

pasien (62,9%) adalah laki-laki dan sejumlah 23 pasien dengan jenis kelamin

perempuan (37,1%). Seluruh pasien tidak berada dalam keadaan sirosis hepatis

dekompensata. Pada tabel 4.1 juga dapat dilihat nilai platelet pasien dengan nilai

terkecil dan terbesar 58.000/mm3 dan 417.000/mm3 , nilai AST terkecil dan

terbesar masing-masing adalah 14 dan 124 g/L, nilai INR dengan 0,64 dan 2,62

IU/L sebagai nilai terkecil dan terbesar. Sedangkan pada fibroscan seluruh pasien penyakit hepatitis B kronik diperoleh angka terendah dan tertinggi

masing-masing dengan nilai 3,8 kPa dan 67,8 kPa, dan nilai terendah serta nilai tertinggi

sebesar 0,7 dan 88,2 diperoleh pada nilai perhitungan King’s Score. Dari derajat fibrosis hati yang digradasi berdasarkan fibroscan diperoleh derajat fibrosis 4 (F4) sebesar 9,7% dari keseluruhan pasien, fibrosis yang absen dan ringan

(F0-F1) sebesar 56,5%, F3 dengan persentase 16,1% dan F2 sebesar 17,7% dari

(43)

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subjek studi

Variabel Penyakit hepatitis Kronik B

Pasien (n) 62

Jenis Kelamin (Lk/Pr) n (%) 39/23 (62,9/37,1)

Umur (tahun) 45,92 (SD ± 12,60)

Platelet (109/L) 230 (SD ± 85,82)

AST (g/L) 30 (14-124)

INR (IU/L) 1,07 (0,64-2,62)

Fibroscan (kPa) 6,1 (3,8-67,8)

King’s Score(nilai) 6,5 (0,7-88,2) Fibrosis (fibroscan) n (%)

F0-1

F2

F3

F4

35 (56,5)

11 (17,7)

10 (16,1)

6 (9,7)

Berdasarkan tes normalitas Kolmogorov-Smirnov, data umur dan trombosit berdistribusi normal (mean, SD), sedangkan data-data lain tidak berdistribusi

normal (ukuran data median, min-max). Derajat fibrosis hati berdasarkan

(44)

Gambar 4.2. Derajat fibrosis menurut King’s Score

4.1.2 Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif Model Non-invasif King’s Score

pada Subjek Penelitian

Nilai cut-off King’s Score dan formulanya diterapkan sesuai dengan referensi jurnal aslinya (Cross dkk). Nilai cut-off yang dipilih dalam mengkonfirmasi sirosis adalah ≥16,7, dan nilai cut-off yang dipilih dalam mengkonfirmasi significant fibrosis adalah ≥12,2. Nilai prediktif dari model non invasif King’s Score dalam identifikasi significant fibrosis dan sirosis pada pasien dengan penyakit hepatitis B kronik dapat dilihat pada tabel 4.2. Diantara 27

pasien yang dinyatakan mengalami significant fibrosis melalui fibroscan, 13 pasien (48,1%) yang menunjukkan nilai King’s Score lebih tinggi dari 12,2. Dengan King’s Score lebih tinggi dari 12,2, 68,9% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami significant fibrosis.

Nilai cut-off untuk sirosis adalah ≥16,7. Sebanyak 5 pasien (83,3%) yang menunjukkan nilai King’s Score lebih tinggi dari 16,7 diantara 6 pasien yang dinyatakan mengalami sirosis melalui pengukuran fibroscan. Dengan King’s Score lebih tinggi 16,7, sebesar 98% pasien dapat dinyatakan tidak mengalami sirosis.

Nilai diagnostik dari King’s Score kemudian dievaluasi lebih lanjut dengan menilai besarnya AUROC, LR (+), LR (-) dan akurasi. Dalam memprediksi

(45)

Sedangkan dalam prediksi sirosis, AUROC adalah 0,845 untuk King’s Score

(gambar 4.4). Dari hasil ini, terlihat walaupun King’s Score merupakan model prediktif yang terdiri atas petanda laboratorium yang sederhana dan rutin, namun

King’s Score memiliki akurasi dan nilai prediktif yang cukup baik dalam memprediksi sirosis.

Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, LR (+), LR (-) beserta nilai akurasi

model prediktif dapat dilihat pada tabel 4.2. Pada tabel 4.2 menunjukkan King’s Score memiliki nilai prediktif yang tinggi dalam memprediksi sirosis. Pada tabel 4.2 juga menunjukkan tingginya sensitivitas, NPV serta LR (-) yang rendah pada

King’s Score sehingga memiliki risiko kejadian negatif palsu yang rendah. Data hasil penelitian pada King’s Score menunjukkan sensitivitas sebesar 48,1%, spesifisitas 88,6%, PPV 76,5%, NPV 68,9%, LR (+) 0,54, LR (–) 0,53 dan

akurasi sebesar 70.96% dalam identifikasi pasien penyakit hepatitis B kronik

dengan significant fibrosis. Diikuti dengan hasil penelitian dengan sensitivitas sebesar 83,3%, spesifisitas 85,7%, PPV 38,5%, NPV 98%, LR (+) 0,98, LR (–)

0,96 dan akurasi sebesar 85,48% dalam identifikasi pasien penyakit hepatitis B

kronik dengan sirosis.

Tabel 4.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif King’s Score dalam Diagnosis

Significant Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit hepatitis B Kronik.

Sen (Sensitivity); Spe (Specificity); PPV (Positive Predictive Value); NPV

(Negative Predictive Value); LR+ (Positive Likelihood Ratio); LR- (Negative

(46)

Prediktif value

Tabel 4.3. Crosstabulation antara cutoff nilai King’s score dengan Derajat Fibrosis kurang dari F2 dan Lebih dari F2

KELOMPOK FIBROSIS Total

Derajat Fibrosis ≥ 2

Derajat Fibrosis < 2

Nilai King’s score ≥ 12,3 ( % Kelompok fibrosis )

13 48,1% 4 11,4% 17 27,4%

Nilai King’s score ≤ 12,2 ( % Kelompok fibrosis )

14 51,9% 31 88,6% 45 72,6%

Total

27 100 % 35 100% 62 100%

Positif Prediktif value (King’s Score ≥ 12,3) = (13/13+4) x 100% = 76,5%. Artinya. dari setiap 100 orang dengan nilai King’s Score ≥ 12,2 terdapat 77 orang yang memiliki derajat fibrosis F2-F4. Nilai King’s Score≥ 12,2 berarti berasosiasi dengan staging fibrosis >F2.

Gambar

Tabel 2.2 Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan menyingkirkan Fibrosis (dikutip dari Soemohardjo dan Gunawan, 2009)
Gambar 2.1 Transient elastography (FibroScan) (Ledinghen dan Vergniol, 2008)
Gambar 3.1 Kerangka Operasional
Tabel 4.1. Karakteristik dasar subjek studi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Wu,dkk telah mengusulkan skor APRI, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk dibandingkan dengan skor APRI pada pasien hepatitis B dan

Nilai Mean Platelet Volume (MPV) yang terdapat dalam pemeriksaan darah rutin dapat dijadikan penanda keparahan fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik.. Tujuan:

Wu,dkk telah mengusulkan skor APRI, sebuah model sederhana yang terdiri dari penanda laboratorium rutin untuk dibandingkan dengan skor APRI pada pasien hepatitis B dan

Identification of chronic hepatitis B patients without significant liver fibrosis by a simple noninvasive predictive models.. Usefullness of Non-invasive Markers for Predicting

Sedangkan prosedur penelitiannya yaitu : pertama sekali Bapak/Ibu yang telah diduga (didiagnosa) dengan Hepatitis B Kronik atau Hepatitis C Kronik, akan kami lakukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi fibrosis hati antara pemeriksaan transabdominal ultrasonografi dupleks dengan serum marker King’s score pada

Perbandingan rerata indeks FIB4, King’s Score dan APRI Score terhadap hasil fibroscan pada penelitian ini menunjukkan kesesuaian yang signifikan (p&lt;0,001), hal

Penilaian dengan skor APRI bukanlah merupakan pilihan utama dalam mendeteksi fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik, akan tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan,