UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA PEMBERLAKUAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA
(STUDI KASUS PEMERINTAH LABUHANBATU)
Oleh:
NAMA
: MUHARINA PRIBADINIM : 030503089
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini, Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu Pada Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Kasus: Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu)
Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabilah dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sangsi yang ditetapkan oleh Universitas.
Medan, 6 Agustus 2008 Yang membuat pernyataan
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobil’alamin, Dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, kekuatan, dan
karunianya sehingga penulisan skripsi ini dapat dapat diselesaiakan. Penulisan
skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi.
Adapun judul dari skripsi ini yaitu: Analisa Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Pada Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Kasus: Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu). Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik
dari segi isi maupun cara penyajiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Namun demikian, penulis akan tetap berusaha
untuk memperbaiki diri lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua ku tercinta dan
terkasih Ayahanda Zulpribadi Lubis dan Ibunda Erawati Situmorang yang telah
memberikan dukungan moril, materil, nasehat dan doanya kepada penulis. Dan
juga yang teristimewa dan kusanyangi bang Lutfi, adik-adikku Faisal dan Fika.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada
terhingga kepada yang terhormat
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak dan Bapak Fahmi Natigor
Nasution, SE. M.Acc, Ak. Selaku Ketua Departemen dan Sekertaris
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Idhar Yahya, MBA, Ak selaku dosen pembimbing yang telah
banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis
dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Katijo, MM, Ak dan Bapak Rasdianto, M.Si, Ak selaku
Dosen Penguji 1 dan Penguji 11 yang telah membantu penulis
melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi
ini.
5. Segenap Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan.
6. Staf Jurusan Departemen Akuntansi Bang Hairil, Bang oyong, Kak
Damek yang banyak membantu dalam urusan administrasi Kampus.
7. Ibu Dra. Ina Zalisworo di Kantor Bupati Labuhanbatu, makasi
yah…, bu udah meluangkan waktunya… buat ngantar rina riset.
8. Bapak Drs. R. Zulfikarsyah, SH, M.AP di Bappeda Labuhanbatu
yang telah memberikan ijin riset bagi penulis, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
9. Bang Edi di Bappeda, Kak Inun dan para Staf pegawai Bappeda
telah banyak membantu dalam memberikan data yang diperlukan
penulis selama riset.
10. Bu Nana, Bu Bebet, Bu Iin di Dispemda dan para pegawai Dispemda
yang lain, yang sudah meluangkan waktu dan memberikan informasi
data yang penulis butuhkan.
11. Sahabat terbaikku selama kuliah, Paima, Dewi, Putri, Helmi, yang
sudah memberikan warna dalam pertemanan kita, dan makasi buat
nasehat serta repetan yang sangat berarti buat ku.
12. Dedi, Tamsir, Faisal, Rahmat, Marnanda, Dipo, Maiky, dan
temen-temen Akuntansi 03 lainya, yang sudah memberikan semangat buat
penulis.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritikan, saran yang
membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
bisa bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi.
Medan, 6 Agustus 2008 Penulis,
Muharina Pribadi Nim: 030503089
ABSTRAKSI
Terselenggaranya Otonomi Daerah di Indonesia diharapkan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan, pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, dan keadilan dengan adanya keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi) serta efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan pada semua elemen pemerintah. Untuk itu melalui reformasi anggaran, yaitu pemberlakuan anggaran berbasis kinerja yang didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29/2002 Pasal 17 ayat 2 dan Undang-Undang Nomor 17/2003 diharapkan terjadi perubahan dalam pengaturan dan pengelolaan daerah. Studi ini merupakan studi kasus dengan objek penelitian Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu .
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD dari Tahun Anggaran 2005/2006 dan 2007. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menyimpulkan bahwa dengan adanya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja ternyata tidak secara keseluruan memperbaiki kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Yang ditinjau dari rasio tingkat kemandirian, rasio desentralisasi fiskal, rasio tingkat kemampuan pembiayaan, rasio efisiensi dan efektifitas, rasio keserasiaan, rasio pertumbuhan. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu harus memiliki strategi kebijakan dalam meningkatkan kinerja keuangan agar tercapai pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan partisipasi aktifa dan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat Kabupaten Labuhanbatu.
ABSTACT
Decentralization in Indonesia expected to earn more is improving of prosperity, service to society, development democtatize, and justice with existence of openness and independence (decentralization) and also monetary recource effectiveness and efficiency at all gevermantal element. For budget reform, tha is application of performance based bedgeting on relied Decree Of The Minister Of Home Affairs number 29 / 2002 section 17 article 2 and law number 17/2003 expected happened the change in arrangemert and management of area. This study represent case study with object research of local goverment of Labuhanbatu.
In this research, the data used is realization report of regional budget period of 2005/2006 and 2007. This research used the descriptive design in the type of case study. The data gained is then analyzet by description metode .
The Objectifitas of research is to conclude that in presentce of
performance based budget implementaion, apparently it does not improve the finascial performance of Labuhanbatu District ratio, fiscal dicentralization ratio, self-sufficiency ratio, efficiency and effectiviness ratio, harmonization ratio, and growth ratio. In this care the goverment of Labuhanbatu district should enforce the strategy of policy to improve the financial performence to create the sustainable development through active participation and according to the people needs in district of Labuhanbatu.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAKSI ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Kerangka Konseptual Penelitian... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keuangan Daerah ... 11
1. Pengertian Ruang Lingkup Keuangan Daerah ... 11
2. Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah ... 14
3. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah... 15
B. Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah ... 20
1. Pengertian Kinerja Keuangan ... 20
2. Kinerja Keuangan Berdasarkan LAKIP ... 22
3. Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ... 25
4. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah ... 30
C. Anggaran Berbasis Kinerja ... 37
1. Pengertian Anggaran ... 37
2. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja ... 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 51
B. Desain Penelitian ... 51
C. Jenis Data dan Sumber Data ... 51
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 52
E. Metode Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 54
1. Gambaran Umum Kabupaen Labuhanbatu ... 54
2. Kondisi Ekonomi ... 56
3. Prinsif Anggaran Daerah ... 57
B. Analisis Hasil Penelitian ... 58
1. Rasio Kemandirian ... 58
2. Rasio Desentralisasi Fiskal ... 59
3. Rasio Tingkat Kemampuan Pembiayaan ... 62
4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas... 64
5. Rasio Keserasian ... 67
6. Rasio Pertumbuhan ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 75
C. Keterbatasan Penelitian ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
1.1 Realisasi Penerimaan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu
Menurut Jenis Permintaan 6
1.2 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu
Menurut Jenis Pengeluaran 6
2.1 Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah 16
2.2 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal 34
2.3 Target dan Realisasi Belanja Daerah
Kabupaten Labuhanbatu 47
2.4 Target dan Realisasi Belanja Aparatur Daerah
Kabupaten Labuhanbatu 48
2.5 Target dan Realisasi Belanja Pelanyanan Publik
Kabupaten Labuhanbatu 48
4.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 59
4.2 Rasio Desentralisasi Fiskal 62
4.3 Rasio Tingkat Kemampuan Pembiayaan 63
4.4 Rasio Efisiensi 67
4.6 Rasio Efektivitas 67
4.7 Rasio Keserasian 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1 Laporan Anggaran dan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2005
2 Laporan Anggaran dan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2006
3 Laoporan Anggaran dan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Tahun Anggaran 2007
4. Surat Izin Riset
5 Struktur Organisasi BAPPEDA
ABSTRAKSI
Terselenggaranya Otonomi Daerah di Indonesia diharapkan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan, pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, dan keadilan dengan adanya keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi) serta efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan pada semua elemen pemerintah. Untuk itu melalui reformasi anggaran, yaitu pemberlakuan anggaran berbasis kinerja yang didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29/2002 Pasal 17 ayat 2 dan Undang-Undang Nomor 17/2003 diharapkan terjadi perubahan dalam pengaturan dan pengelolaan daerah. Studi ini merupakan studi kasus dengan objek penelitian Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu .
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD dari Tahun Anggaran 2005/2006 dan 2007. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menyimpulkan bahwa dengan adanya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja ternyata tidak secara keseluruan memperbaiki kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Yang ditinjau dari rasio tingkat kemandirian, rasio desentralisasi fiskal, rasio tingkat kemampuan pembiayaan, rasio efisiensi dan efektifitas, rasio keserasiaan, rasio pertumbuhan. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu harus memiliki strategi kebijakan dalam meningkatkan kinerja keuangan agar tercapai pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan partisipasi aktifa dan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat Kabupaten Labuhanbatu.
ABSTACT
Decentralization in Indonesia expected to earn more is improving of prosperity, service to society, development democtatize, and justice with existence of openness and independence (decentralization) and also monetary recource effectiveness and efficiency at all gevermantal element. For budget reform, tha is application of performance based bedgeting on relied Decree Of The Minister Of Home Affairs number 29 / 2002 section 17 article 2 and law number 17/2003 expected happened the change in arrangemert and management of area. This study represent case study with object research of local goverment of Labuhanbatu.
In this research, the data used is realization report of regional budget period of 2005/2006 and 2007. This research used the descriptive design in the type of case study. The data gained is then analyzet by description metode .
The Objectifitas of research is to conclude that in presentce of
performance based budget implementaion, apparently it does not improve the finascial performance of Labuhanbatu District ratio, fiscal dicentralization ratio, self-sufficiency ratio, efficiency and effectiviness ratio, harmonization ratio, and growth ratio. In this care the goverment of Labuhanbatu district should enforce the strategy of policy to improve the financial performence to create the sustainable development through active participation and according to the people needs in district of Labuhanbatu.
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor
22 tahun 1999 dan sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 dan
sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 33 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi
sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Undang-undang tersebut
merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek
desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya.
Sebenarnya pertimbangan mendasar terselenggaranya otonomi daerah
adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa
semangkin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap Negara,
termaksud daya saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah ini
diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah.
Selanjutnya peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan
dapat diraih melalui otonomi daerah (Halim 2001:2).
Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antara responsif
terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal
untuk mengelola rumah tangganya sendiri, (Bastian 2006). Adapun misi utama
undang-undang nomor 32 tahun 2004 dan undang-undang nomor 33 tahun 2004
tersebut bukan hanya keinginan untuk melimpahkan kewewenangan
pembangunan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi yang lebih
penting adalah efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan.
Untuk itu diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat
dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut
dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri
(Bastian 2006:6). Hal tersebut sesuai dengan ciri penting dari suatu daerah
otonomi yang mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya yaitu terletak pada
strategi sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan di bidang keuangan daerah
(Soedjono 2000).
Analisa prestasi dalam hal ini adalah kinerja dari pemerintah daerah itu
sendiri dapat didasarkan pada kemandirian dan kemampuannya untuk
memperoleh, memiliki, memelihara dan memanfaatkan keterbatasan
sumber-sumber ekonomis daerah untuk memenuhi seluas-luasnya kebutuhan masyarakat
di daerah. Seperti yang diungkapkan Suedjono (2000) dalam penelitiannya
dengan objek penelitian pemerintah kota Surabaya bahwa sebagai daerah
otonomi, daerah mempunyai kewewenangan dan tanggung jawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban
kepada masyarakat dalam rangka menciptakan pemerintah yang baik (good
Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan
peraturan lembaga yang lebih tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan
undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang-undang-undang
nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu undang-undang nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan Negara, undang-undang nomor 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara, yang
telah membuat perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pengaturan keuangan, khususnya perencanaan dan anggaran pemerintah
daerah dan pemerintah pusat. Kemudian saat ini keluar peraturan tentang
Pengelolaan keuangan daerah yaitu Peraturan Pemerintah RI No 58 tahun 2004
dan Permendagri No.13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah yang mengantikan Kepmendagri No. 29 tahun 2002. Dalam reformasi
anggaran tersebut, proses penyusunan APBD diharapkan menjadi lebih
partisipasi. Hal tersebut sesuai dengan permendagri No.13 tahun 2006 yaitu
dalam menyusun arah dan kebijakan umum APBD diawali dengan penjaringan
aspirasi masyarakat, berpedoman pada rencana strategi daerah dan dokumen
perencanaan lainnya yang ditetapkan daerah. Serta pokok-pokok kebijakan
nasional di bidang keuangan daerah.
Selain itu sejalan dengan yang diamanatkan dalam undang-undang No. 17
tahun 2003 tentang perimbangan keuangan Negara akan pula diterapkan secara
penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik agar penggunaan anggaran
2005). Undang-undang No.17 tahun 2003 menetapkan bahwa APBD disusun
berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung
kebijakan ini perlu dibangun suatu system yang dapat menyediakan data dan
imformasi untuk menyusun APBD dengan pendekatan kinerja
Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan
pengelolaan anggaran daerah yang berorentasi pada pencapaian hasil atau kinerja.
Adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
publik, yang berarti harus berorentasi pada kepentingan publik (Mariana 2005).
Melalui permendagri No. 13 tahun 2006 implementasi pradigma baru yang
berorentasi pada prestasi kinerja dapat diterapkan dalam penyusunan APBD, baik
dalam system akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah.
Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Labuhanbatu merupakan salah satu
Pemerintahan Daerah di Sumatera Utara yang diharuskan untuk menyusun
laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri dari :
1. Neraca
2. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
3. Laporan Arus Kas (LAK)
4. Catatan atas Laporan Keuangan Daerah (CaLK)
Dari keempat laporan pertanggung jawaban ini Pemerintah Daerah Kabupaten
Labuhanbatu sendiri teleh mulai menyajikannya pada laporan keuangan daerah ini
pada tahun 2005. Penyusunan laporan keuangan tersebut berpedoman pada
serta peraturan pelaksanaannya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan dalam penerapannya diperkuat oleh peraturan daerah.
Skripsi ini akan membahas mengenai Analisa Kinerja Keuangan Daerah
pada pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja. Berdasarkan data yang diperoleh,
terlihat bahwa penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten
Labuhanbatu setelah dilaksanakannya Anggaran Berbasis Kinerja (tahun anggaran
2005) mengalami peningkatan. Namun peningkatan penerimaan yang disertai
peningkatan pengeluaran, dianggap kurang baik sebab tidak dapat menjamin
adanya kelangsungan hidup dimasa mendatang.
Kabupaten Labuhanbatu kekurangan sumber daya yang memadai untuk
membiayai seluruh pengeluarannya, hal ini terlihat rendahnya kontribusi PAD
dalam penerimaan daerah (Tabel 1.1). Sedangkan dalam struktur PAD Kabupaten
Labuhanbatu, masih didominasi oleh pajak daerah dan retribusi daerah, hal ini
menunjukkan belum dioptimalkannya peran BUMD dalam penerimaan Kabupaten
Labuhanbatu. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran Kabupaten
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Menurut Jenis Penerimaan (dalam%)
Jenis Penerimaan 2005/2006 2006/2007 2007 Sisa Lebih Perhitungan Tahun
Lalu 2.45% 4.46% 5.45%
e. Penerimaan Lain-lain 0.39% 3.13% 0.26%
Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak 14.33% 15.65% 17.83%
a. Bagi Hasil Pajak 13.38% 15.58% 17.80%
b. Bagi Hasil Bukan Pajak 0.95% 0.07% 0.03%
Sumbangan dan Bantuan 62.18% 78.41% 77.11%
a. Sumbangan 20.21% 60.24% 62.19%
Realisasi Penerimaan (000Rp) 422.703.990 650.940.858 773.908.171
Sumber: Diolah dari LKPJ Kabupaten Labuhanbatu, 2008
Tabel 1.2
Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Menurut Jenis Pengeluaran (dalam%)
Jenis Pengeluaran 2005/2006 2006/2007 2007
Belanja Rutin 40.58% 75.15% 79.29%
Belanja Pembangunan 59.42% 24.85% 20.71%
Total Pengeluaran 100% 100% 100%
Total Pengeluaran
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis berkeinginan untuk
melakukan penelitian berkaitan dengan “Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Pada Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi kasus: Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dalam penelitian ini penulis
mencoba merumuskan permasalaan, yaitu: Apakah terdapat peningkatan
kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam pengelolaan
keuangan daerah dari periode 2005, 2006 sampai 2007 pada pelaksanaan
anggaran berbasis kinerja dalam bentuk:
1. Tingkat Kemandirian tahun anggaran 2005, 2006 dan 2007 pada
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja?
2. Tingkat Disentralisasi Fiskal tahun anggaran 2005, 2006 dan 2007
pada pelaksanaan anggran berbasis kinerja?
3. Tingkat Kemampuan pembiayaan tahun 2005, 2006 dan 2007
pada pelaksanaan anggaran berbasis kinerja?
4. Tingkat Keserasian penggunaan anggaran tahun 2005, 2006 dan
2007 pada pelaksanaan anggaran berbasis kinerja?
5. Tingkat Efektifitas dan Efisiensi penggunaan anggaran tahun
2005, 2006 dan 2007 pada pelaksanaan anggaran berbasis kenerja?
6. Tingkat Pertumbuhan tahun anggaran 2005, 2006 dan 2007 pada
Dalam proses kegiatan penelitian ini penulis membatasi pada kinerja
keuangan pemerintah daerah yang dinilai dari aspek finansial dan nonfinansial.
Dalam hal ini penelitian hanya dianalisa berdasarkan aspek finansial saja dengan
mengacu pada rasio keuangan pada anggaran pendapatan belanja daerah periode
anggaran 2005, 2006 dan 2007 setelah adanya pelaksanaan anggaran berbasis
kinerja.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam pengelolaan
keuangan daerah dari periode 2005, 2006 dan 2007 setelah adanya pelaksanaan
anggaran berbasis kinerja.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi penulis yaitu :
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menemukan bukti empiris
tentang kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu
setelah adanya pemberlakuan anggaran berbasis kinerja.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, penelitian ini bermanfaat
sebagai tambahan bahan referensi dalam menganalisis kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Labuhanbatu setelah diberlakuanya anggaran
berbasis kinerja.
3. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara, penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai bahan referensi bagi pengembangan penelitian
E. kerangka konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ektrapolasi dari kejadian
teori yang mencerminkan keterkaitan antara variable yang diteliti dan merupakan
tuntutan untuk mencerminkan masalah peneliti serta merumuskan hipotesis yang
merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan variable ataupun masalah yang ada dalam penelitian.
Adapun krangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui
bagan alur berikut yang disertai penjelasan kualitatif.
Sumber data diolah penulis 2008 Pemerintah Kabupaten
Labuhanbatu
Laporan keterangan pertanggung
Jawaban APBD
Laporan Realisasi Anggaran
Keterangan kerangka konseptual:
Pada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Variabel data yang dipakai
atau digunakan adalah Laporan Pertanggungjawaban Anggara Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kepala Daerah. Dalam hal ini variabel yang digunakan di
khususkan pada Laporan Realisasi Anggaran atau pada saat ini lebih dikenal
dengan nama Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah (Dalam hal ini
Bupati). Kemudian dari LKPJ ini diambil data. Data yang diperlukan atau data
yang dipakai dalam penelitian ini, yang kemudian akan dianalisis dengan
memakai rasio kenerja keuangan daerah yaitu: Rasio Kemandirian, Rasio
Desantralisasi Fiskal, Rasio Tingkat Kemampuan Pembiayaan, Rasio Efektifitas
dan Efisiensi, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan. Setelah itu rasio-rasio
tersebut akan dibandingkan dengan asumsi tahun anggaran 2005 merupakan tahun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keuangan Daerah
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Sejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang
banyak dibicarakan dalam konteks sektor publik. Halim (2001:19) mengartikan
‘’keuangan daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau
daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan
undang-undang yang berlaku’’.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan
bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut.
Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran
pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan
Menurut Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa “Keuangan
daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang
dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau
daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang
berlaku’’.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan
undang-undang atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat/Daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja
instansi pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan
Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan
informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma
penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara
jelas keluaran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiap
program untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim
penganggaran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan
untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga
Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan
kewjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang termaksud didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Dari defenisi tersebut, selanjutnya Halim (2002:19) menyatakan terdapat 2
hal yang perlu dijelaskan, yaitu:
a. Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah.
b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut.
Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada
dua yaitu :
a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi
1). Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)
2). Barang-barang inventaris milik daerah
1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun
arti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan pengelolahan
sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki daerah tersebut, Halim (2001:20). ‘’Sedangkan alat untuk
melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri
dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal
dengan akuntansi keuangan daerah.’’
Telah dijelaskan diatas bahwa keuangan daerah adalah penggorganisasian
kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang di inginkan
daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai
tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dibidang
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta
prosedur-prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.
2. Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan
daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut
(Devas,dkk, 1987:279-280) adalah sebagai berikut :
a. Tanggung jawab (accountability)
pendapatannya yang sah dan benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat penggunaanya.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata dan dikelolah sedemikianrupa sehingga mampu melunasi semu kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang yang telah ditentukan.
c. Kejujuran
Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan dearah pada prinsipnya harus diserakan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya. d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency)
Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
e. Pengendalian
Para aparat pengelolah keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.
3. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah
Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik
(2006:23) menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah,
dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu “Era sebelum
otonomi daerah, Era transisi otonomi, era pascatransisi”.
Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru
mulai tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun
1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya
Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang Nomor 1 tahun 2004, undang Nomor 15 tahun 2004,
Tabel 2.1
Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah
Pra-Otonomi Daerah &
Desentralisasi Fiskal 1999 Transisi otonomi Pascatransisi Otonomi
Keputusan KDH
Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi , 2007
Pada era reformasi, dalam manajemen keuangan daerah terdapat reformasi
pelaksanaan seiring dengan adanya otonomi daerah. Adapun peraturan
pelaksanaannya menurut Halim (2001:3) telah dikeluarkan oleh pemerintah yang
mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang sekarang sekarang
berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang sekarang berubah
menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut : UU No. 5 Tahun 1974
PP No. 5&6 Tahun 1975
Manual Administrasi Keuangan Daerah
UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999
PP No. 105 Tahun 2000
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
Permendagri No. 13 Tahun 2006
a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengolahan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Daerah
d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah
e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17
November 2000 Nomor 903/235/SJ tentang Pedoman Umum
Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen
keuangan daerah pada era reformasi antara lain :
a. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten
b. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta
perangkat lainya. Pemerintah daerah ini adalah badan eksekutif,
sedangkan badan legislatif didaerah adalah DPRD.
c. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban
kepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 tahun 2000)
d. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri
atas :
1). Laporan perhitungan APBD
3). Laporan aliran kas
4). Neraca daerah dilengkapi dengan kinerja berdasarkan tolak
ukur Renstra (Pasal 38 PP nomor 105 tahun 2000)
e. Pinjaman APBD tdak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang
menunjukan hak pemerintah daerah), tetapi masukan dalam pos
penerimaan (yang belum tentu menjadi hak pemerintah daerah)
f. Masyarakat termaksud dalam unsur-unsur penyusunan APBD
disamping pemerintah daerah yang terdiri atas kepala daerah dan
APBD
g. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup
1). Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya
2). Perbandingan standar biaya dengan realisasinya
3). Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar
pelayanan yang diharapkan
h. Laporan pertanggungjawaban daerah pada akhir tahun anggaran
yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD
dan mengandung konsekuwensi terhadap masa jabatan kepala
daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.
Dalam peraturan diatas terutama Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun
2000, dapat dilihat 6 (enam) pergeseran anggaran daerah secara umum dari era pra
reformasi ke era pasca reformasi yaitu :
a. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability
c. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan audit
keuangan dan kinerja
d. Lebih menerapkan konsep value for money
e. Penerapan pusat pertanggungjawaban
f. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah
Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor
105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002.
PP No. 58 Tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No 105 Tahun 2000
tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang selama ini
dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan,
penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Substansi materi kedua
PP dimaksud, memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan
filosofis yang mengedepankan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi dan
akuntabilitas. Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi
pemikiran yang lebih mempertegas dan menjelaskan pengelolaan keuangan
daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu mendapatkan
perhatian dibidang penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah.
Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13
Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyusun Laporan Keuangan
merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyajikan
keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta kebijakan
akuntansi.
B. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 1. Pengertian Kinerja Keuangan
Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya oprasional anggaran,
langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi dan
akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilan pelayanan publik
yang lebih baik. ‘’Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good
governance bukan hanya sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan
bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan
efisien’’ (Mardiasmo 2002:121).
Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari
pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi merupakan perbandingan
ouput/ input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah
ditetapkan. ‘’Sedangkan efektif merupakan tingkat standar kinerja atau program
dengan target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan
outcome dengan output’’ (Mardiasmo, 2002: 4).
Adapun arti dari penilaian kinerja menurut Mardiasmo (2002:28) ‘’yaitu
penentuan secara priodik efektifvitas oprasional suatu organisasi, bagian
ditetapkan sebelumnya.’’ Dan menurut keputusan menteri dalam negeri nomor 29
tahun 2002 yang sekarang berubah manjadi permendagri nomor 13 tahun 2006
tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), bahwa tolak ukur kinerja merupakan
komponen lainya yng harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja
keuangan dalam sistem anggaran kinerja.
Sedangkan menurut Mahmudin (2006 : 25) “Kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang teruang dalam
stategic planning suatu organisasi”.
Disamping itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) “Kinerja (performance)
diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu
organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur
dengan dibandingkan standar yang telah ditentukan”.
Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowladge + skill), sedangkan
faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya aparatur pemerintah
dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan
sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan
Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di
bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan
menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau
ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja
tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan
Pertangggungjawaban Kepala Daerah berupa Perhitungan APBD.
2. Kinerja Keuangan Berdasarkan LAKIP
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi
pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Pensekemaan Strategi tentang
program-program utama yang akan dicapai selama satu sampai dengan lima
tahun, sesui dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dan jajaranya.
Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah dan fungsi instansi. LAKIP
tresebut sama sekali tidak menyinggung mengenai peran laporan keuangan
instansi yang seharusnya menjadi dasar penyusunan LAKIP, padahal seluruh
kegiatan penyelenggaraan pemerintah bermuara pada keuangan/pendanaan. Oleh
karena itu, tatacara penyusunan LAKIP tidak terstuktur, dan apabilah monitoring
pelaporannya tidak konsisten , maka nasibnya akan sama dengan kewajiban
pelaporan Waskat pada sepuluh tahun yang lalu, yang pada saat ini sudah tidak
ada instansi yang melaporkan.
Instansi pemerinatah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas
Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penaggung-jawabn penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara
fungsional bertanggung jawab melayani fungsi administrasi di instansi
masing-masing. Selanjutnya pimpinan bersama tim kerja harus mempertanggujawabkan
dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai.
Selain itu, penyusunan LAKIP harus mengukuti prinsip-prinsip yang
lajim, yaitu laporan harus disusun secara, objektif, dan transparan. Disamping itu,
perlu diperhatikan prinsip-prinsip lain:
Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center),
sehingga lingkupnya jelas. Hal-hal yang dikendalikan
(controllable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti
pembaca laporan,
Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting
dan relevan bagi pengambil keputusan dan pertanggung jawaban
instansi yang bersangkutan
Misalnya, hal-hal yang menonjol baik keberhasi maupun
kegagalan, perbedaan antara realisasi dengan
target/standar/budget, penyimpangan dari skema karena alasan
tertentu dan sebagainnya.
Prinsip manfaat , yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari pada
biaya penyusunan.
Isi dari LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan
perhatian utama instansi pemerintah. Selain itu perlu dimasukkan juga beberapa
aspek pendukung meliputi uraian pertanggungjawaban mengenai :
a. Aspek keuangan
b. Aspek sumber daya
c. Aspek sarana dan prasarana
d. Metode kerja, pengedalian manajemen, dan kebijaksanaan lain yang
mendukung pelaksanaan tugas instansi
Agar LAKPI dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan
keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak
dapat mengurangi perbedaan cara penyajian yang cenderung menjauhkan
pemenuhan persyaratan minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam
LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin,
sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakkan secara memadai. LAKIP
dapat dapat dimasukan pada kategori laporan rutin, Karena paling tidak disusun
dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.
Dan juga agar pengungkapan akuntabilitas aspek-aspek pendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi tidak tumpang tindih dengan pengugkapan
akuntabilitas kinerja, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan pada perolehan dan
penggunaan dana, baik dana yang berasal dari dana alokasi APBD (rutin
maupun pembangunan) maupun dana yang berasal dari PNBP
2. Uraian pertanggungjawaban sumber daya manusia, dititikberatkan pada
penggunaan dan pembinaan dalam hubunganya dengan peningkatan
kinerja yang berorentasi pada hasil atau manfaat, dan pengkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
3. Uraian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan prasarana
dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan
pengembanganya.
4. Uraian tentang metode kerja, pengendalian manajemen dan kebijaksanaan
lainya, difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan
yang merupakan cerminan pertangungjawaban kebijaksanaan (policy
accontibility)
3. Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Analisa keuangan menurut Halim (2001:127) ‘’merupakan sebuah usaha
mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia.’’
Sedangkan pada pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelolah secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Berdasarkan penjelasan Pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 yang dimaksud
dari efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan
ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas tertentu pada tingkat
harga rendah; efektif merupakan mencapaian pencapaian hasil program dengan
target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan
hasil; transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan daerah; sedangkan bertanggungjawab merupakan perwujudan
kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalaian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
ditetapkan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelolah keuangan
dituangkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang baik secara
langsung maupaun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah
dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan
pelayanan sosial masyarakat, yang dapat dianalisa menggunakan analisa rasio
keuangan terhadap APBD.
Menurut Halim (2001:127) penggunaan analisa rasio keuangan secara luas
sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan
pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas, hal itu
karena:
a. Keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintah
daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan
keuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial.
b. Selama ini penyusunan APBD sebagian masih dilakukan berdasarkan
komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan
sejumlah pendapatan persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat
inflasi). Oleh karena disusun dengan pendekatan secara incremental maka
sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misal
adanya prinsip ‘’yang penting pendapatan naik meskipun untuk
menaikanya itu diperlukan biaya yang tidak efisien’’.
c. Penilaian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan daerah, lebih ditekankan pada pencapaian target,
sehingga kurang memperhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada
komposisi ataupun pada struktur APBD.
Analisa keuangan adalah usaha mengidentifikasikan ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan swasta (lembaga
yang bersifat komersial). Analisa keuangan yang digunakan pada umumnya terdiri
dari :
1. Rasio likuiditas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban dengan segerah.
2. Rasio leverage yaitu rasio yang mengukur perbandingan dana yang
disediakan oleh pemelik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari
kreditor.
3. Rasio aktivitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan didalam menggunakan dan mengendalikan sumber yang
4. Rasio profitabilitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Rasio-rasio tersebut perlu disusun untuk melayani pihak yang
berkepentingan dengan perususahaan yaitu:
a. Para kreditor baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu untuk
menilai kemamampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
b. Pemegang saham ataupaun pemelik perusahaan, yaitu untuk
menganalisa sampai sejauh mana perusahaan maupun membayaran
dividen ataupun memperoleh laba.
c. Pengelolaan, yaitu sebagai informasi yang dapat dipakai sebagai
landasan dalam pengambilan keputusan.
Penggunaan analisa rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD
belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah pengukuranya. Meskipun demikian, dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah yang transfaransi, jujur, demokratis, efektif,
efisien dan akuntabel. Analisa rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun
kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang
dimilki perusahaan swasta.
Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu priode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana
kecenderuang yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara
membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tertentu
relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah
tersebut terhadap pemerintah daerah lainya. Adapun pihak-pihak yang
berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah:
1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).
Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
2. Pemerintah Pusat/Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
3. Masyarakat dan kreditor, sebagai pihak yang akan turut memiliki
saham pemerintah daerah, bersedia memberikan pinjaman atapun
membeli obligasi.
Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong
pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara
berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara
terus-menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.
Salah satu alat menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap
APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Widodo (Halim,
2002:126) hasil analisis rasio keuangan ini bertujuan untuk:
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah.
2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.
4. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD
belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif,
efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun
kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang
dimiliki perusahaan swasta.
Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD dilakukan
dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan
periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang
terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio
keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yang
terdekat maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana
rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.
Menurut Munir, dkk (2004:101) beberapa rasio yang dapat dikembangkan
berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut :
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pendapatan Asli daerah
Bantuan pemerintah pusat/propinsi dan pinjaman
2. Rasio Desentralisasi fiskal
(TPD) Daerah Penerimaan
Total
(PAD) Daerah Asli
(TPD)
3. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan
(BRNP)
4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Rasio Efisiensi
5. Rasio Keserasian Total Belanja Rutin Total APBD
Total Belanja Pembangunan Total APBD
6. Rasio pertumbuhan
Rasio pertumbuhan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan pendapatan asli
daerah, total pendapatan daerah, total belanja rutin, dan total belanja
Penjelasan dari parameter rasio diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan
daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan
dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan
pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekternal. Semangkin tinggi rasio kemandirian mengandung arti
bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekternal (terutama
pemerintah pusat dan propinsi) semangkin rendah, dan demikian juga sebaliknya.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tinggkat partisipasi masayarakat dalam
pembayar pajak dan restribusi daerah yang merupakan komponen utama
pendapatan asli daerah. Semangkin tinggi masyarakat membayar pajak dan
restribusi daerah akan menggambarkan tinggkat kesejateraan masyarakat yang
semangkian tinggi.
2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola
Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh
daerah terhadap total penerimaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari
hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Total Pendapatan
Daerah (TPD) merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dari seluruh
penerimaan dalam satu tahun anggaran.
Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) merupakan pajak yang
dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat
dan daerah otonomi. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilan
pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai potensi
daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu
daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan
dari pemerintah pusat.
Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan
dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM dalam Munir (2004:106)
Tabel 2.2
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
PAD/TPD (%) Kemampuan Keuangan Daerah
<10.00 Sangat kurang
10.01 – 20.00 Kurang
20.01 – 30.00 Cukup
30.01 – 40.00 Sedang
40.01 – 50.00 Baik
>50.00 Sangat Baik
Sumber: Munir, 2004:106
3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian pemerintah kabupaten
dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap
periode anggaran. Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakan
pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat
yang terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran
tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta belanja lain-lain.
Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan PAD dalam
membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang
digariskan bahwa belanja rutin daerah dibiayai dari kemampuan PAD setiap
Pemda dan karenanya tolok ukur ini sesuai pengukuran dimaksud.
Pajak Daerah (TPjD) merupakan iuran wajib yang dilakukan orang
pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan
digunakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah
sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total PAD.
Semakin besar rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan
daerah akan semakin baik.
4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang
daerah. Sisa Anggaran (TSA) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah
atas belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggaran ditambah selisih lebih
transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran.
Rasio pertama dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan
perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan
setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan
menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik.
Pengeluaran lainnya (TPL) merupakan pengeluaran yang berasal dari
pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak
tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran.
Total Belanja Daerah (TBD) merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran
daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio kedua
mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio
akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk mengurangi
Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan
target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah.
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif
apabila yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun
demikian semangkin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah
yang semangkin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas
tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah
daerah.
5. Rasio Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memperioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan
secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja
rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil.
Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa besarnya rasio belanja
rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena itu sangat
dipengarui oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan
investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun
demikian, sebagai daerah di negara berkembang peran pemerintah daerah untuk
belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan pembangunan di daerah.
6. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang
telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya
pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan
pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi- potensi mana yang diperlu
mendapatkan perhatian.
C. Anggaran Berbasis Kinerja 1. Pengertian Anggaran
Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi
sorotan masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus tentang Nota Keuangan
dan Ancangan APBD, misanya, selalu menjadi indikator perekonomian Negara
untuk selama setahun berikutnya. Bahkan, tidak jarang APBD tersebut menjadi
alat politik yang digunakan oleh pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi.
Jika demikian, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan anggaran? Bagaimana
seluk-beluknya?
Menurut Mardiasmo (2002), ‘’Anggaran adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang
allocating resources to unlimited demends )’’. Pengertian tersebut
mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah
organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal
kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh
terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Disinilah dituntut peran penting anggaran.
Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran
finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama
pemerintah, merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan
politis yang cukup segnifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran
diperusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil.
Mardismo (2002:61) menyatakan bahwa ‘’Anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah
proses atau metode untuk mepersiapkan suatu anggaran’’.
Sedangkan menurut Bastian (2006:164) ‘’mengutip dari National
Committeen on Govermental Acconting (NCGA), yaitu rencana operasi keuangan
yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan
yang diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu.’’
Anggaran merupakan dokumen yang berisi angka-angka yang
diprediksikan akan diperoleh dan akan digunakan untuk satu jangka waktu
tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu
bentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan terencana dengan
mengintregrasikan dan mengalokasikan seluruh sumber daya (resources) ke
dalam berbagai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
kinerja yang diharapkan pada suatu masa tertentu.
Penganggaran pada organisasi publik yang berorentasi pada pelayanan
terhadap masyarakat bersifat terbuka serta cenderung dipengarui oleh iklim politik
dalam suatu Negara. Hal ini menyebabkan penyusunan anggaran pada publik
lebih komplek dibandingkan dengan penyusunan anggaran pada organisasi privat.
Mardiasmo (2002:62) menyatakan ‘’anggaran publik berisi rencana
kegiatan yang direpersentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan
belanja dalam satu moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anngaran publik
merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu
organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas.’’
Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa:
Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang lebih tinggih. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa poltiknya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sector public anggaran justru harus diinformasikan kepada public untuk dikeritik, didiskusikan, dan diberimasukan. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Anggaran sektor publik menggambarkan kegiatan pemerintah dalam upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai stakeholder. Oleh sebab itu setiap
hanya untuk memenuhi kebutuhan implementor serta meningkatkan wibawa
pemerintah.
Anggaran menjadi sangat esensial dalam upaya menghapus kemiskinan dan
meningkatkan kesejateraan masyarakat melalui program pemerintah dengan
melibatkan masyarakat. Penyusunan anggaran harus sesuai dengan prinsip-prinsip
yang diterima secara umum.
Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama dari
adanya anggaran sektor publik yaitu
a. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) b. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool) d. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)
e. Anggaran sebagai alat kordinasi dan komunikasi (Coordination & Communication)
f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performeance Measurement Tool)
g. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool)
h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang public (Publik Sphere)
Adapun tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai
berikut :
a. Line Item Budgeting
Line item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada
dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut
digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini relative dianggap paling tua