• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Stigmatisasi Penggunaan Nama Sapaan Di Kalangan Santri Pondok Pesantren Kyai Ageng Selo Dukuh Selogringging, Desa Tulung, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Stigmatisasi Penggunaan Nama Sapaan Di Kalangan Santri Pondok Pesantren Kyai Ageng Selo Dukuh Selogringging, Desa Tulung, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten."

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1   

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren sebagai suatu wadah pendidikan merupakan suatu

komunitas dan masyarakat yang penuh dengan dinamika. Kehidupan di lingkungan

pondok pesantren layaknya kehidupan dalam suatu keluarga besar, yang seluruh

anggotanya atau individu-individu di dalamnya harus berperanserta dalam

menciptakan keharmonisan. Dinamika masyarakat pesantren tidak lepas dari pola

hubungan sosial yang terjadi antaranggota masyarakat pesantren tersebut, khususnya

antar sesama anak pesantren, atau biasa disebut ‘santri’. Hubungan ini merupakan

bentuk dari interaksi hubungan sosial, tentunya dengan perantara bahasa sebagai

medianya. Sumarlam (2008) menyatakan bahwa fungsi bahasa yang paling utama

adalah sebagai alat komunikasi.

Bahasa sebagai alat komunikasi berperan untuk menciptakan hubungan yang

baik dan saling dimengerti antarkedua belah pihak serta cakap dalam berkomunikasi.

Bahasa sangat erat hubungannya dengan masyarakat, tidak terkecuali di lingkungan

pondok pesantren, yang di dalamnya terdapat berbagai macam bahasa. Keberagaman

ini disebabkan santri yang belajar di pondok pesantren berasal dari berbagai daerah

yang notabene memiliki bahasa yang berbeda-beda. Seperti pernyataan Chaer (2007:

55), yang menyatakan bahwa latar belakang dan lingkungan yang tidak sama,

menyebabkan bahasa menjadi bervariasi atau beragam, di mana antara variasi yang

satu dengan yang lain seringkali memiliki perbedaan besar.

Di dalam mewujudkan komunikasi yang diinginkan, para santri biasa

menggunakan bentuk-bentuk sapaan yang saling dimengerti dan dapat tercapai

maksud pembicaraannya. Bentuk-bentuk sapaan yang digunakan untuk menyapa

lawan bicaranya bergantung kepada jenis hubungan antar penyapa dengan yang

disapa. Selain itu, penggunaan nama sapaan dapat mengindikasikan keakraban serta

kedekatan antar kedua belah pihak yang menggunakannya.

Penggunaan sapaan pada kenyataannya akan memunculkan sebuah

(2)

2   

melekat pada dirinya (Mediansyah, 2009). Stigmatisasi terbentuk dari sapaan si

pembicara kepada lawan bicaranya. Banyak bahan untuk membuat stigma, bisa dari

ciri-ciri fisik yang menonjol, seperti ciri tubuh, penyakit menetap, dan lain-lain.

Selain itu, bisa dari karakter seseorang dan ada stigma yang diberlakukan atas

ciri-ciri kolektif ras, etnik, golongan, dan lain sebagainya. Stigma kadang menyelubungi

ketidakpahaman kemudian mengarah pada prasangka.

Hampir setiap suku bangsa atau etnik memiliki aturan, norma, atau etika

dalam pergaulan dan dalam berbahasa (Markhamah, dkk., 2009: 1). Sebagai suatu

wadah pendidikan yang berbasis agama, pesantren juga memiliki beberapa aturan

yang harus dipatuhi oleh para santri, tidak terkecuali dalam hal berbahasa.

Kesantunan berbahasa menjadi hal mutlak disini.

“Perkataan adalah hal terpenting yang harus dijaga. Di pesantren wajib bagi semua santri untuk menjaga perkataan. Perkataan kotor dan jelek sangat dilarang di pesantren, karena perkataan akan menentukan kualitas. Selain perkataan, perilaku dan sikap juga harus dijaga oleh semua santri (Dzanuryadi, 2011: 54).”

Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak sedikit dari mereka yang masih

mengucapkan kata-kata yang kurang mencerminkan diri sebagai santri. Maka dari

itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang penggunaan nama sapaan di

kalangan santri yang pada dasarnya memiliki basis ilmu agama yang lebih kuat.

Penelitian ini akan dipusatkan di Pondok Pesantren Kyai Ageng Selo yang

terletak di desa Tulung, kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Alasan peneliti

memilih pondok pesantren ini adalah pondok pesantren ini menganut system ‘salafi’,

yang dianggap oleh masyarakat lebih kuat pendidikan agamanya. Di dalam

penelitian ini akan dipaparkan berbagai bentuk nama sapaan beserta stigma yang

dimunculkan, baik bersifat positif maupun negatif.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti memberi judul penelitian ini

“Stigmatisasi Penggunaan Nama Sapaan di Kalangan Santri Pondok Pesantren Kyai

Ageng Selo Dukuh Selogringging, Desa Tulung, Kecamatan Tulung, Kabupaten

(3)

3   

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini perlu diberi batasan-batasan masalah. Pembatasan

masalah ini dimaksudkan agar penelitian dapat berfokus dengan jelas serta

mengarahkan penelitian lebih mendalam dan terarah sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Sehubungan dengan itu, peneliti membatasi permasalahan pada nama sapaan

yang digunakan santri pondok pesantren Kyai Ageng Selo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada 3 masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini.

1. Bagaimana bentuk stigmatisasi nama sapaan santri di pondok pesantren Kyai

Ageng Selo?

2. Alasan apa saja yang melatarbelakangi munculnya stigmatisasi nama sapaan

santri di pondok pesantren Kyai Ageng Selo?

3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan nama sapaan tersebut?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian digunakan untuk memberikan arah yang jelas pada

penelitian yang dilakukan. Adapan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memaparkan bentuk stigmatisasi nama sapaan santri di pondok pesantren Kyai

Ageng Selo.

2. Memaparkan alasan yang melatarbelakangi munculnya stigmatisasi nama sapaan

santri di pondok pesantren Kyai Ageng Selo.

(4)

4   

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat pada pembaca baik

secara teoretis maupun praktis.

1. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penyusunan kajian

sosiolinguistik, khususnya bagi perencanaan pembinaan dan pengembangan

bahasa dalam hal penggunaan nama sapaan dan variasinya yang ada pada

masyarakat.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rambu-rambu penggunaan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah asupan zat gizi yang meliputi natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg) dan kalsium (Ca). Data primer dalam penelitian

Pada penelitian ini, peneliti tidak membuat instrumen tes diagnostik two tier untuk mengetahui miskonsepsi siswa, melainkan menggunakan dan memperbaiki instrumen

Pada skala DISC diperoleh hasil yang tinggi sebanyak 8%, dari hasil tersebut diperoleh skala subklinis DISC yaitu : DISC-1 sebanyak 5 orang (62,5%) dan DISC-2 sebanyak 3

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa 40 buah kuisioner yang disebar di Kelurahan Pinang Ranti dan Bendungan Hilir, satu unit sampel sumur resapan berukuran 1m x

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apakah faktor umur ibu, kadar hemoglobin dan posisi tubuh mempengaruhi kapasitas

Dengan demikian konsep utama dalam GATT 1994 adalah menjual barang dengan harga lebih murah diluar negeri daripada dalam negeri dengan dibawah harga

Dosen menjelaskan pengertian dan fungsi dari masing- masing sub pokok bahasan tersebut dalam suatu kalimat..

Parasit darah ( Anaplasma, Babesia, Theileria ) terdapat pada sapi bakalan yang diimpor dari Australia dan prevalensi penyakit cenderung meningkat dan terjadi multi