• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh religiusitas dan adversity quoient trehadap stres kerja pada agen asuransi jiwa bersama Bumiputra 1912

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh religiusitas dan adversity quoient trehadap stres kerja pada agen asuransi jiwa bersama Bumiputra 1912"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Psi)

Knowledge, Piety and Integrity

Disusun Oleh: MIRA ISMIRANI NIM : 107070002964

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: MIRA ISMIRANI

NIM: 107070002964

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I

Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Ag NIP: 19680614 199704 1 001

Pembimbing II

Miftahuddin, M.Si NIP: 19730317 200604 1 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

ii

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 8 Desember 2011 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota:

Ikhwan Lutfi, M. Psi Miftahuddin, M. Psi

NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 197303171 200604 1 001

Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag

(4)

iii

Nama : Mira Ismirani NIM : 107070002964

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas dan

Adversity Quotient terhadap Stress Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, November 2011

(5)

iv

(C) Mira Ismirani

(D) Pengaruh Religiusitas dan Adversity Quotient terhadap Stress Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912

(E) 110 halaman + lampiran

(F) Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia yang diterapkan dan dikembangkan melalui berbagai kebijakan pembangunan dibidang industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja telah membawa akibat-akibat tertentu pada masyarakat secara umum, khususnya terhadap individu-individu yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Individu tersebut dituntut untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Namun pada kenyataan banyak individu yang tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut dikarenakan adanya ketegangan, tekanan, dan ketidakmampuan penyesuaian diri yang akhirnya menimbulkan stress kerja. Untuk itu seorang agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 harus memiliki kemampuan dalam menghadapi masalah atau kesulitan yang dilihat dari skor Adversity Quotient (AQ) yang dimilikinya, selain itu religiusitas diperlukan seseorang untuk dapat menetralisisr stres kerjanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh religiusitas (daily spiritual experience, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference) dan adversity quotient (control, origin, ownership, reach, dan endurance) terhadap stress kerja.

(6)

v

(7)

vi

menyerah “

(8)

vii

hasil kerja keras dan buah pikir

setulus hati, kupersembahkan kepada mereka yang

kusayangi “Papah, Mama, kakak, adik dan calon suamiku

tersayang”

Terucap rasa sayang dan cinta untuk mereka semua yang

telah memberikan dukungan dan doa dan kesabarannya

dalam menemani dan mengiringi langkahku...

(9)

viii

karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pengaruh Religiusitas dan Adversity Quotient terhadap Stres Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph.D dan para pembantu dekan.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib M. Ag sebagai dosen pembimbing I, terimakasih peneliti ucapkan atas bimbingan, arahan, saran, waktu yang diberikan, kesabaran serta kebesaran hati dalam membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Miftahhudin, M.Si sebagai dosen pembimbing II, terimakasih peneliti ucapkan atas bimbingan, waktu yang diberikan, saran dan arahan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

4. Ibu Rena Latifah, M. Psi. Psi sebagai dosen penasehat akademik, terimakasih telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidatullah Jakarta atas kesabaran dan kerjasamanya.

(10)

ix

terimaksih atas dukungan dan doa dari om Komar dan bibi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Terimakasih untuk ka Sarah Rahmadian dan ka Via atas bantuan mengolah data dan motivasinya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini 11. Teman-teman angkatan 2007 dan sahabat-sahabat terbaik Griya Semanggi

yaitu Putri Dintha dan Dwi Puspita Sari Sardiyo, Sitti Nurraudah, Siti Khodijah, Andrea, Anggun dll, yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian penelitian ini.

12.Juga kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penulisan penelitian ini

Semoga seluruh dukungan, bimbingan, arahan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan oleh Allah SWT. Penulis menyadari keterbatasan dari skripsi ini, maka peneliti mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan penyempurnaan

(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATAPENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan Masalah ... 10

1.3 Perumusan Masalah ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 12

1.5. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

2.1 Stres Kerja ... 14

2.1.1 Definisi Stres kerja ... 14

(12)

xi

2.2.1 Definisi Religiusitas ... 24

2.2.2 Aspek-aspek Religiusitas ... 25

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 32

2.2.4 Pengukuran Religiusitas... 33

2.3 Adversity Quotient... 33

2.3.1 Definisi Adversity Quotient... 33

2.3.2 Dimensi-dimensi Adversity Quotient ... 34

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient... 38

2.3.4 Pengukuran Adversity Quotient... 42

2.4 Kerangka Berfikir ... 42

2.5 Hipotesis penelitian ... 51

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 54

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 55

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 55

3.2.1. Variabel Penelitian ... 55

3.2.2. Definisi Operasional ... 55

3.3. Populasi dan sampel Penelitian... 57

3.3.1. Populasi Penelitian ... 57

3.3.2. Sampel Penelitian ... 57

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 57

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.4.2 Instrument Pengumpulan Data ... 68

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 70

(13)

xii

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 79

3.7 Prosedur Penelitian` ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 85

4.1 Gambaran Umum Responden ... 85

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85

4.2.1. Kategorisasi Skor Skala Religiusitas ... 88

4.2.2. Kategorisasi Skor Skala Adversity Quotient ... 89

4.2.3. Kategorisasi Skor Skala Stres Kerja ... 91

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 92

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 92

4.4 Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing IV... 101

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 105

5.1. Kesimpulan ... 105

5.2. Diskusi... 106

5.3. Saran... 109

5.3.1. Saran Teoritis... 109

5.3.2. Saran Praktis... 110

(14)

xiii

Tabel 3.2 Blue Print Skala

Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas Tabel 3.4 Blue Print Skala Adversity Quotient

Tabel 3.5 Blue Print Setelah Try Out Out Skala Stress Kerja Tabel 3.6 Blue Print Setelah Try Out Skala Religiusitas

Tabel 3.7 Blue Print Setelah Try Out Skala Adversity Quotient Tabel 3.8 Kaidah Reliabilitas Guildford

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Gambaran Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3 Gambaran Umum Berdasarkan Status Pernikahan Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.5 Skor Perolehan Religiusitas

Tabel 4.6 Klasifikasi Skor Religiusitas Tabel 4.7 Skor Perolehan Adversity Quotient

Tabel 4.8 Klasifikasi Skor Adversity Quotient

Tabel 4.9 Skor Perolehan Stres Kerja

(15)

xiv

Tabel 4.13 Koefisien Regresi

(16)

xv

(17)

xvi

Lampiran 2 Scoring Try Out

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 4 Angket Filed Tes

Lampiran 5 Scoring Penelitian

(18)

1

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

1.1 LATAR BELAKANG

Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia yang diterapkan dan dikembangkan melalui berbagai kebijakan pembangunan dibidang industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja telah membawa akibat-akibat tertentu pada masyarakat secara umum, khususnya terhadap individu-individu yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Individu-individu tersebut dituntut lebih banyak menciptakan keunggulan kompetitive melalui peningkatan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), keahlian (skill), dan komitmen (commitment), serta hubungan (relationship) dengan rekan sekerja maupun dengan pihak lain di luar perusahaan. Namun dalam kenyataannya, seringkali terlihat bahwa individu atau kelompok individu secara tidak langsung, sadar atau tidak, pada umumnya menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang tidak sesuai dengan tuntutan tersebut. Hal ini terutama disebabkan oleh benturan-benturan, ketegangan, tekanan atau penyesuaian dirinya yang kurang harmonis dengan lingkungan yang kemudian menimbulkan stres (Wijono, 2006).

(19)

pemasar atau agen pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 antara lain menawarkan dan menjual program-program kepada calon nasabah atau pemegang polis, memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pemegang polis, dan memberikan informasi yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan pemegang polis (Nora, 2009).

Pesatnya perkembangan asuransi saat ini mendorong setiap perusahaan asuransi bersaing secara ketat serta menuntut pegawai mereka untuk bekerja dengan baik dan maksimal dalam pencapaian target yang akan dicapai secara profesional. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada salah satu unit manager BUMIPUTERA yaitu Bapak Slamet Santoso, pada tanggal 18 Oktober, 2011 yang berlokasi dikantor cabang Kebayoran Baru Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912, bahwasanya agen dituntut untuk memenuhi target yang dianggarkan oleh perusahaan yaitu minimal 5 surat permintaan dan premi 10 juta dalam satu bulan, dan jika seorang agen tidak dapat memenuhi target maka dilakukan evaluasi dan penghasilan agen berasal dari kompensasi dari pemasaran yang diberikan yang dihitung secara proporsional.

(20)

perusahaan. Dalam hal ini, karyawan mau tidak mau akan dihadapkan pada perasaan tertekan dan stres (Nora, 2009).

Masalah stres kerja menjadi sangat penting karena karyawan yang mengalami stres kerja terlalu besar dapat mengancam kemampuannya untuk menghadapi lingkungan dan akhirnya berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Alwi, dalam Elfia, 2009). Di Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama yaitu sekitar tahun 2000, lebih dari 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan (Saragih, 2011).

(21)

menyebabkan berbagai perusahaan menguras kocek mereka hingga jutaan dolar AS (Arden, 2002).

Di Indonesia sendiri, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu (Saragih, 2011).

Gordon (dalam Wijino, 2006) mengemukakan bahwa pada tingkat tertentu, stres yang dialami individu jika dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh pada prestasi kerja individu dalam organisasi. Namun, stres pada tingkat moderat dapat bersifat konstruktif yang berpengaruh positif terhadap individu yaitu mendorong dan menantang individu untuk selalu aktif dan produktif dalam organisasi. Sebaliknya, stres pada tingkat yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap individu seperti menjadi kurang bersemangat dalam kerja, malas, putus asa, dan menurun prestasi kerjanya.

Pendapat lain mengemukakan bahwa stres dibagi kedalam dua jenis yaitu distress dan eustress. Eustress adalah perasaan-perasaan yang individu (positif), yang dialami karena mendapatkan penghargaan atau pujian atas dasar prestasi kerjanya yang memuaskan. Sedangkan distress adalah perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan individu (negatif) dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya menurun. (Matteson dan Ivancevich dalam Wijono, 2006).

(22)

dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai stres yang memiliki efek negatif dalam dunia kerja. Stres yang berdampak negatif terhadap karyawan ini bias berdampak pada sikap kerja yang acuh tak acuh, motivasi turun drastis dan keterampilan kerja tidak berkembang, dan akhirnya mengakibatkan turn-over pegawai. Akibat dari stress kerja ini terjadi pada beberapa karyawan pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912, yaitu terjadinya turn over pegawai dan penurunan produktivitas pegawai.

Gordon (dalam Wijino, 2009) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah penelitian empiris yang meneliti tentang stres kerja yang ada dilingkungan kerja perusahaan yang ditinjau dari sudut psikofisiologis yaitu individu sering sakit kepala akibat dari tekanan atasan atau teman kerjanya maupun tingkah laku, yaitu sikap kerja yang acuh tak acuh, motivasi turun drastis dan keterampilan kerja tidak berkembang semua ini dapat berakibat prestasi kerjanya menjadi turun. Sejalan dengan pendapat di atas menurut Everly dan Giordano (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa stres akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (muscuoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

(23)

Salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan terjadi atau tidak terjadinya stres kerja adalah religiusitas. Menurut Mangkunegara (2000) nilai-nilai agama dalam bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan pondasi yang paling utama, kecil kemungkinan akan memperoleh dampak negatif dari stres. Akan tetapi, sebaliknya ia mampu mengendalikan stres ini secara lebih bermakna.

Religiusitas menurut Fetzer (1999) adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Dalam konsep ajaran agama Islam sendiri seperti mengaplikasikan ajaran agama seperti berzikir, berdoa, beribadah, dan menjalankan ukhuwah Al-Islamiyah.

(24)

1992). Suatu penelitian dari Bishop (2008) yang dilakukan pada partisipan dewasa tua dari komunitas gereja Katholik di USA, menemukan bahwa partisipan dengan tingkat religiusitas yang lebih tinggi memiliki tingkat stres yang lebih rendah, dibandingkan dengan dengan partisipan dengan tingkat religiusitas yang lebih rendah. Selain itu Bishop (2008) juga menemukan bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap stres dibandingkan dengan dukungan sosial. Hal ini sangat menarik mengingat dukungan sosial yang sifatnya sangat tergantung dari orang lain, tidak seperti religiusitas yang sifatnya tidak tergantung pada orang lain sehingga dapat dilakukan kapan saja.

Selanjutnya penelitian lain yang dilakukan oleh Nove Ira (2003) dengan judul “Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Stres Kerja pada Pekerja Industri”, menunjukkan hasil bahwa religiusitas memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja pada pekerja industri”. Kresna Astri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara stres dan religiusitas pada dewasa muda beragama Islam menunjukkan hasil bahwa adanya korelasi negatif secara signifikan antara stres dan religiuitas pada partisipan penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Park, Cohen dan Herb (1990) terdapat bukti bahwa lebih besarnya tingkat religiusitas individu diprediksi berpengaruh kepada depresi yang dialami dan menjadi pelindung dari efek-efek negatif stres kehidupan terutama stres yang tidak terkontrol.

(25)

mengahadapi tekanan sehari-hari yang mengancam kesehatan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, kemampuan untuk menghadapi hambatan ataupun kesulitan sangat diperlukan dalam pencapaian kesuksesan seseorang.

Kemampuan sesorang dalam menghadapi atau mengatasi suatu hambatan dapat terlihat dari skor adversity quotient (AQ) yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan skor adversity quotient mencerminkan kemampuan seseorang dalam menghadapi rintangan-rintangan (Stolzt, 2000). Menurut Stolz (2000), individu-individu yang memiliki AQ tinggi akan mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapinya baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan. Sebaliknya individu dengan AQ rendah cenderung akan cepat menyerah ketika berhadapan dengan kesulitan (Stolzt, 2000).

Dalam menghadapi kesulitan, individu yang memiliki AQ tinggi selalu bersikap positif dan merasa yakin bahwa segala kesulitan pasti dapat diatasi (Stolzt, 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki sikap yang konstruktif sebagai respon terhadap kesulitan. Menurut Spillane (dalam Palupi, 2005) individu yang mengembangkan respon konstruktif dalam menghadapi suatu masalah dapat terhindar dari stres.

(26)

Hubungan ini antara lain terkait dengan dengan persepsi seseorang terhadap kemampuannya dalam menghadapi kesulitan dan masalah yang dihadapinya. Menurut Stolzt (2000) orang-orang dengan adversity quotient yang rendah mengalami semacam stres yang berlangsung lama dan lebih merusak. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada individu yang AQ-nya lebih rendah, sehingga mereka akan mengambil tindakan yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Lebih lanjut Stolzt (2000) menyatakan bahwa persepsi kendali atas kehidupan memainkan peran sentral dalam kesehatan emosional dan fisik mereka. Sejalan dengan hal ini Sarafino (dalam Palupi, 2005) mengemukakan bahwa seorang cenderung untuk menilai suatu peristiwa yang tidak dapat dikendalikan sebagai sesuatu yang lebih menimbulkan stres.

(27)

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ Pengaruh Religiusitas dan Adversiti Quotient Terhadap Stres Kerja pada Agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912”.

1.2 Pembatasan Masalah

Agar tidak meluas maka peneliti membatasi masalah penelitian pada variabel yang diteliti yaitu :

1. Stres kerja adalah satu atau beberapa faktor ditempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik, psikologik, dan perilaku individu. Robbins (2001).

(28)

3. Adversity Quotient adalah ukuran untuk membantu seseorang agar tetap gigih menghadapi kemelut yang penuh tantangan, dilihat dari lima indikator yaitu CO2RE (control, origin, ownership, reach, dan endurance). (Stolzt, 2000).

4. Penelitian ini akan dilakukan pada perusahaan yang bergerak dibidang asuransi terutama tenaga pemasar atau agen pada Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912.

1.3 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah:

Apakah ada pengaruh religiusitas yang terdiri dari aspek daily spiritual experience, meaning, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference dan adversity quotient yang terdiri dari aspek control, origin dan ownership, reach, dan endurance terhadap stres kerja pada agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

(29)

support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference dan adversity quotient yang terdiri dari aspek control, origin dan ownership, reach, dan endurance terhadap stres kerja pada agen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912.

1.4.2 Manfaat Penelitian ini terbagi dua : 1.4.2.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam mengembangkan teori psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi serta dapat memberikan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dibidang yang sama.

1.4.2.2Mafaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen Asuransi Jiwa Bersama BUMIPUTERA 1912 terkait dengan variabel yang diteliti yaitu religiusitas, adversity quotient dan stres kerja.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Perincian setiap bab adalah sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

(30)

BAB 2 Kajian Pustaka

Bab ini berisi penguraian mengenai teori-teori stres kerja, religiusitas, dan adversity quotient, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Bab ini berisi penguraian mengenai pendekatan dan jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik uji instrument, teknik pengolahan data, analisis data prosedur penelitian.

BAB 4 Hasil Penelitian

Bab ini berisi penguraian mengenai gambaran umum responden, deskripsi hasil penelitian, kategorisasi dan hasil uji hipotesis

Bab 5 : Penutup

(31)

14

Seperti teori tentang stres kerja, religiusitas, dan adversity quotient. Kemudian kerangka berfikir penelitian, yang menjelaskan hubungan religusitas, adversity quotient dengan stres kerja. Dan yang terakhir membahas tentang hipotesis penelitian.

2.1 STRES KERJA 2.1.1 Definisi Stres Kerja

Sarafino (2008) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan kesenjangan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya biologis, psikologis, dan sistem sosial yang dimiliki individu.

Robbins (2001) memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.

(32)

lingkungan mereka dan berhasil dalam menghadapi tantangan hidup. Pengertian stres dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai stres yang memiliki efek negatif dalam dunia kerja.

Jadi, stres dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.

Stres ditempat kerja muncul akibat adanya kesenjangan antara tuntutan pekerjaan dan jumlah kontrol yang dimiliki individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Stres kerja ini terjadi apabila tantangan serta tuntutan pekerjaan cenderung berlebihan, tekanan dari tempat kerja melebihi kemampuan pekerja dalam mengatasinya, yang mengakibatkan ketidakpuasan kerja serta frustasi (Lambert & lambert, 2001).

Lee dan Ashfort (1996) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu bagian dari pekerjaan yang menimbulkan ancaman bagi pekerja. Ancaman yang dimaksud dapat berupa tuntutan pekerjaan yang berlebihan atau kurangnya sumberdaya manusia untuk memenuhi tuntutan tersebut.

(33)

Menurut Mangkunagara (2000) stres kerja adalah “perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam mengahadapi pekerjaan”. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Berdasarkan definisi yang dipaparkan oleh para ahli diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan terbebani, terancam, tertekan yang dialami oleh pekerja sehingga mengganggu keseimbangan fisiologi dan psikologi pekerja.

2.1.2 Aspek-aspek Stres Kerja

Menurut Robbins (2001) stres muncul dalam sejumlah cara. Misalnya, seorang individu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, tukak lambung, mudah marah, sulit membuat keputusan rutin, hilang selera makan, rawan kecelakaan, dan yang serupa. Semua ini dapat dibagi dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, psikologis dan perilaku.

a. Gejala Fisiologis

(34)

b. Gejala Psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal ini adalah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres. Tetapi stres muncul dalam keadaan psikologis lain, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.

c. Gejala Perilaku

Gejala stres yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktifitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Uraian diatas menunjukkan bahwa stres kerja merupakan aspek yang kompleks, yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis, psikologis, maupun perilaku sehingga dapat muncul dalam bentuk tingkah laku yang dilakukan tanpa disadari atau bahkan dilakukan dengan sengaja. Misalnya, perubahan dalam metabolisme, meningkatnya tekanan darah, sakit kepala, mudah marah, kecemasan, meningkatkya merokok. Perubahan dalam hasil kerja, absensi, gelisah, gangguan tidur, bahkan juga beresiko mendapat serangan jantung.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

(35)

stres karena kombinasi stresors. Menurut Robbins (2001) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stres yaitu :

(1) Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stres bagi karyawan, yaitu ketidakspastian ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.

(2) Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres yaitu tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi dan struktur organisasi.Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Role Demands

(36)

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan.

c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

(37)

masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001).

(3) Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hurel dkk (dalam Munandar, 2001) sumber-sumber stres kerja dapat dikelompokkan sebagai berikat:

a. faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, seperti tuntutan fisik dan tuntutan tugas.

(38)

c. pengembangan kerier, seperti ketidakpastian pekerjaan dan kepincangan status

d. hubungan dalam pekerjaan, seperti interaksi antar sesama karyawan. e. struktur iklim organisasi.

2.1.4 Tahapan Stres kerja

Sarafino (2008) mencoba mengkonseptualisasikan proses terjadinya stres kedalam ke dalam tiga pendekatan, yaitu :

1. Stimulus

Keadaan atau situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :

a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi.

b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai.

c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak atau bising.

2. Respon

Respon adalah reaksi sesorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis.

(39)

b. Komponen fisiologis, seperti detak jantung, mulut yang mongering (sariawan), keringat dan sakit perut. Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.

3. Proses

Stres sebagai suatu proses terdiri dari stesor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antar manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

Pendapat lain dikemukakan Oleh Hans Seyle (dalam Sopiah, 2008), yang tertarik pada bagaimana cara stres mempengaruhi badan dan mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan (general adaption syndrome), yang terdiri dari tiga tahap, antara lain: 1. Alarm

(40)

situasi, reaksi alarm seseorang terus berjaga-jaga terhadap kondisi lingkungan dan mempersiapkan tubuh kearah resisten.

2. Resistensi

Kemampuan mengatasi perkembangan tuntutan lingkungan yang dimiliki seseorang berada pada tingkat diatas normal selama tingkat resistensi, karena tubuh digerakkan oleh berbagai mekanisme biokimia, psikis dan perilaku. Sebagi contoh, kita memiliki tingkat adrenalin diatas normal selama resistensi ini. Kita mencurahkan energi lebih untuk menanggulangi atau menghilangkan sumber stres. Bagaimanapu resistensi yang kita miliki sebenarnya hanya untuk satu atau dua tuntutan lingkungan. Akibatnya kita mudah diserang oleh sumber-sumber stres yang lain.

3. Keletihan

Orang memiliki kapasitas resistensi yang terbatas sehingga jika sumber stres berlangsung lama maka pada akhirnya mereka akan pindah ketingkat keletihan. Pada sebagian besar situasi, tingkatan ini merupakan bagian terakhir dari proses panjang sindroma adaptasi umum.

2.1.5 Pengukuran Stres Kerja

Stres kerja diukur dengan menggunakan skala stres kerja berdasarkan teori Robbins (2001) dengan menggunakan tiga aspek yaitu gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.

(41)

2.2 RELIGIUSITAS 2.2.1 Definisi Religiusitas

Religiusitas berasal dari akar kata religion (agama). Menurut Bouma (1992) religion bertugas untuk mengatur kehidupan orang sehari-hari agar selalu berada dalam bimbingan Tuhan Sang Pencipta. Harun Nasution (dalam Arifin, 2008) merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegare, religere), dan agama. Al-din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegare berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama tediri dari a = tidak; gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harun Nasution, intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Nasution (dalam Arifin, 2008).

(42)

dirasakan dengan apa yang dipercaya sebagai makhluk atau wujud yang lebih tinggi daripada manusia.

Religiusitas menurut Fetzer (1999) adalah sesuatu yang lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, social dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.

Abdul Mujib (2006) menjelaskan bahwa religiusitas adalah kemampuan individu untuk menjalankan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan ketakwaan.

Dari penjelasan para ahli yang memaparkan tentang religiusitas peneliti menyimpulkan bahwa religiusitas adalah kemampuan individu menyesuaikan diri dengan dunia luar dan menjalankan, mengamalkan atau mengaplikasikan sitem nilai atau keyakinannya secara benar dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan

2.2.2 Aspek-aspek Religiusitas

(43)

1. Dailly Spiritual Experience

Merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini daily spiritual experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transeden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga dailly spiritual experiences lebih kepada pengalaman kognitif, Underwood (dalam Fetzer, 1999).

2. Meaning

Meaning adalah mencari makna dari kehidupan dan berbicara mengenai pentingnya makna atau tujuan hidup sebagai bagian dari rasa koherensi fungsi penting untuk mengatasi hidup atau unsur kesejahteraan psikologis. Konsep meaning dalam hal religiusitas sebagaiman konsep meaning yang dijelaskan oleh Fiktor Frankl yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya. Pragament (dalam Fetzer 1999).

3. Value

(44)

individu dalam agamanya (“seberapa penting agama dalam hidupmu?”) dimana dalam hal tersebut berkaitan dengan komitmen seseorang. Teori-teori lain memandang value sebagai kriteria yang biasa digunakan orang-orang untuk memilih dan menilai tindakan. Dimensi ini mencoba untuk menaksir tingkat dimana suatu perilaku individu mencerminkan suatu ungkapan normative dari keyakinannya atau agamanya sebagai nilai tertinggi (ultimate value). Bentuk sederhana dari dimensi ini secara langsung menaksir pengaruh keyakinan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Belief

Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. Dalam bahasa Indonesia belief disebut keimanan yaitu kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan amal perbuatan. Dalam ajaran agama Islam keyakinan itu seperti itu seperti yakin kepada Allah, yakin kepada kitab malaikat, yakin kepada hal Kitab suci Al-Quran, yakin kepada Rasullullah, yakin kepada hari akhir, dan yakin kepada Qadha dan Qadar.

5. Forgiveness

(45)

Dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) mencangkup 5 dimensi turunan, yaitu:

a. Pengakuan dosa

b. Merasa diampuni oleh Tuhan c. Merasa dimaafkan oleh orang lain d. Memafkan orang lain

e. Memafkan diri sendiri

6. Private Religious Practice

Private religious practice menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh individu secara pribadi berbeda dengan public religious practice yang dilakukan lebih formal, terorganisir dan berhubungan dengan orang lain yang melibatkan waktu dan tempat tertentu. Pada private religious practice tidak selalu terjadi pada tempat dan waktu yang pasti atau telah ditentukan.

(46)

7. Religiuos / Spiritual Coping

Religious spiritual coping menurut Pragrement (dalam Fetzer, 1999) merupakan coping stres dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragement (dalam Fetzer, 1999) menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religious, yaitu:

a. Deffering Style, yaitu meminta penyelesaian masalah kepada Tuhan saja. Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong Hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

b. Collaborative style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa berusaha melakukan coping

c. Self- Directing Style, yaitu inidvidu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping

8. Konsep Religious Support

Konsep ini menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal ini sering disebut dengan Al-Ukhuwah Al-Islamiyah.

9. Religious Spiritual History

(47)

Terdapat empat aspek yang dapat diukur berkaitan dengan sejarah keberagamaan/ spitualitas seseorang:

a. Biografi keagamaan

b. Pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah keagamaan/spiritual c. Pengalaman kegamaan/spiritual yang mengubah hidup d. Kematangan spiritual

10. Commitment

Konsep comitmen menurut menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

11. Organizational Religiousness

Konsep organizational religiousness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas didalamnya.

12. Religious Preference

Konsep religious preference menurut Ellisson (dalam Fetzer, 1999) yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.

(48)

1. Dimensi keyakinan (Ideologis).

Dimensi ini berisikan pengarapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

2. Dimensi praktek agama (Ritual)

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

3. Dimensi pengalaman (Eksperensial)

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman-pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan.

4. Dimensi pengetahuan Agama (Intelektual)

(49)

5. Dimensi konsekuensi

Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memilih untuk menerapkan teori Fetzer (1999) karena teori tersebut lebih komprehensif dan relevan dalam mendukung penelitian yang dilakukan dan juga sesuai dengan kondisi sampel yang digunakan dalam penelitian.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thoules (1992) mengemukakan ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi religiusitas yaitu:

1) Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, faktor siosial mencakup semua perilaku sosial dalam perkembangan sikap keagamaan mulai dari pendidikan yang diberikan orang tua, tradisi-tradisi sosial, dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat da sikap yang disepakati oleh lingkungan itu.

2) Faktor Intelektual

(50)

bahwa ia membantu diriny untuk menentukan keyakina-keyakinan mana yang harus diterimanya dan yang mana pula yang harus ditolaknya.

3) Faktor emosional

Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama pengalaman-pengalaman mengenai: (a) keindahan, keselarasan, dan kebaikan didunia lain (faktor alami), (b) konflik moral (faktor moral), dan (c) pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif).

2.2.4 Pengukuran Religiusitas

Religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas berdasarkan teori Fetzer (1999) dengan menggunakan dua belas aspek yaitu daily spiritual experiences, meaning, values, beliefs, forgivness, private religous practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, religious preference.

2.3 ADVERSITY QUOTIENT 2.3.1 Definisi Adversity Quotient

(51)

komponen penting dari konsep praktis, yaitu teori ilmiyah dan penerapannya didunia nyata. Stolz (2003), mendefinisikan AQ dalam tiga bentuk, yaitu:

a. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan pengetahuan yang praktis dan baru, yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.

b. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan.

c. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon anda terhadap kesulitan.

` Berdasarkan ketiga definisi diatas penulis meyimpulkan bahwa adversity quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam mengatasi hambatan tantangan dan rintangan dalam mencapai sebuah kesuksesan.

2.3.2 Dimensi-dimensi Adversity Quetion

Stoltz (2000) menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yang disingkat menjadi CO2RE (control, origin dan ownership, reach, dan endurance) yang merupakan akronim bagi keempat dimensi AQ individu.

1. C= control (pengendalian)

(52)

merasakan. Dimensi ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman. Perbedaan antara respon AQ yang rendah dan AQ yang tinggi dalam dimensi ini cukup dramatis. Individu yang AQ- nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa dalam hidup daripada yang AQ lebih rendah. Akibatnya, mereka akan mengambil tindakan, yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Individu yang AQ nya lebih tinggi cenderung melakukan pendakian dan relatif kebal terhadap ketidakberdayaan. Seolah-olah mereka dilindungi oleh suatu medan gaya yang tidak dapat ditembus yang membuat mereka tidak jatuh ke dalam keputusasaan yang tidak berdasar.

Individu dengan AQ yang tinggi merasakan tingkat kendali, bahkan yang terkecil sekalipun, akan membawa pengaruh yang radikal dan sangat kuat pada tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran yang mengikutinya. Sementara orang yang AQ-nya lebih rendah cenderung berkemah atau berhenti.

2. O= Origin (asal usul) dan ownership ( pengakuan)

Dimensi ini mempertanyakan: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah individu mengakui akibat-akibat kesulitan itu?. Individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat dirinya sebagai penyebab asal usul kesulitan tersebut.

(53)

dan menyesuaikan tingkah laku (melakukan perbaikan diri). Yang kedua, rasa bersalah dapat juga menjurus pada penyesalan yang dapat memaksa individu untuk meneliti batinnya sendiri apakah ia telah melukai hati orang lain. Penyesalan merupakan motivator yang sangat kuat. Bila digunakan dengan sewajarnya, penyesalan dapat membantu menyembuhkan kerusakan yang nyata, dirasakan, atau yang mungkin dapat timbul dalam suatu hubungan. Sebaliknya jika penyesalahan terlampau banyak dapat sangat melemahkan semangat dan menjadi destruktif

Mempermasalahkan diri sendiri itu penting dan efektif, tapi hanya sampai tahap tetentu yaitu jangan sampai melampaui peran individu dalam menimbulkan kesulitan. Individu yang AQ nya tinggi akan mengelak dari peristiwa-peristiwa buruk, selalu menyalahkan orang lain dan tidak akan belajar apa-apa.

(54)

3. R= reach (Jangkauan)

Dimensi ini mempertanyakan: sejauh manakan kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor R anda semakin besar kemungkinannya anda menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai rencana, dengan membiarkannya meluas, seraya meyedot kebahagiaan dan ketenangan pikiran individu saat prosesnya berlangsung.

Semakin tinggi R semakin besar kemungkinannya anda membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Suatu penolakan untuk kunjungan penjajakan hanyalah sebuah penolakan── tidak lebih tidak kurang. Penilaian kinerja yang ketat adalah penilaian kinerja yang ketat, jika tidak dianggap sebagai sebuah pengalaman belajar. Konflik adalah konflik, suatu peristiwa yang mungkin akan melibatkan komitmen dan tindakan lebih lanjut. Kesalahpahaman dengan orang yang dikasihi, meskipun menyakitkan, adalah kesalahpahaman, bukan tanda bahwa hidup anda akan hancur.

4. E= Endurance (daya tahan)

(55)

kurang bertahan dibandingkan dengan orang-orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan.

 Ini selalu terjadi.

 Segala sesuatunya tidak akan pernah membaik.

 Saya tidak pandai menggunakan komputer.

 Biasanya selalu begini caranya.

 Hidup saya hancur.

 Perusahaan ini brengsek.

 Bos saya benar; saya tidak mempunyai bakat untuk sukses.

 Seluruh industri sedang bangkrut

Semua pernyataan diatas berbau permanen. Cap-cap seperti pecundang, orang bodoh yang selalu gagal, dan orang yang suka menunda-nunda, serta kata-kata seperti selalu dan tidak pernah membawa akibat yang tersembunyi dan berbahaya. Kata-kata itu membuat anda tidak berdaya untuk melakukan perubahan.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient

Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian seseorang serta cara orang tersebut merespon kesulitan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, yaitu:

1. Daya Saing

(56)

agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Orang-orang yang bereaksi secara konstruktif trehadap kesulitan lebih tangkas dalam memelihara energi, fokus, dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan. Individu yang bereaksi secara destruktif cenderung kehilangan ebergi atau mudah berhenti berusaha.

2. Produktivitas

Dalam penelitiannya di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman (dalam Stolzt, 2000) membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik.

3. Kreativitas

(57)

4. Motivasi

Dari penelitian Stoltz (2000) ditemukan orang-orang yang AQ-nya tinggi dianggap sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi. Stolzt pernah melakukan pengukuran adversity quotient pada suatu perusahaan farmasi. Ia meminta direktur perusahaan itu untuk mengurutkan timnya sesuai dengan motivasi mereka yang terlihat. Lalu ia mengukur anggota-anggota timnya tersebut. Tanpa kecuali, baik berdasarkan pekerjaan harian maupun untuk jangka panjang, hasilnya mereka yang dianggap sebagai orang-orang yang paling memiliki motivasi, memiliki AQ yang tinggi pula.

5. Mengambil Resiko

Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa individu yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko. Resiko merupakan aspek esensial pendakian.

[

6. Perbaikan

Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu juga karena individu yang memiliki AQ yang lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih rendah menjadi lebih buruk.

7. Ketekunan

(58)

kemunduran-kemunduran atau kegagalan. Seligman (dalam Stolzt, 2000) membuktikan bahwa para tenaga penjual, kader militer, mahasiswa, dan tim-tim olahraga yang merespon kesulitan dengan baik akan pulih dari kekalahan dan mampu terus bertahan.

8. Belajar

Dweck (dalam Stoltz, 2005), membuktikan bahwa anak-anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.

9. Merangkul Perubahan

Sewaktu individu mengalami badai perubahan yang tidak ada hentinya, kemampuan individu untuk menghadapi kepastian dan pijakan yang berubah semakin lama menjadi semakin penting. Batu-batu yang longsor, cuaca yang berubah-ubah, banjir yang tak terduga, dan gunung yang meletus semuanya menantang pendaki bahkan yang sudah berpengalaman sekalipun. Agar bisa sukses, individu harus secara efektif mengatasi dan memeluk perubahan tresebut. Orang –orang yang hancur karena perubahan akan hancur oleh kesulitan.

10.Keuletan, Stres, Tekanan dan Kemunduran

(59)

bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting-pengendalian, tantangan dan komitmen akan tetap ulet dalam menghadapi kesulita-kesulitan. Individu yang tidak merespon dengan pengendalian, tantangan, dan komitmen cenderung akan menjadi lemah akibat situasi yang sulit.

2.3.4 Pengukuran Adversity Quotient

Adversity quotient diukur dengan menggunakan skala adversity quotient berdasarkan teori Stolzt (2000) dengan menggunakan empat yaitu control (pengendalian) origin dan ownership (asal usul pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan).

2.4. Kerangka Berpikir

Kecenderungan individu pada pekerjaan akan mengalami stres. Stres kerja dapat dialami oleh siapa saja. Individu bisa dan akan mengalami stres ketika individu dihadapkan pada situasi atau peristiwa yang memicu timbulnya tuntutan, pertentangan-pertentangan kepentingan di lingkungan kerjanya (Wijono, 2006). Stres kerja yang terjadi pada karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, faktor organisasi, faktor individu, faktor-faktor instrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, dan struktur iklim organisasi.

(60)

history, commitment, organizational religiousness, religious preference. Sedangkan aspek yang terdapat pada adversity quotient antara lain terdiri dari control (pengendalian) origin dan ownership (asal usul pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan). Daily spiritual experience menurut Fetzer (1999) merupakan dimensi yang memandang dampak spiritual dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari, Individu yang merasakan dampak spritual dalam kehidupan sehari-hari diharapkan tidak rentan terhadap stres walaupun menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya karena pengalaman spiritualnya membuatnya semakin meningkatkan keimanan kepada allah SWT.

Meaning menurut (Pragament, dalam Fetzer, 1999) yaitu sejauhmana agama dapat menjadi tujuan hidup sesorang. Individu dengan meaning yang tinggi menjadikan agama menjadi landasan dan tujuan hidupnya, sehingga apabila dihadapkan pada tekanan hidup maka individu tersebut tidak akan mudah mengalami stres karena hidupnya tidak hanya semata-mata ia curahkan untuk urusan duniawi saja tetapi ada tujuan yang lebih hakiki yaitu mencari keridhoan Allah sehingga motivasi dalam hidupnya tidak semata-mata mencari kebahagiaan dan kesenangan yang bersifat duniawi dan cenderung kepada hal-hal yang bersifat materi.

(61)

tinggi akan merepleksi terhadap sikap dan perilakunya, dengan didasari keimanan tersebut segala sikap dan perilakunya akan memberikan pengaruh terhadap nilai dari sisi pandangan manusia dan memberikan nilai yang lebih baik dimata Tuhan yang menciptakannya sehingga apabila dihadapkan kepada permasalahan dalam hidupnya maka diharapkan pada individu tersebut tidak muncul sikap-sikap putus asa dan frustasi akan tetapi akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Belief menurut (Idler, dalam Fetzer, 1999) merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. Seseorang yang memiliki keyakianan yang kuat memiliki ketangguhan hati yang kokoh dengan prinsip bahwa segala seseuatu sudah diatur oleh yang maha pencipta sehinggadia pasrah sepenuhnya kepada Tuhan yang maha kuasa bahwa segala kehidupannya diatur oleh-Nya sehingga dia terhindar dari sikap-sikap cemas yang berlebihan dalam menghadapi permasalahan hidupnya.

(62)

Private religious practice menurut (Levin, dalam Fetzer, 1999) merupakan perilaku beragama dalam praktek beragama. Melakukan praktek beragama seperti beribadah dan membaca kitab mampu menenangkan perasaan dan menentramkan kalbu. Sehingga Individu dengan Private religious yang tinggi diharapkan dapat terhindar dari stress.

Religious/spiritual coping menurut (Pargament, dalam Fetzer, 1999) merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa dan beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Individu dengan Religious/spiritual copingnya tinggi diharapkan dapat meminimalisir stres nya karena apabila ia sedang menghadapi permasalahan dalam hidup ia senantiasa melakukan coping dengan meminta solusi kepada Tuhannya.

(63)

Religious spiritual history menurut Fetzer (1999) adalah seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. Pengukuran area ini dimaksudkan untuk mengukur sejarah keberagamaan / spiritual seseorang. Sesorang yang perjalanan agamanya baik selalu taat menjalankan ajaran agama maka kehidupannya selalu akan bersikap tenang, tawadhu dan istiqomah, sehingga jika dihadapkan pada permasalahan hidup maka individu itu tidak mudah terkena stres

Commitment menurut menurut (Williams dalam Fetzer, 1999) adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya. Kehidupan dalam menjalankan ajaran agama bagi seseorang dilandasi dengan perjanjian antara makhluk dengan Tuhannya. Dalam Islam perjanjian tersebut adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan dari komitment tersebut seseorang akan berjuang dalam menegakkan agama Allah dan apabila terjadi tantangan dan guncangan pada dirinya ketika memperjuangkan agamnya dia akan selalu pasrah kepada Allah sehingga terhindar dari stres.

(64)

Mengembangkan keagamaan juga memberikan pencerahan kepada hati nurani setiap umat untuk selalu berjuangmengamalkan segala ajaran agama secara sungguh-sungguh dan tidak putus asa sehungga diharapkan individu tersebut dapat terhindar dari stress.

Religious preference menurut (Ellisson, dalam Fetzer, 1999) yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya. Seseorang yang memiliki pengalaman dan keilmuan agama yang baik selalu memilih dan menempatkan diri untuk hal yang lebih bermakna bagi dirinya dan agama sehingga dalam kehidupannya sehingga dia lebih cenderung menempatkan segala sesuatu pekerjaannya yang bernilai ibadah sebagai pengabdian kepada Tuhannya, dan ia tidak mau menyia-nyiakan hidupnya untuk hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Sehingga tidak ada sikap ragu-ragu dan cemas yang dapat menimbulkan stres.

Control (pengendalian) menurut Stolz (2000) adalah dimensi yang mempertanyaka nmempertanyakan: berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kata kuncinya adalah merasakan. Seseorang yyang dapat mengendalikan dirinya selalu bisa mengontrol dan menyikapi gejala-gejala emosional yang datang pada dirinya sehingga individu tersebut diharapkan bisa mengendalikan sikap-sikap yang bisa menyebabkan marah, sedih dan cemas dan hal-hal yang mengarah pada putus asa atau frustasi dan stres.

(65)

kesulitan? Dan sampai sejauh manakah individu mengakui akibat-akibat kesulitan

itu? Individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat dirinya

sebagai penyebab asal usul kesulitan tersebut. Seseorang yang terlalu

mempersalahkan dirinya ketika menghadapi suatu masalah akan mengakibatkan

dirinya menjadi tertekan sehingga dapat menimbulkan stres. Jadi individu yang

dapat menempatkan rasa bersalah dengan benar dapat terhindar dari sikap tertekan

dan cemas yang terlalu berlebihan yang dapat menimbulkan stres.

Reach (Jangkauan) menurut Stolz (2000) adalah dimensi yang mempertanyakan sejauh manakan kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat

kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor

R anda semakin besar kemungkinannya anda menganggap peristiwa-peristiwa

buruk sebagai rencana, dengan membiarkannya meluas, seraya meyedot

kebahagiaan dan ketenangan pikiran individu saat prosesnya berlangsung.

Semakin tinggi R semakin besar kemungkinannya anda membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi.

Setiap pekerjaan pasti mengalami tantangan kendala dan permasalan yang

terpenting bagi kita bagaimana memahami masalah itu, kenapa masalah itu terjadi?, dan bagaiman kita mebuat suatu solusi untuk meminimalisir

(66)

langkah-langkah kedepan yang lebih bai dan menganggap kesulitan bukan sebagai bencana

sehingga menimbulkan individu tersebut tertekan dan stress.

Endurance (daya tahan) menurut Stolz (2000) adalah Dimensi yang mempertanyakan dua hal yang berkaitan: Berapa lamakah kesulitan akan

berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung?

Semakin rendah skor E, semakin besar kemungkinan individu menganggap

kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama. Indvidu yang

melihat kemampuannya sebagai penyebab (penyebab yang stabil) cenderung

kurang bertahan dibandingkan dengan orang-orang yang mengaitkan kegagalan

dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan. Seseorang yang daya tahannya nya tinggi terhadap setiap masalah yang dihadapi

diharapkan tidak rentan terhadap stres karena daya tahan yang ia miliki membuat

mental nya kuat dan tidak mudah goyah terhadap kesulitan dan hambatan yang

terjadi

Berdasarkan hal tersebut di atas maka skema kerangka berpikir dapat di

(67)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir

Stres Kerja

Adversity Quotient

Contol (pengendalian)

Reach (jangkauan)

Origin dan ownership

Endurance

Religiusitas

Daily Spiritual Experience

Meaning

Values

Belief

Forgiveness

Private Religious Practices

Religous/spiritual coping

Religous support

Religious/Spiritual History

Commitment

Organizational Religiousness

Gambar

Tabel 4.11  Tabel R-Square
Gambar 2.1  Kerangka Berfikir Penelitian Pengaruh Religiusitas dan
gambarkan sebagai berikut ini :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Komunikasi Sekolah, Budaya Sekolah dan Kinerja Guru Terhadap Kinerja Sekolah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Puji syukur tak terhingga penulis haturkan dari hati yang paling dalam untuk Allah Sang Penyayang kehidupan sebab dalam penyelenggaraan-Nya yang ilahi telah memungkinkan

Dari analisis data dan refleksi pembelajaran dapat disimpulkan bahwa (1) dengan penerapan GBA dengan Model TLC peserta didik memiliki pengalaman secara bertahap dari

Adapun keseluruhan program dan kegiatan telah melalui proses trilateral meeting/pertemuan tiga pihak dalam rangka menajamkan sasaran program dan target capaian

Seperti terlihat pada menu utama diatas terdapat lima button yang dapat digunakan untuk menampilkan halaman-halaman yang lain pada multimedia pembelajaran grafik

Untuk mengatasi kerusakan-kerusakan tersebut, maka diperlukan peralatan pengamanan seperti rele bucholz, pengaman dan rele untuk tekanan lebih, rele differential, rele tangki

Di dalam sistem pengendalian manajemen pada suatu organisasi bisnis, pengukuran kinerja merupakan usaha yang dilakukan pihak manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan

Hasil dari adanya penilaian kinerja diharapkan: (1) dapat memotivasi pegawai untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik atau bahkan dapat menumbuhkan komunikasi lebih