• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU

DALAM KAITANNYA DENGAN BANJIR JAKARTA

SANTI AGUSTINA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SANTI AGUSTINA. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta. Dibimbing oleh DANIEL MURDIYARSO.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu (15.258 ha) merupakan DAS yang memiliki potensi untuk mengendalikan banjir Jakarta. Perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung Hulu secara signifikan memberikan pengaruh terhadap aliran langsung yang teramati di bendung. Penelitian ini menganalisis perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu dengan teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) dan pengaruhnya terhadap aliran langsung dengan menggunakan metode Soil Conservation Method (SCS). Berdasarkan hasil analisis dengan SIG diketahui bahwa penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2000 didominasi oleh hutan dengan luas masing-masing 6608 ha (43% luas total) dan 5180 ha (34%) sedangkan penutupan lahan tahun 2010 didominasi oleh kebun campur dan perkebun teh seluas 5518 ha (36%). Selama periode 1994-2010 aliran langsung hasil pendugaan meningkat hingga 83%, disebabkan oleh peningkatan luas area pemukiman dan tegalan serta penurunan luas hutan. Perubahan penutupan lahan juga secara signifikan meningkatkan frekuensi kejadian banjir dan aliran total (debit) serta tinggi muka air yang digunakan sebagai informasi kondisi siaga peringatan dini banjir DKI Jakarta di Bendung Katulampa. Tahun 1990 banjir terbesar tercatat pada kondisi siaga IV dengan aliran langsung terbesar adalah 31% dari curah hujan (CH). Tahun 2000 dan 2010 kondisi banjir terbesar meningkat hingga kodisi siaga III dan II dengan persentase CH yang berubah menjadi aliran langsung adalah sebesar 31% dan 62%.

(5)

ABSTRACT

SANTI AGUSTINA. Analysis of Land Cover Change of Upper Ciliwung Watershed in Relation to the Jakarta’s Flood. Supervised by DANIEL MURDIYARSO.

Upper Ciliwung watershed (15.258 ha) is a catchment area having potential to control flooding in Jakarta. Land cover changes that occured in Upper Ciliwung significantly affect direct runoff, expressed in the outlet of the watershed. Geographical Information System (GIS) technique was employed to analyze land cover change, and SCS (Soil Conservation Service) method was used to analyze the impacts of land cover change on direct runoff. Based on the GIS analysis land cover in Upper Ciliwung watershed in 1994 and 2000 were dominated by forest of 6608 ha (43% of total area) and 5180 ha (34%) respectively.While the land cover in 2010 was dominated by mixed garden and tea plantation (5518 ha or 36% total area). Estimated direct runoff increased up to 83% in 1994-2010, caused by the increase of settlement area and dry land farming along with the decrease of forest area. Land cover changes increased flood frequency, river discharge, and water level that used as early warning system of Jakarta’s flood at Katulampa. In 1990 the largest flood recorded in the warning level IV with largest direct runoff was 31% of rainfall. In 2000 and 2010 the largest flood conditions increased to warning level III and II with the percentage of rainfal that turned into direct runoff were 31% and 62%.

(6)
(7)

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU

DALAM KAITANNYA DENGAN BANJIR JAKARTA

SANTI AGUSTINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta Nama : Santi Agustina

NIM : G24090034

Disetujui oleh

Prof Dr Daniel Murdiyarso MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June M Sc Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Alhamdulilllah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu

wa ta’ala atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah

dengan judul Analisis Perubahan Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu dalam Kaitannya dengan Banjir Jakarta berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorolgi, Faklutas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Seluruh keluarga terutama Bapak, Ibu, dan Yuni atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannnya selama ini

2. Bapak Prof Dr Daniel Murdiyarso MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran, serta waktu kepada penulis. 3. Bapak Dr Ir Sobri Effendy M Si dan Bapak Idung Risdianto S Si M Si

selaku dosen penguji.

4. Seluruh Dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang mendukung kelancaran dalam proses belajar hingga penelitian. 5. Bapak Cecep Firman dan Ibu Neng Wati selaku staf BPDAS

Ciliwung-Cisadane yang telah banyak membantu pengumpulan data peta dasar DAS Ciliwung, curah hujan, debit dan lain-lain serta Bapak Andi selaku staf BPSDA Ciliwung-Cisadane dan Bapak Andi Sudirman, Kepala Kantor Bendung Katulampa yang membantu pengumpulan data debit dan curah hujan.

6. Teman-teman Laboratorium Hidrometeorologi: Noya, Didi, Edo, Zia, Ima, Hifdi, Dodik, May, Risna, Eka Fay, Ika Farah, dan Eka. Serta Mas Eko, Kak Fauzan, dan Dwi yang banyak membantu berbagi ilmu dalam mempelajari software.

7. Teman-teman GFM 46: Wengky, Dieni, Ocha, Nowa, Dissa, Ian, Lidel, Dwi, Eko, Wayan, Enda, Alin, Abu, Winda, Normi, Nita, Silvi, Hijjaz, Muha, Jame, Icha, Tommy, Iif, Dungka, Rini, Rikson, Dimas, Ipin, Risa, Pahmi, Zaenal, Ika Icih, Ervan, Rizal, Solah, Halimah, Gaseh, Depe, dan Bambang.

8. Teman-teman Sateliters (Mbak Anik, Mbak Ria, Nita, Normi, Diah, Fithri, dan Mira).

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, karena kesmpurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat baik sekarang atau dikemudian hari.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 4

Pengolahan Data Citra 4

Perhitungan Perubahan Luas Penutupan Lahan 5

Pendugaan Aliran Langsung 6

Karakteristik DAS Ciliwung Hulu 7

Pendugaan Aliran Langsung pada Kejadian Banjir 8 Pendugaan Waktu Konsentrasi Tc (Time of Concentration) 8

Validasi Aliran Total (Debit) 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Analisis Perubahan Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu 11

Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu 11

Perubahan Penutupan Lahan 11

Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Aliran Langsung 15 Pengaruh Cuaca Ekstrem El Nino dan La Nina terhadap Aliran Langsung 17

(13)

Analisis Kejadian Banjir serta Validasi Aliran Total (Debit) 21 Analisis Aliran Langsung pada Kejadian Banjir 21

Validasi Aliran Total 24

KESIMPULAN DAN SARAN 26

Kesimpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria kategori AMC 6

2 Kelompok hidrologi tanah 7

3 Variabel DAS yang dikuantifikasi 7

4 Kriteria kondisi siaga sistem peringatan dini banjir 8 5 Luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994, 2000, dan

2010 11

6 Perubahan luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu 12 7 Perubahan penutupan lahan tahun 1994 – 2000 (ha) 13 8 Perubahan penutupan lahan 2000 – 2010 (ha) 14 9 Perubahan penutupan lahan 1994 – 2010 (ha) 15 10 Pendugaan aliran langsung DAS Ciliwung Hulu dengan metode

SCS 16

11 Perubahan tutupan lahan dan aliran langsung (%) 16 12 Pendugaan aliran langsung pada kondisi El Nino, Normal dan La

Nina dengan metode SCS 18

13 Morfometri DAS Ciliwung Hulu (Faktor Sungai) 19

14 Morfometri DAS Ciliwung (Faktor Areal) 19

15 Analisis aliran total (debit) DAS Ciliwung Hulu 21

16 Kejadian banjir tahun 1990 23

17 Kejadian banjir tahun 2000 23

18 Kejadian banjir tahun 2010 23

DAFTAR GAMBAR

1 Wilayah DAS Ciliwung Hulu 4

2 Diagram alir penelitian 10

3 Pola perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu 12 4 Peta jaringan sungai DAS Ciliwung Hulu yang dibangun dari

DEM (Digital Elevation Model) data SRTM resolusi 90 meter 20 5 Curah hujan rata-rata bulanan dari tiga stasiun pengukuran cuaca

di wilayah Ciliwung Hulu (a) dan aliran total (debit) rata-rata bulanan di Bendung Katulampa tahun 1994-2010 (b) 22 6 Aliran total (debit) dan aliran dasar Katulampa tahun 2006 yang

direkonstruksi dengan metode algoritma Lyne dan Hollick 25 7 Korelasi aliran total dugaan SCS dengan aliran total observasi

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu 1994 29 2 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000 30 3 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2010 31

4 Tabel CN (Kondisi AMC II, Ia = 0.2 S) 32

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung adalah DAS yang wilayahnya mencakup beberapa kota besar termasuk Bogor, Depok, dan Jakarta, pada tahun 2010 kepadatan penduduknya mencapai 13.000 jiwa/km2 (BPS 2010). Wilayah DAS Ciliwung Hulu terletak di Kabupaten hingga Kota Bogor dengan elevasi antara 300 sampai 3.000 m dpl dan kemiringan 2-45% dengan topografi bergelombang hingga bergunung (BPDAS Citarum-Ciliwung 2003). Bentuk DAS Ciliwung Hulu adalah radial, berbentuk kipas di mana anak sungainya terkonsentrasi ke suatu titik (Katulampa) sedangkan di bagian hilir bentuknya memanjang. Topografi ini menyebabkan aliran total (debit) di hulu akan lebih cepat mengalir ke hilir dan melambat ketika mencapai hilir.

Faktor tekanan penduduk telah mengubah keseimbangan DAS Ciliwung Hulu terutama yang disebabkan oleh tata guna lahan. Menurut Runtuwuwu et al. (2010) pada tahun 1990 area pemukiman di DAS Ciliwung Hulu adalah 37% dari luas total, kemudian bertambah menjadi 58% pada tahun 2006, sedangkan di sisi lain jumlah area hutan berkurang 10% pada periode yang sama. Perubahan hutan menjadi pemukiman dan lahan gundul akan menaikkan aliran total (debit) rata-rata dan menyebabkan nilai debit puncak yang lebih besar (Isik et al. 2013).

Metode SCS (Soil Conservation Service) digunakan untuk menduga aliran langsung dari curah hujan berdasarkan bilangan kurva atau curve number (CN), CN adalah indeks yang menggambarkan kemampuan suatu permukaan lahan dalam menerima hujan, kombinasi dari kelompok hidrologi tanah dan klasifikasi penggunaan lahan (McCuen 1989). CN merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu kelompok tanah, keadaan penutupan lahan oleh tanaman, dan kelembaban tanah awal (Antecedent Moisture Condition/AMC). Kegiatan deforestasi menurut Deshmukh et al. (2013) menyebabkan munculnya lahan gundul yang menjadi batas antara hutan dan lahan pertanian yang menyebabkan kenaikan CN. Kisaran CNberada antara 1-100, ketika CN 100 menunjukkan aliran langsung yang sangat besar. Secara umum, kenaikan CN akan menaikkan aliran langsung hasil perhitungan SCS.

Pengelolaan lahan yang tidak tepat seringkali menimbulkan beberapa masalah, karena pola penggunaan lahan akan sangat menentukan kuantitas dan kualitas aliran total. Semakin banyak lahan terbangun dan berkurangnya vegetasi penutup tanah akan meningkatkan aliran total (debit) sehingga dampak yang terjadi adalah banjir. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005), perubahan tata guna lahan merupakan peyebab utama banjir, apabila hutan suatu DAS diubah menjadi pemukiman maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali yang tergantung dari jenis hutan dan jenis pemukiman. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Kumar et al. (2013) juga menyatakan bahwa jika pertumbuhan lahan perkotaan mencapai 63% maka akan dapat menaikan debit puncak hingga 11%.

(17)

2

pada tahun 2007 disebut-sebut sebagai kejadian banjir terparah yang dialami oleh kota ini. Tahun 2013 banjir melumpuhkan hampir seluruh wilayah Jakarta walaupun curah hujan pada tahun 2007 lebih besar dibanding tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang menjadi pemicu banjir tidaklah hanya dari faktor cuaca dan iklim, namun faktor lain seperti pengolahan tata ruang juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu penanganan banjir Jakarta perlu dilakukan secara menyeluruh mulai dari bagian hulu sampai ke hilir.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis dampak alih guna lahan pada sebuah DAS terhadap karakteristik hidrologi DAS tersebut. Zhang et al. (2007) menyelidiki respon hidrologi dua DAS terhadap perubahan pengunaan dan penutupan lahan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa aliran total dipengaruhi oleh presipitasi, evaporasi, dan perubahan penggunaan lahan. Kunu (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis efek perubahan lahan terhadap aliran total di DAS Ciliwung pada periode 1950 hingga 2003, dan Fakhrudin (2003) untuk periode 1990-1996 serta Dasanto dan Riyanto (2006) dengan model regresi logistik memprediksi perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu periode 2005 sampai 2020. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografi untuk mengamati perubahan penutupan lahan dan menganalisis pengaruhnya terhadap aliran langsung di hulu DAS Ciliwung yang akhirnya akan mempengaruhi banjir Jakarta (hilir DAS Ciliwung).

Perumusan Masalah

Perubahan penutupan lahan yang terjadi di daerah Ciliwung Hulu akan berpengaruh terhadap aliran langsung. Selain faktor penutupan lahan, jumlah curah hujan pada tahun tertentu juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aliran langsung. Hasil analisis perubahan luas penutupan lahan dan karakteristik DAS Ciliwung Hulu dapat digunakan untuk menduga perubahan aliran langsung di Hulu dengan metode SCS dan akibatnya terhadap kejadian banjir Jakarta. Masalah yang dijelaskan dalam penelitian adalah bagaimana pola perubahan penutupan lahan yang terjadi di Ciliwung Hulu dan apa akibatnya terhadap aliran langsung yang merupakan kontributor aliran total ke daerah Ciliwung Tengah dan Hilir dengan menyertakan faktor iklim curah hujan (pada cuaca ekstrem El Nino dan La Nina). Karakteristik DAS berupa gambaran kondisi biofisik DAS Ciliwung Hulu juga dapat menjadi salah satu faktor yang dianalisis pengaruhnya terhadap aliran total.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh cuaca ekstrem (tahun La Nina dan El Nino) periode 1994-2010 terhadap aliran langsung DAS Ciliwung Hulu dengan metode SCS.

(18)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mengetahui luas perubahan penutupan lahan yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu dan bagaimana pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap aliran langsung DAS. Hasil analisis perubahan penutupan lahan berguna untuk menentukan perencanaan penggunaan lahan yang tepat sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya bencana banjir. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan penutupan lahan dan aliran langsung di daerah Ciliwung Hulu yang merupakan kontributor aliran total (debit sungai) yang menuju ke hilir (Jakarta) karena penanganan banjir Jakarta perlu dilakukan secara terintegrasi mulai dari bagian hulu sampai ke hilir.

METODE

Bahan

1. Masing - masing satu lembar (scene) citra LANDSAT 5 tahun 1994 dan LANDSAT 7 tahun 2000 serta dua scene citra LANDSAT 7 tahun 2010 wilayah Jawa Barat (path/row : 122/65) (Sumber : mengunduh dari

http://usgsglovis.gov tanggal20 Februari 2013)

2. Peta batas administratif DAS Ciliwung (Sumber : BPDAS Ciliwung-Cisadane)

3. Foto udara untuk klasifikasi penutupan lahan (Sumber : Googlemaps tahun 2013)

4. Data curah hujan harian DAS Ciliwung Hulu (Stasiun Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa) tahun 1990 sampai 2010 (Sumber : BPSDA Ciliwung-tahun 1990, 2000 dan 2010 (Sumber : Kantor Bendung Katulampa)

7. Data ketinggian atau DEM (Digital Elevation Model) Jawa Barat dari SRTM 90 m (Shuttle Radar Topographic Mission) NASA. (Sumber : mengunduh dari http://usgsglovis.gov tanggal 21 Agustus 2013)

Alat

Seperangkat komputer dengan aplikasi spreadsheet dan beberapa perangkat lunak untuk mengolah data citra Landsat dan DEM.

Lokasi Penelitian

(19)

4

Pangrango yang secara administratif berada di Kabupaten Bogor. DAS Ciliwung Hulu berada dalam kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja dan Kota Bogor. Secara geografis DAS Ciliwung Hulu terletak pada 6o35’ LS s/d 6o 49’ LS dan 106o 49’ BT s/d 107o 00’ BT dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 mdpl. Penelitian terfokus pada identifikasi perubahan penutupan lahan dan aliran langsung di DAS Ciliwung Hulu. DAS Ciliwung Hulu sebelah barat berbatasan dengan DAS Cisadane, sebelah utara berbatasan dengan DAS Citarum dan sebelah timur berbatasan dengan DAS Cileungsi/Bekasi.

Gambar 1 Wilayah DAS Ciliwung Hulu (Sumber : BPDAS Ciliwung-Cisadane)

Prosedur Analisis Data Pengolahan Data Citra

(20)

5 terkoreksi. Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokan piksel suatu citra ke dalam sejumlah kelas, sehingga setiap kelas menggambarkan kategori tertentu. Anderson et al. (1976) membuat klasifikasi lahan menjadi beberapa level yang dibedakan menurut ketinggian satelit pengambil gambar. Level I adalah klasifikasi lahan untuk data dengan tipe karakteristik satelit Landsat, Level II untuk data yang diambil pada ketinggian lebih dari 12.400 m (skala kurang dari 1 : 80.000), dan Level III untuk data yang diambil di ketinggian antara 8.100-12.400 m (skala 1 : 20.000 sampai 1: 80.000) serta level IV untuk data yang diambil dibawah 8.100 m (lebih dari 1 : 20.000). Klasifikasi citra Landsat menggunakan klasifikasi Level I yang membagi penutupan lahan menjadi 9 kelas utama: (1) Lahan perkotaan atau lahan terbangun (Urban atau Build-up Land) (2) Lahan pertanian (3) Rangeland yang termasuk ke dalamnya adalah padang rumput, semak, dan tanaman tidak berkayu (4) Hutan (5) Badan Air (6) Wetland atau lahan basah seperti sawah dan rawa (7) Lahan kosong, tanah gundul atau tanah yang tidak dapat menghasilkan (hanya 2-3 bagian yang ditanami) dengan karakteristik tanah berpasir dan berbatu (8) Tundra (9) Penutupan es atau salju.

Penelitian lain dengan citra Landsat pernah dilakukan oleh Sriwongsitanon dan Taesombat (2011) untuk daerah tropis Thailand, menggunakan klasifikasi citra dengan membagi ke dalam 5 kategori termasuk hutan, hutan terganggu, lahan pertanian, badan air, dan area perkotaan. Klasifikasi lahan DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi 6 kelas yang dianggap mewakili penutupan lahan daerah tersebut yaitu:

1. Hutan lebat

2. Semak dan belukar

3. Kebun campur dan perkebunan teh 4. Tegalan atau ladang

5. Sawah (sawah irigasi dan tadah hujan)

6. Pemukiman (termasuk jalan, lahan terbuka, dan lapangan)

Hasil dari proses ini adalah peta tematik penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994, 2000 dan 2010 dan pola penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu. Perhitungan Perubahan Luas Penutupan Lahan

Perubahan luas penutupan lahan yang diamati adalah perubahan luas penutupan lahan periode 1994-2000 dan 2000-2010 serta 1994-2010.

1. Luas penutupan lahan

Resolusi 1 piksel citra Landsat = 30 m x 30 m

2. Menghitung perubahan luas penutupan lahan (ha)

(21)

6

Pendugaan Aliran Langsung

1. Menghitung curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dengan metode poligon Thiessen (Mori et al.1977). Hasil perhitungan curah hujan wilayah dengan menggunakan metode ini ditentukan oleh sejauh mana penempatan alat penakar hujan mampu mewakili daerah pengamatan.

Rn merupakan hasil pengukuran curah hujan seluruh alat penakar (n), A adalah luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan. Stasiun pengukuran curah hujan yang digunakan adalah stasiun Citeko, Gunung Mas dan Katulampa berada dalam wilayah DAS Ciliwung Hulu.

Curah hujan wilayah diperlukan untuk menyusun rancangan pemanfaatan air dan pengendalian banjir bukan curah hujan di suatu titik (Mori et al. 1977).

2. Menduga aliran langsung dengan metode yang disusun oleh Soil Conservation Service (SCS) (USDA 1986; McCuen 1989).

a. Menentukan nilai bilangan kurva atau curve number (CN) DAS yang nilainya berasal dari CN masing-masing penggunaan lahan. CN DAS dihitung berdasarkan persamaan:

S 1 1

Dimana Ai adalah luas lahan dengan penutupan lahan jenis i, CNi adalah CN jenis penutupan lahan i.

Kondisi kelembaban tanah awal (AMC), dan keadaan hidrologi tanah menurut jenis, tekstur serta laju infiltrasi tanah juga akan memengaruhi CN.

Tabel 1 Kriteria kategori AMC Kondisi

AMCa

Total CH 5 hari sebelum (mm)

AMC I <35.6

AMC II 35.6 – 53.3

AMC III >53.3

a

(22)

7

Tabel 2 Kelompok hidrologi tanah Kelompok

Potensi aliran total paling kecil, termasuk tanah pasir dalam dengan unsur debu dan liat. Laju infiltrasi tinggi.

8-12

B

Potensi aliran total kecil, tanah berpasir lebih dangkal dari A. Tekstur halus sampai sedang. Laju infiltrasi sedang.

4-8

C

Potensi aliran total sedang, tanah dangkal dan mengandung cukup liat. Tekstur sedang sampai halus. Laju infiltrasi rendah.

1-4

D

Potensi aliran total tinggi, kebanyakan tanah liat, dangkal dengan lapisan kedap air dekat permukaan tanah. Laju infiltrasi paling rendah.

0-1 a

Sumber : Asdak (1995)

b. Menghitung retensi potensial (S) dalam mm dengan persamaan: S 5400

Sebagai gambaran tentang keadaan wilayah DAS Ciliwung Hulu, dilakukan identifikasi karakteristik DAS termasuk faktor sungai, aliran dan areal. Peta jaringan sungai dibangun dari data DEM (Digital Elevation Model) berdasarkan ketinggian wilayah DAS Ciliwung Hulu yang diproses dengan perangkat SIG. Berikut adalah variabel-variabel DAS yang dikuantifikasi.

Tabel 3 Variabel DAS yang dikuantifikasi

(23)

8

Relief (H,m) Perbedaan ketinggian antara bendung dengan titik tertinggi DAS

Rasio relief (Rh)

Rasio antara relief dan jarak horizontal dari cekungan bendung ke titik tertinggi batas luar DAS

Sumber : Chow (1964); Murdiyarso dan Kurnianto (2008) Pendugaan Aliran Langsung pada Kejadian Banjir

Kejadian banjir diklasifikasikan menurut kondisi siaga banjir untuk sistem peringatan dini banjir. Setelah ditetapkan tanggal-tanggal kejadian banjir, dilakukan pendugaan aliran langsung dengan metode SCS.

Tabel 4 Kriteria kondisi siaga sistem peringatan dini banjir Kondisi Siagaa Tinggi Muka Air

(cm) Q (m

Pendugaan Waktu Konsentrasi Tc (Time of Concentration)

Waktu konsentrasi (Tc) dihitung dengan menggunakan lag method (McCuen 1982). Lag method menghubungkan antara waktu jeda (time lag) TL, kemiringan sungai (S), panjang sungai (L), dan CN. TL didefinisikan sebagai waktu (jam) dari waktu titik berat hujan sampai puncak hidrograf banjir.

(24)

9 TL = time lag (jam)

L = panjang sungai utama (km) S = kemiringan sungai (m/m) CN = curve number

Tc = time of concentration (jam)

Kemiringan sungai utama DAS Ciliwung Hulu adalah 107.68 m/km (Natakusumah et al. 2011).

Validasi Aliran Total (Debit)

1. Pemisahan aliran dasar (baseflow) harian sungai Ciliwung. Pemisahan aliran dasar dilakukan dengan memisahkan nilai aliran langsung dari aliran total (debit) dengan algoritma Lyne dan Hollick (Smakhtin 2001).

Qb = Q(i) - Qf(i)

Qf(i) = Q f(i-1 ) +(Q(i) - Q(i -1)) 1 Qb = aliran dasar

Q(i) = aliran total (debit) hari ke-i Q(i -1) = aliran total (debit) hari i-1 Qf(i) = aliran langsung hari ke-i Q f(i-1 ) = aliran langsung hari i-1

 = parameter filter (0.925)

2. Menambahkan nilai aliran dasar harian ke dalam nilai aliran langsung harian pendugaan SCS sehingga terbentuk nilai aliran total (debit) pendugaan SCS (m3/s).

3. Melakukan plotting aliran total (debit) pendugaan SCS (m3/s) dengan aliran total (debit) observasi Katulampa (m3/s).

(25)

10

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Debit Observasi Katulampa Mulai

Identifikasi penutupan lahan

Citra Landsat 1994, 2000, dan

2007

Berubah

Ya

Tidak

Curah hujan

Identifikasi CN

Menduga aliran langsung

Analisis perubahan penutupan lahan dan banjir

Selesai Analisis

Karakteristik DAS DEM Jawa Barat, debit

(26)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perubahan Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu Penutupan Lahan DAS Ciliwung Hulu

Total luas wilayah DAS Ciliwung Hulu yang teridentifikasi pada penelitian ini adalah 15258 Ha, berada dalam wilayah kabupaten dan kota Bogor. Wilayah kajian meliputi kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Mada, Sukamakmur, Kadudampit, Bogor Selatan dan Bogor Timur.

Tabel 5 Luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994, 2000, dan 2010

Hasil identifikasi menunjukkan jenis penutupan lahan yang mendominasi di DAS Ciliwung Hulu adalah hutan serta kebun campur dan perkebunan teh. Dominasi terbesar pada tahun 1994 adalah kawasan hutan yang mencapai 6608 ha atau mencapai 43% dari luas total, kemudian kebun campur dan perkebunan teh (23%), semak/belukar (11%), tegalan (10%), dan sawah (8%), sedangkan pemukiman berada pada urutan terendah dengan luas sebesar 781 ha (5% total luas). Tabel 5 merupakan luas masing-masing penutupan lahan tahun 1994, 2000 dan 2010. Penutupan lahan pada tahun 2000 memiliki pola yang hampir serupa dengan tahun 1994, penutupan lahan berupa hutan masih mendominasi seluas 34% (5177 ha) dari total luas, namun terjadi peningkatan peringkat dominasi tegalan, serta pemukiman. Penutupan lahan yang yang mengalami penurunan peringkat dominasi adalah semak/belukar dan sawah (4% dari total luas). Tahun 2010 dominasi utama penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu mengalami perubahan, pada tahun ini total luas kebun campur dan perkebunan teh (36%) lebih mendominasi dibanding luas hutan (23%), dominasi lahan pemukiman juga mengalami kenaikan peringkat yang ditandai dengan persentase luas yang jauh lebih besar (13%) dari periode sebelumnya (8%). Hal ini menunjukkan terjadi konversi lahan di DAS Ciliwung Hulu.

Perubahan Penutupan Lahan

Perubahan pola dominasi penutupan lahan menunjukkan terjadinya perubahan penutupan lahan di daerah Ciliwung Hulu. Terlihat pada Gambar 3 dan Tabel 6 yang menunjukkan pola perubahan luas penutupan lahan DAS Ciliwung

Penutupan Lahan

(27)

12

Hulu. Terlihat bahwa pada periode tahun 1994-2010 luas penutupan hutan dan sawah terus mengalami penurunan, hal sebaliknya terjadi pada luas penutupan lahan kebun campur dan perkebunan teh serta pemukiman. Penutupan lahan berupa tegalan mengalami kondisi naik dan turun, namun penurunan ini tidak sebanding dengan kenaikan. Luas hutan pada tahun 2000 berkurang sebesar 1428 ha atau 22 %, dan berkurang lagi sebesar 1733 ha pada tahun 2010. Luas sawah juga mengalami penurunan yang signifikan pada periode 1994-2000 (55%) dan pada periode berikutnya berkurang kembali sebesar 22%. Penutupan lahan berupa semak atau belukar dapat dikatakan konstan, terjadi perubahan namun tidak signifikan.

Tabel 6 Perubahan luas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu

Penutupan Lahan Perubahan Luas (ha)

1994-2000 % 2000-2010 % 1994-2010 %

Tanda (-) menunjukkan penurunan luas penutupan lahan

Gambar 3 Pola perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu

(28)

13 mempengaruhi aliran total sangat besar, kerapatan perakaran tanaman hutan dapat meminimalkan aliran total dan memaksimalkan simpanan air tanah. Lisnawati dan Wibowo (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan konversi lahan hutan dan perkebunan menjadi pemukiman dan sawah akan menambah area kedap air serta merusak struktur dan tekstur tanah sehingga mempengaruhi aliran total. Kebun campur dan perkebunan teh yang terdiri dari tanaman teh dan campuran merupakan tanaman yang baik untuk konservasi tanah dan air.

Konversi lahan hutan menjadi pemukiman dan pertanian akan menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang terjadi adalah kerusakan struktur dan tekstur tanah dan menambah luasan daerah kedap air. Hal ini kemudian akan berakibat pada penurunan laju infiltrasi ke dalam tanah sehingga menambah jumlah aliran total dan mengurangi simpanan air bumi. Zhang et al. (2007) menyatakan bahwa dalam curah hujan yang sama, total aliran dengan kondisi lahan bervegetasi baik berkurang hingga 16-19% karena vegetasi dapat meningkatkan struktur tanah dan intersepsi.

Tabel 7 Perubahan penutupan lahan tahun 1994 – 2000 (ha)

Penutupan

Luas penutupan lahan tahun 1994 b

Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan luas penutupan lahan

(29)

14

dibanding dengan penambahan yang terjadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada periode 1994-2000 lahan hutan, dan sawah banyak terkonversi menjadi kebun campur dan perkebunan teh. Sebagian lahan yang semula berupa kebun campur dan perkebunan teh terkonversi menjadi tegalan dan tegalan terkonversi menjadi pemukiman.

Tabel 8 Perubahan penutupan lahan 2000 – 2010 (ha)

Penutupan

Luas penutupan lahan tahun 2000 b

Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan luas penutupan lahan

Hal yang berbeda terjadi pada periode 2000-2010 (Tabel 8), namun pada periode ini perubahan luas hutan masih mengalami penurunan mencapai 33%. Luas hutan berkurang disebabkan konversi menjadi kebun campur dan perkebunan teh sebesar 1733 ha. Penurunan terbesar kedua terjadi pada sawah yang berkurang sebesar 22 % dari luas tahun 2000, lahan sawah terkonversi menjadi tegalan sebesar 305 ha dan 34 ha menjadi pemukiman. Luas area pemukiman pada periode ini juga naik sebesar 59% dari luas tahun 2000, dengan kontributor terbesar tegalan (596 ha). Selain tegalan, kebun campur dan perkebunan teh serta sawah sebagain besar terkonversi menjadi pemukiman pada periode ini. Kecenderungan konversi lahan pada periode ini adalah konversi dari hutan menjadi kebun campur dan perkebunan teh, kebun campur dan perkebunan teh serta sawah menjadi tegalan dan konversi lahan tegalan menjadi pemukiman.

(30)

15 Ciliwung cenderung mengarah kepada kebun campur dan perkebunan teh serta tegalan dan kemudian pada akhirnya dibangun pemukiman pada lahan tegalan tersebut.

Tabel 9 Perubahan penutupan lahan 1994 – 2010 (ha)

Penutupan Lahan

Luas penutupan lahan tahun 1994 b

Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan luas penutupan lahan Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Aliran Langsung

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menganalisis hubungan penggunaan lahan dengan aliran langsung adalah metode SCS (USDA 1986). Metode SCS menduga aliran langsung dari curah hujan berdasarkan bilangan kurva atau CN, CN disusun sebagai indeks yang menggambaran kombinasi dari kelompok hidrologi tanah dan klasifikasi penggunaan lahan (McCuen 1989). CN merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu kelompok tanah, keadaan penutupan lahan oleh tanaman, dan kelembaban tanah awal (AMC).

McCuen (1989) menyatakan bahwa kelompok hidrologi tanah yang digunakan untuk metode SCS dapat diidentifikasi dengan tiga cara yaitu pertama dengan melihat karakteristik tanah, survei, atau dengan melihat laju infiltrasi minimum. Menurut data BPSDA Ciliwung-Cisadane, sebagian besar wilayah DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam kategori kelompok hidrologi tanah C dengan laju infiltrasi sebesar 1-4 mm/jam dan D dengan laju infiltrasi sebesar 0-1 mm/jam. Tekstur tanah agak halus sampai halus, di bagian gunung Pangrango memiliki tanah jenuh permanen.

Tabel 10 menunjukkan CN rata-rata dan aliran langsung satu tahun DAS yang dihitung dengan metode SCS. Hasil pendugaan menunjukkan peningkatan CN dan aliran langsung pada setiap titik tahun pengamatan perubahan lahan. Semakin tinggi CN maka semakin besar hujan yang akan berubah menjadi aliran langsung. Luas penutupan lahan (%) mempengaruhi CN, CN lahan dengan dominasi tertinggi memberikan kontribusi yang lebih besar dalam mempengaruhi perubahan CN DAS. Secara umum periode selama 1994-2010 kontributor CN DAS Ciliwung Hulu terbesar adalah hutan serta kebun campur dan perkebunan teh karena kedua penutupan lahan ini paling mendominasi.

(31)

16

memiliki CN tertinggi adalah pemukiman dan sawah, namun karena luas lahan ini tidak terlalu besar maka berpengaruh lebih kecil terhadap peningkatan CN DAS jika dibandingkan dengan hutan dan perkebunan. CN sawah berkontribusi lebih besar pada tahun 1994 karena memiliki luas lebih besar dibanding tahun 2000 dan 2010 sedangkan pemukiman lebih banyak berkontribusi meningkatkan CN DAS tahun 2010 karena mengalami perluasan.

Tabel 10 Pendugaan aliran langsung DAS Ciliwung Hulu dengan metode SCS

Penutupan Lahan

Terlihat pada Tabel 11, jika penutupan lahan hutan dan semak atau belukar serta sawah berkurang sedangkan pemukiman, kebun campur dan perkebunan teh, serta tegalan bertambah (periode 1994-2000) maka aliran langsung naik sebesar 10%. Peningkatan ini tidak terlalu besar karena hutan serta kebun & perkebunan memiliki CN yang relatif tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan perbedaan CN hutan-pemukiman. Selama periode ini terjadi penurunan luas hutan namun kebun campur dan perkebunan teh bertambah sehingga aliran langsung tidak berubah terlalu besar. Peningkatan lebih dipengaruhi oleh penurunan luas lahan sawah dan peningkatan luas pemukiman dan tegalan.

Tabel 11 Perubahan tutupan lahan dan aliran langsung (%)

Penutupan Lahan Perubahan Luas

(32)

17 tidak begitu berkontribusi pada peningkatan aliran langsung di sisi lain lahan sawah dengan CN tinggi dan kondisi tergenang akan mudah mengalirkankan hujan yang jatuh. Ketika lahan sawah berkurang maka aliran langsung berkurang, oleh karena itu peningkatan aliran langsung periode 1994-2000 hanya 10%.

Peningkatan aliran langsung lebih besar terjadi pada periode 2000-2010. Komposisi perubahan penutupan lahan periode 2000-2010 menyebabkan aliran langsung meningkat hingga 66%. Peningkatan aliran langsung ini disebabkan oleh peningkatan kembali luas pemukiman serta berkurangnya luas hutan sehingga kontribusi hutan dalam menurunkan CN DAS makin berkurang. Selain itu walaupun tegalan yang memiliki CN cukup tinggi mengalami penurunan luas, namun hanya berkurang 7% hingga kontribusi tegalan untuk meningkatkan CN pada tahun ini masih besar.

Perubahan penutupan lahan pada periode keseluruhan (1994-2000) meningkatkan aliran langsung sekitar 83%. Menurut pola perubahan penutupan lahan, dapat disimpulkan bahwa komponen penutupan lahan yang memiliki kontribusi terbesar dalam peningkatan aliran langsung berurutan adalah peningkatan luas pemukiman dan tegalan serta penurunan luas hutan. Jika di DAS Ciliwung Hulu (Kab. Bogor dan sekitarnya) terus mengalami penurunan luas lahan hutan dan peningkatan tegalan serta pemukiman, maka aliran langsung wilayah ini akan meningkat. Peningkatan aliran langsung di Hulu tentu akan mepengaruhi aliran total ke sub DAS Ciliwung Tengah dan Hilir (Depok dan Jakarta) yang memiliki elevasi lebih rendah. Bentuk DAS Ciliwung dari hulu sampai ke Katulampa berbetuk radial dan pararel sampai ke hilir, sehingga peran daerah hulu penting sebagai kontributor aliran total.

Pengaruh Cuaca Ekstrem El Nino dan La Nina terhadap Aliran Langsung Selain penutupan lahan, faktor curah hujan merupakan faktor lain yang mempengaruhi aliran langsung. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba menduga aliran langsung pada beberapa kondisi hujan berbeda. Curah hujan yang dipilih adalah curah hujan yang terjadi pada tahun-tahun El Nino (1994, 1997, dan 2006) dan La Nina (2005, 2007, dan 2010) dibandingkan dengan kondisi normal. Berikut (Tabel 12) adalah hasil pendugaan aliran langsung yang menghubungkan antara perubahan penutupan lahan dan curah hujan dengan aliran langsung.

(33)

18

linear, hubungan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti AMC, evaporasi, infiltrasi, dan distribusi serta durasi curah hujan.

Tabel 12 Pendugaan aliran langsung pada kondisi El Nino, Normal dan La Nina dengan metode SCS

Perubahan penutupan lahan memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi aliran langsung. Selain faktor penutupan lahan, faktor yang juga sangat berpengaruh pada aliran langsung adalah faktor curah hujan. Mori et al. (1977) membagi faktor yang mempengaruhi aliran menjadi dua, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran. Merz et al. (2013) menyimpulkan bahwa area tangkapan hujan dengan kondisi tanah kering memiliki aliran total yang lebih kecil dibanding dengan kondisi basah dan keadaan kelembaban tanah lebih berpengaruh dibanding dengan jenis tanah.

Curah hujan secara langsung akan memengaruhi kondisi AMC yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju infiltrasi. Kondisi AMC sendiri dibagi menjadi tiga, AMC I ketika tanah dalam kondisi kering, AMC II normal dan AMC III kondisi tanah jenuh ketika hujan lebat atau hujan ringan dan suhu udara rendah (McCuen 1989). Ketika kelembaban tanah sebelumnya sudah dalam kondisi jenuh, jika terjadi hujan maka sebagian besar curah hujan tersebut akan menjadi aliran langsung. Sebaliknya jika dalam kondisi AMC I, hujan yang jatuh akan cepat terinfiltrasi ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir di permukaan. Semakin besar nilai perbandingan aliran langsung dan curah hujan menunjukkan semakin banyak hujan yang berubah menjadi aliran langsung. Nilai terbesar terjadi pada tahun 2007, menunjukkan bahwa dalam satu tahun sebesar 23% total curah hujan yang jatuh di DAS Ciliwung Hulu berubah menjadi aliran langsung.

Analisis Karakteristik DAS Ciliwung Hulu

(34)

19 dinamika dan karakteristik geologi serta hidrologi suatu DAS. Analisis morfometri DAS meliputi faktor sungai dan faktor areal DAS. Faktor sungai diantaranya adalah jumlah ordo sungai, panjang sungai, rasio percabangan (Rb) dan rasio panjang (Rl) sedangkan faktor area diantaranya keliling, relief, rasio bentuk, dan rasio kebulatan dari wilayah DAS. Tabel 13 menunjukkan morfometri DAS Ciliwung Hulu yang dibangun dari data-data satelit yaitu data ketinggian atau DEM (Digital Elevation Model) resolusi 90 meter dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) milik NASA.

Tabel 13 Morfometri DAS Ciliwung Hulu (Faktor Sungai)

Ordo

Tabel 14 Morfometri DAS Ciliwung (Faktor Areal) Varabel

(35)

20

Ciliwung Hulu memiliki percabangan yang banyak dengan struktur yang rumit serta menyempit ketika menuju hilir.

Rasio percabangan (Rb) tidak sama pada setiap ordo sungai, menurut Chow (1964) semaikn tinggi Rb semakin banyak jumlah sungai ordo satu dan semakin lama air hujan sampai ke sungai utama. Nilai Rb yang tinggi mengindikasikan kompleksitas struktur yang lebih rumit dan terdapat banyak anak sungai mengakibatkan aliran total (debit) lebih berfluktuasi (Reddy et al. 2004). Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa volume aliran total yang terkumpul di DAS Ciliwung Hulu besar karena sungai yang banyak bercabang. Ketika terjadi hujan, kenaikan muka banjir di sungai akan berlangsung cepat.

Gambar 4 Peta jaringan sungai DAS Ciliwung Hulu yang dibangun dari DEM (Digital Elevation Model) data SRTM resolusi 90 meter

(36)

21 debit puncak terjadi pada durasi yang lebih singkat. Karena bentuk DAS Ciliwung Hulu termasuk ke dalam bentuk radial (Mori et al. 1977), banjir besar terjadi dekat titik pertemuan anak sungai.

Koefisien pemanjangan (Re) menunjukkan kapasitas infiltrasi dan aliran, nilai Re tinggi menunjukkan tingkat infiltrasi tinggi dan aliran total rendah (Reddy

et al. 2004). Kerapatan drainase (D) DAS Ciliwung Hulu bernilai 2.3, nilai D antara 0.25-10 menunjukkan kelas kerapatan sedang dan alur sungai melewati batuan dengan resistensi lunak sehingga sedimen yang terangkut besar. Semakin tinggi nilai D maka semakin impermeabel suatu permukaan dan memiliki potensi aliran total lebih besar (Reddy et al. 2004). Faktor-faktor di atas merupakan faktor geomorfologi DAS Ciliwung Hulu yang menggambarkan secara keseluruhan karakteristik dan kondisi fisik DAS tersebut dan bernilai konstan.

Tabel 15 merupakan variabel karakteristik DAS yang dapat berubah karena terjadi perubahan lahan. Debit pada Tabel 15 merupakan debit sungai yang terukur di Katulampa, merupakan aliran total gabungan dari aliran langsung dan aliran dasar. Debit yang dipilih adalah debit tahun 1994, 2000, dan 2010 karena merupakan titik pengamatan perubahan penutupan lahan dan dianggap mewakili pengaruh penutupan lahan terhadap karakteristik debit tahun tersebut.

Tabel 15 Analisis aliran total (debit) DAS Ciliwung Hulu

Variabel 1994 2000 2010

Debit maksimum cenderung mengalami peningkatan dan debit minimum menurun (1994-2010). Fluktuasi debit cenderung meningkat setiap tahun karena rasio dan selisih debit semakin besar. Hal ini mengindikasikan ketika curah hujan tinggi, debit maksimum meningkat karena kemampuan DAS Ciliwung Hulu dalam menginfiltrasi air berkurang. Akibat konversi lahan hutan menjadi tegalan dan pemukiman yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu, debit maksimum bertambah besar. Hal yang sebaliknya terjadi ketika curah hujan rendah, debit minimum turun karena daerah resapan berkurang sehingga mengurangi cadangan air DAS Ciliwung Hulu pada musim hujan.

Analisis Kejadian Banjir serta Validasi Aliran Total (Debit) Analisis Aliran Langsung pada Kejadian Banjir

(37)

22

(a) (b)

Gambar 5 Curah hujan rata-rata bulanan dari tiga stasiun pengukuran cuaca di wilayah Ciliwung Hulu (a) dan aliran total (debit) rata-rata bulanan di Bendung Katulampa tahun 1994-2010 (b)

Gambar 5 menunjukkan pola curah hujan dan aliran total (debit) sungai yang terukur di Bendung Katulampa. Pola curah hujan yang terukur oleh ketiga stasiun penakar curah hujan di DAS Ciliwung Hulu memiliki pola yang hampir serupa dengan aliran total rata-rata yang terukur di Bendung Katulampa. Hal ini menunjukkan bahwa besar aliran total (debit sungai) yang terukur di Katulampa dipengaruhi oleh curah hujan, sehingga ketika curah hujan di DAS Ciliwung Hulu tinggi debit juga akan tinggi. Curah hujan rata-rata maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari, begitupula dengan rata-rata debit maksimum. Oleh karena itu, pada bulan-bulan ini perlu diwaspadai terjadinya banjir atau aliran total maksimum yang besar mengalir dari hulu.

Bendung Katulampa merupakan pos pengamat tinggi muka air pertama dari seluruh DAS Ciliwung. Aliran total (debit) sungai yang terukur di Katulampa tiba di titik pengamatan selanjutnya Depok kurang lebih 3 s/d 4 jam kemudian. Pos pengamatan terakhir adalah Manggarai (kurang lebih 8 s/d 10 jam kemudian). Pos-pos pengamatan ini memberikan informasi mengenai aliran total (debit) yang mengalir menuju DKI Jakarta. Informasi banjir diberikan melalui sistem peringatan dini (early warning system) banjir untuk warga Jakarta (BPDAS 2003) yang disusun menurut tinggi muka air (TMA) di Katulampa, Depok, dan Manggarai.

(38)

23 Tabel 16 Kejadian banjir tahun 1990

Tanggal TMA

Tabel 17 Kejadian banjir tahun 2000

Tanggal TMA

Tabel 18 Kejadian banjir tahun 2010

(39)

24 kondisi siaga setiap titik tahun meningkat. Tahun 1990 kondisi banjir terbesar adalah kondisi siaga IV, pada tahun 2000 kondisi terbesar adalah siaga III, sedangkan pada tahun 2010 terdapat banjir hingga siaga II. Banjir sebagian besar terjadi pada kondisi AMC III ketika tanah dalam keadaan basah dan jumlah hujan 5 hari sebelum kejadian banjir tinggi. Persentase curah hujan yang berubah menjadi aliran langsung terbesar menurut perhitungan SCS pada tahun 1990 adalah 31% sedangkan tahun 2000 meningkat hingga 62%. Tahun 2010 curah hujan yang berubah menjadi aliran langsung terbesar adalah 70%. Waktu konsentrasi (Tc) rata-rata per kejadian banjir di DAS Ciliwung Hulu adalah sekitar 0.8 jam atau sekitar 48 menit hingga 2.7 jam tergantung pada kondisi kelembaban tanah dan CN. Semakin besar CN maka Tc akan semakin cepat. Hal ini mengindikasikan jika hujan yang jatuh di Hulu Ciliwung akan lebih cepat mengalir ke hilir ketika CN di Hulu besar. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perubahan penutupan lahan yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu meningkatkan frekuensi kejadian banjir dan secara umum meningkatkan aliran langsung serta mempercepat aliran menuju Jakarta.

Kodoatie dan Sjarief (2005) menyebutkan bahwa banjir dan genangan di suatu lokasi diakibatkan oleh faktor yang bersifat alami dan antropogenik. Faktor alami antara lain erosi dan sedimentasi, curah hujan, pengaruh fisiografi atau geofisik sungai, pengaruh air pasang, kapasitas sungai dan drainase serta lahan di daerah aliran sungai (DAS). Faktor antropogenik adalah perubahan tata guna lahan, pembuangan sampah, perencanaan DAS yang tidak tepat, bendung dan bendungan serta kerusakan bangunan pengendali banjir. Tingginya curah hujan ditambah berkurangnya daerah resapan air di DAS Ciliwung Hulu tentunya meningkatkan resiko terjadinya banjir di daerah Tengah dan Hilir. Selain itu faktor lain seperti sampah dan sedimentasi sungai juga akan menyebabakan terhambatnya aliran sungai ke laut sehingga sungai meluap. Seperti yang dikemukakan Steinberg (2007), sekitar 23.400 m3 sampah setiap harinya dibuang di Jakarta dan hanya 14.700 m3 yang dapat diolah oleh dinas kebersihan kota. Validasi Aliran Total

(40)

25

Gambar 6 Aliran total (debit) dan aliran dasar Katulampa tahun 2006 yang direkonstruksi dengan metode algoritma Lyne dan Hollick

Gambar 7 Korelasi aliran total dugaan SCS dengan aliran total observasi Katulampa tahun 2006

(41)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis dengan SIG dan pendugaan aliran langsung dengan metode SCS, komponen penutupan lahan yang memiliki kontribusi terbesar dalam peningkatan aliran langsung berurutan adalah peningkatan pemukiman dan tegalan serta penurunan luas hutan. Aliran langsung yang terjadi ketika tahun La Nina (2005, 2007, dan 2010) dengan curah hujan tinggi lebih besar dibanding aliran langsung pada tahun El Nino (1994, 1997, dan 2006).

2. Perubahan penutupan lahan berdampak pada peningkatan frekuensi banjir dan jumlah aliran langsung pada beberapa kejadian banjir menurut siaga banjir sistem peringatan dini banjir Jakarta di Katulampa.

Saran

Perubahan penutupan lahan menjadi faktor penyebab peningkatan aliran langsung DAS Ciliwung Hulu selama tahun 1994 – 2010 sehingga mengakibatkan banjir di hilir. Peningkatan aliran langsung di hulu terjadi akibat berkurangnya daerah resapan (hutan) dan bertambahnya daerah kedap (pemukiman dan tegalan). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi aliran langsung yang menyebabkan banjir adalah dengan menambah daerah resapan di hulu adalah menambah daerah resapan. Bertambahnya daerah resapan dapat meningkatkan CN sehingga hujan yang berubah menjadi aliran langsung tidak terlalu besar dan tidak mengalir terlalu cepat menuju hilir.

(42)

27

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JR, Hardy EE, Roach JT, Witmer RE. 1976. A land use and land cover classification system for use with remote sensor data. U.S Geological Survey Professional Paper : 964.

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Pertama. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University.

Chow VT. 1964. Handbook of Applied Hydrology. New York (US): McGraw-Hill. Dasanto BD, Risyanto.2006. Evaluasi dampak perubahan penggunaan lahan

terhadap volume limpasan studi kasus: DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. J. Agromet Indonesia. 20(2):1-13.

Deshmukh DS, Chaube UC, Ekube A, Aberra D, Tegene M. 2013. Estimation and comparision of curve numbers based on dynamic land use land cover change, observed rainfall-runoff data and land slope. J of Hydrology. 2013:1-37. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jhydrol.2013.04.001

[BPS] Badan Pusat Statistika (ID). Penduduk Indonesia Menurut Provinsi [Internet]. Tersedia pada : http://www.bps.go.id/.

[BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Ciliwung – Citarum. 2003. Laporan Akhir Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciliwung. Bogor (ID) : BPDAS. Fakhrudin M. 2003. Kajian respon hidrologi akibat perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung dengan model Sedimot II [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Isik S, Kalin L, Schoonover JE, Srivastava P, Lockaby BG. 2013. Modeling effects of changing land use/cover on daily streamflow: an artificial neural network and curve number based hybrid approach. J of Hydrology. 185:103-112. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jhydrol.2012.08.032

Kodoatie RJ, Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): ANDI.

Kumar DS, Arya DS, Vojinovic Z. 2013. Modeling of urban growth dynamics and its impact on surface runoff characteristics. Computers, Environmental and Urban Systems. 41:124-135. doi:

http://dx.doi.org/10.1016/j.compenvurbsys.2013.05.004

Kunu PJ. 2008. Efek perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung terhadap limpasan. J Budidaya Pertanian. 4(2) : 94-102

Lisnawati Y, Wibowo A. 2010. Analisis fluktuasi debit air akibat perubahan penggunaan lahan di kawasan puncak, Kabupaten Bogor. J Penelitian Hutan Tanaman. 7(4):221–226.

McCuen RH. 1989. A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. New Jersey (US): Prentice Hall.

McCuen RH. 1989. Hydrologic Analysis and Design. New Jersey (US): Prentice Hall.

Merz R, Blöschl G, Parajka J. 2006. Spatio-temporal variability of event runoff

coefficients. J of Hydrology. 331:591-604.

doi:10.1016/j.jhydrol.2006.06.008

(43)

28

Pradnya Paramita. Terjemahan dari : Manual on Hydrology.Terjemahan dari : Manual on Hydrology.

Murdiyarso D, Kurnianto S. 2008. Ecohydrology of the Mamberamo Basin: An Initial Assessment Of Biophysical Processes. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (CIFOR).

Narulita I, Maria R, Djuwansah MR. 2010. Karakteristik curah hujan di wilayah pengaliran sungai (wps) Ciliwung-Cisadane. Riset Geologi dan Pertambangan. 20(2):95-110.

Natakusumah DK, Hatmoko W, Harlan D. 2011. Prosedur umum perhitungan hidrograf satuan sintetis dengan cara ITB dan beberapa contoh penerapannya. J. Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. 18(3): 251-291.

Reddy GPO, Maji AK, Gajbhiye KS. 2004. Drainage morphometry and its influence on landform characteristics in a basaltic terrain, Central India – a remote sensing and GIS approach. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 5:1-16.doi:10.1016/j.jag.2004.06.003 Runtuwuwu E, Hendrayanto, Pawitan H, Kondo A. Yamanaka T, Kosugi K. 2010.

Integrated watershed management for sustainable water use in a humid tropical region. Tanaka T, Pawitan H, Yamanaka T, editor. Bulletin of the Terrestrial Environment Research Center University of Tsukuba. 10(1):19-26.

Smakhtin VU. 2001. Estimating continuous monthly baseflow time series and their possible applications in the context of the ecological reserve. Water SA. 27(2):213-218.

Sriwongsitanon N, Taesombat W. 2011. Effects of land cover on runoff

coefficient. J of Hydrology. 410:226-238.

doi:10.1016/j.jhydrol.2011.09.021

Steinberg F. 2007. Jakarta: environmental problems and sustainability. Habitat International. 31(2007) : 354–365.doi:10.1016/j.habitatint.2007.06.002

[USDA] United States Department of Agriculture. 1986. Urban hydrology for small watersheds Natural Resources Conservation Service Technical Release 55, June 1986.

(44)

29

LAMPIRAN

(45)

30

(46)
(47)

32

Lampiran 4 Tabel CN (Kondisi AMC II, Ia = 0.2 S)

No Penggunaan lahan Kelompok Hidrologi Tanah

1 Hutan A B C D

4 Tanaman Padi dan sejenisnya

(48)

33 Lampiran 5 Tabel penyesuaian CN kondisi AMC I, II, dan III

Bilangn Kurva Kondisi AMC II

Penyesuaian untuk kondisi

AMC I AMC III

100 100 100

95 87 99

90 78 98

85 70 97

80 63 94

75 57 91

70 51 87

65 45 83

60 40 79

55 35 75

50 31 70

45 27 65

40 23 60

35 19 55

30 15 50

25 12 45

20 9 39

15 7 33

10 4 26

5 2 17

0 0 0

(49)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 1991, putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ladiman dan Ibu Salmah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Gambar

Gambar 1  Wilayah DAS Ciliwung Hulu
Tabel 1  Kriteria kategori AMC
Tabel 2  Kelompok hidrologi tanah
Tabel 4  Kriteria kondisi siaga sistem peringatan dini banjir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis nilai biodiversitas di DAS Ciliwung Hulu, dapat diidentifikasi bahwa terdapat 6 121 ha area nilai biodiversitas tinggi, dengan wilayah yang

Gambar 34 Peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cibuni tahun 1978 Selanjutnya pada peta penutupan dan penggunaan lahan DAS Cibuni tahun 1995/6 (Gambar 35), memiliki kondisi

Tahap analisis data yang dilakukan meliputi: identifikasi objek pada fusi citra Quickbird, interpretasi visual penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra

Berdasarkan hasil interpretasi penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2014 dan 2015 di daerah DAS Bonehau, menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan

Peningkatan penggunaan lahan pemukiman sebesar 58,34 % (Tabel 5) mengakibatkan koefisien aliran permukaan langsung semakin besar dari (dari 0,59 menjadi 0,73) karena curah hujan

Kejadian banjir di wilayah DKI Jakarta yang berasal dari aliran sungai Ciliwung dapat ditentukan dari hasil pengukuran debit yang terdapat pada setiap stasiun

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kualitas Tanah Pada Berbagai Penutupan Lahan Hasil Revegetasi (Studi Kasus Pasca Kegiatan Rehabilitasi Lahan Di Sub DAS

Berdasarkan permasalahan di atas maka diduga bahwa: 1 Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung menyebabkan peningkatan volume aliran permukaan atau debit puncak aliran sungai selama