• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL

Aleurodicus dispersus

Russell DAN

Aleurodicus dugesii

Cockerell

(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR

DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA

RADHIAN ARDY PRABOWO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

RADHIAN ARDY PRABOWO. Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.

(3)

SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL

Aleurodicus dispersus

Russell DAN

Aleurodicus dugesii

Cockerell

(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR

DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

RADHIAN ARDY PRABOWO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul skripsi : Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya

Nama mahasiswa : Radhian Ardy Prabowo

NIM : A34070012

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP. 19601218 198601 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 21 April 1989, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Hasan, SP dan Ibu Winarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 104312 Dolok Masihul pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 8 Tebing Tinggi dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, pendidikan melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi dan penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya dan diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam mendukung keberhasilan pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, dan Adik-adik yang telah memberikan semangat, cinta, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai; Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc. selaku dosen penguji tamu; seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu yang diajarkan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; rekan-rekan di Laboratorium Biosistematika Serangga (Ibu Aisyah, Mbak Atiek, Lia Nurulalia, Yani Maharani, Sari Nurulita, Anik Larasati, Van Basten Tambunan, Ahmad K. Latip, Irma Utami, dan Osmond Vito); serta rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Desember 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 3

Biologi dan Taksonomi ... 3

Parasitoid dan predator A. dispersus ... 4

Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 6

Biologi dan Taksonomi ... 6

Parasitoid dan predator A. dugesii ... 8

BAHAN DAN METODE ... 14

Tempat dan Waktu ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pengumpulan sampel kutukebul ... 14

Pengamatan parasitoid dan predator ... 15

Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid ... 16

Identifikasi kutukebul, parasitoid dan predator ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Hasil ... 17

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus ... 11 2. Musuh alami (predator) dari A. dispersus ... 11 3. Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah

Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 18

4. Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah

Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 18

5. Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah

Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 19

6. Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah

Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 19

7. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan

berdasarkan jenis lahan pengamatan ... 31

8. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman

papaya (b) ... 4

2. Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6) dengan dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii pada tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan

spiral ... 7

3. Imago betina parasitoid E. noyesii dalam preparat slide (dorsal) (a), Toraks E. noyesii dengan seta di mesoskutum (b), Sayap depan dan belakang E. noyesii (c), Antena E. noyesii berjumlah

delapan ruas (d) ... 20

4. Imago betina Encarsia sp. dalam preparat slide (dorsal) (a),

Toraks Encarsia sp. dengan seta di mesoskutum (b) ... 21 5. Imago betina Amitus sp. dalam preparat slide dengan kepala

terpisah (a), Sayap depan dan belakang Amitus sp. (b),

Antena Amitus sp. (c) ... 22 6. Imago betina parasitoid Scelionidae sp1 (lateral) (a), Kepala dan

antena Scelionidae sp1 (b), sayap Scelionidae sp1 (c) ……….. 23

7. Imago Nephaspis sp. (dorsal) ... 24 8. Larva C. montrouzieri (dorsal) diselimuti lilin berwarna putih (a),

Imago C. montrouzieri (dorsal) (b) . ... 25

9. Larva predator H. axyridis (a), Pupa H. axiridis (b), Imago

H. axyridis (dorsal) (c) ... 26 10. Imago Scymnus sp. (dorsal) terdapat corak vertikal berwarna

merah pada bagian elitra ... 27

11. Pupa yang berwarna gelap ditunjuk tanda panah

menunjukkan pupa A. dispersus (a) dan A. dugesii (b) yang terparasit, pupa A. dispersus (c) dan A. dugesii (d) berlubang

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan

di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 38

2. Parasitoid dan predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa kelompok kutukebul merupakan hama penting pada berbagai

tanaman pertanian, khususnya hortikultura. Salah satu kelompok kutukebul yang

menjadi hama di Indonesia adalah genus Aleurodicus. Di Indonesia ditemukan tiga spesies kutukebul dari genus Aleurodicus, yaitu A. destructor, A. dispersus, dan A. dugesii. Menurut Martin (2008), kutukebul A. destructor tidak lagi termasuk ke dalam genus Aleurodicus melainkan telah berubah menjadi genus Aleuroctarthus.

Kutukebul A. dispersus diketahui telah menyerang berbagai tanaman di banyak negara. Kutukebul A. dispersus dilaporkan di Indonesia pada tahun 1991 menyerang tanaman jambu biji (Yu et al. 2007). Hama ini tergolong dalam serangga polifag. Botha et al. (2000) melaporkan di Indonesia ditemukan 22 spesies dari 14 famili tanaman yang terserang kutukebul A. dispersus. Bahkan Murgianto (2010) melaporkan kutukebul A. dispersus menyerang 111 spesies dari 53 famili tanaman di daerah Bogor dan sekitarnya. Mani (2010) menyatakan

famili tanaman yang umum terserang kutukebul A. dispersus adalah Euphorbiaceae dan Fabaceae.

Kutukebul A. dugesii dilaporkan di California pada tahun 1992 (Gill 1992) dan di Florida tahun 1996 (Nguyen & Hamon 2004). Di Indonesia, kutukebul

A. dugesii pertama kali dilaporkan keberadaannya pada Maret 2007 menyerang tanaman kembang sepatu di daerah Cimanggu, Bogor (Hidayat & Watson 2007).

Kutukebul ini diketahui telah menyerang 40 spesies dari 27 famili tanaman

terutama banyak menyerang spesies tanaman dari famili Solanaceae di wilayah

Jawa Barat (Murgianto 2010). Pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu alternatif pengendalian yang

ramah lingkungan yang dapat menekan perkembangan kutukebul tersebut adalah

pengendalian hayati dengan musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen.

Di Indonesia, publikasi tentang serangga parasitoid dan predator kutukebul

(12)

2

memiliki musuh alami yang lebih banyak dibandingkan kutukebul A. dugesii. Hal ini dikarenakan kutukebul A. dispersus telah lebih lama berada di Indonesia dibandingkan kutukebul A. dugesii yang baru dilaporkan di Indonesia pada tahun 2007.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya.

Manfaat

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae) Biologi dan Taksonomi

Kutukebul A. dispersus memiliki karakteristik yang sama dengan A. dugesii. Telur berbentuk bulat panjang dengan berwarna kuning dan berukuran

0,2-0,3 mm. Imago betina memiliki fekunditas 51,80-64,06 telur. Biasanya telur

diletakkan di permukaan bawah daun. Setelah telur menetas berubah menjadi

nimfa. Nimfa terdiri dari 3 instar. Nimfa instar pertama memiliki tungkai untuk

bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap disana.

Pada fase ini, nimfa berbentuk bulat telur dan pipih. Pada fase instar kedua dan

ketiga selama masa perkembangannya haya melekat di daun karena nimfa

kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak

walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di sekitar daerah penyerapan

makanan.

Stadia terakhir, kutukebul menghentikan aktivitas makannya dan

membentuk pupa sebelum menjadi imago. Pupa berwarna kuning, berbentuk

lonjong dengan ukuran panjang 1 mm dan lebar 0,75 mm serta diselimuti lilin

berwarna putih. Setelah melalui fase pupa, kutukebul menjadi imago. Imago

keluar dari kantung pupa melalui bagian yang paling lunak yaitu bagian belakang

dari kantung pupa. Total periode nimfa normalnya berkisar 12-14 hari dan fase

pupa sekitar 3-4 hari (Palaniswami et al. 1995)

Kutukebul A. dispersus aktif di pagi hari dan umumnya perkawinan terjadi pada sore hari. Kutukebul ini memiliki inang sangat banyak dan adanya lapisan

liin yang menyelimuti tubuhnya sehingga sangat sulit dikendalikan. Kutukebul

A. dispersus digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subfamili Aleurodicinae, family Aleyrodidae (Rusell 1965).

Kutukebul A. dispersus memiliki ciri morfologi seperti pupa berwarna transparan dan tubuh dikelilingi oleh lilin. Subdorsum memiliki pori majemuk

penghasil lilin. Nimfa dan imago dapat ditemukan di bawah permukaan daun dan

(14)

4

pada bagian abdomen yang berukuran sama dengan diameter ± 25 µm (Gambar

1). Pori abdominal terdapat pada segmen III dan IV. Lingkaran dorsal dengan pola

pori berseptat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut

berukuran agak besar dan tebal. Diskus dorsal dengan pori-pori septat yang jelas

terdapat di daerah submedian, sebagian besar dengan pori-pori rimmed yang luas dan padat terdapat di daerah subdorsal.

Gambar 1 Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman pepaya (b).

Parasitoid dan predator A. dispersus

Ditemukan dua parasitoid utama yang memarasit kutukebul A. dispersus yaitu Encarsia haitiensis (Hymenoptera: Aphelinidae) dan E. quadeloupe (Hymenoptera: Aphelinidae) serta dua spesies predator Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae) dan Axinoscymnus puttarudriahi

(Coleoptera: Coccinellidae) (Mani 2010). Parasitoid E. haitiensis dan E. quadeloupae terbukti sangat berguna dalam menekan kutukebul A. dispersus di

Kepulauan Pasifik, Afrika dan negara-negara Asia (Mani dan Krishnamoorthy

2002). Namun Aishwariya et al. (2007) menyatakan predator C. montrouzieri dan Axinoscymnus puttarudriahi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap populasi kutukebul A. dispersus. Kedua predator tersebut juga tidak mampu mencegah peledakan kutukebul di Indonesia pada tanaman jambu biji

(a) (b)

1 2

3

4

(15)

5

(Kajita et al. 1991). Metzler & Laprade (1998) juga melaporkan ditemukan empat spesies parasitoid yaitu E. noyesii, E. aluerodici, E. probo dan E. quadeloupe yang memarasit kutukebul A. dispersus. Dilaporkan juga ditemukan predator yang memangsa kutukebul A. dispersus yaitu Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae) dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae) (Metzler & Laprade 1998).

Mani (2010) melaporkan dalam pengamatannya di India bahwa terdapat

dua spesies parasitoid (Tabel 1) dan 45 spesies predator (Tabel 2) sebagai musuh

alami dari A. dispersus.

Encarsia haitiensis Dozier (Hymenoptera: Aphelinidae)berwarna kuning, memiliki ukuran tubuh 0,57 mm dengan lebar 0,26 mm. Antena terdiri dari 8 ruas.

Sayap depan dan sayap belakang setaseus. Nimfa yang terparasitisasi berwarna

hitam dengan lama terparasitisasi sampai parasitoid menetas berkisar 17 hari.

Imago hidup selama 4-6 hari (Geetha 2000). Parasitoid E. haitiensis memarasit A. dispersus pertama kalinya di Bangalore pada Januari 1998. E. haitiensis dilaporkan memarasit A. dispersus mencapai 97% di Bangalore (Ramani 2000).

Encarsia quadeloupae Viggiani (Hymenoptera: Aphelinidae) berwarna hitam. Periode pupa spesies ini hidup selama rata-rata 7,32 hari. Imago dapat

hidup selama 20 hari pada suhu 30 0C.

Cryptolaemus montrouzieri Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Mani & Krishnamoorthy (1999) melaporkan bahwa masing-masing larva C. montrouzieri instar I. II ,III, dan instar IV rata-rata mengkonsumsi jumlah nimfa A. dispersus sebanyak 23,50, 47,85, 74,60, dan 149,80. Satu ekor larva C. montrouzieri dapat mengkonsumsi 138-228 nimfa A. dispersus sepanjang periode perkembangannya selama 16 hari.

Axinoscymnus puttarudriahi Kapur & Munshi (Coleoptera: Coccinellidae). Telur menetas selama empat hari. Perkambangan periode larva selama 7-8 hari

sedangkan periode pupa selama 5-6 hari. Total siklus hidupnya mulai dari telur

sampai imago adalah 16-18 hari. Imago A. puttarudriahi dapat hidup selama 31-47 hari. Imago betina mampu bertelur 51-134 telur dalam masa

(16)

6

Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) Biologi dan Taksonomi

Kutukebul A. dugesii memiliki tipe metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertingkat). Secara umum, serangga pradewasa dengan tipe

metamorfosis ini disebut nimfa. Metamorfosis serangga ini dimulai dari telur,

berkembang menjadi nimfa, dan selanjutnya berkembang menjadi imago.

Telur dihasilkan oleh imago A. dugesii betina. Imago betina mampu menghasilkan 150-300 telur selama hidupnya. Imago betina yang sudah dibuahi

oleh imago jantan akan menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu

pengait yang disebut pedisel. Kutukebul A. dugesii bereproduksi secara seksual, namun sesekali saja bersifat partenogenesis. Imago betina yang tidak dibuahi akan

menghasilkan keturunan jantan.

Sebelum telur menetas, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan dari

tanaman inangnya (Dreistadt et al. 2001). Nimfa instar pertama memiliki tungkai untuk bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap

disana. Fase selanjutnya, nimfa kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai

sehingga tidak dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di

sekitar daerah penyerapan makanan. Stadia terakhir, kutukebul menghentikan

aktivitas makannya dan membentuk puparium sebelum menjadi imago. Setelah

melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago.

Imago kutukebul A. dugesii memiliki ukuran tubuh 4-5 mm. Kutukebul A. dugesii merupakan spesies kutukebul yang berukuran paling besar. Dibandingkan dengan spesies lain, imago kutukebul Bemisia tabaci hanya memiliki ukuran tubuh 1-2 mm dan A. dispersus berukuran 2-3 mm.

Kutukebul A. dugesii digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, family Aleyrodidae, dan subfamily Aleurodicine. Kutukebul

spesies ini sangat unik. Selain memiliki ukuran tubuh yang panjang, kutukebul

A. dugesii memiliki ciri khas berupa adanya pola mosaik atau totol-totol hitam di sayapnya yang berwarna abu-abu. Kutukebul A. dugesii meletakkan telur secara melingkar (berbentuk spiral) mengikuti alur lilin yang dibentuk. Biasanya telur

(17)

7

A. dugesii betina, sedangkan imago jantan tidak menghasikan lilin (Botha et al. 2000). Menurut Aylsworth (1996), lilin dapat mencapai panjang lebih dari 10

inchi dalam kondisi rumah kaca, sedangkan di alam bebas lilin tersebut rusak

diterpa angin ataupun percikan hujan. Lilin diproduksi saat imago betina

meletakkan telur di tanaman inang. Imago betina mampu menghasilkan 150-300

telur selama hidupnya.

Kutukebul A. dugesii memiliki ciri morfologi berupa pupa berwarna transparan dan banyak mengekskresikan lilin. A. dugesii banyak ditemukan di bawah permukaan dalam berkelompok. Bentuk luar agak lonjong dan pada bagian

abdomen terdapat enam pasang pori dengan dua pasang pori yang tereduksi

(Gambar 2). Pori abdominal tersebut memiliki ukuran berdiameter 28 µm dan

terdapat pada segmen III dan VI. Lingkaran dorsal dengan dengan pola pori

berseptat terdapat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut

berukuran tebal dan agak besar. Barisan pori pada wilayah submarginal tidak

terinterupsi oleh vasiform orifice. Dua pasang pori posterior tereduksi dan berbentuk seperti lonceng (bell-shaped).

Gambar 2 Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6) dengan dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii pada tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan spiral (c).

(a)

(b)

(c) 1

(18)

8

Kerusakan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dapat dibedakan berupa kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung

disebabkan oleh aktifitas makan fase nimfa dan imago yang menusuk menghisap

cairan daun sehingga mengakibatkan matinya jaringan daun. Penghisapan cairan

tanaman yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi gangguan fisiologis

tanaman (physiological disorder) seperti tidak teraturnya waktu matang tanaman tomat dan daun yang keperakan (silver leaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae. Kerusakan tidak langsung berupa ekskresi embun madu yang dijadikan media

bagi pertumbuhan embun jelaga. Embun jelaga sendiri menghambat proses

fotosintesis karena cahaya matahari terhalang oleh lapisan jelaga di permukaan

daun. Kerugian yang ditimbulkan berkisar 20-100% tergantung dari tanaman dan

musim serta hubungan antara serangga ini dengan faktor lain.

Parasitoid dan predator A. dugesii

Pada tahun 1995, di Texas ditemukan spesies parasitoid

Entedononecremnus krauteri (Hymenoptera: Eulophidae) memarasit kutukebul A. dugesii (Garrison 2001, Zolnerowich 1996) dan ditemukan di California tahun 1997 (Nguyen & Hamon 2004). Selain itu, ditemukan dua spesies parasitoid yang

memarasit A. dugesii yaitu Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae) dan Idioporus affinis (Hymenoptera: Pteromalidae) (Hayat 1983, Lassale et al. 1997, Garrison 2001, Dreistadt 2001, Myartseva 2002). Kedua spesies tersebut berasal dari Guadalajara, Mexico. Eksplorasi sebelumnya tercatat bahwa sampai 80%

(19)

9

Encarsiella noyesii Polaszek & Hayat (Hymenoptera: Aphelinidae) termasuk ke dalam subordo Chalcidoidea. Peran spesies aphelinidae sangat

penting di dalam ekosistem sebagai musuh alami dari banyak inang dan telah

sukses digunakan sebagai agens pengendali biologi di Mexico dan di banyak

negara. Karakteristik genus Encarsiella memiliki delapan segmen antena baik serangga jantan maupun betina. Segmen ketiga dari garis lintang di ujung antena

terdapat 2-4 seta. Terdiri dari mesoskutum dengan jumlah seta yang tidak tetap

tetapi selalu lebih dari enam (Myartseva et al. 2002).

Parasitoid E. noyesii memiliki ukuran tubuh imago sangat kecil, tidak menyengat. Parasitoid ini meletakkan telurnya dengan cara memarasitsasi pupa

kutukebul A. dugesii. Sebelum menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan mendapatkan di dalam tubuh inangnya. Saat E. noyesii menetas akan meninggalkan lubang pada bagian pupa yang terparasitisasi.

Idioporus affinis LaSalle & Polaszek (Hymenoptera: Pteromalidae) memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil. Parasitoid ini berukuran 0,85-1,15 mm

(Lassale 1997). Cara memarasit I. affinis sama seperti E. noyesii. Parasitoid ini meletakkan telurnya dengan cara memarasit pupa kutukebul A. dugesii. Sebelum menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan mendapatkan di dalam tubuh

inangnya. Saat E. noyesii menetas akan meninggalkan lubang pada bagian pupa yang terparasit.

Parasitoid I. affinis betina memiliki ciri kepala yang berwarna coklat gelap. Antena terdiri dari lima segmen dengan skapus dan pedisel yang panjang

dan tanpa anneli. Sedangkan ciri I. affinis jantan hampir mirip dengan I. affinis betina. Antena tidak berkembang seperti imago betinanya. Antena imago jantan

memiliki skapus yang yang seluruhnya berwarna coklat kecuali pada bagian

ukungnya berwarna pucat. Pedisel berwarna coklat, flagelum berwarna kuning

sampai coklat terang. Koksa bagian depan berwarna coklat sedangkan koksa

bagian tengah dan belakang berwarna kuning. Femur depan berwarna, tibia

berwarna kuning, dan semua tarsi berwarna kuning sampai coklat terang.

(20)

10

merupakan parasit utama yang memarasit kutukebul, terutama spesies A.dugesii dan spesies tersebut belum pernah dilaporkan menyerang inang kutukebul lainnya

(Zolnerowich & Rose 1996).

Imago betina E. krauteri berukuran 0,98-1,17 mm. Kepala dan tubuhnya berwarna hitam. Pada antenna, skapus dan pedisel testaseus dengan ruas dan club

funikular berwarna kecoklatan. Koksa berwarna hitam dan trokanter coklat gelap.

Femur dan tibia berwarna hitam. Tarsi terdiri dari 4 ruas. Ruas 1-3 berwarna putih

sedangkan tarsi ruas ke-4 berwarna hitam. Sayap transparan sedangkan venasinya

berwarna kecoklatan.

Imago jantan berukuran lebih kecil dari betinanya yaitu 0,99-1,14 mm.

ukuran skapus 3,3-4,0 kali lebih panjang dengan sebuah celah ventral yang berisi

pori yang terbuka. Ruas funikular kedua sedikit lebih panjang sekitar 3 kali lebih

panjang dari ruas funikular pertama.

Delphastus catalinae (Horn) (Coleoptera: Coccinellidae) sering sekali digunakan di rumah kaca umumnya untuk mengendalikan kutukebul Bemisia tabaci. Predator ini sering ditemukan berasosiasi dengan populasi tinggi dari beragam spesies kutukebul lainnya.

Ukuran imago sangat kecil yaitu 1,4 mm. Spesies ini berwarna coklat

gelap sampai kehitaman. Pada imago betina, kepala berwarna kuning kemerahan,

berwarna lebih terang dari kepala imago jantan. Telur berbentuk oval berwarna

kekuningan. Imago betina mampu bertelur 2-6 telur per hari dan dapat bertelur

lebih dari 300 telur dalam hidupnya selama 65 hari.betina harus makan 100-150

telur kutukebul per hari untuk dapat melanjutkan bertelur.

Chrysoperla sp. (Neuroptera: Chrysopidae) memiliki nama umum Green Lacewing. Spesies ini termasuk ke dalam ordo Neuroptera, family Chrysopidae.

Imago berwarna hijau terang. Sayap berwarna transparan dengan banyak selaput.

Imago betina mampu menghasilkan telur 100-200 telur. Biasanya imago betina

meletakkan telur pada malam hari serta telur diletakkan di bagian permukaan

(21)

11

Tabel 1 Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus (Mani 2010)

Musuh alami Famili (Ordo) Referensi

Encarsia haitiensis Dozier

(=Encarsia meritoria Gahan)

Aphelinidae (Hymenoptera) Srinivasa et al. (1999); Beevi et al. (1999); Mani et al. (2001); Geetha & Swamiappan (2001c)

Encarsia guadeloupae Viggiani

Aphelinidae (Hymenoptera) Mani et al.(2001); Beevi et al.(2001)

Tabel 2 Musuh alami (predator) dari A. dispersus (Mani 2010)

Musuh alami Famili (Ordo) Referensi

Leptus sp. Erythraeidae (Acarina) Geetha&Swamiappan(2001c)

Axinoscymnus

puttarudiahi Kapur and Munshi

Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a,c)

Asia Mariam (1999); Muralikrishna(1999)

Curinus coeruleus Muls.

Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al. ( 2001) Horniolus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Cheilomenes

sexmaculata(Fab.)

Coccinellidae (Coleoptera) Palaniswami et al. (1995);

Mani & Krishnamoorthy (1999a);

Asia Mariam (1999); Muralikrishna(1999);

Geetha (2000) Cryptolaemus

montrouzieri Muls

Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a);

Muralikrishna(1999); Geetha (2000); Chilocorus nigrita

(Fab.)

Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999b);

Geetha (2000); Anegleis cardoni

(Wiese)

Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al. (2001); Asia Mariam(1999); Geetha (2000); Anegleis perrotteti

(Muls.)

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)

Jauravia dorsalis (Wise.).

(22)

12

Musuh alami Famili (Ordo) Referensi

Jauravia pallidula Motseh.

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)

Rodoloia breviuscula Weise

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000)

Rodolia fumida Mulsant Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000) Serangium

parcesetosum Sic

Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al.(2000a); PDBC (1999)

Nephus regularis Sic, Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2001) Scymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (1999) Rodolia amabilis Kapur Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Psedoscymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2000) Keiscymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2000) Scymnus coccivora

Ayyar

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)

Scymnus latemaculatus Motsch.

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000) Scymnus posticalis Sic Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Scymnus saciformis

Motsch.

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)

Scymnus nubilus Muls. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (1999) Pseudaspidimerus

flaviceps(Walk.)

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)

Pseudaspidimerus trinotatus(Walk.)

Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2001)

Cybocephalus sp. Nitidulidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (2001);

Muralikrishna (1999); Geetha (2000)

Mallada astur (Banks) Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1977c);

Asia Mariam (1999); Geetha (2000);

Apertochrysa sp. Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a); Geetha et al . (1999) Nobilinus sp. Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy

(1999a); Mallada boninensis

(Okomato)

Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a);

Chrsoperla carnea (Steph)

Chrysopidae (Neuroptera) Geetha et al. (2000) Symherobius barberi

(Banks)

Hemerobiidae (Neuroptera) Paulson & Kumashiro (1985)

Hemerobius sp. Hemerobiidae (Neuroptera) Mani et al. (2001) Notiobiella viridinervis

Banks

(23)

13

Musuh alami Famili (Ordo) Referensi

Triommato coccdivora (Felt)

Cecidomiidae (Diptera) Mani & Krishamoorthy (1999a)

Acletoxenus indicus Malloch

Drosophilidae (Diptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a)

Spalgis epeus (West wood)

Lycaenidae (Lepidoptera) Mani et al.(2001) Oecophylla smaragdina

(F)

Formicidae (Hymenoptera) Gopi et al. (2001) Solenopsis geminata (F) Formicidae (Hymenoptera) Gopi et al. (2001)

Oxopes sp. Oxypidae (Acari) Geetha (2000)

House sparrow, Passer domesticus (L)

Aves Gopi et al. (2001)

Spider hunter Archnothera

longirostris (Latham)

Aves Gopi et al. (2001)

Pied bushchat Saxicola caprata (L)

Aves Gopi et al. (2001)

Tailor bird Orthotomus sutorius

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di berbagai lahan pertanian, pekarangan dan

kehutanan di Kabupaten dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga,

Rancabungur, Tanah Sereal, Bogor Timur, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua.

Wilayah lain yang juga di survei yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi

(Kabupaten Cianjur), Lembang (Kabupaten Bandung), serta Cibadak dan Cisaat

(Kabupaten Sukabumi). Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika

Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Penelitian dilakukan dari Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat slide adalah sampel

kutukebul dari tanaman inang, alkohol 50-100%, larutan KOH 10%, fuchsin acid dan glacial acetic acid, carbol cylene, minyak cengkeh dan canada balsam.

Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya dan stereo, GPS (Global Positioning System) Mio Digi Walker, Camera digital, kantung plastik transparan, kaca pembesar, alat tulis, tabung reaksi, cawan siracus, kaca penutup preparat dan

kaca objek, serta gunting.

Metode Penelitian

Pengumpulan sampel kutukebul

Tanaman yang yang diamati adalah semua tanaman yang terserang

kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di berbagai lahan pengamatan. Pengambilan sampel kutukebul pada bagian tanaman inang yang

terserang, baik berupa imago, pupa, dan kantung pupa untuk diidentifikasi di

laboratorium. Sampel yang ditemukan di lapang dimasukkan ke dalam kantung

plastik dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Biosistematika Serangga,

Departemen Proteksi Tanaman IPB. Dengan bantuan mikroskop, pupa yang

menempel pada tanaman inang dilepaskan perlahan menggunakan jarum mikro.

(25)

15

dalam bentuk preparat slide. Namun tidak semua pupa yang didapat diawetkan

dalam bentuk preparat slide. Sebagian pupa yang didapat juga akan dipelihara

untuk mengetahui jenis parasitoid dan tingkat parasitisasinya. Pencatatan

informasi garis lintang dan ketinggian tempat pengambilan sampel menggunakan

GPS sebelum kegiatan pengoleksian kutukebul dilakukan.

Pengamatan parasitoid dan predator

Pengamatan parasitoid dilakukan di laboratorium. Sampel daun tanaman

inang yang terserang kutukebul yang diperoleh di lapang dimasukkan ke dalam

kantung plastik dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, dengan

bantuan mikroskop pupa yang menempel pada tanaman inang dihitung jumlahnya.

Hal ini dilakukan untuk menghitung tingkat parasitisasinya dan mendapatkan

parasitoid dimana sebelumnya telah memarasit inangnya. Pupa kutukebul yang

berwarna hitam merupakan salah satu ciri pupa yang telah terparasit parasitoid.

Daun yang berisi pupa yang telah dihitung jumlah pupanya dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang ditutup dengan kain kasa. Dalam waktu beberapa hari,

parasitoid yang keluar dari pupa kutukebul dihitung jumlahnya dan langsung

dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% hingga siap

diawetkan dalam bentuk preparat slide untuk diidentifikasi.

Tingkat parasitisasi dihitung dengan:

Jumlah parasitoid yang menetas

Jumlah pupa yang diamati %

Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada saat pengamatan langsung

di lapang. Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada bagian tanaman yang

terserang kutukebul. Pengamatan dibantu menggunakan kaca pembesar. Predator

kutukebul yang ditemukan dalam bentuk imago dimasukkan ke dalam botol

koleksi yang berisi alkohol 70% sedangkan penemuan predator kutukebul dalam

bentuk larva atau pupa akan dibawa ke laboratorium untuk dipelihara sampai

(26)

16

Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid

Pembuatan preparat kutukebul dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu

metode dengan pemanasan dan tanpa pemanasan (Watson 2007).

Pembuatan preparat slide parasitoid dilakukan dengan perendaman alkohol

secara bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 95%, dan 100%. Perendaman

dilakukan masing-masing selama 10 menit. Agar alkohol tidak menguap, cawan

siracus ditutup menggunakan penutupnya. Alkohol hasil perendaman terakhir

dibuang dan diganti dengan perendaman minyak cengkeh selama 10 menit.

Spesimen diambil dan diletakkan di atas kaca objek selanjutnya ditata lurus.

Setelah spesimen tertata lurus, diteteskan canada balsam secara merata dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat dikeringkan ke dalam elemen

pengering.

Identifikasi kutukebul, parasitoid, dan predator

Pengamatan morfologi dan identifikasi kutukebul dilakukan di bawah

mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali. Buku identifikasi yang

digunakan untuk mengidentifikasi spesies kutukebul yaitu Key to Commonly Intercepted Whitefly Pest (Dooley 2006) dan Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) (Watson 2007).

Pengamatan morfologi dan identifikasi parasitoid dan predator dilakukan

di bawah mikroskop cahaya dan stereo. Kunci identifikasi yang digunakan untuk

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dilakukan di Kabupaten Bogor dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga (162-351 mdpl),

Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciawi (636 mdpl), Kecamatan

Megamendung (698-975 mdpl), Kecamatan Cisarua (977-1021 mdpl), Kecamatan

Tanah Sereal (200 mdpl), dan Kecamatan Bogor Timur (277 mdpl). Pengamatan

juga dilakukan di beberapa kecamatan di luar Kabupaten dan Kotamadya Bogor

yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi (Kabupaten Cianjur) (283-1201 mdpl),

Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung) (1231-1322 mdpl), serta Kecamatan

Cisaat dan Cibadak (Kabupaten Sukabumi) (586-594 mdpl). Pengamatan di

Kecamatan Cibadak dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung walat, IPB.

Kutukebul A. dispersus ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Cibadak. Begitu juga

kutukebul A. dugesii hampir ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Haurwangi.

Penyebaran kutukebul A. dispersus dan A. dugesii sudah sangat meluas karena kedua kutukebul ini ditemukan di wilayah mana saja, baik wilayah dataran

rendah, sedang maupun dataran tinggi. Banyaknya jumlah tanaman inang

memungkinkan populasi kutukebul ada sepanjang tahun baik menyerang inang

utama maupun inang alternatif. Jambu biji, singkong, dan kastuba merupakan

tanaman yang menjadi inang utama kutukebul A. dispersus (Tabel Lampiran 1). Kembang sepatu, alpukat, labu siam, dan begonia merupakan tanaman yang

menjadi inang utama kutukebul A. dugesii (Tabel Lampiran 2).

(28)

18

Parasitoid yang ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii adalah Encarsia sp., E. noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), Amitus sp. (Hymenoptera: Platygastridae), dan Scelionidae sp1 (Hymenoptera: Scelionidae), sedangkan

predator yang ditemukan memangsa kutukebul A. dugesii adalah Nephaspis sp., C. montrouzieri, H. axyridis, dan Scymnus sp.

Informasi parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya dapat dilihat pada

Tabel 3 - Tabel 6.

Tabel 3 Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya

Parasitoid Lokasi penemuan

Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)

Tingkat parasitisasi rata-rata (%)

E. noyesii Dramaga (Bogor) 6,99

Tanah sereal (Bogor) 36,35

Ciawi (Bogor) 21,30

Megamendung (Bogor) 52,38

Cisarua (Bogor) 23,68

Encarsia sp. Dramaga (Bogor) 21,11

Rancabungur (Bogor) 49,61

Tanah Sereal (Bogor) 26,67

Ciawi (Bogor) 21,30

Megamendung (Bogor) 4,84

Cisarua (Bogor) 12,83

Haurwangi (Cianjur) 63,64

Lembang (Bandung) 6,98

Tabel 4 Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya

Predator Lokasi penemuan

Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)

Populasi/bagian tanaman yang

diamati

Nephaspis sp. Dramaga (Bogor) > 5

Megamendung (Bogor) > 5

Cisarua (Bogor) > 5

H. axyridis Cisarua (Bogor) 3 - 5

Lembang (Bandung) > 5

C. montrouzieri Cisarua (Bogor) 1 - 2

(29)

19

Tabel 5 Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya

Parasitoid Lokasi penemuan

Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)

Tingkat parasitisasi rata-rata (%)

E. noyesii Dramaga (Bogor) 28,34

Tanah sereal (Bogor) 4,11

Megamendung (Bogor) 43,32

Cisarua (Bogor) 12,57

Pacet (Cianjur) 14,92

Lembang (Bandung) 3,65

Cibadak (Sukabumi) 60,00

Cisaat (Sukabumi) 14,68

Encarsia sp. Bogor Timur (Bogor) 21,04

Dramaga (Bogor) 6,35

Cisarua (Bogor) 12,57

Lembang (Bandung) 59,26

Amitus sp. Pacet (Cianjur) 1,48

Scelionidae sp1 Lembang (Bandung) 36,00

Tabel 6 Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya

Predator Lokasi penemuan

Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)

Populasi/bagian tanaman yang

diamati

Nephaspis sp. Dramaga (Bogor) 1 - 2

Megamendung (Bogor) > 5

Cisarua (Bogor) > 5

Pacet (Cianjur) > 5

Lembang (Bandung) 1 - 2

H. axyridis Megamendung (Bogor) 1 - 2

Lembang (Bandung) > 5

C. montrouzieri Pacet (Cianjur) 1 - 2

Lembang (Bandung) 3 - 5

(30)

b

Jumlah seta

noyesii Pola uh E. noyesi an marginal prepectus. R lum betina t

elum jantan

gah memili

lebih dari 20

: Mc= me

aszek & Ha

ii berwarna vein (mv) d Ruas apikal t

terdiri dari

n 5 ruas. Sel oyesii denga noyesii (c),

hitam dam m

an stigma ve tidak meman

6 ruas [Gam

luruh tarsi b

Mesoskutum

Sc= skutelu v= marginal

flagelum, S

d E. noyesii an seta di m

Antena E. n

2 mm

d yang ditem

noptera: Ap

memiliki uk

ein (sv). Pro njang dan sk

mbar 3d (F1 oyesii berjum

Sc

diri dari ba

axila, St= s stigma vein,

depan, dan S

parat slide (d (b), Sayap

ah sebagai

mm. Sayap

sahkan dari

) berbentuk

un

kadang-ruas, tarsus

anyak seta.

(31)

E

Encarsia sp Tubu

depan denga

tegula oleh

oval. Flage

berjumlah 5

memiliki 4 r

Kara

E. noyesii Chalcidoide

adalah juml

Encarsia sp.

Keterangan

Gambar 4

p. (Hymenop

uh Encarsia an marginal

prepectus. elum betina

ruas. Selur

ruas.

aktiristik dar

karena kedu

a, family A

ah seta pad

. kurang dari

: Mc= meso

Imago betin Encarsia sp

(a)

ptera: Aphe

sp. berwarn

vein (mv) d Ruas apika

terdiri dari 6

ruh tarsi bias

ri Encarsia ua spesies

Aphelinidae.

da bagian me

i 20.

skutum, Sc=

na Encarsia . dengan set

0,

elinidae)

na kuning dan

an stigma ve al tidak me

6 ruas namu

sanya terdiri

sp. sangat

ini sama-sa

Namun yan

esoskutum.

= skutelum, A

sp. dalam p ta di mesosku

2 mm

n memiliki u

ein (sv). Pro manjang da

un kadang-k

i dari 5 ruas

t mirip den

ama tergolo

ukuran 0,6 m

onotum dipis

an skutelum

kadang flage

, tarsus tung

ngan karakte

ng dalam s

akan kedua

a di mesosk

dan St= seta.

de (dorsal) ( Ax

Sc

(b)

mm. Sayap

sahkan dari

berbentuk

elum jantan

gkai tengah

eristik dari

superfamili

spesies ini

kutum pada

(a), Toraks St

(32)

A

pronotum m

coklat gelap

ap depan te

mencapai teg

p. Antena ter

na berjumlah

n tungkai, tar

marginal vei

erdiri dari

gula, tubuh

rdiri dari sk

h 8 ruas yan

rsi 5-5-5.

in (smv) tip a seta. Flag

gian flagelum

en, T= torak = sayap dep agelum.

na Amitus sp epan dan bel

0,2

ng terdiri da

pis dan apik

gelum antena

m ruas kedua

ks, K= kepal pan, SB= s

p. dalam prep akang Amit

2 mm

K

ein (mv) d i umumnya

el, dan flage

ari 5 ruas fu

kal meruncin

a jantan terd

a memiliki s

la, mv= mar sayap belak

parat slide d tus sp. (b), A

P F1 F2

SD

dan stigma berwarna h

elum, diman

unikel dan 3

ng. Pada bag

diri dari 7 ru

sebuah tiloid

rginal vein, ang, P= pe

dengan kepa Antena Amitu

(b) hitam atau

na flagelum

ruas club.

gian tubuh

uas funikel

d.

sv= stigma edisel, dan

ala terpisah us sp. (c).

7 8

(33)

S

dari submar anterior dar

ngga ini be

) dan memil

an memiliki

rginal vein ri sayap me

in, sayap jug ang terdiri d

K= kepala,

elum dapat

iki ukuran 0

3 ruas flage

(smv), kada

elanjut ke m ga rediri dar

ari submarg

, An= anten

elum yang t

ang-kadang

marginal ve ri stigma vein ginal vein yan

na, sv= stigm an smv= subm

id Scelionid (b), sayap S

si. Tubuh im

ena terdiri d

termodifikas dae sp1 (lat Scelionidae s

mago berwa

dari 9-10 ruas

si. Sayap de

l vein menc

arna hitam

s flagelum.

epan terdiri

capai batas

l vein dan l vein. Pada

rginal vein,

Kepala dan

mv smv

(34)

24

Informasi karakter morfologi predator yang ditemukan adalah sebagai

berikut:

Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae)

Tubuh imago memiliki ukuran panjang 1,2 mm dan lebarnya 0,87 mm.

Tubuh berwarna kecoklatan (Gambar 7). Kebiasaan spesies ini sangat unik.

Kepala akan terlihat ketika mencari dan menyerang mangsa, namun kepala tidak

akan terlihat ketika spesies ini sedang beristirahat. Antena berukuran kecil

berwarna kuning. Semua ruas terdapat seta kecil dan rambut-rambut sensor yang

besar.

Gambar 7 Imago Nephaspis sp. (dorsal). (a)

(35)

C

dan bagian

berukaran 4

larva C. mon

ntrouzieri m ar 8a, tubuh

ka mirip den

predator ut

an dapat terb

mago betina

zieri Mulsan o berwarna c

erwarna jing

un ukuran im

mampu menc

h larva dilap

ngan koloni

tama yang ontrouzieri (

nt (Coleopte

coklat gelap

gga (Gamba

mago dengan

capai 13 mm

pisi oleh lil

mealybugs digunakan u

m area yang

ertelur 5-10

00 telur sela

larva mealyb

n larvanya sa

m (tiga kali u

in berwarna

(Pseudococc

untuk meng

luas untuk

telur per h

ama 50 hari.

go spesies in

angat berbed

ukuran imago

a putih yang

cidae). C. mo gendalikan m mencari m

hari. Selama

Imago dan l

gkan larva i

ago dari

n berwarna (b)

gian kepala

ni rata-rata

da. Ukuran

o). Terlihat

g membuat

ontrouzieri mealybugs. mangsa atau

hidupnya,

larva muda

instar akhir

mealybugs

putih (a),

(36)

26

Harmonia axyridis Pallas (Coleoptera: Coccinelidae)

Spesies H. axyridis Pallas memiliki sinonim Coccinella axyridis Pallas, C. bisex-notata Herbst, C. 19-sinata Faldermann, C. conspcua Faldermann, C. aulica Faldermann, H. spectabilis Faldermann, C. succinea Hop, Anatis circe Mulsant, dan Ptychanatis yedoensis Takizawa. Spesies ini memiliki ukuran tubuh 5-8 mm. Spesies ini merupakan predator folifag. Spesies ini disebut juga

Multicoloured Asian Ladybug karena pada bagian elitra terdapat banyak totol. Namun tidak semua spesies H. axyridis memiliki totol-totol tersebut. Terlihat pada Gambar 9c, elytra H. axyridis berwarna kuning dan tidak memiliki totol. Namun pupanya memiliki totol pada bagian ventral abdomen (Gambar 9b).

Predator ini berwarna kuning sampai dengan berwarna gelap.

Gambar 9 Larva predator H. axyridis (a), Pupa H. axiridis (b), Imago H. axyridis (dorsal) (c).

(a) (b)

(c)

3 mm

(37)

27

Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae)

Scymnus sp. memiliki panjang panjang tubuh 2 mm. Spesies ini umumnya berwarna hitam dan pada bagian elitra terdapat corak vertikal yang berwarna

merah (Gambar 10). Salah satu membedakan antara spesies Scymnus lainnya dapat terlihat dari corak yang ada di elitranya.

Gambar 10 Imago Scymnus sp. (dorsal) terdapat corak vertikal berwarna merah pada bagian elitra.

(38)

28

Pembahasan

Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya hanya dua spesies yaitu E. noyesii dan Encarsia sp. (Tabel 3). Hampir semua kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor terparasit oleh E. noyesii dan Encarsia sp. Dari kedua spesies parasitoid tersebut, Encarsia sp. lebih dominan ditemukan memarasit kutukebul A. dispersus pada sampel yang ditemukan baik di wilayah Bogor maupun di luar wilayah Bogor.

Kedua parasitoid tersebut memiliki tingkat parasitisasi yang berbeda.

Menurut Mani dan Krishnamoorthy (2002), parasitoid E. haitiensis dan E. quadeloupe terbukti sangat berguna dalam menekan kutukebul A. dispersus di kepulauan Pasifik, Afrika, dan negara-negara Asia. E. noyesii mampu memarasit kutukebul A. dispersus sampai 36,35% di Kecamatan Tanah Sereal sedangkan Encarsia sp. mampu memarasit kutukebul A. dispersus sampai 49,61% di Kecamatan Rancabungur dan 63,64% di Kecamatan Haurwangi. Kedua parasitoid

tersebut, E. noyesii dan Encarsia sp. merupakan parasitoid utama kutukebul A. dispersus karena kedua spesies tersebut memiliki tingkat parasitisasi yang sangat tinggi.

Predator yang memangsa kutukebul A. dispersus di wilayah pengamatan ditemukan empat spesies, yaitu Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp. Kajita et al. (1991) melaporkan bahwa C. montrouzieri tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap populasi kutukebul A. dispersus dan predator tersebut tidak mampu mencegah peledakan kutukebul A. dispersus di Indonesia pada tanaman jambu biji. Keempat spesies tersebut ditemukan

memangsa kutukebul A. dispersus saat dilakukan pengamatan langsung di lapang. Umumnya keempat predator tersebut ditemukan di wilayah Bogor. Di luar

(39)

29

bagian barat bahkan sampai Hawaii dimana spesies ini digunakan untuk

mengendalikan kutukebul A. dispersus (spiralling whitefly).

Keragaman parasitoid A. dugesii di wilayah Bogor dan di wilayah luar Bogor cukup tinggi. Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya terdapat empat spesies yaitu E. noyesii, Encarsia sp., Amitus sp., dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae (Tabel 5). Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii lebih banyak dibandingkan parasitoid yang memarasit kutukebul A. dispersus.

Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii di wilayah Bogor hanya ditemukan dua spesies yaitu E. noyesii dan Encarsia sp., sedangkan di wilayah luar Bogor ditemukan Amitus sp. di Kecamatan Pacet dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae di Kecamatan Lembang serta E. noyesii dan Encarsia sp. ditemukan di beberapa kecamatan di wilayah luar Bogor (Tabel 5). Dari keempat

spesies tersebut, E. noyesii lebih dominan ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii. E. noyesii ditemukan di beberapa wilayah pengamatan baik di wilayah Bogor maupun wilayah di luar Bogor pada beberapa tanaman inang yang

terserang kutukebul A. dugesii. Amitus sp. dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae hanya ditemukan satu sampel kutukebul A. dugesii yang terparasit kedua spesies tersebut. Selhime et al. (1982) dan Meagher & French (2004) melaporkan bahwa spesies Amitus sp. merupakan parasitoid utama yang memarasit kutukebul Aleurocanthus woglumi (citrus blackfly). Saat dilakukan pengamatan di laboratorium, hanya ditemukan satu ekor spesies Amitus sp. yang menetas dari pupa kutukebul yang terparasit sehingga tingkat parasitisasinya

hanya 1,43%.

E. noyesii mampu memarasit kutukebul A. dugesii sampai 43,32% di Kecamatan Megamendung dan di Kecamatan Cibadak sampai 60%. Di California

tercatat 80% pupa A. dugesii terparasitisaasi oleh E. noyesii dan Idioporus affinis (Garison 2001). Encarsia sp. mampu memarasit kutukebul A. dugesii sampai 21,04% di Kecamatan Bogor Timur.

(40)

H kutukebul d

Bogor hany

kutukebul A H. axyridis,

s, C. mont al. (2006) me di California.

di beberapa w

ya ditemukan

edator terse

kutukebul A.

Pupa yang A. dispersus (c) dan A. du

sitoid yang

alah E. noyes

trouzieri, da elaporkan ba

. Keempat s

wilayah pen

n dua spesie

ebut, Nepha dugesii. an kecuali la

oyesii karena yang terpara

uzieri, dan S

an Scymnus ahwa spesies

pesies preda

ngamatan di

es yaitu Nep

a pada lahan

asit oleh E. Scymnus sp.

s sp. (Tab s H. axyridis ator tersebut

luar Bogor

phaspis sp. mumnya leb

k tanda pan yang terpara mpat keluarny

mnya mema

edua spesies

nan. Pada la

n ini hanya d

noyesii. Pr ditemukan p

(d (b

bel 4 dan

s ditemukan t ditemukan

sedangkan

dan H. axy bih sering

nah menunju asit, pupa A ya parasitoid

arasit kedua

tersebut dit

ahan kehuta

ditemukan s

redator Neph pada lahan p

d) b)

Tabel 6).

memangsa

memangsa

di wilayah

yridis. Dari ditemukan

ukkan pupa . dispersus d

kutukebul

temukan di

anan hanya

atu sampel

haspis sp., pekarangan

(41)

31

yang memangsa kutukebul A. dispersus dan di lahan pertanian yang memangsa kutukebul A. dugesii (Tabel 7). Nephaspis sp. lebih umum ditemukan di lahan pekarangan maupun di lahan pertanian. Spesies tersebut ditemukan memangsa

kutukebul A. dispersus dan A. dugesii. H. axyridis dan C. montrouzieri juga ditemukan memangsa kutukebul A. dugesii di lahan pekarangan dan lahan pertanian.

Tabel 7 Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan berdasarkan jenis lahan pengamatan

Lahan pengamatan

A. dispersus A. dugesii

Parasitoid Predator Parasitoid Predator

Pekarangan Encarsia sp. E. noyesii

Scymnus sp. Nephaspis sp. C.

montrouzieri H. axyridis

Encarsia sp. E. noyesii Scelionidae sp1

Nephaspis sp. H. axyridis C. montrouzieri

Lahan pertanian

Encarsia sp. E. noyesii

Nephaspis sp. E. noyesii Encarsia sp. Amitus sp.

Scymnus sp. Nephaspis sp. C. montrouzieri H. axyridis

Hutan - - E. noyesii -

Keempat predator Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp. ditemukan di berbagai ketinggian baik pada ketinggian 0-500 mdpl, 500-1000 mdpl, dan >1000 mdpl (Tabel 8). Predator yang sering ditemukan saat

(42)

32

Tabel 8 Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan berdasarkan ketinggian lokasi pengamatan

Ketinggian tempat

A. dispersus A. dugesii

Parasitoid Predator Parasitoid Predator

0-500 mdpl E. noyesii Encarsia sp.

Scymnus sp. Nephaspis sp.

E. noyesii Encarsia sp.

Nephaspis sp.

500-1000 mdpl E. noyesii Encarsia sp.

Nephaspis sp. C. montrouzieri

E. noyesii Encarsia sp.

Nephaspis sp. H. axyridis >1000 mdpl E. noyesii

Encarsia sp.

Nephaspis sp. H. axyridis

Encarsia sp. E. noyesii Amitus sp. Scelionidae sp1

Scymnus sp. Nephaspis sp. C. montrouzieri

Keberadaan parasitoid dan predator kutukebul tersebut sangat berperan

dalam hal pengendalian dan setidaknya dapat mengurangi jumlah populasi

kutukebul tersebut. Keragaman parasitoid dan predator yang tinggi bermanfaat

dalam pengendalian hayati karena masing-masing jenis musuh alamiumumnya

memilih inang sasaran dengan stadia yang berbeda sehingga tekanannya terhadap

populasi mangsa atau inang akan semakin tinggi.

Predator dan parasitoid tersebut berpotensial sebagai pengendalian hayati

khususnya mengendalikan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii. Untuk memanfaatkan musuh alami tersebut perlu strategi yang tepat. Pelaksanaan

pengendalian hayati menggunakan predator dan parasitoid perlu

memperhitungkan mangsa alternatif. Kegagalan pengendalian hama dengan

musuh alami banyak disebabkan oleh tidak adanya tumbuhan tumbuhan tempat

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dispersus yang ditemukan hanya dua spesies yaitu Encarsia sp. dan E. noyesii sedangkan parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii adalah Encarsia sp., E. noyesii, Amitus sp., dan Scelionidae sp1. Predator yang memangsa kutukebul A. dispersus dan A. dugesii adalah Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp.

Encarsia sp. merupakan parasitoid yang dominan memarasit kutukebul A. dispersus dengan tingkat parasitisasi 63,64% dan E. noyesii merupakan parasitoid yang dominan memarasit kutukebul A. dugesii dengan tingkat parasitisasi 60%. Amitus sp. merupakan parasitoid utama yang memarasit kutukebul Aleurocanthus woglumi tetapi Amitus sp. juga ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii.Nephaspis sp. merupakan predator yang dominan ditemukan memangsa kutukebul A. dispersus dan A. dugesii di lahan pengamatan.

Jambu biji, singkong, dan kastuba merupakan tanaman yang menjadi

inang utama kutukebul A. dispersus. Kembang sepatu, alpukat, labu siam, dan begonia merupakan tanaman yang menjadi inang utama kutukebul A. dugesii.

Parasitoid dan predator sangat potensial sebagai agens pengendalian hayati

untuk kutukebul A. dispersus dan A. dugesii karena agens hayati tersebut banyak ditemukan di lapang.

Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan cakupan wilayah yang lebih luas

dengan kondisi lingkungan yang berbeda untuk menemukan serta

membandingkan berbagai parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Aishwariya KK, Manjunatha M, Naik MI. 2007. Seasonal incidence of spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell and its natural enemies in relation to weather in Shimoga. Karnataka J. Agric. Sci. 20(1):146–148.

Anonim. 2001. Coccinellidae. http://gaga.biodiv.tw/new23/cp03_2.htm. [15 Juli 2011]

Aylsworth JD. 1996. Whiteflies: Up close and personal. Agriculture Consultant 52 (1): 12-13.

Bellows T, Kabashima J, Robb K. 2006. Giant Whitefly: Integrated pest management for home gardenersand landscape professional. Oakland: University California Agriculture & Natural Resources.

Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiralling Whitefly Aleurodicus dipersus, Exotic Threat to Western Australia. Fact Sheet no. 18/2000.

Dixon AFG. 2000. Insect Predator-Prey Dynamics, Ladybird Beetles and Biological Control. San Diego: ACADEMIC Pr. Hlm 123-132.

Dixon AFG. 2000. Insect Predator-Prey Dynamics, Ladybird Beetles and Biological Control. San Diego: Academic Pr. Hlm 123-132.

Dooley J. 2006. Key to Commonly Intercepted Whitefly Pest. USDA/APHIS/PPQ.

Dreistadt SH,Clark JK, and Flint ML. 2001. Integrated Pest Management for Floriculture and Nurseries.Oakland: Univ. Calif. Agric. Nat. Res. Publ. 3402.

Evans G. Tanpa tahun. Key To Parasitoid Genera Associated With Whiteflies (Aleyrodidae). http://www.sel.barc.usda.gov:8080/1WF/couplet1.htm [5 Maret 2011].

Garrison RW. 2001. New Agricultural Pest for Southern California: Giant Whitefly (Aleurodicusdugesii).Los Angeles County Agricultural Commissioner's Office.

Geetha B. 2000. Biology and management of spiralling whitefly Aleurodicus dispersus (Russell) (Homoptera: Aleurodidae). Ph.D Thesis.Tamil Nadu Agric. Univ. Coimbatore (India).

Gill R.J. 1992. Giant whitefly. Didalam: California Plant Pest and Disease Report. California Department Food & Agriculture 11 (5-6):78-81.

Hayat, M. 1983. The genera of Aphelinidae (Hymenoptera) of the world. Systematic Entomology 8:63-102.

(45)

35

Kajita H, Samudra IM, Naito A. 1991. Discovery of spiralling whitefly, Aleurodicus dispersus Russell (Homoptera: Aleyrodidae) from Indonesia, with notes on its host plants and natural enemies. Applied Entomology And Zoology26: 397-400.

LaSalle J, Polaszek A, Noyes, JS, and Zolnerowich G. 1997. A new whitefly parasitoid (Hymenoptera: Pteromalidae: Eunotinae), with comments on its placement, and implications for classification of Chalcidoidea with particular reference to the Eriaporinae (Hymenoptera: Aphelinidae). Systematic Entomology. 22:131-150.

Mani M, Krishnamoorthy A. 1999. Predatory potential and development of Australian ladybird beetle, Cryptolaemus montrouzieri Muls. on the spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell. Entomon 24: 166-171. Mani M, Krishnamoorthy A. 2002. Classical biological control of spiralling

whitefly, Aleurodicus dispersus Russell – An appraisal. Insect Sci. Applic. 22: 263-273.

Mani M. 2010. Origin, introduction, distribution and management of the invasive spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell in India. Karnataka J. Agric. Sci 23(1): 59-75.

Marshall SA. 2006. Insect: Their Natural History and Diversity. United State: Firefly books (U.S.) Inc.

Martin J. 2008. A Revision Of Aleurodicus Douglas (Sternorrhyncha, Aleyrodidae), With Two New Genera Proposed For Palaeotropical Natives And An Identification Guide To World Genera Of Aleurodicinae. New Zealand: Magnolia Press.

Meagher RL, French JV. 2004. Augmentation of parasitoids for biological control of citrus blackfly in Southern Texas. Florida Entomologist 87(2): 186-193.

Metzler BB, Laprade S. 1998. Enemigos naturales de la mosca blancaAleurodicus dispersus russell (Homoptera: Aleyrodidae): parasitoides y depredadores. Agronomia Mesoamericana 9(2): 41-44.

Murgianto F. 2010. Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie, Aleurodicus dispersus Russell, dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor dan daerah lain di sekitarnya [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Myartseva SN, Coronado JM. 2002. A new parasitoid of whiteflies from Mexico, with a key to new world species of the genus Encarsiella (Hymenoptera: Aphelinidae). Florida Entomologist 85(4):620-624.

(46)

36

Palaniswami, Pillai Nair LS, Mohandas C. 1995. A new cassava pest in India. Cassava Newslett 19: 6-7.

Ramani S. 2000. Fortuitous introduction of an aphelinid parasitoid of the spiralling whitefly, Aleurodicus dispersus Russell (Homoptera: Aleyrodidae), into the Lakshadweep Islands with notes on host plants and other natural enemies. J. Biol. Control14: 55-60.

Russell LM. 1965. A new species of Aleurodicus Douglas and two close relatives. The Florida Entomologist 48: 47-55.

Selhime AG, Hart WG, Harlan DP. 1982. Dipersal of Amitus hesperidum and Encarsia opulent released for the biological control of citrus blackfly in South Florida. Florida Entomologist 65(1): 165-168.

Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th to 26th April 2007.

Yu GY, Zhang GL, Peng ZQ, Liu K, and Fu YG. 2007. The spiraling whitefly, Aleurodicus dispersus, invaded Hainan island of China. Chinese Bulletin of Entomology 44: 428-431.

(47)
(48)

Kecamatan Desa Family Nama latin Nama local Predator Parasitoid ∑pupa diamati

∑parasitoid yang keluar

Tingkat parasitisasi

(%)

Lahan GPS

Darmaga Ciherang Myrtaceae Psidium

guajava Jambu biji -

Encarsia sp.

E. noyesii 320 9 2.81 Pekarangan

E106’44’40,4” S6’34’34,7” (211m)

Darmaga Ciherang Euphorbiaceae Euphorbia

pulcherima Kastuba - Encarsia sp. 415 12 2.89 Pekarangan

E106’44’40,4” S6’34’34,7” (211m)

Darmaga Babakan Myrtaceae Psidium

guajava Jambu biji Scymnus sp. Encarsia sp. 92 2 2.17 Pekarangan

E106’44’6,5” S6’33’16,7” (193 m)

Darmaga Babakan Caricaceae Carica papaya Pepaya - Encarsia sp. 23 7 30.43 Pekarangan

E106’44’6,5” S6’33’16,7” (193 m)

Darmaga Darmaga Apocynaceae Plumeria

acuminate Kamboja - E. noyesii 143 10 6.99 Pekarangan

E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)

Darmaga Darmaga Cannaceae Canna

generalis Kana Nephaspis sp.

E. noyesii

Encarsia sp. 119 61 51.26 Pekarangan

E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)

Darmaga Darmaga Myrtaceae Psidium

guajava Jambu biji Scymnus sp. Encarsia sp. 87 20 22.99 Pekarangan

E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)

Darmaga Dramaga Arecaceae Cocos nucifera Kelapa - Encarsia sp. 17 8 47.06 Pekarangan

E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)

Rancabungur Euphorbiaceae Manihot

esculenta Papaya - Encarsia sp. 42 16 38.10 Pertanian -

Rancabungur Caricaceae Carica papaya Singkong - Encarsia sp. 18 11 61.11 Pertanian -

Tanah Sereal Mekarwangi Musaceae Musa

paradisiaca Pisang - E. noyesii 12 10 83.33 Pertanian

E106'47'18,7" S6'32'17,9" (200m)

Gambar

Gambar 3 G
Gambar 4 G
Gambar 5  IG
Gambar 6  G
+7

Referensi

Dokumen terkait

sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai kebutuhan. Mikroorganisme pada kulit manusia diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu flora residen dan flora transien.

Napsu badan jeung sagala panga- jakna teh ku jelema anu geus jadi kagungan Kristus Yesus mah geus Ka pan urang teh geus maot tina dosa, piraku bisa keneh hirup dina

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

- Guru memberikan contoh ekspresi untuk bertanya jawab dengan siswa yaitu contoh- contoh pertanyaan yang menanyakan like dan dislike.. - Siswa secara berpasangan