SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL
Aleurodicus dispersus
Russell DAN
Aleurodicus dugesii
Cockerell
(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR
DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA
RADHIAN ARDY PRABOWO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
RADHIAN ARDY PRABOWO. Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.
SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL
Aleurodicus dispersus
Russell DAN
Aleurodicus dugesii
Cockerell
(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR
DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
RADHIAN ARDY PRABOWO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul skripsi : Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya
Nama mahasiswa : Radhian Ardy Prabowo
NIM : A34070012
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP. 19601218 198601 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 21 April 1989, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Hasan, SP dan Ibu Winarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 104312 Dolok Masihul pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 8 Tebing Tinggi dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, pendidikan melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi dan penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya dan diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam mendukung keberhasilan pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, dan Adik-adik yang telah memberikan semangat, cinta, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi, kritik dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai; Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc. selaku dosen penguji tamu; seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu yang diajarkan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor; rekan-rekan di Laboratorium Biosistematika Serangga (Ibu Aisyah, Mbak Atiek, Lia Nurulalia, Yani Maharani, Sari Nurulita, Anik Larasati, Van Basten Tambunan, Ahmad K. Latip, Irma Utami, dan Osmond Vito); serta rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Desember 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 3
Biologi dan Taksonomi ... 3
Parasitoid dan predator A. dispersus ... 4
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 6
Biologi dan Taksonomi ... 6
Parasitoid dan predator A. dugesii ... 8
BAHAN DAN METODE ... 14
Tempat dan Waktu ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
Pengumpulan sampel kutukebul ... 14
Pengamatan parasitoid dan predator ... 15
Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid ... 16
Identifikasi kutukebul, parasitoid dan predator ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
Hasil ... 17
Pembahasan ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus ... 11 2. Musuh alami (predator) dari A. dispersus ... 11 3. Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 18
4. Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 18
5. Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 19
6. Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 19
7. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan
berdasarkan jenis lahan pengamatan ... 31
8. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman
papaya (b) ... 4
2. Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6) dengan dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii pada tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan
spiral ... 7
3. Imago betina parasitoid E. noyesii dalam preparat slide (dorsal) (a), Toraks E. noyesii dengan seta di mesoskutum (b), Sayap depan dan belakang E. noyesii (c), Antena E. noyesii berjumlah
delapan ruas (d) ... 20
4. Imago betina Encarsia sp. dalam preparat slide (dorsal) (a),
Toraks Encarsia sp. dengan seta di mesoskutum (b) ... 21 5. Imago betina Amitus sp. dalam preparat slide dengan kepala
terpisah (a), Sayap depan dan belakang Amitus sp. (b),
Antena Amitus sp. (c) ... 22 6. Imago betina parasitoid Scelionidae sp1 (lateral) (a), Kepala dan
antena Scelionidae sp1 (b), sayap Scelionidae sp1 (c) ……….. 23
7. Imago Nephaspis sp. (dorsal) ... 24 8. Larva C. montrouzieri (dorsal) diselimuti lilin berwarna putih (a),
Imago C. montrouzieri (dorsal) (b) . ... 25
9. Larva predator H. axyridis (a), Pupa H. axiridis (b), Imago
H. axyridis (dorsal) (c) ... 26 10. Imago Scymnus sp. (dorsal) terdapat corak vertikal berwarna
merah pada bagian elitra ... 27
11. Pupa yang berwarna gelap ditunjuk tanda panah
menunjukkan pupa A. dispersus (a) dan A. dugesii (b) yang terparasit, pupa A. dispersus (c) dan A. dugesii (d) berlubang
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan
di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya ... 38
2. Parasitoid dan predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa kelompok kutukebul merupakan hama penting pada berbagai
tanaman pertanian, khususnya hortikultura. Salah satu kelompok kutukebul yang
menjadi hama di Indonesia adalah genus Aleurodicus. Di Indonesia ditemukan tiga spesies kutukebul dari genus Aleurodicus, yaitu A. destructor, A. dispersus, dan A. dugesii. Menurut Martin (2008), kutukebul A. destructor tidak lagi termasuk ke dalam genus Aleurodicus melainkan telah berubah menjadi genus Aleuroctarthus.
Kutukebul A. dispersus diketahui telah menyerang berbagai tanaman di banyak negara. Kutukebul A. dispersus dilaporkan di Indonesia pada tahun 1991 menyerang tanaman jambu biji (Yu et al. 2007). Hama ini tergolong dalam serangga polifag. Botha et al. (2000) melaporkan di Indonesia ditemukan 22 spesies dari 14 famili tanaman yang terserang kutukebul A. dispersus. Bahkan Murgianto (2010) melaporkan kutukebul A. dispersus menyerang 111 spesies dari 53 famili tanaman di daerah Bogor dan sekitarnya. Mani (2010) menyatakan
famili tanaman yang umum terserang kutukebul A. dispersus adalah Euphorbiaceae dan Fabaceae.
Kutukebul A. dugesii dilaporkan di California pada tahun 1992 (Gill 1992) dan di Florida tahun 1996 (Nguyen & Hamon 2004). Di Indonesia, kutukebul
A. dugesii pertama kali dilaporkan keberadaannya pada Maret 2007 menyerang tanaman kembang sepatu di daerah Cimanggu, Bogor (Hidayat & Watson 2007).
Kutukebul ini diketahui telah menyerang 40 spesies dari 27 famili tanaman
terutama banyak menyerang spesies tanaman dari famili Solanaceae di wilayah
Jawa Barat (Murgianto 2010). Pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu alternatif pengendalian yang
ramah lingkungan yang dapat menekan perkembangan kutukebul tersebut adalah
pengendalian hayati dengan musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen.
Di Indonesia, publikasi tentang serangga parasitoid dan predator kutukebul
2
memiliki musuh alami yang lebih banyak dibandingkan kutukebul A. dugesii. Hal ini dikarenakan kutukebul A. dispersus telah lebih lama berada di Indonesia dibandingkan kutukebul A. dugesii yang baru dilaporkan di Indonesia pada tahun 2007.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae) Biologi dan Taksonomi
Kutukebul A. dispersus memiliki karakteristik yang sama dengan A. dugesii. Telur berbentuk bulat panjang dengan berwarna kuning dan berukuran
0,2-0,3 mm. Imago betina memiliki fekunditas 51,80-64,06 telur. Biasanya telur
diletakkan di permukaan bawah daun. Setelah telur menetas berubah menjadi
nimfa. Nimfa terdiri dari 3 instar. Nimfa instar pertama memiliki tungkai untuk
bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap disana.
Pada fase ini, nimfa berbentuk bulat telur dan pipih. Pada fase instar kedua dan
ketiga selama masa perkembangannya haya melekat di daun karena nimfa
kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak
walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di sekitar daerah penyerapan
makanan.
Stadia terakhir, kutukebul menghentikan aktivitas makannya dan
membentuk pupa sebelum menjadi imago. Pupa berwarna kuning, berbentuk
lonjong dengan ukuran panjang 1 mm dan lebar 0,75 mm serta diselimuti lilin
berwarna putih. Setelah melalui fase pupa, kutukebul menjadi imago. Imago
keluar dari kantung pupa melalui bagian yang paling lunak yaitu bagian belakang
dari kantung pupa. Total periode nimfa normalnya berkisar 12-14 hari dan fase
pupa sekitar 3-4 hari (Palaniswami et al. 1995)
Kutukebul A. dispersus aktif di pagi hari dan umumnya perkawinan terjadi pada sore hari. Kutukebul ini memiliki inang sangat banyak dan adanya lapisan
liin yang menyelimuti tubuhnya sehingga sangat sulit dikendalikan. Kutukebul
A. dispersus digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subfamili Aleurodicinae, family Aleyrodidae (Rusell 1965).
Kutukebul A. dispersus memiliki ciri morfologi seperti pupa berwarna transparan dan tubuh dikelilingi oleh lilin. Subdorsum memiliki pori majemuk
penghasil lilin. Nimfa dan imago dapat ditemukan di bawah permukaan daun dan
4
pada bagian abdomen yang berukuran sama dengan diameter ± 25 µm (Gambar
1). Pori abdominal terdapat pada segmen III dan IV. Lingkaran dorsal dengan pola
pori berseptat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut
berukuran agak besar dan tebal. Diskus dorsal dengan pori-pori septat yang jelas
terdapat di daerah submedian, sebagian besar dengan pori-pori rimmed yang luas dan padat terdapat di daerah subdorsal.
Gambar 1 Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman pepaya (b).
Parasitoid dan predator A. dispersus
Ditemukan dua parasitoid utama yang memarasit kutukebul A. dispersus yaitu Encarsia haitiensis (Hymenoptera: Aphelinidae) dan E. quadeloupe (Hymenoptera: Aphelinidae) serta dua spesies predator Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae) dan Axinoscymnus puttarudriahi
(Coleoptera: Coccinellidae) (Mani 2010). Parasitoid E. haitiensis dan E. quadeloupae terbukti sangat berguna dalam menekan kutukebul A. dispersus di
Kepulauan Pasifik, Afrika dan negara-negara Asia (Mani dan Krishnamoorthy
2002). Namun Aishwariya et al. (2007) menyatakan predator C. montrouzieri dan Axinoscymnus puttarudriahi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap populasi kutukebul A. dispersus. Kedua predator tersebut juga tidak mampu mencegah peledakan kutukebul di Indonesia pada tanaman jambu biji
(a) (b)
1 2
3
4
5
(Kajita et al. 1991). Metzler & Laprade (1998) juga melaporkan ditemukan empat spesies parasitoid yaitu E. noyesii, E. aluerodici, E. probo dan E. quadeloupe yang memarasit kutukebul A. dispersus. Dilaporkan juga ditemukan predator yang memangsa kutukebul A. dispersus yaitu Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae) dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae) (Metzler & Laprade 1998).
Mani (2010) melaporkan dalam pengamatannya di India bahwa terdapat
dua spesies parasitoid (Tabel 1) dan 45 spesies predator (Tabel 2) sebagai musuh
alami dari A. dispersus.
Encarsia haitiensis Dozier (Hymenoptera: Aphelinidae)berwarna kuning, memiliki ukuran tubuh 0,57 mm dengan lebar 0,26 mm. Antena terdiri dari 8 ruas.
Sayap depan dan sayap belakang setaseus. Nimfa yang terparasitisasi berwarna
hitam dengan lama terparasitisasi sampai parasitoid menetas berkisar 17 hari.
Imago hidup selama 4-6 hari (Geetha 2000). Parasitoid E. haitiensis memarasit A. dispersus pertama kalinya di Bangalore pada Januari 1998. E. haitiensis dilaporkan memarasit A. dispersus mencapai 97% di Bangalore (Ramani 2000).
Encarsia quadeloupae Viggiani (Hymenoptera: Aphelinidae) berwarna hitam. Periode pupa spesies ini hidup selama rata-rata 7,32 hari. Imago dapat
hidup selama 20 hari pada suhu 30 0C.
Cryptolaemus montrouzieri Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Mani & Krishnamoorthy (1999) melaporkan bahwa masing-masing larva C. montrouzieri instar I. II ,III, dan instar IV rata-rata mengkonsumsi jumlah nimfa A. dispersus sebanyak 23,50, 47,85, 74,60, dan 149,80. Satu ekor larva C. montrouzieri dapat mengkonsumsi 138-228 nimfa A. dispersus sepanjang periode perkembangannya selama 16 hari.
Axinoscymnus puttarudriahi Kapur & Munshi (Coleoptera: Coccinellidae). Telur menetas selama empat hari. Perkambangan periode larva selama 7-8 hari
sedangkan periode pupa selama 5-6 hari. Total siklus hidupnya mulai dari telur
sampai imago adalah 16-18 hari. Imago A. puttarudriahi dapat hidup selama 31-47 hari. Imago betina mampu bertelur 51-134 telur dalam masa
6
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) Biologi dan Taksonomi
Kutukebul A. dugesii memiliki tipe metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertingkat). Secara umum, serangga pradewasa dengan tipe
metamorfosis ini disebut nimfa. Metamorfosis serangga ini dimulai dari telur,
berkembang menjadi nimfa, dan selanjutnya berkembang menjadi imago.
Telur dihasilkan oleh imago A. dugesii betina. Imago betina mampu menghasilkan 150-300 telur selama hidupnya. Imago betina yang sudah dibuahi
oleh imago jantan akan menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu
pengait yang disebut pedisel. Kutukebul A. dugesii bereproduksi secara seksual, namun sesekali saja bersifat partenogenesis. Imago betina yang tidak dibuahi akan
menghasilkan keturunan jantan.
Sebelum telur menetas, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan dari
tanaman inangnya (Dreistadt et al. 2001). Nimfa instar pertama memiliki tungkai untuk bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap
disana. Fase selanjutnya, nimfa kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai
sehingga tidak dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di
sekitar daerah penyerapan makanan. Stadia terakhir, kutukebul menghentikan
aktivitas makannya dan membentuk puparium sebelum menjadi imago. Setelah
melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago.
Imago kutukebul A. dugesii memiliki ukuran tubuh 4-5 mm. Kutukebul A. dugesii merupakan spesies kutukebul yang berukuran paling besar. Dibandingkan dengan spesies lain, imago kutukebul Bemisia tabaci hanya memiliki ukuran tubuh 1-2 mm dan A. dispersus berukuran 2-3 mm.
Kutukebul A. dugesii digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, family Aleyrodidae, dan subfamily Aleurodicine. Kutukebul
spesies ini sangat unik. Selain memiliki ukuran tubuh yang panjang, kutukebul
A. dugesii memiliki ciri khas berupa adanya pola mosaik atau totol-totol hitam di sayapnya yang berwarna abu-abu. Kutukebul A. dugesii meletakkan telur secara melingkar (berbentuk spiral) mengikuti alur lilin yang dibentuk. Biasanya telur
7
A. dugesii betina, sedangkan imago jantan tidak menghasikan lilin (Botha et al. 2000). Menurut Aylsworth (1996), lilin dapat mencapai panjang lebih dari 10
inchi dalam kondisi rumah kaca, sedangkan di alam bebas lilin tersebut rusak
diterpa angin ataupun percikan hujan. Lilin diproduksi saat imago betina
meletakkan telur di tanaman inang. Imago betina mampu menghasilkan 150-300
telur selama hidupnya.
Kutukebul A. dugesii memiliki ciri morfologi berupa pupa berwarna transparan dan banyak mengekskresikan lilin. A. dugesii banyak ditemukan di bawah permukaan dalam berkelompok. Bentuk luar agak lonjong dan pada bagian
abdomen terdapat enam pasang pori dengan dua pasang pori yang tereduksi
(Gambar 2). Pori abdominal tersebut memiliki ukuran berdiameter 28 µm dan
terdapat pada segmen III dan VI. Lingkaran dorsal dengan dengan pola pori
berseptat terdapat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut
berukuran tebal dan agak besar. Barisan pori pada wilayah submarginal tidak
terinterupsi oleh vasiform orifice. Dua pasang pori posterior tereduksi dan berbentuk seperti lonceng (bell-shaped).
Gambar 2 Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6) dengan dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii pada tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan spiral (c).
(a)
(b)
(c) 1
8
Kerusakan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dapat dibedakan berupa kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung
disebabkan oleh aktifitas makan fase nimfa dan imago yang menusuk menghisap
cairan daun sehingga mengakibatkan matinya jaringan daun. Penghisapan cairan
tanaman yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi gangguan fisiologis
tanaman (physiological disorder) seperti tidak teraturnya waktu matang tanaman tomat dan daun yang keperakan (silver leaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae. Kerusakan tidak langsung berupa ekskresi embun madu yang dijadikan media
bagi pertumbuhan embun jelaga. Embun jelaga sendiri menghambat proses
fotosintesis karena cahaya matahari terhalang oleh lapisan jelaga di permukaan
daun. Kerugian yang ditimbulkan berkisar 20-100% tergantung dari tanaman dan
musim serta hubungan antara serangga ini dengan faktor lain.
Parasitoid dan predator A. dugesii
Pada tahun 1995, di Texas ditemukan spesies parasitoid
Entedononecremnus krauteri (Hymenoptera: Eulophidae) memarasit kutukebul A. dugesii (Garrison 2001, Zolnerowich 1996) dan ditemukan di California tahun 1997 (Nguyen & Hamon 2004). Selain itu, ditemukan dua spesies parasitoid yang
memarasit A. dugesii yaitu Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae) dan Idioporus affinis (Hymenoptera: Pteromalidae) (Hayat 1983, Lassale et al. 1997, Garrison 2001, Dreistadt 2001, Myartseva 2002). Kedua spesies tersebut berasal dari Guadalajara, Mexico. Eksplorasi sebelumnya tercatat bahwa sampai 80%
9
Encarsiella noyesii Polaszek & Hayat (Hymenoptera: Aphelinidae) termasuk ke dalam subordo Chalcidoidea. Peran spesies aphelinidae sangat
penting di dalam ekosistem sebagai musuh alami dari banyak inang dan telah
sukses digunakan sebagai agens pengendali biologi di Mexico dan di banyak
negara. Karakteristik genus Encarsiella memiliki delapan segmen antena baik serangga jantan maupun betina. Segmen ketiga dari garis lintang di ujung antena
terdapat 2-4 seta. Terdiri dari mesoskutum dengan jumlah seta yang tidak tetap
tetapi selalu lebih dari enam (Myartseva et al. 2002).
Parasitoid E. noyesii memiliki ukuran tubuh imago sangat kecil, tidak menyengat. Parasitoid ini meletakkan telurnya dengan cara memarasitsasi pupa
kutukebul A. dugesii. Sebelum menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan mendapatkan di dalam tubuh inangnya. Saat E. noyesii menetas akan meninggalkan lubang pada bagian pupa yang terparasitisasi.
Idioporus affinis LaSalle & Polaszek (Hymenoptera: Pteromalidae) memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil. Parasitoid ini berukuran 0,85-1,15 mm
(Lassale 1997). Cara memarasit I. affinis sama seperti E. noyesii. Parasitoid ini meletakkan telurnya dengan cara memarasit pupa kutukebul A. dugesii. Sebelum menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan mendapatkan di dalam tubuh
inangnya. Saat E. noyesii menetas akan meninggalkan lubang pada bagian pupa yang terparasit.
Parasitoid I. affinis betina memiliki ciri kepala yang berwarna coklat gelap. Antena terdiri dari lima segmen dengan skapus dan pedisel yang panjang
dan tanpa anneli. Sedangkan ciri I. affinis jantan hampir mirip dengan I. affinis betina. Antena tidak berkembang seperti imago betinanya. Antena imago jantan
memiliki skapus yang yang seluruhnya berwarna coklat kecuali pada bagian
ukungnya berwarna pucat. Pedisel berwarna coklat, flagelum berwarna kuning
sampai coklat terang. Koksa bagian depan berwarna coklat sedangkan koksa
bagian tengah dan belakang berwarna kuning. Femur depan berwarna, tibia
berwarna kuning, dan semua tarsi berwarna kuning sampai coklat terang.
10
merupakan parasit utama yang memarasit kutukebul, terutama spesies A.dugesii dan spesies tersebut belum pernah dilaporkan menyerang inang kutukebul lainnya
(Zolnerowich & Rose 1996).
Imago betina E. krauteri berukuran 0,98-1,17 mm. Kepala dan tubuhnya berwarna hitam. Pada antenna, skapus dan pedisel testaseus dengan ruas dan club
funikular berwarna kecoklatan. Koksa berwarna hitam dan trokanter coklat gelap.
Femur dan tibia berwarna hitam. Tarsi terdiri dari 4 ruas. Ruas 1-3 berwarna putih
sedangkan tarsi ruas ke-4 berwarna hitam. Sayap transparan sedangkan venasinya
berwarna kecoklatan.
Imago jantan berukuran lebih kecil dari betinanya yaitu 0,99-1,14 mm.
ukuran skapus 3,3-4,0 kali lebih panjang dengan sebuah celah ventral yang berisi
pori yang terbuka. Ruas funikular kedua sedikit lebih panjang sekitar 3 kali lebih
panjang dari ruas funikular pertama.
Delphastus catalinae (Horn) (Coleoptera: Coccinellidae) sering sekali digunakan di rumah kaca umumnya untuk mengendalikan kutukebul Bemisia tabaci. Predator ini sering ditemukan berasosiasi dengan populasi tinggi dari beragam spesies kutukebul lainnya.
Ukuran imago sangat kecil yaitu 1,4 mm. Spesies ini berwarna coklat
gelap sampai kehitaman. Pada imago betina, kepala berwarna kuning kemerahan,
berwarna lebih terang dari kepala imago jantan. Telur berbentuk oval berwarna
kekuningan. Imago betina mampu bertelur 2-6 telur per hari dan dapat bertelur
lebih dari 300 telur dalam hidupnya selama 65 hari.betina harus makan 100-150
telur kutukebul per hari untuk dapat melanjutkan bertelur.
Chrysoperla sp. (Neuroptera: Chrysopidae) memiliki nama umum Green Lacewing. Spesies ini termasuk ke dalam ordo Neuroptera, family Chrysopidae.
Imago berwarna hijau terang. Sayap berwarna transparan dengan banyak selaput.
Imago betina mampu menghasilkan telur 100-200 telur. Biasanya imago betina
meletakkan telur pada malam hari serta telur diletakkan di bagian permukaan
11
Tabel 1 Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus (Mani 2010)
Musuh alami Famili (Ordo) Referensi
Encarsia haitiensis Dozier
(=Encarsia meritoria Gahan)
Aphelinidae (Hymenoptera) Srinivasa et al. (1999); Beevi et al. (1999); Mani et al. (2001); Geetha & Swamiappan (2001c)
Encarsia guadeloupae Viggiani
Aphelinidae (Hymenoptera) Mani et al.(2001); Beevi et al.(2001)
Tabel 2 Musuh alami (predator) dari A. dispersus (Mani 2010)
Musuh alami Famili (Ordo) Referensi
Leptus sp. Erythraeidae (Acarina) Geetha&Swamiappan(2001c)
Axinoscymnus
puttarudiahi Kapur and Munshi
Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a,c)
Asia Mariam (1999); Muralikrishna(1999)
Curinus coeruleus Muls.
Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al. ( 2001) Horniolus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Cheilomenes
sexmaculata(Fab.)
Coccinellidae (Coleoptera) Palaniswami et al. (1995);
Mani & Krishnamoorthy (1999a);
Asia Mariam (1999); Muralikrishna(1999);
Geetha (2000) Cryptolaemus
montrouzieri Muls
Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a);
Muralikrishna(1999); Geetha (2000); Chilocorus nigrita
(Fab.)
Coccinellidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (1999b);
Geetha (2000); Anegleis cardoni
(Wiese)
Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al. (2001); Asia Mariam(1999); Geetha (2000); Anegleis perrotteti
(Muls.)
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)
Jauravia dorsalis (Wise.).
12
Musuh alami Famili (Ordo) Referensi
Jauravia pallidula Motseh.
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)
Rodoloia breviuscula Weise
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000)
Rodolia fumida Mulsant Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000) Serangium
parcesetosum Sic
Coccinellidae (Coleoptera) Mani et al.(2000a); PDBC (1999)
Nephus regularis Sic, Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2001) Scymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (1999) Rodolia amabilis Kapur Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Psedoscymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2000) Keiscymnus sp. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2000) Scymnus coccivora
Ayyar
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)
Scymnus latemaculatus Motsch.
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002); Geetha (2000) Scymnus posticalis Sic Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002) Scymnus saciformis
Motsch.
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)
Scymnus nubilus Muls. Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (1999) Pseudaspidimerus
flaviceps(Walk.)
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2002)
Pseudaspidimerus trinotatus(Walk.)
Coccinellidae (Coleoptera) Anonim (2001)
Cybocephalus sp. Nitidulidae (Coleoptera) Mani & Krishnamoorthy (2001);
Muralikrishna (1999); Geetha (2000)
Mallada astur (Banks) Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1977c);
Asia Mariam (1999); Geetha (2000);
Apertochrysa sp. Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a); Geetha et al . (1999) Nobilinus sp. Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy
(1999a); Mallada boninensis
(Okomato)
Chrysopidae (Neuroptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a);
Chrsoperla carnea (Steph)
Chrysopidae (Neuroptera) Geetha et al. (2000) Symherobius barberi
(Banks)
Hemerobiidae (Neuroptera) Paulson & Kumashiro (1985)
Hemerobius sp. Hemerobiidae (Neuroptera) Mani et al. (2001) Notiobiella viridinervis
Banks
13
Musuh alami Famili (Ordo) Referensi
Triommato coccdivora (Felt)
Cecidomiidae (Diptera) Mani & Krishamoorthy (1999a)
Acletoxenus indicus Malloch
Drosophilidae (Diptera) Mani & Krishnamoorthy (1999a)
Spalgis epeus (West wood)
Lycaenidae (Lepidoptera) Mani et al.(2001) Oecophylla smaragdina
(F)
Formicidae (Hymenoptera) Gopi et al. (2001) Solenopsis geminata (F) Formicidae (Hymenoptera) Gopi et al. (2001)
Oxopes sp. Oxypidae (Acari) Geetha (2000)
House sparrow, Passer domesticus (L)
Aves Gopi et al. (2001)
Spider hunter Archnothera
longirostris (Latham)
Aves Gopi et al. (2001)
Pied bushchat Saxicola caprata (L)
Aves Gopi et al. (2001)
Tailor bird Orthotomus sutorius
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di berbagai lahan pertanian, pekarangan dan
kehutanan di Kabupaten dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga,
Rancabungur, Tanah Sereal, Bogor Timur, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua.
Wilayah lain yang juga di survei yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi
(Kabupaten Cianjur), Lembang (Kabupaten Bandung), serta Cibadak dan Cisaat
(Kabupaten Sukabumi). Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilakukan dari Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat slide adalah sampel
kutukebul dari tanaman inang, alkohol 50-100%, larutan KOH 10%, fuchsin acid dan glacial acetic acid, carbol cylene, minyak cengkeh dan canada balsam.
Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya dan stereo, GPS (Global Positioning System) Mio Digi Walker, Camera digital, kantung plastik transparan, kaca pembesar, alat tulis, tabung reaksi, cawan siracus, kaca penutup preparat dan
kaca objek, serta gunting.
Metode Penelitian
Pengumpulan sampel kutukebul
Tanaman yang yang diamati adalah semua tanaman yang terserang
kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di berbagai lahan pengamatan. Pengambilan sampel kutukebul pada bagian tanaman inang yang
terserang, baik berupa imago, pupa, dan kantung pupa untuk diidentifikasi di
laboratorium. Sampel yang ditemukan di lapang dimasukkan ke dalam kantung
plastik dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman IPB. Dengan bantuan mikroskop, pupa yang
menempel pada tanaman inang dilepaskan perlahan menggunakan jarum mikro.
15
dalam bentuk preparat slide. Namun tidak semua pupa yang didapat diawetkan
dalam bentuk preparat slide. Sebagian pupa yang didapat juga akan dipelihara
untuk mengetahui jenis parasitoid dan tingkat parasitisasinya. Pencatatan
informasi garis lintang dan ketinggian tempat pengambilan sampel menggunakan
GPS sebelum kegiatan pengoleksian kutukebul dilakukan.
Pengamatan parasitoid dan predator
Pengamatan parasitoid dilakukan di laboratorium. Sampel daun tanaman
inang yang terserang kutukebul yang diperoleh di lapang dimasukkan ke dalam
kantung plastik dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, dengan
bantuan mikroskop pupa yang menempel pada tanaman inang dihitung jumlahnya.
Hal ini dilakukan untuk menghitung tingkat parasitisasinya dan mendapatkan
parasitoid dimana sebelumnya telah memarasit inangnya. Pupa kutukebul yang
berwarna hitam merupakan salah satu ciri pupa yang telah terparasit parasitoid.
Daun yang berisi pupa yang telah dihitung jumlah pupanya dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang ditutup dengan kain kasa. Dalam waktu beberapa hari,
parasitoid yang keluar dari pupa kutukebul dihitung jumlahnya dan langsung
dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% hingga siap
diawetkan dalam bentuk preparat slide untuk diidentifikasi.
Tingkat parasitisasi dihitung dengan:
Jumlah parasitoid yang menetas
Jumlah pupa yang diamati %
Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada saat pengamatan langsung
di lapang. Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada bagian tanaman yang
terserang kutukebul. Pengamatan dibantu menggunakan kaca pembesar. Predator
kutukebul yang ditemukan dalam bentuk imago dimasukkan ke dalam botol
koleksi yang berisi alkohol 70% sedangkan penemuan predator kutukebul dalam
bentuk larva atau pupa akan dibawa ke laboratorium untuk dipelihara sampai
16
Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid
Pembuatan preparat kutukebul dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode dengan pemanasan dan tanpa pemanasan (Watson 2007).
Pembuatan preparat slide parasitoid dilakukan dengan perendaman alkohol
secara bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 95%, dan 100%. Perendaman
dilakukan masing-masing selama 10 menit. Agar alkohol tidak menguap, cawan
siracus ditutup menggunakan penutupnya. Alkohol hasil perendaman terakhir
dibuang dan diganti dengan perendaman minyak cengkeh selama 10 menit.
Spesimen diambil dan diletakkan di atas kaca objek selanjutnya ditata lurus.
Setelah spesimen tertata lurus, diteteskan canada balsam secara merata dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat dikeringkan ke dalam elemen
pengering.
Identifikasi kutukebul, parasitoid, dan predator
Pengamatan morfologi dan identifikasi kutukebul dilakukan di bawah
mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali. Buku identifikasi yang
digunakan untuk mengidentifikasi spesies kutukebul yaitu Key to Commonly Intercepted Whitefly Pest (Dooley 2006) dan Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) (Watson 2007).
Pengamatan morfologi dan identifikasi parasitoid dan predator dilakukan
di bawah mikroskop cahaya dan stereo. Kunci identifikasi yang digunakan untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dilakukan di Kabupaten Bogor dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga (162-351 mdpl),
Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciawi (636 mdpl), Kecamatan
Megamendung (698-975 mdpl), Kecamatan Cisarua (977-1021 mdpl), Kecamatan
Tanah Sereal (200 mdpl), dan Kecamatan Bogor Timur (277 mdpl). Pengamatan
juga dilakukan di beberapa kecamatan di luar Kabupaten dan Kotamadya Bogor
yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi (Kabupaten Cianjur) (283-1201 mdpl),
Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung) (1231-1322 mdpl), serta Kecamatan
Cisaat dan Cibadak (Kabupaten Sukabumi) (586-594 mdpl). Pengamatan di
Kecamatan Cibadak dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung walat, IPB.
Kutukebul A. dispersus ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Cibadak. Begitu juga
kutukebul A. dugesii hampir ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Haurwangi.
Penyebaran kutukebul A. dispersus dan A. dugesii sudah sangat meluas karena kedua kutukebul ini ditemukan di wilayah mana saja, baik wilayah dataran
rendah, sedang maupun dataran tinggi. Banyaknya jumlah tanaman inang
memungkinkan populasi kutukebul ada sepanjang tahun baik menyerang inang
utama maupun inang alternatif. Jambu biji, singkong, dan kastuba merupakan
tanaman yang menjadi inang utama kutukebul A. dispersus (Tabel Lampiran 1). Kembang sepatu, alpukat, labu siam, dan begonia merupakan tanaman yang
menjadi inang utama kutukebul A. dugesii (Tabel Lampiran 2).
18
Parasitoid yang ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii adalah Encarsia sp., E. noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), Amitus sp. (Hymenoptera: Platygastridae), dan Scelionidae sp1 (Hymenoptera: Scelionidae), sedangkan
predator yang ditemukan memangsa kutukebul A. dugesii adalah Nephaspis sp., C. montrouzieri, H. axyridis, dan Scymnus sp.
Informasi parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya dapat dilihat pada
Tabel 3 - Tabel 6.
Tabel 3 Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya
Parasitoid Lokasi penemuan
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
Tingkat parasitisasi rata-rata (%)
E. noyesii Dramaga (Bogor) 6,99
Tanah sereal (Bogor) 36,35
Ciawi (Bogor) 21,30
Megamendung (Bogor) 52,38
Cisarua (Bogor) 23,68
Encarsia sp. Dramaga (Bogor) 21,11
Rancabungur (Bogor) 49,61
Tanah Sereal (Bogor) 26,67
Ciawi (Bogor) 21,30
Megamendung (Bogor) 4,84
Cisarua (Bogor) 12,83
Haurwangi (Cianjur) 63,64
Lembang (Bandung) 6,98
Tabel 4 Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya
Predator Lokasi penemuan
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
Populasi/bagian tanaman yang
diamati
Nephaspis sp. Dramaga (Bogor) > 5
Megamendung (Bogor) > 5
Cisarua (Bogor) > 5
H. axyridis Cisarua (Bogor) 3 - 5
Lembang (Bandung) > 5
C. montrouzieri Cisarua (Bogor) 1 - 2
19
Tabel 5 Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya
Parasitoid Lokasi penemuan
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
Tingkat parasitisasi rata-rata (%)
E. noyesii Dramaga (Bogor) 28,34
Tanah sereal (Bogor) 4,11
Megamendung (Bogor) 43,32
Cisarua (Bogor) 12,57
Pacet (Cianjur) 14,92
Lembang (Bandung) 3,65
Cibadak (Sukabumi) 60,00
Cisaat (Sukabumi) 14,68
Encarsia sp. Bogor Timur (Bogor) 21,04
Dramaga (Bogor) 6,35
Cisarua (Bogor) 12,57
Lembang (Bandung) 59,26
Amitus sp. Pacet (Cianjur) 1,48
Scelionidae sp1 Lembang (Bandung) 36,00
Tabel 6 Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya
Predator Lokasi penemuan
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
Populasi/bagian tanaman yang
diamati
Nephaspis sp. Dramaga (Bogor) 1 - 2
Megamendung (Bogor) > 5
Cisarua (Bogor) > 5
Pacet (Cianjur) > 5
Lembang (Bandung) 1 - 2
H. axyridis Megamendung (Bogor) 1 - 2
Lembang (Bandung) > 5
C. montrouzieri Pacet (Cianjur) 1 - 2
Lembang (Bandung) 3 - 5
b
Jumlah seta
noyesii Pola uh E. noyesi an marginal prepectus. R lum betina t
elum jantan
gah memili
lebih dari 20
: Mc= me
aszek & Ha
ii berwarna vein (mv) d Ruas apikal t
terdiri dari
n 5 ruas. Sel oyesii denga noyesii (c),
hitam dam m
an stigma ve tidak meman
6 ruas [Gam
luruh tarsi b
Mesoskutum
Sc= skutelu v= marginal
flagelum, S
d E. noyesii an seta di m
Antena E. n
2 mm
d yang ditem
noptera: Ap
memiliki uk
ein (sv). Pro njang dan sk
mbar 3d (F1 oyesii berjum
Sc
diri dari ba
axila, St= s stigma vein,
depan, dan S
parat slide (d (b), Sayap
ah sebagai
mm. Sayap
sahkan dari
) berbentuk
un
kadang-ruas, tarsus
anyak seta.
E
Encarsia sp Tubu
depan denga
tegula oleh
oval. Flage
berjumlah 5
memiliki 4 r
Kara
E. noyesii Chalcidoide
adalah juml
Encarsia sp.
Keterangan
Gambar 4
p. (Hymenop
uh Encarsia an marginal
prepectus. elum betina
ruas. Selur
ruas.
aktiristik dar
karena kedu
a, family A
ah seta pad
. kurang dari
: Mc= meso
Imago betin Encarsia sp
(a)
ptera: Aphe
sp. berwarn
vein (mv) d Ruas apika
terdiri dari 6
ruh tarsi bias
ri Encarsia ua spesies
Aphelinidae.
da bagian me
i 20.
skutum, Sc=
na Encarsia . dengan set
0,
elinidae)
na kuning dan
an stigma ve al tidak me
6 ruas namu
sanya terdiri
sp. sangat
ini sama-sa
Namun yan
esoskutum.
= skutelum, A
sp. dalam p ta di mesosku
2 mm
n memiliki u
ein (sv). Pro manjang da
un kadang-k
i dari 5 ruas
t mirip den
ama tergolo
ukuran 0,6 m
onotum dipis
an skutelum
kadang flage
, tarsus tung
ngan karakte
ng dalam s
akan kedua
a di mesosk
dan St= seta.
de (dorsal) ( Ax
Sc
(b)
mm. Sayap
sahkan dari
berbentuk
elum jantan
gkai tengah
eristik dari
superfamili
spesies ini
kutum pada
(a), Toraks St
A
pronotum m
coklat gelap
ap depan te
mencapai teg
p. Antena ter
na berjumlah
n tungkai, tar
marginal vei
erdiri dari
gula, tubuh
rdiri dari sk
h 8 ruas yan
rsi 5-5-5.
in (smv) tip a seta. Flag
gian flagelum
en, T= torak = sayap dep agelum.
na Amitus sp epan dan bel
0,2
ng terdiri da
pis dan apik
gelum antena
m ruas kedua
ks, K= kepal pan, SB= s
p. dalam prep akang Amit
2 mm
K
ein (mv) d i umumnya
el, dan flage
ari 5 ruas fu
kal meruncin
a jantan terd
a memiliki s
la, mv= mar sayap belak
parat slide d tus sp. (b), A
P F1 F2
SD
dan stigma berwarna h
elum, diman
unikel dan 3
ng. Pada bag
diri dari 7 ru
sebuah tiloid
rginal vein, ang, P= pe
dengan kepa Antena Amitu
(b) hitam atau
na flagelum
ruas club.
gian tubuh
uas funikel
d.
sv= stigma edisel, dan
ala terpisah us sp. (c).
7 8
S
dari submar anterior dar
ngga ini be
) dan memil
an memiliki
rginal vein ri sayap me
in, sayap jug ang terdiri d
K= kepala,
elum dapat
iki ukuran 0
3 ruas flage
(smv), kada
elanjut ke m ga rediri dar
ari submarg
, An= anten
elum yang t
ang-kadang
marginal ve ri stigma vein ginal vein yan
na, sv= stigm an smv= subm
id Scelionid (b), sayap S
si. Tubuh im
ena terdiri d
termodifikas dae sp1 (lat Scelionidae s
mago berwa
dari 9-10 ruas
si. Sayap de
l vein menc
arna hitam
s flagelum.
epan terdiri
capai batas
l vein dan l vein. Pada
rginal vein,
Kepala dan
mv smv
24
Informasi karakter morfologi predator yang ditemukan adalah sebagai
berikut:
Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae)
Tubuh imago memiliki ukuran panjang 1,2 mm dan lebarnya 0,87 mm.
Tubuh berwarna kecoklatan (Gambar 7). Kebiasaan spesies ini sangat unik.
Kepala akan terlihat ketika mencari dan menyerang mangsa, namun kepala tidak
akan terlihat ketika spesies ini sedang beristirahat. Antena berukuran kecil
berwarna kuning. Semua ruas terdapat seta kecil dan rambut-rambut sensor yang
besar.
Gambar 7 Imago Nephaspis sp. (dorsal). (a)
C
dan bagian
berukaran 4
larva C. mon
ntrouzieri m ar 8a, tubuh
ka mirip den
predator ut
an dapat terb
mago betina
zieri Mulsan o berwarna c
erwarna jing
un ukuran im
mampu menc
h larva dilap
ngan koloni
tama yang ontrouzieri (
nt (Coleopte
coklat gelap
gga (Gamba
mago dengan
capai 13 mm
pisi oleh lil
mealybugs digunakan u
m area yang
ertelur 5-10
00 telur sela
larva mealyb
n larvanya sa
m (tiga kali u
in berwarna
(Pseudococc
untuk meng
luas untuk
telur per h
ama 50 hari.
go spesies in
angat berbed
ukuran imago
a putih yang
cidae). C. mo gendalikan m mencari m
hari. Selama
Imago dan l
gkan larva i
ago dari
n berwarna (b)
gian kepala
ni rata-rata
da. Ukuran
o). Terlihat
g membuat
ontrouzieri mealybugs. mangsa atau
hidupnya,
larva muda
instar akhir
mealybugs
putih (a),
26
Harmonia axyridis Pallas (Coleoptera: Coccinelidae)
Spesies H. axyridis Pallas memiliki sinonim Coccinella axyridis Pallas, C. bisex-notata Herbst, C. 19-sinata Faldermann, C. conspcua Faldermann, C. aulica Faldermann, H. spectabilis Faldermann, C. succinea Hop, Anatis circe Mulsant, dan Ptychanatis yedoensis Takizawa. Spesies ini memiliki ukuran tubuh 5-8 mm. Spesies ini merupakan predator folifag. Spesies ini disebut juga
Multicoloured Asian Ladybug karena pada bagian elitra terdapat banyak totol. Namun tidak semua spesies H. axyridis memiliki totol-totol tersebut. Terlihat pada Gambar 9c, elytra H. axyridis berwarna kuning dan tidak memiliki totol. Namun pupanya memiliki totol pada bagian ventral abdomen (Gambar 9b).
Predator ini berwarna kuning sampai dengan berwarna gelap.
Gambar 9 Larva predator H. axyridis (a), Pupa H. axiridis (b), Imago H. axyridis (dorsal) (c).
(a) (b)
(c)
3 mm
27
Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae)
Scymnus sp. memiliki panjang panjang tubuh 2 mm. Spesies ini umumnya berwarna hitam dan pada bagian elitra terdapat corak vertikal yang berwarna
merah (Gambar 10). Salah satu membedakan antara spesies Scymnus lainnya dapat terlihat dari corak yang ada di elitranya.
Gambar 10 Imago Scymnus sp. (dorsal) terdapat corak vertikal berwarna merah pada bagian elitra.
28
Pembahasan
Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya hanya dua spesies yaitu E. noyesii dan Encarsia sp. (Tabel 3). Hampir semua kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor terparasit oleh E. noyesii dan Encarsia sp. Dari kedua spesies parasitoid tersebut, Encarsia sp. lebih dominan ditemukan memarasit kutukebul A. dispersus pada sampel yang ditemukan baik di wilayah Bogor maupun di luar wilayah Bogor.
Kedua parasitoid tersebut memiliki tingkat parasitisasi yang berbeda.
Menurut Mani dan Krishnamoorthy (2002), parasitoid E. haitiensis dan E. quadeloupe terbukti sangat berguna dalam menekan kutukebul A. dispersus di kepulauan Pasifik, Afrika, dan negara-negara Asia. E. noyesii mampu memarasit kutukebul A. dispersus sampai 36,35% di Kecamatan Tanah Sereal sedangkan Encarsia sp. mampu memarasit kutukebul A. dispersus sampai 49,61% di Kecamatan Rancabungur dan 63,64% di Kecamatan Haurwangi. Kedua parasitoid
tersebut, E. noyesii dan Encarsia sp. merupakan parasitoid utama kutukebul A. dispersus karena kedua spesies tersebut memiliki tingkat parasitisasi yang sangat tinggi.
Predator yang memangsa kutukebul A. dispersus di wilayah pengamatan ditemukan empat spesies, yaitu Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp. Kajita et al. (1991) melaporkan bahwa C. montrouzieri tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap populasi kutukebul A. dispersus dan predator tersebut tidak mampu mencegah peledakan kutukebul A. dispersus di Indonesia pada tanaman jambu biji. Keempat spesies tersebut ditemukan
memangsa kutukebul A. dispersus saat dilakukan pengamatan langsung di lapang. Umumnya keempat predator tersebut ditemukan di wilayah Bogor. Di luar
29
bagian barat bahkan sampai Hawaii dimana spesies ini digunakan untuk
mengendalikan kutukebul A. dispersus (spiralling whitefly).
Keragaman parasitoid A. dugesii di wilayah Bogor dan di wilayah luar Bogor cukup tinggi. Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya terdapat empat spesies yaitu E. noyesii, Encarsia sp., Amitus sp., dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae (Tabel 5). Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii lebih banyak dibandingkan parasitoid yang memarasit kutukebul A. dispersus.
Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii di wilayah Bogor hanya ditemukan dua spesies yaitu E. noyesii dan Encarsia sp., sedangkan di wilayah luar Bogor ditemukan Amitus sp. di Kecamatan Pacet dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae di Kecamatan Lembang serta E. noyesii dan Encarsia sp. ditemukan di beberapa kecamatan di wilayah luar Bogor (Tabel 5). Dari keempat
spesies tersebut, E. noyesii lebih dominan ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii. E. noyesii ditemukan di beberapa wilayah pengamatan baik di wilayah Bogor maupun wilayah di luar Bogor pada beberapa tanaman inang yang
terserang kutukebul A. dugesii. Amitus sp. dan Scelionidae sp1 dari famili Scelionidae hanya ditemukan satu sampel kutukebul A. dugesii yang terparasit kedua spesies tersebut. Selhime et al. (1982) dan Meagher & French (2004) melaporkan bahwa spesies Amitus sp. merupakan parasitoid utama yang memarasit kutukebul Aleurocanthus woglumi (citrus blackfly). Saat dilakukan pengamatan di laboratorium, hanya ditemukan satu ekor spesies Amitus sp. yang menetas dari pupa kutukebul yang terparasit sehingga tingkat parasitisasinya
hanya 1,43%.
E. noyesii mampu memarasit kutukebul A. dugesii sampai 43,32% di Kecamatan Megamendung dan di Kecamatan Cibadak sampai 60%. Di California
tercatat 80% pupa A. dugesii terparasitisaasi oleh E. noyesii dan Idioporus affinis (Garison 2001). Encarsia sp. mampu memarasit kutukebul A. dugesii sampai 21,04% di Kecamatan Bogor Timur.
H kutukebul d
Bogor hany
kutukebul A H. axyridis,
s, C. mont al. (2006) me di California.
di beberapa w
ya ditemukan
edator terse
kutukebul A.
Pupa yang A. dispersus (c) dan A. du
sitoid yang
alah E. noyes
trouzieri, da elaporkan ba
. Keempat s
wilayah pen
n dua spesie
ebut, Nepha dugesii. an kecuali la
oyesii karena yang terpara
uzieri, dan S
an Scymnus ahwa spesies
pesies preda
ngamatan di
es yaitu Nep
a pada lahan
asit oleh E. Scymnus sp.
s sp. (Tab s H. axyridis ator tersebut
luar Bogor
phaspis sp. mumnya leb
k tanda pan yang terpara mpat keluarny
mnya mema
edua spesies
nan. Pada la
n ini hanya d
noyesii. Pr ditemukan p
(d (b
bel 4 dan
s ditemukan t ditemukan
sedangkan
dan H. axy bih sering
nah menunju asit, pupa A ya parasitoid
arasit kedua
tersebut dit
ahan kehuta
ditemukan s
redator Neph pada lahan p
d) b)
Tabel 6).
memangsa
memangsa
di wilayah
yridis. Dari ditemukan
ukkan pupa . dispersus d
kutukebul
temukan di
anan hanya
atu sampel
haspis sp., pekarangan
31
yang memangsa kutukebul A. dispersus dan di lahan pertanian yang memangsa kutukebul A. dugesii (Tabel 7). Nephaspis sp. lebih umum ditemukan di lahan pekarangan maupun di lahan pertanian. Spesies tersebut ditemukan memangsa
kutukebul A. dispersus dan A. dugesii. H. axyridis dan C. montrouzieri juga ditemukan memangsa kutukebul A. dugesii di lahan pekarangan dan lahan pertanian.
Tabel 7 Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan berdasarkan jenis lahan pengamatan
Lahan pengamatan
A. dispersus A. dugesii
Parasitoid Predator Parasitoid Predator
Pekarangan Encarsia sp. E. noyesii
Scymnus sp. Nephaspis sp. C.
montrouzieri H. axyridis
Encarsia sp. E. noyesii Scelionidae sp1
Nephaspis sp. H. axyridis C. montrouzieri
Lahan pertanian
Encarsia sp. E. noyesii
Nephaspis sp. E. noyesii Encarsia sp. Amitus sp.
Scymnus sp. Nephaspis sp. C. montrouzieri H. axyridis
Hutan - - E. noyesii -
Keempat predator Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp. ditemukan di berbagai ketinggian baik pada ketinggian 0-500 mdpl, 500-1000 mdpl, dan >1000 mdpl (Tabel 8). Predator yang sering ditemukan saat
32
Tabel 8 Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan berdasarkan ketinggian lokasi pengamatan
Ketinggian tempat
A. dispersus A. dugesii
Parasitoid Predator Parasitoid Predator
0-500 mdpl E. noyesii Encarsia sp.
Scymnus sp. Nephaspis sp.
E. noyesii Encarsia sp.
Nephaspis sp.
500-1000 mdpl E. noyesii Encarsia sp.
Nephaspis sp. C. montrouzieri
E. noyesii Encarsia sp.
Nephaspis sp. H. axyridis >1000 mdpl E. noyesii
Encarsia sp.
Nephaspis sp. H. axyridis
Encarsia sp. E. noyesii Amitus sp. Scelionidae sp1
Scymnus sp. Nephaspis sp. C. montrouzieri
Keberadaan parasitoid dan predator kutukebul tersebut sangat berperan
dalam hal pengendalian dan setidaknya dapat mengurangi jumlah populasi
kutukebul tersebut. Keragaman parasitoid dan predator yang tinggi bermanfaat
dalam pengendalian hayati karena masing-masing jenis musuh alamiumumnya
memilih inang sasaran dengan stadia yang berbeda sehingga tekanannya terhadap
populasi mangsa atau inang akan semakin tinggi.
Predator dan parasitoid tersebut berpotensial sebagai pengendalian hayati
khususnya mengendalikan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii. Untuk memanfaatkan musuh alami tersebut perlu strategi yang tepat. Pelaksanaan
pengendalian hayati menggunakan predator dan parasitoid perlu
memperhitungkan mangsa alternatif. Kegagalan pengendalian hama dengan
musuh alami banyak disebabkan oleh tidak adanya tumbuhan tumbuhan tempat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Parasitoid yang memarasit kutukebul A. dispersus yang ditemukan hanya dua spesies yaitu Encarsia sp. dan E. noyesii sedangkan parasitoid yang memarasit kutukebul A. dugesii adalah Encarsia sp., E. noyesii, Amitus sp., dan Scelionidae sp1. Predator yang memangsa kutukebul A. dispersus dan A. dugesii adalah Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp.
Encarsia sp. merupakan parasitoid yang dominan memarasit kutukebul A. dispersus dengan tingkat parasitisasi 63,64% dan E. noyesii merupakan parasitoid yang dominan memarasit kutukebul A. dugesii dengan tingkat parasitisasi 60%. Amitus sp. merupakan parasitoid utama yang memarasit kutukebul Aleurocanthus woglumi tetapi Amitus sp. juga ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii.Nephaspis sp. merupakan predator yang dominan ditemukan memangsa kutukebul A. dispersus dan A. dugesii di lahan pengamatan.
Jambu biji, singkong, dan kastuba merupakan tanaman yang menjadi
inang utama kutukebul A. dispersus. Kembang sepatu, alpukat, labu siam, dan begonia merupakan tanaman yang menjadi inang utama kutukebul A. dugesii.
Parasitoid dan predator sangat potensial sebagai agens pengendalian hayati
untuk kutukebul A. dispersus dan A. dugesii karena agens hayati tersebut banyak ditemukan di lapang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan cakupan wilayah yang lebih luas
dengan kondisi lingkungan yang berbeda untuk menemukan serta
membandingkan berbagai parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.
DAFTAR PUSTAKA
Aishwariya KK, Manjunatha M, Naik MI. 2007. Seasonal incidence of spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell and its natural enemies in relation to weather in Shimoga. Karnataka J. Agric. Sci. 20(1):146–148.
Anonim. 2001. Coccinellidae. http://gaga.biodiv.tw/new23/cp03_2.htm. [15 Juli 2011]
Aylsworth JD. 1996. Whiteflies: Up close and personal. Agriculture Consultant 52 (1): 12-13.
Bellows T, Kabashima J, Robb K. 2006. Giant Whitefly: Integrated pest management for home gardenersand landscape professional. Oakland: University California Agriculture & Natural Resources.
Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiralling Whitefly Aleurodicus dipersus, Exotic Threat to Western Australia. Fact Sheet no. 18/2000.
Dixon AFG. 2000. Insect Predator-Prey Dynamics, Ladybird Beetles and Biological Control. San Diego: ACADEMIC Pr. Hlm 123-132.
Dixon AFG. 2000. Insect Predator-Prey Dynamics, Ladybird Beetles and Biological Control. San Diego: Academic Pr. Hlm 123-132.
Dooley J. 2006. Key to Commonly Intercepted Whitefly Pest. USDA/APHIS/PPQ.
Dreistadt SH,Clark JK, and Flint ML. 2001. Integrated Pest Management for Floriculture and Nurseries.Oakland: Univ. Calif. Agric. Nat. Res. Publ. 3402.
Evans G. Tanpa tahun. Key To Parasitoid Genera Associated With Whiteflies (Aleyrodidae). http://www.sel.barc.usda.gov:8080/1WF/couplet1.htm [5 Maret 2011].
Garrison RW. 2001. New Agricultural Pest for Southern California: Giant Whitefly (Aleurodicusdugesii).Los Angeles County Agricultural Commissioner's Office.
Geetha B. 2000. Biology and management of spiralling whitefly Aleurodicus dispersus (Russell) (Homoptera: Aleurodidae). Ph.D Thesis.Tamil Nadu Agric. Univ. Coimbatore (India).
Gill R.J. 1992. Giant whitefly. Didalam: California Plant Pest and Disease Report. California Department Food & Agriculture 11 (5-6):78-81.
Hayat, M. 1983. The genera of Aphelinidae (Hymenoptera) of the world. Systematic Entomology 8:63-102.
35
Kajita H, Samudra IM, Naito A. 1991. Discovery of spiralling whitefly, Aleurodicus dispersus Russell (Homoptera: Aleyrodidae) from Indonesia, with notes on its host plants and natural enemies. Applied Entomology And Zoology26: 397-400.
LaSalle J, Polaszek A, Noyes, JS, and Zolnerowich G. 1997. A new whitefly parasitoid (Hymenoptera: Pteromalidae: Eunotinae), with comments on its placement, and implications for classification of Chalcidoidea with particular reference to the Eriaporinae (Hymenoptera: Aphelinidae). Systematic Entomology. 22:131-150.
Mani M, Krishnamoorthy A. 1999. Predatory potential and development of Australian ladybird beetle, Cryptolaemus montrouzieri Muls. on the spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell. Entomon 24: 166-171. Mani M, Krishnamoorthy A. 2002. Classical biological control of spiralling
whitefly, Aleurodicus dispersus Russell – An appraisal. Insect Sci. Applic. 22: 263-273.
Mani M. 2010. Origin, introduction, distribution and management of the invasive spiralling whitefly Aleurodicus dispersus Russell in India. Karnataka J. Agric. Sci 23(1): 59-75.
Marshall SA. 2006. Insect: Their Natural History and Diversity. United State: Firefly books (U.S.) Inc.
Martin J. 2008. A Revision Of Aleurodicus Douglas (Sternorrhyncha, Aleyrodidae), With Two New Genera Proposed For Palaeotropical Natives And An Identification Guide To World Genera Of Aleurodicinae. New Zealand: Magnolia Press.
Meagher RL, French JV. 2004. Augmentation of parasitoids for biological control of citrus blackfly in Southern Texas. Florida Entomologist 87(2): 186-193.
Metzler BB, Laprade S. 1998. Enemigos naturales de la mosca blancaAleurodicus dispersus russell (Homoptera: Aleyrodidae): parasitoides y depredadores. Agronomia Mesoamericana 9(2): 41-44.
Murgianto F. 2010. Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie, Aleurodicus dispersus Russell, dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor dan daerah lain di sekitarnya [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Myartseva SN, Coronado JM. 2002. A new parasitoid of whiteflies from Mexico, with a key to new world species of the genus Encarsiella (Hymenoptera: Aphelinidae). Florida Entomologist 85(4):620-624.
36
Palaniswami, Pillai Nair LS, Mohandas C. 1995. A new cassava pest in India. Cassava Newslett 19: 6-7.
Ramani S. 2000. Fortuitous introduction of an aphelinid parasitoid of the spiralling whitefly, Aleurodicus dispersus Russell (Homoptera: Aleyrodidae), into the Lakshadweep Islands with notes on host plants and other natural enemies. J. Biol. Control14: 55-60.
Russell LM. 1965. A new species of Aleurodicus Douglas and two close relatives. The Florida Entomologist 48: 47-55.
Selhime AG, Hart WG, Harlan DP. 1982. Dipersal of Amitus hesperidum and Encarsia opulent released for the biological control of citrus blackfly in South Florida. Florida Entomologist 65(1): 165-168.
Watson GW. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, 16th to 26th April 2007.
Yu GY, Zhang GL, Peng ZQ, Liu K, and Fu YG. 2007. The spiraling whitefly, Aleurodicus dispersus, invaded Hainan island of China. Chinese Bulletin of Entomology 44: 428-431.
Kecamatan Desa Family Nama latin Nama local Predator Parasitoid ∑pupa diamati
∑parasitoid yang keluar
Tingkat parasitisasi
(%)
Lahan GPS
Darmaga Ciherang Myrtaceae Psidium
guajava Jambu biji -
Encarsia sp.
E. noyesii 320 9 2.81 Pekarangan
E106’44’40,4” S6’34’34,7” (211m)
Darmaga Ciherang Euphorbiaceae Euphorbia
pulcherima Kastuba - Encarsia sp. 415 12 2.89 Pekarangan
E106’44’40,4” S6’34’34,7” (211m)
Darmaga Babakan Myrtaceae Psidium
guajava Jambu biji Scymnus sp. Encarsia sp. 92 2 2.17 Pekarangan
E106’44’6,5” S6’33’16,7” (193 m)
Darmaga Babakan Caricaceae Carica papaya Pepaya - Encarsia sp. 23 7 30.43 Pekarangan
E106’44’6,5” S6’33’16,7” (193 m)
Darmaga Darmaga Apocynaceae Plumeria
acuminate Kamboja - E. noyesii 143 10 6.99 Pekarangan
E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)
Darmaga Darmaga Cannaceae Canna
generalis Kana Nephaspis sp.
E. noyesii
Encarsia sp. 119 61 51.26 Pekarangan
E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)
Darmaga Darmaga Myrtaceae Psidium
guajava Jambu biji Scymnus sp. Encarsia sp. 87 20 22.99 Pekarangan
E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)
Darmaga Dramaga Arecaceae Cocos nucifera Kelapa - Encarsia sp. 17 8 47.06 Pekarangan
E106’43’51,5” S6’33’40,8” (220 m)
Rancabungur Euphorbiaceae Manihot
esculenta Papaya - Encarsia sp. 42 16 38.10 Pertanian -
Rancabungur Caricaceae Carica papaya Singkong - Encarsia sp. 18 11 61.11 Pertanian -
Tanah Sereal Mekarwangi Musaceae Musa
paradisiaca Pisang - E. noyesii 12 10 83.33 Pertanian
E106'47'18,7" S6'32'17,9" (200m)