• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP REKREASI

“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA

IR. H. DJUANDA, BANDUNG

YESY MAHESSA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

ABSTRAK

YESY MAHESSA. Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung. Dibimbing oleh SETIA HADI.

Taman hutan raya Ir. H. Djuanda merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial

kawasan serta merencanakan lanskap rekreasi pada “Area outbound” kawasan

Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung.

Metode penelitian yang digunakan terdiri dari empat tahapan yaitu inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Dalam tahap analisis dilakukan analisis spasial dan deskriptif. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan kondisi biofisik, kondisi aspek wisata serta kondisi sosial. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperlukan usaha dalam meningkatkan keberlanjutan kawasan yaitu dengan cara memberikan penambahan terhadap berbagai macam fasilitas yang diperlukan, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak sehingga dapat menarik minat pengunjung dalam melakukan kegiatan rekreasi. Dari hasil analisis spasial, didapatkan beberapa zona berupa peta kesesuaian lahan yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap. Perencanaan lanskap ini bertujuan untuk menunjang keberadaan dari semua objek-objek wisata yang merupakan pesona wisata taman hutan raya Ir. H. Djuanda.

Kata kunci: Perencanaan, Taman Hutan Raya, Wisata Alam

ABSTRACT

YESY MAHESSA. Landscape Planning of Recreation “Outbound Area” at Ir. H. Djuanda Grand Forest Park, Bandung. Supervised by SETIA HADI.

Ir. H. Djuanda grand forest park is one type of conservation toward regional management of germplasm scope. The purpose of this study is to identify the physical, social and tourism potential of the region as well as recreation on the landscape plan.

The research methodology is consisted of 5 stages that are preparation, inventory, analitycal, syntetical, and over planning. There are spatial and descriptive analysis in the analytical stage. However the data analysis was done by looking at biophysics condition, touring aspect condition along with social aspect. According to the result of analysis, it is needed an effort to enrich an advanced area through increasing the facility and repair the facility that out order beside to set up a better place for many people to come for recreation. Based on spatial analysis, it has been gotten some zones like terrain map for landscape planning. Scenery over planning is aimed to support the existence of all Ir.H.Djuanda grand forest park object.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP REKREASI

“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA

IR. H. DJUANDA, BANDUNG

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(7)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung

Nama : Yesy Mahessa NIM : A44080035

Disetujui oleh

Dr. Ir. Setia Hadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung yang penyusunannya bertujuan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Papa Iskandar dan Mama Zulfiatni serta adik-adikku Rachmad Iskandar

dan Rahmi Iskandar Zulfi yang telah memberikan kasih sayang serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, serta arahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin sebagai dosen pembimbing akademik selama melaksanakan perkuliahan.

4. Pimpinan dan karyawan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda terutama kepada ibu Elis, bapak Abdul Kudus, bapak Sahroni dan Bapak Roli yang sudah membantu dalam proses pengumpulan data yang saya perlukan selama melakukan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

5. Teman-teman Mahasiswa Lintau Bandung (NiNova, Ridho, Tika, Apis, Putra, Da Mario, Widi, Yesi, dan Rafdi) yang telah menjadi saudara terdekat dan telah membantu penulis dalam proses kelancaran dalam melaksanakan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung. 6. Maetek Dayat dan teman – teman (Enjoy, Faris dan Tiwi) yang sudah

membantu penulis dalam proses kelancaran pengerjaan skripsi.

7. Teman-teman ARL 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas canda tawa selama perkuliahan dan telah menjadi teman baik penulis selama ini baik dalam suka maupun duka.

8. Teman-teman wisma gardenia (Icin, Titi, Olla) yang telah memberikan semangat dan dukungan selama proses pengerjaan skripsi serta terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa Lintau Bogor (MLB) yang telah menjadi saudara terdekat selama penulis melaksanakan kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi pihak yang memerlukan dan semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Lanskap 4

Taman Hutan Raya (Tahura) 4

Rekreasi Alam Terbuka 5

Rekreasi Alam 5

Sumber Daya Rekreasi 6

Perencanaan Rekreasi 6

Perencanaan Lanskap 7

METODOLOGI 8

Waktu dan Lokasi Penelitian 8

Alat dan Bahan 9

Metode Penelitian 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum 13

Analisis 34

Sintesis 43

Perencanaan 46

Perencanaan Kawasan 50

Simpulan 65

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

(10)

DAFTAR TABEL

Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung 11

Jenis data dan metode pengumpulannya 12

Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda 22

Jenis sarana dan prasarana “area outbound” Kawasan 30

Analisis keterkaitan setiap objek wisata di Tahura Ir. H. Djaunda 30 Jumlah kk dan jiwa desa Ciburial, kecamatan Cimenyan 32 Jumlah pengunjung kawasan wisata tahura tahun 2003 – 2011 32 Jumlah jiwa usia kerja Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan 34 Jenis tanah area outbound kawasan Tahura Ir. H. Djuanda 35

Data peta tematik “Area outbound” Kawasan Tahura 44

Jenis dan fungsi vegetasi yang digunakan 51

DAFTAR GAMBAR

Kerangka pikir penelitian 3

Lokasi Penelitian 8

Alur perencanaan (Gold 1980) 9

Peta administrasi dan sumberdaya kawasan 16

Peta inventarisasi kawasan 17

Peta analisis kemiringan lahan 19

Peta geologi kuarter cekungan Bandung 20

Peta tanah kawasan 21

Peta penutupan lahan kawasan 23

Penggunaan Lahan pada Kawasan 24

Contoh jenis-jenis vegetasi di Tahura Ir. H. Djuanda 26 Contoh jenis-jenis satwa di Tahura Ir. H. Djuanda 26

Peta Distribusi Wilayah Utara dan Sumber Air 27

Peta Analisis Visual 29

Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari 36

Karakteristik pengunjung berdasarkan usia 39

Karakteristik pengunjung berdasarkan profesi 39

Karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal 40

Frekuensi pengunjung berkunjung 40

Karakteristik pengunjung berdasarkan tingkat kepuasan 40 Karakteristik pengunjung berdasarkan harapan untuk Tahura 41 Karakteristik pengunjung berdasarkan tujuan datang ke Tahura 41 Penilaian pengunjung terhadap keindahan Tahura 42 Penilaian pengunjung terhadap kenyamanan di Tahura 42

Peta Komposit 45

Diagram konsep ruang 48

Diagram konsep sirkulasiKonsep Vegetasi 49

Peta rencana ruang 52

(11)

Ilustrasi Musholla 54

Ilustrasi kios 55

Meja dan bangku 56

Ilustrasi Gazebo 56

Tempat sampah 57

Ilustrasi papan informasi 57

Ilustrasi atraksi air 58

Ilustrasi areal perkemahan 59

Ilustrasi Playground Areas 59

Ilustrasi Area Piknik 60

Rencana lanskap kawasan rekreasi 61

Rencana lanskap 1 62

Rencana lankap 2 62

Potongan AA’’ 62

Potongan BB’ 62

Rencana lanskap 3 63

Potongan CC’ 63

Rencana lanskap 4 63

Potongan DD’ 63

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Pengujian kualitas air 69

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduknya. Kota Bandung memiliki beberapa kawasan yang menjadi wisata alam, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga menjadi tempat berwisata bagi masyarakat. Salah satu lokasi wisata alam yang ada di kota ini yaitunya Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Ir. H. Djuanda). Tahura yang merupakan kawasan pelestarian alam dan bagian dari daerah cekungan Bandung, memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba hingga sekarang. Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah utara kota Bandung berjarak ± 7 km dari pusat kota, secara geografis berada 107º

30’ BT dan 6º 52 LS’, secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial

Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung. Berdasarkan hasil rekonstruksinya tata batas Tahura Ir. H. Djuanda pada tahun 2003 luasnya adalah 526,98 hektar, luas kawasan objek wisata dari Tahura ± 30 hektar dan luas perencanaan“area outbound” kawasan Tahura ini ± 4,2 hektar.

Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Sebagai sebuah taman, Tahura memiliki sifat keterbukaan yang lebih lebar karena dalam pembagian kawasan Tahura, terdapat zona pengembangan dimana dalam zona tersebut intervensi manusia dimungkinkan. Tahura berfungsi sebagai kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang di manfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi (Ngadiono 2004). Tahura merupakan salah satu lokasi wisata atau jasa rekreasi hutan yang berpotensi untuk dikembangkan. Keindahan alamnya merupakan daya tarik tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai aktivitas kehidupan. Namun seiring dengan waktu potensi dan daya tarik yang semula dimiliki oleh lokasi wisata tersebut lama kelamaan dapat menurun dan promosinya tidak berkembang, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap penurunan minat pengunjung ke lokasi tersebut. Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa rekreasi dan wisata, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih menigkatkan pengembangan dan pengelolaan Tahura sehingga daya tarik wisatanya lebih meningkat dan memiliki peluang pemasaran yang lebih besar.

(14)

2

Kawasan Tahura yang telah digunakan sebagai kawasan wisata alam memiliki persentase ruang terbuka hijau yang tinggi. Karena itu, pemanfaatan ruang terbuka hijau dapat dioptimalkan untuk kepentingan ekosistem maupun masyarakat di sekitarnya. Ruang terbuka hijau kawasan hutan ini sangat potensial untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi bagi keanekaragaman hayati, terutama vegetasi endemik dan kualitas estetisnya dapat ditingkatkan agar bisa dimanfaatkan untuk aktivitas rekreasi.

Permintaan terhadap sarana rekreasi di kawasan hutan ini terus bertambah. Kesibukan dan rutinitas sehari-hari yang melelahkan akan menimbulkan keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas yang menyenangkan agar dapat mengembalikan kesegaran untuk memulai kesibukan yang baru. Melakukan berbagai aktivitas rekreasi di tengah ruang terbuka dengan suasana alami merupakan salah satu alternatif dalam mengisi waktu luang yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya penyediaan sarana rekreasi alam di dalam kawasan hutan ini.

Hal inilah yang menjadi dasar dalam mengembangkan ruang terbuka hijau tersebut sebagai kawasan konservasi yang sekaligus merupakan sarana rekreasi alam. Melalui aktivitas rekreasi itu pengenalan terhadap sumberdaya lingkungan alami yang terdapat di dalamnya akan meningkatkan kepedulian terhadap usaha pelestarian sumberdaya alam tersebut. Pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai kawasan konservasi dan rekreasi perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung kawasan. Penyediaan fasilitas, selain mempertimbangkan keinginan pemakai, haruslah direncanakan dengan baik untuk mencegah dampak penggunaan yang merugikan di kemudian hari. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan wisata yang berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial kawasan

2. Merencanakan lanskap “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai kawasan rekreasi

Manfaat Penelitian

(15)

3

Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pemikiran dari penelitian ini didasarkan pada konsep rekreasi alam dalam perencanaan pengembangan “Area Outbond” kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung, kerangka pemikiran dapat dilihat pada (gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Kawasan taman hutan raya Ir. H. Djuanda

“ Area outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Aspek biofisik Aspek wisata Aspek Sosial

Topografi Iklim Geologi dan

tanah Hidrologi Vegetasi dan

satwa Kualitas visual

Analisis potensi objek

& Atraksi wisata

Analisis karakteristik

persepsi & preferensi pengunjung

Analisis, karakteristik & persepsi pengelola

Konsep Rekreasi Alam

Zonasi Kawasan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap

Lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya (Simonds 1983). Lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau bagian dari muka bumi dengan segala sifat dan kehidupan yang ada di dalamnya baik yang bersifat alami atau buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta membayangkan (Rachman 1984).

Tapak (site), secara fisik merupakan bagian dari suatu lanskap atau lanskap itu sendiri, berbentuk alami atau buatan, statis atau dinamis, dengan ukuran serta karakter yang beragam. Secara teknis, tapak didefinisikan sebagai suatu areal yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan direncanakan dan dirancang dengan tujuan dan manfaat tertentu. Tapak merupakan suatu sistem (fisik dan sosial) yang dibentuk dan dipengaruhi keberadaan serta kelestariannya oleh berbagai elemen pembentuk lanskap (tanah, air, vegetasi, iklim, ekonomi, politik, dan budaya manusia yang mendiaminya. Setiap tapak juga memiliki bentuk fisik (forms, features,forces) dengan karakter tetentu (statis, dinamis, ramah, gagah, meluas, dan lainnya) yang mempengaruhi tujuan dan pembentukan serta penatannya (Nurisjah 2004).

Taman Hutan Raya (Tahura)

Tahura merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Berbeda dengan Taman Nasional, Tahura eksistensinya berada dalam scope regional dimana seluruh aspek manajerial berada di tangan pemerintah daerah dalam hal ini propinsi. Oleh karena itu, sebagai aset milik daerah diharapkan Tahura dapat menjadi wadah eksistensi berbagai flora maupun fauna asli daerah dan dapat menjadi maskot bagi daerah (Ngadiono 2004). Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, Tahura didefinisikan sebagai kawasan pelestarian untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitianm ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Dengan melihat fungsi dari Tahura, wisata berbasis alam adalah pilihan yang tepat untuk dikembangkan di kawasan tersebut.

(17)

5 perlindungan, koleksi jenis tumbuhan dan satwa khas dari propinsi yang bersangkutan, dan pengembangan pemanfaatan secara maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.

Rekreasi Alam Terbuka

Rekreasi merupakan penggunaan waktu luang untuk suatu hal yang menyenangkan dan dapat mengembangkan kemampuan seseorang untuk sesuatu yang baru dan lebih memuaskan. Aktivitas rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik berupa aktivitas yang berhubungan dengan fisik dan rekreasi psikis yang melibatkan pikiran, perasaan, dan kenyamanan (Nurisjah 2004). Douglass (1982) menambahkan bahwa rekreasi adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta member tambahan pengetahuan dan pengalaman mental maupun fisik dari pemanfaatan sumberdaya alam dalam kurun dan ruang yang terluang.

Rekreasi dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor recreation) dan di alam terbuka (outdoor recreation). Rekreasi di alam terbuka tergolog rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas (Douglass 1982).

Knudson (1980) menyatakan bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka meliputi :

1. Rekreasi perjalanan seperti bersepeda, berjalan-jalan, berkuda dan berlayar. 2. Rekreasi sosial seperti piknik dan berkemah

3. Rekreasi estetik seperti fotografi, melukis, menikmati pemandangan dan studi alam

4. Pertualangan seperti memanjat tebing dan mendaki gunung 5. Survival replay seperti memancing, berburu dan berkemah.

Dalam melakukan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan di atas dibutuhkan tapak yang terletak di hutan, taman suaka alam, play group, areal rekreasi sungai alami, air terjun, jalur jalan setapak dan gunung. Sebagian besar bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka tersebut dapat dilakukan pada kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang merupakan salah satu hutan lindung yang ada di Kabupaten Bandung.

Rekreasi Alam

Menurut Knudson (1984), aktivitas-aktivitas yang termasuk aktivitas rekreasi ruang terbuka antara lain : aktivitas berjalan-jalan (berjalan-jalan dan menjelajah, bersepeda, menunggang kuda, berkendaraan untuk bersenang-senang, berlayar, berselancar), aktivitas sosial (olahraga, berkemah, piknik, berenang), aktivitas estetik/artistik (fotografi, keliling kota, melukis, menggambar, membuat pekerjaan tangan, studi alam), aktivitas bertualang (memanjat gunung, lari cepat), dan aktivitas mempertahankan hidup (memancing, berburu dan berkemah).

(18)

6

hutan. Fasilitas-fasilitas yang dapat disediakan untuk aktivitas ini antara lain areal perkemahan, areal piknik, dan jalan kecil (Douglass, 1982).

Sumber Daya Rekreasi

Sumberdaya rekreasi merupakan kesatuan ruang tertentu yang mengandung unsur elemen ruang yang dapat memenuhi kebutuhan rekreasi, menarik minat rekreasi dan dapat menampung kegiatan rekreasi. Ketersediaan sumberdaya untuk rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia di tempat rekreasi yang dapat digunakan pada waktu tertentu (Gold, 1980).

Knudson (1980), mengklasifikasikan sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari orientasinya menjadi :

1. Orientasi pada pengunjung

2. Orientasi pada sumberdaya untuk pelestarian

3. Orientasi pertengahan yakni untuk memenuhi kebutuhan pengunjung seimbang dengan pengelolaan sumberdaya.

Pengembangan “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.

Djuanda sebagai kawasan rekreasi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya yang ada. Pengelolaan terhadap sumberdaya dilakukan dengan tetap mempertahankan fungsi areal tersebut sebagai kawasan pelestarian alam.

Perencanaan Rekreasi

Perencanaan rekreasi adalah suatu proses yang menghubungkan masyarakat dengan waktu luang dan ruang, dimana konsep dan metode berbagai disiplin ilmu digunakan untuk menyediakan kesempatan berekreasi bagi masyarakat tersebut. selain itu, juga erat kaitannya dengan variable-variabel perilaku di dalam memanfaatkan waktu luang di ruang terbuka (Gold 1980). Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam perencanaan rekreasi terutama perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah :

1. Semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi. 2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan

rekreasi yang lain untuk menghindari duplikasi.

3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.

4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang.

5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat dilaksanakan.

6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan.

7. Perencanan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi.

8. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.

(19)

7 10.Fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan pengunjung.

Perencanaan Lanskap

Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds 1983). Pendekatan yang baik dalam perencanaan lanskap pada hakekatnya berdasarkan lima komponen utama dalam arsitektur lanskap yaitu faktor alami, sosial, teknologi, metodelogi, dan nilai-nilai (Laurie 1975). Empat aspek yang perlu diperhatikan dalam proses berpikir lengkap merencana dan melaksanakan suatu proyek lanskap yaitu aspek sosial, ekonomi, fisik, dan teknik, yang dikaitkan dengan faktor ruang, waktu, tenaga, dan gerak (Rachman 1984).

Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya (Laurie 1984). Kemudian dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbale balik antara program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperlihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan sekitarnya.

Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menetukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain :

1. Pendekatan sumber daya, yaitu penetuan tipe cara alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.

2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.

3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.

(20)

8

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2012 sampai bulan Agustus 2012. Kegiatan penelitian ini meliputi survei awal lokasi, pengambilan data lapang, pengolahan data serta penyusunan laporan. Lokasi penelitian adalah Kawasan Kompleks Tahura Ir. H. Djuanda, Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah utara kota Bandung berjarak ± 7

km dari pusat kota, secara geografis berada 107º 30’ BT dan 6º 52 LS’, secara

(21)

9

Alat dan Bahan

Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya adalah data objek, tata ruang, aksesibilitas, data visual, data peta, dan data wawancara.

Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis adalah : 1. peta kawasan Tahura Ir. H. Djuanda Bandung (tata guna lahan, kontur) 2. foto udara (www.googleearth.com)

Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut : 1. kamera, GPS, dan Kompas

2. komputer dan software ( AutoCAD, Sketch Up, Photoshop dll.)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan yaitu tahap inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan (Gambar 3). Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada metode perencanaan sistematis untuk rekreasi alam sebagaimana dikemukakan oleh Gold (1980). Penelitian dilakukan sampai tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa landscape plan yang dilengkapi dengan rencana tata hijai dan fasilitas penunjang aktivitas rekreasi.

Gambar 3 Alur perencanaan (Gold 1980) 1. Inventarisasi

Tahap Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi yang mengacu pada konsep serta tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh Rencana Induk Inventarisasi Analisis Data Sintesis

(22)

10

melalui survei lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai sumber seperti pihak pengelola, instansi yang bersangkutan dan sebagainya. jenis, bentu, cara pengambilan berikut sumber data dapat dilihat pada Tabel 2.

2. Analisis

Pada tahap analisis dilakukan penentuan kendala dan potensi maupun masalah yang ada pada tapak serta mengamati karakteristik kawasan untuk tujuan perencanaan lanskap kawasan rekreasi. Analisis dilakukan pada setiap data yang telah didapatkan dari inventarisasi. Analisis dilakukan secara spasial dan kemudian dijabarkan secara deskriptif untuk menentukan area yang sesuai untuk perencanaan kawasan. Perencanaan ini lebih ditekankan untuk perencanaan kawasan rekreasi yang memperhatikan ruang terbuka hijau kawasan agar dapat menjaga keberlanjutan kawasan itu sendiri.

Analisis spasial dilakukan terhadap empat jenis peta tematik yaitu (peta kemiringan lahan, peta penutupan lahan, peta aktivitas pengunjung dan peta tanah). Analisis ini dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay), pembobotan dan skoring. Hasil overlay tersebut digunakan untuk membuat perencanaan lanskap kawasan rekreasi dengan memperhatikan ekosistem kawasan. Analisis karakteristik, persepsi dan preferensi pengunjung juga dilakukan. Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada pengunjung dimana dari hasil yang didapatkan supply kawasan wisata sehingga dapat dirumuskan mengenai pengembangan kawasan sesuai dengan tujuan perencanaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

accidental-sampling dan random sampling, yaitu pembagian kuesioner berdasarkan pengunjung yang secara kebetulan ditemui, pengambilan sampel tidak diteruskan apabila sudah mencukupi pengambilan data.

Dalam kegiatan analisis dilakukan skoring, untuk nilai skoring berkisar antara 1 sampai 3. Berdasarkan nilai tersebut maka penentuan kelas lahan untuk perencanaan ini dapat terbagi menjadi tiga, yaitu : kelas sesuai nilainya 3, kelas cukup sesuai nilainya 2, dan kelas tidak sesuai nilainya 1.

Kelas kemiringan lereng diukur berdasarkan buku Standar Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan (Hardjowigeno, S dan Widiatmaka, 2007). Untuk menghitung besarnya kemiringan lereng (S) digunakan rumus :

S = (n-1)xCi / √2a² x 100 %

Keterangan :

S = kemiringan lereng dalam %

n = jumlah garis kontur ysng memotong jarring-jaring Ci = kontur interval dalam meter

(23)

11 Tabel 1 Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung

Faktor Pembentuk

Tapak Kelas

Jenis Tanah (kepekaan terhadap erosi)

1. Tidak peka (alluvial, glei, planosol, hidromorf kelabu,

laterit air tanah)

2. Agak peka (latosol)

3. Relatif peka (Brown forest soil, non calcic brown,

mrditeran)

4. Peka (andosol, laterit, grumosol, podsol, posolik)

5. Sangat peka (regosol, litosol, organosol, renzina)

Untuk tanah campuran ditentukan oleh sesuai dengan jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang ada pada tanah tersebut.

Kemiringan Lahan 1. Datar (0-8%)

2. Landai (8-15%)

1. Sangat rendah (≤ 13,6 mm/hari)

2. Rendah (13,6-20,7 mm/hari)

3. Sedang (20,7-27,7 mm/hari)

4. Tinggi (27,7-34,8 mm/hari)

5. Sangat tinggi (≥34,8 mm.hari)

Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980)

Analisis secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui daya dukung kawasan rekreasi yang akan dikembangkan. Menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto dan Wibowo (2003), daya dukung kawasan wisata alam berdasarkan standar rata-rata individu dalam m²/orang dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

DD= A/S

Keterangan :

DD = Daya Dukung

A = Area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu

3. Sintesis

(24)

12

4. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ditentukan konsep pengembangan yang mengacu pada tujuan serta fungsi yang telah diterapkan. Konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir yang disajikan dalam bentuk

landscape plan secara grafis yang dilengkapi dengan rencana fasilitas dan penataan vegetasi yang menunjang keberadaan tapak sebagai kawasan rekreasi alam. Perencanaan hutan rekreasi ini dilakukan dengan pendekatan sumberdaya, dimana sumberdaya fisik atau alami akan menentukan kemungkinan tipe dan jumlah aktivitas rekreasi di dalamnya.

Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulannya N

o

Jenis data Satuan

data

Bentuk data Sumber data Metode

analisis

c.Geologi dan tanah Sekunder Data pengelola Deskriptif

d.Topografi dan

e. Iklim Sekunder Data pengelola Deskriptif

f. Hidrologi dan

h. Kualitas visual Primer dan

sekunder

i.Tata guna lahan Primer dan

(25)

13

Sekunder Data pengelola Deskriptif

b.Karakteristik,

Sekunder Studi pustaka Deskriptif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Sejarah Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda

Tahura Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan lindung (Komplek Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1920. Pada tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai hutan wisata dan kebun raya. Untuk tujuan tersebut, kawasan seluas 30 hektar mulai ditanami dengan tanaman koleksi pohon-pohonan yang berasal dari berbagai daerah. Pada tanggal 23 Agustus 1965 atas gagasan Gurbenur Propinsi Jawa Barat, hutan tersebut ditetapkan sebagai Kebun Raya/Hutan Wisata Ir. H. Djuanda.

Pada tahun 1980 Kebun Raya/Hutan Wisata yang merupakan bagian dari komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai Taman Wisata, yaitu Taman Wisata Curug Dago seluas 590 hektar yang ditetapkan oleh SK Menteri Pertanian Nomor : 575/KPTS/Um/1980 tanggal 6 Agustus 1980. Pada tahun 1985, Bapak Mashudi dan Bapak Ismail Saleh sebagai pribadi dan Bapak Soerdjarwo selaku Menteri Kehutanan mengusulkan untuk mengubah status Taman Wisata Curug Dago menjadi Tahura. Usulan tersebut kemudian diterima Presiden Soeharto yang kemudian dikukuhkan melalui keputusan Presiden No. 3 Tahun 1995 tertanggal 12 Januari 1985. Peresmian Tahura Ir. H. Djuanda dilakukan pada tanggal 14 Januari 1985 yang bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda.

Bentang alam spesifik Tahura Ir. H. Djuanda merupakan sebagian daerah Cekungan Bandung yang sangat khas keberadaan rupa buminya dibanding daerah lainnya. Terjadinya daerah Cekungan Bandung ini disebabkan oleh gejolak alam pada periode-periode tertentu dalam era pembentukan alam semesta.

(26)

14

Adanya piranti senjata yang ditemukan di daerah Tahura Ir. H. Djuanda, para ahli

sejarah menduga bahwa kawasan tersebut merupakan “Bengkel Senjata” yang kemudian disebut pakar yang berasal dari kata Sunda Klasik “Pakarang”. Koleksi

senjata prasejarah saat ini didokumentasikan di Museum Geologi Museum Sri Baduga, Museum Tahura Ir. H. Djuanda dan sebagian kecil ada di Belanda. Piranti tersebut bisa kita pelajari untuk kepentingan pendidikan, penelitian, maupun untuk pariwisata.

Status Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda

Pengelolaan kawasan Tahura Ir. H. Djuanda sebelumnya yang merupakan Kawasan Hutan Lindung Gunung Pulosari berdasarkan proses verbal tanggal 27 September 1992 dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Bosche Wezen, kemudian semenjak kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 secara otomatis status kawasan hutan Negara dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui jawatan Kehutanan.

Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 1985 Taman Wisata Curug Dago pengelolaannya dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jawa Barat sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 575/Kpts/Um/8/1980. Tahun 1985 sampai tahun 2003 pengelolaannya dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dibina oleh Dirjen PHPA berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 192/Kpts-2/1985. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah, PP 62 Tahun 1998, PP Nomor 25 Tahun 2000 dan PERDA Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2002 serta surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/203 tanggal 23 Maret 2003 tentang penyelenggaraan tugas pembantuan pengelolaan Tahura oleh Gurbenur atau Bupati/Wali Kota, kewenangan pengelolaan berada dibawah Pemerintah Propinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat melalui UPTD Balai Pengelolaan Tahura.

Budaya prasejarah sudah ikut terekam dan terlindungi oleh Tahura Ir. H. Djuanda, selain itu, budaya manusia modern juga ikut terekam di dalamnya karena tata ruang alaminya memang memadai untuk itu. Budaya manusia modern tersebut antara lain dengan pemanfaatannya untuk kepentingan militer pada masa perang dunia II dan sekarang digunakan untuk arboretum dalam lingkup Tahura Ir. H. Djuanda. Adanya Tahura Ir. H. Djuanda yang amat dekat dengan pusat kota Bandung dan memliki nilai sosial, ekonomi, dan budaya, dapat menjadi sarana pendidikan, sasaran penelitian, dan sekaligus menjadi daerah tujuan wisata yang penuh pesona. Untuk itulah Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda, terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas fungsi Tahura Ir. H. Djuanda agar data dan informasi yang terekam di dalamnya dapat digunakan sebagai acuan untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan mencerdaskan kehidupan.

Deskripsi Umum Tahura Ir. H. Djuanda

(27)

15 hingga sekarang. Secara geologis daerah ini mengalami perubahan yang disebabkan oleh gejolak alam dalam kurun waktu pembentukan alam semesta. Salah satu sisa ekosistem hutan di cekungan Bandung yang sekarang masih dapat dinikmati sebagai hutan kota adalah kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Secara harfiah tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.

Lokasi dan Aksesibilitas Kawasan Tahura Ir. H. Djaunda

Tahura Ir. H. Djuanda terletak di sebelah Utara Kota Bandung, memilki tingkat aksesibilitas yang tinggi dan berjarak ±7 km dari pusat kota. Secara

geografis berada 107º 30’BT dan 6º 52’LS, secara administrasi berada di wilayah

Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong kota Bandung. Tahura Ir. H. Djuanda yang terletak di tengah-tengah Bandung merupakan kawasan pelestarian alam yang tersisa juga berfungsi sebagai paru-paru pada kota Bandung. Hanya berjarak ± 5 km dari pusat pemerintahan (Gedung sate). Lokasi yang strategis ini dapat dengan mudah ditempuh melalui :

Terminal Dago ± 2 Km Cimbeleuit Puncurt ± 6 Km Padasuka Cimenyan ± 8 Km Lembang Maribaya ± 4 Km

Untuk memasuki kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dapat melalui beberapa pintu antara lain :

Pintu masuk utama di Pakar Dago

Pintu masuk kolam pakar di PLTA Bengkok Pintu masuk Maribaya di Lembang

(28)

16

(29)

17

(30)

18

Kondisi Fisik Taman hutan raya Ir. H. Djuanda

Kemiringan Lahan

Sebagian besar kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan ekosistem pinggir sungai (Riparian ecosystem), pada umumnya kondisi lapangan berlereng dengan kelerengan agak curam sampai dengan terjal, dan ketinggian ± 770 mdpl sampai dengan ± 1350 mdpl. Mempunyai variasi topografi sangat tinggi, terutama pada sisi kiri dan kanan Sungai Cikapundung. Pada umumnya topografi pada

“area outbound” kawasan Tahura Ir. H. Djuanda memiliki kemiringan 0-15% dengan interval kontur 0,6 meter dan titik tertinggi terdapat pada bagian utara kawasan yaitu 961,2 mdpl sedangkan titik terendah terdapat pada bagian selatan kawasan yaitu 956,4 mdpl. Kemiringan lahan pada tapak dapat dilihat pada Gambar 5.

Secara keseluruhan kelerengan kawasan objek wisata ini adalah bergelombang ringan, agak curam sampai curam dan berbukit-bukit dengan hijau pepohonan merupakan atraksi alam yang mempunyai keindahan tersendiri dan dapat dilihat dari berbagai ketinggian dan beberapa tempat ketinggian tertentu. Kondisi kemiringan tersebut akan mempengaruhi kesesuaian jenis penggunaan lahan, intensitas penggunaan lahan, dan keberadaan bangunan.

Iklim

Iklim merupakan elemen fisik dasar, dalam hal ini terdiri dari curah hujan, suhu, dan kelembaban udara. Salah satu fungsi kawasan Tahura Ir. H. Djuanda adalah sebagai tempat wisata alam, daerah ini mempunyai iklim yang menunjang fungsi tersebut baik temperatur udara maupun curah hujannya. Objek wisata alam Tahura Ir. H. Djuanda merupakan daerah basah yang memiliki curah hujan tahunan berkisar antara 2.500 – 4.500 mm. Keadaan temperatur udara di bagian lembah dan bagian puncak perbukitan terdapat perbedaan, di bagian lembah temperatur udara berkisar antara 22ºC - 24ºC dan dibagian puncak perbukitan berkisar antara 18ºC - 22ºC. Iklim menurut klasifikasi Schmidht Ferguson termasuk type B.

Kelembaban udara di kawasan Taman hutan raya Ir. H. Djuanda pada umumnya cukup tinggi, dengan kelembaban udara rata-rata terendah adalah 70℅

(31)

19

(32)

20

Jenis Tanah

Keadaan tanah di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda termasuk peka terhadap erosi dan agak miskin akan kandungan mineral. Hal ini disebabkan karena jenis tanahnya terdiri dari tanah grumosol dan andosol. Bentuk tanah grumosol terdapat di bagian utara Tahura dengan fisiografi bergelombang, sedangkan pada bagian selatan terdapat tanah andosol dengan fisiografi bergunung. Area outbound kawasan Tahura Ir. H. Djuanda terletak pada bagian selatan dengan fisiografi bergunung, jenis tanah yang terdapat pada area ini adalah tanah andosol. Tanah andosol adalah tanah yang berasal dari abu gunung api yang terdiri dari mineral yang tinggi dan banyak mengandung unsur hara tanaman. Kandungan unsur hara yang terkandung pada tanah andosol yaitu N, P dan K.

Contoh data yang terkait kondisi geologis antara lain ketersediaan air, kerawanan terhadap gempa, dan longsor, yang terkait dengan data tanah antara lain kesuburan tanah, kesesuaian terhadap bentuk-bentuk aktivitas tertentu. Melestarikan, mereklamasi, memperbaiki dan mengikuti kondisi awal merupakan alternatif tindakan analisis yang berkaitan dengan berbagai sifat dan karakter geologis dan tanah ini (Nurisyah 2004).

Dibawah ini adalah peta geologi kuarter cekungan Bandung :

Gambar 7 Peta geologi kuarter cekungan Bandung

(Sumber : Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda, 2010)

(33)

21

Gambar 8 Peta tanah kawasan

(34)

22

Penutupan Lahan

Penutupan lahan secara umum di Tahura Ir. H. Djuanda merupakan penutupan lahan alami, dan penutupan lahan terbangun. Penutupan lahan alami berupa hutan sekunder, tanaman dan belukar, dengan susunan vegetasi campuran yang tidak kurang dari 112 jenis, diantaranya yang dominan adalah jenis Pinus, Kaliandra dan Mahoni. Pada lereng-lereng terjal berjeluk tanah tipis dimana perakaran pinus tidak mampu bertahan, penutupan lahan didominasi oleh jenis

Caliandra spp, sedangkan tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Eupathorium spp (kirinyuh). Penutupan lahan terbangun berupa struktur bangunan. Penutupan lahan pada Tahura Ir. H. Djuanda terbagi menjadi beberapa zonasi yang terlihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda

No Nama zonasi

2,96 Kota Bandung Coblong

3

Blok perlindungan

280 Bandung Cimenyan

Bandung barat Lembang

Jumlah 526,98

Sumber: Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda

Penutupan lahan yang dominan pada “area outbound” kawasan Tahura Ir. H. Djuanda yaitu penutupan lahan alami. Penutupan lahan alami ini sesuai dengan fungsi dan tujuan dari Tahura itu sendiri yaitu sebagai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan.

Vegetasi dan Satwa

(35)

23

(36)

24

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 10 Penggunaan Lahan pada Kawasan (Sumber : Survei Lapang, 2012)

(37)

25

banriva), Musang (Paradoxurus hermaproditus),Tupai (Collosciurus notatus), dan berbagai jenis mamalia kecil lainnya. Selain itu juga terdapat jenis insect yaitu capung dan kupu-kupu.

Pinus

(Pinus merkusii)

Mahoni (Swetenia macrophylla)

Vegetasi dan satwa merupakan elemen penting pada suatu lanskap, terutama pada lanskap alami. Kedua elemen biota ini merupakan elemen lanskap yang dinamis, karena tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu. Perubahan pertumbuhan, bentuk dan warna pada tanaman, serta bentuk dan pola migrasi pada satwa merupakan nilai tambah terhadap kekayaan, keragaman, keasrian dan keindahan suatu lanskap. Terutama Indonesia yang merupakan kawasan tropis yang kaya akan spesies biota, pengetahuan mengenai keberadaan dan persebaran, keragaman dan keindahan vegetasi dan satwa ini akan sangat penting artinya. Kedua elemen ini sebaiknya direncanakan untuk saling melengkapi dalam meningkatkan kualitas suatu lanskap atau bentag alam (Nurisyah 2004).

Bunga bangkai (Amorphapollus titanium)

(38)

26

Dammar (Agathis damara)

Beringin (Ficus benyamina) Gambar 11 Contoh jenis-jenis vegetasi di Tahura Ir. H. Djuanda (Sumber : Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda)

Monyet

(Macaca fascicularis)

Tupai

(Collosciurus notatus)

Burung Tekukur (Streptopelia chinensis)

Ayam hutan (Galus-galus banriva) Gambar 12 Contoh jenis-jenis satwa di Tahura Ir. H. Djuanda

(39)

27

Hidrologi

Ketersediaan (dalam jumlah, kualitas dan distribusi) dan kelestarian air serta badan – badan air (water bodies) tidak hanya merupakan salah satu faktor penting bagi keberadaan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya tetapi juga merupakan salah satu faktor penambah keindahan dan keragaman pada suatu lanskap. Selain itu, air juga digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai kegiatan kehidupan dan rekreasi (Siti Nurisjah 2004).

Sumber air yang berada di Tahura Ir. H. Djuanda adalah sungai Cikapundung yang membentang sepanjang 15 km dan lebar rata-rata 8 meter dengan debit air sekitar 3.000 m³/detik. Sungai Cikapundung merupakan anak sungai Citarum yang berhulu dari Gunung Bukit Tunggul, selain itu terdapat juga beberapa mata air yang bersumber dari kelompok Hutan Gunung Pulosari.

Sebagian dari aliran sungai Cikapundung di dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda ditampung pada dua kolam penampungan yang berjarak 2,5 km. Kolam pertama terletak di blok Bantar Awi, seluas ± 200 m² dengan kedalaman 3,3 meter, kolam kedua berada di Pakar dengan luas ± 8.935 m² dan kedalaman 3,5 meter (Stilling pond, kolam pengedap sedimen) yang mempunyai kapasitas tampung 31.272 m³. Kedua kolam tersebut digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dibangun pada tahun 1923 oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang dikenal dengan nama PLTA Bengkok, yang merupakan PLTA tertua di Bandung. Selain untuk keperluan PLTA Bengkok, aliran Sungai Cikapundung juga digunakan sebagai sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung.

Tabel pada lampiran 2 menunjukan hasil pengujian kualitas air pada tanggal 19 – 25 April 2012 dari PDAM Kota Bandung Jl. Badak Singa no.10 Bandung yang jenis contoh uji nya adalah badan air, lokasi sampling Sungai Cikapundung, yang merupakan sungai yang aliran airnya memasuki kawasan Tahura Ir. H. Djuanda, titik sampling Outlet turbin PLN Dago Bengkok, metode sampling SNI 6989.57-2008, baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 Kelas I tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan standard method, Edisi ke 21 tahun 2005. Semua parameter diuji di laboratorium, suhu udara di laboratorium 23,5⁰C dan tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.

(40)

28

Kualitas Visual

Kawasan memiliki topografi yang bervariasi dan terletak diantara pebukitan dan pegunungan, wilayah aliran sungai Cikapundung. Pada kawasan terdapat titik elevasi tertinggi (961,2 mdpl) yang terletak dibagian selatan kawasan. Titik tersebut memiliki kualitas visual yang baik (good view), dicirikan dengan pandangan bebas ke arah kolam pakar yaitu kolam penampungan dan dilengkapi dengan barisan hutan tanaman yang terdapat di seberangnya. Good view ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata alam yang menjadi nilai utama bagi kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Pemanfaatan viewing point di titik tertinggi pada tapak dapat melihat keseluruhan kawasan dengan latar pegunungan dan perbukitan. Viewing point dapat dilengkapi dengan menara pandang untuk meningkatkan nilai estetika kawasan.

Sarana dan Prasarana Fisik

Kawasan rekreasi memerlukan beberapa sarana dan prasarana untuk pelayanan kepada pengunjung. Semua sarana dan prasarana harus dirancang dan ditempatkan dengan baik agar tidak mengganggu bentang alam dan kelestarian lingkungan. Sarana dan prasarana seperti jalan, restoran, penginapan, informasi, kesehatan dan lain-lain harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan pengunjung. Pembangunan tersebut harus tetap mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan dan meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul.

Penyediaan fasilitas rekreasi berupa sarana dan prasarana pelayanan rekreasi berfungsi untuk mengakomodasi segala kebutuhan pengunjung selama dia berada dalam kawasan rekreasi. Fasilitas yang terdapat dalam suatu kawasan rekreasi berfungsi untuk menunjang terlaksananya kegiatan rekreasi. Tidak tersedianya fasilitas tersebut menyebabkan keengganan pengunjung untuk kembali ke tempat tersebut. Banyak kawasan rekreasi yang mengalami penurunan dalam jumlah pengunjung karena kurangnya fasilitas di kawasan tersebut.

(41)

29

Gambar 14 Peta Analisis Visual (Survei Lapang, 2012)

(42)

30

Tabel 4 Jenis sarana dan prasarana “area outbound” Kawasan

No Jenis fasilitas Jumlah (unit) Kondisi

1 Loket karcis 1 Baik

Tabel 4 merupakan jenis, jumlah serta kondisi sarana dan prasarana yang ada pada “Area outbound” kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Pada umumnya kondisi sarana dan prasarana kawasan tergolong baik.

Aspek Wisata

Penilaian terhadap potensi dan atraksi wisata dilakukan untuk dapat menilai kelayakan potensi objek dan atraksi wisata di setiap lokasi serta mengetahui jenis wisata yang ada pada tapak. Penilaian dilakukan berdasarkan nilai suatu objek dan atraksi wisata, aksesibilitas yang tersedia untuk mencapai objek dan atraksi, letak objek dan atraksi dari jalan utama, fasilitas wisata yang tersedia serta dampak terhadap lingkungan. Penilaian terhadap setiap objek wisata ini memberikan nilai daya dukung terhadap konsep perencanaan yang akan diterapkan, penilaian ini berguna untuk menilai aksesibilitas yang dilalui menuju objek wisata tersebut apakah memberikan pengaruh terhadap konsep perencanaan yang akan diterapkan atau tidak berpengaruh, pengaruh objek wisata tersebut dalam hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis keterkaitan setiap objek wisata di Tahura Ir. H. Djaunda

No Objek Wisata Klasifikasi jenis wisata Aksesibilitas Absolute Value

(43)

31 laki-laki dan 6.081 jiwa perempuan. Jumlah penduduk yang ada di desa ini terdiri dari dua belas dusun (dua belas RW) dalam hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Mata pencarian dan keadaan ekonomi masyarakat desa Ciburial sangat bervariasi yaitu antara lain berupa pegawai negri/TNI/Polri, pegawai swasta, petani, nelayan, pedagang, dan usaha sendiri atau wiraswasta. Secara umum masyarakat sekitar Tahura Ir. H. Djuanda yaitunya di Desa Ciburial kecamatan Cimenyan, didominasi oleh golongan pendapatan sedang dan rendah (Tabel 7).

Gambaran Sisi Permintaan Pengunjung

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran sisi permintaan dari pengunjung baik kecendrungan dari pengunjung yang datang maupun dari minat pengunjung yang berkunjung ke kawasan Tahura Ir. H. Djuanda.

Dilihat dari kota asalnya, pengunjung Tahura Ir. H. Djuanda khususnya pengunjung domestik berasal dari kota Bandung dan beberapa kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pada umumnya mereka datang dalam bentuk rombongan, kelompok wisata, keluarga, dan rombongan sekolah. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengelola, pusat informasi, serta berdasarkan hasil wawancara kepada pengunjung, pada umumnya tujuan pengunjung datang ke objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda adalah berekreasi, dan lainnya bertujuan untuk penelitian, belajar fotografer, lari pagi, serta mengetahui jenis-jenis pohon yang ada. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan selama berekreasi antara lain menikmati keindahan alam, berjalan kaki, rekreasi santai, dan lain-lain. Kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan pengunjung sangat terbatas karena masih kurangnya fasilitas rekreasi lainnya. Selain itu, objek wisata Tahura Ir. H. Djuanda mempunyai daya tarik antara lain pemandangan alam yang indah, sisa-sisa peninggalan sejarah, udara yang bersih, keanekaragaman flora dan fauna serta rute berjalan kaki yang akan mendukung kegiatan rekreasi kawasan. Jumlah pengunjung pada hari minggu dan hari besar lainnya lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari biasa.

(44)

32

tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini mungkin disebabkan karena rasa ingin tahu manusia yang sangat tinggi terhadap keberadaan setiap objek wisata yang ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar dapat mempertahankan intensitas pengunjung serta dapat menarik minat pengunjung yaitu dengan cara membuat suatu perencanaan dan pengembangan kawasan. Rekreasi bisa dilakukan di tempat-tempat hiburan seperti taman hiburan, mall, bioskop dan lain-lain, namun tidak sedikit masyarakat yang ingin mencari kesenangan di alam terbuka (outdoor recreation) dengan menikmati udara segar, pemandangan yang indah, alam yang nyaman serta menikmati bentang alam yang mempesona. Tahura Ir. H. Djuanda merupakan salah satu tempat rekreasi di alam terbuka yang bisa memberikan kesenangan serta kepuasan kepada pengunjung.

Tabel 6 Jumlah kk dan jiwa desa Ciburial, kecamatan Cimenyan No.

Kode Dusun/RW Jumlah KK

Jumlah jiwa dalam keluarga

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 001 373 620 642 1.262

Sumber : Data penduduk desa Ciburial, Kantor kepala desa Ciburial

Tabel 7 Jumlah pengunjung kawasan wisata tahura tahun 2003 – 2011

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 JANUARI 6401 6515 5571 8876 6633 13092 14385 14982 2 FEBRUARI 5192 3492 3470 3938 4963 5569 7965 11192 3 MARET 4981 3706 6188 6914 7298 7932 8148 10319 4 APRIL 6242 3966 6779 5079 8127 8806 12363 10724 5 MEI 7256 4545 5219 7909 11172 11863 18871 15941 6 JUNI 9269 7510 10841 12768 14882 14980 14612 17615 7 JULI 6509 7179 7043 8924 12037 13469 12956 11634 8 AGUSTUS 5829 4499 5894 6311 9780 7538 5981 4187 9 SEPTEMBER 466 5337 4522 4079 3579 15255 13803 16347 10 OKTOBER 5650 3783 2395 19883 19711 23366 6828 6787 9008 11 NOVEMBER 6950 9054 12857 7668 3946 6544 8457 7526 6441 12 DESEMBER 5420 4484 4387 5729 6268 11351 11295 12352 12022 18020 69466 66388 88807 94723 119732 125084 135749 140412 NO BULAN

JUMLAH TOTAL

JUMLAH WISATAWAN (ORANG)/TAHUN

(45)

Tabel 8 Jumlah jiwa usia kerja menurut kelompok umur dan jenis pekerjaan Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan

No Kelompok

Umur

Jenis Pekerjaan

Jumlah Bekerja

Tidak bekerja Pegawai

negeri/TNI/ Polri

Pegawai

Swasta Petani Nelayan Pedagang

Usaha sendiri/

Wiraswasta Lainnya Jumlah

1 15-19 2 18 12 2 0 8 160 202 909 1.111

2 20-24 0 130 30 0 10 28 237 435 657 1.092

3 25-29 2 245 46 1 25 78 328 725 527 1.252

4 30-34 14 275 52 2 18 88 360 809 475 1.284

5 35-39 12 221 63 0 16 99 281 692 396 1.088

6 40-44 23 171 53 2 14 56 223 542 278 820

7 45-49 38 127 42 1 5 69 183 465 223 688

8 50-54 37 90 45 1 1 69 160 403 192 595

9 55-59 21 68 26 1 3 48 117 284 157 441

Jumlah 149 1.345 369 10 92 543 2.049 4.557 3.814 8.371

Sumber : Dinas Pengelola Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung

(46)

Analisis

Kemiringan Lahan

Penilaian terhadap kemiringan lahan guna melihat kesesuaian kawasan tersebut sebagai ruang beraktivitas bagi wisatawan. Penilaian ini meliputi kemiringan lahan yang terdiri dari daerah yang datar (0-8%) yaitu seluas ±27.395,21 m² atau 88,1 % dari luas keseluruhan tapak dengan kategori sesuai, tapak dengan kemiringan relatif curam (8-15%) seluas ±778,41 m² atau 2,5% dari luas keseluruhan tapak dengan kategori cukup sesuai dan tapak dengan kemiringan curam (>15%) seluas 2.929,95 atau 9,4 % dengan kategori tidak sesuai. Peta kemiringan lahan ini dibuat dengan standar kriteria kesesuaian lahan sebagai tempat rekreasi berdasarkan USDA, 1968 dalam Hardjowigeno S dan Widiatmaka, 2007).

Keadaan topografi yang relatif datar menjadikan kawasan tersebut sebagai ruang aktivitas rekreasi yang nyaman serta memungkinkan aktivitas dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang rekreasi yang dibutuhkan oleh pengunjung. Perbedaan topografi yang terdapat di beberapa tempat tetap dipertahankan untuk memberikan nilai kualitas visual lanskap yang menarik dari adanya variasi ketinggian. Analisis kemiringan lahan berkaitan dengan kesesuaian kawasan untuk setiap peruntukan dalam perencanaan lanskap sebagai kawasan rekreasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat peta analisis kemiringan lahan pada (Gambar 16).

Penutupan Lahan

Penilaian terhadap penutupan lahan dilakukan untuk dapat mengetahui alokasi RTH yang dapat dipertahankan, dibangun, serta diketahui dimana seharusnya area terbangun dikembangkan. Luas tapak secara keseluruhan adalah ± 42.098,81 m². Secara umum penutupan lahan berupa hutan alam seluas 26.798,36 m² (63,7%). Kemudian sebagian tertutup bangunan seluas 10.995,24 m² (26,1%) dan badan air seluas 4.305,21 (10,2%). Penutupan lahan yang dominan pada tapak yaitu penutupan lahan alami. Hasil analisis kesesuaian dalam perencanaan berdasarkan kondisi penutupan lahan kawasan dapat dilihat pada (Gambar 16)

Jenis Tanah

(47)

35 untuk diketahui karena keduanya mendukung kelangsungan aktivitas, kehidupan serta tatanan yang direncanakan pada suatu tapak.

Area ini merupakan suatu area yang terletak pada bagian selatan kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dengan jenis tanah andosol yang miskin akan kandungan mineral, oleh karena itu perlu diberikan suatu perlakuan seperti pengapuran dan pemupukan untuk memperbaiki kandungan mineral tanah. Selain itu, jenis tanah ini memiliki kelas kesesuaian yang sangat sesuai (highly suited) untuk tanaman tahunan dan tanaman musiman karena tidak memiliki faktor pembatas. Tingkat kesesuaiannya terlampir pada Tabel.

Tabel 9 Jenis tanah area outbound kawasan Tahura Ir. H. Djuanda Jenis

Tanah Tekstur Drainase

Bentuk Andosol Gembur Baik Bergunung Batuan

beku S-1n S-1n

Sumber : Badan Pusat Penelitian Tanah (2012)

Keterangan :

Kelas kesesuaian wilayah

S-1 : Sangat Sesuai (highly suited) S-2 : Agak Sesuai (moderately suited) Faktor-faktor pembatas

n : Tingkat kesuburan tanah

Iklim dan Kenyamanan

Iklim merupakan elemen fisik dasar, dalam hal ini terdiri dari curah hujan, suhu, dan kelembaban udara. Suhu rata-rata berada dalam kisaran nyaman manusia yaitu 27⁰C- 28⁰C dan kisaran kelembaban nyaman untuk manusia adalah 40%-75% (Laurie, 1986). Suhu pada kawasan berkisar antara 22⁰-24⁰C, suhu tersebut secara umum menimbulkan kenyamanan bagi pengguna, akan tetapi pada siang hari suhu udara cukup tinggi, hal ini dapat dilakukan suatu pemanfaatan vegetasi dalam menyaring sinar matahari dan pemanfaatan konstruksi dengan fungsi peneduh.

(48)

36

(a) (b)

Gambar 15 Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari: (a)mekanisme vegetasi; (b) dampak keberadaan vegetasi terhadap manusia (Robinette, 1983)

Kelembaban udara rata-rata terendah 70℅ pada siang hari dan 90℅ pada malam dan pagi hari sehingga derajat kenyamanan menjadi berkurang, karena tidak sesuai dengan standar kisaran kenyamanan manusia. Kelembaban yang tinggi dapat menimbulkan efek cepat lelah bagi penggunanya, keadaan ini perlu diatasi dengan melakukan pendekatan kelembaban ideal agar pengunjung tetap merasa nyaman sehingga dapat dilakukan pemanfaatan aktivitas wisata rekreatif maupun edukatif pada area dengan derajat kenyamanan tergolong nyaman. Elemen lanskap lainnya yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu yang ideal dan membuat tapak menjadi nyaman adalah air, terutama air kolam yang terdapat pada tapak. Karena air dapat memberikan dampak terhadap suhu udara yang panas melalui proses penguapan sehingga dapat memberikan rasa sejuk dan nyaman bagi pengguna yang berada disekitarnya.

Musim penghujan terjadi pada bulan September – Mei dengan curah hujan tertinggi pada bulan April yaitu 277 mm, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai bulan Agustus dengan curah hujan terendah pada bulan Agustus yaitu 58 mm. Curah hujan pada kawasan Tahura Ir. H. Djuanda termasuk kepada curah hujan dengan intensitas sangat rendah, berdasarkan kriteria penetapan kawasan hutan lindung menurut SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980). Hal ini tidak menimbulkan kendala dalam perencanaan kawasan.

Kualitas Visual

Kawasan memiliki topografi yang bervariasi dan terletak diantara pebukitan dan pegunungan, wilayah aliran sungai Cikapundung. Pada “Area

(49)

37 atraksi wisata alam yang menjadi nilai utama bagi kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Pemanfaatan viewing point di titik tertinggi pada tapak dapat melihat keseluruhan kawasan dengan latar pegunungan dan perbukitan. Viewing point dapat dilengkapi dengan menara pandang untuk meningkatkan nilai estetika kawasan.

Vegetasi dan Satwa

Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan hutan alam sekunder dan hutan alam yang terdiri dari tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan tingkat rendah. Untuk tumbuhan tinggi didominasi oleh pinus (Pinus merkusii) sedangkan tumbuhan rendah didominasi oleh lumut dan pakis, sehingga berfungsi sebagai laboratorium alam (arboretum). Penilaian terhadap vegetasi merupakan salah satu sumberdaya wisata yang dapat dikembangkan menjadi objek terbaru. Untuk itu diperlukan evaluasi kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata.

Jenis tanaman yang ada di Tahura ini antara lain Pinus, Mahoni Uganda, Damar, Kayu manis, Beringin, Kigelia, Bunga Bangkai. Saat ini keberadaan vegetasi di Tahura sudah cukup baik dan dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Penataan vegetasi pada tapak kurang terpola dan pada umumnya mengikuti pola penyebaran dengan jenis campuran. Keragaman dari vegetasi ini menunjukan keragaman satwa yang cukup tinggi pula. Jenis vegetasi dan satwa yang cukup tinggi harus dijaga dan dilindungi dengan baik.

Pada area ini perlu ditanami beberapa jenis vegetasi yang dapat mendukung rencana kawasan berdasarkan fungsinya, antara lain vegetasi yang dapat mengandung nilai estetika, vegetasi yang berfungsi sebagai pembatas area serta vegetasi yang berfungsi sebagai pengarah. Vegetasi pengarah merupakan vegetasi yang dapat menghubungkan antar ruang dan perlu diperhatikan dalam hal penataan serta pemilihan jenis tanamannya mulai dari semak dan pohon agar dapat memberikan nilai estetik dan fungsional.

Hidrologi

(50)

38

Djuanda memberikan nilai utama bagi pengembangan sarana dan prasarana rekreasi yaitunya berada di Pakar dengan luas ± 8.935 m².

Sistem hidrologis kolam penampungan yang berada di Pakar merupakan sistem terbuka dengan adanya inlet dan outlet air kolam. Sumber air berasal dari sungai Cikapundung yang alirannya melalui kolam pertama yang terletak di Bantar Awi kemudian disalurkan melalui pipa besi yang ditanam dalam tanah ke kolam kedua yang terletak di Pakar dan kemudian keluar melalui outlet turbin PLN Dago Bengkok yang berada di Pakar dan berfungsi untuk pembangkit tenaga listrik pada PLTA Bengkok dan juga berfungsi sebagai sumber air bersih bagi PDAM.

Aliran hidrologi dari dan menuju kolam penampungan sedikit mengganggu aktivitas wisata dikarenakan memiliki jaringan aliran air yang kurang bersih dan kurang terpelihara sehingga dapat menyebabkan bau tidak sedap. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kualitas air, pada air kolam penampungan tersebut telah terjadi pencemaran yang dapat dilihat secara visual, yaitu air yang berwarna dan barbau. Gangguan yang dirasakan adalah terbatasnya jenis ikan yang dapat hidup di air kolam tersebut. hasil pengamatan menunjukan bahwa sumber pencemaran adalah limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga yang membuang limbahnya secara langsung maupun tidak langsung ke kolam. Untuk itu, perlu adanya drainase yang baik, adanya pengelolaan terhadap limbah/buangan langsung maupun rumah tangga, dan kesadaran dari masyarakat dalam rangka menjaga kualitas air untuk menjadi lebih baik.

Fungsi ekologis dari badan air dapat dimanfaatkan dan keberadaannya dapat dijadikan sebagai daya tarik dan sarana rekreasi yang mendorong pada terciptanya suatu kegiatan rekreasi yang menarik dan menghasilkan keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kepercayaan keberadaan badan air, kualitas visual dari badan air, keberadaan biota yang terdapat didalamnya, sehingga memberikan kepuasan bagi pengunjung. Kolam pakar yang dilengkapi dengan hutan tanaman yang berada di sekelilingnya memberikan nilai estetika bagi area rekreasi serta dapat dijadikan sebagai salah satu tempat atraksi.

Analisis Sosial

Analisis aspek sosial meliputi analisis karakteristik dan persepsi dari sumber daya manusia yang ada di Tahura Ir. H. Djuanda (pengunjung, masyarakat sekitar, dan pengelola). Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada pengunjung dimana dari hasil yang didapatkan supply kawasan sehingga dapat dirumuskan mengenai pengembangan kawasan sesuai dengan tujuan perencanaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

Gambar

Gambar 6  Peta analisis kemiringan lahan
Gambar 8  Peta tanah kawasan
Gambar 9  Peta penutupan lahan kawasan
Gambar 10  Penggunaan Lahan pada Kawasan (Sumber : Survei Lapang, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2010:85), Metode deskriftif survey dan explanatory survey merupakan metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil,

Berdasarkan peta komposit terdapat 11,7% dari luas keseluruhan tapak yang sesuai untuk dikembangkan menjadi area rekreasi, area ini terletak pada daerah barat atau bagian pantai

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian ini. Adapun permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana karakteristik

Berdasarkan data kadar klorofil yang terdapat pada daun tumbuhan-tumbuhan obat yang ditemukan di titik lokasi 3, terlihat bahwa hasil tertinggi dimiliki oleh

3 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tanggapan responden wisatawan nusantara mengenai pengaruh elemen ekowisata yang terdiri

Adapun Tugas Akhir ini disusun guna mencapai gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi D III Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Negeri Sebelas

Objek penelitian ditentukan dari hasil overlay 5 peta, yaitu peta adminstrasi, peta curah hujan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan

Di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi setelah dilakukan overlay dari peta kemiringan lereng, peta curah hujan dan peta jenis tanah didapatlah