• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KHANSAA MIRAJZIANA. Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah Pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia.

Dibimbing oleh GUNANTI dan RIKI SISWANDI.

Studi ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas elektrokardiogram pada autotransfusi darah preoperatif (kelompok I/AP), autotransfusi intraoperatif sederhana (kelompok II/AIS), dan autotransfusi intraoperatif pencucian (kelompok III/AIP). Tiga kelompok babi lokal (AP ±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg) dipilih untuk diberi perlakuan sesuai kelompoknya. Autotransfusi dilakukan setelah pendarahan 30% dari splenektomi sebagai contoh trauma abdominal. Elektrokardiogram yang dianalisis berdasarkan pada sadapan II dengan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok perlakuan secara patologis dalam hal aktivitas jantung, tetapi terlihat perbedaan pada keadaan fisiologisnya. Secara umum perbedaan tersebut tidak menunjukkan gangguan yang berarti dalam konduktivitas listrik jantung jika diantisipasi dengan baik.

Kata kunci: autotransfusi, babi, elektrokardiogram, sadapan II

ABSTRACT

KHANSAA MIRAJZIANA. Electrocardiogram Analysis of Blood

Autotransfusion on Local Indonesian Pig (Sus domestica) as Human Model.

Supervised by GUNANTI and RIKI SISWANDI.

This study was conducted to analyze electrocardiogram activity among preoperative blood autotransfusion (group I/AP), simple filtred intraoperative blood autotransfusion (group II/AIS), and cell saver intraoperative blood autotransfusion (group III/AIP). Three local pigs (AP ±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg) assigned to each group of treatment. Autotransfusion were initialized after 30% bleeding from splenectomy to mimic abdominal trauma. Analysis of electrocardiogram based on lead II as result not significant differences between groups of treatment regarding pathological electrocardio activity, however significant differences visible between groups in the physiological value. In general, that differences do not show some interferences in electrical conductivity of the heart.

(2)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada transfusi darah homolog atau alogenik ditemukan beberapa masalah. Kadangkala tidak tersedianya darah merupakan penyebab mortalitas yang terbesar. Selain itu terjadi reaksi imunologis antara antigen darah donor dengan antibodi darah resipien ataupun sebaliknya (Mc Clelland 2007). Sejak terjadinya infeksi HIV pada transfusi homolog di beberapa kota di Amerika Serikat, penggunaan transfusi homolog diganti dengan transfusi autolog untuk mengurangi faktor resiko transmisi infeksi antar individu (Surgenol et al. 1990). Berdasarkan penelitian Henry et al. (2002), penggunaan darah autolog dapat mengurangi resiko hingga 43,8% dari transfusi alogenik. Hal ini menyebabkan jumlah pasien yang mengalami transfusi dengan darah homolog menurun sedangkan transfusi dengan darah autolog meningkat secara signifikan (Wass et al. 2007).

Autotransfusi dapat dilakukan dengan cara preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Cara intraoperatif dilakukan pada operasi bypass kardiopulmonari atau untuk kasus pendarahan sewaktu tindakan operasi, sedangkan pada cara postoperatif pengoleksian darah berasal dari luka atau drainase dinding dada kemudian ditransfusikan kembali. Autotransfusi telah banyak dilakukan pada operasi jantung (Sandoval et al. 2001) maupun ortopedi (Sloan et al. 2009). Beberapa peneliti, seperti Olsson et al. (2010), Mason et al. (2011), dan Long et al. (2012) pernah melakukan penelitian menggunakan teknik autotransfusi intraoperatif. Teknik tersebut lebih banyak dilaksanakan di negara-negara maju, namun pengaruh terhadap reaksi aktivitas jantung masih belum banyak diketahui.

Perumusan Masalah

Diperlukan penelitian untuk menganalisis elektrokardiogram pada tindakan autotransfusi darah. Sehingga diharapkan dapat diketahui efektivitas autotransfusi pada pengaplikasian terhadap pasien yang mengalami pendarahan dan membutuhkan darah dalam jumlah banyak pada waktu singkat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis elektrokardiogram dalam dan antara kelompok tindakan autotransfusi darah. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi, maka diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan keamanan dalam tindakan autotransfusi darah.

Manfaat Penelitian

(3)

dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung.

TINJAUAN PUSTAKA

Autotransfusi

Darah untuk transfusi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu darah autolog, dan darah homolog. Darah autolog diperoleh dari individu yang sama, sedangkan darah homolog atau darah alogenik diperoleh dari individu lain atau bank darah. Beberapa resiko penggunaan darah homolog untuk transfusi adalah transmisi penyakit infeksius (bakteri dan virus), komplikasi imunitas (reaksi hemolisis, reaksi anafilaksis), dan efek imunomodulator (Capraro 2001).

Pada darah autolog didapatkan kadar 2,3-difosfogliserat yang lebih tinggi. 2,3-difosfogliserat yang juga dikenal sebagai 2,3-bifosfogliserat dibutuhkan untuk pengikatan oksigen di paru dan pelepasannya di jaringan. Dengan terikatnya 2,3-difosfogliserat terhadap deoksihemoglobin, akan lebih besar kemungkinan terjadinya pelepasan oksigen yang tersisa. Kadar 2,3-difosfogliserat yang lebih tinggi akan memfasilitasi pelepasan oksigen di jaringan yang membutuhkannya sehingga fungsi eritrosit akan menjadi lebih efektif. Keuntungan lainnya adalah suhu yang tidak berbeda jauh dari suhu tubuh. Pasien dengan trauma mengalami perubahan fisiologis sehingga sangat rentan terhadap keadaan hipotermia, yang merupakan salah satu dari trias kematian yang terdiri dari hipotermia, asidosis, dan koagulopati. Pada darah yang baru diambil dari tubuh pasien, masih ditemukan komponen pembekuan darah yang fungsional. Dengan demikian darah autotransfusi akan lebih optimal dalam fungsi pembekuan dibandingkan dengan darah simpan. Pada darah yang diambil dari bank darah, akan dijumpai keadaan pH asam yang terjadi karena adanya pemecahan eritrosit selama penyimpanan. Keadaan asam ini akan memperburuk keadaan asidosis pasien (Rubens et al.

2008).

Darah autolog dapat dikoleksi dan disimpan dengan berbagai cara, diantaranya adalah preoperatif, intraoperatif, atau postoperatif. Transfusi darah autolog disebut juga autotransfusi. Autotransfusi preoperatif (AP) dilakukan dengan pengambilan darah pada masa sebelum operasi. Pasien dilakukan operasi yang bersifat selektif dan pengambilan darah pada 3-5 minggu sebelumnya kemudian darah disimpan untuk ditransfusikan kembali pada masa operasi. Autotransfusi intraoperatif dilakukan selama operasi, yaitu bila terjadi pendarahan selama operasi kemudian pendarahan tersebut segera ditangani dan darah segera ditransfusikan kembali ke pasien. Autotransfusi postoperatif dilakukan setelah operasi kemudian ditransfusikan kembali ke pasien (Pfiedler Enterprises 2011). Darah ini dapat diperoleh dari rongga tubuh, ruang persendian, dan bagian lain pada operasi terbuka (Hudson 2004).

(4)

3

natrium sitrat, dan filtrasi 40 mikron dengan kain buikgaas kemudian ditransfusikan secara gravitasi. Hasilnya adalah seluruh komponen darah. Metode lain dari autoransfusi intraoperatif adalah pengumpulan sel darah merah intraoperatif pencucian (AIP) dengan bantuan alat khusus. Proses dimulai saat pengambilan darah yang dilakukan dengan cara penyedotan dengan tekanan yang lebih rendah, yaitu kurang dari 100 mmHg. Penyedotan dengan tekanan yang lebih rendah bertujuan untuk menghindari terjadinya hemolisis sel darah, terutama sel darah merah. Selain menggunakan tekanan yang rendah, dipakai juga kateter

suction yang khusus, yaitu dapat memproses heparinisasi darah donor. Setelah darah diambil dari lapangan operasi, dan ditampung dalam suatu penampungan, darah akan disentrifugasi dan dicuci dengan cairan fisiologis sehingga komponen yang tersisa adalah sel darah merah tanpa plasma dan komponen darah lainnya ataupun sel debris dari jaringan tubuh kemudian ditransfusikan kembali (Krohn et al. 1999). Kelemahan dari autotransfusi dengan pencucian adalah tidak efisien dari segi fasilitas, waktu, dan biaya. Darah autotransfusi dengan pencucian memiliki volume plasma yang lebih sedikit pada saat ditransfusikan. Hal ini merugikan karena pasien trauma akan memiliki volume intravaskuler yang berkurang dan sangat membutuhkan penggantian volume di samping sel darah merah sebagai oxygen carrying capacity (Rubens et al. 2008).

Elektrokardiogram

Elektrokardiogram adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung (Shirley 2007). Elektrokardiogram merupakan alat yang sangat umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung. Pada banyak aplikasi, dua atau lebih elektroda metal diaplikasikan pada permukaan kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat dalam layar atau tergambar di atas kertas (Cunningham 2002). Kegunaan EKG antara lain adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada irama dan otot jantung, mengetahui efek

obat-obat jantung, mendeteksi gangguan elektrolit dan perikarditis serta

(5)

Gambar 1 Teknik Monitoring EKG (Despopoulos dan Sirbernagl 2003).

Teknik monitoring lainnya adalah teknik monitoring tambahan (metode

Golberger) atau unipolar augmented limb leads. Dalam menggunakan teknik ini, dilakukan 3 tempat monitoring EKG yaitu sadapan augmented vector left (aVL) dengan sudut orientasi -30º, dibentuk dengan membuat elektroda positif pada lengan kiri (LA-left arm) dan elektroda negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Sadapan augmented vector right (aVR) dengan sudut orientasi -150º, dan dibentuk dengan membuat elektroda positif pada lengan kanan (RA- right arm) dan elektroda negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Sadapan augmented vector foot (aVF) dengan sudut orientasi +90º dibentuk dengan membuat elektroda positif pada kaki kiri (LL-left leg) dan elektroda

negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Monitoring EKG

prekordial/dada atau monitoring standard chest leads (Despopoulos dan Sirbernagl 2003).

Keenam limb leads tersebut dibagi dalam kelompok sadapan klinis dimana masing-masing sadapan merekam aktivitas elektris jantung pada perspektif yang berbeda. Sadapan ini berkaitan dengan daerah anatomis jantung untuk kepentingan pemeriksaan fisik, contohnya adalah pada acute coronary ischemia. Kelompok sadapan klinis terdiri dari kelompok sadapan inferior yang melihat aktivitas elektris pada daerah inferior jantung, yaitu sadapan II, III dan aVF. Kelompok sadapan lateral yang melihat aktivitas elektris jantung yang menguntungkan pada dinding lateral ventrikel kiri, yaitu sadapan I dan aVL. Sadapan aVR menunjukkan bagian dalam dinding endokardium ke arah permukaan atrium kanan dan memberikan perspektif yang tidak spesifik untuk ventrikel kiri sehingga sering diabaikan pada pembacaan (Nelson dan Couto 1998).

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunya kontraktilitas jantung. Sewaktu impuls melewati jantung, arus listrik akan menyebar ke dalam jaringan di sekitar jantung dan sebagian kecil dari arus tersebut akan menyebar ke permukaaan tubuh lainnya sehingga apabila elektroda diletakkan pada permukaaan tubuh maka potensial listrik dapat direkam (Abedin dan Conner 2008). Urutan terjadinya sinyal EKG yang dapat menimbulkan gelombang P, komplek QRS, dan gelombang T, yaitu setiap siklus kontraksi dan relaksasi jantung dimulai dengan depolarisasi spontan pada nodus (Shirley 2007).

(6)

5

Gambar 2 Elektrokardiogram (Guyton dan Hall 2006).

EKG terdiri atas dua elemen, yaitu kompleks dan interval. Kompleks terdiri atas gelombang P, kompleks QRS, gelombang T, dan gelombang U. Gelombang P merekam peristiwa depolarisasi dan kontraksi otot atrium. Gelombang P relatif kecil karena otot atrium yang relatif tipis. Bagian pertama gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, sedangkan bagian kedua menggambarkan aktivitas atrium kiri. Gelombang P terdiri atas durasi dan amplitudo P. Durasi P dapat diukur dari mulainya gelombang P hingga akhir gelombang P, sedangkan amplitudo P diukur dari garis baseline ke puncak gelombang P. Gelombang QRS terjadi akibat kontraksi otot ventrikel yang tebal sehingga gelombang QRS cukup tinggi. Gelombang Q merupakan depleksi pertama yang ke bawah, selanjutnya ke atas yang disebut gelombang R, dan depleksi ke bawah setelah gelombang R disebut gelombang S. Gelombang T terjadi akibat kembalinya otot ventrikel ke keadaan istirahat (repolarisasi). Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot papillaris atau serabut Purkinje (Shirley 2007; O’Keefe et al.

2008). Tiap gelombang mewakili satu kali aktivitas listrik jantung. Dalam satu gelombang EKG terdapat titik interval dan segmen. Titik tersebut terdiri dari titik P, Q, R, S, T, dan U. Interval terdiri dari interval PR, interval QRS, dan interval QT. Segmen terdiri dari segmen PR, dan segmen ST (Gambar 2).

Elektrokardiogram Normal Babi

Tabel 1 Denyut jantung (denyut per menit) dan durasi (milidetik) P, PR, QRS, dan QT pada elektrokardiogram babi

Umur/BB Heart Rate P PR QRS QT

2-4 mos (23 kg) 135,6 (100-180) 40 (30-60) 101 (60-130) 37 (30-40) 218 (200-260) 1 bulan (7 kg) 190 (180-200) 37 (30-45) 90 (80-100) 35 (30-40) 165 (150-180) Piglet 135-150

60 (50-80) 100 (80-140) 60 (50-70) 280 (120-340) Juvenile 109-133

Dewasa 80-100

(7)

Elektrofisiologi babi berbeda dengan manusia dalam hal: (1) sinus detak jantung (heart rate) lebih tinggi, (2) interval PR lebih singkat, dan (3) waktu konduksi sinoatrial (SACT) lebih singkat. Pada manusia, nilai sinus heart rate

mencerminkan tiga faktor, yaitu denyut jantung intrinsik, tonus simpatik, dan tonus vagus (Bauernfeind et al. 1979). Denyut jantung intrinsik didefinisikan sebagai tingkatan sinus nodus ketika terisolasi dari pengaruh sistem saraf otonom. Nilai rata-rata denyut jantung babi adalah 132 ± 32 (rataan ± standar deviasi) (91-167 denyut per menit), interval PR sebesar 94 ± 27 milidetik (50-120 milidetik), dan interval QT sebesar 256 ± 69 milidetik (150-340 milidetik) (Bharati et al.

1991).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011, bertempat di bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Penelitian dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu babi lokal Indonesia (Sus domestica) sebanyak 9 ekor dengan rata-rata bobot badan kelompok AP

±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg, berjenis kelamin jantan, dan berumur 3-6 bulan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung tentang efek autotransfusi pada hewan babi sebagai model untuk manusia.

Penelitian dilakukan menggunakan alat EKG (Cardisuny D300, Fukuda M-E), alat cell saver (Haemonetics Cell Saver® 5, THE Blood Management Company), seperangkat alat bedah mayor, seperangkat alat anestesi inhalasi, obat bius ketamin 10% (Ilium ketamil®-100, Troy), xylazin 10% (Ilium xylazil®-100, Troy), dan zoletil 5% (zoletil®, Virbac), ETT (Endo Tracheal Tube), alat suction

(Asahiilca®), benang jahit bahan silk dan catgut ukuran 3/0, jarum segitiga dan bulat ukuran 3/0, alat infus (Infusion Pump OT-701, JMS), kateter kupu-kupu (IV-cath), termometer, stetoskop, spoit, kapas/tampon, plester, alat cukur, alkohol 70%, dan obat cacing oxfendazole 5 mg/kg (Verm-O®, Sanbe).

Tahap Persiapan

(8)

6

Elektrofisiologi babi berbeda dengan manusia dalam hal: (1) sinus detak jantung (heart rate) lebih tinggi, (2) interval PR lebih singkat, dan (3) waktu konduksi sinoatrial (SACT) lebih singkat. Pada manusia, nilai sinus heart rate

mencerminkan tiga faktor, yaitu denyut jantung intrinsik, tonus simpatik, dan tonus vagus (Bauernfeind et al. 1979). Denyut jantung intrinsik didefinisikan sebagai tingkatan sinus nodus ketika terisolasi dari pengaruh sistem saraf otonom. Nilai rata-rata denyut jantung babi adalah 132 ± 32 (rataan ± standar deviasi) (91-167 denyut per menit), interval PR sebesar 94 ± 27 milidetik (50-120 milidetik), dan interval QT sebesar 256 ± 69 milidetik (150-340 milidetik) (Bharati et al.

1991).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011, bertempat di bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Penelitian dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu babi lokal Indonesia (Sus domestica) sebanyak 9 ekor dengan rata-rata bobot badan kelompok AP

±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg, berjenis kelamin jantan, dan berumur 3-6 bulan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung tentang efek autotransfusi pada hewan babi sebagai model untuk manusia.

Penelitian dilakukan menggunakan alat EKG (Cardisuny D300, Fukuda M-E), alat cell saver (Haemonetics Cell Saver® 5, THE Blood Management Company), seperangkat alat bedah mayor, seperangkat alat anestesi inhalasi, obat bius ketamin 10% (Ilium ketamil®-100, Troy), xylazin 10% (Ilium xylazil®-100, Troy), dan zoletil 5% (zoletil®, Virbac), ETT (Endo Tracheal Tube), alat suction

(Asahiilca®), benang jahit bahan silk dan catgut ukuran 3/0, jarum segitiga dan bulat ukuran 3/0, alat infus (Infusion Pump OT-701, JMS), kateter kupu-kupu (IV-cath), termometer, stetoskop, spoit, kapas/tampon, plester, alat cukur, alkohol 70%, dan obat cacing oxfendazole 5 mg/kg (Verm-O®, Sanbe).

Tahap Persiapan

(9)

Babi kelompok AP diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah simpan, yaitu darah diekstravasasi 14 hari sebelumnya dan disimpan dalam kantung darah citrate, phosphate, dextrose, dan adenin (CPDA), kemudian dimasukkan dalam lemari es. Kelompok AP menggunakan dosis obat bius induksi dengan kx-maksimal, yaitu ketamin 15 mg/kg, dan xylazin 2 mg/kg. Babi kelompok AIS diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah hasil penyaringan sederhana. Kelompok AIS menggunakan dosis obat bius induksi dengan zkx, yaitu ketamin 1 mg/25 kg, xylazin 1 mg/25 kg, dan zoletil 1 mg/25 kg. Babi kelompok AIP diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah hasil pencucian alat cell saver. Kelompok AIP menggunakan dosis obat bius induksi dengan kx-minimal, yaitu ketamin 10 mg/kg, dan xylazin 1 mg/kg. Autotransfusi dilakukan setelah terjadi pendarahan 30% dengan melakukan splenektomi. Pengamatan terhadap aktivitas jantung babi dengan menempelkan elektroda EKG pada ekstremitas depan dan belakang kanan serta kiri babi dengan tipe pemasangan bipolar lead (Swindle 2007). Pada alat EKG Cardisuny D300, Fukuda M-E terdapat 4 elektroda dengan warna yang berbeda, yaitu merah (RA/R) untuk ekstremitas kanan depan, kuning (LA/L) untuk ekstremitas kiri depan, hijau (LF/F) ekstremitas kiri belakang dan hitam (RF/N) ekstremitas kanan belakang.

Tahap Pelaksanaan

Babi terlebih dahulu dibius, kemudian rambut pada bagian persendian antara os humerus dan os radius-ulna serta pada persendian antara os femur dan os tibia-fibula kaki depan kanan dan kiri serta kaki belakang kanan dan kiri dicukur. Babi dibaringkan dengan posisi left lateral recumbency, kemudian dipasangkan elektroda.

Pengambilan gambar EKG dilakukan empat kali dalam satu kali laparotomi, yaitu saat babi terbius sempurna. Babi yang terbius sempurna dicirikan dengan keadaan tertidur, dan belum diberi perlakuan apapun. Saat pendarahan 30% yaitu setelah dilakukan splenektomi. Setelah transfusi, yaitu setelah babi ditransfusi darah dan awal recovery, yaitu awal babi mulai sadar atau efek obat bius mulai hilang. Pengambilan gambar EKG dilakukan dua kali dalam satu kali torakotomi, yaitu sebelum dan sesudah torakotomi. Pengambilan gambar EKG dilakukan satu kali pada saat hari ke tujuh setelah operasi. Sehingga total pengambilan gambar EKG untuk satu ekor babi adalah 7 rekaman.

(10)

8

H - 14

H + 2

H H

H + 2

Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP)

Pendarahan 30% (kelompok AP,AIS,AIP)

Panen (kelompok AP,AIS,AIP

) Torakotomi

(kelompok AP,AIS,AIP) Adaptasi hewan

(kelompok AP,AIS,AIP)

Teranestesi sempurna Awal recovery Post transfusi

H

H-14 H+7

H+2

Gambar 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati berupa amplitudo, interval, durasi, dan segmen. Amplitudo terdiri atas amplitudo P, R, dan T. Interval terdiri atas interval PR, QT, dan RR (denyut jantung). Durasi terdiri atas durasi P, QRS, dan T. Segmen terdiri atas segmen ST.

Analisis Data

Data variabel dianalisis secara statistik menggunakan metode One Way-Analyse of Variant (ANOVA). Uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN

pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplitudo P

Tabel 2 Rata-rata amplitudo P (mV)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,12 ± 0,02ax 0,12 ± 0,02ax 0,17 ± 0,03ay Pendarahan 30% 0,14 ± 0,02ax 0,16 ± 0,04ax 0,18 ± 0,03ax Post transfusi 0,18 ± 0,03ax 0,15 ± 0,06ax 0,18 ± 0,03ax Awal recovery 0,14 ± 0,05ax 0,12 ± 0,03ax 0,16 ± 0,04ax Pratorakotomi 0,13 ± 0,06ax 0,14 ± 0,04ax 0,14 ± 0,04ax Post torakotomi 0,15 ± 0,04ax 0,13 ± 0,06ax 0,15 ± 0,05ax H+7 0,15 ± 0,05ax 0,12 ± 0,03ax 0,13 ± 0,11ax

(11)

H - 14

H + 2

H H

H + 2

Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP)

Pendarahan 30% (kelompok AP,AIS,AIP)

Panen (kelompok AP,AIS,AIP

) Torakotomi

(kelompok AP,AIS,AIP) Adaptasi hewan

(kelompok AP,AIS,AIP)

Teranestesi sempurna Awal recovery Post transfusi

H

H-14 H+7

H+2

Gambar 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati berupa amplitudo, interval, durasi, dan segmen. Amplitudo terdiri atas amplitudo P, R, dan T. Interval terdiri atas interval PR, QT, dan RR (denyut jantung). Durasi terdiri atas durasi P, QRS, dan T. Segmen terdiri atas segmen ST.

Analisis Data

Data variabel dianalisis secara statistik menggunakan metode One Way-Analyse of Variant (ANOVA). Uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN

pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplitudo P

Tabel 2 Rata-rata amplitudo P (mV)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,12 ± 0,02ax 0,12 ± 0,02ax 0,17 ± 0,03ay Pendarahan 30% 0,14 ± 0,02ax 0,16 ± 0,04ax 0,18 ± 0,03ax Post transfusi 0,18 ± 0,03ax 0,15 ± 0,06ax 0,18 ± 0,03ax Awal recovery 0,14 ± 0,05ax 0,12 ± 0,03ax 0,16 ± 0,04ax Pratorakotomi 0,13 ± 0,06ax 0,14 ± 0,04ax 0,14 ± 0,04ax Post torakotomi 0,15 ± 0,04ax 0,13 ± 0,06ax 0,15 ± 0,05ax H+7 0,15 ± 0,05ax 0,12 ± 0,03ax 0,13 ± 0,11ax

(12)

9

Pengukuran amplitudo P adalah untuk mengetahui besarnya depolarisasi atrium (Conville dan Bassert 2002). Peningkatan amplitudo P dapat menunjukkan adanya pembesaran dari atrium kanan. Atrium kanan yang besar mengkibatkan nodus SA mengeluarkan impuls listrik lebih banyak yang menjalar dari atrium ke nodus AV (Guyton dan Hall 2006). Rekaman amplitudo P dalam kertas EKG pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kelainan. Perbedaan nyata nilai rata-rata amplitudo P terlihat di antara kelompok (Tabel 2). Pada saat teranestesi sempurna, kelompok AIP lebih besar dibandingkan dengan kelompok AP dan AIS. Perbedaan tersebut tidak berarti ada kelainan anatomi dan patologis jantung karena semua nilai masih dalam batasan normal.

Durasi P

Tabel 3 Rata-rata durasi P (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,04 ± 0,00ax 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01abx Pendarahan 30% 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax 0,04 ± 0,01abx Post transfusi 0,04 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01abx Awal recovery 0,04 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ay 0,06 ± 0,01by Pratorakotomi 0,04 ± 0,00ax 0,05 ± 0,02ax 0,04 ± 0,01abx Post torakotomi 0,04 ± 0,00ax 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01abx H+7 0,04 ± 0,00ax 0,05 ± 0,01ax 0,04 ± 0,00ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Pengukuran durasi P dilakukan untuk mengetahui waktu depolarisasi atrium (Conville dan Bassert 2002). Perbedaan nyata terlihat di antara ketiga kelompok pada awal recovery (Tabel 3). Perbedaan terjadi karena bobot badan pada kelompok AIP lebih besar dibandingkan dengan kelompok AP. Menurut Dukes dan Szabuniewics (1969) durasi P pada babi konvensional berumur 2-4 bulan dengan bobot badan 23 kg (30-60 ms) lebih besar daripada durasi P babi berumur 1 bulan seberat 7 kg (30-45 ms). Sehingga apabila hewan semakin berat dan tua, maka durasi P akan semakin besar.

(13)

Amplitudo R

Tabel 4 Rata-rata amplitudo R (mV)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,69 ± 0,21ax 0,54 ± 0,02ax 0,39 ± 0,19ax Pendarahan 30% 0,48 ± 0,38ax 0,42 ± 0,23ax 0,32 ± 0,24ax Post transfusi 0,57 ± 0,24ax 0,45 ± 0,18ax 0,28 ± 0,15ax Awal recovery 0,69 ± 0,19ay 0,36 ± 0,19axy 0,28 ± 0,20ax Pratorakotomi 0,73 ± 0,23ax 0,65 ± 0,11ax 0,51 ± 0,21ax Post torakotomi 0,55 ± 0,19ax 0,40 ± 0,33ax 0,53 ± 0,25ax H+7 0,72 ± 0,34ax 0,55 ± 0,06ax 0,59 ± 0,20ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Pengukuran amplitudo R bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas depolarisasi ventrikel. Menurut Widjaja (1990), gelombang R dapat menandakan adanya hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda bundle branch block (BBB). Pada penelitian ini, perbedaan waktu pengamatan tidak mempengaruhi amplitudo R. Namun perbedaan nyata amplitudo R terlihat diantara kelompok AP, AIS, dan AIP pada tahap awal recovery (Tabel 4).

Perbedaan terjadi karena pengaruh perlakuan dan perbedaan ukuran tubuh. Pada kelompok AP nilai amplitudo R lebih tinggi daripada kelompok AIS dan AIP tetapi nilai tersebut masih sama dengan nilai pada saat teranestesi sempurna sehingga masih dikatakan normal dan bukan karena terjadi pembesaran ventrikel kiri. Pada kelompok AIS dan AIP diduga terjadi penurunan kerja ventrikel kiri karena jumlah cairan darah yang dikembalikan ke dalam tubuh babi setelah pendarahan lebih sedikit daripada jumlah cairan darah yang keluar tubuh sehingga mengakibatkan nilai amplitudo R rendah.

Interval PR

Tabel 5 Rata-rata interval PR (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,13 ± 0,01ax 0,15 ± 0,04ax 0,12 ± 0,04ax Pendarahan 30% 0,11 ± 0,01ax 0,16 ± 0,04ax 0,13 ± 0,02ax Post transfusi 0,12 ± 0,02ax 0,12 ± 0,05ax 0,13 ± 0,04ax Awal recovery 0,12 ± 0,03ax 0,17 ± 0,03ax 0,13 ± 0,03ax Pratorakotomi 0,14 ± 0,00ax 0,14 ± 0,04ax 0,13 ± 0,01ax Post torakotomi 0,11 ± 0,02ax 0,14 ± 0,05ax 0,13 ± 0,02ax H+7 0,14 ± 0,00ax 0,14 ± 0,04ax 0,13 ± 0,01ax

(14)

11

Interval PR mengandung dua komponen, yaitu gelombang P dan segmen PR. Interval PR diukur dari awal gelombang P hingga defleksi pertama dari komplek QRS. Interval PR menunjukkan waktu konduksi dari onset depolarisasi atrium ke onset repolarisasi ventrikel, sedangkan segmen PR menunjukkan repolarisasi atrium. Interval QR diukur dari awal kompleks QRS hingga titik tertinggi dari gelombang R, hal ini merupakan refleksi secara tidak langsung dari waktu aktivasi ventrikel. Apabila terjadi pemanjangan interval PR maka dipertimbangkan terjadi first-degree atrioventricularblock (O’Keefe et al. 2008; Thaler 2009).

Pada kertas rekaman EKG dalam penelitian ini tidak ditemukan kelainan interval PR. Nilai rata-rata interval PR dalam dan di antara ketiga kelompok tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 5). Pada penelitian ini juga diperoleh nilai rata-rata interval PR sebesar 0,13 detik, yang sesuai dengan nilai interval PR normal pada babi berumur 2-4 bulan dan berbobot badan 23 kg menurut Dukes dan Szabuniewics (1969), yaitu sebesar 0,06-0,13 detik.

Durasi QRS

Tabel 6 Rata-rata durasi QRS (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax Pendarahan 30% 0,05 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax 0,05 ± 0,02ax Post transfusi 0,05 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax 0,05 ± 0,02ax Awal recovery 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,02ax Pratorakotomi 0,05 ± 0,01ax 0,05 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax Post torakotomi 0,05 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax H+7 0,05 ± 0,00ax 0,06 ± 0,01ax 0,06 ± 0,01ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

(15)

Interval QT

Tabel 7 Rata-rata interval QT (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0,41 ± 0,06ax 0,33 ± 0,06ax 0,37 ± 0,04abx Pendarahan 30% 0,40 ± 0,12ax 0,38 ± 0,09ax 0,40 ± 0,05abcx Post transfusi 0,46 ± 0,14ax 0,39 ± 0,05ax 0,43 ± 0,06bcdx Awal recovery 0,43 ± 0,16ax 0,49 ± 0,06ax 0,49 ± 0,06dx Pratorakotomi 0,46 ± 0,21ax 0,35 ± 0,13ax 0,32 ± 0,03ax Post torakotomi 0,51 ± 0,17ax 0,43 ± 0,13ax 0,46 ± 0,03cdx H+7 0,33 ± 0,07ax 0,34 ± 0,04ax 0,34 ± 0,03ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b,c,d) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Interval QT merupakan jarak antar permulaan gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T sehingga menggambarkan awal mula aktivitas depolarisasi hingga akhir repolarisasi ventrikel. Pemanjangan interval QT disebabkan oleh sindrom kongenital panjang QT, miokarditis, infark miokard, penyakit

serebrovaskular akut, pemakaian obat dalam jangka panjang dan

ketidakseimbangan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipokalsemia, quinidin, prokainamida, bretylium, tricyclic antidepressant, dan anestesi. Pemendekan interval QT disebabkan oleh hiperkalemia, hiperkalsemia, dan terapi quinidin (O’Keefe et al. 2008;Tilley dan Smith 2008).

Perbedaan nyata nilai rata-rata interval QT terlihat dalam kelompok AIP (Tabel 7), yaitu pada saat teranestesi dan awal recovery. Interval QT terlihat semakin panjang ketika pendarahan 30%, setelah transfusi, awal recovery, dan post-torakotomi. Interval QT normal pada babi 2-4 bulan, dengan bobot badan 23 kg adalah 0,20-0,26 detik (Dukes dan Szabuniewics 1969) sehingga pada penelitian ini diduga terjadi pemanjangan interval QT.

Penyebab dari pemanjangan interval QT pada kelompok AIP diduga karena terjadi ketidakseimbangan elektrolit seperti hipokalsemia. Penyebab hipokalsemia

adalah adanya perubahan distribusi seperti hipoalbuminemia dan

ketidakseimbangan asam-basa (Thrall et al. 2004). Hipoalbuminemia dapat terjadi karena pendarahan. Pada saat pendarahan, tubuh kehilangan darah beserta cairan plasma. Sebagian besar kalsium dalam tubuh berada dalam sistem skelet atau terikat dengan albumin dalam plasma. Apabila kalsium bebas di dalam sel otot polos, sel otot jantung dan sel saraf berkurang, maka akan menyebabkan kontraksi pada otot polos pembuluh darah, otot jantung, serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung berkurang (Nijjer et al. 2010). Darah pada kelompok AIP dicuci dengan alat cell saver sehingga darah yang ditransfusikan kembali kedalam tubuh hewan hanya berupa sel darah merah tanpa plasma sehingga menyebabkan hewan masih berada dalam keadaan hipokalsemia.

(16)

13

Selain itu, selama tindakan torakotomi dilakukan nafas buatan yang menyebabkan hiperventilasi. Oksigen terlalu banyak masuk kedalam tubuh, sedangkan karbondioksida (pCO2) menurun sehingga tubuh meresponnya dengan tidak bernafas. Hal tersebut dilihat dengan terjadinya apneu selama beberapa menit. Hiperventilasi menyebabkan respirasi alkalosis, yaitu terjadi penurunan pCO2, HCO3 normal, peningkatan pH darah, dan konsentrasi H2CO3 rendah (Thrall et al.

2004). Pada hari ke tujuh rata-rata interval QT menurun, dan tidak berbeda nyata dengan rata-rata interval QT pada saat terbius sempurna, dan pratorakotomi dikarenakan merupakan awal pembiusan. Dalam rentang waktu tersebut elektrolit hewan telah kembali normal dari asupan pakan dan minum serta tidak adanya perlakuan.

Segmen ST

Segmen ST menunjukkan selang waktu antara depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Diukur dari akhir periode kompleks QRS hingga mulainya gelombang T, yaitu tidak adanya konduksi dan secara normal merupakan garis lurus (isoelektris). Segmen ST adalah suatu kunci indikator untuk iskemik miokard, infark dan nekrosis atau hipotermia apabila terjadi peningkatan (elevasi) atau penurunan (depresi). Elevasi adalah defleksi positif garis segmen ST dari baseline, sedangkan depresi adalah defleksi negatif garis segmen ST dari baseline kertas rekaman EKG (O’Keefe et al. 2008; Thaler 2009).

Elevasi segmen ST pada anjing disebabkan oleh hipoksia miokardial, infark miokardial transmural, efusi perikardial, dan pada kucing akibat keracunan digoksin. Depresi segmen ST pada anjing disebabkan oleh hipoksia miokardial, hiperkalemia, hipokalemia, infark miokardial subendokardial, takhikardia, atau keracunan digoksin. Nilai depresi dan elevasi segmen ST normal pada anjing adalah tidak lebih dari 0,2 mV dan tidak lebih dari 0,15 mV (Tilley dan Smith 2008). Pada kertas rekaman EKG di sadapan II pada penelitian ini tidak ditemukan gambar yang menunjukkan kelainan bentuk segmen ST. Berbeda dengan penelitian Shousa et al. (2010), ditemukan depresi segmen ST setelah torakotomi karena dilakukan pembukaan dinding torak yang lebih besar.

Gelombang T

(17)

Tabel 8 Rata-rata durasi T (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0.08 ± 0.02ax 0.07 ± 0.04ax 0.08 ± 0.03ax Pendarahan 30% 0.09 ± 0.03ax 0.09 ± 0.02ax 0.10 ± 0.03ax Post Transfusi 0.09 ± 0.03ax 0.10 ± 0.04ax 0.12 ± 0.06ax Awal Recovery 0.07 ± 0.04ax 0.11 ± 0.03ax 0.11 ± 0.05ax Pre Torakotomi 0.09 ± 0.04ax 0.08 ± 0.02ax 0.08 ± 0.00ax Post Torakotomi 0.12 ± 0.02ax 0.09 ± 0.06ax 0.10 ± 0.03ax H+7 0.08 ± 0.02ax 0.08 ± 0.05ax 0.07 ± 0.01ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript(x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Tabel 9 Rata-rata amplitudo T (mV)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 0.23 ± 0.05ax 0.29 ± 0.27ax 0.29 ± 0.20ax Pendarahan 30% 0.34 ± 0.09ax 0.42 ± 0.26ax 0.37 ± 0.10ax Post Transfusi 0.32 ± 0.16ax 0.38 ± 0.41ax 0.30 ± 0.17ax Awal Recovery 0.22 ± 0.20ax 0.48 ± 0.38ax 0.32 ± 0.19ax Pre Torakotomi 0.37 ± 0.24ax 0.40 ± 0.28ax 0.17 ± 0.07ax Post Torakotomi 0.32 ± 0.11ax 0.33 ± 0.25ax 0.28 ± 0.15ax H+7 0.30 ± 0.21ax 0.58 ± 0.46ax 0.13 ± 0.04ax

Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Gambar 4 Rekaman gelombang T pada: ulangan kedua kelompok AP pratorakotomi (a), ulangan kedua kelompok AIS saat pendarahan 30% (b), ulangan kedua kelompok AIS posttransfusi (c), ulangan kedua kelompok AIS awal recovery (d), ulangan kedua kelompok AIS pada H+7 (e), ulangan ketiga kelompok AIS pada H+7 (f), dan ulangan pertama kelompok AIP setelah torakotomi (g).

Hasil uji statistik yang telah tersaji dalam Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata durasi dan amplitudo T dalam dan di antara ketiga kelompok autotransfusi tidak berbeda nyata. Namun pada penelitian ini ditemukan gelombang T yang sangat tinggi, yaitu ulangan ke dua pada kelompok AP pratorakotomi; ulangan ke dua kelompok AIS saat pendarahan 30%, setelah transfusi, awal recovery, dan H+7; ulangan ke tiga kelompok AIS saat H+7; dan pada ulangan pertama kelompok AIP setelah torakotomi (Gambar 4).

a b c

(18)

15

Menurut Tilley et al. (2008), gelombang T yang terlampau tinggi berhubungan dengan hiperkalemia dan hipoksia miokardial. Pada penelitian ini dilakukan simulasi trauma abdomen yang menyebabkan luka pada otot dan sel menjadi rusak. Hiperkalemia terjadi karena sejumlah besar jaringan rusak seperti pada luka otot yang parah atau pada sel darah merah yang lisis. Sel rusak tersebut menyebabkan potasium (K+) yang berada di dalam sel banyak keluar ke ekstraseluler sehingga terjadi hiperkalemia (Guyton dan Hall 2006).

Ketiga tindakan autotransfusi yang dilakukan diduga mengakibatkan sel darah merah menjadi lisis. Peningkatan amplitudo T ditemukan pada 2 ekor babi pada kelompok AIS, sedangkan pada kelompok AP dan AIP hanya ditemukan pada 1 ekor babi. Pada kelompok AIS dan AIP, sel darah diduga lisis akibat trauma perlakuan. Pada kelompok AIS diduga terjadi peningkatan kalium akibat autolisis darah saring yang lebih besar. Maka dari itu perlu diperhatikan jika terjadi derajat kerusakan sel darah yang sangat parah selama tindakan penyaringan sederhana karena hiperkalemia dapat mengakibatkan keadaan menjadi fatal.

Sel darah merah yang lisis pada kelompok AP diduga berasal dari sel darah merah yang telah mengalami penuaan selama proses penyimpanan. Menurut Callan (2010), penyimpanan dalam waktu lama dapat menyebabkan sel darah merah mengalami penurunan fungsi sehingga kemungkinan lisis lebih besar. Hipoksia miokardial terjadi akibat proses pendarahan 30% saat operasi dan diperparah dengan belum mampunya tubuh dalam mengatasi kekurangan oksigen sehingga oksigen yang diangkut ke otot jantung sangat sedikit (Guyton dan Hall 2006).

Denyut Jantung

Tabel 10 Rata-rata denyut jantung (denyut per menit)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

AP AIS AIP

Teranestesi 62,67 ± 15,63ax 67,00 ± 17,78ax 62,00 ± 17,35abcx Pendarahan 30% 86,33 ± 48,42ax 50,00 ± 05,29ax 51,67 ± 13,65abcx Post transfusi 78,00 ± 45,92ax 77,67 ± 27,30ax 43,00 ± 02,00ax Awal recovery 69,67 ± 29,09ax 48,33 ± 07,64ax 48,00 ± 12,17abx Pratorakotomi 56,33 ± 15,50ax 69,67 ± 11,02ax 69,00 ± 08,72bcx Post torakotomi 56,33 ± 19,86ax 65,67 ± 21,13ax 53,33 ± 09,29abcx H+7 71,67 ± 15,95ax 71,33 ± 18,50ax 73,00 ± 04,24cx

Keterangan : Huruf superscript (a,b,c) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh saraf otonom pada nodus sinoatrial. Denyut jantung dapat dihitung setelah mendapatkan sinyal EKG atau menggunakan persamaan Interval RR. Interval RR adalah jarak antara gelombang R dengan gelombang R lainnya yang berdekatan, terukur dalam satuan waktu (detik) dan digunakan untuk mengindikasi ventricular rate (Abedin dan

(19)

Nilai rata-rata denyut jantung dalam kelompok AP dan AIS tidak berbeda nyata, namun dalam kelompok AIP terlihat adanya perbedaan nyata (Tabel 10). Pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Gunanti et al. (2011) tentang pembiusan babi model laparoskopi, frekuensi detak jantung babi adalah 68,3 ± 12,6 kali permenit sehingga pada kelompok AIP dimungkinan terjadi bradikardi.

Menurut Tilley dan Smith (2008), bradikardi dapat terjadi secara primer seperti sick sinus syndrome (SSS), dan sekunder yang merupakan bawaan dari penyakit sistemik atau akibat keracunan obat. Pada penelitian ini dilakukan laparotomi dan splenektomi sebagai simulasi trauma abdomen sehingga terjadi pendarahan pada saluran pencernaan. Pendarahan menyebabkan syok hipovolemia, yaitu suatu keadaan kekurangan aliran darah pada jaringan-jaringan tubuh. Trauma abdomen dan pendarahan merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan yang dapat menyebabkan peningkatan tonus vagus, karena refleks tersebut menstimulus saraf vagus untuk mengeluarkan asetilkolin pada postganglion jantung yang membawa efek parasimpatis sehingga menyebabkan sinus bradikardi. Hormon asetilkolin dapat menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung AV-node sehingga terjadi penurunan arus listrik yang akan memperlambat konduksi impuls listrik menuju ventrikel (Guyton dan Hall 2006).

Dalam keadaan pendarahan, tubuh biasanya mengkompensasi dengan meningkatkan stimulasi saraf simpatis, namun denyut jantung kelompok AIP pada post-transfusi tetap rendah dan berbeda nyata dengan pretorakotami dan H+7. Hal tersebut diduga akibat hanya sel darah merah yang ditransfusikan dan tubuh masih kekurangan cairan, sehingga tubuh gagal mengkompensasi. Keadaan ini didukung dengan adanya pemanjangan interval QT. Denyut jantung pada pretorakotomi dan H+7 masih dalam batasan normal karena pengambilan rekaman EKG dilakukan sebelum babi diberi perlakuan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dalam dan antara ketiga tindakan autotransfusi darah pada penelitian

ini tidak mempengaruhi semua perubahan aktivitas jantung dalam

elektrokardiogram. Perbedaan nyata di antara kelompok terlihat pada amplitudo P saat babi teranestesi sempurna, serta nilai durasi P dan amplitudo R pada saat awal

(20)

16

Nilai rata-rata denyut jantung dalam kelompok AP dan AIS tidak berbeda nyata, namun dalam kelompok AIP terlihat adanya perbedaan nyata (Tabel 10). Pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Gunanti et al. (2011) tentang pembiusan babi model laparoskopi, frekuensi detak jantung babi adalah 68,3 ± 12,6 kali permenit sehingga pada kelompok AIP dimungkinan terjadi bradikardi.

Menurut Tilley dan Smith (2008), bradikardi dapat terjadi secara primer seperti sick sinus syndrome (SSS), dan sekunder yang merupakan bawaan dari penyakit sistemik atau akibat keracunan obat. Pada penelitian ini dilakukan laparotomi dan splenektomi sebagai simulasi trauma abdomen sehingga terjadi pendarahan pada saluran pencernaan. Pendarahan menyebabkan syok hipovolemia, yaitu suatu keadaan kekurangan aliran darah pada jaringan-jaringan tubuh. Trauma abdomen dan pendarahan merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan yang dapat menyebabkan peningkatan tonus vagus, karena refleks tersebut menstimulus saraf vagus untuk mengeluarkan asetilkolin pada postganglion jantung yang membawa efek parasimpatis sehingga menyebabkan sinus bradikardi. Hormon asetilkolin dapat menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung AV-node sehingga terjadi penurunan arus listrik yang akan memperlambat konduksi impuls listrik menuju ventrikel (Guyton dan Hall 2006).

Dalam keadaan pendarahan, tubuh biasanya mengkompensasi dengan meningkatkan stimulasi saraf simpatis, namun denyut jantung kelompok AIP pada post-transfusi tetap rendah dan berbeda nyata dengan pretorakotami dan H+7. Hal tersebut diduga akibat hanya sel darah merah yang ditransfusikan dan tubuh masih kekurangan cairan, sehingga tubuh gagal mengkompensasi. Keadaan ini didukung dengan adanya pemanjangan interval QT. Denyut jantung pada pretorakotomi dan H+7 masih dalam batasan normal karena pengambilan rekaman EKG dilakukan sebelum babi diberi perlakuan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dalam dan antara ketiga tindakan autotransfusi darah pada penelitian

ini tidak mempengaruhi semua perubahan aktivitas jantung dalam

elektrokardiogram. Perbedaan nyata di antara kelompok terlihat pada amplitudo P saat babi teranestesi sempurna, serta nilai durasi P dan amplitudo R pada saat awal

(21)

Saran

Perlu dilakukan uji lebih lanjut dengan waktu pengambilan sampel yang lebih terstruktur, misalnya setiap 15 menit atau 30 menit selama jam operasi. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut dengan jumlah hewan model yang lebih banyak dan berat badan yang seragam, dengan pembacaan pada sadapan lainnya, dan pengamatan histopatologi jantung setelah tindakan autotransfusi darah.

DAFTAR PUSTAKA

Abedin Z, Conner R. 2008. ECG Interpretation The Self-Assessment Approach. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Bharati S, Levine M, Huang SK, Handler B, Parr GV, Bauernfeind R, Lev M. 1991. The conduction system of the swine heart. Chest. 100(1): 207-12. Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed

ke-2. Iowa (US): WB Saunders company.

Callan MB. 2010. Red blood cell transfusions in the dog and cat. Di dalam: Weiss DJ, Wardrop JK, editor. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Iowa (US): Wiley-Blackwell.

Capraro L. 2001. Advances in cardiac surgical transfusion practices during the 1990s in a Finnish university hospital. The Int J of Transf Med. 81: 176-179 Conville T, Bassert J. 2002. Clinical Anatomy dan Phsycology for Veterinary

Technicians. Missouri (US): Mosby Inc.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Philadelphia (US): Saunders.

Despopoulos A, Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology. Ed ke-5. New York (US): Thieme

Dukes TW, Szabuniewicz M. 1969. The electrocardiogram of conventional and miniature swine (Sus scrofa). Can J comp Med. 33: 119-127.

Gunanti, Siswandi R, Soehartono RH, Ulum MF, Sudisma IGN. 2011. Babi model laparoskopi untuk manusia dengan zoletyl, ketamin dan xylazin. J Vet. 12(4): 247-253.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Texbook of Medical Physiology. Ed ke-7. Philadelphia (US): Saunders Elsevier.

Henry DA, Carless PA, Moxey AJ, O’Connel D, Forgie MA, Wells PS, Fergusson

D. 2002. Pre-operative autologous donation for minimising perioperative allogeneic blood transfusion. Cochrane Database of Syst Rev. 2:CD003602. Hudson NH. 2004. Managing Chest Drainage Autotransfusion. New Hampshire

(22)

ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI

DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (

Sus domestica

)

SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA

KHANSAA MIRAJZIANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(23)

Saran

Perlu dilakukan uji lebih lanjut dengan waktu pengambilan sampel yang lebih terstruktur, misalnya setiap 15 menit atau 30 menit selama jam operasi. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut dengan jumlah hewan model yang lebih banyak dan berat badan yang seragam, dengan pembacaan pada sadapan lainnya, dan pengamatan histopatologi jantung setelah tindakan autotransfusi darah.

DAFTAR PUSTAKA

Abedin Z, Conner R. 2008. ECG Interpretation The Self-Assessment Approach. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Bharati S, Levine M, Huang SK, Handler B, Parr GV, Bauernfeind R, Lev M. 1991. The conduction system of the swine heart. Chest. 100(1): 207-12. Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed

ke-2. Iowa (US): WB Saunders company.

Callan MB. 2010. Red blood cell transfusions in the dog and cat. Di dalam: Weiss DJ, Wardrop JK, editor. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Iowa (US): Wiley-Blackwell.

Capraro L. 2001. Advances in cardiac surgical transfusion practices during the 1990s in a Finnish university hospital. The Int J of Transf Med. 81: 176-179 Conville T, Bassert J. 2002. Clinical Anatomy dan Phsycology for Veterinary

Technicians. Missouri (US): Mosby Inc.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Philadelphia (US): Saunders.

Despopoulos A, Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology. Ed ke-5. New York (US): Thieme

Dukes TW, Szabuniewicz M. 1969. The electrocardiogram of conventional and miniature swine (Sus scrofa). Can J comp Med. 33: 119-127.

Gunanti, Siswandi R, Soehartono RH, Ulum MF, Sudisma IGN. 2011. Babi model laparoskopi untuk manusia dengan zoletyl, ketamin dan xylazin. J Vet. 12(4): 247-253.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Texbook of Medical Physiology. Ed ke-7. Philadelphia (US): Saunders Elsevier.

Henry DA, Carless PA, Moxey AJ, O’Connel D, Forgie MA, Wells PS, Fergusson

D. 2002. Pre-operative autologous donation for minimising perioperative allogeneic blood transfusion. Cochrane Database of Syst Rev. 2:CD003602. Hudson NH. 2004. Managing Chest Drainage Autotransfusion. New Hampshire

(24)

18

Krohn CD, Reikeras O, Mollnes TE. 1999. Complement activation and increased systemic and pulmonary vascular resistance indices during infusion of postoperatively drained untreated blood. Br J Anaesth. 82(1): 47-51.

Long TR, Stans AA, Shaughnessy WJ, Joyner MJ, Schroeder DR, Wass CT. 2012. Changes in red blood cell transfusion practice during the past quarter century: a retrospective analysis of pediatric patients undergoing elective scoliosis surgery using the Mayo database. Spine J. 12(6):455-62.

Mason L, Fitzgerald C, Powell-Tuck J, Rice R. 2011. Intraoperative cell salvage versus postoperative autologous blood transfusion in hip arthroplasty: a retrospective service evaluation. Ann R Coll Surg Engl. 93(5):398-400. Mc Clelland DBL. 2007. Handbook of transfusion medicine. Ed ke-4. London

(GB): Stationery Office.

Nelson RW, Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. Ed ke-2. Philadelphia (US): Mosby Inc.

Nijjer S, Ghosh AK, Dubrey SW. 2010. Hypocalcemia, long QT interval and atrial arrhythmias. BMJ Case Rep. bcr0820092216.

O’Keefe JH, Hammill SC, Freed MS, Pogwizd SM. 2008. The Complete Guide to

ECG’s A Comprehensive Study Guide to Improve ECG Interpretation Skills.

Ed ke-3. Michigan (US): Physicians Press.

Olsson C, Olsson P, Radegran K, Owall A. 2010. Intraoperative blood salvage and retransfusion from citrate treated wounds is safe and feasible. Scand Cardiovasc J. 44(3):177-82.

Pfiedler Enterprises. 2011. Transfusion Therapy in Orthopaedic Surgical Procedures (A Continuing Education Self-Study Activity). Colorado (US): S Blackhawk Street, Suit 220, Aurora.

Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Ed ke-5. Iowa (US): Blackweel Publishing.

Rubens FD, Mujoomdar A, Tien HC. 2008. Cell salvage in trauma. Trauma Care.

18(1): 35-41.

Sandoval S, Alrawi S, Samee M, Satheesan R, Raju R, Cunningham JN. 2001. A Cytokine Analysis of The Effect of Cell Saver on Blood in Coronary Bypass Surgery. Heart Surg Forum. 4(2):113-7.

Shirley AJ. 2007. ECG Success: Exercises In ECG Interpretation. Philadelphia (US): FA David Company.

Shousha S, Diodati JG, Chantal M, Charron T, Amyot R, Schampaert E, Pharand C. 2010. Comparison of electrocardiographic recordings in open-chest and closed-chest swine models. J Am Assoc Lab Anim Sci. 49 (6): 852-5.

(25)

Surgenol DM, Wallace EL, Hao SHS, Chapman RH. 1990. Collection and transfusion of blood in the united states 1982–1988. N Engl J Med. 322: 1646–1651.

Swindle MM. 2007. Swine in the Laboratory: Surgery, Anesthesia, Imaging and Experimental Techniques. Ed ke-2. New York (US): CRC Press.

Thaler MS. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran.

Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, De Nicola D, Fettman MJ, Lassen ED, Rebar A, Weiser G. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Philadelphia (US): Lippincot Williams dan Wilkins.

Tilley LP, Smith FWK. 2008. Manual of Canine and Feline Cardiology. Ed ke-4. Missouri (US): Saunders Elsevier.

Wass CT, Long TR, Faust RJ, Yaszeski MJ, Joyner MJ. 2007. Changes in red blood cell transfusion practice during the past two decades: a retrospective analysis, with mayo database, of adult patients undergoing major spine surgery. Transfusion. 47(6): 1022-7.

(26)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi preoperatif pada babi lokal indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

durasiP Between Groups .000 6 .000 1.167 .377

Within Groups .000 14 .000

Total .001 20

amplitudoP Between Groups .007 6 .001 .676 .671

Within Groups .024 14 .002

Total .031 20

intervalPR Between Groups .003 6 .000 1.613 .216

Within Groups .004 14 .000

Total .006 20

durasiQRS Between Groups .000 6 .000 .333 .908

Within Groups .001 14 .000

Total .001 20

amplitudoR Between Groups .174 6 .029 .420 .853

Within Groups .965 14 .069

Total 1.138 20

amplitudoT Between Groups .058 6 .010 .363 .891

Within Groups .376 14 .027

Total .434 20

durasiT Between Groups .004 6 .001 .940 .497

Within Groups .011 14 .001

Total .015 20

durasiQT Between Groups .057 6 .009 .475 .816

Within Groups .279 14 .020

Total .336 20

segmenST Between Groups .072 6 .012 .693 .659

Within Groups .241 14 .017

Total .313 20

heartrate Between Groups 2248.286 6 374.714 .408 .862

Within Groups 12866.000 14 919.000

(27)

Lampiran 2 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi

intraoperatif sederhana pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

durasiP Between Groups .000 6 .000 .246 .953

Within Groups .002 14 .000

Total .002 20

amplitudoP Between Groups .005 6 .001 .461 .826

Within Groups .025 14 .002

Total .030 20

intervalPR Between Groups .004 6 .001 .375 .883

Within Groups .024 14 .002

Total .028 20

durasiQRS Between Groups .000 6 .000 .289 .932

Within Groups .001 14 .000

Total .001 20

amplitudoR Between Groups .192 6 .032 .916 .512

Within Groups .489 14 .035

Total .681 20

amplitudoT Between Groups .169 6 .028 .242 .955

Within Groups 1.628 14 .116

Total 1.796 20

durasiT Between Groups .003 6 .000 .312 .920

Within Groups .021 14 .001

Total .024 20

durasiQT Between Groups .062 6 .010 1.395 .283

Within Groups .104 14 .007

Total .166 20

segmenST Between Groups .038 6 .006 2.241 .100

Within Groups .039 14 .003

Total .077 20

heartrate Between Groups 2176.476 6 362.746 1.234 .347

Within Groups 4115.333 14 293.952

Total 6291.810 20

Lampiran 3 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi

intraoperatif pencucian pada babi local Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

durasiP Between Groups .001 6 .000 1.733 .191

Within Groups .001 13 .000

Total .001 19

amplitudoP Between Groups .007 6 .001 .563 .752

(28)

22

Total .034 19

intervalPR Between Groups .000 6 .000 .066 .998

Within Groups .011 13 .001

Total .011 19

durasiQRS Between Groups .000 6 .000 .096 .996

Within Groups .002 13 .000

Total .002 19

amplitudoR Between Groups .259 6 .043 .980 .477

Within Groups .573 13 .044

Total .832 19

amplitudoT Between Groups .111 6 .019 .840 .561

Within Groups .286 13 .022

Total .397 19

durasiT Between Groups .005 6 .001 .572 .746

Within Groups .018 13 .001

Total .023 19

durasiQT Between Groups .066 6 .011 5.767 .004

Within Groups .025 13 .002

Total .091 19

segmenST Between Groups .042 6 .007 4.649 .010

Within Groups .020 13 .002

Total .062 19

heartrate Between Groups 1967.217 6 327.869 2.629 .068

Within Groups 1621.333 13 124.718

Total 3588.550 19

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

durasiP

IntraopPencucian N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana H+7 2 .0400

Pendarahan30% 3 .0433 .0433

PreThoracotomi 3 .0433 .0433

Teranestesi 3 .0467 .0467

PostThoracotomi 3 .0500 .0500

PostTransfusi 3 .0533 .0533

AwalRecovery 3 .0567

Sig. .081 .081

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,800.

durasiQT

IntraopPencucian N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana PreThoracotomi 3 .3200

H+7 2 .3400

(29)

Pendarahan30% 3 .3967 .3967 .3967

PostTransfusi 3 .4333 .4333 .4333

PostThoracotomi 3 .4600 .4600

AwalRecovery 3 .4867

Sig. .076 .109 .127 .193

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,800.

heartrate

IntraopPencucian N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana PostTransfusi 3 43.0000

AwalRecovery 3 48.0000 48.0000

Pendarahan30% 3 51.6667 51.6667 51.6667

PostThoracotomi 3 53.3333 53.3333 53.3333

Teranestesi 3 62.0000 62.0000 62.0000

PreThoracotomi 3 69.0000 69.0000

H+7 2 73.0000

Sig. .089 .063 .060

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,800.

Lampiran 4 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi saat teranestesi sempurna pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

durP Between Groups .000 2 .000 1.750 .252

Within Groups .000 6 .000

Total .000 8

Amplitudo P Between Groups .006 2 .003 4.923 .054

Within Groups .003 6 .001

Total .009 8

Interval PR Between Groups .001 2 .001 .517 .621

Within Groups .008 6 .001

Total .009 8

Durasi QRS Between Groups .000 2 .000 .000 1.000

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

Amplitudo R Between Groups .141 2 .071 2.649 .150

Within Groups .160 6 .027

Total .301 8

Amplitudo T Between Groups .008 2 .004 .109 .899

Within Groups .233 6 .039

Total .242 8

Durasi T Between Groups .000 2 .000 .076 .928

(30)

24

Total .006 8

Durasi QT Between Groups .011 2 .006 2.016 .214

Within Groups .017 6 .003

Total .028 8

Segmen ST Between Groups .009 2 .005 7.052 .027

Within Groups .004 6 .001

Total .013 8

Heart rate Between Groups 44.222 2 22.111 .077 .927

Within Groups 1722.667 6 287.111

Total 1766.889 8

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

Amplitudo P

kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana AP 3 .1200 AIS 3 .1200

AIP 3 .1733

Sig. 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 5 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi saat pendarahan 30% pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

bleeddurP Between Groups .000 2 .000 .778 .501

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

bleedamP Between Groups .002 2 .001 .938 .442

Within Groups .005 6 .001

Total .007 8

bleedintrvlPR Between Groups .003 2 .002 2.294 .182

Within Groups .005 6 .001

Total .008 8

bleeddurQRS Between Groups .000 2 .000 .583 .587

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

bleedampR Between Groups .040 2 .020 .235 .797

Within Groups .516 6 .086

Total .556 8

bleedampT Between Groups .010 2 .005 .171 .847

Within Groups .178 6 .030

(31)

bleeddurT Between Groups .000 2 .000 .339 .725

Within Groups .004 6 .001

Total .005 8

bleeddurQT Between Groups .001 2 .000 .060 .943

Within Groups .048 6 .008

Total .049 8

bleedsegST Between Groups .001 2 .000 .071 .932

Within Groups .035 6 .006

Total .035 8

bleedheartrate Between Groups 2524.667 2 1262.333 1.480 .300

Within Groups 5117.333 6 852.889

Total 7642.000 8

Lampiran 6 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi saat post transfusi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

transfusidurP Between Groups .001 2 .000 2.778 .140

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

transfusiamP Between Groups .002 2 .001 .558 .599

Within Groups .011 6 .002

Total .013 8

transfusiintrvlPR Between Groups .000 2 .000 .030 .971

Within Groups .009 6 .001

Total .009 8

transfusiurQRS Between Groups .000 2 .000 .273 .770

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

transfusiampR Between Groups .127 2 .063 1.683 .263

Within Groups .226 6 .038

Total .353 8

transfusiampT Between Groups .010 2 .005 .064 .938

Within Groups .455 6 .076

Total .465 8

transfusidurT Between Groups .001 2 .001 .379 .700

Within Groups .011 6 .002

Total .012 8

transfusidurQT Between Groups .008 2 .004 .490 .635

Within Groups .050 6 .008

Total .058 8

transfusisegST Between Groups .027 2 .013 1.379 .322

Within Groups .058 6 .010

(32)

26

transfusiheartrate Between Groups 2426.889 2 1213.444 1.274 .346

Within Groups 5716.667 6 952.778

Total 8143.556 8

Lampiran 7 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi awal

recovery pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

RecoverydurP Between Groups .001 2 .000 10.333 .011

Within Groups .000 6 .000

Total .001 8

RecoveryamP Between Groups .003 2 .001 .858 .470

Within Groups .010 6 .002

Total .013 8

RecoveryintrvlPR Between Groups .004 2 .002 2.244 .187

Within Groups .005 6 .001

Total .009 8

RecoverydurQRS Between Groups .000 2 .000 .062 .940

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

RecoveryampR Between Groups .287 2 .143 3.981 .079

Within Groups .216 6 .036

Total .503 8

RecoveryampT Between Groups .109 2 .054 .753 .511

Within Groups .434 6 .072

Total .543 8

RecoverydurT Between Groups .003 2 .001 .978 .429

Within Groups .009 6 .002

Total .012 8

RecoverydurQT Between Groups .007 2 .004 .324 .735

Within Groups .067 6 .011

Total .075 8

RecoverysegST Between Groups .000 2 .000 .013 .987

Within Groups .065 6 .011

Total .065 8

Recoveryheartrate Between Groups 924.667 2 462.333 1.318 .335

Within Groups 2105.333 6 350.889

Total 3030.000 8

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

RecoverydurP

kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

(33)

AIS 3 .0533

AIP 3 .0567

Sig. 1.000 .506

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

RecoveryampR

kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana AIP 3 .2767

AIS 3 .3600 .3600

AP 3 .6900

Sig. .610 .077

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 8 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi saat pretorakotomi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

PrethodurP Between Groups .000 2 .000 .375 .702

Within Groups .001 6 .000

Total .001 8

PrethoamP Between Groups .000 2 .000 .035 .965

Within Groups .013 6 .002

Total .013 8

PrethointrvlPR Between Groups .000 2 .000 .214 .813

Within Groups .003 6 .000

Total .003 8

PrethodurQRS Between Groups .000 2 .000 .167 .850

Within Groups .000 6 .000

Total .000 8

PrethoampR Between Groups .079 2 .040 1.121 .386

Within Groups .212 6 .035

Total .291 8

PrethoampT Between Groups .093 2 .046 .999 .422

Within Groups .278 6 .046

Total .371 8

PrethodurT Between Groups .000 2 .000 .176 .842

Within Groups .003 6 .001

Total .004 8

PrethodurQT Between Groups .033 2 .017 .812 .487

Within Groups .122 6 .020

Total .156 8

PrethosegST Between Groups .026 2 .013 1.047 .407

Within Groups .073 6 .012

(34)

28

PrethoHR Between Groups 338.667 2 169.333 1.161 .375

Within Groups 875.333 6 145.889

Total 1214.000 8

Lampiran 9 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi saat post torakotomi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

PostThodurP Between Groups .000 2 .000 1.500 .296

Within Groups .000 6 .000

Total .001 8

PostThoampP Between Groups .001 2 .000 .108 .900

Within Groups .015 6 .003

Total .016 8

PostThointrvlPR Between Groups .001 2 .000 .364 .709

Within Groups .007 6 .001

Total .008 8

PostThodurQRS Between Groups .000 2 .000 1.500 .296

Within Groups .000 6 .000

Total .001 8

PostThoampR Between Groups .040 2 .020 .285 .762

Within Groups .419 6 .070

Total .459 8

PostThoampT Between Groups .004 2 .002 .065 .938

Within Groups .194 6 .032

Total .199 8

PostThodurT Between Groups .002 2 .001 .484 .638

Within Groups .010 6 .002

Total .012 8

PostThodurQT Between Groups .010 2 .005 .327 .733

Within Groups .090 6 .015

Total .100 8

PostThosegST Between Groups .023 2 .012 1.215 .361

Within Groups .057 6 .009

Total .080 8

PostThoHR Between Groups 248.222 2 124.111 .402 .686

Within Groups 1854.000 6 309.000

(35)

Lampiran 10 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga klompok autotransfusi H+7 pada babi lokal Indonesia (Sus domestica)

Oneway

ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

H7durP Between Groups .000 2 .000 3.125 .132

Within Groups .000 5 .000

Total .000 7

H7ampP Between Groups .001 2 .001 .206 .820

Within Groups .017 5 .003

Total .019 7

H7intrvlPR Between Groups .000 2 .000 .318 .741

Within Groups .003 5 .001

Total .003 7

H7durQRS Between Groups .000 2 .000 1.518 .305

Within Groups .000 5 .000

Total .000 7

H7ampR Between Groups .051 2 .025 .455 .658

Within Groups .278 5 .056

Total .328 7

H7ampT Between Groups .270 2 .135 1.304 .350

Within Groups .517 5 .103

Total .787 7

H7durT Between Groups .000 2 .000 .101 .906

Within Groups .005 5 .001

Total .006 7

H7durQT Between Groups .000 2 .000 .015 .985

Within Groups .013 5 .003

Total .014 7

H7segST Between Groups .001 2 .000 .188 .834

Within Groups .008 5 .002

Gambar

Tabel 1  Denyut jantung (denyut per menit) dan durasi (milidetik) P, PR, QRS,
Gambar 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP.)
Gambar 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP.)
Tabel 1  Denyut jantung (denyut per menit) dan durasi (milidetik) P, PR, QRS,
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani responden paling besar adalah usaha pengomprongan yang menggunakan bahan

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini menunjukan peningkatan kekerasan pada metode quencing yang paling tinggi yaitu menggunakan media pendingin air, dengan rata-rata

Dengan demikian, maka peneliti tertarik untuk mengkaji tentang hakikat agama dalam perspektif filsafat perenial untuk menjelaskan kekeliruan yang selama ini tumbuh dalam

Pencapaian keefektifan pembelajaran kooperatif tipe TAI yang ditentukan berdasarkan ketuntasan belajar peserta didik, kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran

Khusus untuk metode pemingsanan ternak sapi di Rumah Pemotongan Hewan Temesi ini menggunakan captive bolt, dengan menggunakan peluru berukuran kuning untuk sapi berukuran

Untuk mengoperasikan turbin dalam batas-batas kinerja desain partsnya, terdapat sistem pengatur kecepatan turbin yang berfungsi untuk mengatur dan

3.8 Menganalisis hubungan antara struktur Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem jaringan penyusun organ pada sistem respirasi dalam