SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
ADY WASKITO NIM : 203070001455
FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : ADY WASKITO NIM : 203070001455
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si
NIP. 150215283 NIP. 150277469
FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PADA REMAJA YANG BERSEKOLAH DI SMA DAN MA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 22 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar Ph.d Dra. Fadhilah Suralaga M.Si
NIP. 130 885 522 NIP. 150 215 283
Anggota :
Penguji I Penguji II
Dr. Sururin M. Ag Dra. Fadhilah Suralaga M.Si
NIP.19710319 19980302 001 NIP. 150 215 283
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Fadhilah Suralaga M.Si Dra. Diana Mutiah, M. Si
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ady Waskito NIM : 203070001455
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan
yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 22 Juni 2009
(QS. Al-Qolam : 1-2)
Karya sederhana ini ku
persembahkan untuk diriku
sebagai bentuk pertanggung
jawabanku pada NYA,
Untuk bapak dan mamah,
kakak dan kedua adik ku,
serta orang-orang yang
menyayangiku dan ku
(B) Juni 2009 (C) Ady Waskito
(D) Perbedaan Sikap Terhadap aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA
(E) x + 76 halaman
(F) Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagai mana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan
masyarakat. Hubungan seks bebas sebelum menikah pada akhirnya akan membawa resiko, seperti kehamilan. Suatu kehamilan yang tidak diinginkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, mengakibatkan terjadinya pengguguran kandungan sebagai suatu jalan yang dianggap dapat memecahkan permasalahan mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian komparatif. Penelitian dilaksanakan di SMA Dharma Karya UT, Pamulang dan MA Manaratul Islam, Jakarta dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang, 25 orang siswa SMA dan 25 orang siswa MA, yang diambil dengan teknik Random Sampling (acak). Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi korelasi Product Moment Pearson untuk meguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan T-test untuk pengujian hipotesis penelitian.
antara remaja yang bersekolah di SMA dan MA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan sikap terhadap aborsi pra-nikah pada remaja yang bersekolah di SMA dan MA. Hal ini terlihat dari kategorisasi, baik siswa SMA maupun siswa MA sebanyak (40%) memiliki sikap yang cukup negatif terhadap aborsi pra-nikah.
Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk membuat item aborsi pra-nikah dalam konteks remaja, supaya dapat mewakili sampel penelitian. Kemudian perlu ditelusuri lebih lanjut, faktor-faktor apa sajakah kiranya yang dapat membentuk sikap positif remaja terhadap aborsi pra-nikah. Sehingga hal ini dapat di jadikan sebagai tindakan preventif dalam mencegah semakin meningkatnya degradasi moral di kalangan remaja khususnya pelajar Indonesia, terkait dengan perbuatan aborsi pra-nikah.
Assalamu`alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 2. Pembimbing Akademik Bapak Abdurachman, M.Si, atas bimbingannya
selama penulis menjalani perkuliahan.
3. Ibu. Fadhilah Suralaga M.Si, atas segala bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Diana Mutiah, M. Si, yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Pembimbing seminar skripsi, Bapak Abdurachman, M.Si, yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.
6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis. 7. Bapak Wahid sebagai kepala sekolah SMA Dharma Karya UT Pamulang,
yang telah mengiijnkan saya untuk melakukan penelitian.
8. Bapak H. Safei sebagai pembina yayasan di MA Manaratul Islam Jakarta, yang telah mengiijnkan saya untuk melakukan penelitian.
9. Seluruh siswa SMA Dharma Karya UT Pamulang dan Manaratul Islam Jakarta yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.
10. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Bapa, Mama, dan Keluarga yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih yang tulus kepada penulis.
henti dan waktu yang di sediakan untuk berbagi di setiap kesempatan. 13. Anggita Krisnandika yang selalu siap membantu dan selalu memberi
motivasi kepada penulis.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.
Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.
Jakarta, 22 Juni 2009
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAKSI ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 8
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah Penelitian ... 9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Sistematika Penulisan ... 11
BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Sikap ... 13
2.1.1 Pengertian sikap ... 13
Pembentukan Sikap ... 15
2.1.5 Pengukuran Sikap ... 19
2.2 Remaja ... 20
2.2.1 Pengertian Remaja ... 20
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja ... 22
2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja ... 26
2.2.4 Perkembangan Seksual Remaja ... 27
2.3 Aborsi ... 30
2.3.1 Pengertian Aborsi ... 30
2.3.2 Macam-macam Aborsi ... 31
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Aborsi ... 33
2.3.4 Gambaran dan Proses Aborsi ... 36
2.3.5 Aborsi dalam tinjauan Islam ... 39
2.4 Kerangka Berpikir ... 41
2.5 Hipotesis ... 44
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 45
3.1.1 Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian ... 45
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 47
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 48
3.3.1 Instrumen Penelitian ... 48
3.3.2 Skala ... 48
3.4 Teknik Analisis Data ... 52
3.4.1 Uji Validitas ... 52
3.4.2 Uji Reliabilitas ... 53
3.4.3 Uji Hipotesis ... 54
3.5 Prosedur Penelitian ... 54
3.5.1 Tahap Persiapan ... 54
3.5.2 Tahap Pengambilan Data ... 55
3.5.3 Tahap Pengolahan Data ... 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 57
4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57
4.1.2 Gambaran Umum Berdasarkan Usia ... 58
4.1.3 Gambaran Umum Berdasarkan Kelas ... 58
4.2 Presentasi Data ... 59
4.4 Hasil Utama Penelitian ... 68
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Diskusi ... 71
5.3 Saran ... 75
Tabel 3.2 Blue print Skala Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah ... 51
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 57
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan usia ... 58
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan kelas ... 59
Tabel 4.4 Uji Normalitas Shapiro-Wilk ... 60
Tabel 4.5 Uji Homogenitas ... 63
Tabel 4.6 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA ... 65
Tabel 4.7 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada siswa SMA ... 66
[image:14.612.124.523.138.579.2]Tabel 4.8 Kategori Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada siswa MA ... 68
Tabel 4.9 Independent Sample Test ... 69
Gambar 1 QQ plot Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Try Out Lampiran 2 Skoring Try Out Lampiran 3 Angket Penelitian Lampiran 4 Skoring Penelitian
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Lampiran 7 QQ plot Sikap Terhadap Aborsi Pra-Nikah Pada Remaja Yang Bersekolah di SMA dan MA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada negara-negara berkembang atau pada suatu negara yang sedang
berkembang pesat pada umumnya atau dengan sendirinya masyarakat di
negara tersebut akan berkembang menjadi masyarakat modern. Di mana sisi
lain masyarakat modern sebagian besar sudah membawa implikasi kepada
penyimpangan, adapun bentuk tindakanmenyimpang dari masyarakat
modern itu sendiri salah satunya adalah perilakuseks bebas.Namun bagi
masyarakat modern, seks bebas sudah menjadi aktifitas yang wajar. Seks
bebas dilakukan sebagai salah satu aktifitas seksual oleh mereka yang
memiliki ataupun tidak memiliki pasangan, kapan saja dan di mana saja,
tanpa harus terikat dengan pasangan tersebut. Hubungan seks bebas
sebelum menikah pada akhirnya akan membawa resiko, seperti kehamilan.
Suatu kehamilan yang tidak diinginkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan
dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, mengakibatkanterjadinya
pengguguran kandungan sebagai suatu jalan yang dianggap dapat
Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga
pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan masyarakat. Dengan demikian
dibutuhkan sifat yang sangat bijaksana dari orang tua, pendidik, dan
masyarakat pada umumnya. Serta tentunya para remaja itu sendiri, agar
mereka dapat melewati masa transisi itu dengan baik. Adapun yang
dimaskud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. (Sarwono, 2007). Bentuk tingakah laku ini bisa bermacam-macam,
mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak
berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang
dapat ditimbulkan. Akan tetapi, pada bagian perilaku seksual yang lain,
dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah,
misalnya pada para gadis yang terpasa menggugurkan kandungannya.
(Simkins dalam Sarwono, 2007).
Akibat dari psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan
akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil.
Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya.
kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah
dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan
lain-lain. (Sanderowitz & Paxman dalam Sarwono, 2007).
Menurut Prof. DR Dr Nukman Moeloek, Sp And, Ketua PKBI DKI Jakarta
menyatakan dari 2.479 responden berusia 15-24 tahun, mereka yang
mengaku berhubungan seksual saat berpacaran sebanyak 14,73%.
Kebanyakan melakukannya dengan pacar (74,89%) Sebagian besar
responden berpacaran di rumah (61,54%). Selain itu, sekolah, kampus,
tempat rekreasi, bioskop, tempat bekerja, rumah teman dan rumah saudara
menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu berduaan bersama pasangan
mereka. Pintu-pintu menuju hubungan seksual bahkan menjangkau rumah
kos dan hotel, motel, atau losmen. Meski remaja yang berpacaran di hotel
jumlahnya kecil, tapi di tempat itu pula mereka selalu berhubungan seksual.
Survei PKBI Jakarta juga mencatat bahwa responden yang mengaku telah
berhubungan seksual, 40% di antaranya tidak memakai alat kontrasepsi.
Alasannya, hampir 60% mengatakan tidak nyaman menggunakan alat
kontrasepsi. (http://abortus.blogspot.com)
Menurut Gulardi HW dalam (Maria Ulfah, 2006) Aborsi ialah berhentinya
(mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung haid
25cm. Sedangkan menurut Mardjono Reksodiputro dalam (Maria Ulfah, 2002)
aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum hasil konsepsi
dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak merusak hasil konsepsi
tersebut. Umumnya aborsi terjadi pada masa tiga bulan pertama kehamilan.
Akan tetapi, pada prinsipnya aborsi mempunyai dua arti yang berbeda, yaitu
keguguran kandungan yang tidak disengaja (abortus spontan) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "keguguran" dan keguguran
kandungan yang sengaja dilakukan (abortus provocatus) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "pengguguran". Biasanya yang kedua
istilah inilah yang sering mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurut Siswanto Agus Wilopo (Deputi Bidang Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi, BKKBN). Setiap tahun terjadi 2,6 juta kasus aborsi di
Indonesia. Jika dirata-rata, setiap jamnya terdapat 300 wanita telah
menggugurkan kandungannya. Tidak semua kehamilan diinginkan atau
disambut baik kehadirannya. Dua pertiga (50 juta) dari 75 juta kehamilan
yang tidak diinginkan di dunia akan berakhir dengan aborsi disengaja; 20 juta
diantaranya dilakukan secara tidak aman. Aborsi tidak aman berkontribusi
13% (78.000) terhadap kematian ibu di dunia. Aborsi tidak aman selalu
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dan secara formal, aborsi tidak
aman diperkirakan menyumbang 11,1% pada kematian ibu.
Pada saat dan setelah melakukan aborsi seorang perempuan bisa
mengalami kematian mendadak karena pendarahan hebat, pembiusan gagal,
kematian lambat akibat infeksi, rahim sobek, kerusakan leher rahim, kanker
payudara, kanker indung telur, kanker leher rahim, kanker hati, kelainan
plasenta, kemandulan, infeksi rongga panggul dan infeksi lapisan rahim.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Dr Boyke Dian Nugraha, Ginekolog dan
Konsultan Seks dalam sebuah acara seminar yang digelar Badan Kerohanian
Islam Mahasiswa IPB Bogor. Mayoritas perempuan pelaku aborsi, terang
Boyke, secara psikologis akan menderita.Sebuah penelitian menunjukkan
mereka yang kehilangan harga diri (82%), berteriak-teriak histeris (51%),
mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%), ingin bunuh diri (28%), terjerat
obat-obatan terlarang dan tidak bisa menikmati hubungan seksual (41%).
(http://cindien.multiply.com/reviews/item/33).
Masa remaja adalah satu masa yang pasti dilewati oleh setiap orang setelah
masa kanak-kanak berakhir. Remaja oleh Hurlock (2000) dibagi atas dua
masa yaitu masa remaja awal yang diperkirakan berada pada rentang usia
tiga belas atau empat belas tahun hingga usia tujuh belas tahun. Masa kedua
adalah masa remaja akhir dengan rentang usia tujuh belas tahun hingga dua
puluh tiga atau dua puluh empat tahun. Sekolah adalah lingkungan
pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang
remaja yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan
waktu sekitar tujuh jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir
sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan disekolah. Tidak
mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja
cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, sebagai mana halnya dengan
keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Menurut Sarwono (2007), sebagai lembaga pendidikan sekolah mengajarkan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan
keterampilan dan kepandaian kepada siswanya. Dimulai dari mata pelajaran
yang diberikan, kegiatan pembiasaan mengenai pengadaan peraturan
sekolah hingga kegiatan ekstra kulikuler di sekolah yang bersangkutan. Lebih
khusus MA melakukan penanaman nilai-nilai moral yang diperoleh dari mata
pelajaran agama yang dibebankan lebih banyak dari pada SMA, yaitu
sebanyak 30% dari mata pelajaran yang ada. Dengan demikian siswa MA
memiliki pengalaman pelajaran agama lebih banyak dibandingkan dengan
siswa SMA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Gullota dalam
(Sarwono, 2007) bahwa agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang ada didunia. Agama
menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi meraka yang
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) berada pada rentang usia remaja. Setelah remaja
memasuki jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (STLP)
maka remaja memasuki jenjang SLTA dengan mata pelajaran yang lebih
kompleks, lingkungan baru dengan norma dan peraturan baru yang
menuntutnya untuk lebih bersikap dewasa. Pada masa ini remaja lebih
spesifik dalam memilih teman, khususnya teman sebaya karena orientasinya
tidak lagi sekedar bermain tetapi juga untuk teman berbagi rasa. Di Indonesia
terdapat berbagai lembaga pendidikan setaraf dengan SLTA (Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas). Antara lain Sekolah Menegah Atas (SMA) dan juga
sekolah yang berciri khas agama seperti MA (Madrasah Aliyah).
Bagi sebagian orang yang merasa ingin memperdalam ilmu agama
disamping ilmu-ilmu umum lainnya maka mereka lebih cenderung untuk
memilih MA (Madrasah Aliyah). Mereka juga mengharapkan perkembangan
diri dan kepribadian karena dianggap ketika mendapatkan porsi pelajaran
agama yang lebih banyak, maka sedikit banyak akan merubah perspektifnya.
Sedangkan bagi orang tertentu memilih SMA (Sekolah Menengah Umum)
menjadai alternatif pilihan, karena dianggap lebih konsen mempelajari dan
mendalami ilmu-ilmu umumnya. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan M A
(Madrasah MA) adalah lembaga tingkat atas setelah SMP atau MTS. Namun
dibawah pembinaan dan kebijakan DEPDIKNAS (Depertemen Pendididkan
Nasional), sedangkan MA merupakan pendidikan umum berciri khas agama
Islam yang berada dibawah pembinaan dan kebijakan DEPAG (Depertemen
Agama). Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang : “Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah Pada Remaja Yang bersekolah di SMA dan MA”
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa yang mendasari remaja untuk melakukan aborsi pra nikah?
2. Bagaimana sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA
terhadap aborsi pra nikah?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan remaja melakukan aborsi?
4. Bagaimana dampak aborsi terhadap psikologis remaja?
5. Bagaimana gambaran psikologis remaja yang melakukan aborsi
pra nikah?
6. Apakah ada perbedaan sikap remaja yang bersekolah di SMA dan
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan MasalahAgar permasalahan penelitian tidak meluas, maka penulis memberikan
pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Sikap adalah efek atau penilaian positif dan negatif terhadap suatu objek,
yang terdiri dari unsur kognisi, afeksi dan konasi. (Fishbein & Ajzen
dalam Azwar 2007)
2. Aborsi ialah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20
minggu (dihitung haid terakhir) atau berat janin kurang dari 500g atau
panjang janin kurang dari 25cm. (Gulardi HW dalam Maria ulfah 2002)
3. Masa remaja adalah suatu periode transisi dari kanak-kanak menuju
dewasa secara biologis, psikologis, sosial, ekonomi. (Sarwono 2007).
Remaja yang diteliti disini adalah siswa/i SMA Dharma Karya UT
Pamulang dan MA Manaratul Islam Jakarta.
1.3.2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah : Apakah ada perbedaan sikap terhadap Aborsi pra Nikah pada
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan
sikap remaja yang bersekolah di SMA dan MA terhadap Aborsi pra Nikah.
1.4.2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis.
Manfaat teoritis dilaksanakannya penelitian ini adalah bahwa Hasil
dari penelitian diharapkan dapat menambah khasanah wacana
dalam ilmu pengetahuan psikologi mengenai sikap remaja yang
bersekolah di SMA dan MA terhadap Aborsi pra Nikah.
b. Sedangkan manfaat Praktis dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi para pendidik agar dapat
membimbing serta mengarahkan siswa/inya kearah yang positif.
2. Sebagai referensi bagi setiap keluarga, sehingga para orang tua
dapat lebih memperhatikan, mengerti dan memahami
kebutuhan serta kondisi anak-anak mereka.
[image:26.612.119.526.190.574.2]3. Kepada para remaja agar dapat menghindarinya (memberikan
gambaran kepada para siswa khususnya remaja mengenai
bahaya aborsi, sehingga diharapkan mereka dapat menjaga
4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat agar
saling bekerja sama dan lebih memperhatikan masalah ini
dengan sebaik-baiknya, sehingga perilaku aborsi dapat ditekan.
5. Dapat memperkaya pengetahuan setiap pembaca, khususnya
orang tua, ahli-ahli pendidikan dan praktisi terkait lainnya.
1.5. Sistimatika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan sistematika penulisan
karya ilmiah psikologi menurut APA (American Psychology Association)
sebagai mana yang dicantumkan dalam buku pedoman penulisan skripsi
terbitan Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sistimatika penulisan yang penulis
susun adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan ; dalam bab ini penulis akan menguraikan latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian dan sistimatika penulisan.
BAB 2 Tinjauan Pustaka ; dalam bab ini penulis akan menguraikan deskripsi
teori yang terdiri dari definisi sikap, komponen-komponen atau
struktur sikap, ciri-ciri sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap, pengukuran sikap. Definisi remaja, karakteristik
seksual pada remaja. Definisi aborsi, macam-macam aborsi,
fator-faktor penyebab aborsi, gambaran dan proses aborsi, aborsi dalam
pandangan Islam, kerangka berpikir dan hipotesa.
BAB 3 Metodologi Penelitian ; dalam bab ini penulis akan menguraikan jenis
penelitian, meliputi pendekatan dan metode penelitian, definisi
variabel dan operasional variabel. Populasi dan sampel serta teknik
pengambilan sampel. Pengumpulan data meliputi metode dan
instrumen data, analisis data.
BAB 4 Hasil Pelenitian ; dalam bab ini penulis akan menguraikan gambaran
umum responden yang meliputi gambaran umum responden
berdasarkan jenis kelamin, usia dan kelas. Presentasi data yang
meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil utama penelitian,
dan kategorisasi..
KAJIAN PUSTAKA
2.1 SIKAP
2.1.1 Pengertian Sikap
Sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude yaitusuatu cara bereaksi
terhadap suatu perangsang. Sikap oleh Fishbein & Ajzen dalam Azwar (2007)
didefiniskan sebagai afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu
objek. Menurut G.W. Allport dalam Azwar (2007) sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada
semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Menurut Krech dan Crutcchfield dalam David (1994) sikap adalah sebagai
organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional,
perseptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu.
J.PChaplin (2000) mengartikan sikap atau attitude sebagai satu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk
lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu. Gerungan (2004)
mendefinisikan sikap sebagai kesediaan beraksi terhadap sesuatu hal.
Dari bebagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap sebagai
kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek yang bersifat
menetap.
2.1.2 Komponen-Komponen atau Struktur Sikap
Menurut Azwar (2007) stuktur sikap terdiri atas komponen yang saling
menunjang, yaitu komponen kognisi, afeksi,dan konasi /perilaku :
1. Komponen kognisi ; berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
benar bagi objek sikap yang mengandung pikiran, kepercaaan/
pengetahuan seseorang tentang objek sikap. Didalamnya juga
mengandung argumen, generalisasi, stereotype (seringkali terpola dalam pikiran dan sulit sekali menerima perubahan), rasionalisasi, dan evaluasi
mengenai hal terentu.
2. Komponen afeksi ; emosi, perasaan/ mood yang berhubungan dengan
objek sikap. Hal ini bisa dinyatakan dengan suka/ tidak suka favorabel/
unfavorable dan negatif/ positif.
3. Komponen konasi/ perilaku ; merupakan kesiapsediaan untuk bertingkah
laku/ berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
yang tidak perlu diekspresikan dalam overt behavior. Sikap positif
terhadap objek tertentu menunjukan kesiapsediaan untuk mendekati objek
tersebut dan juga sebaliknya.
2.1.3 Ciri-Ciri Sikap
Gerungan (2004) menjabarkan tentang ciri-ciri sikap, yaitu:
1. Sikap tidak dibawa manusia sejak lahir, akan tetapi dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan
dengan objeknya.
2. Sikap dapat berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari. Atas dasar ini
fungsi dari pendidikan, pelatihan, orasi politik, iklan, pemasaran, dan lain
sebagainya, yang semuanya ini diharapkan dapat mengubah sikap
seseorang.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu
terhadap suatu objek.
4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu dan dapat pula
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pembentukan sikap pada seseorang tidak terjadi begitu saja melainkan
lingkungannya maupun dengan individu lainnya. Dalam hal ini faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sifat menurut Azwar
(2007) :
a) Pengalaman pribadi
Sesuatu yang telah dan sedang dialami akan membentuk dan
mempengaruhi sikap seseorang terhadap sesuatu. Pembentukan kesan
atau tanggapan akan menjadi salah satu dasar. Seseorang yang tidak
mempunyai pengalaman atau kesan terhadap suatu objek cenderung
akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses
yang kompleks dalam individu yang melibatkan individu yang
bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk dan atribut atau
ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Sikap akan mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional. Karena ketika emosi dilibatkan penghayatan akan
pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Namun dari
semua hal diatas tidaklah sesederhana karena suatu pengalaman tunggal
jarang sekali dapat menjadi dasar pembentukan sikap.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain yang berada disekitar merupakan salah satu diantara
seseorang yang berada disekitar itu dianggap penting dan diharapkan
persetujuannya. Biasanya orang yang dianggap penting bagi individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, temen sebaya,
teman dekat, suami dan istri.
c) Pengaruh kebudayaan
Pembentukan sifat juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Ketika
budaya dalam suatu tempat mempunyai peraturan norma yang longgar,
maka budaya kebebasan akan semakin besar. Begitu juga ketika budaya
dalam suatu tempat itu mempunyai peraturan norma yang ketat, maka
budaya kebebasan akan semakin sempit. Tetapi seberapapun besarnya
pengaruh kebudayaan terhadap sikap, kepribadian individu yang telah
mapan dan kuatlah yang mendominasi pembentukan sikap individual.
d) Media massa
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar dan memberikan sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang dan kepercayaan orang. Contoh pengaruh
media massa terhadap pembentukan sikap adalah sugesti tayangan iklan
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya
meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
Lembaga agama dan pendidikan sangat menentukan sistem
kepercayaan, konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap
individu terhadap suatu hal.
Ketika terjadi suatu hal yang sifatnya kontroversial orang akan mencari
informasi untuk dapat memperkuat posisi sikapnya. Dalam hal seperti itu,
ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari lembaga
agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f) Faktor pengaruh emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego. Sikap yang timbul dari pengaruh emosional merupakan
sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi
dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
2.1.5 Pengukuran Sikap
Sikap merupakan konstruk hipotesis yang harus diinferensikan dari
respon-respon terukur (measurable responses) karena tidak dapat diketahui dari observasi langsung, sikap hanya dapat diukur berdasarkan inferensi yang
didapat dari respon-respon individu terhadap objek.
Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli guna
mengungkap sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Skala
sikap merupakan cara paling umum digunakan untuk mengukur sikap. Dalam
skala sikap, seseorang menyatakan persetujuan atau tidak kesetujuannya
terhadap sejumlah pertanyaan dalam beberapa skala point berkisar antara
sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Dengan cara ini respon terhadap
tiap pernyataan atau item mengidentifikasilkan arah dan derajat sikap.
Skala sikap merupakan cara umum yang digunakan untuk mengukur sikap.
Skala sikap berbeda-beda baik dalam tipe maupun metode konstruksinya,
tetapi tujuannya selalu sama yaitu menempatkan individu ke dalam posisi
numerik dalam suatu kontinum. Adapun pengembangan skala sikap
membutuhkan seleksi item-item relevan yang harus membedakan antara
individu dengan posisi sikap yang berbeda. Hubungan diagnostik antara item
dengan manifest content yang langsung berhubungan dengan objek sikap.
langsung dengan objek sikap. Karena sifat interkoneksi yang luas dari sikap
satu sikap individu akan cenderung mempengaruhi penilaian terhadap
berbagai hal yang hanya berhubungan tidak langsung dengan obyek sikap
yang ingin diukur. (Azwar,2007).
2.2 REMAJA
2.2.1 Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut yang dipergunakan saat ini, memiliki
arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik (Hurlock, 2000). Piaget dalam (Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa
secara psikologis,masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Menurut WHO dalam Sarwono (2007) batasan usia remaja adalah 14 sampai
24 tahun. Masa remaja adalah suatu periode transisi secara biologis,
psikologis, sosial, ekonomi. Remaja mulai tertarik kepada seks dan secara
Sarwono (2007) menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah
untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia sebelas tahun adalah usia dimana umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai nampak (kriteria fisik).
2. Dibanyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baliq,
baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak perlu lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
3. pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget), mapun moral (Konlberg).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang masih menggantungkan diri pada orang tua,
belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat
atau tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.
Dengan perkataan lain orang orang yang sampai batas usia 24 tahun
belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun
psikologis masih dapat digolongkan sebagai remaja.
5. Dalam definisi diatas status perkawinan sangat menentukan, karena arti
perkawinan masih sangat penting dimasyarakat kita secara menyaluruh.
diperlukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun
dalam kehidupan masyarakat dan keluaraga. Oleh karena itu definisi
remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.
Dari berbagai teori diatas maka remaja didefinisikan sebagai masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda
sesuai dengan sosial budaya setempat.
2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja
a) Perkembangan Fisik
Santrock (2002), mengatakan bahwa dalam perkembangan pertumbuhan
pada anak laki-laki pada umumnya terjadi kira kira 2 tahun lebih telat
daripada anak-anak perempuan, yakni 12,5 tahun usia awal rata-rata
pada anak laki-laki, 10,5 tahun usia rata-rata pada anak perempuan. Dan
kematangan individual pada masa pubertas bersifat menyeluruh. Aspek
aspek psikologi yang menyerupai perubahaan – perubahan pubertas pada
remaja dengan mempelihatkan minat yang semakin besar pada citra
tubuhnya. Dan kematangan yang lebih awal cenderung terjadi pada anak
laki-laki, setidak tidaknya selama masa remaja. Meskipun demikian,
sebagai orang dewasa, anak laki-laki yang terlambat matang mencapai
identitas yang lebih berhasil. Para peneliti semakin menemukan bahwa
sejumlah masalah. Perubahan fisik pada remaja nampak pada gambar
dan tabel dibawah ini :
P
PeerruubbaahhaannFFiissiikk
a. Tampak luar
Pria:
Otot menguat Tumbuh Jakun
Tumbuh bulu-bulu di ketiak, sekitar muka, sekitar kemaluan Ketiak berminyak
Suara menjadi besar
Wanita:
Tumbuh payudara Putting meonjol keluar Bentuk tumbuh berlekuk
Tumbuh bulu-bulu di ketiak dan kemaluan
Kulit berminyak
b. Tampak dalam
Pria:
Mimpi basah
Wanita:
Menstruasi P
PeerruubbaahhaannEEmmoossii//PPhhiikkoollooggiiss
Pria:
Timbul perhatian pada lawan jenis
Ingin diakui kedewasaannya
Wanita:
Menjadi lebih sensitive Ingin diperhatikan
Timbul perhatian pada lawan jenis
Suka bercermin didepan kaca
b) Perkembangan Kognitif
Piaget dalam (Agustiani, 2006) menyebut sebagai tahap formal operation
dalam perkembangan kognitifnya. Pada tahap ini remaja tidak lagi terikat
pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu
berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari relitas.
Misalnya, aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok
sebaya dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi
dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan
berfikir ini memungkinkan individu untuk mengimajinasikan kemungkinan
lain untuk segala hal. Singkatnya pada tahap ini individu menjadi lebih
fokus dalam tujuannya.
c) Perkembangan Psikososial
Menurut Erikson dalam (Agustiani, 2006) pada tahap ini seorang remaja
bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam
konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan
dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada
bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa
lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk
memperkuat kepercayaan diri dan keinginan untuk menegaskan
kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama bagi
d) Perkembangan Moral
Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan perkembangan moral
terjadi dalam dua tahapan. Tahap pertama disebut tahap realisme moral.
Pada tahap ini perilaku remaja ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap
peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Dalam tahap ini mereka menilai
benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan
motivasi dibelakangnya. Sedangkan tahap yang kedua disebut tahap
moralitas otonomi. Pada tahap ini mereka menilai perilaku atas dasar
tujuan yang mendasarinya. Mereka mampu mempertimbangkan semua
cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dan dapat
bernalar atas dasar hipotesis dan dalil. Ini memungkinkan mereka untuk
melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan
berbagai faktor untuk memecahkannnya.
e) Perkembangan Kepribadian
Kepribadian remaja mengalami perubahan yang diiringi dengan
perkembangan jati diri. Menurut Erikson dalam Hurlock (2000) pencarian
identitas jati diri sangat berpengaruh terhadap prilaku remaja ia
“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh; dan mereka slalu siap utuk menempatkan idola dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akahir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak.”
Selain itu, perkembangan identitas remaja berkaitan dengan komitmenya
terhadap okupasi masa depan,peran-peran masa dewasa dan sistim
keyakinan pribadi. Identitas juga merupakan aspek sentral pribadi yang sehat
untuk merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain
dan mempelajari tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya.
2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja
Dari berbagai teori mengenai perkembangan manusia, Erik Erikson
(1902-1994) mengemukakan bahwa manusia berkembang melalui tahapan-tahapan psikososial. Tahapan perkembangan menurut teori Erikson ini terdiri dari
delapan tahapan. Setiap tahapan terdiri dari tugas perkembangan yang unik,
dimana individu akan menghadapi situasi krisis. (Santrock, 2002). Remaja
mengadapi tugas-tugas perkembangan seperti mencari jati diri dan mencari
tahu tujuan mereka dalam hidup dan menjadi seorang dewasa yang utuh dan
memiliki peran yang bernilai dimasyarakat. Robert Havighurst (dalam
Sarwono, 2007) menyatakan bahwa remaja memiliki tugas perkembanagan
1. menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
2. menerima hubungan yang lebih matang dari teman sebaya dari jenis
kelamin manapun.
3. menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).
4. berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua.
5. mempersiapkan karir ekonomi.
6. mempersiapkan perkawinan dalam kehidupan berkeluarga.
7. merencanakan tingka laku sosial yang bertanggung jawab.
8. mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah
lakunya.
2.2.4 Perkembangan Seksual Pada Remaja
Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga
pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Dengan demikian
dibutuhkan sifat yang sangat bijaksana dari orang tua, pendidik, dan
masyarakat pada umumnya. Serta tentunya para remaja itu sendiri, agar
mereka dapat melewati masa transisi itu dengan selamat. Adapun yang
dimaskud dengan perilaku seksual adalah segala taingkah laku yang
didorong oelh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan
Bentuk tingakah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama
jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Akan tetapi,
pada bagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius,
seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis-gadis
yang terpasa menggugurkan kandungannya. (Simkins dalam Sarwono 2007).
Akibat dari psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan
akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil.
Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya.
Akibat lainya adalah terganggunya kesehatan dan resiko kehamilan serta
kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah
dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan, dan
lain-lain. (Sanderowitz& Paxman, dalam Sarwono 2007).
Menurut Sarwono (2007), masalah seksual pada remaja timbul karena
faktor-faktor berikut :
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
(libido seksualitas) remaja. Pengingkatan hasrat seksual ini membutuhkan
2. Akan tetapi, penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya
undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia
menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria),
maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut
persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan,
persiapan mental dan lain-lain).
3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku.
Seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.
Bahkan, larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah-tingkah laku
yang lain seperti beciuman dan mastrubasi. Untuk remaja yang tidak
dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan melanggar saja
larangan-larangan tersebut.
4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang
dengan adanya teknologi canggih (video casette, foto copy, satelit, VCD,
DVD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung
lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba
akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya dari media massa,
khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui
5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya
yang masih mentadabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak
tidak terbuka terhadap anak. Malah, orang tua cenderung membuat jarak
dengan anak dalam masalah yang satu ini.
6. Dipihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang
makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat. Hal ini akibat
berkembangnya peran pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita
sejajar dengan pria.
2.3 ABORSI
2.2.5 PengertianKata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion dan bahasa Latin
abortus. secara etimologis berarti, gugur kandungan atau keguguran.
Menurut Gulardi HW dalam (Maria ulfah 2006) Aborsi ialah berhentinya (mati)
dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung haid terakhir)
atau berat janin kurang dari 500g atau panjang janin kurang dari 25cm.
Menurut Al-Ghazali aborsi ialah pelenyapan nyawa yang ada didalam janin,
atau merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi (al-maujd al-hashil). (Maria
Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut :
“Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum
janin mencapai berta 1.000 gram. Menurut Fact About Abortion, Info Kit on
Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, dalam (Maria
ulfah, 2006) aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum
waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat
janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
Dari berbagai definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa aborsi
adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin sepenuhnya berkembang dan
dapat hidup di luar tubuh ibu.
2.2.6 Macam - Macam Aborsi
Macam-macam aborsi menurut Maria ulfah (2006), yaitu :
1. Spontaneus Abortion (aborsi spontan/ alamiah)
Terjadi secara tidak sengaja. Umumnya disebut keguguran. Bisa terjadi
pada perempuan dengan trauma kehamilan, bekerja terlalu berat tau
atau rahim yang tidak normal, penyakit atau kecelakaan fisik yang dialami
ibu, maupun pengaruh obat-obatan.
Abortus spontan dibagi lagi menjadi:
a. Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang mengancam akan terjadi aborsi. Dalam hal demikian
kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan.
b. Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya aborsi, namun buah kehamilan masih berada di dalam
rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
c. Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang
terjadi biasanya cukup banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan
perlu dilakukan pengosongan rahim secepatnya.
d. Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan
pengobatan.
e. Missed Abortion, Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu
atau lebih. Penderitanya biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak
mendapat haid. Kebanyakan akan berakhir dengan pengeluaran buah
kehamilan secara spontan dengan gejala yang sama dengan abortus
2. Induced / provocatus abortion (aborsi secara sengaja/ buatan)
Yaitu penghentian kehamilan secara sengaja dengan prosedur yang sah
dan aman (safe abortion), biasanya dilakukan ditempat praktek dokter, klinik atau rumah sakit Jenis aborsi ini dapat dibedakan dalam dua
macam, yaitu :
a. Abortus Artificialis therapicus yaitu pengguguran yang dilakukan oleh dokter berdasarkan indikasi medis, sebagai bentuk penyelamatan atas
jiwa ibu yang terancam bila kehamilannya dipertahankan.
b. Abortus Provocatus Criminalis yaitu pengguguran yang dilakukan dengan sengaja tanpa dasar indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki
2.2.7 Faktor - Faktor Penyebab Aborsi
Menurut Maria Ulfah (2002) pada dasarnya aborsi dilaksanakan karena ada
beberapa faktor yang mendorongnya antara lain :
a. Indikasi medis, jika kehamilan diteruskan dapat membahayakan ibu
seperti adanya penyakit jantung, paru-paru, ginjal, dan sebagainya.
b. Indikasi psychitris, jika kehamilan diteruskan akan memberatkan penyakit
jiwa yang dibawa ibu.
c. Indikasi eugenetik, jika khawatir akan adanya penyakit bawaan pada
keturunan seperti sipilis, virus dan sebagainya.
d. Indikasi sosial ekonomi, yaitu dilakukannya pengguguran kandungan
Perempuan manapun yang meminta aborsi pada hakikatnya berada dalam
keadaan terjepit (terpaksa).Tidak ada satupun perempuan yang
menginginkan aborsi. Tetapi dipihak lain ia takut pada dampaknya jika tidak
diaborsi (Sarwono, 2007). Adapun faktor-faktor yang membuat perempuan
tidak ingin diaborsi adalah :
1. Takut sakit. Praktek aborsi pada umumnya lebih banyak dilakukan oleh
dukun beranak karena para ahli medis memang sudah terikat kode etik
untuk tidak sembarangan melakukan tindakan aborsi kecuali dengan
alasan medis. Sebagaimana layaknya para dukun, peralatan yamg
digunakan untuk mengeluarkan janindalamrahim seorang perempuan
merupakan peralatan yang masih tradisional, seperti sebatang lidi,
sebatang pohon, atau apapun yang sekiranya dapat mengorek rahim.
Peralatan tersebut pastilah menyebabkan rasa sakit yang diderita ketika
proses aborsi berlangsung lebih parahdibandingkan dengan
melahirkannya. Karena itu, biasanya perempuan yang ingin diaborsi takut
merasakan sakit tersebut.
2. Takut resikonya (mungkin : kematian). Tidak sedikit perempuan yang
aborsi berakhir dengan pendarahan yang tiada henti bahkan sampai
mengakibatkan kematian. Bagaimana tidak, dipaksanya rahim untuk
mengeluarkan benih yang ada didalamnya dengan cara yang tidak normal
tentunya membuat rahim tersebut bekerja dengan tidak wajar pula,
rahim. Terjadinya pendarahan jika tidak segera dihentikan dapat berakibat
pada kematian si pelaku aborsi.
3. Biayanya mahal. Praktek aborsi yang dianggap illegal dalam negara
Indonesia umumnya memekan biaya yang tidak sedikit apalagi bila
dilakukan oleh para ahli medis yang bersedia melanggar kode etik
profesinya. Apalagi nantinya terjadi pendarahan atau apaun yang
menyebabkan campur tangan rumah sakit untuk menyelesaikannya. Akan
butuh biaya lebih banyak untuk membunuh janin yang tak berdosa
tersebut.
4. Perasaan berdosa. Sebagai muslim, menggugurkan kandungan yang
dapat diibaratkan dengan pembunuhan akan menimbulkan perasaan
berdosa bagi pelakunya. Pertimbangan akan mendapat dosa inilah yang
teras berat bagi pelaku aborsi. Yang terpenting adalah naluri ke-ibu-annya
menolak aborsi. Secara alamiah, setiap perempuan pasti memiliki naluri
seorang ibu yang tidak akan hilang sampai kapan pun. Ketika perempuan
yang sedang hamil ingin melakukan tindakan aborsi, secara alamiah pun
naluri tersebut akan berusaha menolaknya. Sedalam apapun rasa
bencinya terhadap janin dalam rahimnya, pasti ada rasa sayang pada
2.2.8 Gambaran dan Proses Aborsi
Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses
aborsi seperti apa yang dikemukakan oleh Jalu.S dalam
(www.newsgroups.com) :
a. Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi
dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan.
Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan
darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
b. Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu,
bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara
menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya
dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa
dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan
seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar
mudah dikeluarkan dari kandungan Dalam klinik aborsi, bisa dilihat
potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan,
potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang
mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh
dengan cara yang paling mengerikan.
c. Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya
sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa
menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan
syarafnya sudah terbentuk dengan baik. Aborsi dilakukan dengan terlebih
dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan
suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan,
menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama
berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal. Selama proses
ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya
pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita harus sadar mengenai hal
ini.
d. Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan).
Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah
kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil.
Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara
mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh. Cara
membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat
sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga
pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai.
Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan
orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji
2.2.9 Aborsi Dalam Tinjauan Islam
Aborsi (Al-Ijhadl) dalam bahasa Arab artinya pengguguran janin dari rahim.
Para fuqaha mendefinisikan al-ijhadl (aborsia) sebagai gugurnya janin
sebelum dia menyempurnakan masa kehamilannya. Definisi ini dalam
bahasa Arab diungkapkan dengan beberapa istilah yang inti maksudnya
sama. (Maria Ulfah, 2002). Untuk membahas boleh atau tidaknya aborsi
dilakukan, ada baiknya menyimak hadist Bukhari dari Ibnu Mas’ud tentang
perkembangan janin, berikut ini :
“Sesungguhnya kamu dikumpulkan selama 40 hari sabagai nutfah kemudian menjadi alaqah selama masa yang sama, lalu menjadi mudgah pada masa yang sama pula. Lalu Allah mengutus seorang malaikat diperintahkan untuk menulis empat kalimat, lalu malaikat itu menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, kebahagiaan dan kesengsaraannya, kemudian meniupkan roh kedalam tubuhnya”. (HR. Bukhari)
Dari hadist di atas dapat diketahui bahwa proses kejadian manusia terdiri dari
dua tahap, meliputi tahap penciaptaan fisik atau jasad manusia dan tahap
non fisik berupa peniupan roh yang merupakan hakikat manusia, dan dalil
yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain. Dalil-dalil inilah yang
kemudian menjadi bahan acuan dan rujukan para ulama dalam memberi
pengertian tentang proses kejadian manusia dimulai, yang juga akan menjadi
dijelaskan bahwa Islam melarang tindakan aborsi seperti dalam surat
Al-An'aam:151: “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
Serta surat . At-Takwiir:8-9
"Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh".
Menurut Maria Ulfah (2002), pada dasarnya hukum aborsi adalah haram.
Dalam Fatwa MUI dijelakan bahwa secara umum aborsi hukumnya haram
kecuali dalam keadaan darurat yaitu suatu keadaan dimana seseorang
apabila tidak melakukan aborsi maka ia akan mati. Adapun mengenai hukum
aborsi yang disengaja para ulama sepakat melarang atau mengharamkan
aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah usia kandungan 4 bulan atau
120 hari). Sebelum usia tersebut para ulama berbeda pendapat. Diantaranya
adalah :
1. Menurut ulama Hanafiyah diperbolehkan menggugurkan kandungan yang
belum berusia 120 hari, dengan alasan bahwa sebelum janin usia 120 hari
atau 4 bulan belum ditiupkan ruh. Dengan demikian kehidupan insaniyah
pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka
perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.
2. Madzhab Malikiyah mengharamkan aborsi sejak terjadinya konsepsi atau
bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu. Sebagian ulama
Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi ketika usia
kandungan 40 hari. Dan apabila telah mencapai usia 120 hari (4 bulan),
maka haram hukumnya melakukan aborsi.
3. Madzhab Syafi’iyah berpendapat dimakruhkamn aborsi ketika usia
kandungan belum sampai 40 hari, 42 hari atau 45 hari. Disamping itu,
ulama Syafi’iyyah juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak.
Dan apabila usia kandungan lebih dari 40 hari, maka hukumnya haram.
4. Menurut Madzhab Hanabilah sebagaimana pendapat ulama Hanfiyah
memperbolehkan aborsi ketika usia kendungan belum sampai 120 hari
atau sebelum ditiupkan ruh. Apabila lebih dari 120 hari atau telah
ditiupkan ruh maka hukumnya haram.
2.4 KERANGKA BERPIKIR
Remaja berada pada masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Remaja bisa dikatakan masih anak-anak, tetapi disisi lain ia
bertingkah seperti orang dewasa. Situasi ini menurut Sarwono (2007)
bisa dikontrol, maka bisa menjadi kenakalan. Pada masa ini, remaja tengah
mencari jati dirinya dengan pendapat serta nilai-nilai yang berbeda dari orang
tuanya,ia menganggap bahwa pendapat orang tua tidak dapat dijadikan
pegangan padahal sebenarnya dia belum bisa berdiri sendiri dan
menghadapi masalahnya sendiri. Pada saat inilah, teman sebaya menjadi
sangat berperan. Sedikit banyak, sekolah dan lingkungannya berperan dalam
membentuk sikap dan perilaku siswa SLTA yang rata-rata masih remaja.
Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah
bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan
rumah adalah sekolahnya. Anak ramaja yang sudah duduk dibangku SMP
atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari
disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari
dihabiskan disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap
perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan,
sebagai mana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Sarwono (2007), sebagai lembaga pendidikan, sekolah mengajarkan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat disamping mengajarkan
keterampilan dan kepandaian kepada siswanya. Dimulai dari mata pelajaran
sekolah hingga kegiatan ekstra kulikuler di sekolah yang bersangkutan. Lebih
khusus MA melakukan penanaman nilai-nilai moral yang diperoleh dari mata
pelajaran agama yang dibebankan lebih banyak dari pada SMA, yaitu
sebanyak 30% dari mata pelajaran yang ada. Dengan demikian siswa MA
memiliki pengalaman pelajaran agama lebih banyak dibandingkan dengan
siswa SMA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Gullota dalam
(Sarwono, 2007) bahwa agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang ada didunia. Agama
menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi meraka yang
sedang mencari identitas dirinya.
Berdaraskan paparan diatas, diduga siswa MA akan memiliki sikap yang lebih
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian
Perbedaan Sikap Terhadap Aborsi Pra Nikah pada remaja yang bersekolah di SMU dan MA
2.5 HIPOTESA
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan sikap terhadap aborsi pra nikah
antara remaja yang bersekolah di SMA dan MA.
Ha : Ada perbedaan yang signifikan sikap terhadap aborsi pra nikah antara
remaja yang bersekolah di SMA dan MA. SIKAP SISWA
SMA Bersikap lebih
positif terhadap aborsi pra-nikah
Bersikap lebih negatif terhadap aborsi pra-nikah SIKAP
SISWA MA
- Pelajaran Umum 80%
- Pelajaran Agama 20%
- Pelajaran Umum 70%
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan Kuantitatif,
dimana pada pendekatan kuantitatif data penelitian hanya akan dapat
diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh melalui suatu
pengukuran yang disamping valid dan reliabel, juga objektif. Dengan
pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau
signifikansi hubungan antar variabel yang akan diteliti. (Azwar, 2005).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian perbedaan atau
perbandingan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang meneliti
perbedaan sikap terhadap aborsi pra nikah terhadap remaja atau siswa/i
yang bersekolah di SMA dengan MA, dimana data yang diperoleh dari
penelitian ini adalah berupa angka-angka, kemudian dianalisis dengan
3.1.2 Devinisi Variabel dan Variabel Oprasional
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau
sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993)
menyebutkan bahwa variabel sebagai konstruk atau sifat yang diteliti.
Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel. Variabel yang pertama
adalah Variabel Bebas (INDEPENDENT VARIABLE), dan yang kedua adalah Variabel Terikat (DEPENDENT VARIABLE). Yang menjadi Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah siswa/I SMA dan MA.
Sedangkan variabel terikatnya adalah sikap terhadap aborsi pra nikah.
2. Definisi Variabel Operasional
Variabel operasional sikap remaja terhadap aborsi adalah skor yang
diperoleh dari skala sikap yang indikatornya berdasarkan pada tiga aspek
penting, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Aspek kognisi meliputi seluruh
pikiran (kognisi) yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu
seperti fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek. Aspek afeksi
meliputi seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek. Aspek
konasi meliputi kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan
3.2. Pengambilan sampel Penelitian
3.2.1 Populasi dan SampelMenurut Arikunto (2005), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA dan MA,
mereka adalah siswa perempuan dan laki-laki yang bersekolah di SMA
Dharma Karya UT Pamulang dan MA Manaratul Islam Jakarta dengan jumlah
sampel sebanyak 50 orang.
Sedangkan sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti,
(Arikonto,2005). Adiputra (2004) menyebutkan untuk analisis non parametik
dapat diterapkan kurang dari 30, dan untuk analisis parametik minimal
sebanyak 30. Maka dalam penelitian ini subjek yang akan diambil sebanyak
50 orang yaitu 25 siswa SMA Dharma Karya UT dan 25 siswa MA Manaratul
Islam Jakarta.
3.2.2 Teknik Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik stratifiedrandom sampling, yaitu individu yang memiliki tingkat strata yang sama dikategorikan dalam suatu kelompok dan di seleksi secara acak
(Sevilla,1993). Alasan penulis menggunakan teknik ini adalah karena
diambil berdasarkan perwakilan tersebut. Agar lebih mempermudah peneliti,
maka setiap kelas harus diseleksi secara acak dan anggota siswa tersebut
harus mendapatkan peluang untuk menjadi sampel penelitian. Cara
pengacakannya ialah dengan mengacak semua kelas dengan sistem nomer
undian yang didalamnya terdapat nama-nama kelas.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Instrument PenelitianMetode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode koesioner dalam bentuk skala Liker