ABSTRAK
KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.)
AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI (Hasil Penelitian)
Oleh :
Rinaldi Aditya. Asrizal
Jantung adalah organ pompa berotot didalam dada yang bekerja terus menerus tanpa henti memompa darah keseluruh tubuh, pagi dan malam dari kelahiran sampai kematian. Jantung berkontraksi dan relax sebanyak 100.000 kali dalam sehari, dan semua pekerjaan ini memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan oleh pembuluh arteri koroner. Mengingat peranan jantung sangat penting bagi kelangsungan hidup, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh medan listrik bertegangan listrik terhadap fungsi organ jantung yang dianalisis histopatologi. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit (Mus Musculus L.) jantan yang diberi pajanan medan listrik sebesar 5kV/m, 6 kV/m, dan 7 kV/m selama 8 jam setiap harinya selama 35 hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap bagian perikardium jantung pada mencit (Mus Musculus L.) jantan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan November 2011. Pembuatan preparat histologi Jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) regional III. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 6 pengulangan. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi struktur histopatologi dari Perikardium.
Rata-rata ketebalan perikardium yang paling tinggi yaitu sebesar 4 (μm) yaitu pada perlakuan 3 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 6kV), dan rata-rata perikardium yang paling rendah yaitu sebesar 3,83 (μm) yaitu pada perlakuan 2, dan 4 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 5kV, 7kV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 2, 3 dan 4 tidak memberikan pengaruh terhadap penambahan ketebalan perikardium yang berarti jika dibandingkan dengan perlakuan 1 (Perlakuan control tanpa paparan medan listrik).
dan 7kV terhadap perubahan histologi perikardium mencit antara kelompok kontrol, P1, P2, P3.
Dari hasil uji analisis ragam (one way anova) pada lampiran tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan 2, 3, dan 4 tidak meberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Hal ini dibuktikan dengan F hitung < F Tabel (3,030 < 0,053). Selanjutnya dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α 5% yang dapat dilihat pada lampiran tabel 5.
KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK
TEGANGAN TINGGI
Oleh :
Rinaldy Aditya. Asrizal
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI
Nama Mahasiswa : Rinaldy Aditya. Asrizal No. Pokok Mahasiswa : 0718011032
Progam Studi : S1
Jurusan : Kedokteran Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I
dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA
NIP. 19620724 1989101001
Pembimbing II
Drs. Hendri Busman, M. Biomed
NIP. 195901011987031001
Menyetujui, Dekan Fakultas
Dr. Sutyarso, M. Biomed
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA (………..)
Sekretaris : Drs. Hendri Busman, M. Biomed (………..)
Penguji : Dr. Sutyarso, M. Biomed (………..)
2. Dekan Fakultas Kedokteran
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal
27 juni 1989, sebagai anak kedua dari tiga
bersaudara. Putra dari pasangan bapak
dr. Asrizal Taizir. Sp.JP dan ibu Rachmy
Denda Hasnyta.Z.I.
Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari SD Negeri 04 Gedung Air, B.
Lampung dan diselesaikan pada tahun 2001, kemudian penulis menyelesaikan
Sekolah Tingkat Pertama di SMP Negeri 10 B.Lampung pada tahun 2004 dan
menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 03 B.Lampung pada
tahun 2007. Pada tahun 2007 akhirnya penulis diterima di perguruan tinggi yang
di idam-idam kan sejak lama olehnya yaitu pada jurusan Program Studi
The Happinest of Your Life
Dpends Upon the Wuality of You Thoughts
Life,s Just one Chance
Kupersembahkan Karya Kecil ini Kepada :
Allah.Swt yang sampai saat ini selalu memberikan
pelajaran hidup yang sangat berharga kepadaku . . .
Mami dan Papiku yang sangat aku sayangi dan aku cintai
yang setiap saat tak pernah henti henti nya selalu mendoa
kan dan merawat aku …
Ke dua saudara ku Bang Mirza dan adinda Mia yang
setiap saat selalu mendukung ku …
Dan Almarhum ke dua kakek ku tersayang serta
Almarhumah nenek ku tercinta yang selalu mengajarkan
aku belajar terus menerus hingga akhir hayat nya . . .
Seluruh keluarga dan sahabat yang selalu bersedia hadir
menemani dan menghiburku dalam setiap kesenangan dan
kesedihanku …
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat
nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KONDISI
HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.)
AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI)
Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Pembahas yang telah memberi masukan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
2. dr. Wien Wiratmoko, GTP, SpPA selaku Pembimbing I yang telah dengan
sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada penulis
selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan skripsi
ini.
3. Bapak Drs. Hendri Busman, M. Biomed Selaku Pembimbing II yang telah
dengan sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada
penulis selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan
skripsi ini.
4. Para keluarga ku Mami, Papi, Bang Iing, dan Mia yang selalu memberikan
semangat untuk ku.
5. Alm.Gaek/Kakek ku tercinta yang setiap saat selalu sabar dalam mendidik
6. Teman - teman FK UNILA 07 seperjuangan.
7. Tim BPPV (drh. Wisnu, drh Hadi, drh. Joko. Pak Sunarman), terima kasih
atas bimbingan konsultasi, idek, dan semangatnya.
8. Teman – teman Band ku “AUREVOIR BAND”, Yopi, Edo, Ricky, Ubay
yang selalu menghiburku, dan mengajarkan banyak hal dalam berkarya
dan berteman.
9. Keluarga besarku.
10. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
satu-persatu, yang telah dengan tulus membantu penulis selama penulils
melakukan proses pembuatan skripsi ini.
11. Wan’Nara.
12. Sahabatku Yopi yang telah membantu meminjamkan printernya kepada
penulis selama penulis mencetak skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan didalam penyusunan
skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan bagi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Allah
Ya Tuhanku, Amin Ya Rabbal Alamin.
DAFTAR ISI
B.Medan listrik dan dampaknya secara biologis ... 13
C.Biologi Mencit (Mus musculus L) ... 16
g. Mounting ... 43
h. Pengamatan ... 43
D.Parameter Yang Diamati ... 44
E.Diagaram Alir Penelitian ... 44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 45
1. Ketebalan pericardium ... 45
1.1. Pengukuran Ketebalan Pericardium ... 48
2. Analisis deskriptif histologi ... 51
B. Pembahasan ... 54
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel
1. Karakteristik medan listrik dan medan magnet ... 11
2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada tegangan 115 Volt ... 15
3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur histopatologi sel otot jantung ... 36
4. Tahapan perlakuan setelah proses trimming ... 39
5. Proses staining / pewarnaan... 42
6. Rata-rata ketebalan pericardium mencit ... 45
7. Rata-rata ketebalan pericardium mencit setelah paparan medan listrik tegangan tinggi (5kV, 6kV, 7kV) ... 46
Gambar
1. Kerangka Teori ... 7
2. Kerangka Konsep ... 8
3. Mencit (Mus Musculus L.) ... 17
4. Anatomi Jantung Manusia ... 20
5. Histologi Normal Otot Jantung Manusia ... 23
6. Grafik pengaruh perlakuan terhadap penambahan jumlah sel pericardium mencit (MusMusculus L) setelah paparan medan listrik ... 47
7. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol)... 48
8. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 48
9. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 49
10. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 49
11. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol) 52
12. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 52
13. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 53
14. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 53
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi manusia.
Namun demikian, kemajuan yang sangat pesat dari teknologi tersebut juga
memberikan dampak negatif bagi manusia. Munculnya berbagai macam
aktivitas berteknologi tinggi mengakibatkan manusia sering kali berhubungan
dengan listrik.
Medan listrik dihasilkan oleh perbedaan tegangan antara dua kutub yang
bermuatan awan dengan kontur permukaan tanah untuk petir, generator,
transmisi dan lain-lain. Semakin tinggi tegangannya semakin besar medan
listrik yang dihasilkan (Usman, 2003). Karena itu WHO (World Health
Organisation) mensyaratkan kuat medan listrik yang aman digunakan adalah
tidak lebih dari 5 Kv (Tribuana, 2000). Hal ini disebabkan karena medan
listrik dapat menimbulkan efek biologis bagi yang terpajan, namun
mekanisme interaksinya masih belum jelas (Busman, 2007).
Hasil penelitian Musadad (2006) menunjukkan bahwa, ke terpaparan medan
listrik yang lama dan kontinu dapat mengganggu kesehatan dan merusak
beberapa sistem dan fungsi tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat, fungsi
Selain itu, pajanan medan listrik frekuensi rendah (50Hz, 2Kv/m) selama
organogenesis pada tikus putih menyebabkan gangguan pertumbuhan yang
ditandai dengan meningkatnya kematian dan resorbsi fetus organ ginjal, hati,
sumsum tulang belakang, tulang, dentin, dan email gigi, penurunan berat
badan dan panjang fetus, hemoragi sera keterlambatan proses penulangan
terutama pada bagian cranium, sternum, costae, dan columns vertebralis
meskipun penelitian ini dilakukan terhadap hewan percobaan tikus, namun
tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada manusia (Arief dan
Astirin, 2000).
Organ jantung merupakan organ yang kompak, terdiri atas dua pompa yang
terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru dan
jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer. Selanjutnya,
setiap bagian yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat
berdenyut, yang terdiri atas satu Atrium dan satu Ventrikel.
Atrium terutama berfungsi sebagai pompa primer yang lemah bagi
ventrikel yang membantu mengalirkan darah masuk kedalam ventrikel.
Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk
mendorong darah ke sirkulasi pulmonal atau sirkulasi perifer (Guyton &
Hall, 1997).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat sel maupun tingkat jaringan
baik secara morfologi maupun secara fisiologi merupakan dasar analisis
histopatologi. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan karena sel-sel
melakukan perubahan sementara atau perubahan tetap dan berakhir dengan
kematian sel (Robbins, 1992).
Sehubungan dengan pemikiran dan masalah di atas, maka perlu dikaji struktur
histopatologi organ jantung pada mencit jantan akibat pajanan medan listrik
tegangan tinggi.
B. Rumusan Masalah
Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran
arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya
fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan
menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti
jantung, hati, ginjal dan lain-lain (Fitri, 2008). Jantung merupakan salah satu
organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam proses
pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Apabila proses
pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran darah ditubuh tidak
akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan
kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium, Endokardium,
Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya menyebabkan
kematian sel. Menurut Alatas (2003), perubahan struktur histopatologi
pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan tegangan dan lama
waktu pemaparan medan listrik. Oleh karena itu penulis bermaksud menelaah
pengaruh pajanan listrik pada struktur histopatologis pericardium jantung
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian
yang dirumuskan adalah sebagai berikut : bagaimanakah pengaruh paparan
medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan struktur histopatologi
pericardium pada jantung mencit percobaan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak paparan medan listrik
tegangan tinggi terhadap histopatologi pericardium jantung pada mencit (Mus
musculusL) jantan berupa ketebalan dan jumlah lapisan pericardium.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti terhadap
tahap uji preklinik hewan percobaan, dalam membuktikan pengaruh pajanan
medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan yang terjadi pada organ
pericardium mencit, sebagai aplikasi atas disiplin ilmu yang sudah didapat
2. Bagi masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan
dari paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung, baik ditinjau dari segi keselamatan akibat
paparan medan listrik tegangan tinggi tersebut dari segi implikasi dan klinis
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang fokus yang serupa
dan dapat menimbang pemakaian mikroskop cahaya pada riset yang tepat atau
sesuai kapasitasnya.
E. Kerangka Pemikiran
Perkembangan ketenaga listrikan di Indonesia berlangsung dengan pesat.
Dengan semakin banyaknya peralatan listrik mengakibatkan manusia
seringkali berhubungan dengan energi listrik.
Energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dan disalurkan melalui sistem
transmisi tegangan tinggi dan sistem distribusi akan menghasilkan medan
lisrik dan medan magnet. Medan listrik ditimbulkan karena adanya tegangan
antar kutub. Semakin tinggi tegangan antara dua kutub atau dua elektroda
sebuah peralatan, maka medan listrik yang dihasilkan dari peralatan tersebut
semakin besar.
Dari beberapa hasil penelitian terungkap bahwa penggunaan peralatan listrik
dapat mempengaruhi kesehatan, yang tingkatannya bergantung pada besarnya
besar medan listrik yang terpapar pada tubuh mahluk hidup. Penggunaan
medan listrik yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan. Pada jaringan kabel tegangan tinggi dan ekstra tinggi
terdapat arus yang mengalir secara terus-menerus sehingga ion dan elektron
dalam tubuh yang listriknya mempengaruhi kerja sistem syaraf dan
selanjutnya mengakibatkan komunikasi antar sel terganggu yang pada
akhirnya mempengaruhi kerja organ tubuh.
Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki peranan
penting dalam proses pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh
darah. Apabila proses pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran
darah ditubuh tidak akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan
menyebabkan kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium,
Endokardium, Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya
menyebabkan kematian sel.
1. Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara teori-teori
yang ingin diamati untuk diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2002).
Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran
arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya
fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan
menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti
jantung, hati, ginjal dan lain-lain Jantung merupakan salah satu organ tubuh
manusia yang memiliki peranan penting dalam proses pemompaan darah
keseluruh tubuh melalui pembuluh darah . Apabila proses pemompaan darah
sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan kerusakan-kerusakan ataupun
perubahan pada bagian-bagian jantung seperti Pericardium. Perubahan
struktur histopatologi pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan
tegangan dan lama waktu pemaparan medan listrik
Gambar 1. Kerangka Teori kerusakan pericardium akibat paparan medan listrik tegangan tinggi
Medan Elektromagnet
Efek patologi pada Organ Jantung
Hewan percobaan
Gambaran histopatologi
2. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Berdasarkan argumentasi dan kajiaan teori yang relevan serta data yang
diperoleh, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Paparan medan listrik 5 kV, 6 kV, 7 kV diduga dapat menyebabkan kerusakan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Listrik dan Masalahnya
Pendistribusian arus listrik bertegangan tinggi SUTT (Saluran Udara
Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) dari
sumber pembangkit ke daerah yang membutuhkan, ada kalanya jaringan
tersebut ditransmisikan melewati kawasan pemukiman penduduk namun
diperkirakan masih berada dalam daerah radiasi arus listrik. Situasi
pemukiman seperti ini dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap
kesehatan seperti mual, pusing, stress (Tribuana, 2000).
Berdarkan ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk medan
listrik batas maksimal yang diperbolehkan adalah 5 KV/meter persegi dan
medan magnet 0,5 M Tesla. Sementara tegangan SUTET berada dibawah
angka tersebut, yakni 500 volt atau 0,5 KV/meter persegi (Insan, 2002).
Medan elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan frekuensinya (Anonim,
2009) :
1. Medan elektromagnetik statik (0 Hz). Sumbernya antara lain medan
elektromagnet alam, MRI, elektrolisis industrial.
2. Medan elektromagnet Extremely low-frequency (ELF) (0 - 300 Hz).
3. Medan elektromagnet intermediate frequency (300 Hz - 1000 kHz).
Sumbernya antara lain detektor metal, hands free, layar komputer, alat anti
maling, dan alat sistem keamanan.
4. Medan elektromagnet radio frequency (100 kHz - 300 GHz) . Sumbernya
antara lain gelombang tv, radio, microwave, antena telepon selular dan
radar.
Tabel 1.Karakteristrik medan listrik dan medan magnet
Medan Listrik Medan Magnet
1. Medan listrik berasal dari tegangan
listrik. Medan listrik tetap dapat
dihasilkan walau tidak ada arus
mengalir. Sehingga medan listrik
tetap ada walaupun alat listrik dalam
keadaan mati.
1. Medan magnet berasal dari arus
Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat
dibedakan menjadi radiasi pengion dan non pengion. Dikatakan radiasi
pengion apabila energi yang dimiliki per kuantumnya mampu memecah ikatan
antar molekul. Sebaliknya radiasi non pengion, tidak mampu memecah ikatan
antar molekul (Anonim, 2009).
Dalam penelitian Anies (2005), sebagai besar penduduk yang mengalami
electrical sensitivity akibat gelombang elektromagnetik, berupa kombinasi
gangguan yang terdiri dari tiga gejala, yang dikenal sebagai “Trias Anies”,
yaitu : sakit kepala (headache), pening (dizzines), dan keletihan menahun
(chronic fatigue syndrome).
Medan listrik adalah besaran yang mempunyai harga pada tiap titik dalam
ruang. Gaya Coulomb disekitar medan listrik membentuk medan gaya listrik
atau disebut medan listrik. Gaya interaksi antara dua benda titik bermuatan
listrik sebanding dengan muatan masing-masing, dan berbanding terbalik
dengan kuadran jarak antara kedua benda tesebut merupakan pengertian dari
Hukum Coulomb (Dzakwan, 2001).
Tribuana (2000) menyebutkan bahwa pada tahun 1987 UNEP (United Nations
Environment Programme), WHO (World Health Organitatition), dan IRPA
(International Radiation Protection Association) pada tahun 1987
mengeluarkan suatu pernyataan mengenai nilai rapat arus induksi terhadap
efek-efek biologis yang ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan
magnet pada frekuensi 50/60 HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut :
100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100
mA/m2 menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem
pengelihatan dan syaraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi
pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya
terhadap kesehatan dan diatas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole
dan fibrilasi ventrikuler dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan).
Menurut IRPA dan WHO, batasan pajanan kuat medan listrik yang diduga
dapat menimbulkan efek biologis untuk umum adalah 5 kV/m (Tribuana,
2000).
B. Medan Listrikdan Dampaknya Secara Biologis
Kehadiran medan listrik di sekitar kehidupan manusia tidak dapat dirasakan oleh
indera manusia, kecuali jika intensitasnya cukup besar dan terasa hanya bagi orang
yang hipersensitif saja. Medan listrik termasuk kelompok radiasi non-pengion yang
merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi ini relatif tidak berbahaya, berbeda dengan
radiasi jenis pengion yang merupakan jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan
materi contohnya, radiasi nuklir atau radiasi sinarroentgen(Tribuana, 2000).
Medan Listrik dari suatu sumber listrik berbentuk seperti garis, dimana pada
sebuah garis terdapat pangkal dan ujungnya. Pangkalnya berada di sumber
listrik/penghantar bertegangan, sedangkan ujungnya berada pada benda-benda
di sekitarnya (Tumiran, 1999).
terhadap benda-benda di sekitamya. Medan listrik nilainya akan berubah bila
dalam kondisi terpajan oleh benda yang berada disekitarnya . Sementara itu
medan magnet tidak akan berubah nilainya karena mampu menembus
benda-benda yang berada di dekat sumber magnet dan mampu menimbulkan induksi
scsuai dengan kuat medan yang ditimbulkannya (Tumiran, 1999).
Medan Listrik di bawah jaringan dapat menimbulkan beberapa hal, sebagai
berikut (Tribuana, 2000) :
• Menimbulkan suara/bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan
penghantar (konduktor) yang kadang disertai cahaya keunguan,
• Bulu/rambut pada bagian badan yang terpajan akibat gaya tarik medan
listrik yang kecil,
• Kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda yang mudah
menghantar listrik (seperti atap seng, pagar besi, kawat jemuran dan
badan mobil).
• Lampu neon dan test pen dapat menyala tetapi redup, akibat mudahnya
gas neon di dalam tabung lampu dan test pen terionisasi.
Pada jaringan transmisi yang bertegangan akan selalu menimbulkan medan
listrik. Besar kecilnya medan listrik dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang
diterapkan, jarak dari permukaan tanah, dan kontur permukaan bumi
(Tumiran, 1999).
Tribuana (2000) menyebutkan, UNEP (United Nations Environment
Programme), WHO (World Health Organization), dan IRPA (International
pernyataanmengenai nilai rapat arus induksi terhadap efek-efek biologis yang
ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan magnet pada frekuensi
50/60HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut : antara 1 dan 10 mA/m2
tidak menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100 mA/m2
menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem
pengelihatan dan saraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi
pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya
terhadap kesehatan, dan di atas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole
dan fibrilasi ventrikular dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan).
Di Indonesia, pengamanan terhadap pengaruh medan. iistrik 50-60 Hz pada
tegangan 115 V, diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan
Energi No. 01.P/47/MPE/1992, dengan ketentuan sebagai berikut (Busman,
2007) :
Tabel 2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada
tegangan 115V
Stereo Set 0.180 TV berwarna 0.030
1.0in”>Lemari
Pada penelitian lain menunjukkan efek negatif terhadap jaringan tubuh babi
otak dan darah) akibat pemberian paparan medan listrik pada 1.8 kV/m , dan
l,9 kV/m (Seyhan dkk, 2006). Selain itu medan listrik pada 6kV dan 7kV
selama 8 jam/hari (35 hari ) berpengaruh terhadap motilitas (%), viabilitas (%)
dan morfologi normal (%) spermatozoa tetapi tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi (jt/mL) spermatozoa mencit jantan (Busman, 2007).
C. Biologi Mencit(Mus musculus L)
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam
kingdom animalia, phylum chordate. Hewan ini tcrmasuk hewan yang
bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum
vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan
mengerat, fordo rodentia dan merupakan famili rodentia, dengan name genus
Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit
merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam
hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit faktor
eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988)
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar
mencit jantan, dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah incicisivus ½ , caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono,
1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur
3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.
Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988). Morfologi mencit dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 3. Mencit (Mus musculusL.) (Anonim, 2009)
Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan di
laboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi
(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang
tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah
D. Jantung
1. Jantung Mencit
Karakter mencit secara anatomi dan fisiologi dapat mewakili sebagai
hewan vertebrata pada saat dilakukan penelitian atau percobaan (Harkness
& Joseph, 1989). Mencit secara anatomi memiliki organ-organ yang
membentuk suatu sistem yang melakukan fungsi tertentu antara rongga
perut dan rongga dada pada mencit dibatasi selaput tipis yang disebut
diafragma. Jantung atau core dibagi dua septum atriorum dan septum
ventriculorum yang masing-masing bagian terdiri atas satu atrium atau
bilik dan satu serambi. Jantung terletak didalam suatu kandungan yang
dindingnya terbentuk oleh perikardium atau selaput pembungkus jantung.
Mencit memiliki laring atau trakea. Pada laring terdapat aditus laring
(pintu laring) yang tertutup oleh katup atau sekat sedangkan trakea berupa
pipa dan bercabang menjadi duabronchi principhalesyang memungkinkan
terjadinya pertukaran gas antara hawa yang terdapat didalam alveoli atau
pada darah yang berada dipembuluh kapiler.
Kondisi normal jantung mencit (Harkness & Joseph, 1989) :
- Pernapasan rate: 94-163 napas / menit
- Denyut jantung: 325-780 denyut / menit
2. Anatomi Jantung Manusia
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Ukuran
jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal sekitar 6 cm. Berat
kepalan tangan. Jantung merupakan organ berongga yang berbentuk
kerucut tumpul (Damjanov, 1997).
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara kedua
paru-paru. Perikardium yang melapisi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu
lapisan dalam disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut
pericardium parietalis. Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh
sedikit cairan pelumas, yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan
memompa dari jantung itu sendiri. Perikardium parietalis melekat pada
tulang dada di sebelah depan, dan pada kolumna vertebralis di sebelah
belakang, sedangkan ke bawah pada diafragma. Perikardium viseralis
langsung melekat pada permukaan jantung (Price dan Wilson, 2002).
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan (Price dan Wilson, 2002), yaitu:
a. Endokardium merupakan lapisan endotel.
b. Miokardium terdiri dari sel-sel otot.
c. Epikardium merupakan lapisan terluar membentuk permukaan luar
jantung.
Ada 4 (empat) ruangan dalam jantung yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspidalis,
sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang
disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas
yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Otot-otot
jantung bergerak saat pemompaan jantung. Kedua atrium merupakan ruang
dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan
oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal
terutama ventrikel kiri mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari
ventrikel kanan. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 (dua) macam yaitu sirkulasi
paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke
arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah
dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali
ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira
15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel
kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh
lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena kava inferior, vena kava
superior akhirnya kembali ke atrium kanan (Damjanov, 2002).
3. Fisiologi Jantung
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni: otot atrium,
otot ventrikel dan serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus
rangsangan .Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang
sama seperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut
lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
mengandung sedikit serat kontraktif (Guyton & Hall,1997).
Pengaturan instrinsik
Kontrol lokal aliran darah pada tingkat jaringan terjadi otoregulasi.
Otoregulasi memungkinkan penyesuaian aliran darah relatif terhadap
aktivitas metabolik. Mekanisme pasti perubahan lokal pada perubahan
lokal pada resistensi vascular tidak jelas. Pengaruh relatif mekanisme
kontrol ekstrinsik dan instrinsik berbeda pada berbagai system organ . Pada
organ-organ vital dan yang tergantung pada aliran darah seperti jantung
dan otak, maka yang berperan adalah mekanisme intrinsik, sedangkan
ditempat-tempat lain seperti kulit, pengaturan otonom lah yang dominan
(Guyton & Hall,1997).
Selain mekanisme kontrol yang bertujuan meningkatkan penghantaran
oksigen pada jaringan, jaringan juga dapat memperbanyak suplai oksigen
dengan mengekstraksi lebih banyak oksigen dari arteri. Pada kebanyakan
organ kecuali jantung hanya sebagian kecil dari oksigen dalam darah arteri
oksigen, maka gradient kadar oksigen antara pembuluh darah arteria dan
jaringan akan meningkat. Ini menyebabkan terjadi lebih banyak perfusi
oksigen dari intravaskular ke ruang ekstravaskular, dengan demikian
oksigen yang disampaikan pada sel-sel bertambah (Guyton & Hall,1997).
Bila mekanisme kompensasi tidak mampu mempertahankan perfusi perifer
yang memadai, seperti pada kasus syok, maka aliran perlu dibagi sesuai
kebutuhan, darah akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi darah ke otak dan jantung dapat
dipertahankan. Akibatnya, tanda-tanda permulaan syok atau perfusi
jaringan yang inadekuat adalah berkurangnya pengeluaran air seni, kulit
yang dingin dan pucat. Perubahan yang berarti pada fungsi otak dan
jantung terjadi pada keadaan renjatan yang sudah lanjut dimana aliran
darah sudah jauh berkurang dan membahayakan organ vital (Guyton &
Hall,1997).
4. Histologi Jantung
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung (miokardium) yang utama yakni:
otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar dan pencetus
rangsang. Otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama
seperti otot rangka. Serat-serat otot khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali karena hanya mengandung
sedikit serat kontraktif. Bahkan serat-serat ini menghambat irama dan
berbagai kecepatan konduksi. Serat-serat ini bekerja sebagai sistem
Serat otot jantung memiliki beberapa ciri yang juga terlihat pada otot
rangka. Perbedaannya adalah otot-otot jantung terdiri atas sel-sel yang
panjang, terdapat garis-garis melintang di dalamnya, bercabang tunggal,
terletak paralel satu sama lain, dan memiliki satu atau dua inti yang terletak
di tengah sel. Juga terlihat myofibril jantung pada potongan melintang.
Satu ciri khas untuk membedakan otot jantung adalah diskus interkalatus.
Diskus ini adalah struktur berupa garis-garis gelap melintang yang
melintasi rantai rantai otot yang terpulas gelap dan ditemukan pada interval
tak teratur pada otot jantung, serta menghasilkan kompleks tautan khusus
antar serat-serat otot yang berdekatan (Guyton & Hall,1997).
Struktur dan fungsi dari protein kontraktil dalam sel otot jantung pada
dasarnya sama dengan otot rangka. Terdapat sedikit perbedaan dalam
struktur antara otot atrium dan ventrikel (Guyton & Hall,1997).
5. Kerusakan Jantung
Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau
kedua-duanya. Sebagai pompa, jantung bekerja tidak atas kemampuan
sendiri, tetapi tergantung pada berbagai faktor antara lain kontraktilitas
miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit), beban awal, dan
beban akhir, sehingga jantung dapat bekerja secara optimal. Gagal jantung
merupakan suatu kontinu dari suatu proses, mulai dari adanya penyakit
jantung tanpa gejala klinik (keluhan) sampai dengan keadaan dengan gejala
yang berat dan tidak terkendali (intractable). Menurut New York Heart
Association (NYHA), pembagian fungsional gagal jantung yaitu kelas I
(penderita penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas), kelas II
(penderita penyakit jantung tanpa masalah pada kegiatan ringan, tetapi
timbul keluhan sesak napas atau nyeri dada pada kegiatan berat), kelas III
(penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak napas atau nyeri dada
pada kegiatan ringan), dan kelas IV (penderita penyakit jantung dengan
keluhan sesak napas atau nyeri dada pada waktu istirahat) (PAPDI, 2000).
Faktor predisposisi gagal jantung yaitu penyakit yang menimbulkan
penurunan fungsi ventrikel (penyakit arteri koroner, hipertensi,
kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital) dan
kardiomiopati, penyakit perikardial). Sedangkan faktor pencetus timbulnya
gagal jantung antara lain meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan
menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard, serangan
hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif (Mansjoer, Arif, et al,
2001).
Gagal jantung sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas
ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel
(suatu bentuk gagal diastolik). Penurunan curah jantung menyebabkan
aliran darah dalam sirkulasi juga menurun. Hal ini akan menimbulkan
reaksi kompensasi yaitu mekanisme kompensasi intrinsik berupa dilatasi
dan hipertrofi ventrikel dan mekanisme kompensasi melaui sistem
neurohumoral dan neurohormonal. Peningkatan sistem neurohumoral
melalui hipertoni simpatik menyebabkan vasokonstriksi dan takikardi yang
diikuti dengan peningkatan venous return (darah balikan), kemudian beban
awal meningkat, sehingga curah jantung juga meningkat, tetapi jika
peningkatan ini terjadi secara berlebihan, maka beban akhir akan
meningkat yang akan memperberat kerja jantung dan meningkatkan
kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).
Peningkatan sistem neurohormonal berupa kenaikan hormon angiotensin II
dan aldosteron. Hal ini akan mengakibatkan vasokonstriksi dan retensi air
dan garam yang menyebabkan beban awal meningkat, sehingga curah
jantung juga meningkat, jika berlebihan, maka akan memperberat kerja
yaitu prostaglandin, atrio natrio-uretic factor (ANF), dan
arginin-vasopresin yang menyebabkan kenaikan beban awal dan beban akhir, yang
akan memperberat kerja jantung. Beban yang berlebihan ini
mengakibatkan jantung merespon dengan mengadakan perubahan
anatomik yaitu remodelling berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel yang
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).
Gambaran klinik gagal jantung yaitu mekanisme kompensasi (berdebar,
keringat dingin, takikardi), sindrom low output (lesu, lelah, lemah, tidak
bergairah, bingung, konsentrasi menurun, gelisah), sindroma kongesti
(sesak napas, edema paru, tekanan vena jugularis meningkat, asites,
hepatomegali, edema tungkai, batuk darah), dan sindroma akibat
remodelling (hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium, irama gallop,
bising jantung) (PAPDI, 2000)
Berdasasrkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung
kongesti. Gejala dan tanda yang timbul juga berbeda yaitu gagal jantung
kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksisimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving,
bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsus
alternans, ronki, dan kongesti vena. Pada gagal jantung kanan timbul fatig,
edema, liver engorgement, anoreksia, kembung, hipertrofi jantung kanan,
heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda
mengeras, asites, hidrothorax, peingkatan tekanan vena, hepatomegali, dan
edema pitting. Sedangkan gagal jantung kongesti terjadi gejala dan tanda
gabungan gagal jantung kiri dan kanan (Mansjoer, Arif,et al, 2001).
Penatalaksanaan gagal jantung ditujukan pada lima aspek yaitu
mengurangi beban kerja jantung, memperkuat kontraktilitas miokard,
mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan dan
pengobatan khusus terhadap penyebab, fakor-faktor pencetus, dan
kelainan yang mendasari. Tindakan umum tersebut antara lain membatasi
aktivitas sesuai dengan berat keluhan, oksigenasi, edukasi sebab dan faktor
pencetus penyakitnya (infark miokard akut, anemia berat, perdarahan,
infeksi berat, transfusi berlebihan atau terlalu cepat, overhidrasi, hamil,
obesitas, beban berlebih). Pengobatannya yaitu mengurangi beban awal
dengan pembatasan cairan dengan diet rendah garam, diuretika
(furosemid), venodilator (golongan nitrat), mengurangi beban akhir dengan
anti hipertensi (jika ada hipertensi) dan vasodilator seperti ACE inhibitor,
prozosin, hidralazin, dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan
inotropik seperti amrinon, milrinon, digitalis, dopamin, dobutamin.
(Rilantono, LiLy Ismudiati, 2003
D. Adaptasi dan Jejas Sel
Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel.
Dalam keadaan normal, sel berada dalam keadaan “Homeostasis / mantap”.
Sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara (1) beradaptasi,
dan mati (Robbins & Kumar, 1992).
Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan
yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang
mempertahankan kelangsungan hidup sel. Contohnya ialah hipertrofi
(pertambahan massa sel) atau atrofi (penyusutan massa sel). Jejas sel yang
reversibel menyatakan perubahan patologik yang dapat kembali, bila
rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jejas lemah. Jejas yang
ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan
kematian sel (Robbins & Kumar, 1992).
Terdapat dua pola morfologik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis.
Nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan
berwujud sebagai pembengkakan, denaturasi, dan koagulasi protein, pecahnya
organel sel, dan robeknya sel. Apoptosis ditandai oleh pemadatan kromatin
dan fragmentasi, terjadi sendiri atatu dalam kelompok kecil sel, dan berakibat
dihilangkannya sel yang tidak dikehendaki selama embriogenesis, dan dalam
berbagai keadaan fisiologik dan patologik (Robbins dan Kumar, 1992).
1. Penyebab Jejas Sel
Jejas sel dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
- Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat (a) iskemia
(kehilangan pasokan darah, (b) oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya
kegagalan jantung paru), atau (c) tulangnya kapasitas pembawa oksigen
darah (misalnya, anemia, keracunan karon monoksida).
- Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk : (a) obat terpeutik (b) bahan
bukan obat (misalnya timbal, alcohol)
- Bahan penginfeksi, termasuk virus, bakteri, rickettsia, jamur, dan parasite
- Rekasi imunologik
- Kekacauan genetik
- Ketidakseimbangan nutrisi (Robbins & Kumar, 1992).
2. Jejas Sel dan Nekrosis
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel.
- Pemeliharaan integritas membrane sel
- Respirasi aerobic dan produksi ATP
- Sintesis enzim dan protein berstruktur
- Preservasi integritas aparat genetik
Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada
satu fokus membawa efek sekunder yang luas. Konsekuensi jejas sel
bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya gen penyebab dan juga
kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena perubahan
morfologik jejas sel menjadi nyata setelah beberapa system biokimia yang
penting terganggu. Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara
jejas dan kematian sel :
- Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keadaan
patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi
sel
Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalsium ke
dalam sel dan lepaasnya ion kalsium dan mitokondria dan reticulum
endoplasmic. Peningkatan kalsium sitosolik mengaktifkan fosfolipase
yang memecah fosfolipid membraneproteaseyang menguraikan protein
membrane dan sitokletal, ATPase yang mempercepat pengurangan
ATP, dan endonuclease yang terkait dengan fragmentasi kromatin.
-Deplesi ATP, karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti
transportasi pada mebran, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid
-Defek permeabilitas membran. Membrane dapat dirusak langsung oleh
toksin, agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan perforin
(Robbins & Kumar, 1992).
3. Jejas Reversibel
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan
pembentukan ATP oleh mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan
AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase dan fosforilasi,
menyebabkan glikolisisaerobic. Glikogen cepat menyusul, dan asam laktat
dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan pH intrasel. Pada
saat ini terjadi penggumpalan kromatin inti (Robbins & Kumar, 1992).
4. Jejas Ireversibel
Jejas ireversibel ditandai oleh vakuolisasi keras mitokondria, kerusakan
membrane plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya
densitas mitokondria yang besar dan amorf. Jejas membrane lisosom
terjadi proses pencernaan enzimatik komponen sel dan inti (Robbins &
Kumar, 1992).
Ada 2 peristiwa yang penting pada jejas ireversibel yaitu (Robbins &
Kumar, 1992) :
- Deplesi ATP, peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada
konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural dan juga
pada kerusakan membran.
- Kerusakan membrane sel, fase paling awal jejas ireversibel berhubungan
dengan defek membrane sel fungsional dan struktural, Beberapa
mekanisme mungkin berperan pada kerusakan membrane sel yaitu
(Robbins & Kumar, 1992) :
a. Kehilangan fosfolipid yang progersif
b. Abnormalitas sitoskeletal
c. Spesies oksigen reaktif
d. Produk pemecahan lipid
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi dan Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi
jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)
regional III. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan
November 2011.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah 24 ekor mencit jantan (Mus
musculus L.) yang berumur 3 bulan yang diperoleh dari IPB Bogor.
Sebelum diberi perlakuan semua hewan percobaan diaklimatisasi selama
dua minggu serta diberi perlakuan minuman secaraad libitum.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Kandang hewan
uji (Mencit) terbuat dari kawat berukuran 15 x 20 cm yang berjumlah 20
kandang, dimana terdapat tempat minum dan makan yang terbuat dari
alumunium, lempeng logam elektroda berukuran 15 x 8 cm yang berfungsi
sebagai media pajanan medan listrik, electric power supply untuk
mengalirkan medan listrik, kamera untuk dokumentasi, alat bedah
botol spesimen untuk menyimpan organ pericardium dan micrometer
untuk mengukur ketebalan pericardium, Embedding casette, digunakan
dalam proses dehidrasi, alat-alat untuk membantu prosesembedding (pan,
lampu gas, oven, kuas, dan gunting tulang, balok kayu (3 x 2 cm)),
mikrotom geser untuk membuat sayatan mikroskopis, Staining jar,
Stopwatch untuk rnenghitung waktu pembuatan preparat, Water bath
digunakan mengembankan preparat, Cover glassuntuk menutup preparat,
Object glass sebagai tempat preparat dan mikroskop cahaya untuk
mengamati preparat.
3. Bahan
Bahan-baban yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor
mencit (Mus musculus L.) jantan berumur ± 4 bulan dengan berat ± 40
gram, pelet ayam sebagai pakan mencit, Buffer formalin untuk
mengawetkan organ jantung, Aquades, Alkohol 80 %, Alkohol 95%,
Alkohol 96%, Alkohol absolut digunakan untuk proses dehidrasi atau
menarik kandungan air dari sediaan, Xylol untuk membersihkan alcohol
kembali, paraffin cair (titik didih 56'-60° Q untuk filtrasi, PewarnaHarris,
Hematoxilen eosin untuk mewarnai preparat, dan Canada Balsam untuk
menempelkan cover glass.
C. Metode
1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan
menggunakan 4 kelompok perlakuan dan 6 pengulangan. Penelitian ini
akan menggunakan 24 ekor mencit jantan yang berumur 3 bulan dengan
berat 30-40 kg yang dipilih secara acak. Pada saat perlakuan percobaan,
mencit akan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok
terdiri dari 6 mencit. Kelompok kontrol (K) adalah hewan jantan tidak
terpajan medan listrik, Kelompok perlakuan (P1) adalah hewan jantan
terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan (P2) adalah hewan
jantan terpajan medan listrik (6 kV/m), kelompok perlakuan (P3) adalah
hewan jantan terpajan medan listrik (7 kV/m). Setiap perlakuan di ulang 6
kali. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan histologi
pericardium mencit.
2. Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan galur Balb/c yang
berumur 3 bulan dengan berat 30-40 kg. Mencit akan dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yang setiap kelompok terdiri dari 6 (enam) mencit.
Hal ini sesuai dengan rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental
rumus Frederer.
(t -1) (n-1)≥15,
(4-1) (n-1)≥15
3 (n-1)≥15
(n-1)≥5
n≥6
Nilai“t”merupakan jumlah kelompok perlakuan, dan nilai“n”merupakan
Kriteria Inklusi :
1. Mencit sehat
2. Mencit dengan berat badan 30-40 kg
3. Mencit jantan
4. Mencit dengan umur 3 bulan
Kriteria Ekslusi :
1. Sakit ( penampakan rambut kusam, rontok dan botak, aktivitas kurang
atau tidak aktif ).
2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi
laboratorium.
Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
A. Identifikasi Variabel
1) Variabel Independent
Pemberian perlakuan yaitu pemajanan medan listrik dengan
kapasitas tegangan yang berbeda dan kelompok yang tidak
terpajan medan listrik untuk kontrol.
2) Variabel Dependent
Gambaran histopatologis pericardium mencit jantan.
B. Definisi Operasional Variabel
Pajanan medan listrik yang diberikan yaitu sebesar 5 kV, 6
kV, dan 7 kV. Masing- masing dipajankan selama 8 jam/hari
selama 37 hari.
2) Gambaran Histopatologis pericardium
Berbagai perubahan abnormal struktur histopatologi
pericardium mencit jantan.
Tabel 3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur penebalan
histopatologis sel pericardium jantung dengan metode skoring.
Skor Kerusakan
0 Tidak terjadi penebalan
1 Terjadi penebalan 2-5 lapis
2 Terjadi penebalan 6-10 lapis
3 Terjadi penebalan > 10 lapis
(Rujukan dari Lab.Patologi Anatomi RSUAM Provinsi Lampung, 2011).
1. Perlakuan Hewan Uji
Sebanyak 20 ekor mencit jantan dipelihara dalam kandang, di
Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Lampung. Kelompok hewan
percobaan ditempatkan ke dalam kandang yang dindingnya dilengkapi
lempeng tembaga yang berfungsi sebagai elektroda pembangkit tegangan
listrik yang mengalirkan medan listrik statis. Lempeng tembaga
dihubungkan dengan sumber tegangan dari transformeter yang output nya
di aliri dari 0 - 40 kV.
Pada penelitian pajanan medan listrik yang digunakan adalah pada 5kV,
2. Pembuatan Preparat Histologi Organ Jantung
Pada hari ke-38 dilakukan pembedahan untuk diambil organ jantungnya.
Sebelum dilakukan pembedahan, mencit terlebih dahulu dibius dengan
kloroform, kemudian setelah mencit tidak bergerak lagi mulailah
dilakukan pembedahan pada bagian ventral tubuh mencit secara vertical.
Spesimen dibuka perutnya dan diambil jantungnya. Jantung yang telah
diambil segera difiksasi dengan larutan formalin 10% atau 10%
formalsaline (1 bagian formalin dalam 9 bagian NaCL fisiologis) di dalam
botol. Perbandingan volume spesimen dengan larutan formalin 1:20. Guna
mendapatkan hasil fiksasi yang sempurna. Kemudian jantung tersebut
segera dibawa ke Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung untuk dibuat preparat
histologinya, sehingga jantung dapat diamati
Erpek dkk (2007), menggunakan pewarnaan HE (Haematoxylin-Eosin)
untuk melihat perubahan histologi pada testis tikus akibat medan listrik
frekuensi 50 Hz. Hal serupa juga dilakukan oleh Glaib dkk (2007), dalam
pengamatan mikroskopik organ hati dan ginjal pada mencit akibat efek
radiasi elektromagnetik telepon seluler. Sehingga dalam penelitian ini
dibuat sediaan histologi dengan menggunakan pewarnaan HE
Langkah-langkah pembuatan preparat jantung adalah sebagai berikut :
a. Fiksasi
Spesimen hasil nekropsi berupa organ jantung kelompok kontrol (K),
hewan. jantan tidak terpajan medan listrik, kelompok perlakuan (P1),
hewan jantan terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan
(P2), hewan jantan terpajan medan lisrik (6 kV/m). kclompok
perlakuan (P3), hewan jantan terpajan medan lisrik (7 kV/m), segera
dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (pengawet), Buffer formal in
10%. Perbandingan antara volume spesimen dengan larutan 1 : 10
untuk mendapatkan hasil yang baik.
b. Trimming
Trimming, merupakan tahapan yang dilakukan setelah fiksasi, dimana,
Buffer formalin 10% dihilangkan dengan menggunakan air mengalir.
Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Spesimen berupa potongan organ yang dicuci dengan air yang
mengalir. Jaringan dipotong setebal 2 - 4 mm.
2. Potongan-potongan jaringan tersebut dimasukkan ke dalam
Embedding cassette. Tiap Embedding cassette berisi 1 - 5 buah
potongan jaringan yang disesuaikan dengan besar kecilnya
potongan.
3. Potongan-potongan dicuci dibawah air yang mengalir selama 30
c. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan setelah proses trimming. Proses untuk
mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan, dengan cara :
1. Embedding cassettediletakkan diatas tisu untuk mengeringkan air.
2. Potongan jaringan berturut-turut diberikan perlakuan sebagai
berikut pada tabel 4.
Tabel 4.Tahapan perlakuan setelah proses trimming
Proses Reagensia Waktu
Dehidrasi Alkohol 80% 2 jam
Alkohol 95% 2 jam
Alkohol 95 % 2 jam
Clearing Alkohol absolut I 1 jam
Alkohol absolut II 1 jam
Embedding merupakan proses pencetakan organ jantung dengan
menggunakan paraffin cair sebagai media sehingga mempermudah
proses pemotongan (cutting). Tahapan embedding adalah sebagai
berikut :
diatas api beberapa saat dan diusapkan dengan kapas
2. Paraffin cair disiapkan dan masukkan ke dalam cangkir logam,
kemudian diletakkan ke dalam oven dengan suhu 580C.
3. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan
4. Jaringan satu persatu dipindahkan kedalam dasar pan dengan
mengatur jarak satu dengan yang lainnya.
5. Pan diapungkan di atas air dengan tujuan agar paraffin cepat
dingin.
6. Setelah dingin dan mengeras, pan dimasukkan ke dalam
refrigerator,untuk mempermudah melepaskan paraffin dari pan.
7. Paraffin dipotong-potong sesuai dengan letak jaringan yang ada
dengan menggunakan pisau skapel yang dipanaskan telebih dahulu
8. Paraffin diletekkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan
ujungnya dibuat sedikit meruncing. Blok paraffin siap dipotong
dengan menggunakan mikrotom
2 Cutting
Cutting adalah pemotongan halus jaringan dengan ketebalan 4-5 mikron
sehingga mempermudah dalam proses pengamatan preparat. Cutting
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pemotongan dilakukan pada ruang dingin
2. Sebelum dipotong, blok paraffin dimasukkan ke dalam
refrigerator.
dengan pemotongan halus dengan ketebalan 5 mirkometer
4. Setelah dipotong, dipilih potongan yang paling baik lalu
diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara
ditekan dengan jarum dan sisi yang lainnya ditarik dengan
menggunakan kuas.
5. Lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam water bath
sampai beberapa detik sehingga mengembang sempurna.
6. Dengan gerakan menyendok, jaringan tersebut diambil dengan
objek gelas bersih dan ditempatkan ditengah atau sepertiga atas
atau bawah, diusahakan jangan sampai ada gelembung udara
dibawah jaringan.
7. Slide yang berisi jaringan di tempatkan pada incubator (suhu 370C)
selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
3 Staining / pewarnaan
Sebelum dilakukan proses pewarnaan / staining dilakukan pembuatan
pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin. Bahan dan cara kerja adalah
sebagai berikut :
a. Hematoxylin Kristal : 5 g
b. Alcohol absolute : 50 g
c. Ammonium (potassium alkena) : 100 g/L
d. Aquadest : 1000 mL
Cara kerja :
Larutan potassium alum ( ammonium) dimasukan ke dalam air dan
dipanaskan, kemudian ditambahkan Hematoxylin Kristal yang telah
dilarutkan pada akohol absolute. Campuran larutan tersebut didihkan
selama 1 menit sambil diaduk, lalu secara perlahan-lahan ditambahkan
mercury oxide sampai berwarna jingga gelap. Setelah itu, larutan
dikeluarkan dari panas dan segera didinginkan. Untuk memperjelas
pewarnaan inti ditambahkan 2 - 4 mL asam asetet giacial per 100 ml
larutan.“larutan ini perlu disaring sebelum digunakan”(Luna, 1968).
Setelah pembuatan pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin, dipilih slide
yang terbaik, selanjutnya slide tersebut dimasukkan ke dalam rak khusus
untuk staining yang memuat beberapa slide, sehingga memungkinkan
slide dimasukan secara bersama-sama, selanjutnya slide tersebut
dicelupkan secara berurutan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan
memperlihatkan waktu yang telah ditentukan sebagai berikut :
Tabel 5.Proses Staining / Pewarnaan
No Reagensia Waktu
1 Xylol I 5 menit
2 Xylol II 5 menit
3 Xylol III 5 menit
4 Alkohol absolut I 5 menit
5 Alkohol absolute II 5 menit
7 Harris haemotoxylin 20 menit
8 Aquadest 1 menit
9 Acid–Alkohol 2-3 celupan
10 Aquadest 1 menit
11 Aquadest 15 menit
12 Eosin 2 menit
13 Alkohol 96% I 3 menit
14 Alkohol 96% II 3 menit
15 Alkohol absolute III 3 menit
16 Alkohol absolute IV 3 menit
17 Xylol IV 5 menit
18 Xylol V 5 menit
4 Mounting
Setelah pewarnaan slide selesai, slide ditempelkan di atas kertas tissue
pada tempat datar dan selanjutnya diproses dengan menggunakan
“Canada Balsam“ dan ditutup dengan menggunakan cover glass dan
dicegah jangan sampai ada gelembung udara.
5 Pengamatan
Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran
100X, 200X, & 400X, tetapi hasilnya yang dipakai adalah dengan
pembesaran 400X saja sesuai dengan fokus penelitian nya yaitu
D. Parameter Yang Diamati
Pada penelitian ini parameter yang dipakai adalah mengukur ketebalan
pericardium dan menghitung jumlah lapisan sel pericardium dengan scoring
Anderson, S dan Wilson, L.M. 2007.PatofisiologiEdisi 6.EGC. Jakarta. 415-417
Anies, 2005. Dampak Gelombang Elektromagnetik. http//medan/elektro.htm. Diakses 04 November 2011
Alatas. M. 2003. Dampak Medan Tegangan Listrik Bolak-Balik Terhadap histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FKUI. Jakarta. Dalam
http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 15 November 2011.
Alatas, E. 2003. Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Otot Jantung
http//medan/elektro.jantung.htm. Diakses 06 November 2011
Alfera. M. 2005. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 28 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 21 November 2011
Anonim. 2009. Karakteristik medan Listrik dan Medan Magnet. 26 Januari 2009, Dalam http//www.medicastore.com. Diakses 15 November 2011
Anonim. 2010.Informasi Penyakit. 21 Januari 2010. Dalam http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011
Arief, Tq. M. dan Astirin, P. 2000. Teratogenesitas Embrio Tikus Setelah Pemaparan Medan Listrik Frekuensi Rendah. Nexux; 13(2) : 62-68
Busman, H. 2007. Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus Musculus) Akibat Fequency Electric Field In Rat TestisI.Penerbit Erlangga. Hal 75-78
Damjanov, Gustav. 1997 Anatomi and fungsional of heart. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34
Departemen Pertambangan dan Energi. 1992. Dampak Medan Listrik. Diakses 20 November 2011.
Dzakwan. 2001. Medan Listrik dan Rahasianya. http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011
Glaib, AL.,Dardfi, Al.M.,Tuhaimi, Al.,Elgenaidi,.A.Dkhil, A. 2007. A.Technical Report on the Effect of Electromagnetif Radiation From a Mobile Phone on Mice Organs. Libyan J Med ; 8-9
Guyton & Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 423-424
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. Hal 371-372
Insan, A. 2002. Dampak Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 17 November 2011
Joseph & Harkness. 1989. Manual of Histologic cor Mouse. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34
Junqueria, L. C. 2007.Basic Histology : Text And Atlas, 10 Ed. EGC.Jakarta : Hal : 369-385.
Lu.F.C.1988. Toksikologi Dasar Organ dan Penilaian Risiko Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Hal : 224
Luna, L.G. 1968. Manual of Histologic Stainining Methods of the Armed Forces Institute of Pathology Third Edition. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34
Lee, Chrish B. 1997 Anatomi jantung Manusia dan Fisiologi Jantung. http//anatomi//1276//1005. Diakses 13 November 2011
Mansjoer A, Suditmo, Prayono M. 2001 Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kegagalan Fungsi Organ Jantung.
http//gelombang elektromagnetik//jantung.htm. Diakses 12 November 2011
Mahdi, A. Tegangan Listrik Tegangan Tinggi Penyebab Gagal Jantung. Dalam PAPDI cabang Semarang. http//Listrik/gagal jantung.htm. Diakses 12 November 2011
Mayun, A. 1983. Dampak Medan Tegangan Listrik Tinggi Terhadap
histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FK USU. medan. Dalam