• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.)

AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI (Hasil Penelitian)

Oleh :

Rinaldi Aditya. Asrizal

Jantung adalah organ pompa berotot didalam dada yang bekerja terus menerus tanpa henti memompa darah keseluruh tubuh, pagi dan malam dari kelahiran sampai kematian. Jantung berkontraksi dan relax sebanyak 100.000 kali dalam sehari, dan semua pekerjaan ini memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan oleh pembuluh arteri koroner. Mengingat peranan jantung sangat penting bagi kelangsungan hidup, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh medan listrik bertegangan listrik terhadap fungsi organ jantung yang dianalisis histopatologi. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit (Mus Musculus L.) jantan yang diberi pajanan medan listrik sebesar 5kV/m, 6 kV/m, dan 7 kV/m selama 8 jam setiap harinya selama 35 hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap bagian perikardium jantung pada mencit (Mus Musculus L.) jantan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan November 2011. Pembuatan preparat histologi Jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) regional III. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 6 pengulangan. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi struktur histopatologi dari Perikardium.

Rata-rata ketebalan perikardium yang paling tinggi yaitu sebesar 4 (μm) yaitu pada perlakuan 3 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 6kV), dan rata-rata perikardium yang paling rendah yaitu sebesar 3,83 (μm) yaitu pada perlakuan 2, dan 4 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 5kV, 7kV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 2, 3 dan 4 tidak memberikan pengaruh terhadap penambahan ketebalan perikardium yang berarti jika dibandingkan dengan perlakuan 1 (Perlakuan control tanpa paparan medan listrik).

(2)

dan 7kV terhadap perubahan histologi perikardium mencit antara kelompok kontrol, P1, P2, P3.

Dari hasil uji analisis ragam (one way anova) pada lampiran tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan 2, 3, dan 4 tidak meberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Hal ini dibuktikan dengan F hitung < F Tabel (3,030 < 0,053). Selanjutnya dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α 5% yang dapat dilihat pada lampiran tabel 5.

(3)

KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK

TEGANGAN TINGGI

Oleh :

Rinaldy Aditya. Asrizal

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Kedokteran

Fakultas Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul Skripsi : KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI

Nama Mahasiswa : Rinaldy Aditya. Asrizal No. Pokok Mahasiswa : 0718011032

Progam Studi : S1

Jurusan : Kedokteran Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I

dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA

NIP. 19620724 1989101001

Pembimbing II

Drs. Hendri Busman, M. Biomed

NIP. 195901011987031001

Menyetujui, Dekan Fakultas

Dr. Sutyarso, M. Biomed

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA (………..)

Sekretaris : Drs. Hendri Busman, M. Biomed (………..)

Penguji : Dr. Sutyarso, M. Biomed (………..)

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal

27 juni 1989, sebagai anak kedua dari tiga

bersaudara. Putra dari pasangan bapak

dr. Asrizal Taizir. Sp.JP dan ibu Rachmy

Denda Hasnyta.Z.I.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari SD Negeri 04 Gedung Air, B.

Lampung dan diselesaikan pada tahun 2001, kemudian penulis menyelesaikan

Sekolah Tingkat Pertama di SMP Negeri 10 B.Lampung pada tahun 2004 dan

menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 03 B.Lampung pada

tahun 2007. Pada tahun 2007 akhirnya penulis diterima di perguruan tinggi yang

di idam-idam kan sejak lama olehnya yaitu pada jurusan Program Studi

(7)

The Happinest of Your Life

Dpends Upon the Wuality of You Thoughts

Life,s Just one Chance

(8)

Kupersembahkan Karya Kecil ini Kepada :

Allah.Swt yang sampai saat ini selalu memberikan

pelajaran hidup yang sangat berharga kepadaku . . .

Mami dan Papiku yang sangat aku sayangi dan aku cintai

yang setiap saat tak pernah henti henti nya selalu mendoa

kan dan merawat aku …

Ke dua saudara ku Bang Mirza dan adinda Mia yang

setiap saat selalu mendukung ku …

Dan Almarhum ke dua kakek ku tersayang serta

Almarhumah nenek ku tercinta yang selalu mengajarkan

aku belajar terus menerus hingga akhir hayat nya . . .

Seluruh keluarga dan sahabat yang selalu bersedia hadir

menemani dan menghiburku dalam setiap kesenangan dan

kesedihanku …

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat

nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KONDISI

HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.)

AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI)

Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Pembahas yang telah memberi masukan kritik dan saran yang

membangun kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

2. dr. Wien Wiratmoko, GTP, SpPA selaku Pembimbing I yang telah dengan

sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada penulis

selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan skripsi

ini.

3. Bapak Drs. Hendri Busman, M. Biomed Selaku Pembimbing II yang telah

dengan sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada

penulis selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan

skripsi ini.

4. Para keluarga ku Mami, Papi, Bang Iing, dan Mia yang selalu memberikan

semangat untuk ku.

5. Alm.Gaek/Kakek ku tercinta yang setiap saat selalu sabar dalam mendidik

(10)

6. Teman - teman FK UNILA 07 seperjuangan.

7. Tim BPPV (drh. Wisnu, drh Hadi, drh. Joko. Pak Sunarman), terima kasih

atas bimbingan konsultasi, idek, dan semangatnya.

8. Teman – teman Band ku “AUREVOIR BAND”, Yopi, Edo, Ricky, Ubay

yang selalu menghiburku, dan mengajarkan banyak hal dalam berkarya

dan berteman.

9. Keluarga besarku.

10. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya

satu-persatu, yang telah dengan tulus membantu penulis selama penulils

melakukan proses pembuatan skripsi ini.

11. Wan’Nara.

12. Sahabatku Yopi yang telah membantu meminjamkan printernya kepada

penulis selama penulis mencetak skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan didalam penyusunan

skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan bagi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Allah

Ya Tuhanku, Amin Ya Rabbal Alamin.

(11)

DAFTAR ISI

B.Medan listrik dan dampaknya secara biologis ... 13

C.Biologi Mencit (Mus musculus L) ... 16

(12)

g. Mounting ... 43

h. Pengamatan ... 43

D.Parameter Yang Diamati ... 44

E.Diagaram Alir Penelitian ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 45

1. Ketebalan pericardium ... 45

1.1. Pengukuran Ketebalan Pericardium ... 48

2. Analisis deskriptif histologi ... 51

B. Pembahasan ... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Tabel

1. Karakteristik medan listrik dan medan magnet ... 11

2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada tegangan 115 Volt ... 15

3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur histopatologi sel otot jantung ... 36

4. Tahapan perlakuan setelah proses trimming ... 39

5. Proses staining / pewarnaan... 42

6. Rata-rata ketebalan pericardium mencit ... 45

7. Rata-rata ketebalan pericardium mencit setelah paparan medan listrik tegangan tinggi (5kV, 6kV, 7kV) ... 46

(14)

Gambar

1. Kerangka Teori ... 7

2. Kerangka Konsep ... 8

3. Mencit (Mus Musculus L.) ... 17

4. Anatomi Jantung Manusia ... 20

5. Histologi Normal Otot Jantung Manusia ... 23

6. Grafik pengaruh perlakuan terhadap penambahan jumlah sel pericardium mencit (MusMusculus L) setelah paparan medan listrik ... 47

7. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol)... 48

8. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 48

9. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 49

10. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 49

11. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol) 52

12. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 52

13. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 53

14. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 53

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi manusia.

Namun demikian, kemajuan yang sangat pesat dari teknologi tersebut juga

memberikan dampak negatif bagi manusia. Munculnya berbagai macam

aktivitas berteknologi tinggi mengakibatkan manusia sering kali berhubungan

dengan listrik.

Medan listrik dihasilkan oleh perbedaan tegangan antara dua kutub yang

bermuatan awan dengan kontur permukaan tanah untuk petir, generator,

transmisi dan lain-lain. Semakin tinggi tegangannya semakin besar medan

listrik yang dihasilkan (Usman, 2003). Karena itu WHO (World Health

Organisation) mensyaratkan kuat medan listrik yang aman digunakan adalah

tidak lebih dari 5 Kv (Tribuana, 2000). Hal ini disebabkan karena medan

listrik dapat menimbulkan efek biologis bagi yang terpajan, namun

mekanisme interaksinya masih belum jelas (Busman, 2007).

Hasil penelitian Musadad (2006) menunjukkan bahwa, ke terpaparan medan

listrik yang lama dan kontinu dapat mengganggu kesehatan dan merusak

beberapa sistem dan fungsi tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat, fungsi

(16)

Selain itu, pajanan medan listrik frekuensi rendah (50Hz, 2Kv/m) selama

organogenesis pada tikus putih menyebabkan gangguan pertumbuhan yang

ditandai dengan meningkatnya kematian dan resorbsi fetus organ ginjal, hati,

sumsum tulang belakang, tulang, dentin, dan email gigi, penurunan berat

badan dan panjang fetus, hemoragi sera keterlambatan proses penulangan

terutama pada bagian cranium, sternum, costae, dan columns vertebralis

meskipun penelitian ini dilakukan terhadap hewan percobaan tikus, namun

tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada manusia (Arief dan

Astirin, 2000).

Organ jantung merupakan organ yang kompak, terdiri atas dua pompa yang

terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru dan

jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer. Selanjutnya,

setiap bagian yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat

berdenyut, yang terdiri atas satu Atrium dan satu Ventrikel.

Atrium terutama berfungsi sebagai pompa primer yang lemah bagi

ventrikel yang membantu mengalirkan darah masuk kedalam ventrikel.

Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk

mendorong darah ke sirkulasi pulmonal atau sirkulasi perifer (Guyton &

Hall, 1997).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat sel maupun tingkat jaringan

baik secara morfologi maupun secara fisiologi merupakan dasar analisis

histopatologi. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan karena sel-sel

(17)

melakukan perubahan sementara atau perubahan tetap dan berakhir dengan

kematian sel (Robbins, 1992).

Sehubungan dengan pemikiran dan masalah di atas, maka perlu dikaji struktur

histopatologi organ jantung pada mencit jantan akibat pajanan medan listrik

tegangan tinggi.

B. Rumusan Masalah

Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran

arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya

fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan

menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti

jantung, hati, ginjal dan lain-lain (Fitri, 2008). Jantung merupakan salah satu

organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam proses

pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Apabila proses

pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran darah ditubuh tidak

akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan

kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium, Endokardium,

Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya menyebabkan

kematian sel. Menurut Alatas (2003), perubahan struktur histopatologi

pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan tegangan dan lama

waktu pemaparan medan listrik. Oleh karena itu penulis bermaksud menelaah

pengaruh pajanan listrik pada struktur histopatologis pericardium jantung

(18)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian

yang dirumuskan adalah sebagai berikut : bagaimanakah pengaruh paparan

medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan struktur histopatologi

pericardium pada jantung mencit percobaan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak paparan medan listrik

tegangan tinggi terhadap histopatologi pericardium jantung pada mencit (Mus

musculusL) jantan berupa ketebalan dan jumlah lapisan pericardium.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti terhadap

tahap uji preklinik hewan percobaan, dalam membuktikan pengaruh pajanan

medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan yang terjadi pada organ

pericardium mencit, sebagai aplikasi atas disiplin ilmu yang sudah didapat

2. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan

dari paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap manusia baik secara

langsung maupun tidak langsung, baik ditinjau dari segi keselamatan akibat

paparan medan listrik tegangan tinggi tersebut dari segi implikasi dan klinis

(19)

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang fokus yang serupa

dan dapat menimbang pemakaian mikroskop cahaya pada riset yang tepat atau

sesuai kapasitasnya.

E. Kerangka Pemikiran

Perkembangan ketenaga listrikan di Indonesia berlangsung dengan pesat.

Dengan semakin banyaknya peralatan listrik mengakibatkan manusia

seringkali berhubungan dengan energi listrik.

Energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dan disalurkan melalui sistem

transmisi tegangan tinggi dan sistem distribusi akan menghasilkan medan

lisrik dan medan magnet. Medan listrik ditimbulkan karena adanya tegangan

antar kutub. Semakin tinggi tegangan antara dua kutub atau dua elektroda

sebuah peralatan, maka medan listrik yang dihasilkan dari peralatan tersebut

semakin besar.

Dari beberapa hasil penelitian terungkap bahwa penggunaan peralatan listrik

dapat mempengaruhi kesehatan, yang tingkatannya bergantung pada besarnya

besar medan listrik yang terpapar pada tubuh mahluk hidup. Penggunaan

medan listrik yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan efek negatif

terhadap kesehatan. Pada jaringan kabel tegangan tinggi dan ekstra tinggi

terdapat arus yang mengalir secara terus-menerus sehingga ion dan elektron

(20)

dalam tubuh yang listriknya mempengaruhi kerja sistem syaraf dan

selanjutnya mengakibatkan komunikasi antar sel terganggu yang pada

akhirnya mempengaruhi kerja organ tubuh.

Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki peranan

penting dalam proses pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh

darah. Apabila proses pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran

darah ditubuh tidak akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan

menyebabkan kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium,

Endokardium, Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya

menyebabkan kematian sel.

1. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara teori-teori

yang ingin diamati untuk diukur melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmodjo, 2002).

Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran

arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya

fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan

menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti

jantung, hati, ginjal dan lain-lain Jantung merupakan salah satu organ tubuh

manusia yang memiliki peranan penting dalam proses pemompaan darah

keseluruh tubuh melalui pembuluh darah . Apabila proses pemompaan darah

(21)

sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan kerusakan-kerusakan ataupun

perubahan pada bagian-bagian jantung seperti Pericardium. Perubahan

struktur histopatologi pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan

tegangan dan lama waktu pemaparan medan listrik

Gambar 1. Kerangka Teori kerusakan pericardium akibat paparan medan listrik tegangan tinggi

Medan Elektromagnet

Efek patologi pada Organ Jantung

Hewan percobaan

Gambaran histopatologi

(22)

2. Kerangka Konsep

(23)

F. Hipotesis

Berdasarkan argumentasi dan kajiaan teori yang relevan serta data yang

diperoleh, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Paparan medan listrik 5 kV, 6 kV, 7 kV diduga dapat menyebabkan kerusakan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Listrik dan Masalahnya

Pendistribusian arus listrik bertegangan tinggi SUTT (Saluran Udara

Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) dari

sumber pembangkit ke daerah yang membutuhkan, ada kalanya jaringan

tersebut ditransmisikan melewati kawasan pemukiman penduduk namun

diperkirakan masih berada dalam daerah radiasi arus listrik. Situasi

pemukiman seperti ini dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap

kesehatan seperti mual, pusing, stress (Tribuana, 2000).

Berdarkan ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk medan

listrik batas maksimal yang diperbolehkan adalah 5 KV/meter persegi dan

medan magnet 0,5 M Tesla. Sementara tegangan SUTET berada dibawah

angka tersebut, yakni 500 volt atau 0,5 KV/meter persegi (Insan, 2002).

Medan elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan frekuensinya (Anonim,

2009) :

1. Medan elektromagnetik statik (0 Hz). Sumbernya antara lain medan

elektromagnet alam, MRI, elektrolisis industrial.

2. Medan elektromagnet Extremely low-frequency (ELF) (0 - 300 Hz).

(25)

3. Medan elektromagnet intermediate frequency (300 Hz - 1000 kHz).

Sumbernya antara lain detektor metal, hands free, layar komputer, alat anti

maling, dan alat sistem keamanan.

4. Medan elektromagnet radio frequency (100 kHz - 300 GHz) . Sumbernya

antara lain gelombang tv, radio, microwave, antena telepon selular dan

radar.

Tabel 1.Karakteristrik medan listrik dan medan magnet

Medan Listrik Medan Magnet

1. Medan listrik berasal dari tegangan

listrik. Medan listrik tetap dapat

dihasilkan walau tidak ada arus

mengalir. Sehingga medan listrik

tetap ada walaupun alat listrik dalam

keadaan mati.

1. Medan magnet berasal dari arus

(26)

Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat

dibedakan menjadi radiasi pengion dan non pengion. Dikatakan radiasi

pengion apabila energi yang dimiliki per kuantumnya mampu memecah ikatan

antar molekul. Sebaliknya radiasi non pengion, tidak mampu memecah ikatan

antar molekul (Anonim, 2009).

Dalam penelitian Anies (2005), sebagai besar penduduk yang mengalami

electrical sensitivity akibat gelombang elektromagnetik, berupa kombinasi

gangguan yang terdiri dari tiga gejala, yang dikenal sebagai “Trias Anies”,

yaitu : sakit kepala (headache), pening (dizzines), dan keletihan menahun

(chronic fatigue syndrome).

Medan listrik adalah besaran yang mempunyai harga pada tiap titik dalam

ruang. Gaya Coulomb disekitar medan listrik membentuk medan gaya listrik

atau disebut medan listrik. Gaya interaksi antara dua benda titik bermuatan

listrik sebanding dengan muatan masing-masing, dan berbanding terbalik

dengan kuadran jarak antara kedua benda tesebut merupakan pengertian dari

Hukum Coulomb (Dzakwan, 2001).

Tribuana (2000) menyebutkan bahwa pada tahun 1987 UNEP (United Nations

Environment Programme), WHO (World Health Organitatition), dan IRPA

(International Radiation Protection Association) pada tahun 1987

mengeluarkan suatu pernyataan mengenai nilai rapat arus induksi terhadap

efek-efek biologis yang ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan

magnet pada frekuensi 50/60 HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut :

(27)

100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100

mA/m2 menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem

pengelihatan dan syaraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi

pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya

terhadap kesehatan dan diatas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole

dan fibrilasi ventrikuler dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan).

Menurut IRPA dan WHO, batasan pajanan kuat medan listrik yang diduga

dapat menimbulkan efek biologis untuk umum adalah 5 kV/m (Tribuana,

2000).

B. Medan Listrikdan Dampaknya Secara Biologis

Kehadiran medan listrik di sekitar kehidupan manusia tidak dapat dirasakan oleh

indera manusia, kecuali jika intensitasnya cukup besar dan terasa hanya bagi orang

yang hipersensitif saja. Medan listrik termasuk kelompok radiasi non-pengion yang

merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila

berinteraksi dengan materi. Radiasi ini relatif tidak berbahaya, berbeda dengan

radiasi jenis pengion yang merupakan jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses

ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan

materi contohnya, radiasi nuklir atau radiasi sinarroentgen(Tribuana, 2000).

Medan Listrik dari suatu sumber listrik berbentuk seperti garis, dimana pada

sebuah garis terdapat pangkal dan ujungnya. Pangkalnya berada di sumber

listrik/penghantar bertegangan, sedangkan ujungnya berada pada benda-benda

di sekitarnya (Tumiran, 1999).

(28)

terhadap benda-benda di sekitamya. Medan listrik nilainya akan berubah bila

dalam kondisi terpajan oleh benda yang berada disekitarnya . Sementara itu

medan magnet tidak akan berubah nilainya karena mampu menembus

benda-benda yang berada di dekat sumber magnet dan mampu menimbulkan induksi

scsuai dengan kuat medan yang ditimbulkannya (Tumiran, 1999).

Medan Listrik di bawah jaringan dapat menimbulkan beberapa hal, sebagai

berikut (Tribuana, 2000) :

• Menimbulkan suara/bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan

penghantar (konduktor) yang kadang disertai cahaya keunguan,

• Bulu/rambut pada bagian badan yang terpajan akibat gaya tarik medan

listrik yang kecil,

• Kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda yang mudah

menghantar listrik (seperti atap seng, pagar besi, kawat jemuran dan

badan mobil).

• Lampu neon dan test pen dapat menyala tetapi redup, akibat mudahnya

gas neon di dalam tabung lampu dan test pen terionisasi.

Pada jaringan transmisi yang bertegangan akan selalu menimbulkan medan

listrik. Besar kecilnya medan listrik dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang

diterapkan, jarak dari permukaan tanah, dan kontur permukaan bumi

(Tumiran, 1999).

Tribuana (2000) menyebutkan, UNEP (United Nations Environment

Programme), WHO (World Health Organization), dan IRPA (International

(29)

pernyataanmengenai nilai rapat arus induksi terhadap efek-efek biologis yang

ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan magnet pada frekuensi

50/60HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut : antara 1 dan 10 mA/m2

tidak menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100 mA/m2

menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem

pengelihatan dan saraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi

pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya

terhadap kesehatan, dan di atas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole

dan fibrilasi ventrikular dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan).

Di Indonesia, pengamanan terhadap pengaruh medan. iistrik 50-60 Hz pada

tegangan 115 V, diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan

Energi No. 01.P/47/MPE/1992, dengan ketentuan sebagai berikut (Busman,

2007) :

Tabel 2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada

tegangan 115V

Stereo Set 0.180 TV berwarna 0.030

1.0in”>Lemari

(30)

Pada penelitian lain menunjukkan efek negatif terhadap jaringan tubuh babi

otak dan darah) akibat pemberian paparan medan listrik pada 1.8 kV/m , dan

l,9 kV/m (Seyhan dkk, 2006). Selain itu medan listrik pada 6kV dan 7kV

selama 8 jam/hari (35 hari ) berpengaruh terhadap motilitas (%), viabilitas (%)

dan morfologi normal (%) spermatozoa tetapi tidak berpengaruh terhadap

konsentrasi (jt/mL) spermatozoa mencit jantan (Busman, 2007).

C. Biologi Mencit(Mus musculus L)

Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah

mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam

kingdom animalia, phylum chordate. Hewan ini tcrmasuk hewan yang

bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum

vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan

mengerat, fordo rodentia dan merupakan famili rodentia, dengan name genus

Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).

Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna

putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit

merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam

hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor

internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit faktor

eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan

Mangkoewidjojo, 1988)

Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar

(31)

mencit jantan, dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan

pengerat mencit memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit

adalah incicisivus ½ , caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono,

1985).

Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur

3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8

minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.

Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,

1988). Morfologi mencit dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 3. Mencit (Mus musculusL.) (Anonim, 2009)

Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan di

laboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi

(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang

tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah

(32)

D. Jantung

1. Jantung Mencit

Karakter mencit secara anatomi dan fisiologi dapat mewakili sebagai

hewan vertebrata pada saat dilakukan penelitian atau percobaan (Harkness

& Joseph, 1989). Mencit secara anatomi memiliki organ-organ yang

membentuk suatu sistem yang melakukan fungsi tertentu antara rongga

perut dan rongga dada pada mencit dibatasi selaput tipis yang disebut

diafragma. Jantung atau core dibagi dua septum atriorum dan septum

ventriculorum yang masing-masing bagian terdiri atas satu atrium atau

bilik dan satu serambi. Jantung terletak didalam suatu kandungan yang

dindingnya terbentuk oleh perikardium atau selaput pembungkus jantung.

Mencit memiliki laring atau trakea. Pada laring terdapat aditus laring

(pintu laring) yang tertutup oleh katup atau sekat sedangkan trakea berupa

pipa dan bercabang menjadi duabronchi principhalesyang memungkinkan

terjadinya pertukaran gas antara hawa yang terdapat didalam alveoli atau

pada darah yang berada dipembuluh kapiler.

Kondisi normal jantung mencit (Harkness & Joseph, 1989) :

- Pernapasan rate: 94-163 napas / menit

- Denyut jantung: 325-780 denyut / menit

2. Anatomi Jantung Manusia

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Ukuran

jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal sekitar 6 cm. Berat

(33)

kepalan tangan. Jantung merupakan organ berongga yang berbentuk

kerucut tumpul (Damjanov, 1997).

Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara kedua

paru-paru. Perikardium yang melapisi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu

lapisan dalam disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut

pericardium parietalis. Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh

sedikit cairan pelumas, yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan

memompa dari jantung itu sendiri. Perikardium parietalis melekat pada

tulang dada di sebelah depan, dan pada kolumna vertebralis di sebelah

belakang, sedangkan ke bawah pada diafragma. Perikardium viseralis

langsung melekat pada permukaan jantung (Price dan Wilson, 2002).

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan (Price dan Wilson, 2002), yaitu:

a. Endokardium merupakan lapisan endotel.

b. Miokardium terdiri dari sel-sel otot.

c. Epikardium merupakan lapisan terluar membentuk permukaan luar

jantung.

Ada 4 (empat) ruangan dalam jantung yaitu atrium kanan, atrium kiri,

ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Di antara atrium kanan dan ventrikel

kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspidalis,

sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang

disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas

yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke

(34)

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Otot-otot

jantung bergerak saat pemompaan jantung. Kedua atrium merupakan ruang

dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan

oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal

terutama ventrikel kiri mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari

ventrikel kanan. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 (dua) macam yaitu sirkulasi

paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke

arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah

dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali

ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira

15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel

kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh

lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena kava inferior, vena kava

superior akhirnya kembali ke atrium kanan (Damjanov, 2002).

(35)

3. Fisiologi Jantung

Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni: otot atrium,

otot ventrikel dan serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus

rangsangan .Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang

sama seperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut

lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus penghantar dan pencetus

rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya

mengandung sedikit serat kontraktif (Guyton & Hall,1997).

Pengaturan instrinsik

Kontrol lokal aliran darah pada tingkat jaringan terjadi otoregulasi.

Otoregulasi memungkinkan penyesuaian aliran darah relatif terhadap

aktivitas metabolik. Mekanisme pasti perubahan lokal pada perubahan

lokal pada resistensi vascular tidak jelas. Pengaruh relatif mekanisme

kontrol ekstrinsik dan instrinsik berbeda pada berbagai system organ . Pada

organ-organ vital dan yang tergantung pada aliran darah seperti jantung

dan otak, maka yang berperan adalah mekanisme intrinsik, sedangkan

ditempat-tempat lain seperti kulit, pengaturan otonom lah yang dominan

(Guyton & Hall,1997).

Selain mekanisme kontrol yang bertujuan meningkatkan penghantaran

oksigen pada jaringan, jaringan juga dapat memperbanyak suplai oksigen

dengan mengekstraksi lebih banyak oksigen dari arteri. Pada kebanyakan

organ kecuali jantung hanya sebagian kecil dari oksigen dalam darah arteri

(36)

oksigen, maka gradient kadar oksigen antara pembuluh darah arteria dan

jaringan akan meningkat. Ini menyebabkan terjadi lebih banyak perfusi

oksigen dari intravaskular ke ruang ekstravaskular, dengan demikian

oksigen yang disampaikan pada sel-sel bertambah (Guyton & Hall,1997).

Bila mekanisme kompensasi tidak mampu mempertahankan perfusi perifer

yang memadai, seperti pada kasus syok, maka aliran perlu dibagi sesuai

kebutuhan, darah akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital

seperti kulit dan ginjal, agar perfusi darah ke otak dan jantung dapat

dipertahankan. Akibatnya, tanda-tanda permulaan syok atau perfusi

jaringan yang inadekuat adalah berkurangnya pengeluaran air seni, kulit

yang dingin dan pucat. Perubahan yang berarti pada fungsi otak dan

jantung terjadi pada keadaan renjatan yang sudah lanjut dimana aliran

darah sudah jauh berkurang dan membahayakan organ vital (Guyton &

Hall,1997).

4. Histologi Jantung

Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung (miokardium) yang utama yakni:

otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar dan pencetus

rangsang. Otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama

seperti otot rangka. Serat-serat otot khusus penghantar dan pencetus

rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali karena hanya mengandung

sedikit serat kontraktif. Bahkan serat-serat ini menghambat irama dan

berbagai kecepatan konduksi. Serat-serat ini bekerja sebagai sistem

(37)

Serat otot jantung memiliki beberapa ciri yang juga terlihat pada otot

rangka. Perbedaannya adalah otot-otot jantung terdiri atas sel-sel yang

panjang, terdapat garis-garis melintang di dalamnya, bercabang tunggal,

terletak paralel satu sama lain, dan memiliki satu atau dua inti yang terletak

di tengah sel. Juga terlihat myofibril jantung pada potongan melintang.

Satu ciri khas untuk membedakan otot jantung adalah diskus interkalatus.

Diskus ini adalah struktur berupa garis-garis gelap melintang yang

melintasi rantai rantai otot yang terpulas gelap dan ditemukan pada interval

tak teratur pada otot jantung, serta menghasilkan kompleks tautan khusus

antar serat-serat otot yang berdekatan (Guyton & Hall,1997).

Struktur dan fungsi dari protein kontraktil dalam sel otot jantung pada

dasarnya sama dengan otot rangka. Terdapat sedikit perbedaan dalam

struktur antara otot atrium dan ventrikel (Guyton & Hall,1997).

(38)

5. Kerusakan Jantung

Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompakan

darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik

tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi

dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau

kedua-duanya. Sebagai pompa, jantung bekerja tidak atas kemampuan

sendiri, tetapi tergantung pada berbagai faktor antara lain kontraktilitas

miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit), beban awal, dan

beban akhir, sehingga jantung dapat bekerja secara optimal. Gagal jantung

merupakan suatu kontinu dari suatu proses, mulai dari adanya penyakit

jantung tanpa gejala klinik (keluhan) sampai dengan keadaan dengan gejala

yang berat dan tidak terkendali (intractable). Menurut New York Heart

Association (NYHA), pembagian fungsional gagal jantung yaitu kelas I

(penderita penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas), kelas II

(penderita penyakit jantung tanpa masalah pada kegiatan ringan, tetapi

timbul keluhan sesak napas atau nyeri dada pada kegiatan berat), kelas III

(penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak napas atau nyeri dada

pada kegiatan ringan), dan kelas IV (penderita penyakit jantung dengan

keluhan sesak napas atau nyeri dada pada waktu istirahat) (PAPDI, 2000).

Faktor predisposisi gagal jantung yaitu penyakit yang menimbulkan

penurunan fungsi ventrikel (penyakit arteri koroner, hipertensi,

kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital) dan

(39)

kardiomiopati, penyakit perikardial). Sedangkan faktor pencetus timbulnya

gagal jantung antara lain meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan

menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard, serangan

hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia,

tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif (Mansjoer, Arif, et al,

2001).

Gagal jantung sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas

ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel

(suatu bentuk gagal diastolik). Penurunan curah jantung menyebabkan

aliran darah dalam sirkulasi juga menurun. Hal ini akan menimbulkan

reaksi kompensasi yaitu mekanisme kompensasi intrinsik berupa dilatasi

dan hipertrofi ventrikel dan mekanisme kompensasi melaui sistem

neurohumoral dan neurohormonal. Peningkatan sistem neurohumoral

melalui hipertoni simpatik menyebabkan vasokonstriksi dan takikardi yang

diikuti dengan peningkatan venous return (darah balikan), kemudian beban

awal meningkat, sehingga curah jantung juga meningkat, tetapi jika

peningkatan ini terjadi secara berlebihan, maka beban akhir akan

meningkat yang akan memperberat kerja jantung dan meningkatkan

kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Peningkatan sistem neurohormonal berupa kenaikan hormon angiotensin II

dan aldosteron. Hal ini akan mengakibatkan vasokonstriksi dan retensi air

dan garam yang menyebabkan beban awal meningkat, sehingga curah

jantung juga meningkat, jika berlebihan, maka akan memperberat kerja

(40)

yaitu prostaglandin, atrio natrio-uretic factor (ANF), dan

arginin-vasopresin yang menyebabkan kenaikan beban awal dan beban akhir, yang

akan memperberat kerja jantung. Beban yang berlebihan ini

mengakibatkan jantung merespon dengan mengadakan perubahan

anatomik yaitu remodelling berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel yang

dapat meningkatkan kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Gambaran klinik gagal jantung yaitu mekanisme kompensasi (berdebar,

keringat dingin, takikardi), sindrom low output (lesu, lelah, lemah, tidak

bergairah, bingung, konsentrasi menurun, gelisah), sindroma kongesti

(sesak napas, edema paru, tekanan vena jugularis meningkat, asites,

hepatomegali, edema tungkai, batuk darah), dan sindroma akibat

remodelling (hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium, irama gallop,

bising jantung) (PAPDI, 2000)

Berdasasrkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,

terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung

kongesti. Gejala dan tanda yang timbul juga berbeda yaitu gagal jantung

kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal

paroksisimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving,

bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsus

alternans, ronki, dan kongesti vena. Pada gagal jantung kanan timbul fatig,

edema, liver engorgement, anoreksia, kembung, hipertrofi jantung kanan,

heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda

(41)

mengeras, asites, hidrothorax, peingkatan tekanan vena, hepatomegali, dan

edema pitting. Sedangkan gagal jantung kongesti terjadi gejala dan tanda

gabungan gagal jantung kiri dan kanan (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Penatalaksanaan gagal jantung ditujukan pada lima aspek yaitu

mengurangi beban kerja jantung, memperkuat kontraktilitas miokard,

mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan dan

pengobatan khusus terhadap penyebab, fakor-faktor pencetus, dan

kelainan yang mendasari. Tindakan umum tersebut antara lain membatasi

aktivitas sesuai dengan berat keluhan, oksigenasi, edukasi sebab dan faktor

pencetus penyakitnya (infark miokard akut, anemia berat, perdarahan,

infeksi berat, transfusi berlebihan atau terlalu cepat, overhidrasi, hamil,

obesitas, beban berlebih). Pengobatannya yaitu mengurangi beban awal

dengan pembatasan cairan dengan diet rendah garam, diuretika

(furosemid), venodilator (golongan nitrat), mengurangi beban akhir dengan

anti hipertensi (jika ada hipertensi) dan vasodilator seperti ACE inhibitor,

prozosin, hidralazin, dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan

inotropik seperti amrinon, milrinon, digitalis, dopamin, dobutamin.

(Rilantono, LiLy Ismudiati, 2003

D. Adaptasi dan Jejas Sel

Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel.

Dalam keadaan normal, sel berada dalam keadaan “Homeostasis / mantap”.

Sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara (1) beradaptasi,

(42)

dan mati (Robbins & Kumar, 1992).

Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan

yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang

mempertahankan kelangsungan hidup sel. Contohnya ialah hipertrofi

(pertambahan massa sel) atau atrofi (penyusutan massa sel). Jejas sel yang

reversibel menyatakan perubahan patologik yang dapat kembali, bila

rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jejas lemah. Jejas yang

ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan

kematian sel (Robbins & Kumar, 1992).

Terdapat dua pola morfologik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis.

Nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan

berwujud sebagai pembengkakan, denaturasi, dan koagulasi protein, pecahnya

organel sel, dan robeknya sel. Apoptosis ditandai oleh pemadatan kromatin

dan fragmentasi, terjadi sendiri atatu dalam kelompok kecil sel, dan berakibat

dihilangkannya sel yang tidak dikehendaki selama embriogenesis, dan dalam

berbagai keadaan fisiologik dan patologik (Robbins dan Kumar, 1992).

1. Penyebab Jejas Sel

Jejas sel dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

- Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat (a) iskemia

(kehilangan pasokan darah, (b) oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya

kegagalan jantung paru), atau (c) tulangnya kapasitas pembawa oksigen

darah (misalnya, anemia, keracunan karon monoksida).

(43)

- Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk : (a) obat terpeutik (b) bahan

bukan obat (misalnya timbal, alcohol)

- Bahan penginfeksi, termasuk virus, bakteri, rickettsia, jamur, dan parasite

- Rekasi imunologik

- Kekacauan genetik

- Ketidakseimbangan nutrisi (Robbins & Kumar, 1992).

2. Jejas Sel dan Nekrosis

Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel.

- Pemeliharaan integritas membrane sel

- Respirasi aerobic dan produksi ATP

- Sintesis enzim dan protein berstruktur

- Preservasi integritas aparat genetik

Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada

satu fokus membawa efek sekunder yang luas. Konsekuensi jejas sel

bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya gen penyebab dan juga

kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena perubahan

morfologik jejas sel menjadi nyata setelah beberapa system biokimia yang

penting terganggu. Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara

jejas dan kematian sel :

- Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keadaan

patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi

sel

(44)

Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalsium ke

dalam sel dan lepaasnya ion kalsium dan mitokondria dan reticulum

endoplasmic. Peningkatan kalsium sitosolik mengaktifkan fosfolipase

yang memecah fosfolipid membraneproteaseyang menguraikan protein

membrane dan sitokletal, ATPase yang mempercepat pengurangan

ATP, dan endonuclease yang terkait dengan fragmentasi kromatin.

-Deplesi ATP, karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti

transportasi pada mebran, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid

-Defek permeabilitas membran. Membrane dapat dirusak langsung oleh

toksin, agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan perforin

(Robbins & Kumar, 1992).

3. Jejas Reversibel

Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan

pembentukan ATP oleh mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan

AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase dan fosforilasi,

menyebabkan glikolisisaerobic. Glikogen cepat menyusul, dan asam laktat

dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan pH intrasel. Pada

saat ini terjadi penggumpalan kromatin inti (Robbins & Kumar, 1992).

4. Jejas Ireversibel

Jejas ireversibel ditandai oleh vakuolisasi keras mitokondria, kerusakan

membrane plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya

densitas mitokondria yang besar dan amorf. Jejas membrane lisosom

(45)

terjadi proses pencernaan enzimatik komponen sel dan inti (Robbins &

Kumar, 1992).

Ada 2 peristiwa yang penting pada jejas ireversibel yaitu (Robbins &

Kumar, 1992) :

- Deplesi ATP, peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada

konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural dan juga

pada kerusakan membran.

- Kerusakan membrane sel, fase paling awal jejas ireversibel berhubungan

dengan defek membrane sel fungsional dan struktural, Beberapa

mekanisme mungkin berperan pada kerusakan membrane sel yaitu

(Robbins & Kumar, 1992) :

a. Kehilangan fosfolipid yang progersif

b. Abnormalitas sitoskeletal

c. Spesies oksigen reaktif

d. Produk pemecahan lipid

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi dan Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi

jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)

regional III. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

November 2011.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah 24 ekor mencit jantan (Mus

musculus L.) yang berumur 3 bulan yang diperoleh dari IPB Bogor.

Sebelum diberi perlakuan semua hewan percobaan diaklimatisasi selama

dua minggu serta diberi perlakuan minuman secaraad libitum.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Kandang hewan

uji (Mencit) terbuat dari kawat berukuran 15 x 20 cm yang berjumlah 20

kandang, dimana terdapat tempat minum dan makan yang terbuat dari

alumunium, lempeng logam elektroda berukuran 15 x 8 cm yang berfungsi

sebagai media pajanan medan listrik, electric power supply untuk

mengalirkan medan listrik, kamera untuk dokumentasi, alat bedah

(47)

botol spesimen untuk menyimpan organ pericardium dan micrometer

untuk mengukur ketebalan pericardium, Embedding casette, digunakan

dalam proses dehidrasi, alat-alat untuk membantu prosesembedding (pan,

lampu gas, oven, kuas, dan gunting tulang, balok kayu (3 x 2 cm)),

mikrotom geser untuk membuat sayatan mikroskopis, Staining jar,

Stopwatch untuk rnenghitung waktu pembuatan preparat, Water bath

digunakan mengembankan preparat, Cover glassuntuk menutup preparat,

Object glass sebagai tempat preparat dan mikroskop cahaya untuk

mengamati preparat.

3. Bahan

Bahan-baban yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor

mencit (Mus musculus L.) jantan berumur ± 4 bulan dengan berat ± 40

gram, pelet ayam sebagai pakan mencit, Buffer formalin untuk

mengawetkan organ jantung, Aquades, Alkohol 80 %, Alkohol 95%,

Alkohol 96%, Alkohol absolut digunakan untuk proses dehidrasi atau

menarik kandungan air dari sediaan, Xylol untuk membersihkan alcohol

kembali, paraffin cair (titik didih 56'-60° Q untuk filtrasi, PewarnaHarris,

Hematoxilen eosin untuk mewarnai preparat, dan Canada Balsam untuk

menempelkan cover glass.

C. Metode

1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan

(48)

menggunakan 4 kelompok perlakuan dan 6 pengulangan. Penelitian ini

akan menggunakan 24 ekor mencit jantan yang berumur 3 bulan dengan

berat 30-40 kg yang dipilih secara acak. Pada saat perlakuan percobaan,

mencit akan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok

terdiri dari 6 mencit. Kelompok kontrol (K) adalah hewan jantan tidak

terpajan medan listrik, Kelompok perlakuan (P1) adalah hewan jantan

terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan (P2) adalah hewan

jantan terpajan medan listrik (6 kV/m), kelompok perlakuan (P3) adalah

hewan jantan terpajan medan listrik (7 kV/m). Setiap perlakuan di ulang 6

kali. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan histologi

pericardium mencit.

2. Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan galur Balb/c yang

berumur 3 bulan dengan berat 30-40 kg. Mencit akan dikelompokkan

menjadi 4 kelompok, yang setiap kelompok terdiri dari 6 (enam) mencit.

Hal ini sesuai dengan rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental

rumus Frederer.

(t -1) (n-1)≥15,

(4-1) (n-1)≥15

3 (n-1)≥15

(n-1)≥5

n≥6

Nilai“t”merupakan jumlah kelompok perlakuan, dan nilai“n”merupakan

(49)

Kriteria Inklusi :

1. Mencit sehat

2. Mencit dengan berat badan 30-40 kg

3. Mencit jantan

4. Mencit dengan umur 3 bulan

Kriteria Ekslusi :

1. Sakit ( penampakan rambut kusam, rontok dan botak, aktivitas kurang

atau tidak aktif ).

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi

laboratorium.

Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

A. Identifikasi Variabel

1) Variabel Independent

Pemberian perlakuan yaitu pemajanan medan listrik dengan

kapasitas tegangan yang berbeda dan kelompok yang tidak

terpajan medan listrik untuk kontrol.

2) Variabel Dependent

Gambaran histopatologis pericardium mencit jantan.

B. Definisi Operasional Variabel

(50)

Pajanan medan listrik yang diberikan yaitu sebesar 5 kV, 6

kV, dan 7 kV. Masing- masing dipajankan selama 8 jam/hari

selama 37 hari.

2) Gambaran Histopatologis pericardium

Berbagai perubahan abnormal struktur histopatologi

pericardium mencit jantan.

Tabel 3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur penebalan

histopatologis sel pericardium jantung dengan metode skoring.

Skor Kerusakan

0 Tidak terjadi penebalan

1 Terjadi penebalan 2-5 lapis

2 Terjadi penebalan 6-10 lapis

3 Terjadi penebalan > 10 lapis

(Rujukan dari Lab.Patologi Anatomi RSUAM Provinsi Lampung, 2011).

1. Perlakuan Hewan Uji

Sebanyak 20 ekor mencit jantan dipelihara dalam kandang, di

Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Lampung. Kelompok hewan

percobaan ditempatkan ke dalam kandang yang dindingnya dilengkapi

lempeng tembaga yang berfungsi sebagai elektroda pembangkit tegangan

listrik yang mengalirkan medan listrik statis. Lempeng tembaga

dihubungkan dengan sumber tegangan dari transformeter yang output nya

di aliri dari 0 - 40 kV.

Pada penelitian pajanan medan listrik yang digunakan adalah pada 5kV,

(51)

2. Pembuatan Preparat Histologi Organ Jantung

Pada hari ke-38 dilakukan pembedahan untuk diambil organ jantungnya.

Sebelum dilakukan pembedahan, mencit terlebih dahulu dibius dengan

kloroform, kemudian setelah mencit tidak bergerak lagi mulailah

dilakukan pembedahan pada bagian ventral tubuh mencit secara vertical.

Spesimen dibuka perutnya dan diambil jantungnya. Jantung yang telah

diambil segera difiksasi dengan larutan formalin 10% atau 10%

formalsaline (1 bagian formalin dalam 9 bagian NaCL fisiologis) di dalam

botol. Perbandingan volume spesimen dengan larutan formalin 1:20. Guna

mendapatkan hasil fiksasi yang sempurna. Kemudian jantung tersebut

segera dibawa ke Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian

Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung untuk dibuat preparat

histologinya, sehingga jantung dapat diamati

Erpek dkk (2007), menggunakan pewarnaan HE (Haematoxylin-Eosin)

untuk melihat perubahan histologi pada testis tikus akibat medan listrik

frekuensi 50 Hz. Hal serupa juga dilakukan oleh Glaib dkk (2007), dalam

pengamatan mikroskopik organ hati dan ginjal pada mencit akibat efek

radiasi elektromagnetik telepon seluler. Sehingga dalam penelitian ini

dibuat sediaan histologi dengan menggunakan pewarnaan HE

(52)

Langkah-langkah pembuatan preparat jantung adalah sebagai berikut :

a. Fiksasi

Spesimen hasil nekropsi berupa organ jantung kelompok kontrol (K),

hewan. jantan tidak terpajan medan listrik, kelompok perlakuan (P1),

hewan jantan terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan

(P2), hewan jantan terpajan medan lisrik (6 kV/m). kclompok

perlakuan (P3), hewan jantan terpajan medan lisrik (7 kV/m), segera

dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (pengawet), Buffer formal in

10%. Perbandingan antara volume spesimen dengan larutan 1 : 10

untuk mendapatkan hasil yang baik.

b. Trimming

Trimming, merupakan tahapan yang dilakukan setelah fiksasi, dimana,

Buffer formalin 10% dihilangkan dengan menggunakan air mengalir.

Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Spesimen berupa potongan organ yang dicuci dengan air yang

mengalir. Jaringan dipotong setebal 2 - 4 mm.

2. Potongan-potongan jaringan tersebut dimasukkan ke dalam

Embedding cassette. Tiap Embedding cassette berisi 1 - 5 buah

potongan jaringan yang disesuaikan dengan besar kecilnya

potongan.

3. Potongan-potongan dicuci dibawah air yang mengalir selama 30

(53)

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan setelah proses trimming. Proses untuk

mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan, dengan cara :

1. Embedding cassettediletakkan diatas tisu untuk mengeringkan air.

2. Potongan jaringan berturut-turut diberikan perlakuan sebagai

berikut pada tabel 4.

Tabel 4.Tahapan perlakuan setelah proses trimming

Proses Reagensia Waktu

Dehidrasi Alkohol 80% 2 jam

Alkohol 95% 2 jam

Alkohol 95 % 2 jam

Clearing Alkohol absolut I 1 jam

Alkohol absolut II 1 jam

Embedding merupakan proses pencetakan organ jantung dengan

menggunakan paraffin cair sebagai media sehingga mempermudah

proses pemotongan (cutting). Tahapan embedding adalah sebagai

berikut :

(54)

diatas api beberapa saat dan diusapkan dengan kapas

2. Paraffin cair disiapkan dan masukkan ke dalam cangkir logam,

kemudian diletakkan ke dalam oven dengan suhu 580C.

3. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan

4. Jaringan satu persatu dipindahkan kedalam dasar pan dengan

mengatur jarak satu dengan yang lainnya.

5. Pan diapungkan di atas air dengan tujuan agar paraffin cepat

dingin.

6. Setelah dingin dan mengeras, pan dimasukkan ke dalam

refrigerator,untuk mempermudah melepaskan paraffin dari pan.

7. Paraffin dipotong-potong sesuai dengan letak jaringan yang ada

dengan menggunakan pisau skapel yang dipanaskan telebih dahulu

8. Paraffin diletekkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan

ujungnya dibuat sedikit meruncing. Blok paraffin siap dipotong

dengan menggunakan mikrotom

2 Cutting

Cutting adalah pemotongan halus jaringan dengan ketebalan 4-5 mikron

sehingga mempermudah dalam proses pengamatan preparat. Cutting

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pemotongan dilakukan pada ruang dingin

2. Sebelum dipotong, blok paraffin dimasukkan ke dalam

refrigerator.

(55)

dengan pemotongan halus dengan ketebalan 5 mirkometer

4. Setelah dipotong, dipilih potongan yang paling baik lalu

diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara

ditekan dengan jarum dan sisi yang lainnya ditarik dengan

menggunakan kuas.

5. Lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam water bath

sampai beberapa detik sehingga mengembang sempurna.

6. Dengan gerakan menyendok, jaringan tersebut diambil dengan

objek gelas bersih dan ditempatkan ditengah atau sepertiga atas

atau bawah, diusahakan jangan sampai ada gelembung udara

dibawah jaringan.

7. Slide yang berisi jaringan di tempatkan pada incubator (suhu 370C)

selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

3 Staining / pewarnaan

Sebelum dilakukan proses pewarnaan / staining dilakukan pembuatan

pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin. Bahan dan cara kerja adalah

sebagai berikut :

a. Hematoxylin Kristal : 5 g

b. Alcohol absolute : 50 g

c. Ammonium (potassium alkena) : 100 g/L

d. Aquadest : 1000 mL

(56)

Cara kerja :

Larutan potassium alum ( ammonium) dimasukan ke dalam air dan

dipanaskan, kemudian ditambahkan Hematoxylin Kristal yang telah

dilarutkan pada akohol absolute. Campuran larutan tersebut didihkan

selama 1 menit sambil diaduk, lalu secara perlahan-lahan ditambahkan

mercury oxide sampai berwarna jingga gelap. Setelah itu, larutan

dikeluarkan dari panas dan segera didinginkan. Untuk memperjelas

pewarnaan inti ditambahkan 2 - 4 mL asam asetet giacial per 100 ml

larutan.“larutan ini perlu disaring sebelum digunakan”(Luna, 1968).

Setelah pembuatan pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin, dipilih slide

yang terbaik, selanjutnya slide tersebut dimasukkan ke dalam rak khusus

untuk staining yang memuat beberapa slide, sehingga memungkinkan

slide dimasukan secara bersama-sama, selanjutnya slide tersebut

dicelupkan secara berurutan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan

memperlihatkan waktu yang telah ditentukan sebagai berikut :

Tabel 5.Proses Staining / Pewarnaan

No Reagensia Waktu

1 Xylol I 5 menit

2 Xylol II 5 menit

3 Xylol III 5 menit

4 Alkohol absolut I 5 menit

5 Alkohol absolute II 5 menit

(57)

7 Harris haemotoxylin 20 menit

8 Aquadest 1 menit

9 Acid–Alkohol 2-3 celupan

10 Aquadest 1 menit

11 Aquadest 15 menit

12 Eosin 2 menit

13 Alkohol 96% I 3 menit

14 Alkohol 96% II 3 menit

15 Alkohol absolute III 3 menit

16 Alkohol absolute IV 3 menit

17 Xylol IV 5 menit

18 Xylol V 5 menit

4 Mounting

Setelah pewarnaan slide selesai, slide ditempelkan di atas kertas tissue

pada tempat datar dan selanjutnya diproses dengan menggunakan

“Canada Balsam“ dan ditutup dengan menggunakan cover glass dan

dicegah jangan sampai ada gelembung udara.

5 Pengamatan

Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran

100X, 200X, & 400X, tetapi hasilnya yang dipakai adalah dengan

pembesaran 400X saja sesuai dengan fokus penelitian nya yaitu

(58)

D. Parameter Yang Diamati

Pada penelitian ini parameter yang dipakai adalah mengukur ketebalan

pericardium dan menghitung jumlah lapisan sel pericardium dengan scoring

(59)

Anderson, S dan Wilson, L.M. 2007.PatofisiologiEdisi 6.EGC. Jakarta. 415-417

Anies, 2005. Dampak Gelombang Elektromagnetik. http//medan/elektro.htm. Diakses 04 November 2011

Alatas. M. 2003. Dampak Medan Tegangan Listrik Bolak-Balik Terhadap histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FKUI. Jakarta. Dalam

http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 15 November 2011.

Alatas, E. 2003. Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Otot Jantung

http//medan/elektro.jantung.htm. Diakses 06 November 2011

Alfera. M. 2005. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 28 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 21 November 2011

Anonim. 2009. Karakteristik medan Listrik dan Medan Magnet. 26 Januari 2009, Dalam http//www.medicastore.com. Diakses 15 November 2011

Anonim. 2010.Informasi Penyakit. 21 Januari 2010. Dalam http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

Arief, Tq. M. dan Astirin, P. 2000. Teratogenesitas Embrio Tikus Setelah Pemaparan Medan Listrik Frekuensi Rendah. Nexux; 13(2) : 62-68

Busman, H. 2007. Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus Musculus) Akibat Fequency Electric Field In Rat TestisI.Penerbit Erlangga. Hal 75-78

Damjanov, Gustav. 1997 Anatomi and fungsional of heart. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Departemen Pertambangan dan Energi. 1992. Dampak Medan Listrik. Diakses 20 November 2011.

Dzakwan. 2001. Medan Listrik dan Rahasianya. http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

(60)

Glaib, AL.,Dardfi, Al.M.,Tuhaimi, Al.,Elgenaidi,.A.Dkhil, A. 2007. A.Technical Report on the Effect of Electromagnetif Radiation From a Mobile Phone on Mice Organs. Libyan J Med ; 8-9

Guyton & Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 423-424

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. Hal 371-372

Insan, A. 2002. Dampak Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 17 November 2011

Joseph & Harkness. 1989. Manual of Histologic cor Mouse. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Junqueria, L. C. 2007.Basic Histology : Text And Atlas, 10 Ed. EGC.Jakarta : Hal : 369-385.

Lu.F.C.1988. Toksikologi Dasar Organ dan Penilaian Risiko Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Hal : 224

Luna, L.G. 1968. Manual of Histologic Stainining Methods of the Armed Forces Institute of Pathology Third Edition. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Lee, Chrish B. 1997 Anatomi jantung Manusia dan Fisiologi Jantung. http//anatomi//1276//1005. Diakses 13 November 2011

Mansjoer A, Suditmo, Prayono M. 2001 Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kegagalan Fungsi Organ Jantung.

http//gelombang elektromagnetik//jantung.htm. Diakses 12 November 2011

Mahdi, A. Tegangan Listrik Tegangan Tinggi Penyebab Gagal Jantung. Dalam PAPDI cabang Semarang. http//Listrik/gagal jantung.htm. Diakses 12 November 2011

Mayun, A. 1983. Dampak Medan Tegangan Listrik Tinggi Terhadap

histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FK USU. medan. Dalam

Gambar

Tabel 1. Karakteristik medan listrik dan medan magnet ....................................
Gambar
Gambaran histopatologi
Gambar 2. Kerangka konsep dari tipe dan kerusakan pericardium berupa ketebalan danpeningkatan jumlah lapisan sel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap histopatologi ginjal mencit jantan (Mus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak lada hitam ( Piper nigrum L.) terhadap libido mencit ( Mus musculus L.) jantan yang berbeda umur berdasarkan

Pengaruh Paparan Asap Rokok Kretek Terhadap Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus).. Journal e-Biomedik

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi kopi arabika Aceh sebagai antioksidan pada mencit ( Mus musculus L.) jantan yang terpapar asap rokok melalui pengukuran

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh maserat lidah buaya (Aloe vera) terhadap kadar kolesterol darah mencit (Mus musculus) jantan

Penelitian berjudul Pengaruh Ekstrak Daging Biji Karabenguk Asal Bantul (Mucuna pruriens) Terhadap Fertilitas Mencit Albino Jantan (Mus musculus) ini bertujuan untuk

Dari hasil penelitian tentang potensi anti- fertilitas ekstrak teh hitam pada mencit ( Mus musculus L.) jantan, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak teh hitam

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Lipn) terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus) Jantan yang Dipapar