DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ashsofa Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Rineka Cipta.
Badrulzaman Darus Mariam, Siahdeini Remy Sultan, Soepraptomo Heru, Djamil Faturrahman, Soenandar Tryana. 2001 Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung. Citara Aditya Bakti.
Kramadibrata Soedjono. 2002 . Perencanaan Pelabuhan. Bandung.Penerbit ITB.
Muhammad Abdulkadir. 2011. Hukum Perdata Indonesia. Bandung.Citra Aditya Bakti.
---. 2008. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung. Citra Aditya Bakti,
Prodjodikoro Wirjono. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung. Mandar maju.
Purba Hasim. 2005. Hukum Pengangkutan Dilaut. Pustaka Bangsa Press. Medan.
Purwosutjipto. Purwosutjipto H.M.N. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang
Indonesia 5. Jakarta. Penerbit Djambatan.
Sembiring Sentosa. 2008. Hukum Dagang. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Simorangkir J.C.T, Rudy T, Erwin, Prasetyo J.T. 2004. Jakarta. Kamus Hukum. Sinar Grafika.
Simamora Y Sogar. 2005. Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan
Jasa oleh Pemerintah (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas
Airlangga. Surabaya.
Subagyo P Joko. 2013. Hukum Laut Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.
Suyono R.P. 2003, Shipping Pengangkutan Internasional Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta. PPM.
Uli sinta. 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Transport, Angkutan Laut,
Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan.USUpress.
Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Sistem
Multimoda. Jakarta. (Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Tahun 2004.
B. Peraturan Undang-undang dan Konvensi Internasional
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
The Hague Rules Tahun 1924.
The Hamburg Rules Tahun 1978.
C. Data Lapangan
Hasil Wawancara pada PT. Samudera Indonesia
D. Internet
http://folorensus.blogspot.com/2008/07/hukum-tentang-perjanjian-pengangkutan.html, diakses tanggal 7 April 2014
A. Pengertian Pengangkutan Laut
Sebelum memahami dan mengetahui apa itu perjanjian pengangkutan,
maka ada baiknya terlebih dahulu mengenal dan mengetahui apa yang dimaksud
dengan pengangkutan dan apa saja sarana dan prasarana dalam pengangkutan,
khususnya pada pengankutan laut.
Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda
maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
meninggikan manfaat serta efisien38. Dengan demikian pengangkutan merupakan
pemindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang dituju untuk
meningkatkan daya guna dan nilainya. Dengan demikian peningkatan daya guna
dan nilai merupakan tujuan dari diadakannya pengangkutan. Menurut HMN.
Poerwosutjipto mengatakan bahwa “ Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik
antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat
ketempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar uang angkutan” 39 .
38 Sinta uli, Pengangkutan suatu tinjauan hukum multimoda transport angkutan laut
angkutan darat dan angkutan udara, Medan, USUPress, 2006, hlm. 20
39 Purwosutjipto H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 5, Penerbit
Usaha pengangkutan bukan hanya berupa kegiatan pemindahan barang
dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis,
akan tetapi pengangkutan itu selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai
dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian pengangkutan
itu selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai
efisiensi pengangkutan yang lebih baik. Ini berarti bahwa orang akan selalu
berusaha mencapai efisiensi terhadap pengangkutan, agar pengangkutan barang
dan orang tersebut dapat memakan waktu yang secepat mungkin dan dengan
pengeluaran biaya yang sekecil mungkin.
Untuk pengiriman produk atau barang yang masih satu pulau dapat
dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi darat dengan
dokumen-dokumen yang tidak serumit ketika pengiriman dilakukan ke luar pulau atau ke
luar negeri. Umumnya, pengiriman suatu produk atau barang dapat dilakukan
dengan menggunakan alat transportasi seperti angkutan laut (konvensional atau
kontainer/peti kemas) dan angkutan udara40.
Angkutan diindonesia terbagi menjadi 3 bagian yaitu angkutan melalui
angkutan darat, angkutan udara dan angkutan laut. Sesuai dengan namanya,
pengangkutan darat adalah segala jenis pengangkutan baik barang maupun
penumpang yang dilakukan dengan angkutan darat, seperti angkutan yang
bergerak menggunakan jalan raya maupun dengan rel. Sementara angkutan udara
adalah segala setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat untuk mengangkut
40 Pengiriman Barang dengan Menggunakan Angkutan Laut (Kapal Konvensional).,
penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandara ke
bandara udara yang lain atau beberapa bandara lain (PP No.40 Tahun 1995)41. Pengangkutan laut adalah merupakan kegiatan mengangkut ataupun
membawa maupun memindahkan penumpang, hewan, dan barang dengan
menggunakan kapal tertentu yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran baik
swasta dan juga pemerintah dari satu pelabuhan di suatu pulau ke pelabuhan lain
yang terdapat di pulau lain tersebut. Pengangkutan laut dapat berlangsung
antarpulau dalam satu negara atau secara nasional dan antarpulau dari satu negara
ke negara lain atau secara internasional.
Jenis-jenis angkutan laut di Indonesia sebagai berikut :
1. Angkutan Laut Khusus yaitu kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan
usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
2. Angkutan Laut Pelayaran Rakyat yaitu suatu usaha rakyat yang bersifat
tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan
angkutan diperairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan kapal motor sederhana dengan berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu.
3. Angkutan laut dalam negeri yaitu suatu angkutan laut yang dilakukan oleh
perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera
Indonesia serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia dan
dapat melayani kegiatan mengangkut penumpang dan barang antar pulau dan
antar pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
4. Angkutan laut luar negeri yaitu kegiatan angkutan laut yang dilakukan oleh
perusahaan angkutan laut nasional dan perusahaan laut asing dengan
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing. Dan angkutan
laut luar negeri hanya dapat melakukan kegiatan angkutan laut ke atau dari
pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan wajib
menunjuk perusahaan nasional sebagi agen umum.
Dalam pengangkutan barang melalui laut tentu alat pengangkutan yang
dipergunakan adalah kapal laut, dan sarana-sarana penunjang dalam pengangkutan
laut. Untuk itu perlu rasanya saya membahas apa itu kapal laut dan sarana-sarana
dalam pengankutan laut.
1. Kapal Laut.
Yang dimaksud dengan kapal laut adalah kendaraan pengangkut
penumpang dan barang dilaut (sungai dan sebagainya)42. Pengertian kapal ini rumusannya dapat dilihat pada Pasal 309 ayat (1) KUHD dimana disebutkan
bahwa kapal adalah semua alat berlayar, apapun nama dan sifatnya. Dari rumusan
pengertian kapal yang telah disebutkan oleh Pasal 309 ayat (1) KUHD yang perlu
diperhatikan adalah adanya unsur berlayar. Kata berlayar ada yang
menerjemahkan dengan padanan bahtera, dan ada juga yang menerjemahkan
dengan padanan kapal atau perahu layar. Namun dengan demikian, Prof
42 R. P. Suyono, Shipping Pengangkutan Internasional Ekspor Impor Melalui Laut,
Soekardono dan Purwosutjipto dan beberapa penulis lain menerjemahkan itu
adalah alat berlayar. Jelas yang dinamakan kapal itu bukan cuma kapal atau
perahu sebagaimana yang dilihat sehari-hari, tetapi juga meliputi benda-benda
lain, seperti :
1. Dok Terapung.
2. Mesin Pengeruk Lumpur.
3. Alat Pengangkut Apung.
4. Mesin Penyedot pasir di laut.
5. dan lain-lain.
Kapal laut dibedakan atas ukuran besarnya, bessarnya ukuran kapal
dikenal dengan gross register ton (GRT) dan net register ton (NRT). Kemudian
yang menjadi ukuran besar kapal adalah panjangnya, yang berpengaruh terhadap
penyediaan tempat untuk kapal bersandar. Selain itu ukuran berat kapal yang
dikenal dengan displacement. Displacement adalah jumlah berat air yang
dipindahkan oleh kapal, yang beratnya sama dengan berat kapal.
Muatan kapal laut berkaitan erat dengan daya angkut kapal. Dalam hal ini
daya angkut kapal dikenal dengan istilah deadwight ton dan cargo capacity.
Deadwight ton adalah daya angkut kapal termasuk didalamnya
penumpang/muatan, bahan bakar, air, perbekalan dan sparepart pada syarat
maksimum dinyatakan dengan long ton. Sementara cargo capacity adalah daya
angkut kapal membawa muatan (DTW) dikurangi bunker, air, perbekalan dan
2. Pelabuhan.
Saran pembantu dalam pengankutan laut adalah pelabuhan. Berdasarkan
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhan, yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi42.
Untuk menunjang perdagangan dengan lalu lintas muatan, diciptakan pelabuhan
sebagai titik simpul (central) yang memungkinkan perpindahan muatan dan
penumpang, tempat kapal-kapal dapat berlabuh dan bersandar untuk kemudian
melakukan bongkar muat dan/ atau meneruskan pelayaran ke daerah tujuan43. Fungsi pelabuhan paling tidak terdapat empat, yaitu sebagai tempat
pertemuan, gapura, identitas entitas industri dan mata rantai transportasi44. a) Tempat Pertemuan.
Pelabuhan merupakan tempat pertemuan dua moda transportasi
utama yaitu, darat dan laut serta berbagai kepentingan yang saling
terkait. Barang-barang yang diangkut oleh kapal laut akan dibongkar
dan dipindahkan ke angkutan darat, dan sebaliknya. Oleh karena itu
43 Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Bandung, Penerbit ITB, 2002, hlm.
77
di pelabuhan terdapat berbagai kepentingan bertemu, maka di
pelabuhan berdiri fasilitas-fasilitas seperti Bank, Bea Cukai dan lain
sebagainya.
b) Gapura.
Pelabuhan juga berfungsi sebagai gapura atau pintu gerbang suatu
negara. Warga negara dan barang-barang dari negara asing yang
memiliki pertalian ekonomi masuk ke suatu negara akan melewati
pelabuhan tersebut. Sebagai pintu gerbang negara, citra negara
sangat ditentukan oleh baiknya pelayanan di pelabuhan tersebut.
c) Entisitas Industri.
Dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor maka
fungsi pelabuhan menjadi sangat penting. Dengan adanya pelabuhan,
hal ini memudahkan industri mengirim produknya dan
mendatangkan bahan baku. Dengan demikain, pelabuhan
berkembang menjadi suatu jenis industri sendiri yang menjadi ajang
bisnis berbagai jenis usaha.
d) Mata Rantai Transportasi.
Pelabuhan merupakan mata rantai transportasi. Dipelabuhan,
berbagai transportasi bertemu dan bekerja. Pelabuhan laut
merupakan salah satu titik dari mata rantai angkutan laut dan
Untuk menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan, terdapat berbagai
fasilitas sebagai sarana penunjang dipelabuhan diataranya:
1. Penahan Gelombang.
Penahan gelombang adalah konstruksi dari batu-batuan yang kuat dan dibuat
melingkar memanjang kearah laut dari pelabuhan dimaksudkan untuk sebagai
pelindung pelabuhan. Gunanya untuk menahan ombak dan gelombang, karena
di dalam pelabuhan terdapat dermaga-dermaga tempat kapal-kapal bersandar.
2. Jembatan.
Jembatan adalah bangunan berbentuk jembatan yang dibuat menjorok keluar
ke arah laut dari pantai atau daratan. Biasanya terbuat dari beton, baja atau
kayu dan dibuat untuk menampung sementara barang yang akan dibongkar
dari/ke kapal yang sandar dijembatan itu.
3. Dolphin.
Dolphin adalah kumpulan dari tonggak-tonggak yang terbuat dari besi, kayu
atau beton agar kapal dapat bersandar disitu untuk melakukan kegiatan bongkar
muat.
4. Pelampung pengikat.
Pelampung dimana kapal ditambatkan untuk melakukan suatu kegiatan.
Pelampung pengikat berguna agar kapal dat melakukan bongkar muat pada
kedua sisinya.
Tempat labuh adalah tempat perairan di mana kapal melego jangkarnya untuk
melakukan kegiatan. Tempat labuh juga berfungsi sebagai tempat menunggu
untu masuk ke suatu pelabuhan.
6. Single Buoy Mooring.
Adalah pelampung pengikat dimana kapal tanker dapat bongkar muat
muatannya melalui pipa dipelampung itu yang menghubungkan ke daratan atau
sumber pasokan.
7. Tongkang.
Tongkang adalah perahu-perahu kecil yang dipergunakan untuk mengangkut
muatan atau barang dati atau ke kapal yang dimuat atau dibongkar, yang
biasanya ditarik oleh kapal tunda.
8. Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan.
Alur kapal adalah bagian dari perairan di pelabuhan tempat masuk/ keluarnya
kapal. Alur pelayaran kapal memiliki kedalaman tertentu agar kapal bisa
masuk dan keluar kolam pelabuhan atau sandar di dermaga. Kolam pelabuhan
juga harus disiapkan oleh pelabuhan, agar tersedia tempat cukup sesuai dengan
jenis kapal dan muatannya.
9. Rambu Kapal.
Rambu kapal adalah tanda-tanda yang dipasang diperairan menuju pelabuhan
untuk memandu kapal. Bila letak rambu-rambu kuran jelas maka akan
menggaruk kabel komunikasi atau kabel listrik bawah air, atau terjadi kapal
berlabuh didaerah yang terlarang.
10. Gudang.
Gudang adalah tempat penempatan penampungan barang yang tertutup agar
terlindung dari segala cuaca. Namun ada juga gudang terbuka untuk barang
tertentu atau petikemas. Gudang merupakan bagian yang penting dalam
pelabuhan, karena di dalam gudang inilah barang yang akan dimuat atau
dibongkar dari kapal untuk sementara disimpan, kecuali bila muatan dimuat
dalam petikemas.
11. Dermaga.
Upaya untuk melayani kapal yang masuk, pelabuhan menyediakan dermaga,
yaitu tempat di mana kapal dapat berlabuh atau bersandar guna melakukan
kegiatannya, baik bongkar muat maupun kegiatan lainnya. Dermaga terbagi
atas 3 bagian, yaitu :
1) Dermaga Konvensional.
Dermaga konvensional adalah dermaga yang digunakan untuk melakukan
aktivitas bongkar muat kapal kargo. Dermaga konvensional dipakai untuk
kapal-kapal kargo biasa, yaitu kapal-kapal yang dilengkapi dengan
peralatan bongkar muat dan membawa berbagai jenis muatan yang
memerlukan pemadatan khusus bila disimpan dalam palkanya. Di dermaga
dermaga ini dipergunakan untuk mengangkat barang dari gudang ke
gudang.
2) Dermaga Petikemas.
Dermaga petikemas adalah dermaga yang digunakan untuk melakukan
bongkar muat kapal-kapal petikemas. Dermaga petikemas terdiri dari
lapangan yang terbuka dan dilengakapi dengan keran-keran untuk bongkar
muat petikemas. Buruh disini dimanfaatkan untuk mengisi atau
membongkar barang dari petikemas. Dermaga petikemas juga dilengkapi
dengan beberapa gudang untuk menampung muatan petikemas.
3) Dermaga Khusus.
Selain kapal petikemas dan general cargo, ada juga kapal-kapal dengan
muatan khusus, seperti kapal ferry dan ro-ro. Biasanya untuk kapal-kapal
seperti ini disediakan dermaga khusus. Kapal-kapal pengangkut minyak
atau tanker juga disediakan tempat khusus untuk aktivitasnya, terpisah dari
kapal-kapal lainnya karena tanker biasanya mengangkut bahan bakar yang
bisa membahayakan kapal-kapal lainnya45 .
B. Perjanjian Pengankutan Barang Melalui Angkutan Laut
Dalam pengangkutan barang melalui angkutan laut terlebih dahulu
diadakan perjanjian pengangkutan, karena adanya perjanjian diantara kedua belah
pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Terjadinya
perjanjian pengangkutan barang terlebih dahulu didahului oleh serangkaian
perbuatan penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh pengangkut dan
pengirim/penumpang yang dilakukan secara timbal balik.
Dalam proses pengangkutan ada yang disebut pengangkut dan pengirim.
Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan
pengankutan barang atau penumpang, singkatnya pengangkut adalah
penyelenggara pengangkutan dengan menggunakan alat pengangkut mekanik dan
menerbitkan dokumen atas pengangkutan tersebut. Penyelenggaraan
pengangkutan dapat bersetatus Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Swasta, dan Perseorangan yang melakukan usaha dibidang jasa dalam
pengangkutan. Sementara pengirim adalah pihak yang mengikatkan dirinya untuk
membayar biaya pengangkutan atas barang atau orang yang diangkut yang
statusnyaadalah pemilik barang, yang sekaligus pemegang atas dokumen
pengangkutan yang diterbitkan oleh pihak pengangkut.
Pengirim barang pada peraktiknya bukanlah pemilik barang. Karena
pemilik barang itu lazimnya menyerahkan pengiriman barang barang kepada
orang lain, dalam hal ini disebut ekspeditur46. Sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 86 KUHD yang dimaksud dengan ekspeditur adalah orang yang menyuruh
mengangkut barang-barang perniagaan dan barang-barang di darat atau di
perairan. Jadi secara singkat dapat pula disebutkan bahwa pengirim dalam
kaitannya dengan pengangkutan barang-barang melalui laut adalah orang yang
dengan kuasa yang diperolehnya dari pemilik barang menutup perjanjian
pengangkutan barang-barang melalui laut. Pengangkut barang adalah
penyelenggara usaha angkutan yang berada di perairan di indonesia yang bergerak
khusus dibidang pengangkutan di perairan yang dilakukan oleh badan hukum dan
tunduk serta patuh terhadap peraturan hukum di Indonesia.
Kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang angkutannya kepada
penerima (seseorang atau perusahaan) yang telah ditentukan namanya dalam bill
of lading dan kepada siapa barang yang diangkut tersebut diserahkan. Dalam The
Hamburg Rules 1978 bahwa yang dimaksud penerima barang adalah mereka yang
diberi atau memperoleh hak untuk menerima barang.
Berdasarkan Pasal 491 KUHD, apabila barang-barang muatan telah
diserahkan maka penerima wajib membayar uang angkutan. Apabila si penerima
tidak mengambil barangnya atau tidak memberi jaminan pembayaran uang
angkutan atau karena sebab-sebab lain, maka pengangkut dapat menyimpan
barang yang bersangkutan di gudang pelabuhan atas tanggungan si penerima atau
pengirim barang (Pasal 495 KUHD).
Dengan demikian perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan
mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
penumpang dan /atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya
angkutan47.
Dengan selamat, keadaaan tidak selamat mengandung dua arti:
47 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, 2008, Citra Aditya Bakti,
1. pada pengangkutan barang, barangnya tak ada atau musnah, barangnya ada
tetapi rusak sebagian atau seluruhnya disebabkan berbagai kemungkinan
peristiwa;
2. pada pengakutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau menderita
cacat tetap atau sementara, karena sesuatu peristiwa atau kejadian48.
Perjanjian pengangkutan dapat terjadi secara tidak langsung maupun
langsung. Secara tidak langsung terjadi dengan menggunakan jasa perantara,
seperti ekspeditur untuk pengangkutan barang dan agen perjalanan untuk
pengangkutan penumpang. Apabila perjanjian langsung maka penawaran dari
pihak pengangkut menghubungi pengirim/ penumpang atau melalui media massa.
Disini berarti pihak pengangkut yang mencari barang yang akan dikirim atau
penumpang untuk diangkut. Pada pengangkutan diperairan, kapal menyinggahi
pelabuhan untuk mengangkut barang dan penumpang. Perjanjian pengangkutan
selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan yang
membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.
Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkutan baru
diselenggarakan setelah biaya angkutan dibayar terlebih dahulu. Tetapi di
samping ketentuan undang-undang juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat
membayar biaya angkutan sebagian dahulu dan melunasinya setelah selesai atau
48 Hukum tentang Perjanjian Pengangkutan,
membayar biaya angkutan setelah peroses pengangkutan selesai baru melakukan
pembayaran ongkos pengangkutan seluruhnya kepada pengangkut 49 .
Dalam hukum positif di indonesia perjanjian pengangkutan merupakan
suatu sebab yang mengakibatkan timbulnya tanggung jawab dalam pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
perundang-undangan yang belaku, yaitu berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata.
Adapun peryaratan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang
diperjanjikan diantara para pihak.
2) Kecakapan bagi mereka yang membuat perjanjian, artinya harus mempunyai
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
3) Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek
perjanjiannya.
4) Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu haruslah halal dan tidak
bertentangan dengan hukum.
Adapun mengenai isi perjanjiannya tergantung pada para pihak yang
membuat perjanjian, sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengenai
asas kebebasan berkontrak.
Dalam The Hangue Rules yang disebut perjanjian pengangkutan dapat
dilihat dalam article I (b) sebagai berikut :
“ Contract of carriage” applies only to contracts of carriage covered by lading or any similar document of title, in so far as such document relates so the carriage of goods by sea, including any bill of lading or any similar document as aforesaid issued under or pursuant to a charterparty from the moment at which such bill of lading or similar document of titles regulates the
relations between a carrier and a holder of the same50.
Dalam The Hambrug Rules yang dimaksud perjanjian pengangkutan
disebutkan dalam article 1 (6) :
“Contract of carriage by sea” means any contract whereby the carrier undertakes against payments of freight to carry goods by sea from one port to another; however, a contract which involes carriage by sea and also carriage by some other means is deemed to be a contract of carriage by sea for the
purpose of this convention in so far as it relates to the carriage by sea51.
Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian pengangkutan
tidak termasuk kepada perjanjian-perjanjian tertentu seperti yang diatur didalam
KUHPerdata, akan tetapi merupakan jenis perjanjian khusus yang diatur didalam
KUHD52. Perjanjian pengankutan harus dapat dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Melalui dokumen pengangkutan tersebut baru dapat diketahui saat
terjadi perjanjian pengangkutan, yaitu tempat, tanggal dan tanda tangan atau paraf
yang tertulis pada dokumen angkutan.
Dalam KUHD ada beberapa ketentuan yang mengatur tentang saat
terjadinya persetujuan kehendak, mengenai pengankutan barang. Menurut Pasal
504 KUHD, pengirim yang telah menyerahkan barang kepada pengankut di kapal
dan menerima surat tanda terima yang merupakan bukti bahwa barangnya telah
50 The Hangue Rules Article I (b). 51 The Hamburg Rules Article I (6). 52
dimuat di dalam kapal. Jika pengirim mengkehendaki bill of lading, dia dapat
menukarkan surat tanda terima itu dengan bill of lading yang diterbikan oleh
pengangkut. Konosemen atau bill of lading memiliki beberapa fungsi:
1. Tanda Terima Barang atau Muatan (Document of Receipt).
Bill of Lading berfungsi sebagai tanda terima barang untu
menyatakan bahwa barang telah dimuat di atas kapal.
2. Dokumen Pemilikan (Document of Title).
Bill of Lading berfungsi bagi siapa yang dapat mengambil barang di
pelabuhan pembongkaran.
3. Kontrak Pengangkutan (Contract of Carriage).
Bill of Lading berfungsi sebagai kontrak perjanjian bahwa barang
atau muatan akan dimuat di atas kapal hingga tempat tujuan53 .
Surat tanda terima membuktikan bahwa barang yang sudah diterima dan
dimuat dalam kapal sesuai dengan penyerahan pengirim. Dengan demikian,
perjanjian sudah terjadi dan mengikat sejak surat tanda terima ditanda tangani
oleh pengankut atau orang atas nama pengankut pada tangal yang tertera dalam
dokumen.
Dalam pengangkutan laut bill of lading adalah suatu dokumen yang
berfungsi sebagai dokumen angkutan, sebagai dokumen penerimaan barang oleh
pengangkut dan sebagai dokumen hak pemilikan arus barang dan yang dapat
dipindah tangankan (document of title)54. Bill of lading merupakan suatu tanda
terima sejumlah barang dapat dilihat pada isi dari pembentukan
persyaratan-persyaratan yang tertulis pada setiap bill of lading.
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang.
Dengan ditutupnya perjanjian pengangkutan, maka akan timbul hak dan
kewajiban diantara para pihak. Hak-hak yang dimiliki oleh pengirim barang antara
lain adalah sebagai berikut :
1) Berhak menerima barang dengan selamat sampai pada tempat
tujuan.
2) Berhak menerima barang sesuai dengan kapan barang tersebut
diperjanjikan untuk diterima. Jika baran tersebut terlambat, maka
pengirim dapat menuntutnya (Pasal 477 KUHD).
Sementra hak-hak yang dimiliki oleh pengangkut barang adalah :
1) Pemberitahuan dari pengirim mengenai sifat, macam dan harga barang
yang diangkut, yang disebutkan dalam Pasal 469, 470 (2), dan 479 (1)
KUHD.
2) Penyerahan surat-surat yang diperlukan dalam rangka mengangkut
barang-barang yang diserahkan oleh pengirim kepada pengangkut berdasarkan
pada Pasal 478 (1) KUHD.
Setelah membahas tentang hak masing-masing pihak, tentunya akan
timbul pula kewajiban dari para pihak. Kewajiban pengirim barang antara lain
sebagai berikut :
1) Memberitahukan tentang sifat, macam dan harga barang yang
diangkut.
2) Menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
pengangkutan barang.
3) Membayarkan upah atau ongkos dari pengangkutan barang.
Kewajiban pengangkut adalah:
1. Menyediakan kapal (Pasal 467 KUHD)
Tentunya dalam melakukan pengangkutan menggunakan angkutan laut adalah
dengan menggunakan kapal. Kapal tersebut harus laik untuk berlayar dan
memiliki anak buah yang cukup, sehingga dapat digunakan untuk membawa
barang dengan selamat ke tempat tujuan.
2. Menjaga keselamatan barang yang diangkut, sejak penerimaan barang sampai
ketempat tujuan barang (Pasal 468 (1) KUHD).
3. Dalam Pasal 470 KUHD kewajiban yang disebutkan antara lain :
a. Mengusahakan pemeliharaan, perlengkapan atau peranakbuahan alat
pengangkutnya.
b. Mengusahakan kesanggupan alat pengangkut itu untuk dipakai
c. Memperlakukan dengan baik dan melakukan penjagaan atas muatan yang
diangkut untuk mengurangi resiko-resiko Sheepvaart mhdrijf55,
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan di atas kapal atau yang berhubungan
dengan pelayaran.
4. Menyerahkan muatan di pelabuhan tujuan sesuai dengan waktu yang telah
diperjanjikan.
Apabila salah satu kewajiban yang disebutkan di atas dilanggar, maka
pengangkut harus bertanggungjawab. bahkan berdasarkan Pasal 470 (1) KUHD
secara tegas dinyatakan : “ Janji-janji yang bermaksud demikian adalah batal “.
Hal ini berarti apabila pengangkut mengadakan janji yang bertentangan dengan
kewajiban yang disebutkan di atas pengangkut tetap harus bertanggungjawab56.
Oleh karena itu keadilan adalah suatu fokus tuju yang prima dan setiap cabang
hukum, dimanapun dan sampai kapanpun.
Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung
jawab pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari
pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:
1. Keadaan memaksa (overmacht)
2. cacat pada barang atau penumpang itu sendiri
3. kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.
55
J.C.T Simorangkir, Rudy T, Erwin, J.T Prasetyo. 2004. Jakarta. Kamus Hukum. Sinar Grafika, hlm 112.
56 Syaiful Watni. dkk (ed.), Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggungjawab
Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu
hukum. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat
ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini
pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan. Apabila
perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan dituliskan secara tegas
dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian.
Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang
berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping
ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapus sama
sekali tanggung jawab (Pasal 470 ayat 1 KUHD, untuk pengangkut).
Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246
KUHPdt, menurut Pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas
biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat
menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.
D. Peraturan-Peraturan Tentang Pengankutan Barang.
Lautan yang membentang luas dengan posisi untuk menghubungkan
wilayah daratan satu dengan yang lain dan kemungkinan berlaku hukum yang
berbeda, disadari atau tidak pada dasarnya setiap insan manusia mempunyai hak
untuk menikmati kekayaan yang terkandung di dalamnya57.
Ada beberapa konfensi internasional mengenai pengangkutan, baik laut,
darat, dan udara. Seperti konvensi Hague Rules 1924, Hague Visby Rules,
Protocol 1968 dan Protocol 1978, CMR (Road) Convention 1956, CMI. (Rail)
Convention 1956, Warsawa (Air) Convention 1929 dengan
perubahan-perubahannya. Dan terakhir adalah The Hamburg Rules 1978 yang dimaksudkan
untuk melengkapi The Hague Rules dan Hague Visby Rules. Konvensi-konvensi
tersebut pada umumnya mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Jangka waktu (periode) tanggung jawab (responsibility) pengangkut.
b. Dasar bagi tanggung jawab ganti rugi (liability) pengangkut.
c. Batas tanggung jawab ganti rugi pengangkut.
d. Tanggung jawab atas sub kontraktor.
e. Persyaratan-persyaratan dokumen angkutan, tanggung jawab ganti rugi
termasuk ketentuan-ketentuan khusus mengenai pengankutan
barang-barang berbahaya.
f. Jangka waktu berakhirnya batas waktu untuk mengajukan tuntutan
ganti rugi 58.
Walaupun konvensi-konvensi tersebut mengatur hal-hal yang sama
seperti digambarkan diatas, namun diantaranya terdapat perbedaan antaralain
mengenai lingkup berlakunya seperti The Hamburg Rules dan CMR Road
Convention. The Hamburg Rules adalah konvensi dibidang pengangkutan laut,
sementara CMR Road Convention pengangkutan didarat. Disamping antara
konvensi-konvensi tersebut tidak terdapat kesamaan mengenai dasar dari
tanggung jawab ganti rugi pengangkut mengenai hal-hal yang dapat
membebaskan dari tanggung jawab tersebut.
Seperti dalam pengangkutan laut, baik barang dan penumpang diatur
dalam konvensi internasional pertama sekali yang dipergunakan adalah konvensi
internasional The Hague Rules 1924 kemudaian dilengkapi dengan The The
Hangue Visby Rules 1971, yang akhirnya dikembangkan dan kemudian
muncullah The Hamburg Rules 1978 sebagai pengaganti dan pelengkap dari The
Hangue Rules dan The Hangue Visby Rules. Pada dasarnya baik The Hangue
Rules, The Hangue Visby Rules dan The Hmaburg Rules merupakan konvensi
internasional yang memuat tentang ketentuan-ketentuan dalam pengangkutan laut,
baik hak, kewajiban, tanggung jawab serta dokumen dalam pengangkutan laut
dipelayaran internasional.
Laut sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi
tanggung jawab sepenuhnya negara yang bersangkutsan dengan penerapan hukum
yang berlaku di wilayahnya yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan59.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang pengangkutan laut diatur dalam
Buku kedua tentang Hak-Hak Dan Kewajiban-Kewajiban Yang Terbit Dari
Pelyaran. Seperti tentang kapal-kapal laut dan muatannya, perusahaan-perusahaan
kapal dan perusahaan perkapalan, nakhoda, anak kapal dan penumpang, perjanjian
kerja laut, pencarteran kapal, pengangkutan barang, pengangkutan orang,
penubrukan, pecahnya kapal, pendamparan dan ditemukannya barang-barang
dilaut, pertanggungan terhadap segala bahaya laut dan terhadap terhadap bahaya
pembudakan, kerugian laut dan lain-lain.
Disamping konvensi internasional yang mengatur tentang pengangkutan
laut di wilayah internasional dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terdapat
peraturan khusus yang mengatur pengangkutan laut di indonesia yakni
undang-undang seperti undang-undang-undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran yang
mengganti undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran. Dalam
undang-undang tentang pelayaran memuat tentang ketentuan-ketentuan dalam
pelayaran, keselamatan pelayaran, perkapalan hingga sarana dan prasarananya di
wilayah hukum indonesia. Baik tentang pengangkutan barang atau penumpang
maupun tentang alat transportasi pengangkutan dilaut. Juga terdapat beberapa
Peraturan Pemerintah seperti PP No. 82 Tahun 1999 Tentang Angkutan
Diperairan, PP NO. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, PP No. 61 Tahun 2009
Tentang Kepelabuhanan.
E. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan Barang.
Untuk mengetahui berakhirnya pemajian pengangkutan perlu
dibedakan dua keadaan yaitu:
1. Dalam keadaan tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan
kerugian, maka perbuatan yang dijadikan ukuran ialah saat
disepakati. Perjanjian pengangkutan berakhir apabila barang yang
dikirim telah sampai ketempat yang dituju dengan aman dan selamat.
Namun apabila barang yang di kirim atau diangkut oleh pengangkut
sampai ketempat yang di tuju namun barang tersebut sampai dalam
keadaan terlambat.
2. Dalam keadaan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka
perbuatan yang dijadikan ukuran ialah pembesaran kewajiban membayar.
Maksudnya adalah apabila barang dalam diterima dalam keadaan tidak
utuh atau rusak maka bagaimanakan besaran ganti kerugian tersebut.
BAB IV
KAJIAN ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG
MELALUI ANGKUTAN LAUT
A. Tanggung Jawab Pengangkut Mengenai Pemuatan Dan Pembongkaran
Barang
Sebelum masuk kedalam pembahasan maka terlebih dahulu penulis
memperkenalkan objek penelitian penulis, yakni PT. Samudera Indonesia Tbk
Cabang Belawan. PT. Samudera Indonesia adalah perusahaan pelayaran nasional
yang bergerak dibidang transportasi kargo dan pelayaran logistik. Perusahaan ini
merupakan perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun
1999 dan Bursa Efek Singapura pada tahun 1997. Perusahaan yang didirikan
oleh Soedarpo Sastrosatomo pada tahun 1964 ini awalnya merupakan perusahaan
keagenan pengiriman untuk yang memelopori pengiriman barang antar pulau di
Indonesia, kargo spesial, proyek kargo berat, bongkar muat, galangan kapal,
logistik pihak ketiga, industri dan pengiriman minyak & gas, serta investasi
infrastruktur pelabuhan.
Soedarpo Sastrosatomo, pendiri perusahaan, merupakan seorang tokoh
revolusi di Indonesia yang pernah menjadi partisan politik dan bekerja di
departemen luar negeri. Karena tidak cocok dengan dunia birokrasi, Sodarpo
mengundurkan diri dan kemudian menggeluti dunia bisnis. Berbagai ancaman dan
Namun, Soedarpo tidak lantas menyerah dari kekecewaan dan kesedihan ketika
perusahaan mengalami kebangkrutan saat pemerintahan Orde Baru. Perusahaan
tetap bertahan dan membuktikan kekuatan Maritime Asia Hall of Fame dari
Soedarpo.
Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi perusahaan transportasi
kargo terpadu terdepan dan terkemuka di pasar yang kami layani. Sedangkan
misinya adalah untuk menyediakan transportasi kargo berkualitas tinggi untuk
pelanggan mereka dengan menjunjung nilai-nilai perusahaan. Sebagai perusahaan
yang luas bidang kegiatannya, terutama bergerak dalam bidang jasa angkutan laut.
PT. Samudera Indonesia Tbk memegang peranan penting untuk memajukan
perdagangan di dalam dan luar negeri karena perusahaan memperlancar arus
barang.
Seiring dengan berkembangnya perusahaan serta tingginya tingkat
kompleksitas dari oprasional, maka dibutuhkan kantor cabang untuk
mempermudah oprasional di setiap kota pelabuhan utama di indonesia. Untuk
melayani para pelanggannya, PT. Samudera Indonesia Tbk didukung oleh kurang
lebih 23 anak perusahaan, 19 kantor cabang dan agen di pelabuhan-pelabuhan
utama yang terletak diseluruh indonesia.
PT. Samudera Indonesia Tbk Cab. Belawan didalamnya juga terdapat 3
perusahaan yang menjadi member / anggota dari PT. Samudera Indonesia Tbk,
antara lain :
2. PT Masaji Tatanan Container.
3. PT Silkargo Indonesia.
Dimana ketiga perusahaan tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab
yang berbeda di dalam melaksanakan pengangkutan yang dilakukan oleh PT.
Samudera Indonesia Tbk Cabang Medan.
Didalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah perantara antara
pengirim barang dengan penerima barang. PT. Samudera Indonesia Tbk Cabang
Belawan adalah penjual jasa yang melayani pengangkutan barang dari pengirim
barang kepada penerima barang. Pada masa sekarang ini, sebelum pengirim
barang mengirimkan dan mengadakan perjanjian pengangkutan barang dengan
pengangkut, pengirim tidak langsung megurus dokumen-dokumennya sendiri
melainkan melalui Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut atau biasa disebut
dengan EMKL.
Pengirim barang berhubungan langsung dengan perusahaan EMKL yang
akan mengirimkan barang, sekaligus mempersiapkan dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam pengangkutan seperti : Konosemen, Shipping Instruction, Copy
Letter of Credit, Nomor Pokok Wajib Pajak, Izin Perdagangan, dan seterusnya.
Setelah dokumen tersebut diterima, maka perusahaan EMKL akan
membukukannya didalam buku kegiatan ekspor yang selanjutnya diberikan
kepada bagian clearence supaya diserahkan kepada bea cukai agar diregistrasi,
kemudian barang akan dicek di gudang untuk ditentukan tanggal pengiriman
kemudian menyerahkan sebagian Bill of Leading kepada pengirim yang sisanya di
kembalikan kepada clearence agar diserahkan ke bea cukai. Setelah sebagian
dokumen diterima maka bea cukai akan akan memeriksa barang yang akan
dikirim. Jika tidak terjadi kesalahan maka dokumen fiat muat dan fiat ekspor akan
diserahkan kepada perusahaan pelayaran atau pengangkut untuk mengangkut
barang.
Dalam membuat suatu perjanjian pengangkutan dengan pengirim, PT.
Samudera Indonesia Cab. belawan mendapat kebebasan untuk menandatangani
perjanjian pengangkutan laut, tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu
kepada kantor pusat. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu seperti claim asuransi dan
sebagainya perlu mendapat persetujuan dari kantor pusat. Dengan demikian,
setiap cabang dari Perusahaan Pelayaran PT. Samudera Indonesia Tbk mendapat
wewenang untuk membuat dan menandatangani perjanjian pengangnkutan laut
dengan pengirim barang atau perusahaan EMKL.
PT Samudera Indoesia Tbk adalah perusahaan yang taat dan patuh
terhadap hukum yang berlaku di indonesia, oleh sebab itu segala peraturan
mengenai pembongkaran dan pemuatan barang yang dilakukan akan dipatuhi dan
ditaati oleh PT Samudera Indonesia Tbk Cabang Belawan. Pada dasarnya yang
dimaksud dengan tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya atau berkewajiban memikul dan menanggung tanggung jawab serta
menanggung akibatnya. Tanggung jawab terdisi dari 2 aspek yaitu, tanggung
jawab ganti rugi. Didalam hukum pengangkutan ada beberapa janis tanggung
jawab antara lain :
1. Tanggung Jawab Karena Kesalahan.
Berdasarkan prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan
dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab
membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Dan pihak
yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut.
Perinsip ini terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan
melawan hukum.
2. Tanggung Jawab Karena Praduga.
Berdasarkan prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab
atas kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya,
akan tetapi jika pihak pengangkut dapat membuktikan bahwa pihaknya
tidak bersalah maka dia dapat terbebas dari tanggung jawab membayar
ganti rugi.
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak.
Berdasarkan prinsip ini, pihak pengangkut harus bertanggung jawab atas
segala kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang
diselenggarakannya. Tanpa keharusan pembuktian adanya kesalahan
pengangkut.
Tanggung jawab pengangkut dapat ditemui didalam KUHD maupun
1. Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD60
Pasal 468 KUHD menyatakan : persetujuan pengangkutan mewajibkan si
pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkutnya,
mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.
Seperti yang dikatahui dalam prakteknya penerimaan barang dapat
dilakukan diberbagai tempat, seperti di gudang, di pelabuhan, di tonggang
maupun ditempat lain sebagainya yang dikehendaki untuk melakukan pertemuan
untuk penerimaan pengiriman barang dari pangirim. Begitu juga halnya dengan
penerimaan barang, dapat dilakukan di pelabuhan tujuan, terminal bongkar muat,
di atas kapal dan tempat lain.
Selanjutnya dalam Pasal 468 Ayat 3 KUHD menyebutkan bahwa
pengangkut bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka yang
dipekerjakannya, dan untuk segala benda yang dipakainya dalam penyelenggaraan
pengangkutan tersebut. Di dalam pasal ini berarti semua pekerja dan alat yang
digunakan untuk melaksanakan pengangkutan baik pemuatan dan pembongkaran
barang menjadi tanggung jawab dari pengangkut
2. Tanggung jawab pengangkut menurut The Hague Rules 1924
Menurut The Hague Rules, pertanggung jawaban pengangkut itu adalah
sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Sehingga dengan demikian
60 Hasim Purba, Pengangkutan Di Laut,2005 Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan,
pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir pada saat barang dibongkar dari
kapal laut
Kemudian dalam Pasal 3 ayat 2 ditetapkan bahwa pengangkut
berkewajiban agar barang-barang yang dimuat, dirawat, diangkat, dijaga,
dipelihara, dan dibongkar sewajarnya. Selain itu pengangkut juga bertanggung
jawab atas keselamatan dan keutuhan barang yang diangkat yaitu :
a) Pada waktu pemuatan barang
b) Dalam pemadatan di palka kapal
c) Selama pengangkutan mulai dari pelabuhan muat sampai degan
pelabuhan tujuan untuk dibongkar
d) Pada waktu pembongkaran sampai barang tiba di gudang
3. Tanggung jawab pengangkut menurut The Hamburg Rules 1978
Tanggung jawab pengangkut terurai didalam Pasal 4 ayat 1 The
Hamburg Rules yang berdasarkan pasal ini menyebutkan pertanggungjawaban
pengangkut adalah saat barang-barang telah berada dibawah penguasaanya mulai
dari pemuatan barang, berlangsungnya pengangkutan sampai dengan
pembongkaran.
Menurut Keputusan Menteri No. 14 tahun 2002, yang dimaksud dengan
perusahaan bongkar muat adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan
untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari
dan ke kapal61. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 32 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran yang menjelaskan bahwa usaha bongkar
muat dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu.
Selain badan usaha yang didirikan khusus, kegiatan bongkar muat dapat dilakukan
oleh perusahaan angkutan nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang
tertentu untuk kapal yang dioprasikan.
Sebagai perusahaan yang melayani pembongkaran dan pemuatan barang
ke dalam kapal atau dari gudang ke kapal, dalam hal ini PT. Deli Jaya Samudera
sebagai perusahaan stavedoring yang melaksanakan jasa pembongkaran dan
pemuatan barang di pelabuhan yang merupakan angota dari PT. Samudera
Indonesia Tbk Cabang Medan. Dalam melakukan usahanya, perusahaan bongkar
muat memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut antara lain: a. Melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin usaha dalam
keputusan ini, dan kebijaksanaan umum pemerintah di bidang
penyelenggaraan bongkar muat dari dan ke kapal.
b. Memenuhi batas minimal kecepatan bongkar muat barang yang telah
ditetapkan pada setiap pelabuhan.
c. Mengenakan atau memberlakukan tarif yang berlaku sesuai peraturan.
d. Meningkatkan keterampilan kerja.
e. Bertanggung jawab terhadap barang selama berada di bawah
f. Bertanggung jawab kepada kerusakan alat bongkar muat kapal yang
disebabkan oleh kesalahan, kelalaian orang-orang yang bekerja dibawah
pengawasannya.
g. Menyampaikan laporan kegiatan usahanya secara berkala kepada :
1) Administrator pelabuhan setempat berupa laporan harian, bulanan,
dan tahunan.
2) Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
h. Mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku62 .
Dalam melakukan pelayanan, perusahaan bongkar muat harus bekerja
sama dengan berbagai pihak seperti PT. Pelabuhan Indonesia, perusahaan
pelayaran, EMKL, Pemilik barang, penyedia tenaga buruh dan sebagainya.
Masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perusahaan
bongkar muat memiliki tanggung jawab atas :
a. Kelancaran kegiatan bongkar muat,
b. Keselamatan penerimaan dan penyerahan barang,
c. Kebenaran laporan yang disampaikan,
d. Mengatur penggunaan tenaga kerja bongkar muat dan peralatan sesuai
kebutuhan63 .
Perusahaan bongkar muat juga bertanggung jawab terhadap kerugian
yang diderita akibat hilang atau rusaknya barang yang dimuat atau dibongkar
akibat kelalaiannya dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, terkait dengan
62
wawancara Pada PT. Samudera Indonesia Cab. Belawan, tanggal 6 Juli 2014
63
pelaksanaan bongkar muat maupun berlabuhnya kapal di pelabuhan yang
dilakukan di pelabuhan, perusahaan bongkar muat maupun operator kapal juga
bertanggung jawab atas kerusakan fasilitas di pelabuhan tersebut, seperti yang
termuat dalam Pasal 100 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang
pelayaran.Oleh sebab itu, dalam menjalankan kewajibannya pengangkut
bertanggung jawab atas segala kejadian yang menimpa barang muatannya.
B. Ganti Rugi Apabila Barang Yang Diterima Dalam Keadaan Rusak
Ganti rugi apabila barang yang diterima oleh penerima barang dalam
keada rusak. Setiap perusahaan pengangkutan berusaha sebaik-baiknya untuk
dapat menyerahkan barang sesuai dengan jumlah dan keadaan yang tercantum
didalam Bill of Lading, akan tetapi dalam prakteknya tidak mungkin
barang-barang yang diterima selalu dalam keadaan tanpa kekurang atau kerusak. Untuk
itu, biasanya perusahaan pengangkutan (PT Samudera Indonesia Cab. Belawan)
biasanya mengasuransikan barang yang diangkutnya agar meminimalisir resiko
kerugian didalam pengangkutan64 .Pada umumnya tuntutan terhadap ganti rugi
dilakukan kepada pihak pengangkut apabila barang yang diterima dalam keadaan
rusak/ kurangnya barang yang diterima. Baik rusak maupun kurang lengkapnya
barang yang diterima oleh penerima bisa saja terjadi di pelabuhan, baik saat
pemuatan barang maupun saat diatas kapal hingga saat pembongkaran muatan di
pelabuhan pembongkaran.
64
Setelah barang-barang dibongkar dari kapal di pelabuhan, maka bagian
pergudangan membuat laporan yaitu :
1. Laporan Kekurangan.
Laporan kekurangan diterima oleh bagian klaim daftar semua muatan
yang dibongkar, untuk melihat apakah ada barang yang tidak dibongkar.
Karena akan selalu ada kemungkinan barang terbongkar dan tertimbun di
dalam gudang, tetapi tidak tercantum di dalam daftar.
2. Laporan Kerusakan.
Kerusakan dapat terjadi baik di kapal atau di gudang setelah
pembongkaran barang dari kapal. Oleh sebab itu setelah pembongkaran
barang dari kapal haruslah diadakan pemeriksaan bersama dengan pihak
kapal dan pihak gudang. Setelah diperiksa maka dicatatkanlah didalam
buku tentang segala kerusakan-kerusakan yang terjadi yang
ditandatangani oleh kepala gudang.
3.Laporan Kelebihan.
Tidak selalu barang yang dibongkar dari kapal sesuai dengan jumlah
yang harus dibongkar di pelabuhan. Apabila terjadi barang yang tidak
termasuk di bongkar di pelabuhan yang bukan pelabuhan tujuan apabila
diketahui maka segera dimuat lagi ke kapal, namun apabila tidak termuat
Untuk dapat mengajukan permintaan ganti rugi terhadap perusahaan
pelayaran, penerima perlu melengkapi dan melampirkan dokumen-dokumen
sebagai berikut :
1. E.B (Except Bewijs) untuk kekurangan dan C.C.B (Claint Constutering
Bewijs) untuk kerusakan dan kehilangan barang.
2. Copy Bill of Leding agar mempermudahkan perusahaan pelayaran untuk
mempermudah mengecek barang yang dimuat.
3. Untuk mengetahui apakah jumlah tuntutan sesuai dengan harga barang
tersebut.
4. Packing List untuk mengetahui secara detail tentang rincian barang,
ukuran, harga dan lain-lain yang tidak termuat.
5. Polis Asuransi apabila barang tersebut diasuransikan.
Setelah itu maka diajukanlah surat tuntuan ganti rugi sebagai berikut :
1. Keterangan mengenai pengiriman barang tersebut :
a. Jenis barang menurut Surat Muat.
b. Nama kapal yang mengangkut dan Nakhodanya (Jika
mengetahui).
c. Nama pelabuhan pemuatan dan dan tanggal keberangkatan
kapal dari pelabuhan muat.
2. Penunjukan E.B (Except Bewijs) atau C.C.B (Claint Constutering
Bewijs)serta penjelasan secara ringkas mengenai kekurangan
barang yang di konstatir.
3. Jumlah ganti rugi yang dituntut serta penjelasan dan dasar dari
perhitungan jumlah tersebut. Biasanya didasarkan pada faktur
harga pembelian65 .
Dengan cara mengajukan tuntutan secara tertulis pemilik barang telah
melakukan tugasnya untuk upaya meminta ganti rugi. Tuntutan tersebut diajukan
kepada perusahaan pelayaran sebagai pengangkut.
Setelah tuntutan tersebut diterima pengangkut melihatnya secara teliti
sampai dimana kerusakan yang menjadi tanggung jawabnya atau pengangkut
terbebaskan dari tanggung jawab tersebut. Jika ternyata pengangkut harus
mempertanggungjawabkan kekurangan/kerusakan barang, maka ia segera
merancang besarnya kerugian yang diderita tersebut tanpa menunggu datangnya
surat tuntutan ganti rugi dari pemilik barang. Selain itu pengangkut juga
memperhatikan apakah tuntutan ganti rugi tersebut masih berlaku atau sudah
kadaluarsa seperti yang tercantum didalam Pasal 487 KUHD dan Pasal III ayat 6
The Hague Rules.
Jumlah ganti rugi yang diberikan kepada penerima barang haruslah
dalam batas kewajaran. Artinya jumlah yang diberikan oleh pengangkut sesuai
65
dengan tarif pengangkutannya tidak boleh lebih. Ini berarti ganti rugi tidak akan
memberikan keuntungan kepada penerima barang.
Ganti rugi berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang tertuang
dalam Pasal 472 – 476 KUHDIndonesia.
Pasal 472 KUHD
Didalam Pasal ini ditetapkan bahwa ganti rugi yang harus dibayar oleh
pengangkut atas barang-barang yang tidak diserahkan seluruh atau
sebagian. Besarnya ganti rugi dihitung menurut harga barang yang
demikian serta jenis dan keadaan di tempat tujuan.
Pasal 473 KUHD
Didalam Pasal ini ditetapkan ganti rugi atas barang-barang yang rusak.
Cara menghitungnya sama dengan Pasal 472 tetapi dari jumlah ganti rugi
dikurangkan harga barang-barang yang rusak, kemudian dikurangi pajak,
bea dan biaya angkut yang tidak dibayar karena barang-barang rusak.
Pasal 476 KUHD
Didalam Pasal ini ditetapkan atas ganti rugi sepenuhnya, jika kerugian
disebabkan kesenganjaan atau kesalahan besar dari pengangkut.
Pengangkut dapat mengambil keputusan menyetujui tuntutan,
membatalkan tuntutan atau menolak tuntutan.
Jika tuntutan ganti rugi disetujui oleh pengangkut, maka persetujuannya
itu dia beritahukan secara tertulis. Ada 2 macam kemungkinan persetujuan ganti
rugi yang diberikan pengangkut :
a. Menyetujui ganti rugi sepenuhnya, berarti jumlah uang ganti rugi
yang dimintakan oleh pemilik barang disetuju.
b. Yang disetujui hanya ganti ruginya saja, berarti pengangkut
mengakui bertanggung jawab atas kekurangan/kerusakan barang,
tetapi jumlah uang yang diganti rugi belum di setujui.
Jumlah ganti rugi yang menjadi beban pengangkut haruslah dalam
koridor kewajaran, artinya tidak mengharap keuntungan dari ganti rugi yang
diberikan oleh pengangkut terhadap tuntutan ganti rugi. Jumlah ganti rugi
ditentukan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku sebagai mana ditentukan
oleh undang-undang maupun yang tercantum didalam Surat Muatan (Bill of
Lading).Setelah ganti rugi disetujui dan jumlah uang ganti rugi telah ditetapkan,
maka pihak pengangkut menyusun laporan ganti rugi, terutama untuk keperluan
intern pengangkutan.
2. Tuntutan ganti rugi dibatalkan.
Ada beberapa yang menyebabkan tuntutan ganti rugi dibatalkan atau
menjadi batal, antara lain :
a. Apabila pada barang yang hilang dan sudah dicatatkan didalam E.B
penerima barang. Maka dengan demikian tuntuan atas kekurangan
yang dituntut menjadi batal.
b. Ada kalanya pengangkut meawarkan barang yang serupa/sejenis
untuk menganti barang yang telah rusak, dan penerima barang
menerima barang pengangti tersebut maka tuntutan ganti rugi
tersebut batal.
3. Tuntutan ganti rugi ditolak.
Jika pengangkut mempunyai dasar-dasar dan bukti yang kuat bahwa
kekurangan atau kerusakan barang tersebut bukan karena kesalahannya atau
kelalaianya, maka pengangkut dapat menolak tuntutan ganti rugi.
Ada beberapa dasar penolakan ganti rugi yaitu :
1. Force majeure.
Dalam setiap Surat Muat sudah terdapat syarat yang menentukan bahwa
pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerusakan/keterlambatan barang
terhadap suatu kejadian yang tidak dapat dicegah oleh pengangkut selama
dalam pengangkutan barang.
2. Pelampauan jangka waktu.
Di dalam surat muat sudah dicantumkan batas waktu tertentu untuk menuntut
ganti rugi secara tertulis. Jangka waktu mengenai tuntutan ganti rugi biasanya
Penolakan tersebut diberitahukan secara tertulis dan diterangkan
dasar-dasar penolakannya kepada pemilik barang. Tetapi, jika pemilik barang tidak
dapat menerima dasar dan bukti penolakan pengangkut, maka penerima barang
dapat membuat surat protes atas penolakan dan memberikan tangkisan dengan
bukti atas bukti yang digunakan oleh pengangkut. Apabila protes ini juga ditolak
oleh pengangkut maka pemilik barang boleh mempertimbangkan apakah masalah
ganti rugi diajukan ke pengadilan.
C. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keterlambatan Barang.
Pengangkut bertanggung jawab terhadap keterlambatan barang yang ia
serahkan kepada penerima barang, baik karena kelalaian yang ia sebabkan
maupun terhadap kejadian-kejadian yang tidak dapat ia elakkan dalam
pelaksanaan pengangkutan.
Kejadian-kejadian yang sering memperlambat penyerahan barang kepada
penerima barang yang dikatakan force majeure antara lain :
a. Rusaknya baling-baling pada kapal sehingga pelayaran terpaksa ditunda
untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
b. Kapal melakukan perubahan arah rute karena terjadi topan di rute yang
dijadwalkan.
c. Kapal terpaksa sandar dipelabuhan yang seharusnya tidak disinggahi
karena membutuhkan pertolongan untuk menyelamatkan jiwa seseorang
yang berada dikapal.
e. Kapal dihadang oleh bajak laut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 477 KUHD tentang pertanggung jawaban
ganti kerugian akibat keterlambatan meyerahkan barang.
Pasal 477 KUHD
Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh
penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia dapat membuktikannya,
bahwa keterlambatan itu adalah akibat sesuatu kejadian yang selayaknya tidak
dapat dicegah atau dihindarinya
Keterlambatan penerimaan barang juga terjadi karena muatan barang
terbongkar dipelabuhan lain mengakibatkan nilai barang merosot atau pabrik yang
memerlukan barang tersebut terpaksa berhenti beroprasi karena tidak memiliki
barang utama untuk diproduksi.
Seperti yang tercantum didalam Pasal 40 Undang-Undang N0. 17 Tahun
2008 Tentang Pelayaran. Pasal 40 Undang-undang No.17 Tahun 2008 :
1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan keaman penumpang atau barang yang diangkutnya.
2) Perusahaan angkutan di perairang bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan /atau perjanjian atau kontrak pengankutan yang telah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian diatas, penulis mencoba untuk
menyimpulkan serta memberikan saran-saran mengenai perjanjian dan tanggung
jawab pengangkut dalam pengiriman barang.
1. Perjanjian pengangkutan terjadi karena adanya kesepakatan para pihak
untuk mengikatkan diri. Yang mana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan, sementara pengirim mengikatkan
dirinya untuk membayar ongkos pengangkutannya sampai ketempat
tujuannya. Untuk membuktikan bahwa telah terjadi kesepakatan antara
pengangkut dengan pengirim barang maka diterbitkanlah Bill of lading.
Sebagai pengangkut, PT. Samudera Indonesia Tbk berkewajiban untuk
menyelenggarakan pengangkutan mulai dari pelabuhan muat sampai
dengan pelabuhan tujuan untuk dibongkar dan diserahkan kepada
penerima barang. dasar tanggung jawab PT.Samudera Indonesia Tbk
Cabang Medan menggunakan Pasal 468-480 KUHD, Pasal 40-43
Undang-undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Pasal 1 ayat 3 The Hague
Rules, dan Pasal IV The Hamburg Rules.
2. Dalam bongkar muat barang baik dari kapal maupun ke kapal harus
stavedor bertanggungjawab kepada pimpin perusahaan bongkar muat yang
didirikan khusus untuk melaksanakan bongkar muat barang hal ini sesuai
dengan Keputusan Menteri No. 14 tahun 2002. Pada umumnya tuntutan
terhadap ganti rugi lakukan kepada pihak pengangkut apabila barang yang
diterima dalam keadaan rusak/ kurangnya barang yang diterima. Baik
rusak maupun kurang lengkapnya barang yang diterima oleh penerima bisa
saja terjadi di pelabuhan, baik saat pemuatan barang maupun saat diatas
kapal hingga saat pembongkaran muatan di pelabuhan pembongkaran.
Dengan cara mengajukan tuntutan secara tertulis pemilik barang telah
melakukan tugasnya untuk upaya meminta ganti rugi. Tuntutan tersebut
diajukan kepada perusahaan pelayaran sebagai pengangkut.
3. Kejadian-kejadian yang sering memperlambat penyerahan barang kepada
penerima barang yang dikatakan force majeure antara lain :
a) Rusaknya baling-baling pada kapal sehingga pelayaran terpaksa
ditunda untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
b) Kapal melakukan perubahan arah rute karena terjadi topan di rute
yang dijadwalkan.
c) Kapal terpaksa sandar dipelabuhan yang seharusnya tidak
disinggahi karena membutuhkan pertolongan untuk
menyelamatkan jiwa seseorang yang berada dikapal.
d) Kapal menolong orang yang tertimpa bahaya dilautan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 477 KUHD tentang pertanggung jawaban
ganti kerugian akibat keterlambatan meyerahkan barang : “Pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang
terlambat, kecuali bila ia dapat membuktikannya, bahwa keterlambatan itu adalah
akibat sesuatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya”.
B. Saran
1. Perlu kiranya sebelum membuat suatu perjanjian pengangkutan
masyarakat memahami tentang perjanjian pengangkutan, sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam melakukan perjanjian pengangkutan.
2. Agar didalam isi perjanjian pengangkutan dijelaskan tanggung jawab
para pihak, sehingga benar-benar mengetahui hak dan kewajiban serta
tanggung jawab masing-masing pihak dalam pelaksanaan
pengangkutan laut.
3. Agar dalam penyelesai ganti rugi tidak memakan waktu yang lama,
sehingga segala urusan mengenai ganti rugi cepat terlaksana,
mengingat banyaknya urusan dan tanggung jawab para pihak, serta
diharapkan pemerintah agar meningkatkan lagi peraturan di bidang
tuntutan ganti kerugian sehingga akan menjamin kepastian hukum
A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata : Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau
lebih lainnya. Pada dasarnya konsep perjanjian terdiri atas 5 konsep yaitu:
1. Subyek Perjanjian
Subyek perjanjian yaitu para pihak yang melakukan perjanjian tersebut,
sekurang-kurangnya ada dua pihak. Subyek perjanjian dapat berupa manusia
pribadi maupun badan hukum. Subyek perjanjian harus wewenang dalam
melakukan perbuatan hukum seperti yang diatur didalam undang-undang10. 2. Persetujuan Tetap
Persetujuan tetap, yaitu antara pihak-pihak sudah tercapai kata
kesepakatan yang final, sebagai hasil akhir yang dicapai dalam negosiasi.
Negosiasi adalah suatu perbuatan pendahuluan sebagai proses menuju pada
persetujuan atau persepakatan final. Persetujuan itu dinyatakan dengan
penerimaan atas suatu tawaran. Persetujuan final tersebut berisi hak dan
kewajiban yang mengikat masing-masing pihak yang wajib dipenuhi dengan
itikad baik, dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak11.
10 Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung. hlm 291
3. Objek Perjanjian
Objek perjanjian, yaitu berupa prestasi yang wajib dipenuhi oleh kedua
belah pihak12. Objek perjanjian harus benda yang tidak dilarang untuk diperjanjikan didalam undang-undang. Jadi objek perjanjian harus halal, jelas
objeknya dan dapat diserahkan berdasarkan pada perjanjian yang diadakan oleh
kedua belah pihak.
4. Tujuan Perjanjian.
Tujuan perjanjian yaitu, hasil akhir yang diperoleh oleh para pihak
berupa pemanfaatan, penikmatan dan pemilikan benda atau hak kebendaan
sebagai pemenuhak kebutuhan para pihak. Pemenuhak kebutuhan tersebut tidak
akan tercapai bila tidak ada dilakukan dengan mengadakan perjanjian antara para
pihak. Tujuan perjanjian tersebut dapat dicapai bila sifatnya halal. Yang artinya
tidak dilarang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan didalam masyarakat13.
5. Bentuk Perjanjian.
Bentuk perjanjian perlu dilakukan karena ada ketentuan undang-undang
bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan
mengikat dan memilliki kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya berupa akta
yang dibuat dihadapan notaris maupun akta dibawah tangan yang dibuat oleh para
pihak itu sendiri. Bentuk tertulis sangat diperlukan jika perjanjian tersebut
berisikan hak dan kewajiban yang sulit diingat. Jika perjanjian dibuat tertulis
makakepastian hukumnya tinggi.
Perjanjian dapat dibuat secara lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas
maksud dan tujuannya akan udah diingat dan dipahami oleh pihak-pihak, itu
sudah cukup. Walaupun perjanjian lisan biasanya didukung oleh dokumen,
misalnya tiket penumpang, faktur penjualan, dan kwitansi14.
Menurut Subekti tentang pengertian Pasal 1313 KUHPerdata adalah
suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji pada oranglain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut KRMT Tirtodiningrat
memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata
sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum
yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.
Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas penting yang menjadi dasar
para pihak untuk mencapai tujuan masing-masiang. Beberapa asas tersebut adalah
sebagai berikut :
a) Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas sentral dalam hukum
perjanjian. Pada asas ini terdapat dalam pasa 1313 KUHPerdata yang
berbunyi “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam asas ini semua
orang bebas melakukan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur oleh
undang-undang maupun yang belum15. Asas ini memberi keleluasan kepada para pihak yang melakukan perjanjian untuk mengatur sendiri pola
hubungan hukum mereka. Akan tetapi asas kebebasan berkontrak ini
dibatasi oleh Pasal 1339 KUHPerdata, agar tidak terjadinya
kesewenang-wenangan dalam membuat suatu perjanjian. Dalam Pasal 1339
KUHPerdata disebutkan “ suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga segala sesuatu
menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau
undang-undang “. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak dibatasi
oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan16. b) Asas Konsensualisme.
Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai
kata sepakat (konsensus) antara para pihak-pihak mengenai pokok
perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat
hukum. Berdasar pada asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang
dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan asas “manusia itu
dapat dipegang mulutnya”, artinya dapat percaya dengan kata-kata yang
diucapkannya. Akan tetapi, ada perjanjian tertentu yang dibuat secara