• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - Kajian Aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pt. Samudera Indonesia Cab. Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II - Kajian Aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pt. Samudera Indonesia Cab. Belawan)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata : Perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau

lebih lainnya. Pada dasarnya konsep perjanjian terdiri atas 5 konsep yaitu:

1. Subyek Perjanjian

Subyek perjanjian yaitu para pihak yang melakukan perjanjian tersebut,

sekurang-kurangnya ada dua pihak. Subyek perjanjian dapat berupa manusia

pribadi maupun badan hukum. Subyek perjanjian harus wewenang dalam

melakukan perbuatan hukum seperti yang diatur didalam undang-undang10.

2. Persetujuan Tetap

Persetujuan tetap, yaitu antara pihak-pihak sudah tercapai kata

kesepakatan yang final, sebagai hasil akhir yang dicapai dalam negosiasi.

Negosiasi adalah suatu perbuatan pendahuluan sebagai proses menuju pada

persetujuan atau persepakatan final. Persetujuan itu dinyatakan dengan

penerimaan atas suatu tawaran. Persetujuan final tersebut berisi hak dan

kewajiban yang mengikat masing-masing pihak yang wajib dipenuhi dengan

itikad baik, dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak11.

      

10 Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm 291

(2)

3. Objek Perjanjian

Objek perjanjian, yaitu berupa prestasi yang wajib dipenuhi oleh kedua

belah pihak12. Objek perjanjian harus benda yang tidak dilarang untuk

diperjanjikan didalam undang-undang. Jadi objek perjanjian harus halal, jelas

objeknya dan dapat diserahkan berdasarkan pada perjanjian yang diadakan oleh

kedua belah pihak.

4. Tujuan Perjanjian.

Tujuan perjanjian yaitu, hasil akhir yang diperoleh oleh para pihak

berupa pemanfaatan, penikmatan dan pemilikan benda atau hak kebendaan

sebagai pemenuhak kebutuhan para pihak. Pemenuhak kebutuhan tersebut tidak

akan tercapai bila tidak ada dilakukan dengan mengadakan perjanjian antara para

pihak. Tujuan perjanjian tersebut dapat dicapai bila sifatnya halal. Yang artinya

tidak dilarang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban

umum dan kesusilaan didalam masyarakat13.

5. Bentuk Perjanjian.

Bentuk perjanjian perlu dilakukan karena ada ketentuan undang-undang

bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan

mengikat dan memilliki kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya berupa akta

yang dibuat dihadapan notaris maupun akta dibawah tangan yang dibuat oleh para

pihak itu sendiri. Bentuk tertulis sangat diperlukan jika perjanjian tersebut

      

(3)

berisikan hak dan kewajiban yang sulit diingat. Jika perjanjian dibuat tertulis

makakepastian hukumnya tinggi.

Perjanjian dapat dibuat secara lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas

maksud dan tujuannya akan udah diingat dan dipahami oleh pihak-pihak, itu

sudah cukup. Walaupun perjanjian lisan biasanya didukung oleh dokumen,

misalnya tiket penumpang, faktur penjualan, dan kwitansi14.

Menurut Subekti tentang pengertian Pasal 1313 KUHPerdata adalah

suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah suatu

peristiwa dimana seorang berjanji pada oranglain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut KRMT Tirtodiningrat

memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata

sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum

yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.

Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas penting yang menjadi dasar

para pihak untuk mencapai tujuan masing-masiang. Beberapa asas tersebut adalah

sebagai berikut :

a) Asas Kebebasan Berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas sentral dalam hukum

perjanjian. Pada asas ini terdapat dalam pasa 1313 KUHPerdata yang

berbunyi “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

      

(4)

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam asas ini semua

orang bebas melakukan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur oleh

undang-undang maupun yang belum15. Asas ini memberi keleluasan

kepada para pihak yang melakukan perjanjian untuk mengatur sendiri pola

hubungan hukum mereka. Akan tetapi asas kebebasan berkontrak ini

dibatasi oleh Pasal 1339 KUHPerdata, agar tidak terjadinya

kesewenang-wenangan dalam membuat suatu perjanjian. Dalam Pasal 1339

KUHPerdata disebutkan “ suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga segala sesuatu

menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

undang-undang “. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak dibatasi

oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan16.

b) Asas Konsensualisme.

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai

kata sepakat (konsensus) antara para pihak-pihak mengenai pokok

perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat

hukum. Berdasar pada asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang

dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan asas “manusia itu

dapat dipegang mulutnya”, artinya dapat percaya dengan kata-kata yang

diucapkannya. Akan tetapi, ada perjanjian tertentu yang dibuat secara

      

(5)

tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, hibah dan pertanggungan

(asuransi). Tujuannya adalah untuk bukti lengkap mengenai apa yang

mereka perjanjikan. Perjanjian dengan formalitas tertentu ini disebut

perjanjia formal17.

c) Asas Itikad Baik.

Sebagaimana diketahui dalam pasaal 1338 (3) yang menyatakan bahwa

“Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Yang

maksudnya persetujuan harus didasarkan dengan itikad baik. Maksudnya

perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan18. Pengertian itikad

baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas. Dalam Pasal 1963 KUHPerdata adalah

kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai

barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk

mendapatkan hak milik atas barang itu telah dipenuhi. Itikad baik

semacam ini juga dilindungi oleh hukum dan itikad baik sebagai syarat

untuk mendapatkan hak milik ini tidak bersifat dinamis, melainkan statis.

Sementara itu, pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata

yang berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik adalah bersifat

dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus

berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat

bahwa sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak

      

17 Abdulkadir Muhammad, ibid.hlm 296.

(6)

lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada saat kedua

belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak harus selalu

memperhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh menggunakan kelalaian pihak

lain untuk menguntungkan diri pribadi19.

Menurut Arthur S. Hartkamp,20 terdapat dua model pengujian tentang ada atau tidaknya itikad

baik dalam kontrak, yaitu pengujian objektif dan pengujian subjektif. Pengujian objektif pada umumnya

dikaitkan dengan kepatutan, artinya salah satu pihak tidak dapat membela diri dengan mengatakan bahwa ia

telah bertindak jujur manakala ternyata ia tidak bertindak secara sepatutnya. Sementara itu pengujian subjektif

terdapat kewajiban itikad baik dikaitkan dengan keadaan karena ketidaktahuan.

Memang diketahui untuk dapat memahami itikad baik bukanlah hal yang mudah. Pada kenyataanya itikad

baik acap kali tumpang-tindih dengan kewajaran dan kepatutan. Dalam itikad baik terkandung kepatutan,

demikian pula dalam pengertian kepatutan terkandung itikad baik. Oleh karena itu dalam pengadilan, itikad baik

dan kepatutan dipahami sebagai asas atau prinsip yang saling melengkapi.21

d) Asas Obligator.

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak

dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian

yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan. Hukum perdata Prancis mengenal perjanjian

obligator. Perjanjian yang dibuat itu sekaligus bersifat Zakelijk, yaitu

memindahkan hak milik. Hukum perdata prancis tidak mengenal lembaga

penyerahan (levering).

       19

Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 139.

20 Periksa Y. Sogar Simamora, Perinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan

Jasa oleh Pemerintah, (ringkasan Disertasi), Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hlm. 39 (selanjutnya disingkat Y. Sogar Simamora-II).

(7)

B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.

Perjanjian sah dan mengikat apabila perjanjian tersebut memenuhi

unsur-unsur dan syarat-syaratnya yang sudah ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian

yang sah dan mengikat diakui dam memiliki akibat hukum (legally conclued

contract). Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, setiap perjanjian selalu memiliki

empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan

undang-undang.22 Sebagaimana bunyi Pasal 1320 KUHPerdata “untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Dan suatu sebab yang halal”.23

a.1. Kesepakatan.

Pada Pasal 1320 KUHPerdata syarat pertama mensyaratkan adanya

kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan suatu kontrak. Kesepakatan

mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak

masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok

atau bersesuaian dengan pernyataan pihak lain. Pernyataan kehendak tidak selalu

harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal yang

      

22 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 299

(8)

mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak.24 Persetujuan kehendak adalah

persepakatan seia sekata antara para pihak mengenai pokok (esensi) perjanjian. Apa yang dikehendaki para pihak yang satu

juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya final, tidak lagi dalam tawar-menawar.

Untuk itu sebelum adanya suatu perjanjian, para pihak biasanya mengadakan negosiasi, masing-masing pihak

mengajukan penawaran kepada pihak yang lain mengenai syarat-syaratnya. Dan pihak yang lainnya menyatakan kehendak

sehingga tercapilah persetujuan yang final. Persetujuan kehendak adalah bebas, tidak ada paksaan maupun tekanan dari

pihak mana pun, dan murni atas kemauan para pihak. Dalam pengertian persetujuan kehendak termasuk juga tidak ada

kekhilafan atau penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah

ancaman, baik dengan kekerasan maupun dengan menakut-nakuti (Pasal 1324 KUHPerdata).

Diaktakan tidak ada kekhilafan atau kekliruan atau kesesatan jika salah satu pihak tidak khilaf atau tidak

keliru mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting objek perjanjian, atau mengenai orang dengan siapa diadakan

perjanjian tersebut. Berdasarkan Pasal 1322 KUHPerdata, apabila ada kekeliruan atau kehilafan dalam suatu perjanjian

maka perjanjian tersebut batal demi hukum, kecuali kekeliruan atau kehilafan itu terjadi mengenai hakikat benda yang

menjadi pokok perjanjian atau mengenai sifat khusus/keahlian khusus diri orang dengan siapa diadakan perjanjian.

Menurut Pasal 376 KUHPidana, penipuan adalah sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan

keterangan palsu atau tidak benar untuk membujuk lawanya supaya menyetujui objek yang ditawarkan. Menurut Pasal

1328 KUHPerdata jika tipu muslihat digunakan oleh salah satu pihak sedemikian rupa sehingga terang dan nyata membuat

para pihak lainnya tertarik untuk membuat perjanjian. Jika tidak dilakukan tipu muslihat itu, pihak lain tidak akan membuat

perjanjian. Penipuan ini merupakan alasan untuk membatalkan perjanjian.25

a. 2. Kewenangan (Kecakapan).

      

(9)

Yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat nomor 2 adalah

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan

hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat.26

Pihak-pihak yang bersangkutan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu

sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh; walaupun belum 21 tahun

penuh, tetapi sudah pernah kawin; sehat akal (tidak gila); tidak di bawah

pengampuan, dan memiliki surat kuasa apabila mewakili pihak lain.

Pada umumnya orang dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan

hukum apabila dia sudah dewasa. Artinya, sudah mencapai usia 21 tahun atau

sudah pernah kawin walaupun belum berumur 21 tahun penuh. Menurut hukum

perdata nasional kini, wanita bersuami sudah dinyatakancakap melakukan

perbuatan hukum, jadi tidak perlu lagi izin suami. Perbuatan hukum yang

dilakukan oleh istri adalah sah dan mengikat menurut hukum dan tidak dapat

dimintakan pembatalan kepada pengadilan.27

Akibat hukum tidak wewenang membuat perjanjian, maka perjanjian

yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Jika

pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap

berlaku bagi para pihak.28

a. 3. Objek Tertentu (Suatu Hal Tertentu).

      

(10)

Adapun yang dimaksud dalam Pasal 1320 syarat ke 3 adalah prestasi yang

menjadi kewajiban pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan

sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak29. Suatu

objek tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi tertentu hatus

ditentukan mengenai kejelasan objek perjanjian untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak. Jika

objek perjanjian atau prestasi tersebut kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, perjanjian itu batal.

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, objek perjanjian atau asuransi yang wajib dipenuhi pihak-pihak itu dapat

berupa memberikan benda tertentu, bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud.

Disamping melakukan perbuatan tertentu, boleh juga tidak melakukan

perbuatan tertentu, misalnya tidak membuat tembok tinggi yang menghalangi

pemandangan tetangganya. Jika perbuatan ini tetap dilakukan berarti ini

merupakan pelanggaran hukum.30

a. 4. Kausa Yang Diperbolehkan

Ajaran tentang kausa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320

KUHPerdata syarat ke 4, sampai saat ini sebenarnya masih tidak terlalu jelas.

KUHPerdata sendiri mengadopsi dari BW dari Belanda sedangkan BW Belanda

mengadopsi syarat kuasa dari Code Civil Prancis yang bersumber dari pandangan

Domat dan Pothier. Apa saja yang menjadi dasar keterikatan para pihak pada

prestasi masing-masing, karena menerima perikatan berarti para pihak menerima

kewajiban-kewajiban yang timbul dari perikatan tersebut.31

      

(11)

Tujuan perjanjian yang akan dicapai oleh para pihak sifatnya harus halal. Artinya, tidak dilarang oleh

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat.

Kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukan sebab mendorong orang membuat suatu perjanjian, melainkan

isi perjanjian itu sendiri menjadi tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang

menjadi sebab para pihak mengadakan suatu perjanjian, akan tetapi tetap diawasi oleh

undang-undang adalah isi perjanjian tersebut sebagai tujuan yang hendak dicapai

oleh para pihak. Akibat hukum perjanjian yang isi atau tujuannya tidak halal

adalah “batal”. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan

prestasi dimuka pengadilan. Demikian jika perjanjian yang dibuat tanpa kausa,

dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata)32.

C. Akibat Hukum Perjanjian Bagi Para Pihak.

Akibat hukum perjanjian yang sah termuat dalam Pasal 1338

KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah dan mengikat berlaku sebagai

undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, dan tidak dapat dibatalkan

tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak, dan harus dilaksanakan dengan

itikad baik.

1. Berlaku Sebagai Undang-Undang.

Yang artinya adalah perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa

serta memberi kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya. Para

pihak wajib mentaati perjanjian tersebut sama dengan mentaati

undang-      

(12)

undang. Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dia

dianggap sama dengan melanggar undang-undang sehingga diberi akibat

hukum tertentu, yaitu sanksi hukuman. Jadi siapa yang melanggar perjanjian,

dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam

undang-undang (perjanjian)33.

2. Tidak Dapat Dibatalkan Sepihak.

Karena perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan

harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Akan tetapi jika ada alasan

yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara

sepihak. Alasan-alasan ditetapkan undang-undang itu adalah sebagai berikut :

a) Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan

secara sepihak. Misalnya tentang sewa menyewa yang dibuat secara

tidak tertulis dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewa.

b) Perjanjian sewa rumah, setelah berakhir waktu sewa seperti ditentukan

dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut

tanpa ada teguran dari pemilik yang menyewakan, maka penyewa

dianggap tetap meneruskan penguasaan rumah itu atas dasar

sewa-menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan

menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menghentikan

sewa-menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut

kebiasaan setempat.

      

(13)

c) Perjanjian pemberian kuasa, pemberi kuasa dapat menarik kembali

kuasanya apabila dia mengkehendakinya.

d) Perjanjian pemberian kuasa, penerima kuasa dapat membebaskan diri

dari kuasa yang diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi

kuasa.

3. Pelaksanaan Itikad Baik.

Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah

ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan

perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta

apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan diatas jalan yang benar.

Apa yang dimaksud dengan kepatutan dan kesusilaan itu undang-undang

tidak ada memberikan rumusannya. Akan tetapi, jika dilihat dari katanya,

kepatutan artinya kepantasan, kelayakan, kesesuaian, dan kecocokan;

sedangkan kesusilaan artinya kesopanan dan keadaban. Berdasarkan pada

arti kata-kata tersebut dapat dirumuskan kiranya kepatutan dan kesusilaan

itu sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, dan

beradab, sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak

yang berjanji. Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan

itikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk

mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap

norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti bahwa pengadilan

(14)

apabila pelaksanaan menurut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad

baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan. Pelaksanaan yang sesuai

dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil.

Sebagaimana tujuan hukum adalah menciptakan keadilan34. Dalam doktrin

yang dikemukakan oleh para ahli hukum pelaksanaan persetujuan dengan

itikad baik sebenarnya sama dengan penafsiran perrsetujuan berdasarkan

kepatutan dan keadilan seperti yang termuat dalam Pasal 1339 KUHPerdata

: “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah ditegaskan

dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau oleh

undang-undang”.

D. Jenis-Jenis Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian.

Dalam buku Mariam Darus Badrulzaman yang berjudul Kompilasi

Hukum Perikatan membagi jenis-jenis perjanjian yaitu:

a) Perjanjian Timbal Balik.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak, seperti perjanjian jual beli.

b) Perjanjian Cuma-Cuma.

Berdasarkan Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan, suatu persetujuan yang

dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak

      

(15)

yang memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa

menerima manfaat bagi dirinya sendiri, misalnya seperti perjanjian hibah.

c) Perjanjian Atas Beban.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak

yang satu selalu terhadap kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua

prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

d) Perjanjian Bernama (Banoemd)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri,

maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi

nama oleh pembentuk undang-undang. Berdasarkan tipe yang paling banyak

terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam bab V sampai bab

XVIII KUHPerdata.

e) Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst).

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur didalam

KUHPerdata, tetapi keberadaannya berada didalam masyarakat. Jumlah

perjanjian ini tidaj terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan

kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.

f) Perjanjian Obligatoir.

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menciptakan hak dan

(16)

mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli

wajib membayar harga benda, penjual berhak atas pembayaran harga

sedangkan pembeli berhak atas barang yang dibeli.

g) Perjanian Kebendaan.

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorangn

menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain, yang

membebankan kewajiban pihak itu menyerahkan benda tersebut kepada

pihak lain.

h) Perjanjian Konsensual.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak

telah tercapai persetujuan kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut

KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tujuan perjanjian tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

i) Perjanjian Real.

Perjanjian real adalah suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan

realisasi tujuan perjanjian, yaitu peminndahan atau pengalihan hak.

j) Perjanjian Liberatoir.

Perjanjian liberatoir adalah suatu perjanjian dimana para pihak

membebaskan diri dari kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata).

(17)

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak menentukan

pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

l) Perjanjian Untung-untungan.

Berdasarkan Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian

untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung

ruginya baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung

pada suatu kejadian yang belum tentu.

m)Perjanjian Publik.

Perjanjian publik adalah suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik. Karena salah satu pihak yang bertindak adalah

pemerintah, dan baik lainnya swasta. Diantara kedua belah pihak terdapat

hubungan atasan dengan bawahan.

n) Perjanjian Campuran.

Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai

unsur perjanjian didalamnya35.

Kemudian mengenai berakhirnya suatu perjanjian, berdasarkan Pasal

1381 KUHPerdata. Dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan ada sepuluh

cara hapusnya perjanjian. Kesepuluh cara tersebut diuraikan satu demi satu

sebagai berikut :

1. Pembayaran.

      

(18)

Adapun dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi

penyerahan sejumlah uang saja, melainkan juga penyerahan benda yang

diperjanjikan. Dengan kata lain, perikatan berakhir karena pembayaran dan

penyerahan benda. Jadi dalam hal objek perikatan adalah sejumlah uang, maka

perikatan tersebut berakhir apabila adanya pembayaran uang. Dan dalam hal objek

perjanjian benda, maka perjanjian tersebut berakhir apabila telah menyerahkan

benda yang diperjanjikan. Lalu dalam hal objek perjanjian adalah pembayaran

uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perjanjian tersebut berakhir

setelah pembayaran uang dan penyerahan benda. Pada dasarnya pembayaran

hanya dapat dilakukan oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini pihak yang

melakukan perjanjian. Namun berdasarkan Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan

bahwa pembayaran dapat dilakukan pihak lain yang merasa berkepentingan dalam

perjanjian tersebut. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa

yang membayar akan tetapi yang paling penting adalah yang namanya hutang

harus tetap dibayar36.

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan.

Jika debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantara

notaris atau juru sita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, berdasarkan

atas penolakan kreditur itu debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera

pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus

      

(19)

(Pasal 1404KUHPredata)37. Supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya.

b. Dilakukan oleh drbitur yang wewenang membayar.

c. Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan.

d. Waktu yang ditetapkan telah tiba.

e. Syarat dimana hutang dibuat telah terpenuhi.

f. Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkan atau

ditempat yang telah disetujui.

g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita disertai

oleh dua orang saksi.

3. Pembaruan Hutang.

Pembaruan hutang terjadi dengan cara mengganti hutang lama dengan

hutang baru, debitur lama dengan debitur baru, kreditur lama dengan kreditur

baru. Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru, terjadilah penggantian

objek perikatan, yang biasa disebut “novasi objektif”, disini hutang lenyap. Dalam

hal penggantian orangnya (subjektif), maka jika debiturnya diganti, maka

pembaruan ini disebut dengan “novasi subjektif pasif”. Lalu jika krediturnya

diganti maka pembaruaan disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini hutang

lenyap. Dengan kata lain pembaruan hutang adalah suatu peristiwa hukum dalam

suatu perjanjian yang diganti dengan perjanjian lain. Dalam hal ini para pihak

      

(20)

mengadakan suatu perjanjian dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan

membuat perjanjian yang baru.

4. Perjumpaan Hutang.

Dikatakan perjumpaan hutang apabila antara debitur dan kreditur

memiliki hutang secara timbal balik sehingga dilakukan perhitungan. Dalam

perhitungan tersebut hutang lama lenyap. Lalu supaya hutang tersebut dapat

dijumpakan perlu dipenuhi beberapa syarat antara lain :

a) Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis

dan kualitas yang sama.

b) Hutang tersebut harus dapat ditagih.

c) Hutang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya .

5. Pencampuran Hutang.

Berdasarkan Pasal 1436 KUHPerdata, pencampuran hutang itu terjadi

apabila antara kedudukan debitur dan kreditur menjadi satu. Artinya, berada

dalam satu tangan, pencampuran hutang terjadi demi hukum. Karena

pencampuran hutang ini hutang piutang menjadi lenyap.

6. Pembebasan Hutang.

Pembebasah hutang dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas

menyatakan tidak lagi mengkehendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan

haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dan debitur menerima

pernyataan tersebut maka dengan pembebasan ini perjanjian menjadi lenyap atau

(21)

Menurut Pasal 1438KUHPerdata, pembebasan suatu hutang dalam

perjanjian tidak boleh didasarkan pada persangkaan saja melainkan harus

dibuktikan .

7. Musnahnya Benda Yang Terhutang.

Menurut Pasal 1444 KUHPerdata, apabila benda tertentu yang menjadi

objek pejanjian itu musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang bukan

karena kesalahan debitur, dan sebelum dia lalai menyerahkannya pada waktu yang

telah ditentukan, maka perjanjia tersebut hapus. Akan tetapi, bagi mereka yang

memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya karena pencurian maka

musnahnya atau hilangnya benda tersebut tidak membebaskan debitur, dan

menggantinya. Jadi dalam hal ini apabila sidebitur telah berusaha dengan segala

upayanya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada seperti semula, ini

disebut dengan resiko.

8. Karena Pembatalan.

Menurut ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, apabila suatu

perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya salah satu pihak belum

dewasa atau tidak wewenang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, maka

perikatan itu tidak batal, melainkan dibatalkan. Perikatan yang tidak memenuhi

syarat subjrktif dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri

melalui dua macam cara, yaitu :

(22)

Yaitu dengan cara menuntut pembatalan melalui pengadilan dengan

cara mengajukan guguatan.

b. Dengan cara pembelaan.

Yaitu dengan cara menunggu sampai digugat di muka pengadilan

negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan-alasan

yang mendukung tentang kekurangan dalam perjanjian itu.

Untuk itu pembatalan seccara aktif, undang-undang memberikan

pembatasan waktu, yaitu lima tahun (Pasal 1445 KUHPerdata),

seangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak ada batasan

waktu.

9. Berlaku Syarat Batal

Syarat batal yang dimaksud di sini adalah suatu ketentuan isi perikatan

yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi

mengakibatkan perjanjian itu batal sehingga perjanjian tersebut hapus. Syarat

batal pada asasnya selalu berlaku surut semenjak perjanjia tersebut dibuat.

Perjanjian tersebut dipulihkan seolah-olah tidak ada pernah terjadi perjanjian.

Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perjanjian, hanyalah mewajibkan si

berpihutang mengembalikan apa yang telah diterimanya jika peristiwa yang

dikamsud terjadi.

10. Lampau Waktu (Daluwarsa).

Menurut ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata, lampau waktu adalah alat

(23)

lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh

undang-undang. Atas daasar ketentuan tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau

waktu yaitu :

a. Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda

disebut acqulsitieve varjaring.

b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau

dibebaskan dari tuntutan disebut extinctieve verjaring.

Berdasarkan Pasal 1963 KUHPerdata untuk memperoleh hak milik atas

suatu benda berdasarkan daluwarsanya harus dipenuhi unsur-unsur adanya ititkad

baik, ada alas hak yang sah, menguasai benda itu terus-menerus selama 20 tahun

tanpa ada yang menggugat, atau jika jika tanpa alas hak menguasai benda itu

terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat.

Lalu pada Pasal 1967 KUHPerdata menentukan bahwa segala tuntutan,

baik yang bersifat kebendaan meupun yang bersifat perorangan hapus karena

daluwarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunjukkan

daluwarsa itu tidak sah menunjukkan alas hak dan tidak dapat diajukan

terhadapnya tangkisan yang berdasar pada itikad buruk.

Terhadap benda bergerak yang bukan bunga atau piutang yang bukan

atas tunjuk, siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun

demikian, jika ada oarang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam

jangka waktu tiga tahu terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu,

(24)

dari tangan siapapun yang memilikinya. Pemegang benda terkahir dapat menuntut

kepada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti

kerugian (Pasal 1977 KUHPerdata).

Dengan demikian daluwarsa adalah suatu upaya untu memperoleh

sesuatu atu dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu

dan atas syarat-syarat yang diterima oleh undang-undang (Pasal 1946

KUHPerdata).

Jika dalam suatu perjanjian tersebut telah dipenuhi salah satu unsur dari

hapusnya perjanjian sebagaimana disebutkan diatas, maka perjanjian tersebut

berakhir sehingga dengan berakhirnya perjanjian tersebut para pihak terbatas dari

Referensi

Dokumen terkait

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian Organisasi :

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik

dengan tujuan agar masyarakat lebih mudah untuk menjual dan membeli mobil yang mereka inginkan, juga memudahkan untuk pemasangan iklan mobil hanya dengan registrasi secara online

He has broad research interests in aquatic, riparian and urban ecology and has been secretary of the British Ecological Society special interest group on invasive species since

melakukan penelitian dengan judul Tari Balanse Madam Suatu AIdivitas Kesenian dan Perananrya dalam Integrasi Sosial Antara Masyarakat Nias dan Minangkabau di Kota Padang..

Berdasarkan hasil uji F dan uji t, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah variabel pendidikan dan pelatihan dan disiplin kerja secara simultan

Iz perspektive onoga koji je duhovno probuđen i vidi stvari iz šire perspektive, trebamo gledati na sve u svojoj celovitosti i prema tome kakve veze ima s nama samima, što

Perancangan yang dilakukan penulis ini adalah membuat aplikasi pembelajaran interaktif bahasa pemrograman visual basic.net berbasis online , yang tujuan utama