• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman nenas smooth cayenne berdasarkan status hara tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman nenas smooth cayenne berdasarkan status hara tanah"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN

STATUS HARA TANAH

LA ODE SAFUAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Penyusunan Rekomendasi

Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.)

Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah” adalah karya saya sendiri

dengan arahan Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2007

La Ode Safuan

(3)

LA ODE SAFUAN. Development of Fertilization Recommendation for Nitrogen, Phosphorus, and Potassium on Pineapple (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne be Based on Soil Nutrient Status. Under supervision of Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman Susila, Sobir, and Rykson Situmorang.

Nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K) are needed in a large amounts for plant growth and production of pineapple, however, exceed application may decrease the growth and production of pineapple. Therefore, the fertilization application must be based on soil nutrient status and plant requirements. Minus One Test was conducted to prove the potential of N, P and K nutrients as limiting factor for pineapple plant growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus on pineapple. Soil test correlation of P and K nutrient was conducted to find the extraction method of P and K soil nutrient that was suitable for pineapple. Soil test calibration of P and K nutrient was conducted to determine the P and K soil nutrient status, and recommendation of P and K fertilizer dosages on each soil nutrient status. The N fertilizer experiment was conducted to determine the optimum dosage of N fertilizer for pineapple. The results showed that N, P, and K nutrients were limiting factors for plant growth of pineapple in Inceptisol-Darmaga, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus soils, but in Inceptisol-Ciawi was N. The soil P extraction method for pineapple was Bray-1. The soil K extraction method suitable for pineapple was HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 and NH4OAc pH 7.0. The level of soil P available was high class (≥20.67) ppm P2O5 (Bray-1). While soil K available was low class (<14), medium class (14-50), and high class (>50) ppm K2O (Bray-1). Nitrogen and potassium absorption was increased by nitrogen application, but phosphorus absorption was decreased. Nitrogen, phosphorus and potassium absorption was increased by phosphorus and potassium application. The critical level of N, P and K in the pineapple leaves was 0.70%, 0.13%, and 1.71% of dry matter. The optimum dosage of N fertilizer for Inceptisol with 0.14% N for pineapple was 578 kg N ha-1. The P fertilizer no recoment in soil with has ≥20.67 ppm P2O5. The optimum dosage of K fertilizer for the soil with low class of K nutrient status was 634 kg K2O ha-1.

(4)

LA ODE SAFUAN. Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah. Dibimbing oleh Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman Susila, Sobir, dan Rykson Situmorang.

Nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman nenas. Untuk memeperoleh hasil yang optimal, pemupukan harus dilakukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Evaluasi kesuburan tanah dengan Minus One Test dilakukan untuk membuktikan bahwa hara N, P dan K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, dan Inceptisol Ciawi. Korelasi uji tanah hara P dan K untuk mendapatkan metode ekstraksi hara P dan K yang sesuai untuk tanaman nenas, dan kalibrasi uji tanah untuk menentukan status hara P dan K tanah serta rekomendasi pupuk P dan K yang optimal untuk tanaman nenas. Penelitian pupuk N dilakukan untuk menentukan dosis pupuk N yang optimal untuk tanaman nenas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara N, P dan K menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus, sedangkan pada Incptisol Ciawi faktor pembatasnya adalah N. Metode ekstraksi hara K tanah yang sesuai untuk tanaman nenas adalah HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, Mehlich, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0. Hasil penelitian ini belum mendapatkan metode ekstraksi hara P yang sesuai untuk tanaman nenas, namun demikian Bray-1 dapat digunakan sebagai pengekstrak hara P tanah untuk tanaman nenas, karena metode tersebut sudah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium uji tanah sebagai pengekstrak hara P. Penelitian ini juga belum dapat menetapkan status hara P tanah untuk tanaman nenas. Tanah yang mempunyai kadar hara P ≥20.67 ppm P2O5 yang terekstrak oleh metode Bray-1 sudah dapat memenuhi kebutuhan tanaman nenas, sehingga tidak perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk P. Kelas ketersediaan hara K (ppm K2O) terdiri atas tiga kelas status hara: rendah (< 14 ppm), sedang (14 – 50 ppm), dan tinggi (>50ppm) yang terekstrak oleh metode Bray-1. Pemupukan N dapat meningkatkan serapan hara N dan K tetapi menurunkan serapan hara P, sedangkan pemberian pupuk P dan K dapat meningkatkan serapan hara N, P dan K tanaman nenas. Batas kritis hara N, P dan K pada daun “D” tanaman nenas masing-masing adalah 0.70%, 0.13%, dan 1.71%. Dosis pupuk N yang optimum pada tanah Inceptisol yang mempunyai kandungan N sebesar 0.14% adalah 578 kg N ha-1, pada dosis pupuk N tersebut dengan pemupukan fosfor sebesar 200 kg P2O5 ha-1 dan kalium sebesar 400 kg K2O ha-1, akan diperoleh produksi buah tanaman nenas yang maksimum 74.83 ton ha-1. Dosis pemupukan K yang optimum pada tanah yang mempunyai status hara K rendah, adalah 643 kg K2O ha-1, pada dosis pemupukan K tersebut, dengan pemberian pupuk nitrogen sebesar 300 kg N ha-1, dan fosfor sebesar 200 kg P2O5 ha-1, tanaman nenas dapat menghasilkan produksi buah 73 ton ha-1.

Kata kunci : minus one test, status hara, metode ekstraksi, dosis optimum, batas kritis

(5)

©

Hak cipta milik

Institut Pertanian Bogor,

tahun 2007

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(6)

SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN

STATUS HARA TANAH

LA ODE SAFUAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.Si.

(8)

Cayenne Berdasarkan Status Hara Tanah

Nama : La Ode Safuan

NIM : A361020151

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si.

Ketua Anggota

Dr. Ir. H. Sobir, M.S. Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.S.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Progran Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(9)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul Penyusunan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada

Tanaman Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) Smooth Cayenne Berdasarkan

Status Hara Tanah.

Penelitian dan penulisan disertasi ini, berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai ketua komisi, dan Anggota Komisi Pembimbing Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si., Dr. Ir. H. Sobir, M.S., dan Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.S. Untuk itu dihaturkan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi atas waktu dan kesempatan yang diluangkan untuk mengarahkan dan membimbing penulis. Terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Didi Sopandie, M.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian prelium dan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, juga kepada Dr.Ir. Iskandar Lubis, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Suyamto Hardjosuwirjo, M.S. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka atas koreksi dan saran-saran yang konstruktif untuk kesempurnaan disertasi penulis.

Penelitian ini dibiayai oleh Program Riset Unggulan Strategi Nasional Pengembangan Buah-Buah Unggulan Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas fasilitas dan bantuan dana penelitian. Juga kepada Direktur University Farm IPB, atas izin yang diberikan untuk menggunakan fasilitas Kebun Percobaan Sawah Baru.

(10)

doa dan kasih sayangnya. Kepada Istri tercinta dan anak-anak tersayang penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas ketabahan dan kasih sayangnya serta doanya yang tulus.

Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang pertanian. Amin.

Bogor, Agustus 2007

(11)

Penulis dilahirkan di Mandati-Buton pada tanggal 6 September 1965 sebagai anak sulung dari pasangan La Ode Haibu dan Wa Gamba. Menikah dengan Wa Ode Rosmiyani, S.Tp., dan telah dikaruniai tiga orang anak: Wa Ode Vian Damayanti, La Ode Muhammad Razil, dan Wa Ode Vidya Anisa Rahma.

Pada bulan Juli 1984, penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Jurusan Budidaya Program Studi Agronomi, dan lulus pada 28 Nopember 1989. Pada bulan Juli tahun 1993, penulis diterima pada Program Studi Agronomi, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, dan menamatkannya pada tanggal 23 Desember 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada bulan Agustus tahun 2002.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara sejak bulan Maret tahun 1991 sampai sekarang.

Karya ilmiah berjudul “Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nenas” telah disajikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PRHORTI) di Jakarta pada tanggal 21 November 2006. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Minus One Test Kesuburan Tanah Inceptiptisol, Ultisol, dan Andisol untuk Tanaman Nenas” pada Majalah Ilmah Agriplus pada bulan Juni 2006. Karya-karya tersebut merupakan bagian dari Disertasi program S3 penulis.

(12)

Andisol : Tanah yang berkembang dari bahan volkanik seperti abu volkan, batu apung, sinder, lava, dan/atau bahan volkaniklastik, yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “short-range-order” (alophan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al-humus.

Daun “D” : Daun muda pada tanaman nenas yang sudah mencapai ukuran maksimal, berada pada bagian tengah dari kanopi, dan merupakan daun paling panjang.

Ekstraktan : Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan uji tanah.

Inceptisol : Tanah-tanah yang kecuali dapat memiliki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Tanah Inceptisol juga biasa disebut sebagai tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Kalibrasi uji tanah : Tahapan kegiatan program uji tanah untuk

menentukan hubungan antara nilai uji tanah dengan respon tanaman di lapangan sehingga diperoleh nilai harkat uji tanah rendah, sedang dan tinggi atau cukup dan tidak cukup, juga menentukan kebutuhan pupuk pada setiap status hara tanah.

Korelasi uji tanah : Suatu proses untuk menentukan apakah jumlah hara yang dapat diekstrak dengan jenis pengekstrak tertentu memiliki hubungan dengan jumlah serapan hara oleh tanaman atau hasil tanaman.

Maksimum : Sebanyak-banyaknya, setinggi tingginya, sebagus-bagusnya.

(13)

Metode ekstraksi : Prosedur ekstraksi dalam kegiatan uji tanah yang mencakup larutan ekstraksi, rasio tanah dan larutan ekstraksi, dan lama pengocokan.

Optimum : Terbaik, paling menguntungkan.

Pemupukan : Pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya.

Pupuk : Bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman.

Rekomendasi : Saran yang menganjurkan dan menguatkan.

Smoth cayenne : Salah satu kultivar tanaman nenas, kultivar ini merupakan kelompok yang heterozigot, ukuran daunnya 100 cm x 6.5 cm, sebelah atasnya berbintik kemerah-merahan, sebelah bawahnya kelabu keperak-perakan, pinggirannya rata, hanya memiliki beberapa duri di pangkal dan ujungnya, , buahnya kurang lebih berbentuk silinder, dengan berat sekitar 2.5 kg, daging buahnya kuning pucat sampai kuning.

Uji Minus One Test : Salah satu metode uji biologi dalam melakukan evaluasi status hara tanah dengan cara membadingkan pertumbuhan tanaman pada perlakuan kurang satu unsur hara dengan perlakuan lengkap.

Uji tanah : Analisis kimia tanah secara cepat untuk menduga tingkat ketersediaan unsur hara dalam.

Ultisol : Tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua.

(14)

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xvii

DAFTAR GAMBAR ……… xx

DAFTAR LAMPIRAN ……… xxi

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ……… 1

Rumusan Masalah……… 3

Tujuan Penelitian ……… 3

Kerangka Pemikiran ……… 4

Hipotesis……… 6

Manfaat Penelitian ……… 6

Ruang Lingkup Penelitian ……… 6

TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

Karakteristik Tanaman Nenas ……… 9

Penanaman Nenas ……….……… 11

Pemupukan pada Tanaman Nenas ……… 12

Nitrogen dalam Tanah ……… 13

Peranan Nitrogen bagi Tanaman ……… 14

Fosfor dalam Tanah ……… 16

Peranan Fosfor bagi Tanaman ……… 17

Kalium dalam Tanah ………...……… 18

Peranan Kalium bagi Tanaman ………...……… 20

Minus One Test ……… 21

Kalibrasi dan Korelasi Uji Tanah ……… 22

Korelasi uji tanah ……… 23

Kalibrasi uji tanah ………. 25

Rekomendasi Pemupukan ……… 27

Batas Kritis ……… 29

EVALUASI KESUBURAN TANAH INCEPTISOL, ULTISOL, DAN ANDISOL UNTUK TANAMAN NENAS DENGAN MINUS ONE TEST 30 ABSTRAK………... 30

ABSRACT……… 30

PENDAHULUN……….. 31

Latar Belakang………. 31

BAHAN DAN METODE ……… 32

Waktu dan Tempat ……… 32

Rancangan percobaan……… 32

Persiapan Media Tanam dan Penanaman……… 33

Pengamatan ……….. 33

Analisis Data ……… 34

(15)

xv

Status Hara N, P dan K Tanah Ultisol, Andisol, dan Inceptisol……… 40

SIMPULAN………... 42

PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN NENAS ……… 43 ABSTRAK ………. 43

ABSTRACT ……… 43

PENDAHULUAN ……….. 44

Latar Belakang ……… 44

BAHAN DAN METODE ………... 45

Waktu dan Tempat ……….. 45

Rancangan Percobaan ……….. 45

Pengolahan Tanah ………... 46

Pengapuran dan Pemupukan ………... 47

Penanaman dan Pemeliharaan ……… 47

Pengamatan ………. 47

Analisis Data ………... 48

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 48

Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ………. 48

Umur Tanaman ……… 51

Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K ………. 52

Produksi Tanaman Nenas ……… 54

Batas Kritis Hara N Daun Tanaman Nenas ………. 55

SIMPULAN ………. 57

KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA FOSFOR UNTUK TANAMAN NENAS ……….. 58 ABSTRAK ……….. 58

ABSTRACT ……… 58

PENDAHULUAN ……….. 59

Latar Belakang ……… 59

BAHAN DAN METODE ……….. 60

Waktu dan Tempat ………. 60

Rancangan Percobaan ………. 61

Pengolahan Tanah ………... 61

Pembuatan Status Hara P ……… 61

Aplikasi Pupuk P pada Setiap Status Hara P……….. 62

Pengapuran dan Penanaman ……….. 62

Pemeliharaan Tanaman ……….. 62

Pengamatan ………. 63

Analisis Data ………... 63

Analisis Korelasi ………. 64

Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P ……..………. 64

Penentuan Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas ………. 64

Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P ……… 65

(16)

xvi

Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ………... 68

Umur Berbunga dan Saat Panen ………. 70

Kadar Hara dan Serapan Hara N, P , K ……….. 71

Produksi Tanaman Nenas ……… 75

Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P …….……….. 77

Rekomendasi Pemupukan P ……… 77

Batas Kritis Hara P Tanaman Nenas ………... 79

SIMPULAN ………. 80

KORELASI DAN KALIBRASI UJI TANAH HARA KALIUM UNTUK TANAMAN NENAS ……….. 81 ABSTRAK ……….. 81

ABSTRACT ……… 81

PENDAHULUAN ……….. 82

Latar Belakang ………... 82

BAHAN DAN METODE ………... 84

Waktu dan Tempat ……….. 84

Rancangan Percobaan ………. 84

Pengolahan Tanah ………... 84

Pembuatan Status Hara K ………..……….. 84

Aplikasi Pupuk K pada Setiap Status Hara K……….. 85

Pengapuran dan Penanaman ……… 85

Pemeliharaan Tanaman ………... 86

Pengamatan ………. 86

Analisis Data ………... 87

Analisis Korelasi………. 87

Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K ……….. 87

Penentuan Batas Kritis Hara K Tanaman Nenas ……… 88

Penyusunan Rekomendasi Pemupukan K ………... 88

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 88

Nilai K Terekstrak pada Berbagai Status Hara K Tanah ……… 88

Pemilihan Metode Ekstraksi Hara K……….………... 90

Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman ………... 92

Umur Berbunga dan Saat Panen ……… 94

Kadar Hara dan Serapan Hara N, P dan K ………. 96

Produksi Tanaman Nenas ……… 100

Penentuan Kelas Ketersediaan Hara K …….……….. 102

Rekomendasi Pemupukan K …….……….. 103

Batas Kritis Kadar Hara K Tanaman Nenas ……….. 105

SIMPULAN………. 106

PEMBAHASAN UMUM ………... 107

SIMPULAN DAN SARAN ……… 117

DAFTAR PUSTAKA ………. 119

(17)

xvii

Halaman

1. Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan 54 340 tanaman per hektar (Nakasone dan Paull 1999)….. 13

2. Hasil analisa beberapa sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi …………

35

3. Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman (g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi ……….

36

4. Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman (g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada perlakuan minus one test hara N, P dan K ………..

39

5. Rata-rata persen hasil relatif (%) bobot kering total tanaman nenas pada perlakuan minus one test hara N, P dan K pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi ..

41

6. Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Darmaga Kebun Percobaan Sawah Baru Fakultas Pertanian IPB Bogor ………..

46

7. Pengaruh pupuk N terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman nenas pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga ………

49

8. Pengaruh pupuk N terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen ………

51

9. Pengaruh pupuk N terhadap kadar hara dan serapan hara N, P dan K daun ”D” tanaman nenas ……….

53

10. Pengaruh pupuk N terhadap berat buah, mahkota, panjang buah, padatan terlarut total, dan produksi buah tanaman nenas …………....

54

11. Nilai uji hara P tanah Inceptisol Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada berbagai kondisi status hara P tanah

66

12. Hasil anlisis korelasi antara kadar hara fosfor tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara P daun ”D”, serapan hara P daun ”D”, dan produksi tanaman nenas ………..

67

(18)

xviii

14. Pengaruh pupuk P terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 bulan dan 9 bulan sesudah tanam serta pada saat tanaman berbunga ………..

69

15. Pengaruh kadar hara P tanah dan pupuk P terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen ………...

71

16. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara P daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………

72

17. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara N daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………

73

18. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap kadar dan serapan hara K daun ”D” pada saat tanaman berbunga …………

74

19. Pengaruh kadar hara P tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah, dan padatan terlarut total ……….

75

20. Pengaruh pupuk P terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah, dan padatan terlarut total …...

76

21. Pengaruh pupuk P pada berbagai kadar hara P tanah terhadap produksi buah (ton ha-1) ………..

78

22. Nilai uji hara K tanah Inceptisol Darmaga yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi pada berbagai kondisi status hara K tanah.

89

23. Hasil analisis korelasi antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh berbagai metode ekstraksi dengan kadar hara K daun ”D”, serapan hara K daun ”D”, dan produksi tanaman nenas ………...

90

24. Pengaruh kadar hara K tanah terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga ………..

93

25. Pengaruh pupuk K terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman pada saat 6 dan 9 bulan sesudah tanam dan pada saat tanaman berbunga ...

94

26. Pengaruh pupuk K terhadap umur tanaman nenas pada saat berbunga dan saat panen ……….

95

27. Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap kadar hara N, P dan K daun ”D” pada saat tanaman berbunga ……….

(19)

xix dan P daun ”D” tanaman nenas ………

29. Pengaruh pupuk K pada berbagai kadar hara K tanah terhadap serapan hara K daun ”D” tanaman nenas pada saat tanaman berbunga………

99

30. Pengaruh kadar hara K tanah terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total ………..

101

31. Pengaruh pupuk K terhadap berat buah, berat mahkota, panjang buah, diameter buah, produksi buah dan padatan terlarut total ..……

102

(20)

xx

Halaman

1. Bagan alir pelaksanaan kegiatan penelitian ………. 8

2. Kurva respons pengaruh pemberian berbagai dosis pupuk N terhadap produksi buah……….

55

3. Hubungan antara kadar hara N daun ”D” dengan persen hasil relatif ……….

56

4. Kurva respons hubungan antara kadar hara P tanah yang terekstrak oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif .………...

77

5. Hubungan antara kadar hara P daun ”D” dengan hasil relatif………..

79

6. Kurva respons hubungan antara kadar hara K tanah yang terekstrak oleh pengekstrak Bray-1 dengan hasil relatif...

103

7. Kurva respons hubungan antara pemberian berbagai dosis pupuk K pada kadar hara K rendah, sedang, dan tinggi dengan produksi buah………..………..

104

10. Kurva respons hubungan antara kadar hara K daun ”D” dengan hasil relatif……….

(21)

xxi

Halaman

1. Denah penelitian evaluasi kesuburan tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol untuk tanaman nenas dengan Minus One Test ………

128

2. Denah penelitian pengaruh pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nenas ………

128

3. Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara fosfor untuk tanaman nenas ………

129

4. Denah penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah hara kalium untuk tanaman nenas ………

130

5. Metode analisis nitrogen total dengan metode Kjeldahl ………. 131

6. Pengekstrak Morgan-Wolf untuk hara fosfor ……… 132

7. Ekstrat HCl 25% untuk hara fosfor dan kalium ……… 133

8. Ekstrat Olsen untuk hara fosfor dan kalium ……….. 135

9. Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-1 ………. 136

10. Penetapan fosfor dan kalium tersedia cara Bray-2 ………. 138

11. Penetapan fosfor dan kalium tersedia dengan metode Mehlich-1….. 139

12. Pengekstrak Truog untuk hara fosfor ……… 140

13. Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc pH 7.0…. 141

14. Penetapan kalium tersedia dengan pengekstrak NH4OAc pH 4.8. (Morgan-Venema) …..………

142

15. Erapan P dalam CaCl2 0.01 M (Metode Fox dan Kamprath)………. 143

(22)

Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) merupakan tanaman buah tropika yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia, karena mempunyai pangsa pasar yang luas baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2000 produksi nenas Indonesia adalah 360 ribu ton atau 2.68% dari total produksi nenas dunia sebesar 13 449 ribu ton. Pada tahun tersebut, Indonesia mengekspor nenas dalam kaleng 132 ribu ton. Volume ekspor ini mengisi 12.34% volume ekspor nenas dunia sebanyak 1 070 ribu ton (Poerwanto 2003). Pada tahun 2003 Indonesia mengekspor nenas kaleng 177 ribu ton dan nenas segar 2 ribu ton dengan nilai jual sebesar 87 juta dolar Amerika (Deptan 2004), dan pada tahun tersebut komoditas ini menduduki urutan pertama komditas buah-buahan yang diekspor oleh Indonesia. Pada tahun 2005 produksi nenas Indonesia mencapai 673.07 ribu ton dengan produksi rata-rata 8.4 ton per hektar, produktifitas tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil rata-rata produksi per hektar yang dicapai oleh Malaysia sebesar 32.08 ton per hektar , Thailand sebesar 22.23 ton per hektar dan Philipina sebesar 36.33 ton per hektar (FAO 2007).

Prospek pengembangan tanaman nenas di Indonesia menjadi strategis, karena disamping dapat menopang sektor pertanian untuk memberikan perannya yang lebih besar dalam mendukung perekonomian negara, tanaman ini cocok dikembangkan pada lahan kering, dan mudah dibudidayakan serta mempunyai daya adaptasi yang luas jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Dengan demikian maka peluang pengembangannya dalam rangka meningkatkan pemanfaatan lahan kering di Indonesia masih sangat luas.

(23)

terlebih dahulu dipenuhi terutama ketersedian air dan hara seperti N, P, K dan Ca (Abdurachman et al. 1999).

Tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol merupakan tanah-tanah pertanian utama di Indonesia (Subagyo et al. 2000). Dengan demikian maka pengembangan tanaman nenas di Indonesia saat ini dan di masa mendatang akan dilakukan pada tanah-tanah tersebut. Ketiga jenis tanah ini mempunyai tingkat kesuburan alami yang berbeda, sehingga apabila digunakan untuk areal penanaman tanaman nenas, akan membutuhkan penanganan yang berbeda terutama dalam pemupukannya.

Tanaman nenas di Indonesia dikembangkan oleh petani maupun perusahaan besar terutama untuk tujuan ekspor, namun dalam pembudidayaannya oleh petani kecil belum dilakukan pemupukan, sehingga baik kuantitas maupun kualitas buah yang dihasilkan masih relatif rendah. Sedangkan oleh perusahaan besar atau petani komersial telah melakukan pemupukan terutama pupuk N, P dan K untuk dapat meningkatkan produksi dan kualitas buah nenas yang dihasilkan.

Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian di Indonesia, pemupukan merupakan salah satu cara yang terus dikembangkan oleh pemerintah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak usaha pemupukan dilakukan secara kurang tepat, baik dalam penentuan jenis, dosis serta waktu dan cara memberikan pupuk. Hal ini jelas akan memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, serta lingkungan tanah secara keseluruhan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemupukan seharusnya didasarkan pada hasil uji tanah dan analisa tanaman dengan memperhatikan status hara, kebutuhan tanaman serta keadaan lingkungan (Sri Rochyati 1996; Sabiham 1996).

(24)

Rumusan Masalah

Pemupukan dengan hara N, P, K merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman nenas di Indonesia. Ketiga unsur hara tersebut merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak tetapi selalu kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pemupukan yang dilakukan selama ini masih menggunakan dosis anjuran secara umum sehingga pemupukan menjadi tidak efisien. Hal ini sebabkan karena belum tersedia data penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman nenas terhadap hara N, P dan K. Padahal disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara N, P dan K yang bebeda.

Pemupukan yang efisien hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia data hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diperoleh metode ekstraksi hara tanah yang sesuai untuk tanaman nenas dan menentukan dosis pupuk yang optimal untuk tanaman nenas pada setiap kondisi status hara tanah yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K yang optimal untuk tanaman nenas berdasarkan status hara N, P, K dan kebutuhan tanaman serta melakukan evaluasi status hara N, P, K tanah Inceptisol, Ultisol dan Andisol untuk tanaman nenas. Sedangkan secara khusus penelitian bertujuan untuk:

1. Membuktikan bahwa hara N, P, K menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus.

2. Menetapkan metode ekstraksi hara P dan K yang sesuai untuk tanaman nenas. 3. Menentukan status hara P dan K tanah untuk tanaman nenas.

(25)

5. Membuktikan bahwa serapan hara N, P, K tanaman nenas dipengaruhi oleh pemberian berbagai dosis pupuk N, P, K.

6. Menentukan dosis pupuk N, P dan K yang optimal untuk tanaman nenas.

Kerangka Pemikiran

Untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal, tanaman nenas membutuhkan hara terutama N, P dan K yang cukup dan seimbang, karena ketiga unsur tersebut merupakan unsur hara esensial utama bagi tanaman. Tanaman yang kekurangan unsur hara N, P dan K akan mengalami hambatan pertumbuhan dan produksi yang rendah baik kuantitas maupun kualitasnya (Albrigo 1966).

Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman nenas agar subur, tetapi bukan pada saat rangsangan bunga diperlukan, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan. Fosfor diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan, sedangkan kalium diperlukan untuk perkembangan buah (Wee dan Thongtham 1997). Tetapi pemberian pupuk N, P dan K yang berlebihan akan menurunkan produksi dan kualitas buah tanaman nenas (Albrigo 1966).

Berbagai laporan publikasi tentang hara tanaman nenas menunjukkan bahwa jumlah nitrogen berkisar dari 225 sampai 350 kg N per hektar dan kalium dari 225 sampai 450 kg K2O per hektar dan hara fosfor antara 150 dan 225 kg P2O5 per hektar (Nakasone dan Paull 1999). Selanjutnya Hiraoka dan Umemia (2000) mengemukakan bahwa, standar rata-rata pemberian pupuk untuk tanaman nenas adalah 350 kg N per hektar, 115 kg P2O5 per hektar, dan 310 kg K2O per hektar. Dengan dosis tersebut tanaman nenas menghasilkan buah sebanyak 52 ton per hektar.

(26)

liat berat dosis pemupukan kalium adalah 500 kg K per hektar dan dosis pemupukan kalium setelah tanam berkisar antara 400 sampai 800 kg K per hektar. Adanya variasi dosis pupuk N, P dan K yang dianjurkan tersebut di atas, menunjukkan bahwa pada setiap jenis tanah-tanaman dan iklim serta teknik budidaya yang berbeda akan membutuhkan jumlah pupuk yang berbeda. Oleh karena itu maka Nakasone dan Paull (1999) mengemukakan bahwa, total serapan hara tanaman nenas bisa dijadikan sebagai dasar acuan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman nenas. Namun demikian, perlu didukung oleh hasil uji tanah sehingga dosis pupuk yang diberikan dapat disesuaikan dengan jumlah hara yang tersedia dalam tanah dan yang dibutuhkan oleh tanaman nenas.

Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah (Nursyamsi et al. 2002). Tetapi nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Sutriadi et al. 2003). Penelitian korelasi uji tanah menghasilkan metode ekstraksi terpilih untuk suatu hara, tanaman, dan tanah tertentu. Selanjutnya untuk menentukan hubungan antara kadar hara dalam tanah dengan tanggap tanaman dan kebutuhan pupuk diperlukan penelitian kalibrasi uji tanah dilapangan.

(27)

itu sebelum dilakukan penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah, perlu dilakukan penelitian Minus One Test kesuburan tanah. Berdasarkan hasil pengujian ini dapatlah disusun prioritas pemupukan suatu tanaman maupun prioritas penelitiannya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Hipotesis

1. Hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus.

2. Setiap metode ekstraksi hara P dan K yang berbeda mempunyai nilai korelasi yang berbeda.

3. Pemberian berbagai dosis pupuk N memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas.

4. Pemberian berbagai dosis pupuk P pada status hara P yang berbeda, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas.

5. Pemberian berbagai dosis pupuk K pada status hara K yang berbeda, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serapan hara N, P, K serta pertumbuhan dan produksi tanaman nenas.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi pemupukan N, P, K yang optimal berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman nenas. Disamping itu, juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam program uji tanah dan penelitian hara N, P, K untuk tanaman nenas pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim serta tehnik budidaya yang berbeda.

Ruang Lingkup Penelitian

(28)
(29)

8 Gambar 1 Bagan alir pelaksanaan kegiatan penelitian

Evaluasi Kesuburan Tanah dengan Minus One Test

Hara N, P, K sebagai faktor Pembatas Pertumbuhan Tanaman Nenas pada Tanah Ultisol, Inceptisol, dan Andisol

Status Hara P Tanaman Nenas Korelsi dan Kalibrasi

Uji Tanah Hara P untuk Tanaman Nenas

Dosis Pupuk P Optimal Tanaman Nenas pada Setiap

Status Hara P

Status Hara K Tanaman Nenas Korelasi dan Kalibrasi

Uji Tanah Hara K untuk Tanaman Nenas

Dosis Pupuk K Optimal Tanaman Nenas pada Setiap

Status Hara K

Pengaruh Pupuk N pada Tanaman Nenas

Menentukan Dosis Pupuk N Optimal

Tanaman Nenas Metode Ekstraksi

Hara K untuk Tanaman Nenas Metode Ekstraksi

(30)

Karateristik Tanaman Nenas

Tanaman nenas merupakan tanaman monokotil yang bersifat perenial. Tanaman ini mempunyai rangkaian bunga dan buah yang terdapat pada ujung batang. Tanaman masih bisa melanjutkan pertumbuhannya melalui beberapa tunas yang tumbuh di batang. Tunas baru tersebut selanjutnya dapat menghasilkan rangkaian bunga dan buah. Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota dan anakan yaitu tunas tangkai buah (slips), tunas yang muncul dari ketiak daun (shoots) dan tunas yang muncul dari batang bawah (suckers) (Collins 1968).

Tanaman nenas berupa herba tahunan atau dua tahunan, tingginya 50 sampai 100 cm. Daunnya berbentuk pedang, panjangnya dapat mecapai 1 m atau lebih, dengan lebar 5 sampai 8 cm, pinggirnya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama (Wee dan Thongtham 1997).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas membentuk suatu roset, yang lambat laun daun-daunnya yang lebih besar mencapai ukuran yang mencerminkan keadaan pertumbuhan normal. Setelah itu ukuran daun konstan dan jika meristem pucuknya telah menghasilkan 70 sampai 80 lembar daun, dengan kecepatan satu lembar daun per minggu, selama periode pertumbuhannya yang cepat itu, meristem pucuk itu berubah menjadi bongkol bunga dan bongkol tanaman, yaitu poros tengah yang memanjang ke bunga dan buah. Buahnya berupa senokarp (caenocarpium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan peleburan dari masing-masing bunga yang kecil; buah itu berbentuk buah buni; kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopak-kelopak dan braktea yang tidak rontok, yang kurang lebih melebur; buah itu kira-kira berbentuk silinder, panjang ± 20 cm, diamater ± 14 cm, beratnya 1 sampai 2.5 kg, dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota; daging buahnya kuning pucat sampai kuning keemasan, umumnya tidak berbiji (Wee dan Thongtham 1997).

(31)

Karbon dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Karena stomata membuka pada malam hari maka transpirasi yang terjadi sangat kecil, sehingga tanaman ini sangat tahan terhadap kekeringan. Meskipun demikian, karena sistem perakarannya yang dangkal, maka pada keadaan kering pertumbuhannya segera tertahan (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997).

Kisaran curah hujan untuk tanaman nenas adalah sekitar 600 mm sampai 2 540 mm per tahun, namun demikian untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimum adalah 1 000 sampai 1 500 mm per tahun (Collins 1968). Nenas masih bisa dibudidayakan di daerah dengan curah hujan kurang dari 1 000 mm per tahun. Di daerah dengan curah hujan rendah tetapi mempunyai kelembaban udara cukup tinggi terutama pada malam hari, tanaman nenas dapat memanfaatkan embun sebagai sumber air. Meskipun demikian, karena perakaran nenas cukup dangkal maka bila curah hujan sangat rendah hasil yang diperoleh akan kurang memuaskan (Deptan 1994).

Tanaman nenas dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Tanaman nenas di daerah tropis banyak ditemukan di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Di Hawai tumbuh di tanah vulkanik berwarna merah gelap, di Malaysia dan Indonesia dapat tumbuh dengan baik di daerah gambut. Persyaratan penting lainnya adalah drainase baik. Tanah berat (kandungan fraksi lempung tinggi) dan tanah yang mengandung kapur tinggi (pH tinggi) tidak cocok untuk nenas (Deptan 1994). Tanah liat berpasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan mengandung bahan organik tinggi dengan pH 4.5 sampai 6.5 merupakan tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Akan tetapi tanaman nenas dapat dipelihara pula pada tipe tanah yang sangat bervariasi, seperti tanah gambut yang asam (pH 3 sampai 5) di Malaysia. Drainase hendaknya sebaik-baiknya, sebab tanaman yang terendam akan sangat mudah terserang busuk akar (Wee dan Thongtham 1997).

(32)

cahaya matahari rata-rata tahunannya bervariasi kira-kira 33 sampai 71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam (Wee dan Thongtham 1997).

Temperatur optimum untuk nenas mendekati temperatur daerah tropika basah. Temperatur untuk pertumbuhan optimum 21oC sampai 27oC (Deptan 1994). Di Malaysia tanaman nenas ditanam pada daerah dengan temperatur berkisar antara 25.9 sampai 26.3oC, di Hawai 10 sampai 32oC dan Australia 11.6 sampai 31.7oC (Collins 1968). Temperatur optimum untuk Indonesia adalah 32oC (Deptan 1994). Di daerah tropis tanaman nenas memberikan hasil yang baik apabila ditanam di daerah pada ketinggian antara 100 sampai 800 m di atas permukaan laut. Di daerah dengan ketinggian lebih dari 760 m di atas permukaan laut, tanaman nenas menjadi lebih pendek, daun lebih pendek dan menyebar, nenas lebih ringan dan fruitlet menonjol keluar, sehingga permukaan buah lebih kasar. Bentuk buah lebih mendekati bentuk silinder serta produksi buah mempunyai mutu yang lebih rendah; warna daging kuning pucat, flavour rendah dan asam yang tinggi (Collins 1968).

Penanaman Nenas

Perbanyakan dan penanaman nenas diperbanyak dengan bagian mahkota, tunas batang, atau tunas ketiak daunnya. Tetapi yang paling banyak disenangi orang adalah perbanyakan dengan tunas batang. Tunas ketiak daun terutama digunakan jika menanam “Smooth Cayenne” (Wee dan Thongtham 1997). Tunas batang yang besar mempuyai tendensi yang tinggi untuk berproduksi lebih cepat, khususnya jika ukuran tunas batang lebih besar dari 600 gram (Nakasone dan Paull 1999). Py et al. (1987) mengelompokan ukuran bahan tanaman sebagai berikut: mahkota ukuran kecil 100 sampai 200 g dan mahkota ukuran sedang 200 sampai 300 g; Tunas ukuran kecil 200 sampai 300 g, 300 sampai 400 g sedang, dan 400 sampai 600 g adalah besar.

Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan ialah (90 + 60) cm x 30 cm untuk kultivar “Singapore Spanish”, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua

(33)

setiap barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar, misalnya ‘Masmerah’, jarak tanam yang dianjurkan adalah (120 + 60) cm x 30 cm. Di Thailand, ‘Smooth Cayenne’ ditanam oleh petani dengan jarak tanam (100 + 50) cm x 30 cm, dan diperkebunan dengan jarak (85 + 50) cm x 25 cm. Hasil panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya mengecil (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997). Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman 72 000 per hektar, dengan menggunakan kultivar ‘Singapore Spanish’ (Wee dan Thongtham, 1997). Di Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm, dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman 44 444 sampai 58 700 tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi 75 000 tanaman per hektar digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone dan Paull 1999).

Pemupukan pada Tanaman Nenas

Manfaat pupuk, terutama nitrogen dan kalium pada pembudidayaan nenas telah banyak diketahui. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman agar subur, tetapi bukan pada saat rangsangan bunga diperlukan, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan. Fosfor diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan, sedangkan kalium diperlukan untuk perkembangan buah. Di tanah gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang dianjurkan ialah 14 g N, 0.7 g P2O5, dan 23 g K2O per tanaman, diberikan dengan cara disebarkan pada jangka waktu 3 bulan setelah tanam, dan 2 kali penyemprotan di daun pada umur 6 dan 9 bulan. Untuk tanaman sirung, dua per tiga dari jumlah di atas digunakan per tahun. Di Thailand, tanaman nenas ditanam pada tanah liat berpasir dengan dosis pupuk sebesar 9 g N, 2.4 g P2O5, dan 7 g K2O per tanaman untuk tanaman pokok (Wee dan Thongtham 1997).

(34)
[image:34.595.110.515.201.310.2]

Paull 1999). Selanjutnya Hiraoka dan Umemia (2000) mengemukakan bahwa, standar rata-rata pemberian pupuk untuk tanaman nenas adalah 350 kg N per hektar, 115 kg P2O5 per hektar, dan 310 kg K2O per hektar. Dengan dosis tersebut tanaman nenas menghasilkan buah sebanyak 52 ton per hektar.

Tabel 1 Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan 54 340 tanaman per hektar (Nakasone dan Paull 1999)

Jumlah (kg ha-1) Bagian Tanaman

N P K Ca Mg

Plant 437 47.0 538 134.0 134.0

Fruit 135 20.0 269 33.6 20.2

Slip 40 6.7 67 13.4 6.7

Total 612 73.7 874 181 160.9

Berdasarkan analisis hara yang terdapat pada berbagai bagian tanaman nenas (Tabel 1), bisa dijadikan sebagai dasar acuan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman nenas (Nakasone dan Paull 1999). Untuk menentukan jumlah hara yang akan diberikan ke dalam tanah, dapat dilakukan setelah diketahui kadar hara tanah yang tersedia bagi tanaman, dan jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal.

Nitrogen dalam Tanah

Amonium merupakan salah satu bentuk kation nitrogen anorganik yang dapat diserap oleh tanaman. Bentuk ini lebih banyak terdapat pada kondisi anaerobik, sedangkan pada kondisi aerobik (oksidasi) sebahagian dari amonium dijerap oleh komplek jerapan ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebahagian lagi dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof Nitrosomonas dan Nitrobacter (Tisdale et al. 1985). Lebih dari 50% NH4+ yang diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari semua NH4+ akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari ammonium yang diberikan ke dalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari.

(35)

Menurut Nommik dan Vahtras (1982), pemberian kalium dan amonium bersamaan dapat menurunkan persentase K yang terfiksasi. Sedangkan penyerapan pupuk fosfor meningkat terutama ketika NH4+ tersedia (Olson dan Kurtz 1985). Total masa akar dan kedalaman perakaran meningkat pada tingkat ketersediaan N optimal. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Pengambilan NO3- merangsang pengambilan kation, sedangkan anion klorid (Cl-) dan hidroksil (OH-) membatasi pengambilan anion NO3-. Status karbohidrat tinggi meningkatkan pengambilan amonium (NH4+), dan pengambilan NH4+ membatasi kation, yang mana dapat mendorong ke arah kekurangan Ca, seperti halnya mengurangi taraf K di dalam tanaman (Jones 1998).

Proses pengambilan N oleh tanaman memerlukan pergerakan bentuk-bentuk ion N ke permukaan akar untuk penyerapan. Sebahagian besar pergerakan N terjadi seperti NO3- dalam aliran konvektiv air tanah ke akar-akar tanaman dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, NO3- adalah mobil dan dengan mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya tarik antara NH4+ dan koloid tanah adalah kuat dan pergerakannya dalam air tanah banyak yang hilang. Ketika potensial pengambilan melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Walaupun difusi kurang penting dalam banyak situasi pertamanan pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi adalah pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985).

Peranan Nitrogen bagi Tanaman

(36)

Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Suatu rentan yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50% ditemukan pada jenis legum. Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 50 sampai 500 lbs N/A (56 sampai 560 kg N/ha). Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan bagian tanaman (Jones 1998). Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membantasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari precusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya diseluruh bahagian tanaman. Karier dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengadung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985).

Peranan utama dari nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi: (1) komponen molekul klorofil, (2) komponen asam-asam amino, membangun gugus protein, (3) esensial untuk penggunaan karbohidrat, (4) sebagai komponen enzim, (5) merangsang aktivitas dan perkembangan akar, dan (6) membantu penyerapan unsur-unsur hara lainnya (Olson dan Kurtz 1985).

Tanaman nenas yang kekurangan N akan menghambat pertumbuhan akar dan tidak menghasilkan buah, tunas tangkai (slips) atau anakan (suckers). Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun–daun yang kecil dan hijau pucat dengan nekrotik pada ujung daun. Daun tua berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daun. Tanaman yang kekurangan N juga menunjukkan rendahnya kandungan klorofil dan protein. Sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan (a) perkembangan daun yang terlalu pesat sehingga mengorbankan pembentukan buah; (b) kerebahan buah; dan (c) pertumbuhan mahkota ( crown ) yang berlebihan (Albrigo 1966).

(37)

Fosfor dalam Tanah

Secara garis besar P tanah dibedakan atas P anorganik dan P organik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik. Pada lapisan olah, kadar P organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale et al. 1985).

Sumber cadangan fosfor banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total (Brady 1990).

Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari asam nukleat dan fosfolipid (Soepardi 1983). Sedangkan P-anorganik digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung Ca dan P-anorganik yang mengandung Al dan Fe (Brady 1990).

Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga ketersediaannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi oleh kation Ca dan Mg menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya ketersediaan P terdapat pada kisaran pH 5.5 sampai 7.0. Ketersediaan P menurun di bawah pH 5.5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas pH 7.0 P difiksasi oleh Ca dan Mg (Tisdale

et al. 1985).

(38)

Peranan Fosfor bagi Tanaman

Tanaman biasanya mengabsorbsi fosfor dalam bentuk ion bervalensi satu (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion bervalensi dua (HPO4=). pH tanah mengendalikan perimbangan kedua bentuk ini. H2PO4- tersedia pada pH di bawah 7, dan HPO4= di atas pH 7. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem menuju tajuk. Berbeda dengan nitrogen dan belerang, fosfor tidak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada senyawa organik sebagai ester (Salisbury dan Ross 1992).

Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti: fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem imformasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985; Marschner 1995), juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin yang berperan penting dalam integritas membran (Gardner et al. 1985).

Fosfor merupakan unsur hara yang mobil dalam tubuh tanaman, dapat diretribusikan dari bagian yang tua ke bagian yang lebih muda. Daun muda atau buah yang sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfat dari jaringan tanaman yang lebih tua dan mengandung fosfat labil walaupun sumber dari tanah terganggu (Gardner et al. 1985). Kecepatan perubahan antara Pi dan ikatan P-ester dan pirofosfat sangat tinggi, sebagai contoh dalam beberapa menit setelah Pi diserap tanaman akan segera ditransfer kedalam bentuk P-organik, dan setelah itu dibebaskan kembali kedalam xilem sebagai Pi (Idris 1996).

(39)

terutama pada periode pengaturan ratio pati/gula di daun sebagai sumber serta distribusi fotosintat antara daun dan organ-organ reproduktif. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat dari pada pembentukan khlorofil, oleh karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun sangat banyak. Tetapi efisiensi fotosintesis per unit khlorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993).

Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor akan menampakan gejala-gejala sebagai berikut: Pertumbuhan lambat, lemah dan kerdil, berwarna hijau gelap, terjadi peningkatan pembentukan antosianin, proses pematangan buah dan biji lambat, tanaman selalu hijau, pembentukan buah dan biji kurang sempurna, jumlah buah berkurang dan hasil rendah (Marschner 1995).

Pada tanaman nenas yang kekurangan P tidak menunjukkan klorosis pada daun. Warna daun muda adalah hijau ungu tua. Daun-daun muda lebih sempit dan hijau lebih tua daripada daun tuanya. Dengan tidak adanya P dalam larutan hara, pertumbuhan tanaman kerdil dan tidak memproduksi buah, tunas tangkai (slips) atau anakan (suckers). Dalam kultur pasir, tanpa P menghasilkan daun hijau tua, keunguan; buah asam dan berair. Pengaruh kelebihan P dapat menekan pertumbuhan dan hasil, mempercepat pembuahan dan meningkatkan jumlah buah sisihan. Fenomena berkurangnya hasil oleh kelebihan P diindikasikan karena kurangnya serapan N (Albrigo 1966).

Kalium dalam Tanah

(40)

Kalium dalam mineral primer merupakan kalium yang relatif tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tisdale et al. (1985) bahwa sebahagian besar dari kalium yaitu sekitar 90 sampai 98% dari total K atau sekitar 5 000 sampai 25 000 ppm K yang ada di dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia bagi tanaman. Kalium ini sebagai komponen struktur kristal mineral seperti K-feldspar dan mika. Mineral ini agak tahan terhadap hancuran iklim dan mensuplai sejumlah kecil kalium selama satu musim (Soepardi 1983).

Kalium yang tidak dapat dipertukarkan (terfiksasi) pada mineral sekunder merupakan kalium yang lambat tersedia. Jumlahnya sekitar 1 sampai 10% dari total K atau sekitar 50 sampai 750 ppm K yang terdapat dalam tanah. Kation K umumnya terfiksasi pada mineral liat 2:1 antara lembar silikat pada interlayer dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi kekurangan air (Liu et al. 1997). Kalium dalam bentuk terfiksasi ini tidak segera tersedia bagi tanaman, tetapi berada dalam bentuk keseimbangan dengan bentuk tersedia dan selanjutnya merupakan cadangan bentuk kalium lambat tersedia.

Kalium yang terdapat dalam bentuk dapat dipertukarkan dan terdapat dalam larutan tanah merupakan kalium yang segera tersedia. Jumlahnya sangat kecil yaitu hanya sekitar 1 sampai 2% dari total K yang ada dalam tanah. Kalium dalam bentuk ini akan mudah mengalami pencucian sehingga yang dapat diserap oleh tanaman juga rendah (Soepardi 1983; Tisdale et al. 1985).

Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat pada permukaan liat, dan akan tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam bentuk ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak semua K yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung kepada daya jerap permukaan tanah.

(41)

larutan tanah akibat penyerapan akar. Karena konsentrasi anion meningkat dalam larutan tanah, level K juga meningkat. Walaupun keseimbangan Ca dan Mg terhadap K dalam tanaman sangat penting, penyerapan K tidak secara nyata dipengaruhi oleh level Ca tanah, karena Ca diserap tanaman melalui aliran massa, sedangkan K melalui difusi. Tetapi konsentrasi K yang tinggi akan menghambat serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca (Jones 1998).

Peranan Kalium bagi Tanaman

Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ (Ahn 1993). Pengangkutan kalium dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale et al. 1985). Hanya sebagian kecil (6 sampai 10%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dengan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau kompleks permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium dalam jumlah berlebih atau terjadi konsumsi mewah.

Kalium dalam larutan sebahagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman, dan yang paling penting adalah untuk membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Disamping itu K juga berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan mengatur serapan hara lainnya.

Kekurangan K pada tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman cenderung menunjukkan gejala klorosis, pinggiran daun mengering akibat rendahnya kandungan air dalam daun, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidart berkurang (Brady 1990). Tanaman yang kekurangan unsur hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah (Tisdale et al. 1985).

(42)

membran sitosol. Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Elumalai

et al. 2002). Kalium merupakan kation yang paling berlimpah di dalam sitoplasma sehingga menjadi penentu utama potensial tekanan turgor, tetapi tidak dimetabolismekan, hanya membentuk kompleks yang lemah yang siap dipertukarkan. Karena konsentrasinya yang sangat tinggi dalam sitosol dan kloroplast, kation ini dapat menetralisir molekul yang terlarut (anion-anion asam organik dan anorganik) dan anion-anion makromolekul yang tidak larut, serta menstabilkan pH antara 7 sampai 8, dimana reaksi-reaksi enzim dapat berlangsung optimal. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995).

Kandungan K pada tanaman berkisar 1 sampai 5% dari berat kering jaringan daun dengan nilai kecukupan yang berkisar 1.5 sampai 3% pada jaringan daun dewasa yang baru terbentuk. Kandungan kalium dikatakan kurang atau berlebih dengan nilai kritikal kurang dari 1.5%. Kandungan K yang berlebih dapat melampaui 2 sampai 3 kali lipat dari nilai kesesuaian. Konsentrasi tertinggi ada pada daun baru, tangkai daun dan batang tanaman. Kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur (Jones 1998).

Pada kondisi di bawah kekurangan K, awalnya daun-daun tanaman nenas tetap hijau, tetapi mengering pada ujung daun dan terbentuk spot-spot nekrotik muncul pada permukaan daun, dan ukuran daun menjadi lebih kecil. Pertumbuhan tanaman normal pada awal pertumbuhan tetapi setelah 9 bulan mulai menjadi lambat. Dengan kekurangan K, buah-buah kecil, lambat matang, dan kandungan asam dan padatan terlarut total rendah (Albrigo 1966).

Minus One Test

(43)

yang menjadi pembatas paling berat serta urutan selanjutnya dari deretan unsur yang dicobakan. Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan perlakuan lengkap dengan perlakuan lengkap minus satu hara tertentu. Perlakuan yang mengalami penurunan pertumbuhan atau produksi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lengkap menunjukkan unsur yang paling kahat. Percobaan ini dapat dilakukan dalam pot di rumah kaca maupun langsung di lapangan (Nugroho 1996, Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Data yang digunakan dalam percobaan minus one test dapat berupa pertumbuhan (tinggi tanaman, berat brangkasan tanaman dsb.) atau data produksi tanaman, yang dihitung sebagai persentase dari produksi perlakuan lengkap. Dengan demikian produksi pada perlakuan lengkap diperhitungkan sebagai produksi yang bernilai 100 persen. Dengan menggambarkan data-data tersebut dalam diagram batang atau diagram lain dapat dengan jelas disimpulkan urutan kekahatan hara yang dipunyai tanah bersangkutan (Nugroho 1996). Berdasarkan pengujian ini dapatlah disusun prioritas pemupukan suatu tanaman maupun prioritas penelitiannya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah

Uji tanah merupakan metode kimia untuk menilai kemampuan suplai hara atau ketersediaan hara dari suatu tanah. Metode ini sifatnya tidak langsung, sehingga untuk memperoleh nilai agronomis dari metode ini diperlukan studi kalibrasi dengan produksi tanaman di lapangan melalui percobaan pemupukan. Demikian juga, larutan kimia ini harus bersifat selektif artinya larutan tersebut hanya mengekstraksi bentuk-bentuk unsur yang tersedia saja bagi suatu tanaman, sedangkan yang tidak tersedia sedapat mungkin tidak turut terekstrak. Oleh karena itu, setiap metode ekstraksi harus dinilai melalui studi korelasi dengan serapan hara oleh tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

(44)

tingkat keracunan hara tertentu dan unsur-unsur yang lainnya atau garam dapat larut secara umum. Pengujian tanah, juga digunakan untuk menentukan pH tanah, kebutuhan kapur, dan bahan organik (Dahnke and Olson 1990). Pelaksanan program uji tanah dibagi dalam tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) korelasi, (2) kalibrasi, dan (3) interprestasi data untuk menghasilkan rekomendasi.

Korelasi uji tanah

Uji korelasi adalah suatu proses untuk menilai keeratan hubungan antara kadar unsur dalam tanah yang terekstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan jumlah hara yang diserap tanaman (Corey 1987). Keeratan ini terlihat dari nilai koefisien korelasinya. Semakin tinggi nilainya maka akan semakin erat pula hubungan antara variabel tersebut, sehingga serapan hara dapat diprediksi dari nilai yang diperoleh dari metode ekstraksi. Jadi korelasi uji tanah bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi yang paling baik untuk mengukur jumlah suatu hara yang tersedia bagi tanaman. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu metode ekstraksi dapat dikembangkan untuk program uji tanah ialah: (1) bersifat selektif artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk tersedia, (2) sederhana, mudah, dan cepat, serta (3) bahan-bahan kimia yang diperlukan mudah didapat (Sri Rochyati 1996).

Metode ekstraksi untuk menentukan kadar hara tanah harus sesuai untuk tanah dan tanaman yang dikehendaki. Banyak bahan pengekstrak yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan N, P dan K bagi tanaman, tetapi tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, macam tanaman, tingkat budidaya, dan keadaan iklim. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan metode ekstraksi pada setiap sistem tanah-tanaman-iklim. Pemilihan metode ekstraksi dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil analisis kadar hara dalam tanah dengan tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut dari percobaan rumah kaca atau lapangan. Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002).

(45)

Untuk mengatasinya biasanya contoh-contoh tanah tersebut dikelompokan menurut sifat yang sama baru kemudian dilakukan pengujian korelasi. Alternatif lain yang dapat dikembangkan adalah dengan menggunakan multiple regresi dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi serapan unsur diikutsertakan seperti pH, bahan organik dan tekstur (Corey 1987).

Penelitian korelasi uji tanah untuk berbagai komoditas pada berbagai jenis tanah telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian maupun oleh Perguruan Tinggi. Widjaja-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Bray-1 merupakan pengekstrak terbaik untuk menetapkan status P tanah Hydric Dystrandepts untuk tanaman kentang dari pada pengeksrtrak Bray-2, Double Acid, Truog, Air, dan 0.01 M CaCl2. Pengekstrak HCl 25% merupakan pengekstrak terbaik yang ditunjukkan oleh tingginya korelasi antara persentase hasil jagung (Santoso dan Al-Jabri 1977) dan padi sawah (Nursyamsi, et al. 1994). Al-Jabri et al. (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Truog dimodifikasi, HCl 25% dan Bray-1 merupakan pengekstrak cukup baik untuk padi gogo pada tanah masam, dari 6 pengekstrak yang diteliti, yakni; HCl 25%, Truog dimodifikasi, Bray-1, Bray-2, Olsen dan Air.

Penelitian berbagai metode ekstraksi K untuk lahan kering belum banyak dilakukan dibandingkan lahan sawah. Dua metode uji hara K yang digunakan untuk padi sawah adalah HCl 25% dan NH4OAc 1 N pH 7.0. Penilaian Sri Adiningsih dan Sudjadi (1983) pada 25 tanah sawah di Indonesia menunjukkan bahwa pengekstrak Olsen, Bray-1, Bray-2, dan NH4OAc 1 N pH 7.0 memberikan korelasi cukup tinggi dengan tanggapan pemupukan K. Hasil penelitian pemilihan metode ekstraksi K menunjukkan bahwa pengekstrak NH4OAc 1 N pH 7.0 merupakan pengekstrak terbaik untuk analisis K tanah sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Puslittanak 1992a) serta Jawa Timur (Puslittanak 1992b).

(46)

pemilihan metode ekstraksi K untuk tanaman kedelai menunjukkan bahwa diantara pengekstrak: Mehlich, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, NH4OAc pH 4.8 dan NH4OAc pH 7.0, ternyata pengekstrak HCl 25% merupakan pengekstrak terbaik untuk tanah Ultisol Deli Serdang, Sumut; pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 untuk tanah Inseptisol Subang, Jabar; dan pengekstrak Olsen untuk tanah Vertisols Madiun, Jatim (Sutriadi dan Nursyamsi 2002). Metode Morgan juga merupakan metode yang sering digunakan, karena selain dapat menetapkan ketersediaan NH4, dan NO3, juga dapat menetapkan ketersediaan hara P, K, Ca, S serta unsur-unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan B dari tanah.

Metode uji N adalah yang paling sulit dikembangkan karena mobilitas N-NO3 sangat tinggi sehingga mudah berubah dari waktu ke waktu. Metode Kjeldahl adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kapasitas N tanah sebagai dasar menentukan ketersediaan N tanah bagi tanaman (Leiwakabessy 1996).

Kalibrasi uji tanah

Barangkali tantangan yang terbesar di dalam suatu program pengujian tanah adalah pengkalibrasian uji tanah. Ini penting bahwa uji tanah dikalibrasi lagi terhadap respon tanaman untuk aplikasi hara dalam penelitian lapangan yang dilakukan pada suatu rentang tanah yang luas. Respons hasil dari berbagai tingkat hara yang diaplikasikan kemudian dapat dihubungkan dengan jumlah hara tersedia dalam tanah yang ditunjukkan oleh uji tanah. Keakuratan kalibrasi uji tanah adalah (1) dengan tepat mengidentifikasi derajat tingkat kecukupan atau kekurangan dari hara, dan (2) memberikan suatu perkiraan jumlah hara yang diperlukan untuk mengeliminasi defisiensi (Evans 1987; Havlin et al. 1999). Percobaan yang terkendali pada awalnya dilakukan di rumah kaca untuk menyediakan informasi tentang kemampuan dari suatu ekstraktan uji tanah untuk mengekstraksi suatu hara dalam jumlah yang berhubungan dengan jumlah yang diserap oleh tanaman (yaitu untuk mengindentifikasi ekstraktan yang terbaik).

(47)

bernilai ekonomis. Studi untuk memperoleh bobot agronomis terhadap suatu nilai uji tanah, dikenal dengan studi kalibrasi dan dilakukan di lapangan. Studi akan menentukan hubungan antar uji tanah dengan respon tanaman di lapangan. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong tinggi, sedang, rendah ataupun dengan istilah cukup atau tidak. Hanya melalui studi kalibrasi uji tanah ini saja, maka nilai-nilai uji tanah dari laboratorium memiliki arti yaitu mengidentifikasi tingkat defisiensi atau tingkat kecukupan unsur hara tersebut, dan mengidentifikasi berapa yang harus ditambahkan apabila unsur tersebut kurang (Evans 1987).

Kalibrasi uji tanah merupakan proses untuk menentukan arti dari uji tanah yang terukur dalam hubungannya dengannya respon tanaman di lapangan (Corey 1987). Selanjutnya Dhanke dan Olson (1990) menjelaskan bahwa, kalibrasi uji tanah adalah proses untuk menentukan tingkat pembatas pada pertumbuhan tanaman atau pe

Gambar

Gambar 1  Bagan alir pelaksanaan kegiatan penelitian
Tabel 1 Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan 54 340 tanaman per hektar  (Nakasone dan Paull 1999)
Tabel 2  Hasil analisa beberapa sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi
Tabel 3  Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot kering akar (g), bobot kering tajuk (g), bobot kering total tanaman(g), dan nisbah tajuk akar (g/g) pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: (1) menetapkan kategori defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan K pada bibit duku; (2) nenentukan dosis pupuk N, P dan

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: (1) menetapkan kategori defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan K pada bibit duku; (2) nenentukan dosis pupuk N, P dan

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada varietas Bima Curut, pemberian pupuk K dengan dosis 60 kg/ha K 2 O nyata meningkatkan hasil umbi kering eskip, tetapi dosis pupuk K yang lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dengan dosis 150 kg N ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 200 kg N ha-1 yang masingmasing dengan 3 kali penyiangan pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemupukan K lebih cepat mempengaruhi pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman jika dibandingkan dengan pengaruh status hara K tanah. Hal

Peningkatan dosis pupuk P (50% sampai 150% dari dosis rekomendasi) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bobot biji kering kedelai, walaupun pada V1 perlakuan

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada varietas Bima Curut, pemberian pupuk K dengan dosis 60 kg/ha K 2 O nyata meningkatkan hasil umbi kering eskip, tetapi dosis pupuk K yang lebih

Hasil penelitian diperoleh, pemberian pupuk MOP pada tanah Inceptisol Situ Ilir, Bogor dengan status hara K-potensial dan K-tersedia rendah dapat meningkatkan pertumbuhan