• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

SOFIA AGUSTINA

NIM. F0307084

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

HALAMAN MOTTO

” Sesungguhnya sesudah kesulit an it u ada kemudahan maka apabila kamu t elah selesai dari suat u urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,

dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap” (Q . S Alam N asyrah : 6-8)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini, dikarenakan orang-orang t idak menyadari bet apa dekat nya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”

(Thomas Alva Edison)

“K it a hanya hidup sekali, t et api jika kit a menjalaninya dengan benar, sekali berart i cukup”

(Joe E. L ewis)

(5)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

F inally, the journey ends… .bukan karena kuat atau

hebatku tapi karena doa, dukungan yang begitu besar

dari orang-orang di sekelilingku… ..

Aku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Allah SW T, atas berkah dan rahmatnya kepada ku

I bu dan B apak tercinta

terima kasih atas doa, bimbingan, dan kasih sayangnya

selama ini

K akak-kakakQ tersayang, M bak Okta, M as R azi

dan M bak Cicik

Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu membuatku tersenyum

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:

“ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE (Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi

Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk

memberikan yang terbaik. Namun, penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangannya, karena banyak kesulitan dan hambatan yang harus dilalui. Tetapi,

berkat adanya bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka

akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas

segala bimbingan dan bantuan kepada:

1. Allah SWT, Sang Pencipta yang telah memberikanku ridho-Nya

menyelesaikan skripsi ini dan mengantarkanku menjadi seorang Sarjana

Ekonomi. Alhamdulillah ya Allah.

2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

(7)

commit to user

vii

4. Agus Widodo, SE, M.Si., Ak., selaku pembimbing akademik sekaligus

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, perhatian, dan

kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan dari awal perkuliahan

hingga penulis menyusun hingga menyelesaikan skripsi ini.

5. Tim penguji comprehensive Dra. Evi Gantyowati, M.Si, Ak; Dr. Payamta,

M.Si, Ak dan Drs. Sri Hanggana, M.Si, Ak atas kemudahan dalam ujian.

6. Pak Timin atas bantuan dan kemudahan yang diberikan.

7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta

seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan,

dan pelayanan kepada penulis.

8. Ibu dan BapakQ tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, semangat,

perhatian, dan doa yang tak pernah ada putusnya.

9. Kakak-kakakQ (Mbak Okta, Maz Razi dan Mbak Cicik) yang selalu

menyemangati dan mendukung, serta memberiku keyakinan akan diriku.

10. Teman seperjuanganku Fransiska Dyan Irmayanti dan Isebel Sara Sade Adu,

tibalah kita di langkah terakhir kita.

11. Teman-teman kuliahku tersayang, tya, irma, adu, endu, dewi, ayus, dee, putri,

nia, cui dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu.

12. Penghuni kos “Sekartaji 4”, novita, retna, wulan, mb ciput, mei, lisa, anjar.

Kalian menjadi keluarga keduaQ di tanah rantau ini hhe..terima kasih atas

kasih sayang, perhatian, saran dan hiburannya selama ini.

(8)

commit to user

viii

13. Teman-teman MB UNS yang telah memberiku kenangan indah bermain di

Istora Senayan dalam ajang GPMB 2008, khususnya section pit instrumen,

novita, santi, mb nunun, mb mimin, mb aming, gadis, mita, mas dito, hanung

dan fadil, live is beautifull ^.^

14. Teman-teman HMJ-Ak 2009 yang memberiku pengalaman berorganisasi.

15. Anne, Umi, Peka atas masukan dan bantuannya dalam menyusun skripsi ini.

16. Seseorang yang pernah mengisi hari-hariku selama di rantau yang dulu selalu

mendukung dan menjadi penyemangatku.

17. Semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat

disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi

semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, 22 Maret 2011

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAKSI ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

(10)

commit to user

x

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Agency Theory ... 13

2. Corporate Governance ... 16

3. Kepemilikan Manajerial ... 24

4. Kepemilikan Institusional ... 26

5. Tipe Kepemilikan ………... 28

6. Voluntary Disclosure ... 29

B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary Disclosure ... 30

C. Kerangka Teoritis ... 34

D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Desain Penelitian ... 40

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

C. Data dan Metode Pengumpulan Data ... 42

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 42

E. Metode Analisis Data ... 48

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Deskriptif Data ... 53

1. Seleksi Sampel ... 53

2. Statistik Deskriptif ... 54

(11)

commit to user

xi

1. Uji Normalitas ... 61

2. Uji Multikolonieritas …... 62

3. Uji Autokorelasi ... 63

4. Uji Heteroskedastisitas ... 64

5. Analisa Hasil Regresi ... 67

BAB V. PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

C. Keterbatasan ... 84

D. Rekomendasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA …... 86

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

I.1. Hasil Penelitian-penelitian Terdahulu …... 8

III.1. Kategori Item Voluntary Disclosure ... 46

III.2. Nilai Durbin-Watson ... 52

IV.1. Hasil Seleksi Sampel Kriteria ... 53

IV.2. Statistik Deskriptif Variabel Dependen ... 54

IV.3. Statistik Deskriptif Variabel Independen ... 58

IV.4. Tipe Kepemilikan ... 59

IV.5. Hasil Uji Kolmogrov-Smirnoz ... 61

IV.6. Hasil Uji Multikolinieritas Model Pertama …………..… 62

IV.7. Hasil Uji Multikolonieritas Model Kedua ……….. 62

IV.8. Hasil Uji durbin-watson Model Pertama_ tanpa pembobotan ………. … 63

IV.9. Hasil Uji durbin-watson Model Kedua_pembobotan ... 64

IV.10. Hasil Uji Glesjer Model Pertama_tanpa pembobotan ... 66

IV.11. Hasil Uji Glesjer Model Kedua_pembobotan ... 67

IV.12. Hasil Regresi Berganda Model Pertama ………... 69

IV.13. Hasil Regresi Berganda Model Kedua …………... 77

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

II.1 Skema Konsep Penelitian ... 34

IV.1 Grafik Voluntary Disclosure ... 55

IV.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Pertama_

tanpa pembobotan ………... 65

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Item Voluntary Disclosure

Lampiran II Daftar Perusahaan Sampel

Lampiran III Statistik Deskriptif

Lampiran IV Uji Asumsi Klasik

Lampiran V Analisis regresi Berganda

(15)

commit to user

(16)

commit to user

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

ABSTRAKSI

SOFIA AGUSTINA

F 0307084

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variabel independen dari corporate governance terhadap luas voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Corporate

governance direpresentasikan oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit.

Pengukuran luas voluntary disclosure dalam penelitian ini menggunakan teknik scoring sesuai penelitian Achmad (2007) dengan menyesuaikan item-item tersebut dengan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002 dan Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-134/BL/2006 . Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Sampel tersebut dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling.

Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil pengujian regresi berganda menunjukkan bahwa corporate governance mempengaruhi luas voluntary

disclosure. Variabel independen (corporate governance) yang mempengaruhi luas voluntary disclosure yaitu ukuran dewan komisaris. Peran penting dalam

melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja perusahaan serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate governance yang baik, termasuk voluntary disclosure (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Variabel lain yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap luas voluntary

disclosure baik dalam model pertama tanpa pembobotan maupun model kedua

pembobotan.

(17)

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)

ABSTRACT

SOFIA AGUSTINA F 0307084

This research examines the influence of independent variables of corporate governance on voluntary disclosure of the listed manufacturing companies in Indonesian Stock Exchange at periode 2008. Corporate governance are identified as managerial ownership, institutional ownership, ownership type, board size and audit comitte size.

The extent of voluntary disclosure is measured using with the items identified on Achmad (2007) that is adjusted with Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002 and Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-134/BL/2006, and it is scored with disclosure score by Achmad (2007). Secondary data is used in this research. Under purposive sampling, 51 annual reports of manufacturing companies in Indonesian Stock Exchange in 2008 are selected.

In accordance with the purpose of the study, the result of multiple regression shows that corporate governance affects the extent of voluntary disclosure through the variable board size. Important role in implementing corporate governance is at the board of commissioners who serve as supervisors of activities and performance of firms as well as advisory directors in ensuring that companies implement good corporate governance, including voluntary disclosure (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Another variable is managerial ownership, institusional ownership, ownership type, and audit comitte size are not significant to extent of voluntary disclosure, neither unweighted models nor weighted models.

(18)

commit to user

 

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya

penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat diadakannya penelitian, serta

sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Penelitian ini akan menguji mengenai pengaruh corporate governance

terhadap luas voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur di Indonesia.

Corporate governance direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan

ukuran komite audit.

Untuk dapat lebih bersaing pada era persaingan global saat ini, perusahaan

dituntut untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi perusahaannya.

Pengungkapan informasi (disclosure) yang memadai diberikan oleh perusahaan

karena mempunyai kepentingan yaitu adanya harapan mengenai dampak yang

positif dari disclosure yang disampaikan (Amurwani, 2006). Disclosure ditujukan

untuk mengurangi asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik,

dalam hal ini pemegang saham, sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul

ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di

masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri

(19)

informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahan kepada

investor guna memaksimalisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan

dapat melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi tersebut. Informasi

yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi

pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela

(voluntary disclosure). Adanya ketentuan bahwa perusahaan harus menyampaikan

pengungkapan seluas-luasnya atas laporan keuangan telah mendorong

perusahaan-perusahaan untuk menyampaikan disclosure yang melampaui yang

disyaratkan oleh standar atau yang dikenal dengan voluntary disclosure (Sentosa,

2009).

Achmad (2007) menyatakan bahwa corporate governance dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti: manager relation; stakeholder relation; board

structures and practice; management compensation and capital structure.

Corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan

keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana

yang telah mereka investasikan mengingat mereka tidak berinteraksi secara

langsung pada kegiatan perusahaan.

Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (YPPMI) dan Sinergy

Communication (2002) dalam Cety (2010) menyatakan bahwa terdapat 2 hal yang

menjadi perhatian utama konsep corporate governance. Pertama, pentingnya hak

pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada

(20)

commit to user

 

(disclosure) secara akurat tepat pada waktunya dan transparan mengenai semua

hal yang berkaitan dengan performance perusahaan.

Penelitian empiris pada determinan yang mempengaruhi pengungkapan

sukarela bercabang dalam dua aliran utama, yaitu mendokumentasikan pengaruh

dari karakteristik perusahaan, seperti ukuran perusahaan, pencatatan di bursa

(listing), leverage, profit dan pertumbuhan (growth) dan melihat pengaruh

corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan

(dewan komisaris dan direksi) terhadap pengungkapan laporan keuangan

(Oktoviana, 2009). Penelitian ini cenderung pada aliran kedua yaitu bertujuan

untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure

pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Corporate governance

direpresentasikan dengan struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan

ukuran dewan direksi).

Variasi struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan tipe

kepemilikan sebagai representasi corporate governance diharapkan mampu

meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan dengan maksud mengurangi

asimetri informasi yang terjadi antara agen dan prinsipal. Dalam mengelola

perusahaan, manajemen harus transparan agar tidak terjadi konflik kepentingan

dengan para pemegang saham sebagai pemilik (Sentosa, 2009). Salah satu pilihan

mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang

saham dan manajer adalah kontrak insentif jangka panjang yaitu dengan

(21)

pemegang saham meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan

saham kepada manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial

(Jensen dan Meckling, 1976). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi

kepada para manajer agar mereka mampu meningkatkan nilai perusahaan atau

kemakmuran pemegang saham karena dengan begitu kemakmuran para manajer

itu sendiri juga akan meningkat. Kepemilikan manajerial merupakan perwujudan

dari prinsip transparansi dari corporate governance. Kepemilikan manajerial

memiliki hubungan negatif dengan luas voluntary disclosure (Eng dan Mak,

2003). Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan

meningkatkan monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa

manajemen tidak bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama

pemegang saham. Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah

ketika manajer lebih banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena

menurut Eng dan Mak (2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan

monitoring oleh outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure

yang lebih luas telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar

pengambilan keputusan.

Selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional juga merupakan

perwujudan dari prinsip corporate governanceKepemilikan institusional

merupakan kepemilikan saham oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank

serta institusi lain yang dapat mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap

kinerja perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan

(22)

commit to user

 

sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer (Djakman dan

Novita, 2008). Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong

perusahaan untuk memberikan kinerja yang lebih baik termasuk dalam hal

meningkatkan luas voluntary disclosure yang dilakukan.

Tipe struktur kepemilikan memainkan peran penting dalam aturan

corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan (Achmad, 2007).

Adanya struktur kepemilikan saham yang menyebar akan mengakibatkan semakin

dibutuhkannya tindakan pengawasan oleh shareholder karena masing-masing

shareholder mempunyai kepentingan tersendiri. Dalam hal ini, semua shareholder

memiliki kedudukan yang sama sehingga manajemen memiliki peran yang besar

dalam hubungan keagenan tersebut untuk memberikan informasi yang memadai

dengan tujuan meningkatkan transparansi bagi para pemegang saham. Ketika

perusahaan memiliki tipe kepemilikan terkonsentrasi, muncul konflik kepentingan

antara pemegang saham mayoritas (controlling shareholders) dengan pemegang

saham minoritas (minority shareholders). Controlling shareholders mempunyai

kekuasaan untuk turut campur dalam pengambilan keputusan manajemen untuk

kepentingan pribadi mereka, termasuk untuk menyembunyikan beberapa

informasi perusahaan dari pemegang saham minoritas, misalnya informasi

voluntary disclosure-nya, sehingga luas voluntary disclosure perusahaan menjadi

rendah.

Penelitian terdahulu oleh Eng dan Mak (2003) mengungkapkan bahwa

corporate governance berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Hasil

(23)

signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Penelitian tersebut sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Baek et. al (2009) yang mengungkapkan

bahwa struktur kepemilikan perusahaan yang direpresentasikan dengan

kepemilikan manajerial (managerial ownership) berpengaruh signifikan terhadap

luas voluntary disclosure dengan corporate governance dan firm size sebagai

variabel kontrol. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa corporate governance

perusahaan mampu meningkatkan luas voluntary disclosure yang dilakukan

perusahaan.

Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan

komisaris dan ukuran komite audit. Peran penting dalam melaksanakan corporate

governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas

aktifitas dan kinerja perusahaan serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan

bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance yang baik (Komite

Nasional Kebijakan Governance, 2006). Nasution dan Setiawan (2007)

menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris yang besar lebih efektif jika

dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil. Dengan adanya

pengawasan yang lebih efektif tersebut diharapkan perusahaan lebih transparan

dalam mengungkapkan informasi perusahaan, termasuk voluntary disclosure–nya.

Komponen lain yang mendukung terlaksananya corporate governance

yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan Keputusan Ketua

BAPEPAM Nomor: kep. 29/PM/2004, komite audit merupakan komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan

(24)

commit to user

 

kecurangan dalam pelaporan keuangan dan monitoring kinerja manajemen

termasuk disclosure. Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuen et. al (2009)

menemukan bahwa peran komite audit akan lebih efektif ketika anggota komite

audit berjumlah antara 3 – 6 orang. Hal ini berarti jumlah anggota komite audit

akan mempengaruhi efektivitas pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen

perusahaan, termasuk kinerja manajemen dalam mengungkapkan informasi

dengan harapan perusahaan dapat lebih transparan.

Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh signifikan kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan

komisaris dan ukuran komite audit terhadap disclosure antara lain ditunjukkan

oleh Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), Sembiring (2005), Achmad

(2007), Baek et. al (2009), Hailin dan Zezhen (2009), dan Khodadadi et. al

(2010).

Hasil yang bertolak belakang ditunjukkan oleh Hailin dan Zezhen (2009)

dan Nasir dan Abdullah (2004) untuk pengaruh variabel tipe struktur kepemilikan

dan kepemilikan manajerial terhadap luas voluntary disclosure. Hailin and Zezhen

(2009) menyebutkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara tipe struktur

kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Sedangkan Nasir dan Abdullah

(2004) mengungkapkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh

signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Hasil penelitian Nugrahadi (2009)

juga menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan

manajerial terhadap luas voluntary disclosure.

(25)

Tabel I.1

Hasil penelitian-penelitian terdahulu

No. Peneliti Variabel Mekanisme

Corporate Governance

Hasil Penelitian

1. Khodadadi

et. al (2010)

a.Persentase komisaris

independen

b.Dualitas kepemimpinan

c.Kepemilikan institusional

- Tidak terdapat hubungan

signifikan antara persentase independen BOD dan dualitas kepemimpinan terhadap luas

voluntary disclosure

- Terdapat hubungan signifikan

positif antara kepemilikan institusional dengan luas

voluntary disclosure

2. Baek et. al

(2009)

Kepemilikan manajerial - Terdapat hubungan negatif

signifikan antara kepemilikan

manajerial dengan luas voluntary

disclosure, dengan mekanisme

corporate governance lainnya

sebagai variabel kontrol.

3. Hailin and

Zezhen (2009) a. Konsentrasi kepemilikan b. Kepemilikan institusional

c. Dualitas kepemimpinan

d. Proporsi Komisaris

Independen

- Kepemilikan institusional

berpengaruh signifikan terhadap

luas voluntary disclosure

- Konsentrasi kepemilikan dan

variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap

luas voluntary disclosure

4. Yuan et. al

(2009)

a. Konsentrasi

kepemilikan

b. State owned

c. Individual ownership

d. Independen non

executive directors

e. Dualitas kepemilikan

Komite audit

Independen non executive directors

dan state owned berpengaruh

terhadap voluntary disclosure.

Variabel lain tidak berpengaruh.

5. Chobpichien

(2008)

a.Quality of board

b.Ownership structure

sebagai variabel moderator

Quality of board dan ownership

structure berpengaruh signifikan

terhadap luas voluntary disclosure

6. Nugrahadi

(2008)

a. Komposisi dewan

komisaris independen

b. Kepemilikan manajerial

c. Kepemilikan

blockholder

Tidak terdapat pengaruh signifikan antara komposisi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan blockholder dengan

(26)

commit to user

 

Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

penelitian empiris mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran

7. Achmad

(2007)

a. Struktur kepemilikan (terkonsentrasi/menyebar)

b. Identitas kepemilikan

(keluarga/non keluarga)

c. Kaitan pemilik dengan

BOD/BOC

d. Family business

affiliation

- Terdapat hubungan negatif

signifikan antara struktur kepemilikan dengan luas

voluntary disclosure

- Identitas kepemilikan, kaitan

pemilik dengan BOD/BOC dan

family business affiliation

berpengaruh signifikan dengan

luas voluntary disclosure

8. Sembiring (2005)

Ukuran dewan komisaris,

size, profitabilitas, profil

perusahaan dan leverage.

Ukuran dewan komisaris, size, dan

profil perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

9. Nasir and

Abdullah (2004)

a. Komisaris Independen

b. Komite Audit

Independen

c. Outsiders Blockholder

d. Kepemilikan Manajerial

Non-executive director

- Komisaris independen

berpengaruh signifikan terhadap

luas voluntary disclosure

- Komite audit independen,

kepemilikan manajerial dan

non-executive director tidak

berpengaruh signifikan terhadap

luas voluntary disclosure

- Outside blockholder berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

luas voluntary disclosure

10. Eng and

Mak (2003)

a. Kepemilikan manajerial

b. Blockholder ownership

c. Kepemilikan pemerintah

Persentase komisaris Independen

- Kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif signifikan

terhadap luas voluntary

disclosure

- kepemilikan pemerintah dan

ukuran komisaris independen berpengaruh positif signifikan

terhadap luas voluntary

disclosure

- Blockholder ownership tidak

berpengaruh terhadap luas

(27)

komite audit terhadap luas voluntary disclosure masih menunjukkan hasil yang

menimbulkan perdebatan serta belum dapat digeneralisasi. Dalam kaitan ini,

peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai “Analisis Pengaruh Corporate

Governance terhadap Luas Voluntary Disclosure (Studi Empiris pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”.

B. Perumusan Masalah

Mengacu pada penelitian terdahulu, maka permasalahan yang ingin dikaji

dalam penelitian ini adalah apakah corporate governance yang direpresentasikan

dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur

kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit berpengaruh

terhadap luas voluntary disclosure?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance

yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,

tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit

(28)

commit to user

 

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti:

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi

perusahaan agar memaksimalkan kinerjanya dengan menerapkan prinsip

corporate governance agar dapat memberikan pengungkapan informasi

dalam laporan tahunan yang berkualitas baik dengan harapan perusahaan

di Indonesia semakin transparan dalam mengungkapkan informasi tentang

perusahaan terutama dalam hal voluntary disclosure, sehingga dapat

memberikan informasi yang lengkap dan penting seperti yang dibutuhkan

oleh user.

2. Bagi akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi

atau acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai permasalahan ini serta memberikan analisis mengenai ada atau

tidaknya pengaruh corporate governance (dengan representasi

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur

kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit) terhadap

(29)

E. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur terkait

dengan topik penelitian; kaitan variabel independen dengan

variabel dependen; kerangka pemikiran; pengembangan hipotesis.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan

teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data;

variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data

yang terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan

pengujian hipotesis.

Bab IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis

dan pembahasan hasil analisis.

Bab V : Penutup

Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti

berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai keterbatasan

penelitian dan memberikan saran bagi pihak yang terkait, serta

(30)

commit to user

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan uraian mengenai tinjauan pustaka dan kaitan corporate

governance dengan voluntary disclosure, kerangka pemikiran, serta

pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini menerangkan literatur yang mendasari komponen

maupun variabel penelitian.

1. Agency Theory

Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota

dalam perusahaan, dimana principal dan agent sebagai pelaku utama (Arifin,

2005). Principal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agent untuk

bertindak atas nama principal, sedangkan agent merupakan pihak yang diberi

amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan. Agent berkewajiban untuk

mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh principal

kepadanya. Adanya pemisahan pemilik dan manajemen ini, dalam literatur

akuntansi disebut dengan agency theory (Arifin, 2005).

Istanti (2009) mengungkapkan bahwa dalam agency theory, information

gap terjadi pada berbagai perusahaan dikarenakan pihak manajer setiap hari

berinteraksi langsung dengan kegiatan perusahaan, sehingga pihak manajer sangat

(31)

mengetahui kondisi dalam perusahaan dan mereka mempunyai informasi yang

sangat lengkap mengenai perusahaan yang dikelolanya, sedangkan informasi

tersebut tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan hanya

mengandalkan laporan yang diberikan oleh pihak manajemen karena pemilik

perusahaan tidak berinteraksi secara langsung pada kegiatan perusahaan. Dalam

hal ini timbul asymmetric information karena manajer mempunyai informasi yang

tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan.

Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asymmetric information)

ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan

prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan

agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasahalan tersebut:

1. Moral hazard yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak

melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja

2. Adverse selection yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat

mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar

didasarkan atas informasi yang telah diperoleh, atau terjadi sebagai

sebuah kelalaian.

Lebih lanjut, dalam agency theory, baik prinsipal maupun agen, keduanya

mempunyai bargaining position. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak

akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan

operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja

perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang

(32)

commit to user

 

jangka panjang, dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan

tersebut tetap menjadi wewenang dari prinsipal selaku pemilik perusahaan (Arifin,

2005). Adanya perbedaan kepentingan dan akses terhadap informasi tersebut

memungkinkan manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan yang kurang

bermanfaat bagi perusahaan dan hanya menguntungkan diri sendiri, yang dapat

menimbulkan agency problem dimana salah satu penyebabnya adalah asymmetric

information.

Agency problem di atas menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang

menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :

a. The monitoring expenditures by the principle, biaya monitoring

dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga

usaha untuk mengendalikan perilaku agen melalui budget restriction dan

compensation policies.

b. The bonding expenditures by the agent, the bonding cost dikeluarkan oleh

agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan

tertentu yang akan merugikan prinsipal dan akan diberi kompensasi jika

ia tidak mengambil banyak tindakan.

c. The residual loss, yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan

(wealth) prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship.

Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat serta perlu

diterapkannya corporate governance agar tidak lagi terdapat informasi asimetri

(33)

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori

keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan

kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah

mereka investasikan. Konflik akan terjadi ketika agen yang sudah dipercaya

pemilik untuk mengelola hartanya, tidak menjalankan tugasnya sesuai kontrak

kerja, yaitu untuk memakmurkan atau mengoptimalkan keuntungan pemilik,

namun justru agen tersebut mencari kemakmuran dan keuntungan sendiri, dan

kadang tidak mau ambil risiko demi kemakmuran pemilik. Corporate governance

berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan

keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan

atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan

berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan

dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny,

1997 dalam Ujiyantho, 2009). Dengan kata lain, corporate governance

diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan

(agency cost).

2. Corporate Governance

Definisi mengenai corporate governance saat ini sangatlah beraneka

ragam. Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 1) mendefinisikan

corporate governance sebagai:

(34)

commit to user

 

kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.”

Definisi lain diungkapkan oleh The Indonesian Institute for Corporate

Governance (2000) yang melihat corporate governance sebagai proses dan

struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama

meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain. Menurut Surat Keputusan

Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.

23/M PM/BUMN/2000, corporate governance adalah prinsip korporasi yang sehat

yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan

semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan

tujuan perusahaan.

Dari beberapa definisi mengenai corporate governance, dapat disimpulkan

bahwa corporate governance merupakan suatu sistem (struktur dan mekanisme)

yang baik untuk mengendalikan dan mengelola suatu perusahaan dengan tujuan

untuk meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak

yang berkepentingan dengan perusahaan seperti kreditur, pemasok, asosiasi

bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas.

Menurut Ho dan Wong (2001), corporate governance dipandang sebagai

cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggungjawab masing-masing

kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana transparansi merupakan

indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi.

Corporate governance diperkenalkan untuk mengontrol masalah keagenan

(35)

pemegang saham. Selain itu, pengaruh dari corporate governance terhadap

pengungkapan informasi sosial perusahaan dapat bersifat sebagai tambahan atau

pengganti (Ho dan Wong, 2001).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), corporate

governance memiliki asas-asas yang harus diterapkan pada setiap aspek bisnis dan

di semua jajaran perusahaan yakni:

1. Transparansi (transparency). Transparansi yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan

dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku

kepentingan.

2. Akuntabilitas (accountability). Perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai

dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

3. Responsibilitas (responsibility). Perusahaan harus mematuhi peraturan

perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap

masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan

usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good

(36)

commit to user

 

4. Independensi (independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas

tata kelola perusahaan yang baik, perusahaan harus dikelola secara

independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling

mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain

5. Kesetaraan dan kewajaran (fairness). Perusahaan harus memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain

berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Fairness juga mencakup

adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan

peraturan untuk melindungi hak-hak investor, khususnya pemegang

saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan (Mintara, 2008)

Dalam mekanisme corporate governance, sebuah perusahaan harus

memiliki rapat umum pemegang saham (RUPS), dewan komisaris, direksi dan

komite audit yang masing-masing telah memliki tugas, fungsi, dan wewenang

sebagaimana diatur dalam Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun

2006.

RUPS

RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham

untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam

dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan

peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus

didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan

atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi

(37)

RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan

undang-undang, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota

dewan komisaris dan atau direksi.

Dewan Komisaris

Komisaris dibentuk sebagai organ perseroan yang bertugas melakukan

tugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan dan

memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan

Perseroan. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam

mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan

komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama

sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris.

Fungsi dari dewan komisaris menurut Komite Nasional Kebijakan Governance

(2006) adalah berikut :

a. Melakukan pemberhentian dewan direksi secara sementara jika

diperlukan.

b. Menggantikan fungsi dewan direksi untuk sementara dalam situasi

yang tidak biasa.

c. Dewan komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan

laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan

perusahaan oleh direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan

pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS.

d. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris dapat membentuk

(38)

commit to user

 

Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada

dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktivitas dan kinerja bank

serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan

melaksanakan corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan

Governance, 2006). Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance

yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya

akuntabilitas (FCGI, 2001). Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu

mekanisme pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan

pada pengelola perusahaan.

Menurut Herwidayatmo (2000), Indonesia menganut two tier boards

system, artinya bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi

eksekutif yaitu dewan direksi dan fungsi pengendalian yaitu dewan komisaris.

Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent (non-executive)

directors pada single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan

komisaris pada two tier board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang

ada pada perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris.

Jumlah anggota dewan komisaris yang optimum akan lebih efektif

daripada jumlah yang kecil (Dalton et al, 1999). Hasil penelitian Abeysekera

(2008) menyatakan bahwa corporate governance yang direpresentasikan dengan

ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap intellectual capital disclosure.

(39)

antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap kualitas informasi yang

disampaikan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan voluntary risk.

Dewan Direksi

Direksi merupakan organ perseroan yang menjalankan tugas

melaksanakan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagai amanat dari

pemegang saham yang ditetapkan dalam RUPS. Sebagai pemegang amanat dari

pemegang saham, direksi harus bertanggungjawab penuh atas pengurusan

Perseroan. Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), fungsi

dewan direksi adalah sebagai berikut :

a. Berkaitan dengan kepengurusan, seperti menyusun visi dan misi

perusahaan, mengendalikan sumber daya, memperhatikan kepentingan

yang wajar pada pemangku kepentingan, dsb.

b. Berkaitan dengan manajemen risiko, seperti melaksanakan

manajemen risiko yang ditetapkan perusahaan, melaksanakan

pengambilan keputusan dengan hati-hati dan seksama, dsb.

c. Berkaitan dengan pengendalian internal, seperti menyusun dan

melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal.

d. Berkaitan dengan komunikasi, seperti memastikan kelancaran

komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan

memberdayakan fungsi sekretaris perusahaan, dan menjamin

kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dilakukan oleh

(40)

commit to user

 

e. Berkaitan dengan tanggung jawab sosial, seperti memastikan

dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan, dan mempunyai

perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan.

Komite Audit

Komponen penting lain yang mendukung terlaksananya corporate

governance yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan

Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: kep. 29/PM/2004, komite audit adalah

komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan

dan pengelolaan perusahaan.

Komite audit dibentuk oleh komisaris dan bertanggungjawab kepada

komisaris. Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), komite

audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:

a. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum,

b. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,

c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan

standar audit yang berlaku,

d. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

Adapun tugas komite audit adalah memberikan pendapat profesional yang

independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang

(41)

(2008) komite audit merupakan mekanisme untuk memastikan tidak ada tindakan

manajemen yang merugikan stakeholder.

Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang

anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan yang

sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya

merupakan pihak ekstern yang independen. Syarat untuk menjadi anggota komite

audit adalah independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi

dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama

(Herwidayatmo, 2000). Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuan et. al (2009)

menemukan bahwa peran komite audit akan lebih efektif ketika jumlah anggota

komite audit kecil antara 3 – 6 anggota.

3. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase saham yang

dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan

perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi (Midiastuty & Machfoedz, 2003).

Walsh dan Seward (1990) dalam Arifin (2005) menyatakan bahwa

terdapat 2 mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaan kepentingan

antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan corporate

governance, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2)

mekanisme pengendalian eksternal berdasarkan pasar.

Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang

(42)

commit to user

 

bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko yang

disetujui oleh prinsipal dan agen (Arifin, 2005). Salah satu pilihan mekanisme

pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang saham dan

manajer adalah kontrak insentif jangka panjang yaitu dengan memberikan insentif

pada manajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran pemegang saham

meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan saham kepada

manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Pemberian kepemilikan saham kepada

manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial bertujuan untuk

memberikan motivasi kepada para manajer agar mereka mampu meningkatkan

nilai perusahaan atau kemakmuran pemegang saham karena dengan begitu

kemakmuran para manajer itu sendiri juga akan meningkat.

Dalam perusahaan, pihak manajemen dapat memiliki peran ganda yaitu

peran sebagai pengelola perusahaan sekaligus sebagai pemegang saham.

Kepemilikan manajerial atau disebut juga insider ownership adalah situasi dimana

manajer memiliki saham perusahaan, sehingga memiliki peran ganda tersebut.

Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan meningkatkan

monitoringterhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa manajemen tidak

bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama pemegang saham.

Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah ketika manajer lebih

banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena menurut Eng dan Maak

(2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan monitoring oleh

(43)

telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar pengambilan

keputusan.

4. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh

pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain seperti

pemerintah, perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan

lembaga dan perusahaan lain. Menurut Sentosa (2009), dengan kepemilikan

institusi di luar perusahaan dalam jumlah yang signifikan akan menyebabkan

pihak luar perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan

yang dilakukan oleh manajemen. Bagi manajemen, pengawasan oleh pihak luar

mendorong mereka untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik, dan melakukan

pengelolaan secara transparan. Dengan adanya dorongan tersebut, diharapkan

perusahaan akan meningkatkan luas voluntary disclosure dengan tujuan adanya

pengelolaan secara transaparan.

Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang

memonitor perusahaan (Djakman dan Novita, 2008). Contoh kontrol yang dapat

diberikan adalah memberikan arahan dan masukan kepada manajemen ketika

manajemen tidak melakukan aktivitas positif seperti pengungkapan sukarela untuk

mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan karena

akan berdampak positif bagi keberlanjutan perusahaan di masa mendatang.

Kepemilikan institusional dapat memberikan monitoring terhadap manajemen

(44)

commit to user

 

sosial perusahaan kepada lingkungan sekitar. Dengan demikian luas voluntary

disclosure (termasuk di dalamnya pengungkapan tanggung jawab sosial)

perusahaan dapat dipengaruhi oleh tingkat kepemilikan institusional.

Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha

pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat

menghalangi perilaku opportunistic manajer (Djakman dan Novita, 2008). Hal ini

berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk

melakukan voluntary disclosure seperti pengungkapan tanggung jawab sosial.

Penelitian Trabelsi et al (2005) dan Ajinkya et al (2005) dalam Waryanto

(2010) menemukan bahwa kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas

dan kuantitas pengungkapan sukarela. Summa dan Ben Ali (2006) dalam

Waryanto (2010) menyebutkan bahwa investor institusional memiliki power and

experience untuk bertanggung jawab dalam menerapkan prinsip corporate

governance untuk melindungi hak dan kepentingan seluruh pemegang saham

sehingga mereka menuntut perusahaan untuk melakukan komunikasi secara

transparan. Hal tersebut berarti dengan kepemilikan institusional yang besar dapat

mendorong untuk meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179/KMK.010/2003

tentang kepemilikan saham dan permodalan perusahaan efek, benchmark

kepemilikan institusional paling rendah sekitar 25,000% saham dari saham

(45)

5. Tipe Kepemilikan

Tipe struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan

pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah

satu karakteristik tipe struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang

terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan: kepemilikan terkonsentrasi, dan

kepemilikan menyebar (Nuryaman, 2008). Kepemilikan saham dikatakan

terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu

atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang

relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham dikatakan

menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik,

tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan

lainnya (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2009).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam struktur kepemilikan,

antara lain: (1) Kepemilikan sebagian kecil saham perusahaan oleh manajemen

mempengaruhi kecenderungan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham

dibanding sekedar mencapai tujuan perusahaan semata; (2) Kepemilikan yang

terkonsentrasi memberi insentif kepada pemegang saham mayoritas untuk

berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan; dan (3) Identitas pemilik

menentukan prioritas tujuan sosial perusahaan, misalnya perusahaan milik

pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan

(46)

commit to user

 

6. Voluntary Disclosure

Suwardjono (2005) menyatakan terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu:

pengungkapan yang bersifat wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan

yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan

pengungkapan minimun yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku

(Suwardjono, 2005). Sedangkan voluntary disclosure merupakan jenis informasi

yang secara sukarela diungkapkan di dalam laporan keuangan yang bertujuan

untuk menambah kegunaan informasi mengenai kekayaan dan hasil operasi suatu

perusahaan kepada para pemakai laporan keuangannya (Arifin, 2005). Salah satu

cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela

secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis

manajemen. Informasi yang bersifat voluntary disclosure ini berperan untuk

melengkapi informasi yang bersifat mandatory disclosure yang diharapkan dapat

meningkatkan kegunaan informasi dalam laporan keuangan (Arifin, 2005).

Voluntary disclosure merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan

untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang

relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut (Almilia,

2007). Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia, hal

semacam ini dimungkinkan.

Selain itu, Arifin (2005) menyatakan pelaporan keuangan merupakan salah

satu mekanisme pengendalian yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat

menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen. Melalui laporan keuangan yang

(47)

sekaligus dapat mengawasi kinerja manajer untuk mengetahui sejauh mana

menajer telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik. Selain itu

pemilik dapat memberikan kompensasi kepada manajer berdasarkan laporan

keuangan. Laporan keuangan yang dibuat dengan berdasarkan angka akuntansi

diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara berbagai pihak

yang berkepentingan dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary Disclosure

Corporate governance merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan

pengungkapan (Ettredge et al, 2010). Penerapan corporate governance memiliki

pengaruh terhadap luas pengungkapan informasi perusahaan (Ho dan Wong,

2001). Khomsiyah (2003) menemukan bukti bahwa semakin baik implementasi

corporate governance, maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan

oleh perusahaan dalam laporan tahunan, termasuk voluntary disclosure.

Penelitian empiris pada determinan yang mempengaruhi pengungkapan

sukarela bercabang dalam dua aliran utama, yaitu mendokumentasikan pengaruh

dari karakteristik perusahaan, seperti ukuran perusahaan, pencatatan di bursa

(listing), leverage, profit dan pertumbuhan (growth) dan melihat pengaruh

corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan

(komisaris dan direksi) terhadap pengungkapan laporan keuangan (Oktoviana,

2009). Penelitian ini cenderung pada aliran kedua yaitu menguji pengaruh

corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan

(48)

commit to user

 

Dalam mengelola perusahaan, manajemen harus transparan agar tidak

terjadi konflik kepentingan dengan para pemegang saham sebagai pemilik

(Sentosa, 2009). Variasi struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, dan tipe kepemilikan sebagai representasi corporate governance

diharapkan mampu meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan dengan

maksud mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara agen dan prinsipal.

Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan meningkatkan

monitoringterhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa manajemen tidak

bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama pemegang saham.

Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah ketika manajer lebih

banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena menurut Eng dan Maak

(2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan monitoring oleh

outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure yang lebih luas

telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar pengambilan

keputusan. Hasil penelitian Eng dan Mak (2003) juga mengungkapkan bahwa

kepemilikan manajerial berhubungan negatif signifikan terhadap luas voluntary

disclosure.

Selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional juga merupakan

perwujudan dari corporate governance. Djakman dan Novita (2008)

mengungkapkan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan

menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor

institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Hal ini

(49)

memberikan kinerja yang lebih baik termasuk dalam hal meningkatkan luas

voluntary disclosure yang dilakukan.

Tipe struktur kepemilikan memainkan peran penting dalam aturan

corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan (Achmad, 2007).

Adanya struktur kepemilikan saham yang menyebar akan mengakibatkan semakin

dibutuhkannya tindakan pengawasan oleh shareholder karena setiap shareholder

mempunyai kepentingan tersendiri. Dalam hal ini, semua shareholder memiliki

kedudukan yang sama sehingga manajemen memiliki peran yang besar dalam

hubungan keagenan tersebut untuk memberikan informasi yang memadai dengan

tujuan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemegang saham dengan

kepemilikan menyebar yang membutuhkan informasi yang berbeda-beda.

Ketika perusahaan memiliki tipe kepemilikan terkonsentrasi, muncul

konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas (controlling shareholders)

dengan pemegang saham minoritas (minority shareholders). Pemegang saham

mayoritas (controlling shareholders) mempunyai kekuasaan untuk turut campur

dalam pengambilan keputusan manajemen untuk kepentingan pribadi mereka,

termasuk untuk menyembunyikan beberapa informasi perusahaan dari pemegang

saham minoritas, misalnya informasi voluntary disclosure-nya, sehingga luas

voluntary disclosure perusahaan menjadi rendah.

Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada

dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja bank serta

sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

(50)

commit to user

 

Jumlah anggota dewan komisaris sangat mempengaruhi aktivitas pengendalian

dan pengawasan. Jumlah anggota dewan komisaris yang optimum akan lebih

efektif daripada jumlah yang kecil (Dalton et al, 1999). Hasil penelitian

Abeysekera (2008) menyatakan bahwa corporate governance yang

direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap

intellectual capital disclosure. Jumlah dewan komisaris yang besar diharapkan

memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap

kualitas informasi yang disampaikan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan

voluntary risk.

Menurut FCGI (2001), komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga

anggota. Salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen yang

sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak

eksternal yang independen. Syarat untuk menjadi anggota komite audit adalah

independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan

perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama (Herwidayatmo,

2000). Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuen et.al (2009) menemukan bahwa

peran komite audit akan lebih efektif ketika anggota komite audit berjumlah

antara 3 – 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran anggota komite audit akan

berpengaruh pada pengawasan terhadap manajemen, termasuk dalam hal

(51)

C. Kerangka Teoritis

Model penelitian ini hanya terdiri dari satu arah yaitu untuk menjelaskan

pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan

komisaris, dan ukuran komite audit.

Kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel dapat dilihat

dalam gambar di bawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar II.1 Skema konsep penelitian

D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Untuk membangun hipotesis, penulis menggunakan beberapa acuan dari

penelitian terdahulu yang akan dijelaskan dalam bagian ini.

1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap luas voluntary disclosure.

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa salah satu pilihan

mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang

H2 +

H5 +

H4 +

H3 -

H1 -

1. Kepemilikan Manajerial (x1)

2. Kepemilikan Institusional (x2 )

3. Tipe Struktur Kepemilikan (x3 )

4. Ukuran Dewan Komisaris

(x4 )

5. Ukuran Komite Audit (x5 )

Voluntary

(52)

commit to user

 

saham dan manajer adalah kontrak insentif jangka panjang, yaitu dengan

memberikan insentif pada manajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran

pemegang saham meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan

saham kepada manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial.

Kepemilikan manajerial memiliki hubungan negatif dengan luas voluntary

disclosure. Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan

meningkatkan monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa

manajemen tidak bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama

pemegang saham. Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah

ketika manajer lebih banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena

menurut Eng dan Mak (2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan

monitoring oleh outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure

yang lebih luas telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar

pengambilan keputusan.

Baek et. al (2010) menemukan pengaruh negatif signifikan antara

kepemilikan manajerial dengan luas voluntary disclosure. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketika kepemilikan manajerial meningkat akan

menyebabkan agency cost menurun, sehingga luas voluntary disclosure juga

menurun. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H1= kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap dengan luas voluntary

(53)

2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap luas voluntary disclosure.

Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha

pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat

menghalangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri manajer

(Djakman dan Novita, 2008). Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat

menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab

sosial.

Summa dan Ben Ali (2006) dalam Waryanto (2010 menyebutkan bahwa

investor institusional memiliki power and experience untuk bertanggung jawab

dalam menerapkan prinsip corporate governance untuk melindungi hak dan

kepentingan seluruh pemegang saham sehingga mereka menuntut perusahaan

untuk melakukan komunikasi secara transparan. Hal tersebut berarti dengan

kepemilikan institusional yang besar dapat mendorong untuk meningkatkan luas

voluntary disclosure perusahaan.

Khodadadi et al (2010) menemukan bahwa kepemilikan institusional

berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure dimana apabila persentase

kepemilikan institusional bert

Gambar

Tabel
Gambar Halaman
Tabel I.1 Hasil penelitian-penelitian terdahulu
Tabel III.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalimat deklaratif SPOK memiliki perbedaan yang sangat signifikan antara penutur semester delapan, semester enam, semester empat, dan semester dua, sedangkan kalimat

1. Didapatkan hasil perhitungan dari perencanaan sistem hidrolik adalah dengan daya motor sebesar 0,56 kW, kapasitas pompa sebesar 18,85 lpm atau 13,76 cc/rev, dan tekanan

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang seleksi

Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

Untuk mengetahui jumlah cluster yang terbaik pada pengelompokkan data tingkat banjir limpasan menggunakan Fuzzy C-Means..

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka,

Menurut FAO/WHO Codex Alimentarius, bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai semua bahan yang biasanya tidak dikonsumsi sebagai bahan makanan

Pada matakuliah ini mahasiswa akan mempelajari pembuatan spesifikasi tabel dan basis data, menyusun deskripsi basis data secara detail, dan pengembangan basis data untuk