• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Gizi Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Gizi Pada Remaja"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTEK GIZI

PADA REMAJA

ESI EMILIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

(3)

ABSTRACT

ESI EMILIA. Development of Measurement on Nutrition Knowledge, Attitude and Practice for Adolescent. Under direction of HIDAYAT SYARIEF, PANG S. ASNGARI, SITI MADANIJAH and DRAJAT MARTIANTO

The purpose of the research is to develop a measurement and to analyze of nutrition knowledge, attitude and practice for adolescent. The research consists of five steps; 1) identification of nutrition concept based on literature study and discussion with the expert. The nutrition concept consists of basic concept of nutrition, the interaction between nutrient and diseases, good foods, reproduction health and life style; 2) to develop concept of nutrition knowledge, attitude and practices for adolescent; 3) all of the topics spread out on the small item that all the subjects have been previously discussed with the expert. The measurement result of nutrition knowledge, attitude and practice developed for adolescence consisted of 261 items. It was lessen to 123 items after being discussed with the nutritionist that nutrition concepts used balanced diet 4) conducted a try out on 242 adolescence. The try out was conducted in the city of Bogor and the district to females and males age 15-19, scholar or not. The result of the try out was analyzed statistically which consisted of the difficulty level, internal validity, internal and test-retest reliability. From 123 items tested it was reducing to 55 with validity >0.3, internal reliability value 0.83, 0.72, 0.75 and the test-retest value was also well above the minimum requirement of 0.7 (0.82, 0.81dan 0.78) with medium difficulty level; and 5) the final evaluation with the expert produced 60 items. The second research conducted 472 adolescence in the city of Bogor and the district to females and males age 15-19, scholas or not. The mean of nutrition knowledge and practical level are moderate and nutrition attitude in a good condition. Finding showing a very significant relathionship between nutrition knowledge, attitude and practice for adolescent

(4)

RINGKASAN

ESI EMILIA. Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF, PANG S. ASNGARI, SITI MADANIJAH dan DRAJAT MARTIANTO.

Untuk menilai pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja diperlukan suatu alat ukur. Konsistensi pengukuran dan akurasi data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian tergantung pada alat ukur (instrumen/kuesioner) yang digunakan. Suatu alat ukur yang standar harus memenuhi kriteria psikometrik yaitu validitas dan reliabilitas. Sampai saat ini, di Indonesia belum ada kajian ilmiah yang membahas alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang memenuhi standar. Alat ukur yang digunakan untuk pengetahuan, sikap dan praktek gizi seadanya dan hanya terbatas digunakan untuk kalangan tertentu. Selain itu, alat ukur yang digunakan untuk kelompok sasaran yang sama bisa berbeda-beda dan sebaliknya alat ukur yang digunakan pada kelompok sasaran yang berbeda menggunakan alat ukur yang sama. Analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja diperlukan sebagai dasar untuk melakukan upaya peningkatan perilaku gizi remaja. Tujuan penelitian ini adalah (1) merumuskan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang standar dan (2) menganalisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.

Penelitian ini terdiri dari dua, penelitian pertama tentang pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja serta penelitian kedua tentang analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Penelitian pertama terdiri dari lima tahapan kegiatan yaitu : (1) identifikasi konsep pengetahuan, sikap dan praktek gizi, (2) perumusan kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi, (3) pengembangan item pertanyaan untuk kuesioner yang terstruktur; (4) uji coba kesahihan dan keterandalan dan (5) evaluasi akhir alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi. Penelitian kedua merupakan penelitian survey dengan disain penelitian cross sectional study.

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purpossive), yaitu Kota dan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi berdasarkan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat yang beragam sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Penelitian pertama dilaksanakan pada dua kelurahan atau desa dari dua kecamatan yang ada di Kota dan di Kabupaten Bogor, sedangkan penelitian kedua dilaksanakan pada tiga kelurahan atau desa dari tiga kecamatan yang ada di Kota dan di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data selama setahun, mulai bulan Juni 2006 sampai Juni 2007.

Contoh dalam penelitian ini adalah remaja perempuan dan laki-laki yang berada di Kota dan Kabupaten Bogor. Minimal contoh untuk penelitian pertama dengan populasi yang heterogen adalah 200 orang (Azwar 2006). Dalam penelitian ini, jumlah contoh pada uji coba sebanyak 242 orang. Pada penelitian kedua, minimal contoh yang diambil berdasarkan proporsi remaja yang ada di Kota dan Kabupaten Bogor sebanyak 358 orang (Cochran, 1991). Contoh dalam penelitian ini sebanyak 472 orang remaja.

(5)

praktek gizi dilakukan dengan analisis data: (1) tingkat kesukaran item; (2) validitas internal (Internal Validity); (3) reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability) dan (4) test-retest (Test Retest Reliability).

Analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi remaja dilakukan secara deskriptif. Pengkategorian setiap peubah yang diteliti umumnya dilakukan dengan menggunakan angka rata-rata dan standar deviasi, atau menggunakan patokan normatif seperti dalam pengkategorian besar keluarga dan pendapatan perkapita perbulan. Untuk membandingkan peubah-peubah seperti pengetahuan, sikap dan praktek gizi contoh sekolah dan putus sekolah di kelompok kota dan desa, dilakukan uji Anova sesuai dengan jenis datanya. Analisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktek gizi digunakan uji Korelasi Pearson.

Hasil identifikasi konsep berdasarkan studi literatur dan diskusi dengan pakar gizi adalah konsep dasar gizi, hubungan gizi dan penyakit, pemilihan makanan, gizi ibu hamil dan menyusui serta kebiasaan makan dan gaya hidup. Konsep yang dihasilkan dari diskusi pakar dikembangkan dalam bentuk kisi-kisi, kemudian didiskusikan lagi dengan pakar. Diskusi dengan pakar menghasilkan kisi-kisi sebagai berikut : konsep dasar gizi dengan indikator jenis, sumber dan fungsi zat gizi. Hubungan gizi dan penyakit dengan indikator implikasi kekurangan atau kelebihan makanan terhadap kesehatan remaja. Pemilihan makanan dengan indikator pemilihan makanan yang sehat dan aman. Gizi dan kesehatan reproduksi yang terdiri dari perkembangan fisik, kematangan seksual pada masa growth spurt dan gizi ibu hamil dan menyusui serta kebiasaan makan dan gaya hidup remaja dengan indikator mengurangi frekuensi makan, mengkonsumsi makanan ringan diantara waktu makan, mengkonsumsi makanan siap saji, rendahnya konsumsi serat dan kalsium serta kebiasaan merokok. Berdasarkan masukan dari pakar bahwa masa remaja merupakan masa pertumbuhan cepat (growth spurt) terutama pada organ reproduksi, maka konsep gizi ibu hamil dan menyusui diganti dengan gizi dan kesehatan reproduksi.

Kisi-kisi dijabarkan kedalam item-item. Pengembangan item kuesioner dari setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi menghasilkan 261 item (item pool) yang terdiri atas 124 item tentang pengetahuan gizi, 111 item sikap terhadap gizi dan 26 item praktek gizi. Hasil pengembangan item ini didiskusikan dengan delapan orang pakar yang terdiri atas pakar gizi (Human Nutrition and Comunity Nutrition), pakar pendidikan gizi, pakar penyuluhan serta pakar pendidikan dan komunikasi.

Hasil diskusi dengan pakar menemukan bahwa banyak item yang berulang dan memiliki makna ganda. Berdasarkan diskusi ini maka disepakati bahwa kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi diganti. Kisi-kisi-kisi yang terdiri dari konsep, indikator, sub indikator, jumlah item dan variabel berubah menjadi konsep, dimensi, sub dimensi, indikator, jumlah item dan variabel. Konsep pengetahuan, sikap dan praktek gizi setelah diskusi dengan pakar adalah konsep gizi seimbang dengan dua dimensi yaitu pola makan sehat, seimbang dan pola hidup sehat. Pola makan sehat dan seimbang dijabarkan menjadi tiga sub dimensi, 15 indikator sedangkan pola hidup sehat terdiri atas tiga sub dimensi dengan lima indikator.

(6)

dipilih salah satu item yang tepat menggambarkan indikator, sedangkan lainnya dibuang. Item-item yang kurang jelas diperbaiki sesuai petunjuk pakar.

Proses pemilihan item diatas menyebabkan terjadinya pengurangan item. Jumlah item pada kuesioner awal sebanyak 261 item berkurang menjadi 123 item yang terdiri dari 71 item pengetahuan tentang gizi, 28 item sikap terhadap gizi dan 24 item tentang praktek gizi pada remaja. Pada tahap ini, sebanyak 172 item dibuang, 34 item baru dimasukkan untuk memenuhi indikator.

Berdasarkan pendapat pakar tentang alternatif jawaban untuk setiap variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi maka kelompok alternatif jawaban yang terpilih adalah alternatif jawaban II yaitu 0, 1 (0 apabila jawaban salah, 1 apabila jawaban benar) untuk pengetahuan, 1,2,3 (1= tidak setuju, 2=ragu-ragu, 3=setuju) untuk sikap dan 1,2,3 (angka tertinggi melakukan praktek sesuai dengan kaidah ilmu gizi) untuk praktek. Alasan pemilihan alternatif jawaban II karena mudah dipahami dan dimengerti oleh remaja. Sedangkan untuk variabel praktek, skor yang diberikan tergantung banyak alternatif jawaban pada setiap item.

Uji Coba dilakukan pada item yang berjumlah 123 item pengetahuan, sikap dan praktek gizi. Item pertanyaan dan pernyataan harus memenuhi kriteria validitas internal, reliabilitas internal dan test-retest reliability sehingga dilakukan uji coba pada 242 orang remaja. Uji coba menghasilkan 55 item dengan validitas internal r>0,3 dan Alpha Cronbach >0,7.

Evaluasi akhir dari alat ukur sangat diperlukan untuk meninjau kembali setiap tahapan pengembangan alat ukur terutama hasil uji kesahihan dan keterandalan. Setelah dilakukan diskusi akhir dengan pakar, ternyata ada tujuh item yang terdiri dari lima item pertanyaan pengetahuan gizi dan dua item pernyataan sikap yang dimasukkan kembali ke dalam kuesioner. Selain itu ada satu item pengetahuan gizi dan satu item sikap yang dianggap tidak perlu sehingga dibuang. Dengan demikian, alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja telah menghasilkan 60 item pertanyaan terdiri dari 34 item pengetahuan gizi, 14 item sikap terhadap gizi dan 12 item praktek gizi yang memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Uji coba pada 60 item kembali dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang dapat mengukur kompetisi dasar pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Uji coba menghasilkan 28 item yang terdiri dari 13 item pengetahuan gizi, 8 item sikap terhadap gizi dan 7 item praktek gizi dengan validitas internal r>0,4 dan Alpha Cronbach >0,7.

Analisis pemahaman contoh terhadap item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil contoh (8,7%) pertanyaan yang tidak dapat diisi contoh, sedangkan 91,3% contoh dapat menjawab pertanyaan yang terdapat pada alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi. Artinya bahwa sebagian besar contoh telah memahami dan mengerti pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja menemukan bahwa rata-rata skor pengetahuan dan praktek gizi contoh tergolong sedang dan rata-rata skor sikap terhadap gizi contoh tergolong baik. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan gizi, sikap gizi dan praktek gizi pada remaja.

(7)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

(8)

PENGEMBANGAN ALAT UKUR

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTEK GIZI

PADA REMAJA

ESI EMILIA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja

Nama : Esi Emilia NRP : A561030071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Hidayat Syarief, MS Prof. Dr. Pang S. Asngari

Ketua Anggota

Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MSi Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan dari bulan Juni 2006 sampai Juni 2007 adalah Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja. Penelitian dilaksanakan pada remaja yang tinggal di Kota dan Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Prof.Dr.Ir.Hidayat Syarief, MS, bapak Prof.Dr.Pang S. Asngari, ibu Dr.Ir.Siti Madanijah, MS dan bapak Dr. Ir.Drajat Martianto, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof.Dr. Ali Khomsan, MS, Prof.Dr.(Ris) Djoko Susanto,SKM,APU, Dr.Ir.Diah K.Pranadji, MS dan Dr.Ir.Pudji Muljono, MS sebagai pakar yang telah memberikan saran dan kritik pada proses pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.

Terima kasih kepada Dr.Ir.Diah K. Pranadji, MS yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian prelim lisan, kolokium dan ujian tertutup serta banyak memberikan masukan, kritik dan saran untuk kesempurnaan disertasi ini. Terima kasih kepada ibu Prof.Dr.drh.Clara M. Kusharto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, nasihat dan saran selama perkuliahan. Ucapan terima kasih pada Dr.Yayah Kusbandiah Husaini, SKM,M dan Prof.Dr. Ali Khomsan MS atas kesediaan sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada sekolah-sekolah dan instansi terkait serta bapak dan ibu yang telah membantu dalam pengumpulan data. Penghargaan dan terimakasih penulis ucapkan pada remaja yang telah bersedia menjadi contoh dalam penelitian ini.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Drs. Zulkifli Matondang, MSi dengan keikhlasannya telah membantu penulis dalam memberikan ilmu dan masukan dalam pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja. Ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan: Dr. Diffah Hanim MSi, Ir. Zulhaida Lubis MS, Dr.Ai Nurhayati MSi, Dr Evawani Aritonang MSi, Dr.Sri Purwaningsih MSi, Dr.Suryono MSi, Dr.Yuliana MSi, Dr.Dodik Briawan MCN, Ir. Meti Cesilia MSc, staf pengajar GMK yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh perkuliahan, teman-teman GMK, teman-teman staf pengajar Universitas Negeri Medan, staf administrasi GMK dan pascasarjana IPB. Terimakasih kepada semua kakak ipar dan ponakan-ponakan yang telah memberikan semangat dan kesadaran untuk terus berjuang menyelesaikan studi ini. Terimakasih yang tak terhingga kepada papa Syamsumar, mama Marthalena (almh), Uda Ria, Uni Ad, Vera, Poppy dan semua ponakan atas kasih sayang, doa dan pengertian yang tulus selama penulis menyelesaikan disertasi ini. Kepada suami Rachmat Mulyana dan anak-anak tercinta; Regania Pasca Rachsy, Gianca Abbiyyu Rachsy, Ghalda Nabbila Rachsy dan Geraldr Al Gifari Rachsy terimakasih atas semua pengorbanan, pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 27 Maret 1968 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan bapak Syamsumar Datuak Majo Kayo dan ibu Marthalena (Almh). Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Tata Boga Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pendidikan dan Teknologi Kejuruan IKIP Padang, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1996 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Program Magister Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS DIKTI selama menempuh pendidikan program magister dan doktor.

Penulis bekerja sebagai dosen Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan sejak tahun 1993 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pertumbuhan Remaja ... 4

Pertumbuhan Fisik dan Perubahan Komposisi Tubuh ... 4

Perubahan Hormonal………... 6

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Gizi pada Remaja Pengetahuan Gizi ... 8

Sikap terhadap Gizi ... 9

Praktek Gizi... 12

Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Pengembangan Alat Ukur yang Standar ... 14

Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas)... 18

Indikator Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Remaja Gizi untuk Pertumbuhan dan Perkembangan... 24

Hubungan Gizi dan Penyakit ... 28

Masalah Gizi pada Remaja ... 29

Kesehatan Reproduksi pada Remaja... 31

Masalah Makan ... 32

Kebiasaan Makan ... 36

Pedoman Gizi untuk Remaja... 38 Berbagai Temuan Indikator Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi 43

KERANGKA BERPIKIR ... 47

METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu Penelitian... 53

Teknik Penarikan Contoh ... 53

Tahapan Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi... 56

Analisis Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Pengumpulan Data ... 62

Pengolahan dan Analisis Data... 62

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Identifikasi Konsep ... 64

(13)

Pengembangan Item Pertanyaan untuk Kuesioner yang Terstruktur . 69 Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas)

Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi ... 78

Evaluasi Akhir Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja ... 85

Uji Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas) Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi untuk Kompetisi Dasar ... 89

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja Karakteristik Keluarga Contoh ... 94

Pengetahuan tentang Gizi... 103

Sikap terhadap Gizi ... 109

Praktek tentang Gizi... 113

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi... 124

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 128

Saran... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 130

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Penelitian pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi

menggunakan ukuran psikometrik ... 17

2 Angka kecukupan gizi remaja usia 16-18 tahun ... 25

3 Klasifikasi status gizi remaja berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur ... 28

4 Beberapa hasil penelitian pengembangan kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi ... 44

5 Sebaran contoh pada penelitian pertama... 54

6 Sebaran contoh pada penelitian kedua ... 56

7 Alternatif jawaban pertanyaan pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja ... 60

8 Peubah, frekuensi dan kategori data penelitian... 61

9 Kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi sebelum diskusi dengan pakar ... 67

10 Kisi-kisi pengetahuan, sikap dan praktek gizi setelah diskusi dengan pakar ... 68

11 Sebaran indikator dan item pengetahuan gizi sebelum diskusi dengan pakar ... 71

12 Sebaran indikator dan item sikap terhadap gizi sebelum diskusi dengan pakar ... 72

13 Sebaran indikator dan item praktek gizi sebelum diskusi dengan pakar ... 73

14 Konsep, indikator pengetahuan dan praktek gizi setelah diskusi dengan pakar ... 75

15 Jumlah item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja setelah diskusi pakar ... 76

16 Indikator dan komponen sikap terhadap gizi setelah diskusi dengan pakar ... 77

17 Sebaran karakteristik contoh dan keluarga ... 79

18 Tingkat kesukaran item pengetahuan gizi ... 80

19 Sebaran tingkat kesukaran item pengetahuan gizi ... 81

(15)

21 Sebaran korelasi pearson sikap terhadap gizi... 83

22 Sebaran korelasi pearson praktek gizi... 83

23 Sebaran kesahihan item pengetahuan, sikap dan praktek gizi... 84

24 Nilai keterandalan pengetahuan, sikap dan praktek gizi... 85

25 Proses pengurangan item pengetahuan gizi... 87

26 Proses pengurangan item sikap terhadap gizi... 88

27 Sebaran konsep, dimensi, indikator dan variabel sikap terhadap gizi pada remaja... 86

28 Sebaran korelasi biserial dan korelasi pearson untuk variabel pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja ... 90

29 Nilai reliabilitas pengetahuan, sikap dan praktek gizi ... 91

30 Tahapan pengembangan jumlah item pengetahuan, sikap dan praktek gizi .. 92

31 Sebaran konsep, dimensi, indikator dan item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja ... 93

32 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 94

33 Sebaran contoh berdasarkan umur ... 95

34 Sebaran contor berdasarkan status gizi ... 96

35 Sebaran status gizi contoh berdasarkan jenis kelamin ... 96

36 Sebaran pendidikan terakhir contoh putus sekolah... 97

37 Sebaran jenis pekerjaan contoh putus sekolah ... 97

38 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 98

39 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan bapak... 99

40 Sebaran contoh berdasarkan pekerajaan ibu ... 100

41 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak ... 101

42 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu... 101

43 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan ... 102

44 Sebaran tingkat pengetahuan gizi contoh ... 103

45 Rata-rata skor pengetahuan gizi contoh berdasarkan konsep gizi ... 104

46 Rata-rata skor pengetahuan tentang pola hidup seimbang... 106

47 Rata-rata skor pengetahuan tentang pola hidup sehat ... 108

48 Sebaran sikap tentang gizi contoh berdasarkan kelompok ... 109

49 Rata-rata skor sikap terhadap gizi ... 110

(16)

51 Sikap tentang gizi berdasarkan konsep gizi dan gaya hidup... 112

52 Sebaran tingkat praktek gizi contoh... 113

53 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan konsep gizi... 114

54 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan pola makan seimbang ... 115

55 Konsumsi sayur dan buah berdasarkan jenis kelamin... 116

56 Sebaran konsumsi makanan sumber zat besi ... 118

57 Sebaran konsumsi makanan beranekaragam... 119

58 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan gizi dan gaya hidup... 119

59 Sebaran kebiasaan merokok... 120

58 Rata-rata skor praktek gizi contoh berdasarkan gizi dan gaya hidup... 119

61 Sebaran pemahaman contoh tentang pertanyaan pengetahuan, sikap dan Praktek gizi ...124

62 Sebaran pengetahuan dan sikap terhadap gizi... 125

63 Sebaran pengetahuan dan praktek gizi contoh ... 125

64 Sebaran praktek dan sikap terhadap gizi... 126

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Interaksi antara makanan yang tidak cukup dengan penyakit... 29 2 Kerangka berpikir pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan

praktek pada remaja ... 49 3 Kerangka berpikir pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja... 50 4 Tahapan pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja

sebelum diskusi pakar (261 item) ... 139 2 Pemilihan item-item pengetahuan, sikap dan praktek gizi

setelah diskusi pakar dan sebelum uji coba ... 168 3 Kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja

setelah diskusi pakar dan sebelum uji coba (123 Item)... 184 4 Kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketidak seimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan pada remaja akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih. Gizi kurang pada remaja terjadi karena pola makan tidak menentu, perubahan faktor psikososial yang dicirikan oleh perubahan transisi masa anak-anak ke masa dewasa dan kebutuhan gizi yang tinggi untuk pertumbuhan cepat (Cavadini et al. 2000; Escobar 1999; Rickert & Jay 1996). Kekurangan gizi pada remaja mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka penyakit (morbiditas), mengalami pertumbuhan tidak normal (pendek), tingkat kecerdasan rendah, produktivitas rendah dan terhambatnya pertumbuhan organ reproduksi (Soekirman 2002; BPS 2004). Terhambatnya pertumbuhan organ reproduksi pada wanita mengakibatkan terlambat haid pertama (menarche), haid tidak lancar, rongga panggul tidak berkembang maksimal sehingga sulit melahirkan, gangguan kesuburan dan kesulitan pada saat hamil.

Masalah gizi lebih banyak dialami remaja disamping gizi kurang. Gaya hidup sedentary, konsumsi makanan yang tidak seimbang memicu terjadinya gizi lebih dan obesitas (Wang et al. 2000). Gizi lebih dan obesitas pada remaja berhubungan dengan penyakit degeneratif pada umur yang lebih muda dan kecenderungan remaja obesitas untuk tetap obesitas pada masa dewasa (Hadi 2005). Merokok dan minum-minuman alkohol merupakan bagian dari gaya hidup remaja di kota maupun di desa yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif (Aditama 1997).

(20)

Salah satu penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan makan yang salah. Permaesih (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dan praktek gizi remaja yang rendah tercermin dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Wong et al. 1999; Parmenter & Wardle 1999).

Pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan. Beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa sebenarnya bisa diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat (Johnson & Haddad 1985).

Penilaian perilaku gizi remaja diperlukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan praktek gizi saat ini dan mengubah perilaku gizi kearah yang lebih baik serta dapat mencegah penyebab penyakit degeneratif (WHO 2005; Whati et al. 2005). Penilaian perilaku gizi pada remaja memberikan informasi penting tentang perilaku gizi remaja dan implikasinya untuk kesehatan, sehingga diharapkan berperan dalam upaya memperbaiki diet mereka.

Untuk menilai pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja diperlukan suatu alat ukur. Konsistensi pengukuran dan akurasi data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian tergantung pada alat ukur (instrumen/kuesioner) yang digunakan (Murti 2003; Kline 2000). Banyak masalah penelitian memerlukan pengembangan alat ukur yang dapat dipercaya serta mampu mengukur hal-hal yang abstrak seperti kecerdasan, motivasi, pengetahuan, sikap, praktek dan sebagainya (Azwar 2006). Penelitian pengembangan kuesioner untuk remaja telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti dari berbagai negara. Whati et al. (2005) dan Anderson et al. (2001) mengembangkan kuesioner pengetahuan gizi yang valid dan reliabel untuk remaja. De Bourdeaudhuij et al. (2005) mengembangkan kuesioner yang valid dan reliabel untuk mengukur konsumsi buah dan sayur pada remaja dihubungkan dengan karakteristik individu, sosial dan lingkungan.

(21)

Alat ukur yang digunakan untuk pengetahuan, sikap dan praktek gizi seadanya dan hanya terbatas digunakan untuk kalangan tertentu. Selain itu, alat ukur yang digunakan untuk kelompok sasaran yang sama bisa berbeda-beda dan sebaliknya alat ukur yang digunakan pada kelompok sasaran yang berbeda menggunakan alat ukur yang sama.

Kuesioner penelitian merupakan komponen kunci dalam penelitian yang berfungsi mengungkap fakta menjadi data. Apabila kuesioner yang digunakan mempunyai kualitas yang baik yaitu memenuhi validitas dan reliabilitas maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan yang sesungguhnya dilapangan. Analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja diperlukan sebagai gambaran untuk melakukan upaya peningkatan perilaku gizi remaja. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab masalah berikut: (1) bagaimana merumuskan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang baku? (2) bagaimana pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja dan apakah terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja?

Tujuan Penelitian

(1) Merumuskan alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang standar (baku).

(2) Menganalisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja

Manfaat Penelitian

Dengan ditemukannya alat ukur pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja yang terstandarisasi, diharapkan dapat digunakan untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pertumbuhan Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan dewasa, dengan rentang umur antara 12 sampai 21 tahun. Masa remaja dibagi tiga kelompok yaitu masa remaja awal antara umur 12-15 tahun, masa remaja menengah antara umur 15-18 tahun dan masa remaja akhir antara umur 18-21 tahun (Wardlaw et al. 1992). Menurut WHO (1995), remaja dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur berdasarkan perubahan fisik, psikologis dan sosial yaitu remaja awal berumur antara 10-14 tahun, remaja menengah berumur 15-19 tahun dan remaja akhir atau dewasa muda berumur 19-24 tahun.

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan cepat kedua, dimana pertumbuhan cepat pertama terjadi pada masa anak bawah lima tahun (balita). Pertumbuhan cepat (growth spurt) pada remaja merupakan masa pertumbuhan cepat dan unik. Hal ini terjadi karena perbedaan pertumbuhan fisik dan perubahan komposisi tubuh antara remaja laki-laki dan perempuan.

Karakteristik Pertumbuhan Fisik dan Perubahan Komposisi Tubuh

Pada remaja putri pertumbuhan terjadi lebih cepat daripada laki-laki yang terlihat dari cepatnya pertambahan tinggi badan dan berat badan, ukuran lingkar badan dan pertumbuhan tulang (Adiningsih 2002). Anak perempuan biasanya memulai adolescent growth spurt tinggi badan pada usia 10,5 tahun dan anak laki-laki pada usia 12,5 tahun. Rata-rata laju pertumbuhan tinggi badan anak perempuan 9 cm per tahun dan anak laki-laki 10,3 cm per tahun. Pertambahan tinggi badan berakhir dengan perbedaan laki-laki dan perempuan lebih tinggi 12,5 cm atau lebih (Spear 1996).

Pertambahan berat badan dimulai pada remaja awal (pre-adolescent growth spurt) dengan rata-rata kenaikan berat badan adalah 3-3,5 kg/tahun, yang

(23)

laki-laki. Anak perempuan berumur 18 tahun sudah tidak tumbuh lagi, sedangkan anak laki-laki baru berhenti pada umur 20 tahun (Soetjiningsih 1998). Pada perempuan, puncak kecepatan pertambahan berat badan terjadi 6-9 bulan sebelum perubahan rata-rata tinggi badan. Pertambahan berat badan selama periode ini kira-kira 50% dari berat badan ideal (Spear 1996).

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan remaja. Margen (1984) menjelaskan bahwa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan remaja yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses pertumbuhan yang optimal. Faktor genetik merupakan komponen yang sangat menentukan tinggi badan, berat badan, bentuk tubuh, ukuran payudara, kecepatan pertumbuhan dan pubertas (Spear 1996).

(24)

Perubahan Hormonal

Selain perubahan komposisi tubuh, pada masa remaja terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan terjadinya perbedaan karakteristik remaja laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja, perubahan hormon terjadi rata-rata pada usia 10-16 tahun (Soetjiningsih 1998). Hormon yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan remaja adalah hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon seks, insulin, IGFs (Insulin-like Growth Factors) dan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal (Spear 1996).

Hormon pertumbuhan atau Somatotropin merupakan hormon yang berfungsi sebagai pengatur utama pada pertumbuhan somatis terutama kerangka. Pertumbuhan tinggi badan sangat dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan akan merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian mempengaruhi pertumbuhan tulang rawan anak usia 10-14 tahun (Fox 1993). Hormon pertumbuhan mempunyai circadian variation yang aktivitasnya meningkat pada malam hari sewaktu anak tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik dan pada saat terjadinya perubahan gula darah.

Pertumbuhan hormon estrogen dan androgen dimulai saat pubertas. Hormon tersebut sangat berperan dalam perilaku seksual. Hormon androgen memproduksi testoteron pada pria 6-8 mg/hari, sedangkan wanita 0,5 mg/hari. Hormon estrogen dihasilkan oleh rahim wanita untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi, karakteristik seksual sekunder wanita (payudara dan rambut pada pubis) dan mengatur siklus menstruasi (Spear 1996; Simon & Andrews 1996).

Perubahan hormonal di masa puber terjadi secara teratur yang dikendalikan oleh sistem syaraf pusat dan kelenjar endokrin. Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak berperan penting dalam produksi dan sekresi hormon (Fox 1993). Kelenjar ini disebut master gland karena mensekresi hormon ke sistim aliran darah yang menstimulasi kelenjar lain untuk menghasilkan berbagai macam hormon. Pada masa puber, kelenjar pituitari meningkatkan hormon pertumbuhan, Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) (Rickert &

(25)

Pada remaja putri, pubertas ditandai dengan permulaan menstruasi (menarche). Menstruasi atau haid adalah pengeluaran secara periodik darah dan sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Menstruasi dimulai saat pubertas dan menandai kemampuan seorang wanita untuk hamil. Menurut Spear (1996), menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus yang merupakan campuran darah, cairan jaringan dan bagian kecil dari rahim (endometrium).

Menstruasi biasanya dimulai antara umur 10-16 tahun, tergantung pada berbagai faktor termasuk kesehatan wanita, konsumsi gizi dan status gizi. Simon dan Andrews (1993) mengatakan bahwa penurunan usia awal menstruasi sebagian besar disebabkan karena peningkatan standar kehidupan ekonomi yang menyebabkan peningkatan pemenuhan gizi pada masa remaja dan kemudahan akses perawatan kesehatan. Hal ini terlihat bahwa seratus tahun yang lalu, umur menarche adalah 15,5 tahun. Sekarang rata-rata seorang remaja putri mendapatkan menarche pada umur 13 tahun, bahkan ada yang mendapatkan menarche umur sembilan tahun (Spear 1996).

Pengaruh gizi pada saat puber sangat ditentukan keadaan status gizi pada usia dini. Dari 78 anak laki-laki yang diikuti dari usia 6 bulan sampai 14 tahun, berat badan selama balita berhubungan dengan kematangan dan tinggi badan saat remaja (Jhonston & Haddad 1996).

(26)

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Pada Remaja

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005). Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan, agar struktur pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan.

Pengetahuan gizi akan mempengaruhi kebiasaan makan suatu masyarakat. Menurut Susanto (1997), tumbuhnya kebiasaan makan dalam masyarakat dipengaruhi oleh unsur-unsur pengetahuan masyarakat dalam memilih dan mengolah pangan sehari-hari.

Pengetahuan gizi seseorang juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan bisa menggambarkan kemampuan kognitif dan pengetahuan yang dipunyai seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka semakin luas tingkat pengetahuan seseorang. Hasil penelitian Yusra (1998) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan Pasangan Usia Subur (PUS), semakin tinggi skor pengetahuan tentang pesan PUGS.

Pada masa remaja seharusnya diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan tentang manfaat gizi secara optimal, yang dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit dikemudian hari. Remaja merupakan kelompok yang beresiko memiliki kesehatan yang rendah karena perhatian pemerintah maupun penelitian terhadap kesehatan remaja sangat sedikit (Mila 2004). Hal ini sangat merugikan remaja karena beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa sebenarnya bisa diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat.

(27)

bahwa program pendidikan gizi “The Weight to Eat” pada remaja SMU dapat meningkatkan pengetahuan gizi remaja dan pola makan serta pencegahan perilaku makan yang tidak sehat.

Sikap tentang Gizi

Sikap diartikan sebagai kecendrungan individu untuk menanggapi dengan cara tertentu terhadap situasi, benda, ide, orang dan isu. Kecenderungan tersebut ditanggapi secara suka atau tidak suka terhadap obyek tertentu. Oppenheim (1966) mengatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk mengevaluasi seseorang, kejadian atau situasi dengan cara tertentu dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan hasil evaluasi tersebut.

Sikap adalah kecendrungan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan. Misalnya seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap makanan yang pedas, akan selalu memilih atau membeli makanan yang pedas setiap kali menemui makanan pedas. Sebaliknya orang bersikap negatif terhadap makanan pedas selalu akan menghindar kalau menjumpai makanan pedas. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat disekitar manusia (Muljono 2000). Sikap merupakan suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran atau daya nalar yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal, sehingga secara langsung dapat mempengaruhi perilaku, begitu juga halnya dengan sikap terhadap makanan (Engel 1994).

(28)

dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek.

Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan perilaku (Azwar 1988). Komponen kognitif menunjukkan bagaimana seseorang mengetahui tentang suatu obyek, kejadian, situasi, pemikiran, keyakinan dan ide mengenai sesuatu. Komponen afektif adalah perasaan dan emosi terhadap obyek aktual, kejadian atau situasi tertentu. Perasaan dan emosi dapat dalam bentuk positif atau negatif tentang sesuatu (bagaimana kita merasakan tentang sesuatu). Komponen ini banyak ditentukan oleh kepercayaan, kesukaan dan keyakinan terhadap sesuatu. Komponen perilaku menunjukkan kecendrungan untuk bertindak berkaitan dengan obyek, kejadian atau situasi yang dihadapi. Sikap yang mengandung komponen perilaku merupakan kecendrungan atau maksud untuk melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Sarwono (1995), bahwa sikap manusia terdiri atas tiga komponen yaitu (1) komponen kognitif merupakan keyakinan dan nilai yang menggambarkan informasi dan observasi tentang obyek yang diperhatikan seseorang. Keadaan ini merupakan sikap aktual itu sendiri; (2) komponen afektif berupa perasaan positif atau negatif tentang sesuatu kondisi sebelumnya dan (3) komponen aksi atau konasi berkaitan dengan tindakan seseorang dalam menunjukkan reaksi (perilaku) untuk merespon perasaan yang ada. Komponen ini merupakan suatu kecenderungan berbuat melalui cara-cara tertentu. Setiap sikap memiliki tiga komponen yang saling berkaitan meskipun cukup beragam pendapat yang mengatakan unsur mana yang dominan.

(29)

Sikap terbentuk setelah manusia lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan serta faktor emosi dalam diri individu yang dapat diketahui dari pengetahuan, pengalaman, perasaan emosi, cara berpikir, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai (Azwar 2006). Pengetahuan akan menimbulkan respon yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsir dalam bentuk sikap. Wong et al. (1999) mengungkapkan bahwa pengetahuan mempunyai korelasi positif dengan sikap, artinya semakin tinggi pengetahuan gizi, maka semakin baik sikap terhadap gizi.

Sikap merupakan suatu respon evaluatif berupa respon positif atau respon negatif (Azwar 1988). Respon evaluatif merupakan bentuk respon yang dinyatakan dalam sikap berdasarkan proses evaluasi dalam diri individu yang diungkapkan dalam bentuk baik atau buruk, suka atau tidak suka, menyenangkan atau tidak menyenangkan, positif atau negatif yang menjadi potensi reaksi terhadap objek sikap. Engel (1994) menyatakan sikap adalah suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran atau daya nalar yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal, sehingga secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku.

Pengetahuan akan menimbulkan respon yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsir dalam bentuk sikap. Wong et al. (1999) mengungkapkan bahwa pengetahuan mempunyai korelasi positif dengan sikap, artinya semakin tinggi pengetahuan gizi, maka semakin baik sikap terhadap gizi. Beech et al. (1999) menjelaskan bahwa meskipun pengetahuan gizi remaja rendah sebelum intervensi, namun sikap dan kesadaran remaja untuk belajar tentang praktek makan yang sehat sangat tinggi. Menurut Sanjur (1982), sikap terhadap pemilihan makanan merupakan penggabungan antara sesuatu yang dipelajari dan dilihat, misalnya melalui berbagai iklan dan media massa.

(30)

selanjutnya dapat mempengaruhi pemilihan makanan. Menurut Sanjur (1982), sikap terhadap pemilihan makanan merupakan penggabungan antara sesuatu yang dipelajari dan dilihat, misalnya melalui berbagai iklan dan media massa. Dalam hal ini pendidikan gizi sangat diperlukan karena dapat membentuk sikap mental dan perilaku positif terhadap gizi.

Sanjur (1982) mengemukakan bahwa sikap terhadap makanan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak ia masih anak-anak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Hal ini menyebabkan setiap individu dapat mempunyai sikap suka dan tidak suka terhadap suatu makanan.

Sikap dapat dipelajari, baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat. Anak-anak belajar tentang sikap terhadap gizi terutama dari keluarga mereka. Namun lingkungan juga mempengaruhi sikap seseorang. Seseorang berinteraksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Melalui proses belajar, sikap seseorang dapat berubah walaupun dalam waktu yang cukup lama.

Praktek Gizi

Praktek adalah respon seseorang terhadap suatu ransangan (stimulus) (Notoatmodjo 1997). Respon atau reaksi ada yang bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) dan bersifat aktif (tindakan nyata atau praktek). Segala sesuatu yang diperoleh dalam bentuk pengetahuan (knowledge), yang direspon dalam diri seseorang dalam bentuk sikap (attitude), dicerminkan dalam bentuk praktek (action) merupakan komponen perilaku.

(31)

Winkel (1996) menjelaskan bahwa sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sikap yang negatif menumbuhkan perilaku yang negatif. Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat membentuk sikap. Kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktek yang sesuai dengan yang diharapkan.

Praktek konsumsi pangan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan kebiasaan makan (Sanjur 1982). Interaksi antara pengetahuan gizi dan sikap terhadap gizi tercermin dari praktek konsumsi pangan. Kebiasaan makan merupakan cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasarkan pada latar belakang sosio budaya (Soehardjo 1989).

Keluarga berperan penting dalam membentuk perilaku makan remaja. Birch dan Fisher (1998) mengatakan bahwa orang tua terutama ibu merupakan orang yang pertama membentuk perilaku makan seorang anak. Hal ini diperlihatkan dengan pemilihan makanan yang disukai atau tidak suka. Perhatian orang tua terhadap makanan yang dipilih dan dikonsumsi oleh remaja sangat berperan dalam membentuk pola makan remaja (Birch & Fisher 1998).

Penelitian Sztainer et al. (2003) menemukan bahwa kebiasaan makan dalam keluarga berperan penting dalam promosi praktek makan yang sehat pada remaja. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa frekuensi makan dalam keluarga berhubungan positif dengan konsumsi buah, sayur dan makanan yang mengandung kalsium serta berhubungan negatif dengan konsumsi minuman ringan. Dengan makan bersama keluarga, ketersediaan makanan yang beranekaragam lebih mudah diperoleh remaja.

(32)

skor sikap yang lebih tinggi daripada remaja putra (Wong et al. 1999; Beech et al. 1999). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya remaja putri lebih

memperhatikan gizi dan kesehatan mereka daripada remaja putra. Alat ukur yang tepat diperlukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja.

Pengembangan Alat Ukur Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Remaja

Psikologi manusia merupakan suatu konsep yang abstrak sehingga untuk mengukurnya dilakukan pendekatan-pendekatan. Studi tentang teori dan teknik pengukuran psikologis termasuk pengetahuan, sikap, perilaku, kemampuan dan ciri-ciri kepribadian lainnya disebut psikometrik (Nunnaly 1978). Parmenter dan Wardle (1999); Azwar (1999) menjelaskan bahwa psikometrik adalah ilmu yang mengukur sifat psikologis dari manusia. Dengan demikian untuk mengetahui sifat-sifat psikologi manusia yang abstrak, dilakukan pengukuran dengan pendekatan-pendekatan yang tepat.

Pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan angka terhadap aspek, obyek atau kejadian yang akan diukur menurut suatu kriteria atau aturan tertentu (Singarimbun & Effendi, 1985; Azwar, 1999). Wiersma et al. (1990) menjelaskan bahwa pengukuran adalah penilaian numerik terhadap fakta-fakta dari obyek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan tertentu seperti skor 100 untuk jawaban yang betul semua. Hasil pengukuran akan bermakna apabila dilakukan penilaian dan evaluasi. Penilaian adalah suatu tindakan atau proses menentukan nilai sesuatu obyek menggunakan kriteria tertentu seperti nilai A untuk skor lebih dari 85. Evaluasi adalah pengambilan keputusan tentang sesuatu yang telah dinilai, seperti nilai A dinyatakan lulus. Hasil pengukuran bersifat kuantitatif dan hasil penilaian dan evaluasi bersifat kualitatif (Azwar 2006).

Pengembangan Alat Ukur (Kuesioner) yang Standar

(33)

mengumpulkan data. Apapun yang digunakan untuk melakukan pengukuran disebut kuesioner/instrumen/alat ukur yang harus terlebih dahulu divalidasi sebelum digunakan.

Djaali dan Muljono (2004) mengatakan bahwa kuesioner memegang peranan yang penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena kesahihan data diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas kuesioner yang digunakan. Data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis, oleh karena itu benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya kuesioner pengumpul data.

Kuesioner penelitian merupakan komponen kunci dalam penelitian yang berfungsi mengungkap fakta menjadi data. Apabila kuesioner yang digunakan mempunyai kualitas yang baik yaitu memenuhi validitas dan reliabilitas maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan yang sesungguhnya dilapangan. Kualitas kuesioner ditentukan oleh dua kriteria utama, yaitu validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan).

Kuesioner merupakan alat ukur yang harus memiliki kualitas validitas dan reliabilitas yang baik dan digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Banyak masalah penelitian memerlukan pengembangan kuesioner yang dapat dipercaya serta mampu mengukur hal-hal yang abstrak seperti kecerdasan, motivasi, pengetahuan, sikap, praktek dan sebagainya. Untuk mengukur hal yang berbeda-beda diperlukan pula alat ukur atau kuesioner yang berbeda-beda pula. Ciri-ciri suatu alat ukur yang baik adalah (1) memiliki aspek-aspek praktis tentang kesulitan item, penskoran, penafsiran, validitas dan mudah mengerjakannya; dan (2) memiliki reliabilitas sehingga memberikan hasil yang sama ketika alat ukur digunakan pada orang yang sama di waktu yang berbeda (Djaali & Muljono 2004).

(34)

coba sehingga diperoleh data yang dapat dianalisis untuk menyeleksi item-item yang akan digunakan; (5) membuat rancangan petunjuk pelaksanaan pengisian alat ukur. Suryabrata (2004) menerangkan bahwa langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan mengembangkan sebuah alat ukur adalah : (1) adanya kejelasan konsep atau teori yang dijadikan landasan kerja pengukuran; (2) identifikasi secara jelas atribut-atribut yang akan diukur; (3) definisi operasional atribut-atribut yang telah ditentukan; (4) pemilihan bentuk tes dan penskoran sesuai dengan sasaran. Djaali dan Muljono (2004) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan alat ukur atau kuesioner : (1) merumuskan konstruk atau konsep berdasarkan teori-teori yang ada; (2) mengembangkan dimensi dan indikator dari variabel yag hendak diukur; (3) membuat kisi-kisi dari alat ukur dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi, indikator, nomor dan jumlah item; (4) membuat item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan; (5) melakukan proses validasi teoritik; (6) merevisi sesuai hasil pakar; (7) melakukan uji coba yang merupakan validasi empirik; (8) pengujian validitas empiris dengan menggunakan kriteria internal atau eksternal; (9) menarik kesimpulan mengenai valid atau tidaknya sebuah item; (10) berdasarkan hasil analisis item, item-item yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki; (11) menghitung koefisien reliabilitas dan (12) evaluasi akhir item-item yang valid untuk dijadikan alat ukur atau kuesioner.

Kuesioner baku (standar) adalah kuesioner yang dibuat melalui proses tertentu sehingga memiliki tingkat kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) yang baik. Kuesioner yang baku akan melibatkan pakar untuk memberikan penilaian terhadap kuesioner yang dibuat, selalu diujicobakan pada sejumlah orang, dianalisis dan diperbaiki serta terdapat petunjuk pengisian dan penskorannya (Ebel et al. 1991).

(35)

Pengadministrasian meliputi pedoman pengisian dan waktu pengisian. Penskoran merupakan petunjukan pemberian skor dan pedoman penilaian pada kuesioner.

Blood dan Budd (1972) menyatakan bahwa prosedur pembakuan kuesioner terdiri atas beberapa langkah, yaitu menentukan tujuan pengukuran, membuat tabel spesifikasi, menulis item-item yang tepat, melakukan uji coba item dan membuat pedoman yang spesifik tentang alat ukur tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, proses pembakuan kuesioner atau standarisasi kuesioner dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu (1) konsep dibuat berdasarkan kajian teori, dikalibrasi, analisis dan direvisi; (2) diujicobakan kepada sejumlah orang sebagai sampel dari populasi; (3) memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, dan (4) memiliki petunjuk mengenai pelaksanaan pengisi dan penskoran kuesioner.

Tabel 1 Penelitian pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan perilaku gizi menggunakan ukuran psikometrik

Peneliti (tahun) Populasi Materi Ukuran Psikometrik

Anderson et al. (1988) Pasien

medis

Pengetahuan gizi umum

Validitas isi

Bergman et al. (1992) Wanita Pengetahuan kafein Reliabilitas (KR=0,6)

McDougnall (1998) Remaja Pengetahuan gizi

umum

Validitas isi Test-retest

Resnicow et al. (1997) Dewasa Sikap terhadap

lemak,serat,kolesterol

Validitas konstrak

Sapp dan Jensen (1997) Dewasa Pengetahuan diet dan

kesehatan

Validitas konstrak

Shepherd dan Towler (1992)

Dewasa Pengetahuan gizi

umum

Validitas konstrak

Stafleu et al. (1996) Dewasa Pengetahuan gizi

umum

Validitas isi Validitas konstrak Test-retest

Steenhuis et al. (1996) Dewasa Pengetahuan

tentang lemak

Test-retest r = 0,85

Parmenter dan Wardle (1999)

Dewasa Pengetahuan gizi Validitas konstrak

Konsisten internal Test-retest r = 0,7

Anderson et al. (2001) Remaja Pengetahuan

aplikasi gizi

Validitas isi Konsisten internal Test-retest

Johnson et al. (2002) Remaja Perilaku memilih

makanan sehat

Validitas konvergen Konsisten Internal 0,8 Test-retest

Whati et al. (2005) Remaja Pengetahuan gizi

umum

(36)

Pengembangan alat ukur atau kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek gizi telah banyak dilakukan dengan menggunakan kriteria validitas dan reliabilitas sebagai ukuran psikometriknya. Beberapa hasil penelitian pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan perilaku pada orang dewasa dan remaja. Ukuran psikometrik yang dipakai adalah validitas isi, validitas konstrak, validitas konvergen, reliabilitas internal dan test retest (Tabel 1).

Kesahihan (Validitas) dan Keterandalan (Reliabilitas)

Validitas (Kesahihan)

Menurut Murti (2003), validitas adalah sejauhmana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang seharusnya diukur sesuai dengan maksud peneliti. Artinya suatu ukuran dikatakan sahih atau valid jika mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kesahihan tidak sekedar mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi mengandung makna sejauhmana informasi yang diperoleh dari pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai karakteristik yang diukur.

Dalam tes psikometrik, validitas dan reliabilitas suatu alat ukur sangat menentukan kualitas dari hasil pengukuran. Alat ukur yang digunakan dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya diukur serta konsisten dalam mengukur gejala yang sama, dengan subjek yang sama, cara yang sama dan dalam kondisi yang sama (Murti, 2003). Selain itu, jumlah item dalam kuesioner harus mampu menggambarkan tingkat pengetahuan gizi yang sesungguhnya (Khomsan, 2000). (1)Validitas konstrak (Construct validity)

Validitas konstrak adalah sejauhmana metode pengukuran berkorelasi dengan teori yang berlaku (Murti 2003). Konstrak adalah kerangka dari suatu konsep, sedangkan konsep merupakan abstraksi atau generalisasi dari hal-hal yang bersifat khusus atau pengamatan-pengamatan lepas (Singarimbun & Effendi 1989; Azwar 2006). Konstrak diberi definisi sehingga dapat diamati dan diukur. Metode pengukuran memiliki validitas konstrak jika mempunyai korelasi kuat dengan teori yang berlaku.

(37)

yang dikemukakan oleh para ahli yang tertulis dalam literatur. Biasanya konsep dalam bentuk kerangka konsep dan definisi operasional secara jelas dapat langsung dijadikan dasar penyusunan alat ukur dan mengembangkan pertanyaan dalam kuesioner (2) apabila peneliti tidak menemukan definisi dan konsep yang diukur maka peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk penyusunan definisi dan mewujudkan definisi kedalam bentuk yang operasional, peneliti mendiskusikan konsep tersebut dengan para ahli dibidang konsep yang diukur. Persamaan pendapat dari beberapa ahli dirumuskan dalam bentuk kerangka konsep dan dikembangkan dalam bentuk item-item pertanyaan yang akan dimasukkan ke dalam alat pengukur (3)

menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden. Pendekatan ini dianggap baik karena kerangka suatu konsep dikembangkan berdasarkan pendapat calon responden sendiri. Hal ini dapat menghindari bias terutama bila definisi operasional suatu konsep dibuat oleh ahli dari latar belakang budaya yang berbeda.

(2)Validitas isi (Content validity)

Validitas isi suatu alat ukur ditentukan oleh sejauhmana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek kerangka konsep (Murti 2003). Validitas ini merupakan penetapan pertanyaan yang representatif mengenai apa yang seharusnya diukur atau seberapa baik suatu ukuran mewakili konsep dari hal yang diukur (Singarimbun dan Effendi 1989). Validitas ini mengandung dua aspek: (1) berisikan unsur-unsur yang termasuk dalam domain, dan (2) tidak mengandung unsur-unsur diluar domain. Suatu ukuran disebut sahih apabila isi dari suatu ukuran dianggap mewakili isi dari yang diukur.

(3)Validitas muka (Face validity)

(38)

dapat dipahami oleh populasi sasaran (responden), tidak mendua (ambiguous) dan mengukur hanya sebuah konsep.

(4) Validitas empiris atau validitas kriteria

Validitas empiris adalah validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal (Djaali & Muljono 2004). Kriteria internal adalah tes atau kuesioner itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur kuesioner atau tes lain di luar kuesioner itu yang menjadi kriteria seperti ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya.

Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal, sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebutkan validitas eksternal. Validitas eksternal terdiri dari dua macam yaitu validitas kongkuren dan validitas prediktif. Validitas Internal adalah hasil ukur kuesioner atau tes sebagai suatu kesatuan yang tercermin pada total skor. Hasil ini diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur item tersebut konsisten dengan hasil ukur kuesioner sebagai suatu kesatuan. Validitas item tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor item dengan skor total kuesioner. Jika koefisien korelasi antara skor item dengan skor total kuesioner positif dan signifikan, maka item tersebut dapat dianggap valid berdasarkan ukuran validitas internal. Koefisien korelasi yang tinggi antara skor item dengan skor total mencerminkan tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan kuesioner dengan hasil ukur item. Artinya item-item dalam kuesioner tersebut konvergen dengan item-item lain dalam mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur.

Reliabilitas (Keterandalan)

(39)

Tinggi rendahnya keterandalan suatu alat ukur ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Makin tinggi koefisien reliabilitas suatu alat ukur, maka kemungkinan terjadi kesalahan semakin kecil. Menurut Kline (2000), koefisien pada taraf 0,7 atau lebih dapat diterima sebagai reliabilitas yang baik.

Pengukuran reliabilitas ditentukan oleh konsistensi pengukuran ketika diterapkan diberbagai situasi dan pada dua kesempatan berbeda. Oleh karena itu penilaian reliabilitas harus meliputi dua aspek yaitu:

(1) Reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability) Reliabilitas konsistensi gabungan item (Internal Consistency Reliability) merupakan homogenitas item-item dalam mencerminkan satu dimensi yang sama dari suatu alat ukur (Murti 2003). Jika suatu alat ukur mengajukan sejumlah item (pertanyaan) untuk mengukur satu dimensi yang sama maka masing-masing item perlu konsisten dalam mengukur dimensi tersebut. Tes konsisten internal menilai sejauhmana item-item saling berkorelasi satu dengan yang lainnya, dan sejauhmana berkorelasi dengan skor total pengukuran. Konsisten internal mencerminkan konsisten item-item dalam alat ukur sehingga pengukur hanya dilakukan satu pengukuran tunggal. Penilaian konsisten internal terdiri dari:

(a) Korelasi item total

Korelasi item total merupakan tes homogenitas alat ukur dengan cara mengkorelasikan item-item secara individual dengan alat ukur keseluruhan. Suatu item dapat digunakan jika korelasi item total diatas 0,30 (Kline 2000). Item-item yang berkorelasi lebih rendah sebaiknya dibuang. Untuk mengukur korelasi item total menggunakan koefisien korelasi Product Moment Pearson dan korelasi Biserial (untuk item dikotomi).

(b) Reliabilitas Belah Paroh

(40)

konsisten internal. Salah satu metode pengukuran reliabilitas belah paroh menggunakan Alpha Cronbach.

(2) Stabilitas

Stabilitas dari alat ukur menunjukkan seberapa kuat korelasi dari pengukuran satu dengan pengukuran lainnya pada individu-individu yang sama tetapi pengamat berbeda, waktu berbeda tetapi pengamat sama atau dengan berbagai alat ukur. Salah satu cara menentukan stabilitas adalah dengan test retest reliability. Reliabilitas test-retest merupakan pengukuran pada dua kesempatan berbeda yang dipisahkan oleh jarak waktu yang cukup pendek sehingga tidak terdapat perubahan proses kestabilan (Murti 2003). Jarak waktu antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalui dekat dan tidak terlalu jauh. Jarak yang dianggap ideal untuk penelitian sosial adalah 15-30 hari (Singarimbun & Effendi 1989). Test-retest reliability mencerminkan stabilitas antar waktu atau antar pengamat dan

penilaian dilakukan pada beberapa pengamatan.

Penskoran

Untuk membuat suatu penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan praktek gizi pada remaja diperlukan suatu sistem skor. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item-item dalam sebuah kuesioner (Purwanto 1992; Djaali & Muljono 2004). Penentuan skor harus tepat agar hasil penskoran dapat mengungkap dengan tepat ciri-ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur.

(41)

(1) Pemberian skor untuk soal objektif

Soal obyektif mempunyai pilihan jawaban berganda. Setiap item hanya dapat dijawab benar atau salah oleh responden. Oleh karena itu setiap item mempunyai skor 1 atau 0.

(2) Pemberian skor untuk skala sikap

Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan dinilai oleh responden. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dalam bentuk pernyataan positif maupun pernyataan negatif. Skala Likert menggunakan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat (netral), tidak setuju dan sangat tidak setuju. Namun skor yang diberikan terhadap pilihan tersebut tergantung peneliti asal penggunaannya konsisten (Djaali dan Muljono 2004). (3) Pemberian skor untuk soal praktek

Penskoran untuk mengukur praktek atau perilaku seseorang digunakan skala penilaian. Skala penilaian adalah alat untuk mengukur praktek atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan praktek atau perilaku individu pada suatu kategori yang bermakna nilai (Djaali & Muljono 2004). Penjumlahan skor akan menghasilkan skor gabungan atau skor total yang terdiri dari skor maksimal dan skor minimal (Singarimbun & Effendi 1990). Salah satu prinsip utama dalam sistem skor adalah mempunyai nilai minimal dan maksimal.

Agar skor tersebut memiliki makna, dilakukan pengkategorian terhadap skor. Penilaian atau pengkategorian merupakan proses memberikan atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Purwanto 1922; Djaali & Muljono 2004). Dengan kata lain penilaian adalah interpretasi dari skor berdasarkan suatu acuan atau patokan. Penilaian berdasarkan acuan atau patokan dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria tertentu, misalnya 75%. Artinya, skor yang dinyatakan baik adalah skor diatas 75% dari skor maksimum dan dibawahnya dinyatakan kurang.

(42)

Indikator Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Remaja Gizi untuk Pertumbuhan

dan Perkembangan

Gizi dan zat gizi adalah zat makanan yang diperlukan dalam tubuh manusia dalam jumlah tertentu untuk hidup sehat. Bila zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat dipenuhi, maka seseorang akan mempunyai peluang hidup sehat yang tinggi, dan sebaliknya. Setiap orang memerlukan enam kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air) dalam jumlah yang cukup untuk dapat hidup sehat (Depkes, 2006). Selain itu, manusia memerlukan serat untuk memperlancar berbagai proses dalam tubuh. Terdapat lebih dari 45 jenis zat gizi dalam makanan dan tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan ke 45 zat gizi tersebut. Untuk memenuhi semua zat gizi tersebut, seseorang perlu makan beranekaragam makanan dalam jumlah yang cukup.

Selain pertumbuhan, remaja juga mengalami perkembangan. Cepatnya perkembangan pada masa remaja yang berkaitan dengan kematangan fisik dan seksual memberikan perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Mays (1996) menyatakan ada dua macam gerak dalam perkembangan sosial remaja, yaitu gerak memisahkan diri dari orang tua dan gerak mendekati teman-teman sebaya. Remaja berusaha diterima oleh teman-teman sebaya (peer group) sehingga perilaku, sikap dan minat teman-teman sebaya terutama terhadap pemilihan makanan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock 1997).

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan mereka memberikan perhatian besar terhadap penampilan dirinya. Keinginan untuk tampil dengan postur tubuh yang menarik menyebabkan remaja membatasi makan. Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan remaja mengalam gangguan makan dan masalah gizi.

(43)

seks dan keingintahuan remaja tentang seks meningkatkan resiko remaja melakukan hubungan seksual diluar nikah (Hurlock 1997).

Angka Kecukupan Gizi

Untuk mengetahui banyaknya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh diperlukan angka kecukupan gizi. Menurut Muhilal dkk (1998), Angka Kecukupan Gizi diartikan sebagai rata-rata jumlah zat gizi yang diperlukan setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi. Kecukupan gizi bagi remaja putra dan putri umur 16-18 tahun disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Angka kecukupan gizi remaja usia 16-18 tahun Angka Kecukupan

No Zat Gizi

(44)

Pada masa remaja, kebutuhan energi dan protein meningkat untuk memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan cepat. Meningkatnya masa otot dan lemak dimana remaja putri lebih banyak mendapatkan lemak dan remaja putra lebih berotot. Terpenuhinya kebutuhan energi dan protein ditandai dengan berat badan dan tinggi badan yang normal. Oleh karena itu monitoring berat badan dan tinggi badan pada remaja sangat esensial untuk menetukan kecukupan energi setiap individu. Jika asupan energi tidak terpenuhi, protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi namun tidak ada persediaan untuk sintesis jaringan baru atau untuk perbaikan jaringan yang rusak. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan dan masa otot meskipun konsumsi protein cukup.

Selama puncak pertumbuhan cepat pada remaja menyebabkan peningkatan masa tubuh, volume darah dan jumlah sel darah merah. Dengan demikian kebutuhan zat besi meningkat yang digunakan untuk myoglobin pada otot dan haemoglobin pada darah (Spear 1996). Pada remaja putra, kebutuhan besi selama growth spurt kira-kira 10-15 mg/hari (WNPG VIII 2004). Setelah growth spurt dan maturasi seksual terjadi penurunan kebutuhan untuk zat besi (Spear 1996). Pada remaja putri, selain zat besi dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat, zat besi juga dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan zat besi pada saat menstruasi. Rata-rata kebutuhan maksimum zat besi pada remaja putri 26 mg/hari (WNPG VIII 2004)

(45)

Iodium sangat penting bagi remaja untuk kecepatan pertumbuhan yang tinggi dan meningkatkan kebutuhan iodium selama hamil. Kekurangan iodium pada masa remaja ditandai IQ yang rendah dan tingginya angka absensi sekolah. Beberapa studi menunjukkan bahwa IQ dapat dipakai dalam penentuan kekurangan iodium. Konsentrasi T3 yang rendah dalam otak menunjukkan

kekurangan iodium, bersama-sama dengan berkurangnya tingkat serum T4

(Soekirman 2000).

Seng dikenal sebagai zat gizi yang esensial untuk pertumbuhan dan kematangan seksual selama masa puber. Seng berfungsi meningkatkan pembentukan tulang. Konsumsi yang terbatas pada makanan yang mengandung seng mempunyai dampak terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual (Spear 1996).

Kebutuhan vitamin juga meningkat selama remaja. Karena tingginya kebutuhan energi, thiamin, riboflavin dan niacin penting untuk pelepasan energi dari karbohidrat. Meningkatnya pertumbuhan dan kematangan seksual menyebabkan meningkatnya kebutuhan asam folat dan vitamin B 12 (Spear 1996). Asam folat berperan dalam mencegah cacat pada bayi yang nanti akan dilahirkan oleh remaja. Asam folat dapat diperoleh dari makanan yang beranekaragam atau dari suplemen. Vitamin A, C da E dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak untuk pembentukan sel yang baru.

Status Gizi Remaja

Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak baik (Riyadi 2001).

Gambar

Tabel 1 Penelitian pengembangan alat ukur pengetahuan, sikap dan perilaku                        gizi menggunakan ukuran psikometrik
Tabel 2 Angka kecukupan gizi remaja usia 16-18 tahun
Tabel 5 Sebaran contoh pada penelitian pertama
Tabel 6 Sebaran contoh pada penelitian kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memfokuskan pada penyusunan alat ukur kemampuan bahasa pada anak usia prasekolah dimulai dari penurunan konsep dan indikator berdasarkan teori perkembangan

Dalam melakukan percobaan secara kelompok, dan waktu percobaan terbatas sehingga tidak setiap siswa terlibat menggunakan alat ukur atau terlibat melakukan kegitan

Penyusunan dan Pembuatan Kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini disusun sebagai alat ukur yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi data yang sesuai dengan

Rata-rata skor sikap tentang pola makan seimbang pada contoh yang bersekolah lebih tinggi dibanding dengan putus sekolah, baik yang tinggal di kota maupun di

 Pengembangan modul pengetahuan alat ukur dengan materi alat ukur produksi yang layak digunakan pada program studi S1 Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin

Menurut Azwar (2013), skala psikologis sebagai alat ukur yang memiliki karakteristik khusus, yaitu: (1) Stimulus skala psikologi berupa pernyataan atau pertanyaan

(2006) mengemukakan bahwa ketidakberlangsungan pemberian ASI hingga usia 12 bulan berhubungan dengan faktor antara lain penggunaan dot untuk minum bayi, sikap ibu yang

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : analisis konsep, kisi-kisi alat ukur keterampilan berpikir kritis, alat ukur keterampilan berpikir kritis :