EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)
TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2014
TESIS
Oleh NURDEWI 127032155/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE EFFECTIVENESS OF CIE THROUGH LECTURE, BOOKLET AND POWERPOINT TO IMPROVE THE KNOWLEDGE OF SUB PPKBD
(CADRES) ON THE USE OF CONTRACEPTION DEVICES IN THE CITY OF BINJAI, SUMATERA UTARA PROVINCE
IN 2014
THESIS
By
NURDEWI 127032155/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)
TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh NURDEWI 127032155/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : EFEKTIVITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKAT-KAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Nurdewi
Nomor Induk Mahasiswa : 127032155
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (Dra. Syarifah, M.S
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 20 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : Dra. Syarifah, M.S
PERNYATAAN
EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER)
TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2014
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2014
ABSTRAK
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB dengan menggunakan media. Metode penyuluhan yang diduga efektif untuk meningkatkan pengetahuan yaitu metode ceramah dengan media booklet dan metode ceramah dengan media powerpoint.
Penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan perlakuan ulang (Pretest and Posttest Group Design). Penelitian dilaksanakan di Kota Binjai. Populasi dan sampel dibagi dalam 3 kelompok, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan booklet, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan powerpoint, dan 25 orang tidak diberi perlakuan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa ada pengaruh KIE dengan metode ceramah booklet pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Ada pengaruh KIE dengan metode ceramah powerpoint pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Tidak ada peningkatan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi pada kelompok kontrol (pretest dan posttest), nilai p=0,317 > α=0,05. Metode ceramah booklet memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi. Efektivitas peningkatan pengetahuan dengan metode ceramah booklet sebesar 23,8%, sedangkan dengan metode ceramah powerpoint sebesar 19,0%.
Disarankan pada Badan KB dan PP lebih rutin (4 bulan sekali) memberikan KIE kepada sub PPKBD di seluruh wilayah Kota Binjai dengan menggunakan metode ceramah booklet yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader).
ABSTRACT
Communication, Information, Education and Communication (IEC) is a process of delivering a message, the information given to the public about family planning program by using the media. Effective extension methods alleged to increase the knowledge of the lecture method with media booklets and lecture with powerpoint media.
This study was a quasi-experimental design with repeated treatment (pretest and posttest group design). The experiment was conducted in the city of Binjai. Population and samples were divided into 3 groups, 25 people IEC interventions lecture method with booklet, 25 IEC interventions with powerpoint lecture method, and 25 untreated. The data used are primary data and secondary data. Analysis of univariate and bivariate data using the Wilcoxon test.
The results of the study showed that there is an influence of KIE with lecture booklet on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <
α = 0.05. There is the influence of KIE with powerpoint lecture on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <α = 0.05. No increase in knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on contraceptive use in the control group (pretest and posttest), p-value = 0.317> α = 0.05. Lecture booklet has a higher efficacy compared with powerpoint lecture method in improving the knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on the use of contraceptives. Increase the effectiveness of the lecture method booklets knowledge of 23.8%, whereas the powerpoint lecture method of 19.0%.
Board advised on more routine family planning and PP (4 months) providing IEC to sub PPKBD throughout the city of Binjai booklet using lecture method that proved most effective in increasing the knowledge of the Sub PPKBD (Cadre).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,
atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini yang berjudul: “Efektivitas KIE Melalui Ceramah Booklet dan Powerpoint untuk
Meningkatkan Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat
Kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.”
Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing I yang penuh
kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
5. Dra. Syarifah, M.S, selaku Pembimbing II dengan ketulusannya memberikan
arahan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.
6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Eddy Syahrial, M.Kes, selaku Tim
Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Orang tua (Alm. Tupon dan Almh Sukinem), Mertua (Ilhamsyah Lubis, Airsyah
Ritonga) dan suami (Idjan Uni Kada Lubis, SH), serta anak-anak tercinta (Nabila
Dzursyah Ghazala Lubis dan Nouval Muhtarom Akbar Lubis) yang selalu
menjadi penyemangat dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan
terutama dalam penyusunan tesis ini.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi yang telah
menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, Oktober 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nurdewi berumur 49 tahun, dilahirkan di Binjai pada tanggal
15 Agustus 1965. Penulis beragama Islam, anak kelima dari sepuluh bersaudara
pasangan Alm. Tupon dan Almh Sukinem. Penulis menikah dengan Idjan Uni Kada
Lubis, SH, pada tahun 04 April 1998 dan dikaruniai dua orang anak, satu putri dan
satu putra (Nabila Dzursyah Ghazala Lubis dan Nouval Muhtarom Akbar Lubis).
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2
Sunggal tamat tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Sunggal
tamat tahun 1982, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Rumkit Binjai tamat tahun
1985. Penulis melanjutkan pendidikan ke Program Pendidikan Bidan (D1 Kebidanan)
di SPK Flora Medan, tamat tahun 2000. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan
ke Program Studi D-III Kebidanan di Poltekkes Depkes RI Medan tamat tahun 2005.
Kemudian melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Poltekkes Depkes RI
Medan tamat tahun 2009. Pada tahun 2012-2014 penulis menempuh pendidikan S-2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
(PKIP) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis bekerja di BKKBN Binjai dari tahun 1989 sampai saat ini, yang telah
berganti nama menjadi Badan KB dan PP (Badan Keluarga Berencana dan
DAFTAR ISI
2.2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ... 16
2.3. Teori SOR ... 25
2.4. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) ... 27
2.5. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) ... 28
2.6. Pengetahuan ... 31
2.7. Keluarga Berencana ... 35
2.8. Metode Pembelajaran Ceramah, Media Booklet, dan Media Powerpoint ... 48
2.9. Landasan Teori ... 58
2.10.Kerangka Konsep Penelitian ... 59
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 60
3.1. Jenis Penelitian ... 60
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61
3.3. Populasi dan Sampel ... 60
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 63
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 67
3.6. Metode Pengukuran ... 68
3.7. Metode Analisis Data ... 69
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 70
4.2. Analisis Univariat ... 74
4.3. Analisis Data ... 92
BAB 5. PEMBAHASAN ... 98
5.1. Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah KIE ... 98
5.2. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Ceramah Booklet, Ceramah Powerpoint, dan Kelompok Kontrol ... 104
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
6.1. Kesimpulan ... 109
6.2. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman 3.1. Jumlah Sampel di Setiap Kecamatan ... 62 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 66 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 67 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Kota Binjai
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 74 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD
(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 75 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota
Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 77 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD
(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 78 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Alat Kontrasepsi Sebelum KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota
Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 80 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD
(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Kontrol (Pretest) di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 81 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang
Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok Kontrol (Pretest) di
Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 83 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD
(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sesudah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 84 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Alat Kontrasepsi Setelah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota
4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sesudah KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 86 4.11. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Alat Kontrasepsi Setelah KIE Melalui Ceramah Booklet di Kota
Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 88 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD
(Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Kelompok kontrol (Posttest) di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014 ... 89 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Alat Kontrasepsi pada Posttest di Kota Binjai Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2014 ... 91 4.14. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang
Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian
Intervensi KIE Pada Kelompok Ceramah Booklet ... 92 4.15. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang
Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian
Intervensi KIE Pada Kelompok Ceramah Powerpoint... 94 4.16. Hasil Uji Beda Proporsi Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang
Penggunaan Alat Kontrasepsi Sebelum dan Sesudah Pemberian
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 2.1. Teori S-O-R ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Halaman No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 114
2. Data Uji Validitas Reliabilitas Data ... 119
3. Output Uji Validitas dan Reliabilitas ... 120
4. Master Data ... 123
5. Output SPSS Data Penelitian ... 124
6. Tabel Peningkatan dan Penurunan Jawaban Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 164
7. Foto Dokumentasi ... 166
8. Daftar Hadir Responden ... 169
9. Materi Booklet ... 172
10. Materi Powerpoint ... 181
ABSTRAK
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB dengan menggunakan media. Metode penyuluhan yang diduga efektif untuk meningkatkan pengetahuan yaitu metode ceramah dengan media booklet dan metode ceramah dengan media powerpoint.
Penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan perlakuan ulang (Pretest and Posttest Group Design). Penelitian dilaksanakan di Kota Binjai. Populasi dan sampel dibagi dalam 3 kelompok, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan booklet, 25 orang intervensi KIE metode ceramah dengan powerpoint, dan 25 orang tidak diberi perlakuan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian dengan menunjukkan bahwa ada pengaruh KIE dengan metode ceramah booklet pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Ada pengaruh KIE dengan metode ceramah powerpoint pada pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi, p=0,000 < α=0,05. Tidak ada peningkatan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi pada kelompok kontrol (pretest dan posttest), nilai p=0,317 > α=0,05. Metode ceramah booklet memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi. Efektivitas peningkatan pengetahuan dengan metode ceramah booklet sebesar 23,8%, sedangkan dengan metode ceramah powerpoint sebesar 19,0%.
Disarankan pada Badan KB dan PP lebih rutin (4 bulan sekali) memberikan KIE kepada sub PPKBD di seluruh wilayah Kota Binjai dengan menggunakan metode ceramah booklet yang terbukti paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan Sub PPKBD (Kader).
ABSTRACT
Communication, Information, Education and Communication (IEC) is a process of delivering a message, the information given to the public about family planning program by using the media. Effective extension methods alleged to increase the knowledge of the lecture method with media booklets and lecture with powerpoint media.
This study was a quasi-experimental design with repeated treatment (pretest and posttest group design). The experiment was conducted in the city of Binjai. Population and samples were divided into 3 groups, 25 people IEC interventions lecture method with booklet, 25 IEC interventions with powerpoint lecture method, and 25 untreated. The data used are primary data and secondary data. Analysis of univariate and bivariate data using the Wilcoxon test.
The results of the study showed that there is an influence of KIE with lecture booklet on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <
α = 0.05. There is the influence of KIE with powerpoint lecture on Sub PPKBD (Cadre) knowledge on the use of contraceptives, p = 0.000 <α = 0.05. No increase in knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on contraceptive use in the control group (pretest and posttest), p-value = 0.317> α = 0.05. Lecture booklet has a higher efficacy compared with powerpoint lecture method in improving the knowledge of Sub PPKBD (Cadre) on the use of contraceptives. Increase the effectiveness of the lecture method booklets knowledge of 23.8%, whereas the powerpoint lecture method of 19.0%.
Board advised on more routine family planning and PP (4 months) providing IEC to sub PPKBD throughout the city of Binjai booklet using lecture method that proved most effective in increasing the knowledge of the Sub PPKBD (Cadre).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal baru karena menurut catatan-catatan
dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Tiongkok Kuno
serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu
cara-cara yang dipakai masih primitif. Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah dipakai
obat dan jamu untuk mencegah kehamilan. Selanjutnya, keluarga berencana modern
di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli
kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat
memecahkan masalah-masalah pertumbuhan penduduk (Arum, 2011).
Peran Keluarga Berencana (KB) sangat penting, hal ini bukan saja dilihat dari
segi bahwa KB dapat menekan laju peningkatan penduduk, tetapi KB juga berperan
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Perkembangan laju peningkatan
penduduk di Indonesia dewasa ini kurang menggembirakan. Demikian pula halnya di
masa yang akan datang. Tanpa adanya usaha-usaha pencegahan perkembangan laju
peningkatan penduduk yang pesat, usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan
sosial yang telah dilaksanakan dengan maksimal akan tidak bermanfaat (Budisuari,
2011).
Badan Pusat Statistik menyatakan terjadi peningkatan jumlah penduduk di
Pusat Statistik di tahun 2010 yang mencatat jumlah penduduk di Indonesia sekitar
237 juta jiwa, di tahun 2011 sekitar 241 juta jiwa, dan di tahun 2012 mencapai sekitar
257 juta jiwa. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia ini tentu
membuat semakin terancamnya kehidupan yang sejahtera dalam hal pendidikan,
sandang pangan, kesehatan hingga kesempatan bekerja. Salah satu yang diperlukan
adalah langkah konkrit untuk menurunkan laju penduduk dan meningkatkan kualitas
penduduk melalui berbagai program yaitu revitalisasi program KB nasional
(Nainggolan, 2013).
Data SDKI 2002–2003 menggambarkan bahwa 57% wanita berstatus kawin
saat ini memakai kontrasepsi cara KB modern dan 4% memakai cara tradisional.
Persentase wanita memakai kontrasepsi telah meningkat dari 50% di tahun 1991
menjadi 57% di tahun 1997. Alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai adalah
suntikan (28%), pil (13%) dan IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
sebanyak 6% menurut SDKI 1997 proporsi drop out peserta KB (discontinuation rate) adalah 24%. Alasan penghentian antara lain adalah 10% karena efek
samping/alasan kesehatan, 6% karena ingin hamil lagi, dan 3% karena kegagalan
(Budisuari, 2011).
Berdasarkan data SDKI (2012) prevalensi pemakaian kontrasepsi di antara
wanita kawin berusia 15-49 tahun menurut beberapa variabel karakteristik latar
belakang menunjukkan bahwa 62% menggunakan alat cara KB, sebagian besar di
antaranya menggunakan metode kontrasepsi modern (58%) dan 4% menggunakan
merupakan alat kontrasepsi terbanyak digunakan oleh wanita berstatus kawin (32%),
diikuti oleh pil KB, hampir 14% (Kemenkes RI, 2012).
Data profil kependudukan BkkbN Propinsi Sumatera Utara bahwa laju
pertumbuhan penduduk (LPP) dari tahun 2000 sampai 2010 sebesar 1,1%. Jumlah
penduduk tahun 2000 tercatat sebanyak 11.506.808 jiwa sedangkan jumlah penduduk
tahun 2010 tercatat sebanyak 12.985.075 jiwa. Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR) provinsi Sumatera Utara tahun 2010 sebesar 20,9 per 1.000 penduduk
lebih tinggi di atas angka nasional sebesar 17,9 per 1.000 penduduk, tetapi lebih
rendah atau mengalami penurunan jika dibandingkan angka kelahiran kasar tahun
2000 yaitu 26,54. Peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi dari 33 kabupaten
tercatat terbanyak menggunakan metode kontrasepsi suntikan (47,03%), disusul
dengan pil (24,72%), IUD (11,68%), dan implan (9,38%). Sedangkan untuk MOW
(3,61%), kondom (2,88%), dan MOP (0,71%) (BkkbN, 2013).
Berdasarkan data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Kota Binjai tahun 2013 bahwa pada tahun 2013 pencapaian peserta KB aktif (PA)
bulan Desember 2013 sebesar 29.564 akseptor atau 74,93% dari PUS lapangan
sebesar 39.454 orang. Jumlah peserta KB aktif di Kecamatan Binjai Utara sebanyak
9.077 orang, kecamatan Binjai Kota sebanyak 3.472 orang, Kecamatan Binjai Barat
sebanyak 5.049 orang, Kecamatan Binjai Timur sebanyak 6.304 orang dan
Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 5.662 orang. Berdasarkan jenis kontrasepsi, alat
implant (9,44%), IUD (7,09%), MOW/MOP (6,61%), dan kondom (3,28%). Angka
Drop out peserta KB di Kota Binjai sebanyak 6.246 (17,44%).
Sejak diserahkan kewenangan pemerintah dalam pengelolaan program KB
nasional kepada pemerintahan kabupaten/kota, gerak dan langkah program KB
nasional cenderung menurun sehingga dikatakan mati suri. Selain jumlah tenaga
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang semakin berkurang, karena
telah banyak dimutasikan ke instansi lain, juga kualitas penguasaan program semakin
menurun karena banyak tenaga PLKB yang baru hasil rekruitmen daerah belum
mendapatkan pembekalan arti penting program KB nasional dalam mendukung
pembangunan nasional. Seorang PLKB dibantu dan membawahi kader KB atau yang
dinamakan Sub Pembantu Pembina KB Desa (Sub PPKBD) (BKKBN, 2008).
Sub PPKBD dituntut untuk mampu melakukan pendekatan dengan
masyarakat sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat tersebut. Misalnya, untuk para
nelayan maka Sub PPKBD harus mengetahui kehidupan kaum nelayan, demikian
juga halnya dengan kaum petani sehingga waktu melakukan pendekatan Sub PPKBD
dapat menyesuaikan cara komunikasi sesuai tingkat pendidikan/pekerjaan. Sub
PPKBD juga harus berkomunikasi yang dengan masyarakat menggunakan
bahasa-bahasa yang harus dimengerti untuk menjelaskan tujuan KB sehingga diharapkan
akhirnya masyarakat dapat menjadi peserta KB aktif.
Petugas PLKB dan Sub PPKBD memiliki tugas yang sulit dimana selain harus
kesehatan selain itu juga harus mampu melakukan pendekatan ke pimpinan daerah
untuk menyampaikan program KB (Jurnal Keluarga, 2012).
Kader KB atau Sub PPKBD merupakan institusi masyarakat yang membantu
pemerintah sebagai media perantara dalam Program Keluarga Berencana (KB), artinya
Kader KB ini langsung berhadapan dengan masyarakat sasaran sehingga kinerja mereka
sangat penting. Selama ini Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) hanya
berperan untuk mengkoordinasikan para kader agar mengerti tentang program KB serta
segala tujuan dan sasaran dari program tersebut, memberikan pengarahan kepada kader
mengenai apa yang seharusnya mereka laksanakan. Dalam pelaksanaan program KB,
kader memiliki peranan yang sangat penting. Kader dianggap lebih mengerti tentang
masyarakat di wilayahnya sehingga merekalah yang lebih tahu apa yang harus dilakukan
demi meningkatkan peran serta masyarakat dalam ber-KB (Oktaviani, 2007).
Hasil penelitian Handayani (2012) di Kota Malang dan Kabupaten
Kotawaringin Timur menunjukkan masih banyak klien memperoleh pelayanan KB
yang kurang berkualitas tetapi mentolerirnya sehingga tetap merasa puas dengan
pelayanan tersebut. Masih cukup banyak juga klien yang mengeluhkan kurangnya
penjelasan dari petugas puskesmas. Petugas kesehatan selain sebagian kurang
terampil terhadap tindakan cara kontrasepsi tertentu, juga kurang melakukan
konseling dan pemberian informasi. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi tidak selalu
berkesinambungan sehingga masih ada keluhan tentang ketidaktersediaan alat dan
obat kontrasepsi (alkon) saat datang ke puskesmas. Ditemukan fakta di lapangan
cukup. Pengetahuan yang rendah khususnya pada keluarga miskin di daerah
perdesaan menyebabkan pemilihan jenis alkon tidak didasarkan pada pemahaman
cara kerja alkon yang benar. Kurangnya informasi menyebabkan kurangnya
pengetahuan klien dalam memilih jenis KB. Kenyataan ini didukung penelitian lain
oleh Iswarati dkk (2009) bahwa pemberian KIE dari semua petugas berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan bersama (suami dan isteri) untuk ber-KB.
Temuan di lapangan membuktikan bahwa perlunya informasi bagi masyarakat
karena akan membantu kesuksesan program KB. Penelitian Iswarati (2009)
menunjukkan bahwa Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui
poster/pamflet maupun televisi memperlihatkan pengaruh yang sangat bermakna
terhadap kepesertaan ber KB (p = 0,000). Pemberian KIE tentang KB oleh petugas
medis (dokter, bidan, paramedis) juga memberi pengaruh yang sangat signifikan (p =
0,000) terhadap kesertaan ber KB. Demikian halnya dengan adanya kunjungan
petugas lapangan KB (PLKB) dalam 6 bulan terakhir kepada klien pengaruhnya juga
signifikan (p = 0,018) terhadap kesertaan ber KB.
Penelitian yang dilakukan Junita (2009), di kecamatan Rambah Samo
Kabupaten Rokan Hulu menyimpulkan bahwa beberapa penyebab rendahnya
pemakaian alat kontrasepsi adalah kurangnya Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
tentang alat kontrasepsi, kurangnya dukungan dari petugas kesehatan, biaya untuk
membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau, serta alat kontrasepsi
Pembinaan Keluarga Berencana Desa merupakan wadah pengelolaan dan
pelaksanaan Program KB Nasional mulai dari tingkat Desa/Kelurahan, Dusun/RW
hingga tingkat RT. Di tingkat Desa/Kelurahan disebut Koordinator Pembantu
Pembina Keluarga Berencana Desa (Koord. PPKBD), di tingkat Dusun dinamakan
Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan di tingkat RT dinamakan
Sub Pembantu Pembina KB Desa (Sub PPKBD). Realitanya, Koordinator PPKBD
adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara
sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat
desa/kelurahan. Sementara PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader
dalam wadah organisasi dengan peran yang sama di tingkat dusun/RW. Sedangkan
Sub PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi
yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat
RT (Mardiya, 2012).
Kota Binjai merupakan salah satu wilayah di Sumatera Utara yang menjadi
target dalam peningkatan program KB. Kota Binjai terbagi menjadi 5 kecamatan dan
37 kelurahan yaitu Kecamatan Binjai Utara sebanyak 9 kelurahan, Binjai Kota
sebanyak 7 kelurahan, Binjai Barat sebanyak 6 kelurahan, Binjai Timur sebanyak 7
kelurahan, dan Binjai Selatan sebanyak 8 kelurahan. Jumlah PLKB/PKB sebanyak 37
orang (1 orang 1 kelurahan). Jumlah sub PPKBD sebanyak 296 orang yang terdiri 69
orang di Kecamatan Binjai Utara, 51 orang di Kecamatan Binjai Kota, 42 orang di
Kecamatan Binjai Barat, 73 orang di Kecamatan Binjai Timur dan 61 orang di
sebanyak 29.564 orang, seharusnya 35.810 orang, sehingga yang mengalami drop out sebanyak 6.246 orang (17,44%). Kejadian drop out di Kecamatan Binjai Utara
sebanyak 1.676 orang (15,59%), Kecamatan Binjai Kota sebanyak 790 (18,54%),
Kecamatan Binjai Barat sebanyak 1.002 (16,56%), Kecamatan Binjai Timur
sebanyak 1.488 (19,10%), dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 1.290 orang
(18,56%). Banyaknya jumlah akseptor yang drop out pada tahun 2013 disebabkan oleh banyak faktor seperti tidak cocok atau mengalami efek samping penggunaan
salah satu alat kontrasepsi, ingin mempunyai anak lagi sehingga harus berhenti
menggunakan alat kontrasepsi, suami yang meminta tidak menggunakan alat
kontrasepsi lagi, dan lain-lain. Hal ini diduga karena informasi yang diberikan oleh
Sub PPKBD kurang tepat pada akseptor, misalnya ibu yang berbadan gemuk
dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pil, ibu mengalami varises
disarankan untuk menggunakan implant.
Berdasarkan wawancara dengan 10 orang akseptor yang memilih drop out,
bahwa 4 orang mengatakan ingin memiliki anak lagi, 4 orang mengatakan mengalami
efek samping karena tidak sesuai dengan apa yang dikatakan kader (PPKBD)
sehingga ketika menggunakan alat kontrasepsi tersebut tidak cocok dengan dirinya, 2
orang karena suaminya yang memintanya tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Menurut 4 akseptor yang mengalami efek samping tersebut, bahwa kader (PPKBD)
tidak menjelaskan persyaratan yang tepat sesuai dengan indikasi alat kontrasepsi yang
akan digunakan. Ketika peneliti mewawancarai kader (PPKBD) mengapa tidak
akseptor, mereka mengatakan apa yang mereka ketahui itulah yang disampaikan
kepada akseptor, tetapi informasi tersebut sering kali kurang tepat. Hal tersebut
diduga karena kurangnya komunikasi edukasi dan informasi (KIE) dari PLKB
sehingga mereka juga menyampaikan hal-hal yang kurang tepat pada akseptor.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang Efektivitas Komunikasi Informasi Dan Edukasi dalam Meningkatkan
Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kota
Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas
komunikasi informasi dan edukasi dalam meningkatkan pengetahuan sub PPKBD
(Kader) tentang penggunaan alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera
Utara tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas komunikasi
informasi dan edukasi dalam meningkatkan pengetahuan sub PPKBD (Kader)
tentang penggunaan alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun
1.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu: Komunikasi Informasi Dan Edukasi PLKB
efektif dalam peningkatan pengetahuan sub PPKBD (Kader) tentang cara pemakaian
alat kontrasepsi di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara tahun 2014
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. BKKBN Kota Binjai
Menjadi masukan bagi BKKBN Kota Binjai dalam meningkatkan peran serta
PLKB dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada sub Pembantu
Pembina Keluarga Berencana Desa (sub PPKBD) tentang cara pemakaian alat
kontrasepsi.
2. Bagi Kepala Dinas Kota Binjai
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai mengenai sejauh mana
efektivitas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) PLKB dalam
meningkatkan cara pemakaian alat kontrasepsi.
3. Peneliti selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektifitas 2.1.1 Definisi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang
berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan
yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas
merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan
derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi
pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya
suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang
dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009) .
Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektifitas adalah keberhasilan suatu
aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah
ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan
dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka
aktifitas itu dikatakan tidak efektif.
2.1.2 Cara Pengukuran Efektifitas
Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009)
2.1.3 Pendekatan Efektifitas
Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu
efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu:
a. Pendekatan sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam
pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan
mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu
pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu
pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut
efektif.
b. Pendekatan sumber
Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga
dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga
harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan
keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga
mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari
lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan
output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
c. Pendekatan proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu
lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan
lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi.
Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan
perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang
dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan
lembaga.
2.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektifitas
Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba.
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan
memberikan hasil dari pada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi dengan
memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :
1. Adanya macam-macam output
Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran
efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran
juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran
indikator atau efektifitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai
dengan efektifitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang
diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang
menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya
hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam
pengukuran efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa
kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah :
a. Adaptabilitas dan fleksibilitas
b. Produktivitas
c. Keberhasilan memperoleh sumber
d. Keterbukaan dalam komunikasi
e. Keberhasilan pencapaian program
f. Pengembangan program (Steers dalam Starawaji, 2009)
2. Subjektivitas dalam adanya penilaian
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali
mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya
dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai
sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk
itu ada baiknya bila meninjau perlu masuk ke dalam suatu lembaga untuk
mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari
dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau
dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi
untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang
diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga
mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat R.M Steers yaitu bahwa
lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap
informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak
dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu
diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang
terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau
kegiatan dikatakan efektifitas apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat
yang nyata sesuai dengan kebutuhan (Steers dalam Starawaji, 2009).
2.2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) 2.2.1 Definisi
Menurut Effendi (1998) dalam Wardah (2010), komunikasi adalah pertukaran
pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling
percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain.
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk memengaruhi secara
positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan
metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun
Informasi adalah suatu hal pemberitahuan/pesan yang diberikan kepada
seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya. Informasi
adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan-kenyataan yang perlu diketahui oleh
masyarakat. Edukasi secara umum adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif dari
individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah
masyarakat sosial, ekonomi dan budaya (Wardah, 2010).
Menurut Effendy dalam Wardah (2010), pendidikan kesehatan merupakan
salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan, karena merupakan salah
satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan pelayanan kesehatan,
baik itu terhadap individu, keluarga, kelompok atau masyarakat.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu kegiatan penyuluhan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat (BkkbN, 2011).
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian
pesan, informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang program KB baik
menggunakan media seperti: radio, televisi, pers, film, mobil unit penerangan,
penerbitan, kegiatan promosi dan pameran dengan tujuan utama adalah untuk
memecahkan masalah dalam lingkungan masyarakat dalam meningkatkan program
KB atau sebagai penunjang tercapainya program KB (Wardah, 2010).
Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik Komunikasi, Informasi dan
penyampaian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah perilaku dengan
berbagai variabelnya, maka Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ini juga
mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi,
antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.
2.2.2. Tahapan dalam KIE
Menurut Trimanah (2004), pengelolaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu :
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah mengumpulkan data,
mengembangkan strategi, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan
komunikasi, membuat rencana pelaksanaan, menyiapkan pelaksanaan tahap
intervensi (pelaksanaan).
2. Tahap intervensi
Tahap intervensi ini dibagi ke dalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap
siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit
berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan
ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan
memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini
memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap
sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini
memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting
jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap
program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan.
3. Tahap monitoring dan evaluasi (pemantauan dan penilaian)
Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai
pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan
yang diperlukan dapat segera dilaksanakan. Aspek-aspek yang dipantau meliputi
input, proses, dan output dari suatu kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE). Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil
kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di
atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993). Tahap
evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak primer,
perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang perinciannya antara
lain sebagai berikut:
a. Tahapan Indikator Keberhasilan
b. Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok
1) Frekuensi kegiatan KIE perorangan
2) Frekuensi kegiatan KIE massa
c. Efek Primer Tingkat pengetahuan
d. Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program
1) Tingkat kelestarian partisipasi
2.2.3. Tujuan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Handayani (2010), tujuan dari Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) adalah sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio kultural yang dapat menjamin
berlangsungnya proses penerimaan untuk memberikan informasi yang
sejelas-jelasnya tentang aspek medis kontrasepsi kepada calon peserta KB, dan
kemudian mengajak mereka untuk menggunakan cara kontrasepsi yang sesuai
dengan keinginannya.
b. Membantu klien dalam mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik KB sehingga tercapai
penambahan peserta baru.
d. Membina kelestarian peserta KB.
e. Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar
sehingga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang
sehat dan bertanggung jawab.
2.2.4. Jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Wardah (2010), jenis Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
adalah:
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Individu: Suatu proses Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi,
2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kelompok: Suatu proses Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) timbul secara langsung antara petugas Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) dengan kelompok (2-15 orang).
3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Massa: Suatu proses Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) tentang program KB yang dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.
2.2.5. Prinsip Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menurut Handayani (2010) prinsip yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:
1. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.
2. Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu (status pendidikan, sosial
ekonomi dan emosi) sebagaimana adanya.
3. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
4. Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan
sehari-hari.
5. Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaan dan resiko yang dimiliki ibu.
6. Pemantapan kelestarian ber-KB dengan metode kontrasepsi efektif terpilih.
7. Mengarahkan gerakan KB nasional kepada gerakan yang menuntut partisipasi dari
seluruh masyarakat.
8. Menumbuhkan lingkungan yang mendukung terhadap peningkatan penggunaan
9. Meningkatkan kualitas pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
melalui analisa sasaran yang semakin tajam, kesepakatan pengelola program,
perkembangan isi pesan yang berkaitan dengan reproduksi sehat.
2.2.6. Langkah-Langkah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Langkah-langkah dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan komunikasi (Knowledge, Attitude, Practice)
2. Mengidentifikasi khalayak sasaran (segmentasi)
3. Mengembangkan pesan
4. Memilih media/strategi
5. Merencanakan dukungan sumberdaya dan penguatan interpersonal
6. Menyusun rencana kegiatan (jenis kegiatan, tugas, penanggung jawab, jangka
waktu dan sumberdaya yang diperlukan)
7. Indikator keberhasilan
Beberapa tahap dalam proses penerimaan atau penolakan seseorang terhadap
keluarga berencana dalam kegiatan penerangan dan motivasi keluarga berencana
adalah sebagai berikut:
a. Tahu Secara Sepintas (awareness)
Individu mengetahui adanya KB, tetapi ia belum mempunyai informasi yang
mendalam tentang sifat dan kegunaan gagasan tersebut. Ia mengetahui adanya KB
b. Tertarik (interest)
Individu mulai menaruh perhatian terhadap persoalan KB, dalam taraf ini individu
ingin mengetahui lebih banyak tentang KB dengan sungguh-sungguh
keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan yang diperolehnya dari berbagai sumber.
c. Penilaian (evaluation)
Setelah individu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang KB, ia akan
menilai untung ruginya KB bagi dirinya dan keluarganya.
d. Percobaan (trial)
Dalam tahap ini individu mencoba menjalankan metoda atau cara KB yang
diinginkannya. Hasil dari percobaan ini ada dua kemungkinan: Menerima dan
melaksanakan KB (adopsi) atau menolak Keluarga Berencana (KB).
e. Adopsi (adoption)
Individu menerima atau melaksanakan adopsi jika individu terus merasa puas,
baik dari segi alat atau obat pencegah kehamilan maupun dari segi pelayanan
petugas KB, maka individu akan terus menerima dan melaksanakan KB.
Kemudian Menolak jika individu merasa sudah menerima dan melaksanakan KB
kemudian merasa tidak puas, baik karena obat/alat pencegah kehamilan yang
dipakai maupun akibat pelayanan petugas KB yang mengecewakannya, maka
individu menolak yang berarti berhenti menerima dan melaksanakan KB.
Keadaan ini disebut ” drop out”. Apabila dalam tahap percobaan (trial) individu
KB hendaknya dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terus-menerus, serta
tidak merasa kecewa karena individu seperti ini masih mempunyai dua
kemungkinan yaitu: terus menolak jika individu merasa tidak puas dan tidak
senang maka ia akan menolak dan kemungkinan menolak jika ternyata ia merasa
puas dan senang, sesudah mendapat bantuan petugas KB, maka ia akan
menerima.
2.2.7. KIE tentang Program KB
Petugas KB melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi, KIE dan konseling
program keluarga berencana untuk:
1. Mendorong peningkatan kesertaan ber-KB yang semakin mandiri.
2. Mendorong peran serta dan kepedulian masyarakat untuk memberikan perhatian
kepada kesehatan dan keselamatan ibu dan keluarganya.
3. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian keluarga terhadap kesehatan reproduksi
dalam rangka membina keharmonisan keluarga.
4. Meningkatkan ketahanan keluarga yang meliputi aspek keagamaan, pendidikan,
sosial budaya, cinta kasih dan perlindungan dalam rangka mewujudkan keluarga
yang bahagia.
5. Mendorong keluarga agar mau dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga
melalui pemberdayaan ekonomi keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga
2.3. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah perangkat pemerintah
daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaaan, pergerakan dan
pengembangan potensi, partisipasi masyarakat sesuai dengan tujuan kondisi dan
kebutuhan program KB Nasional di tingkat desa atau kelurahan (BKKBN, 2008).
PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) adalah seorang PNS atau non
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai
tugas, tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi
dan pengembangan KB (BKKBN, 2011).
PLKB sebagai petugas yang mempunyai kedudukan di tingkat kelurahan/
desa, adalah merupakan petugas strategis yang diharapkan mampu menjawab dan
membawa misi perubahan tersebut. Melalui PLKB, semua gagasan baru program KB
bisa disampaikan kepada masyarakat. Melalui PLKB, semua potensi masyarakat bisa
digali, dan melalui PLKB pula pada akhirnya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan program KB bisa ditingkatkan (BKKBN, 2008).
PLKB mempunyai 10 fungsi yaitu: 1)pendekatan tokoh formal, 2)pendataan
dan pemetaan, 3) pendekatan tokoh informan, 4) pembentukan kesepakatan,
5)penegasan kesepakatan, 5) komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), 6)penyiapan
kader dan penumbuhan IMP, 8) pelayanan, 9) pembinaan keluarga, 10)pencatatan dan
2.4. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD)
Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) adalah institusi
masyarakat di tingkat kelurahan/desa yang mewadahi peran serta masyarakat dan
pengelolaan, penyelenggaraan dan pembinaan program keluarga berencana di
kelurahan/desa (BkkbN, 2011).
Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) adalah
seorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela
berperan aktif melaksanakan / mengelola Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat Dusun/RW (BKKBN, 2006).
Pelaksanaan Gerakan KB Nasional dan Gerakan Pembangunan Keluarga
Sejahtera di setiap Desa/Kelurahan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh 1 (satu)
orang PPKBD. Untuk pelaksanaannya PLKB memerlukan peran serta masyarakat,
untuk membantu melaksanakan Gerakan KB Nasional, khususnya dalam
meningkatkan peserta KB baru dan pembinaan peserta KB aktif, serta membantu
PLKB menggerakkan seluruh potensi dusun/lingkungan/RW dalam gerakan KB dan
pembangunan keluarga sejahtera.
Dalam pengangkatan Sub PPKBD, PLKB perlu memperhatikan persyaratan
sebagai berikut:
1. Warga masyarakat desa/kelurahan setempat.
2. Tokoh masyarakat yang berpengaruh di desa/kelurahan, yang status keluarganya
KS II ke tingkat pendidikan minimal lulus SD.
3. Bersedia menjadi Sub PPKBD secara aktif.
Menurut BKKBN (2012), kader sub PPKBD harus memiliki pengetahuan dan
menguasai tentang Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera meliputi:
1. Pengetahuan yang menyangkut reproduksi keluarga sejahtera, antara lain:
a. Pemahaman tentang reproduksi manusia: alat reproduksi pria, alat reproduksi
wanita, siklus reproduksi.
b. Pemahaman tentang pola rasional tentang penggunaan alat kontrasepsi :
penundaan kehamilan anak pertama, penjarangan anak kedua, penghentian
kehamilan setelah anak kedua atau lebih.
c. Pemahaman tentang alat kontrasepsi: medis operatif, IUD, implant, suntikan,
pil, kondom.
d. Pemahaman tentang keluarga sadar HIV/AIDS.
e. Pemahaman gerakan keluarga sehat sejahtera; bina keluarga ibu hamil, bina
keluarga ibu resiko tinggi, dan sebagainya.
2. Pengetahuan yang menyangkut ketahanan keluarga sejahtera, antara lain:
a. 8 fungsi keluarga.
b. Pengetahuan tentang bina keluarga sejahtera (BKB, BKR, BKL, BLK).
c. Gerakan keluarga sadar lingkungan
d. Keluarga sejahtera sadar buta aksara dan wajar 9 tahun.
e. Gerakan keluarga berencana nasional, beasiswa, supersemar.
f. Bina keluarga Iqro.
g. Gerakan keluarga berencana nasional melalui pondok pesantren.
h. Gerakan nasional orangtua asuh (GNOTA).
j. Asuransi untuk biaya pendidikan
k. Dan sebagainya
3. Pengetahuan yang menyangkut pemberdayaan ekonomi keluarga sejahtera, yaitu:
a. Pemahaman tentang indikator keluarga pra sejahtera, Keluarga Sejahtera (KS)
I, KS II, KS III, dan KS III Plus.
b. Tata cara penanggulangan kemiskinan, khususnya bagi keluarga sejahtera dan
KS I alasan ekonomi.
c. Pelaksanaan kegiatan UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
Sejahtera).
d. Bangga suka desa.
e. Pelaksanaan program Takesra dan Kukesra.
f. Program pengembangan kemitrausahaan.
g. Dan sebagainya.
2.5. Pengetahuan
Menurut Hidayat (2009) pengetahuan merupakan proses belajar dengan
menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk
dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun
pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Taufik (2010), pengetahuan yang dicakup di dalam kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.
d. Analisa (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara
lain meliputi:
1) Cara Coba Salah (trial and error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah
2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh
orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina
sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat
malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering
mengembara.
3) Cara kekuasaan atau otoritas
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang
lalu.
5) Cara Akal sehat (Common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang
tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau
agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang
menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari
Tuhan melalui para Nabi.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses
di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir
manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan
pikirannya.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih
populer disebut metodologi penelitian.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti
atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan
2.6. Keluarga Berencana
Menurut Hartanto (2010) Keluarga Berencana adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif
tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan menentukan jumlah anak
dalam keluarga.
Kontrasepsi adalah usaha-usaha mencegah kehamilan. Usaha-usaha itu dapat
bersifat sementara dan dapat juga dapat bersifat permanen. Sampai sekarang cara
kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus dapat dipercaya, tidak
menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut
kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan saat melakukan coitus, tidak memerlukan
motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat
dijangkau oleh lapisan masyarakat dan dapat diterima penggunaannya oleh pasangan
yang bersangkutan (Wiknjosastro, 2009).
2.6.1. Metode Kontrasepsi
2.6.1.1. Pil KB
1. Pil Kombinasi (Anisah, 2010)
Pil kombinasi adalah pil KB yang mengandung kombinasi derivat estrogen dan
a. Monofasik
Monofasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif progesteron dan estrogen dalam dosis yang sama,
dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
b. Bifasik
Bifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung
hormon aktif progesteron dan estrogen dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7
tablet tanpa hormon aktif.
c. Trifasik
Trifasik adalah pil kombinasi yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung
hormon aktif progesteron dan estrogen dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7
tablet tanpa hormon aktif.
2. Pil Mini
Pil mini hanya mengandung progestin saja dalam dosis rendah. Oleh karena itu, pil
mini cocok untuk ibu menyusui karena tidak mengganggu produksi ASI. Ada 2 jenis
pil mini yaitu: pil mini dalam kemasan isi pil 28 dan 35 pil.
2.6.1.2 Cara Kerja Pil
Menurut Saifuddin (2010), cara kerja dari pil adalah sebagai berikut:
1. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium.
2. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit.
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
2.3.1.3 Keuntungan Pil
Pil KB memberikan keuntungan yaitu resiko terhadap kesehatan kecil, efektifitas
tinggi bila diminum secara teratur, tidak mengganggu hubungan seksual, siklus haid
teratur, dapat mengurangi kejadian anemia, dapat digunakan dalam jangka panjang,
mudah dihentikan setiap waktu, dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat dan
membantu mengurangi kejadian kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker
endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara,
dismenorea dan jerawat (Anisah, 2010).
2.3.1.4 Efek Samping Pil
Mual terutama pada 3 bulan pertama, perdarahan bercak, pusing dan nyeri
payudara, timbul flek-flek hitam di wajah, tidak mencegah IMS, HBV, HIV/AIDS,
amenorea, berat badan naik sedikit dan dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi
cairan, sehingga beresiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena (Saifuddin,
2010).
2.3.1.5 Indikasi Pil
Pada prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan kontrasepsi pil seperti:
usia reproduksi, telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak, gemuk atau
kurus, menginginkan metode kontrasepsi dengan efektifitas tinggi, setelah melahirkan
dan tidak menyusui, pasca keguguran, anemia karena haid berlebihan, nyeri haid hebat,
siklus haid tidak teratur, riwayat kehamilan ektopik, kelainan payudara jinak, kencing
manis tanpa komplikasi pada ginjal, penyakit tiroid, penyakit radang panggul,
endometriosis atau tumor ovarium jinak, menderita tuberkulosis dan varises vena
2.6.1.6 Kontra Indikasi Pil
1. Hamil atau dicurigai hamil.
2. Menyusui eksklusif.
3. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
4. Penyakit hati akut (hepatitis).
5. Perokok dengan usia lebih dari 35 tahun.
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/110 mmHg.
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis > 20 tahun.
8. Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara.
9. Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi).
10.Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari. (Saifuddin, 2010)
2.6.2 Suntik KB
2.6.2.1 Jenis dan Cara Kerja
Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang mampu
melindungi seorang ibu terhadap kehamilan yang diberikan secara suntik. Dalam cara
KB ini, seorang wanita diberikan injeksi hormon setiap 1-3 bulan, biasanya di klinik
oleh petugas kesehatan (Manuaba, 2009).
KB suntik terdiri dari 2 ragam yakni suntikan progestin saja dan suntikan
terpadu/kombinasi (progestin dan estrogen). Untuk suntikan progestin, misalnya
Depoprovera atau Noristerat, hanya mengandung hormone progestin saja. Suntik
progestin diberikan 2 atau 3 bulan sekali. Ini akan aman untuk perempuan yang
Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja seperti pil yaitu
mencegah terjadinya ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi serta
menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2010).
2.6.2.2 Keuntungan
Keuntungan alat kontrasepsi suntik adalah sebagai berikut:
1. Sangat efektif.
2. Pencegahan kehamilan jangka panjang.
3. Tidak berpengaruh pada hubungan seksual.
4. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
5. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
6. Menurunkan kejadian penyakit kanker payudara.
7. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
8. Menurunkan krisis anemia bulan sabit. (BKKBN, 2006)
2.6.2.3 Kerugian
Kerugian penggunaan KB suntik adalah:
1. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak dan amenore.
2. Keterlambatan kembali kesuburan sampai satu tahun.
3. Depresi.
4. Berat badan meningkat.
5. Galaktore