• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan di Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan di Provinsi Maluku"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU

DISERTASI

IZAAC TONNY MATITAPUTTY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

“Pengembangan Kawasan Sentra Produksi dalam Meningkatkan Perekonomian Wilayah Kepulauan di Provinsi Maluku”

adalah merupakan karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Development of Production Centers Area in Improving Archipelago Region Economy in the Province of Maluku. (KUNTJORO as Chairman, HARIANTO and D.S. PRIYARSONO as Members of the Advisory Committee).

Province of Maluku is the lagerst archipelago in Indonesia with the heterogen and large local spesific in the marine sector this region should be able to develop marine/maritim based key sectors. The region which is consisting of the islands requires the ability of service facilities in the centers of development as prime mover to develop the marine based key sectors in this archipelago. The objectives of the research are to: (1) identify the region key sectors on the basis analyze of partial criteria local spesific marine/maritim province of Maluku, (2) analyze the key sectors based on criteria analysis of connectivity in the province of Maluku, (3) analyze of the final demand impact sectors of the economy of the region to other economic sectors and the total output in the province of Maluku, ( 4) analyze the role of development centers based on the ability of the service facilities in the province of Maluku and, (5) analyze to the develop level of the hierarchy of central regional in the province of Maluku as an archipelago.This research the conducted by two approaches, sectoral and regional approach. Sectoral approach studied by the method of Input-Output (I-O) and regional approach studied by the method of scolagram. Input-Output analysis to determine the key sectors, while the ability to analyze scalogram likes sevice facilities in the center development as a prime mover the development of key sectors on spesific local area of islands.The results of analysis showed key sectors in the province of Maluku has not been well developed as yet supported by the ability of the service facilities at the development of production centers area.

(4)

IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi dalam Meningkatkan Perekonomian Wilayah Kepulauan di Provinsi Maluku. (KUNTJORO sebagai Ketua, HARIANTO dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Provinsi Maluku merupakan wilayah kepulauan terbesar di Indonesia,

dengan local spesific yang sangat besar di sektor bahari maka seharusnya wilayah

ini mampu mengembangkan sektor-sektor unggulan berbasis bahari/maritim. Wilayah yang terdiri dari pulau-pulau memerlukan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan sehingga mampu menggerakkan sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah kepulauan yang berbasis bahari/maritim tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasikan sektor-sektor

unggulan berdasarkan kriteria analisis parsial yang berbasis local spesific

bahari/maritim di wilayah kepulauan Provinsi Maluku, (2) menganalisis sektor-sektor unggulan wilayah berdasarkan kriteria analisis konektivitas di wilayah kepulauan Provinsi Maluku, (3) menganalisis dampak output permintaan akhir sektor-sektor ekonomi wilayah kepulauan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dan total output Provinsi Maluku, (4) menganalisis peran fungsi pelayanan pusat-pusat pengembangan wilayah berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan di wilayah kepulauan Provinsi Maluku dan, (5) menganalisis hirarki tingkat perkembangan pusat-pisat pengembangan wilayah di Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan. Penelitian ini dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dikaji dengan metode Input-Output sedangkan regional menggunakan metode Skalogram. Analisis I-O untuk mengetahui sektor-sektor unggulan wilayah dan Skalogram menganalisis kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan sebagai penggerak utama pengembangan sektor-sektor unggulan berbasis wilayah

kepulauan dengan local spesific bahari/maritim. Hasil analisis memperlihatkan

sektor unggulan di Provinsi Maluku belum didukung oleh kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan Kawasan Sentra Produksi .

(5)

RINGKASAN

IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Dalam Meningkatkan Perekonomian Wilayah Kepulauan di Provinsi Maluku, (KUNTJORO sebagai Ketua, HARIANTO dan PRIYARSONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pengembangan sektor-sektor unggulan ekonomi wilayah kepulauan Provinsi Maluku sudah merupakan aspek yang sangat mendesak, sehingga arah dan strategi kebijakan pembangunan ekonomi wilayah harus berorientasi pada

keunggulan spasial dan potensi lokal (local spesific). Aspek ini akan memberikan

manfaat pada wilayah kabupaten/kota di Provinsi Maluku untuk menggerakkan

sektor-sektor unggulannya sebagai penggerak utama (prime mover) bagi sektor

lain dalam mendorong atau menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru (new

growth poles) dan tidak terpusat pada satu pusat pertumbuhan (growth pole) wilayah saja. Dengan mengidentifikasi/menemukenali serta menentukan sektor-sektor unggulan wilayah serta didukung oleh kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah yang berbasis wilayah kepulauan maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi sektor-sektor unggulan (key sectors) berdasarkan kriteria analisis parsial yang berbasis local spesific bahari/maritim di wilayah kepulauan Provinsi Maluku, (2) menganalisis sektor-sektor unggulan (key sectors) berdasarkan kriteria analisis konektivitas di wilayah kepulauan Provinsi Maluku, (3) menganalisis dampak peningkatan

permintaan akhir (output final demand impact) sektor-sektor ekonomi berbasis

wilayah kepulauan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dan total output Provinsi Maluku, (4) menganalisis peran pusat-pusat pengembangan wilayah di Provinsi Maluku berdasarkan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan sehingga mampu mendorong pengembangan sektor-sektor unggulan berbasis

local spesific wilayah kepulauan dan, (5) menganalisis hirarki tingkat perkembangan pusat-pusat pengembangan wilayah berdasarkan kelompok dan kemampuan fasilitas pelayanan yang tersedia di pusat pengembangan.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dengan dua pendekatan analisis yaitu pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral menggunakan metode analisis Input-Output (I-O) sedangkan pendekatan regional menggunakan metode analisis skalogram. Analisis sektor-sektor unggulan ekonomi Provinsi Maluku dilakukan berdasarkan klasifikasikan 60 sektor ekonomi tabel I-O Maluku. Dengan analisis ini diharapkan dapat melihat struktur

output, nilai tambah bruto, multiplier effek dan keterkaitannya (linkages) diantara

(6)

Arah dan strategi kebijakan perekonomian pemerintah daerah dapat dilihat dari hasil analsis I-O seperti, melihat konektivitas antara kriteria analisis sektor-sektor unggulan pada struktur output dengan nilai tambah bruto, struktur output, nilai tambah bruto dengan multiplier effek atau struktur output,nilai tambah bruto, multiplier effect dengan intersectoral linkages. Konektivitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sektor-sektor unggulan sesuai dengan arah dan strategi kebijakan perekonomian pemerintah yang berbasis potensi lokal (local spesific) wilayahnya. Analisis untuk simulasi dilakukan dengan shock output permintaan akhir pada sektor-sektor yang relevan dengan karakteristik wilayah kepulauan seperti angkutan, air (laut), udara, darat dan perikanan. Hasil analisis skalogram terhadap kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan (kabupaten/kota) memperlihatkan bahwa Kota Ambon masih merupakan satu-satunya pusat pengembangan utama/pusat pertumbuhan di Provinsi Maluku diikuti pusat pengembangan lainnya seperti, Kabupaten Maluku Tengah, Buru, Maluku Tenggara, Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara Barat Daya, Seram Bagian Timur dan terakhir Kabupaten Kepulauan Aru. Hirarki pusat pengembangan menunjukkan masih rendahnya ketersediaan fasilitas pelayanan wilayah di Provinsi Maluku.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Provinsi Maluku belum mampu mengembangkan sektor-sektor unggulan wilayah berbasis potensi lokal (local spesific) bahari/maritim. Hal ini dapat di lihat dari hasil analisis konektivitas yang tidak memperlihatkan keterkaitan sektor-sektor

ekonomi dari konektivitas struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan

intersectoral linkages. Hasil simulasi final demand impacts menunjukkan sektor

perikanan dan beberapa sektor yang berbasis wilayah kepulauan (archipelago)

belum mampu menjadi sektor unggulan sedangkan sektor perdagangan besar dan eceran merupakan sektor terunggul.

Ketidakmampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah seperti belum memiliki fasilitas pelayan yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya sehingga memiliki kapasitas pendukung yang rendah bagi pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah

berbasis local spesific. Dengan demikian hasil analsis menunjukkan bahwa belum

ada sektor-sektor unggulan Provinsi Maluku berbasis potensi lokal (local spesific)

wilayah yang mampu menciptakan keunggulan sektoral dari sisi konektivitas struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect, intersectoral linkages dan

final demand impact. Sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan Provinsi Maluku belum mampu menjadi sektor unggulan karena rendahnya kemampuan fasilitas pelayanan yang tersedia di pusat-pusat pengembangan wilayah.

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa implikasi kebijakan sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah perlu menentukan sektor-sektor unggulan wilayah yang

berbasis spasial dan potensi lokal (local spesific) wilayah kepulauan sehingga

mampu meningkatkan perekonomian berdasarkan kemampuan dan potensi lokal wilayah yang tersedia di wilayah ini.

2. Pada wilayah periphery kabupaten lainnya perlu dikembangkan sektor-sektor

(7)

pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) dan berkembangnya sektor-sektor unggulan wilayah.

3. Kuatnya daya tarik aglomerasi dan lemahnya polarisasi dari pusat

pertumbuhan (growth pole) Kota Ambon terhadap wilayah lainnya (periphery)

seperti kemampuan penyediaan fasilitas pelayan di sektor jasa dan pengangkutan dan komunikasi yang terpusat menjadikannya sebagai satu-satunya pusat pertumbuhan di Provinsi Maluku. Untuk itu kebijakan pembangunan daerah lebih diarahkan pada penciptaan dan penyediaan fasilitas pelayanan di setiap wilayah pengembangan sehingga mampu mempercepat penciptaan pusat-pusat pengembangan utama yang baru selain Kota Ambon.

4. Perlu dilakukan perubahan arah dan strategi kebijakan pembangunan ekonomi

dari basis daratan (continental) ke arah dan strategi wilayah yang berbasis spasial dan potensi lokal wilayah kepulauan yakni bahari/maritim sehingga mampu menciptakan keunggulan sektoral baik dari sisi struktur output, nilai

tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages dan dukungan

ketersediaan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah. Dengan demikinan seluruh pusat-pusat pengembangan akan saling

membutuhkan baik antarwilayah maupun antarsektor (interregional linkages

dan intersectoral linkages) di wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

Sesuai dengan hasil analisis pada penelitian ini maka diusulkan penelitian selanjutnya sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih terperinci pada

komoditi-komoditi sektor ekonomi yang berbasis spasial dan potensi lokal (local

spesific) wilayah seperti penelitian RCA antarwilayah di wilayah kepulauan.

2. Penelitian ini tidak dilakukan pada wilayah-wilayah pemekaran baru diatas

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan penididikan, p[enelitian, penulisn karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, dan tinauan suatu masalah ;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI

DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH

KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU

IZAAC TONNY MATITAPUTTY

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

1. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:

1. Prof (R). Dr. Ir. Dewa Sadra Swastika, MSc

Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS

(12)

Judul Disertasi : Pengembangan Kawasan Sentra Produksi dalam Meningkatkan Perekonomian Wilayah Kepulauan di Provinsi Maluku

Nama Mahasiswa : Izaac Tonny Matitaputty

Nomor Pokok : A 161030091

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Ketua

Dr. Ir. Harianto, MS Ir. D. S. Priyarsono, Ph. D

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

atas segala karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan peneletian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk

meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Sekolah

Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “ Pengembangan

Kawasan Sentra Produksi dalam Meningkatkan Perekonomian Wilayah

Kepulauan di Provinsi Maluku.”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro, sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Harianto

dan Ir. D. S. Priyarsono, Ph. D sebagai anggota komisi pembimbing atas

bimbingan dan arahannya dalam penyusunan disertasi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi Pertanian atas dorongan dan bimbingannya selama penulis kuliah di

program studi sampai penulisan disertasi ini.

3. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

4. Rektor Universitas Pattimura yang telah memberikan izin belajar kepada

penulis untuk melanjutkan studi program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

5. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura yang telah mendukung

(14)

6. Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, Dr.

Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec dan Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka

Prof (R). Dr. Ir. Dewa Sadra Swastika, Dr. Ir. Anna fariyanti, M.Si

7. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).

8. Ibunda Anatje dan Ayahanda (Alm) Ledrick Hendrick, Cindy, Putri, Syaloom

beserta seluruh keluarga besar Matitaputty, Yohannis, Yohanna, Ferdinand,

Matheus, Aleksander, Leonard, Rudllof, Abraham, Yuliana dan Bill.

9. Prof. Dr. J. Syauta, MEc (Alm), Drs. D. I. Sihasalle (Alm), Drs. F. Bahasoan,

(Alm), Ibu Non Syauta, Ibu Hawa Syarluf, Ibu Thea Sihasalle, dan seluruh

staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pattimua atas dukungannya.

10.Teman sejawat, Mas Arif Dirgantoro, Bayu, Ridwan, Asri Djauhar, Yusuf,

Didiek, Mbak Beatrixia, Hapsa, Wiwiek, Naidah dan Perhimpunan Alumni

SMP-SMA Angkasa Lanud Pattimura (PRASSASTI), atas dorongan dan

bantuannya kepada penulis.

11.Teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

12.Pegawai sekretariat EPN, mbak Rubby, Yanni, Kokom, mas Husein dan

Erwin yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan selama pendidikan ini

mendapat balasan Berkat dari Tuhan Yang Maha Kasih. harapan penulis semoga

disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2012

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon-Laha, Komplek TNI-AU Lanud Pattimura

tanggal 1 April 1964 dan diberi nama, Izaac Tonny Matitaputty dari pasangan

Ledrick Hendrick Matitaputty (Alm) dengan Anatje Silooy. Penulis dibesarkan

dalam lingkungan keluarga besar TNI-AU Lanud Pattimura. Pendidikan Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas semuanya dilalui

oleh penulis di lingkungan pendidikan yayasan Ardhya Garini (Angkasa) Lanud

Pattimura-Laha. Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Fakultas Ekonomi

Universitas Pattimura dan lulus Tahun 1990. Tahun ajaran 1996 penulis

melanjutkan pendidikan pada jenjang S2 (Magister) Program Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah (PPW) Universitas Hassanudin Makassar, lulus Tahun

1998. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang S3 (Doktor) di

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mulai bekerja dari Tahun 1993 hingga sekarang sebagai staf

pengajar di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,

(16)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Kegunaan Penelitian ... 15

1.5. Ruang Lingkup ... 15

1.6. Keterbatasan Penelitian ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Tinjauan Teoritis ... 19

2.1.1. Perwilayahan Pembangunan dan Pembangunan Wilayah ... 19

2.1.2. Penataan Ruang Wilayah ... 30

2.1.3. Konsep Pusat Pengembangan Wilayah ... 35

2.1.4. Wilayah Negara Daratan Versus Wilayah Negara Kepulauan ... 42

2.1.5. Peran dan Fungsi Wilayah di Era Otonomi ... 49

2.1.6. Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 52

2.1.7. Sektor-Sektor Strategis Pembangunan Wilayah ... 58

(17)

xv

2.1.9. Teori Lokasi ... 68

2.1.9.1. Teori Perroux ... 70

2.1.9.2. Teori Losch ... 73

2.1.9.3. Teori Hirschman ... 75

2.1.10. Teori Leontief (Model I-O) ... 77

2.1.11. Analisis Model Input-Output (I-O) ... 83

2.2. Tinjauan Empiris... ... 86

2.2.1. Kebijakan Pembangunan Wilayah Atas Dasar Geografi Ekonomi ... 86

2.2.2. Dinamika Antarsektor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Sektoral Wilayah ... 91

2.2.3. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kebijakan Strategi Pembangunan Ekonomi Antarwilayah Berbasis Potensi Lokal Wilayah ... 95

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 101

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 105

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 107

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 107

4.3. Metode Analisis Data ... 108

4.3.1. Analisis Pendekatan Regional ... 111

4.3.1.1. Analisis Skalogram ... 111

4.3.2. Analisis Pendekatan Sektoral ... 113

(18)

xvi

5.1.1. Letak Geografis Wilayah ... 127

5.1.2. Topografi dan Iklim ... 129

5.1.3. Kondisi Sumberdaya Alam Wilayah dan Pemanfaatannya ... 131

5.1.3.1. Kawasan Wilayah Daratan ... 132

5.1.3.2. Kawasan Wilayah Lautan ... 135

5.1.4. Komposisi Penduduk ... 137

5.1.5. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat ... 138

5.1.6. Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi ... 139

5.1.6.1. Transportasi Darat ... 139

5.1.6.2. Transportasi Udara ... 140

5.1.6.3. Transportasi Air (Laut) ... 141

5.1.7. Kondisi Perekonomian Wilayah ... 142

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU ... 147

6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku ... 147

6.2. Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Dalam Kajian Analisis Input-Output (I-O) ... 149

6.2.1. Strukutur Permintaan dan Penawaran... 149

6.2.2. Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto ... 159

6.2.3. Struktur Permintaan Akhir... 162

6.3. Analisis Pengganda ... 165

6.3.1. Angka Pengganda Output ... 167

(19)

xvii

6.4.1. Keterkaitan ke Depan dan Penyebaran ke Depan ... 175

6.4.2. Keterkaitan ke Belakang dan Penyebaran ke Belakang ... 178

VII. KONEKTIVITAS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI

MALUKU ... 183

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku ... 183

7.1.1. Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan Kriteria Analisis Struktur Output dengan Nilai

Tambah Bruto ... 186

7.1.2. Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan

Kriteria Analisis Multiplier Effect ... 188

7.1.3. Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan

Kriteria Analisis Keterkaitan Antarsektor ... 191

7.1.4. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis Struktur

Output, Nilai Tambah Bruto dengan Multiplier Effect.

Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Intersectoral

Linkages. Struktur Output, Nilai Tambah Bruto,

Multiplier Effect dan Intersectoral Linkages ... 192 7.2. Kebijakan Final Demand Impacts Terhadap Sektor-Sektor

Perekonomian Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku ... 204

7.2.1. Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan

Akhir di Sektor Angkutan Udara (SIM 1) ... 206

7.2.2. Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan

Akhir di Sektor Angkutan Darat (SIM 2) ... 207

7.2.3. Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan

Akhir di Sektor Angkutan Air (SIM 3) ... 208

7.2.4. Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan

Akhir di Sektor Perikanan (SIM 4) ... 209

7.2.5. Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Angkutan Udara, Darat, Air dan

(20)

xviii

7.4. Arah dan Strategi Kebijakan Pengembangan Sektor

Unggulan di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku ... 214

7.5. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Berbasis Sektor Unggulan Bahari/Maritim dan Prospeknya di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku ... 217

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU ... 221

8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan ... 221

8.2. Analisis Kemampuan Fasilitas Pelayanan dan Hirarki Pusat Pengembangan Wilayah ... 222

8.2.1. Penilaian Kemampuan Fasilitas Pelayanan Dengan Metode Skalogram Guttman ... 223

8.2.1.1. Kota Ambon ... 224

8.2.1.2. Kabupaten Maluku Tengah ... 226

8.2.1.3. Kabupaten Buru ... 227

8.2.1.4. Kabupaten Maluku Tenggara ... 229

8.2.1.5. Kabupaten Seram Bagian Barat ... 230

8.2.1.6. Kabupaten Maluku Tenggara Barat ... 231

8.2.1.7. Kabupaten Seram Bagian Timur ... 232

8.2.1.8. Kabupaten Kepulauan Aru ... 234

8.3 Penilaian Kemampuan Fasilitas Pelayanan Provinsi Maluku Sebagai Wilayah Kepulauan Berbasis Bahari / Maritim ... 237

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 245

(21)

xix

DAFTAR PUSTAKA ... 251

(22)

xx

Nomor Halaman

1. Perbedaan Karakteristik Wilayah Daratan dan Kepulauan ... 44

2. Perbedaan Pengembangan Wilayah Daratan dengan kepulauan ... 45

3. Kerangka/Model Baku Tabel Input-Output ... 83

4. Matriks Pendekatan Penelitian ... 109

5. Informasi dan Data Untuk Analisis Skalogram ... 112

6. Skalogram Pada Pusat Pengembangan Wilayah di Provinsi ”X” ... 113

7. Tabel Transaksi Input-Output Sederhana... 116

8. Ketinggian dan Derajat Kemiringan Rata-rata Wilayah ... 130

9. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Hasil Budidaya Tambak dan

Kolam Menurut Jenis Ikan di Provinsi Maluku, Tahun 2008 ... 136

10. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Menurut Jenis Ikan di Provinsi

Maluku, Tahun 2008 ... 137

11. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku,

Tahun 2005 – 2007 ... 138

12. PDRB Provinsi Maluku Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Konstan, Tahun 2000/2008 ... 145

13. Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Sektor Ekonomi di

Provinsi Maluku, Tahun 2007 ... 151

14. Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Sektor Ekonomi di

Provinsi Maluku, Tahun 2007 ... 154

15. Sepuluh Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output Provinsi

Maluku, Tahun 2007 ... 160

16. Sepuluh Sektor Terbesar Menurut Peringkat Nilai Tambah Bruto

Provinsi Maluku, Tahun 2007 ... 160

17. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponen Pendapatan ... 164

(23)

xxi

20. Sepuluh Sektor Pengganda Pendapatan Terbesar Menurut

Sektor Ekonomi Provinsi Maluku, Tahun 2007 ... 170

21. Sepuluh Sektor Pengganda Tenaga Kerja Sektoral Terbesar

Menurut Sektor Ekonomi Provinsi Maluku, Tahun 2007 ... 172

22. Sepuluh Sektor Tingkat Keterkaitan ke Depan Tertinggi

dengan Tingkat Penyebarannya ... 175

23. Sepuluh Sektor Tingkat Penyebaran ke Depan Tertinggi

dengan Tingkat Keterkaitan ke Depannya ... 177

24. Sepuluh Sektor Tingkat Keterkaitan ke Belakang Tertinggi

dengan Tingkat Penyebarannya ... 178

25. Sepuluh Sektor Tingkat Penyebaran ke Belakang Tertinggi

dengan Tingkat Keterkaitan ke Belakangnya ... 181

26. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Analisis Struktur

Output dan Nilai Tambah Bruto di Provinsi Maluku ... 187

27. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis

Struktur Output dengan Nilai Tambah Bruto ... 188

28. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Analisis Angka

Pengganda, Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja. ... 190

29. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis

Angka Pengganda, Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 190

30. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Keterkaitan

Antarsektor di Provinsi Maluku ... 192

31. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis

Keterkaitan Antarsektor ... 192

32. Sepuluh Sektor Terbesar dari Struktur Output, Nilai Tambah

Bruto dengan Angka Pengganda ... 195

33. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Struktur Output, Nilai

Tambah Bruto dan Angka Pengganda ... 196

34. Sepuluh Sektor Terbesar dari Struktur Output, Nilai Tambah

(24)

xxii

36. Sepuluh Sektor Terbesar dari Angka Pengganda dengan

Keterkaitan Antarsektor . ... 199

37. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Angka Pengganda dengan

Keterkaitan Antarsektor ... 200

38. Keunggulan Sektoral dari Struktur Output, Nilai Tambah Bruto,

Pengganda, Keterkaitan Antarsektor. ... 201

39. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Struktur

Output, Nilai Tambah Bruto, Angka Pengganda dan Keterkaitan

Antarsektor ... 203

40. Sepuluh Sektor Penerima Terbesar Dampak Permintaan Akhir

Terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku ... 205

41. Penilaian Fungsi / Pusat Pelayanan Dengan Skalogram Guttman

di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun 2000 - 2002 ... 239

42. Penilaian Kemampuan Pelayanan Dengan Skalogram Guttman

di Pusat Pengembangan, Tahun 2000 – 2002 ... 240

43. Pengelompokkan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah Berdasarkan

Metode Skalogram di Provinsi Maluku, Tahun 2000-2002 ... 241

44. Penilaian Fungsi/Pusat Pelayanan dengan Skalogram Guttman

di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun 2008 – 2009 ... 242

45. Penilaian Kemampuan Pelayanan dengan Skalogram Guttman

di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun 2008 – 2009 ... 243

46. Pengelompokkan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah Berdasarkan

(25)
(26)

Nomor Halaman

1. Enam Pilar Penopang Pembangunan Wilayah ... 21

2. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Pengembangan

Kawasan Sentra Produksi (KSP) Pada Wilayah Kepulauan

Provinsi Maluku ... 106

(27)
(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kode Sektor – Sektor Ekonomi ... 263

2. Total Output Multipliers Provinsi Maluku Update ... 265

3. Total Income Multipliers Provinsi Maluku Update ... 267

4. Total Employment Multipliers Provinsi Maluku Update ... 269

5. Analisis Keterkaitan Antarsektor ... 271

6. Output Final Demand Impact Sektor Angkutan Udara ... 274

7. Output Final Demand Impact Sektor Angkutan Darat ... 276

8. Output Final Demand Impact Sektor Angkutan Air ... 278

9. Output Final Demand Impact Sektor Perikanan ... 280

10. Output Final Demand Impact Sektor Perikanan, Udara, Darat

dan Air ... 282

11. Peta Batas Administrasi ... 284

12. Peta Lereng ... 285

13. Peta Tanah ... 286

14. Peta Kawasan Lindung ... 287

15. Peta Potensi Perikanan ... 288

16. Peta Kepadatan Penduduk ... 289

17. Kawasan Sentra Produksi Provinsi Maluku ... 290

18. Peta Perhubungan Laut ... 291

19. Peta Perhubungan Udara ... 292

20. Peta Konsep Gugus Pulau ... 293

(29)

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan bagian dari wilayah di permukaan bumi, memiliki

rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),

bentuk-bentuk rona suatu wilayah dikatakan sebagai negara atau wilayah

kepulauan (archipelagic state/archipelago), dari aspek fisiografinya merupakan

wilayah yang tidak kompak/seragam (non contigous shape). Non contigous shape

yaitu, suatu wilayah yang berbentuk fragmental (kepulauan), terpecah (broken

shape), tersebar (scattered shape) dan lingkar laut (sircum marine).

Sitaniapessy (2002), menyatakan wilayah kepulauan terbentuk karena

adanya perbedaan karakteristik yang disebabkan oleh perbedaan aspek geografis,

fisik, iklim, sosial budaya dan etnis serta adanya perbedaan pada tahap

perkembangan pembangunan ekonomi wilayah. Sedangkan Monk et al. (2000),

berpendapat bahwa wilayah kepulauan merupakan kumpulan pulau-pulau yang

mengelompok secara bersama sebagai suatu masa daratan yang seluruhnya

dikelilingi oleh laut.

Aspek fisiografi di atas menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara

kepulauan (archipelagic state) letak geografisnya bagaikan untaian “zamrud” di khatulistiwa. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut terluas

mencapai 3.1 juta Km2 dan panjang pantai 80 791 km atau sekitar 43 670 mil

terpanjang kedua setelah Kanada. Gugusan kepulauan mencapai 17 500-an buah

pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Rote.

(30)

wilayah yang beraneka ragam dan berlimpah untuk segera dikelola yang berbasis

local spesific di bidang kelautan atau bahari/maritim (Azis, 2004).

Kusumaatmaja (2005), mengatakan bahwa keunggulan sumberdaya alam

dan letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state)

merupakan keunggulan potensi lokal (local spesific) wilayah yang strategis.

Keunggulan potensi lokal sumberdaya kelautan atau bahari perlu menjadi

pertimbangan di dalam mengelola kegiatan ekonomi. Oleh karena itu secara

geopolitik dan geoekonomi sumberdaya tersebut seharusnya menjadikan

Indonesia sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) bagi negara-negara

disekitarnya.

Paradigma pembangunan selama ini berorientasi pada pembangunan

wilayah daratan (continental) adanya kekeliruan tentang paradigma pembangunan

yang tidak berorientasi pada konsep wilayah kepulauan (archipelago/archipelagic

state) oleh Lukman (2004), dikatakan sebagai gagalnya pembangunan wilayah yang pengembangan perekonomian wilayah belum berbasis pada sektor perikanan

diantaranya belum tercapainya swasembada ikan dan gagalnya kemampuan

penyediaan fasilitas pelayanan di sektor angkutan air (laut). Menurut Lukman

sektor angkutan air (laut) merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh

untuk pengembangan ekonomi wilayah kepulauan sehingga harus menjadi

perhatian pemerintah pusat maupun daerah.

Konsep pembangunan selama ini masih dibentuk dengan paradigma

pembangunan wilayah daratan (continental/landlock state) tanpa memperhatikan

aspek kapasitas atau potensi lokal wilayah. Paradigma pembangunan yang

(31)

secara besar-besaran dari wilayah pusat (core) terhadap wilayah pinggiran (periphery). Pemahaman pola pembangunan yang demikian ternyata menciptakan

ketimpangan pembangunan (regional disparity) yaitu, tidak semua wilayah dapat

merasakan hasil pembangunan yang sama dengan wilayah lain. Sehingga aspek

kapasitas atau potensi lokal tidak tergarap secara optimal.

Selanjutnya pemerintah daerah belum mampu menciptakan pusat-pusat

pertumbuhan baru (new growth poles) karena belum mampu mengidentifikasi/

menemukenali dan menentukan sektor-sektor unggulan mana yang berbasis local

spesific. Selain itu seluruh aktivitas perekonomian baik barang dan jasa (infrastruktur, keuangan, transportasi dan komunikasi) dan seluruh investasi

terpusat pada satu pusat pertumbuhan yaitu di ibukota provinsi. Hal ini

mengakibatkan munculnya persepsi investor yang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan dan kemudahan yang diperoleh bila berinvestasi di pusat

pertumbuhan. Dengan demikian wilayah di luar pusat pertumbuhan (periphery)

akan semakin tertinggal dan menimbulkan regional disparity.

Oleh sebab itu kebijakan-kebijakan ekonomi wilayah kepulauan

(archipelagic state/archipelago) seharusnya berbasis pada kapasitas atau potensi lokal wilayah kepulauan yaitu maritim/bahari. Kebijakan ekonomi yang tidak

didasari keunggulan wilayah sering mengakibatkan ketertinggalan pada

wilayah-wilayah lain. Sebagai contoh majunya wilayah-wilayah-wilayah-wilayah di Kawasan Barat

Indonesia (KBI) khususnya pulau Jawa menimbulkan ketimpangan antar Jawa

dengan wilayah di luar Jawa. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah kota/kabupaten

(32)

berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) selain itu 62 persen luas wilayah

Indonesia berada di KTI.

Sebagai negara kepulauan (archipelagic state) pembuat atau pengambil

kebijakan harus merubah paradigma pembangunan wilayah dari berbagai

kebijakan dan strategi pembangunan yang berorientasi pada konsep wilayah

daratan (landlock state/continental) menjadi wilayah kepulauan (archipelago

/archipelagic state). Konsep-konsep pembangunan yang tidak didasarkan pada kapasitas atau potensi lokal wilayah dan berorientasi maritim /bahari sebagai

sektor unggulan atau pada konsep wilayah kepulauan akan menjadikan wilayah di

luar pulau Jawa semakin tertinggal dan menimbulkan ketimpangan antarwilayah

bahkan disintegrasi bangsa.

Menurut World Bank (2009), selama bertahun-tahun unsur spasial belum

menjadi perhatian utama sehingga diperlukan konsep pemahaman implementasi

pada satu konsep pendekatan terhadap geografi ekonomi. Dengan demikian

perubahan-perubahan terhadap pergeseran struktural ekonomi wilayah dapat

disesuaikan dengan potensi lokal (local spesific) wilayah setempat sesuai

sektor-sektor unggulannya.

Berlakunya UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004 (sebagai

revisi dari UU No.22 dan No.25 Tahun 1999) maka pemerintah daerah dituntut

untuk semakin mandiri dan mampu dalam mengelola berbagai potensi

sumberdaya yang ada dengan tetap memperhatikan sustainable development dari

daerah tersebut. Namun seringkali kebijakan-kebijakan pemerintah pusat di era

otonomi lebih memperhatikan kebijakan politis dan kurang memperhatikan

(33)

setelah otonomi belum mampu mendorong atau mengupayakan peningkatan

sektor-sektor berbasis kapasitas dan potensi (local spesific) wilayahnya.

Sjafrizal (2008), menyatakan perubahan sistem pemerintahan dan

pengelolaan pembangunan daerah dan terjadinya globalisasi ekonomi akan

menimbulkan perubahan yang cukup dratis dalam pembangunan ekonomi daerah.

Kebijakan pembangunan yang selama ini hanya merupakan pendukung kebijakan

nasional mulai mengalami pergeseran sesuai dengan keinginan dan aspirasi

masyarakat yang berkembang di daerah.

Kartasasmita (1996), menyatakan pelaksanaan pembangunan wilayah

harus merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional dan

menempati posisi strategis dalam kebijakan pembangunan nasional. Sedangkan

pembangunan daerah bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat di

daerah melalui perencanaan pembangunan yang serasi, selaras dan terpadu baik

antarsektor dengan perencanaan daerah. Untuk itu sudah sepatutnya daerah-daerah

pada era otonomi dan memiliki kewenangan atau kebebasan dalam menjalankan

berbagai kebijakan pembangunan, lebih di arahkan pada pengembangan

sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada kapasitas atau potensi lokal wilayah.

Berdasarkan kajian-kajian atau pendapat para pakar ekonomi yang di

dasarkan pada perubahan selama kebijakan otonomisasi dilakukan, maka

penelitian ini diarahkan untuk menganalisis bagaimana seharusnya pembangunan

ekonomi wilayah dilakukan. Kajian yang lebih mendalam mengenai berbagai

potensi lokal wilayah dan tingkat perkembangan ekonomi wilayah, sudah menjadi

keharusan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk mendorong atau

(34)

menciptakan pusat pengembangan atau pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) sesuai dengan kapasitas atau potensi lokal wilayah berbasis

maritim/bahari harus menjadi political will pemerintah daerah. Oleh sebab itu

pemerintah yang berkuasa harus mereorentasi konsep pengembangan wilayah

kepulauan berbasis maritim/bahari sesuai karakteristik/kearifan lokal dengan

meningkatkan kemampuan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan

wilayah.

Provinsi Maluku dikenal sebagai daerah “seribu pulau” yang juga dikenal

pada masa lampau dengan sebutan “The Spice Island” memiliki luas wilayah

seluas 851 000 km2. Provinsi ini dengan luas wilayahnya 90 persen merupakan

lautan seluas 765 272 km2 dan 10 persen daratan sekitar 85 724 km2 (Bappeda

Provinsi Maluku, 1999). Sebagai wilayah kepulauan yang memiliki bentuk

wilayah atau rona wilayah (non contigous shape). Dengan rona wilayah kepulauan

(fragmental), broken shape, scattered shape dan sicrum marine maka Maluku memiliki berbagai karakteristik dan potensi lokal wilayah yang beragam

(heterogen) baik dari sisi geografi, ekonomi dan sosial budaya.

Pengembangan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang terdiri dari

pulau-pulau dan dipisahkan oleh lautan masih terfokus pada satu pusat

pertumbuhan wilayah saja yaitu Kota Ambon. Lemahnya peran di sektor

infrastruktur seperti sektor jasa, angkutan dan komunikasi membuat beberapa

wilayah di daerah ini, hampir-hampir tidak memiliki akses keluar-masuk (exit and entry) antarwilayah bahkan di dalam wilayah administrasinya sendiri. Hal ini mengakibatkatkan wilayah di luar pusat pertumbuhan provinsi ini belum mampu

(35)

Kapasitas atau potensi lokal wilayah yang beraneka ragam dan memiliki

kemampuan sumberdaya alam bahari melimpah, seharusnya Provinsi Maluku

mampu untuk memacu atau mendorong keunggulan potensi sumberdaya alamnya.

Keunggulan wilayah pada sumberdaya alam bahari/maritim merupakan potensi

lokal seharusnya menjadi sektor unggulan dan pendorong utama (prime mover)

terhadap seluruh aktivitas sektor-sektor ekonomi wilayah kepulauan ini.

Sesuai kondisi wilayah Provinsi Maluku, maka kebijakan-kebijakan

perencanaan pembangunan wilayah yang berbeda dengan kondisi wilayahnya

dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Kurang mendukungnya

infrastruktur (sektor jasa, angkutan dan komunikasi) antarwilayah, antara wilayah

pinggiran (periphery) dengan pusat (core) tentunya menimbulkan ketimpangan

atau kesenjangan (disparity) pembangunan wilayah kabupaten/kota di Provinsi

Maluku.

Pada pelaksanaannya pembangunan di wilayah Maluku harus benar-benar

secara agresif dan integratif dapat memberikan manfaat bagi wilayah-wilayah

belakangnya (periphery). Hal ini berhubungan dengan penetapan lokasi investasi

sehingga dapat meminimalisasi ketimpangan (disparity) antarwilayah dalam

pemanfaatan ruang (spatial) dan potensi lokal sehingga memacu atau mendorong

sektor-sektor unggulan setiap wilayah yang ada di Provinsi Maluku.

Pembangunan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang berorientasi pada

pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP) sektor unggulan wilayah berbasis

local spesific merupakan bagian dari arah dan strategi kebijakan pembangunan wilayah berkarakteristik kepulauan. Oleh sebab itu pembangunan di wilayah ini

(36)

pertumbuhan pembangunan (growth poles development) dan memiliki daerah

penyangga (hinterland) sehingga mampu mendorong atau mempercepat proses

pengembangan wilayah. Dengan demikian kekuatan – kekuatan agglomerasi

dapat menciptakan dukungan ke depan (spread effect) maupun dukungan ke

belakang (backwash effect). Sehingga pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth

pole) mampu mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan dan

memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang (forward and backward

linkages) antarwilayah (interregional) maupun antarsektor (intersectoral).

Pengembangan wilayah kepulauan Provinsi Maluku berhubungan erat

dengan bagaimana daerah mampu mengidentifikasi/menemukan dan menentukan

serta mengelola potensi lokal wilayah yang ada. Sebagai wilayah kepulauan

dengan potensi maritim/bahari mengharuskan pembangunan daerah secara tepat,

efektif dan efisien serta mampu mengembangkan sektor-sektor ekonomi unggulan

wilayah kepulauan di Provinsi Maluku. Dengan demikian penelitian tentang

pengembangan (KSP) pada wilayah kepulauan berdasarkan kapasitas dan potensi

lokal dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku

sangat perlu untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Provinsi Maluku dikenal dengan sebutan daerah “seribu pulau”, atau

The Spice Islands” memiliki kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah berbasis maritim/bahari melimpah dan beraneka ragam. Kekayaan sumberdaya

ini terdapat di berbagai sektor perekonomian, baik yang telah dikelola maupun

yang belum dikelola secara ekonomi. Selain itu secara geografis, ekonomi

(37)

sebagai modal dasar penggerak utama (prime mover) pembangunan terhadap sektor pendukung lainnya.

Sumberdaya alam yang melimpah dan beraneka ragam hayati serta

didukung dengan jumlah penduduk yang cukup beragam kepadatannya,

membuat potensi wilayah di provinsi ini belum mampu tergarap secara optimal.

Kota Ambon sebagai pusat pemerintahan ibukota Provinsi Maluku memiliki

jumlah penduduk yang cukup padat, berbagai aktivitas ekonomi yang cukup

besar menjadikannya sebagai pusat pemasaran, perbankan, pendidikan dan

lainnya. Dengan berbagai aktivitas ekonomi tersebut menjadikan Kota Ambon

sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) atau daerah inti (core region) satu-satunya di Provinsi Maluku.

Bila dilihat dari sisi daya pemancaran (spread effect) maupun daya

dorong (backwash effect) maka kondisi seperti di atas membuat teraglomerasinya

kegiatan ekonomi di Kota Ambon. Sebagai wilayah pusat pertumbuhan (growth

pole) daya dorong (polarisasi) aktivitas ekonomi wilayah, Kota Ambon belum

mampu atau lambat dalam memacu percepatan pembangunan ekonomi wilayah

di sekitarnya (periphery) yakni kabupaten lainnya.

Walaupun UU otonomi memberikan kewenangan pada setiap daerah untuk

mengatur wilayahnya sendiri-sendiri tidak menjadikan kabupaten lainnya sebagai

pusat pertumbuhan yang sama dengan Kota Ambon. Hal tersebut tidak terlepas

dari pengaruh Kota Ambon sebagai ibukota provinsi dan besarnya aktivitas

ekonomi yang terpusat di kota ini. Oleh karena itu Kota Ambon harus berperan

menjadi pusat pertumbuhan wilayah (growth pole) atau daerah inti (core region)

(38)

ekonomi wilayah disekitarnya maka akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan

wilayah baru (new growth poles) selain Kota Ambon dan satu-satunya pusat

pertumbuhan (growth pole) di Provinsi Maluku (saluran distribusi).

Pengaruh lain yang cukup mempengaruhi terlambatnya pembangunan di

wilayah kabupaten lain adalah adanya pengertian yang salah dari masing-masing

wilayah setelah otonomi. Dimana setiap wilayah mengembangkan konsep

pengembangan sektor ekonomi yang sama dengan wilayah lainnya tanpa

mengidentifikasi/menentukan sektor unggulan wilayahnya. Selain itu keegoisan

masing-masing wilayah masih sering diperlihatkan tanpa memperhatikan

kebutuhan (needs) atau keterkaiatan (linkages) antarsektor maupun antarwilayah.

Dengan demikian pembangunan di era otonomi menjadi tidak terkendali atau

ketidak terpaduan pembangunan antarwilayah bahkan secara nasional.

Masing-masing daerah atau wilayah lebih mengutamakan kepentingan wilayahnya

sendiri-sendiri.

Semua faktor-faktor di atas mengakibatkan rendahnya pengelolaan

perekonomian wilayah yang berdampak pada pertumbuhan atau kegiatan ekonomi

yang tidak optimal dan menurunnya penerimaan Produk Domestik Regional

Bruto, lambatnya produktivitas sektor-sektor strategis, rendahnya fungsi dan

peran infrastruktur, tingkat pengangguran tinggi sehingga pendapatan perkapita

masyarakat menjadi rendah dan berpengaruh buruk terhadap berbagai kegiatan

ekonomi masyarakat di daerah. Hal ini juga turut mempengaruhi peringkat daya

saing Provinsi Maluku secara nasional yang berada pada posisi lima terbawah

(39)

Sebagai wilayah kepulauan Provinsi Maluku perlu memperbaiki peringkat

daya saing wilayahnya. Lemahnya daya saing dari provinsi ini sering disebabkan

oleh belum mampunya mengidentifikasi/menentukan sektor-sektor unggulan (key

sectors) dari wilayahnya. Hal ini terbukti sejak Tahun 1999 persentase investasi domestik (% terhadap PDRB) Provinsi Maluku menduduki peringkat ke-26

sebelum pemekaran provinsi dan berada pada peringkat ke-30 setelah adanya

penambahan provinsi baru yaitu sebesar 2.17 persen. Laju pertumbuhan PDRB

hanya sekitar 0.20 persen, laju pertumbuhan PMA sekitar 0.39 persen. Sebagai

wilayah kepulauan penggunaan angkutan laut untuk barang (arus bongkar-muat)

berada pada peringkat 23 dari 33 provinsi yakni hanya sekitar 2 046 juta

ton/tahun. Laju pertumbuhan produktivitas sektor jasa dari Tahun 1999 berada di

peringkat 28 yaitu sebesar 21.92 persen dari total laju pertumbuhan sektor jasa di

seluruh provinsi di Indonesia (Bank Indonesia, 2002).

Kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi (agglomerasi) di Kota Ambon

menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) yang tidak mampu

mendorong/memacu/menciptakan pusat pertumbuhan baru di wilayah lain.

Dengan demikian hal ini menciptakan ketimpangan (disparitas) pembangunan

ekonomi wilayah, sehingga menimbulkan keinginan pengembangan wilayah

(outer island) seperti pemekaran wilayah-wilayah baru lainnya. Adanya proses pembangunan yang bersifat eksploitasi dimasa lalu dan lebih menitikberatkan

pada pengembangan wilayah daratan (continental) daripada wilayah kepulauan

(40)

Guna percepatan pembangunan wilayah dan pertumbuhan sektor-sektor

unggulan ekonomi wilayah kepulauan diperlukan penciptaan pusat-pusat

pengembangan atau pertumbuhan baru (new growth poles) di Provinsi Maluku.

Hal ini dapat dilihat dari lemahnya daya pemancaran (spread effect) dan daya

dorong (backwash effect) baik dari pusat pertumbuhan Kota Ambon ke wilayah

lainnya hal ini terlihat dari kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan yang

berbeda dari pusat-pusat pengembangan di Provinsi Maluku.

Berdasarkan latar belakang penelitian memperlihatkan Provinsi Maluku

belum mampu memberdayakan keunggulan sektoralnya yang berbasis

maritim/bahari sesuai kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayahnya.

Salah satu lemahnya daya saing sektor unggulan wilayah di Provinsi Maluku

disebabkan juga karena lemah atau kurang tersedianya fasilitas pelayanan pusat

pengembangan. Kurangnya kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan pusat

pengembangan wilayah di Maluku dengan provinsi lain di Indonesia seharusnya

menjadi rangsangan di dalam mempercepat arah dan strategi kebijakan daerah.

Dengan kemampuan fasilitas pelayanan pusat pengembangan wilayah yang baik

dan di dukung dengan kemampuan potensi lokal bahari/maritim akan

mempercepat peningkatan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah di masa

depan. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu menentukan arah dan strategi

kebijakan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah yang terpadu

antarwilayah, sesuai dengan pengembangan kawasan sentra produksi secara

keseluruhan dan menyentuh aspek potensi lokal wilayah serta aspek ekonomi

(41)

Berdasarkan latar belakang, maka pokok permasalahan dari penelitian ini

adalah :

1. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan (key sector) berdasarkan

kriteria analisis struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan

intersectoral linkages terhadap pengembangan ekonomi wilayah kepulauan

berbasis local spesific di Provinsi Maluku?

2. Bagaimana konektivitas sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor

unggulan (key sector) dan sektor pendukung (leading sector) dalam

pengembangan kegiatan ekonomi wilayah kepulauan di Provinsi Maluku?

3. Bagaimana dampak peningkatan permintaan akhir output (output final demand

impacts) dari sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan terhadap sektor lainnya dan total output Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan

(archipelago)?

4. Apakah pusat-pusat pengembangan wilayah telah berperan atau berfungsi

sesuai dengan kemampuan fasilitas pelayanan wilayahnya terhadap

peningkatan sektor-sektor unggulan (key sector) yang berbasis local spesific

wilayah kepulauan di Provinsi Maluku?

5. Apakah terjadi pergeseran pusat-pusat pengembangan wilayah sesuai dengan

hirarki tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Maluku?

6. Bagaimana arah dan strategi kebijakan pembangunan struktur ekonomi

wilayah kepulauan terhadap pengembangan sektor-sektor ekonomi unggulan

kawasan sentra produksi dalam suatu aktivitas perekonomian wilayah

(42)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,

maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan (key sectors) berdasarkan kriteria

analisis struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral

linkages yang berbasis local spesific di wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

2. Menganalisis sektor-sektor unggulan (key sector) berdasarkan kriteria analisis

konektivitas struktur output dengan nilai tambah bruto, struktur output, nilai

tambah bruto dengan multiplier effect, struktur output, nilai tambah bruto,

multiplier effect dengan intersectoral linkages di wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

3. Menganalisis dampak peningkatan permintaan akhir output (output final

demand impact) sektor ekonomi wilayah kepulauan terhadap sektor-sektor ekonomi berbasis wilayah kepulauan bahari/maritim dan total output

Provinsi Maluku, sehingga pemerintah daerah mampu menentukan

sektor-sektor unggulannya yang berbasis wilayah kepulauan (archipelago).

4. Menganalisis peran atau fungsi pusat-pusat pengembangan wilayah

berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan terhadap pengembangan

sektor-sektor unggulan (key sector) yang berbasis local spesific wilayah kepulauan.

5. Menganalisis hirarki tingkat perkembangan pusat-pusat pengembangan

wilayah di Provinsi Maluku.

6. Merekomendasikan arah dan strategi kebijakan pengembangan wilayah

Kawasan Sentra Produksi (KSP) sesuai dengan potensi atau kapasitas lokal

(43)

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menjawab berbagai

permasalahan pengembangan wilayah di Indonesia, khususnya wilayah kepulauan

dalam meningkatkan perekonomian wilayahnya. Selanjutnya hasil penelitian ini

menunjukkan ada tidak adanya keterkaitan antarwilayah dalam proses

pengembangan perekonomian wilayah dan ketergantungan wilayah terhadap

potensi lokal yang dimilikinya khususnya wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

Kegunaan lain dari penelitian ini yaitu, memberikan kontribusi terhadap

pola kebijakan yang secara efektif dapat meningkatkan perekonomian wilayah

kepulauan Maluku. Kontribusi dari hasil penelitian diharapkan akan merubah

paradigma pemahaman pembagunan wilayah kepuluan di era otonomi dalam

bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terlebih penting dari semua

yang telah diuraikan diatas yaitu, pembangunan wilayah kepulauan harus didasari

pada pola kebijakan pembangunan yang berorientasi pada potensi atau kapasitas

lokal sumberdaya kepulauan (local spesific/wisdom).

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Maluku dengan fokus penelitian

pada pengembangan ekonomi wilayah berbasis karakteristik wilayah sebagai

wilayah kepulauan (archipelago) dengan kekuatan kapasitas atau potensi lokal

(local spesific) wilayah. Selanjutnya penelitian ini diarahkan untuk mengetahui

atau menemukenali dan menganalisis sektor-sektor unggulan (key sectors) apa

saja yang berbasis local spesific. Selain menemukenali dan menganalisis

sektor-sektor unggulan wilayah dengan pendekatan sektor-sektoral, penelitian ini juga

(44)

pusat-pusat pengembangan (kabupaten/kota) dengan kemampuan fasilitas pelayanannya

sebagai pusat pengembangan wilayah yang dapat mendorong percepatan

sektor-sektor unggulan berbasis wilayah kepulauan di Provinsi Maluku.

Berdasarkan analisis penelitian ini diharapkan mampu memberikan arah

dan strategi kebijakan pengembangan ekonomi wilayah kepulauan sesuai lokasi

kawasan sentra produksi. Dengan mengidentifikasi dan menentukan sektor-sektor

ekonomi unggulan wilayah dan aktivitas ekonomi lainnya yang didukung

ketersediaan fungsi pelayanan wilayah dari berbagai keragaman pelayanan yang

terdapat di pusat-pusat pelayanan dengan berbagai tingkatannya di Provinsi

Maluku maka ruang lingkup penelitian ini hanya dilakukan pada sektor-sektor

berbasis wilayah kepulauan dan ketersediaan fasilitas pelayanan yang ada dan

tersedia di wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data makroekonomi yang

bersifat sekunder. Dengan menganalisis sektor-sektor atau kegiatan ekonomi yang

dikategorikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan berkontribusi terhadap

pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).Untuk analisis penelitian

disesuaikan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian dengan meng-update

berbagai data Input-Output (I-O) Provinsi Maluku sehingga dapat menjawab

permasalahan yang selama ini dialami wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

Hasil pengolahan data (I-O) akan didukung dengan analisis skalogram

dalam menciptakan keterkaitan fungsional antar satuan pusat pengembangan.

Keterkaitan fungsional pusat pengembangan dikembangkan berdasarkan

(45)

sehingga keunggulan yang dimiliki oleh satu pusat pengembangan mampu

mempengaruhi wilayah disekitarnya.

1.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan di Provinsi Maluku

sebagai wilayah kepulauan adalah tidak semua wilayah kabupaten di wilayah ini

yang diteliti karena, pada beberapa wilayah administrasi yang baru dimekarkan

pada tahun 2003 tidak dilakukan pengkajian terhadap wilayah/daerah tersebut.

Hanya pada beberapa kabupaten/kota yang telah dimekarkan sejak tahun 2000

sampai tahun 2002 saja yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini berkaitan

dengan kesulitan memperoleh data pada wilayah-wilayah pemekaran baru diatas

tahun 2002.

Keterbatasan penelitian ini dapat diatasi bila ada peneliti yang ingin

melakukan penelitian seperti yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, karena bagi

peneliti berikutnya mengenai permasalahan keterbatasan data di daerah-daerah

yang baru dimekarkan diatas tahun 2002 sudah dapat diperoleh untuk penelitian

(46)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Perwilayahan Pembangunan dan Pembangunan Wilayah

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai pendekatan

secara komprehensif, mendalam dan terperinci, sehingga dapat menghasilkan

suatu rangkuman penelitian yang terukur dan terarah. Kemudian dikembangkan

menjadi proposisi-proposisi untuk mengarahkan penelitian ini menjawab

permasalahan penelitian dimaksud. Bertolak dari maksud tersebut, tinjauan

pustaka diarahkan pada beberapa tinjauan yaitu: pertama) tinjauan terhadap

pandangan-pandangan pemikiran teoritis yang digunakan sebagai landasan teori

pada penelitian ini. kedua) mengemukakan beberapa studi atau penelitian sejenis

yang dapat menunjukkan berbagai fenomena dan rujukan analisis terhadap

pengembangan kawasan sentra produksi pada wilayah kepulauan. Dengan

demikian pembangunan yang seimbang atas dasar kapasitas dan potensi lokal

(local spesific) wilayah dalam bingkai negara kepulauan (archipelagic state) dapat mewujudkan azas pemerataan berdasarkan kekuatan potensi ekonomi lokal

yang berbasis local spesific wilayah.

Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi dan dapat memenuhi taraf

kesejahteraan masyarakat, dimana pembangunan itu sendiri tidak hanya terbatas

pada pemenuhan kebutuhan pokok saja tetapi juga mempunyai kebutuhan lainnya

yang sangat banyak jumlahnya (Adisasmita, 2005). Sementara pembangunan

(47)

ilmu sosial ekonomi terhadap rendahnya perhatian dan analisis ekonomi yang

berdimensi spasial.

Menurut Misra (1977), pembangunan wilayah merupakan ilmu

pengatahuan yang bukan hanya merupakan pendisagregasian pembangunan

nasional tetapi pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi

spasial. Perlakuan tersebut menyebabkan keterbelakangan suatu wilayah yang

dipengaruhi oleh rendahnya tingkat aktivitas perekonomian wilayah, misalnya

daya tarik wilayah, kondisi sumberdaya alam maupun manusia serta rendahnya

insentif yang ditawarkan. Insentif dapat bervariasi dari infrastruktur sampai pada

persoalan kenyamanan dan keamanan wilayah yang bersangkutan. Sedangkan

menurut Abustan (1998), pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan

usaha yang luas cakupannya serta tidak terbatas pada pengembangan daerah pusat

(growth) saja tetapi pengembangan tersebut harus meliputi daerah belakangnya (hinterland).

Di sisi lain menurut Azis (1994), daya tarik suatu wilayah dapat dilihat

dari berbagai keuntungan yang bersumber dari gejala spasial (

spatial-juxtaposition), seperti sejauh mana suatu kebijakan dapat mempengaruhi atau menciptakan berbagai kebijakan serta insentif yang ditawarkan untuk

mengembangkan wilayah-wilayah terbelakang. Jenis insentif yang paling tepat

untuk suatu wilayah ditentukan oleh sifat kegiatan ekonomi yang ingin dibuatnya.

Meskipun kadang-kadang kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang telah

ditentukan oleh pemerintah pusat dan kadang-kadang insentif tersebut tidak

diciptakan tetapi insentif tersebut sangat perlu untuk diciptakan dan infrastruktur

(48)

unsur keterkaitan antarwilayah (interregional linkages) dan pengembangan sektor

unggulan (key sector) wilayah tersebut.

Bila ditinjau dari aspek lokasi (location) maka pembangunan yang tidak

didasarkan pada kapasitas dan potensi lokal (local spesific) wilayah serta

keterkaitan antarwilayah (interregional linkages) akan sulit untuk memacu atau

mendorong setiap wilayah meningkatkan perekonomian atau aktivitas

produktivitas ekonomi wilayahnya. Keterkaitan antarwilayah (interregional

linkages) maupun potensi lokal (local spesific) wilayah merupakan faktor positif, baik ditinjau secara politis maupun dari segi kepentingan integrasi ekonomi

wilayah (daerah) maupun nasional serta turut mempengaruhi wilayah (periphery)

di sekitar wilayah pusat pertumbuhan (growth pole) yang lambat perkembangan

perekonomiannya.

Menurut Budiharsono (2001), pembangunan wilayah tidak hanya

terletak pada perlakuan dimensi spatial, tetapi setidaknya perlu ditopang oleh

enam pilar analisis yaitu: analisis biogeofisik, sosiobudaya, kelembagaan,

Lingkungan, lokasi, dan ekonomi seperti Gambar 1.

Sumber: Budiharsono, 2001

(49)

Analisis ekonomi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi wilayah

sehingga perlu dilakukan sebagai upaya pemanfaatan tata ruang wilayah yang

berbasis pada potensi lokal (local spesific).

Bila dianalisis secara mendalam sebenarnya pertimbangan-pertimbangan

dalam membuat konsep perwilayahan seperti yang dikemukakan oleh Nijkamp

(1979), yaitu dengan menggabungkan konsep perwilayahan seperti:

1. Homogenous Region, yaitu pengelompokan wilayah yang didasarkan pada unsur kedekatan dengan karakteristik yang sama atau hampir bersamaan

seperti pertanian, peternakan dan perikanan sehingga didalam pembangunan

wilayah dapat dirumuskan dengan kebijakan atau pola program yang sesuai

dengan potensi wilayah-wilayah yang bersangkutan.

2. Konsep Nodal Region atau Kosep Polarized Region, yaitu konsep yang lebih banyak menekankan pada aspek distribusi dan transportasi atau lebih tegasnya

konsep ini lebih banyak diterapkan dengan memperhatikan tingkat keterkaitan

antar masing-masing sub wilayah.

3. Administration Region, yaitu konsep perwilyahan yang lebih difokuskan pada wilayah administrasi. Pada saat wilayah yang telah didasarkan sesuai pada

otonomisasi daerah.

McCann (2001), mengartikan wilayah sesuai dengan konsep poles de

croisance atau konsep Growth Poles seperti yang dikemukakan oleh Perroux (1950), yaitu wilayah sebagai kutub pertumbuhan atau pusat pertumbuhan.

Penekanan wilayah oleh McCann lebih pada pengertian kutub pertumbuhan dalam

ruang ekonomi. Dimana ruang ekonomi sebagai unit yang paling dominan atau

Gambar

Tabel. 2.    Perbedaan Pengembangan Wilayah/Negara Daratan dengan
Tabel 3. Tabel  3.  Kerangka/Model Baku  Tabel Input-Output
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP) Pada Wilayah Kepulauan Provinsi
Tabel 4.  Matriks Pendekatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhirnya sebuah produk yang perancangannya mempertimbangkan elemen-elemen visual tesebut akan menghadirkan sebuah karakter bentuk tertentu sebagai sebuah image atau

Sementara itu, Dana Keistimewaan yang diberikan kepada Provinsi DI Yogyakarta (DIY) dalam rangkamendukung pelaksanaan dan penyelenggaraan kewenangan keistimewaan, sampai dengan 31

Mutu pelayanan atau tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan nagari ditentukan pula oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat pada masyarakat itu

Angka inflasi Mei 2014 sebesar 0,16%, atau lebih tinggi dari ekspektasi angka pelaku pasar yang memperkirakan inflasi sebesar 0,14%, ditambah dengan kekhawatiran angka inflasi

Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Informatika, Universitas Gajayana Malang Jl. Dalam kehidupan sehari-hari telah banyak digunakan disamping untuk industri juga dipergunakan

Oleh : lirfjep S Hidqut; Trintrin T. Penilaian kclayakan huku PMMGS dilihnt dari adan?a peruhahan pengetahuan, sikap dan perilaku responden retclah mendapnt

Berkaitan dengan pelaksanaan sistem bagi hasil dalam akad wadi’ah yang dilakukan oleh pihak Asuransi Syariah Mubarakah Semarang, maka penulis akan menganalisis apakah

Failed end condition Petugas tidak memilih menu data Klien. Primary Actor