• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan usaha sapi perah kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan usaha sapi perah kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

72

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH KELOMPOK KANIA

DI DESA TAJUR HALANG, KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN

BOGOR

SKRIPSI

DOLLYMA SINAMBELA H34087013

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH KELOMPOK TERNAK KANIA DI DESA TAJURHALANG, KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

Dollyma Sinambela ¹) dan Yusalina²)

¹) Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34087013 ²) Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM IPB, Dra.,MSi.

Abstraks

Livestock subsector is part of the agricultural sector has an important role in supporting

regional and national economies. Indonesia has the prospect of development of a dairy cattle business which is relatively large, it is seen from the effective demand growing dairy cows

according to economic growth in Indonesia. One of the leading dairy cows in Bogor regency is Tajurhalang village, Cijeruk. There are many dairy farmers who are members of several farmer groups, namely Group Kania Dairy Cattle. Lack of farmers and others who perform feasibility analysis of the dairy business, therefore, it is important to study how the feasibility of a dairy farm in Dairy Cattle Group Kania. Enterprises dairy farm in Dairy Cattle Kania Group is divided into three based on the scale of the business, which is small-scale, medium-scale enterprises and large scale businesses. This study aims to analyze the feasibility seen from non-financial and non-financial aspects,. The analysis was conducted by means of qualitative and quantitative. Qualitative analysis performed to determine the description of the aspects that were examined, covering market aspects, technical aspects, management aspects, social, economic and environmental aspects. The quantitative analysis performed to determine the financial feasibility of investment eligibility criteri. descriptive. The result of financial aspect in dary catle KANIA group who meet the eligibility criteria are Scenario 3, with value NPV: Rp

3,101,241,224, IRR: 68 percent, Net B/C: 5,08 dan PBP: 2,47

(3)

73

RINGKASAN

DOLLYMA SINAMBELA. Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA)..

Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha ternak sapi perah, salah satu karakteristiknya adalah iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Kabupaten Bogor memiliki potensi usaha ternak sapi perah yang cukup baik, hal itu dilihat dari rata-rata perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahunnya yang terus meningkat (2,94 persen). Salah satu wilayah penghasil susu sapi di Kabupaten Bogor adalah Desa Tajurhalang, Cijeruk yang tergabung dalam Kelompok Ternak Sapi Perah KANIA. Adanya IPS (Sugeng milk) yang memberikan harga susu lebih baik dari KPS Bogor memberikan peluang kelompok ternak KANIA untuk memperoleh laba lebih besar dengan menjual susu ke Sugeng milk, akan tetapi sebagai anggota KPS Kelompok ternak KANIA memiliki kewajiban untuk menjual hasil produksi susu segar ke KPS. Usaha ini membutuhkan biaya yang besar dan resiko yang cukup tinggi. Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha sapi perah di Kelompok Ternak Sapi Perah KANIA pada setiap skala usaha dilihat dari aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dan Menganalisis kelayakan usaha sapi perah di Kelompok Ternak Sapi Perah KANIA pada setiap skala usaha dilihat dari aspek finansial. Analisis dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dikaji, meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi (Net Present Value (NPV),

Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Periode dan analisis sensitivitas.

(4)
(5)

75

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH KELOMPOK KANIA

DI DESA TAJUR HALANG, KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN

BOGOR

DOLLYMA SINAMBELA H34087013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

76

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Nama : Dollyma Sinambela

NIM : H34087013

Disetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, MSi NIP. 19660115 199003 2001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002

(7)

77

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk

daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

(8)

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 Mei 1984 sebagai anak

ketujuh dari delapan bersaudara keluarga Bapak P. Sinambela (Alm) dan Ibu N. Sumarni.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pabrik Gas III Bogor

pada tahun 1996 dan pendidikan tingkat menengah diselesaikan pada tahun 1999 di SMP

Negeri 7 Bogor. Pendidikan tingkat atas di SMUN 4 Bogor diselesaikan penulis pada tahun

2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada program Studi

Diploma III Teknisi Peternakan, Fakultas Peternakan dan lulus pada tahun 2005. Selepas

menempuh program Diploma III, penulis pernah berkerja di ATM Farm Cisarua sebagai

tenaga medis ( Keswan). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana

(9)

79

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok KANIA di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Sholawat serta salam kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW, manusia paling sempurna di muka bumi ini. Penelitian ini bertujualn

untuk menganalisis kelayakan usaha perternakan kelompok ternak di Desa Tajurhalang dan

dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program

Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini karena

keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2013

(10)

80

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan,

dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan

kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Juniar Atmakusuma,MS selaku dosen evaluator dan dosen penguji utama yang telah

memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Harmini, MSi selaku dosen komdik yang telah memberikan koreksi pada teknik

penulisan juga saran kepada penulis.

4. Yannya Thibia atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang

telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan hasil skripsi ini.

5. Bapak P. Sinambela (Alm), Ibu N. Sumarni dan ibu Dedeh Nuraeni atas doa, dorongan

moril, materi, kesabaran dan kasih sayangnya yang telah diberikan.

6. Para peternak sapi perah di Tajurhalang, Suryana, Bpak Enoch, Ibu Yuyun, Bapak

Sarifudin, serta warga Desa Tajurhalang yang telah bersedia berbagi informasi dan

kerjasama yang baik.

7. Sekretariat Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, untuk pelayanan yang

diberikan kepada penulis. Mba Rahmi, Mba Maya, Mba Nur, Mba Liesca, Mas Aji dan

Mas Agus terima kasih banyak.

8. Teman-teman di AGB (Oski, Agus, Wahyu, Hafiz, Doni, Agung, Alfred, Nunug dan

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu), terimakasih atas kerjasama dan

kebersamaannya selama di Ekstensi. Semua pihak yang telah turut membantu dalam

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT

membalas dan memberikan rahmat hidayah-Nya.

Bogor, Januari 2013

(11)

81

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan ... 6

1.4. Manfaat ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah ... 8

2.2. Jenis – Jenis Sapi Perah ... 9

2.3. Tatalaksana Pemeliharaan ... 10

2.3.1. Perkandangan ... 10

2.3.2. Pembibitan ... 10

2.3.3. Pakan ... 11

2.3.4. Produksi Susu ... 12

2.3.5. Pemerahan ... 12

2.4. Kajian Penelitian Terdahulu ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Studi Kelayakan ... 17

3.1.2. Aspek Kelayakan ... 18

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat ... 20

3.1.4. Analisis Finansial ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

IV. METODE PENELITIAN ... 26

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2. Data dan Instrumentasi ... 26

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 26

4.4. Metode Pengolahan Data ... 27

4.4.1. Analisis Deskriptif ... 27

4.4.2. Analisis Aspek Finansial ... 27

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ... 29

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31

5.1. Deskripsi Lokasi ... 31

5.2. Kelompok Tani Ternak Baru Siruem ... 31

5.3. Karakteristik Peternak ... 31

5.3.1. Umur ... 33

5.3.2. Pendidikan ... 33

(12)

82

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Subsektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian, memiliki peranan

penting dalam menopang perekonomian regional maupun nasional1. Selain itu, pembangunan

subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang dilakukan

untuk menciptakan suatu agribisnis yang kuat di masa mendatang. Langkah yang dilakukan

yaitu dengan mengarah pada pengembangan peternakan yang maju, efisien, dan mempunyai

daya saing global.

Pembangunan subsektor peternakan memiliki nilai strategis, antara lain dalam

memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk,

peningkatan rata-rata pendapatan penduduk serta menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini

juga sejalan dengan Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang telah

dicanangkan oleh pemerintah. Perkembangan populasi ternak dan besarnya potensi

sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan untuk pengembangan subsektor

peternakan2. Perkembangan populasi ternak di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2003 - 2010 ( 000 ekor).

Ternak 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*

Sapi Potong 10,504 10,533 10,569 10,875 11,515 12,257 12,760 13,633

Sapi Perah 374 364 361 369 374 458 475 495

Kerbau 2,459 2,403 2,128 2,167 2,086 1,931 1,933 2,005

Kuda 413 397 387 398 401 393 399 409

Kambing 12,722 12,781 13,409 13,790 14,470 15,147 15,815 16,821

Domba 7,811 8,075 8,327 8,980 9,514 9,605 10,199 10,932

Babi 6,151 5,980 6,801 6,218 6,711 6,338 6,975 7,212

Keterangan : * Angka Sementara Sumber : BPS, 2011.

Subsektor peternakan terdiri dari berbagai jenis komoditi yang meliputi ayam, itik,

kambing, domba, babi, sapi potong, dan sapi perah. Masing-masing komoditi memiliki

peranan tersendiri dalam pemenuhan gizi seperti protein, lemak, kalori dan vitamin.

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, membuat masyarakat

1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Satistik Struktur PDB.http://www.bps.go.id/brs. [01 April 2012].

2

(13)

83

lebih banyak mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi. Salah satu contohnya adalah susu.

Berdasarkan berbagai jenis komoditi pertanian yang dihasilkan untuk konsumsi pangan, susu

merupakan salah satu dari produk peternakan yang memiliki kandungan gizi lengkap. Susu

merupakan minuman bergizi dengan kandungan kalsium sebanyak 358 miligram, dilengkapi

dengan kandungan protein 8 gram, 9 gram dan energi 153 kalori gelas3. Permintaan susu sapi

di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1,5 juta ton, sementara produksi nasional hanya

636,9 ribu ton atau sekitar 26,5 persen dari permintaan nasional, sedangkan 73,5 persen

dipenuhi melalui impor4.

Produksi susu sapi jauh di bawah permintaan konsumsi nasional, sementara

permintaan akan susu sapi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan (Tabel 2).

Konsumsi susu masyarakat di Indonesia terus meningkat dari 1.354.235 ton pada tahun 2006

menjadi 3

.

864.454 ton pada tahun 2010 atau terjadi peningkatan selama kurun waktu lima

tahun.

Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2006-2010.

Tahun Produksi Susu (ton) Tingkat Konsumsi (ton)

2006 616.000 1.354.235

2007 567.683 2.000.995

2008 646.952 2.125.327

2009 827.249 3.475.834

2010 909.532 3.864.454

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2011

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui adanya ketimpangan antara produksi susu

sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan

adalah dengan pengembangan sapi perah untuk menunjang peningkatan produksi susu dalam

negeri. Hal ini dilakukan untuk menghindari impor susu yang berlebihan.

Dilihat dari segi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap

produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang

lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2009 yakni sekitar 10 liter/kapita/tahun.

Sedangkan konsumsi susu negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand rata-rata

3

Ali Khomsan. 2005. Rendah, Konsumsi Susu Cair. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak /2005/0405/30/0605.htm. [3 Juli 2007].

4

(14)

84

mencapai 30 liter/kapita/tahun serta Vietnam sebanyak 12 liter/kapita/tahun5. Seiring dengan

semakin tingginya pendapatan masyarakat dan semakin bertambahnya jumlah penduduk di

Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia

akan meningkat6.

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan

subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia7.

Kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki

karakteristik yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah, seperti pada wilayah

Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hal tersebut menyebabkan Pulau Jawa terus

menjadi wilayah utama peternakan sapi perah di Indonesia, mencakup 97 persen dari

produksi susu nasional di tahun 2008 (Tabel 3). Sementara itu produksi susu sapi perah di

Pulau Jawa pada tahun 2007 rata-rata mencapai 10,80 liter/ekor/hari.

Tabel 3. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2005 - 2009

No Provinsi Tahun (ton)

2005 2006 2007 2008 2009*

1 Pulau Sumatera 9.273 10.444 6.356 3.069 2.316

2 Pulau Jawa 526.360 362.656 558.916 359.658 672.399

3 Pulau Kalimantan 159 216 360 186 228

4 Pulau Sulawesi 90 1.184 1.849 2.882 2.979

5 Pulau Irian Jaya 0 96 69 54 46

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009 *Angka Sementara

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penghasil susu sapi terbesar kedua di

Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur. Sekitar 40 persen populasi ternak sapi perah

Indonesia berada di Jawa Barat dan 37,5 persen produksi susu segar nasional dihasilkan oleh

Provinsi Jawa Barat (Tabel 4). Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik yang cocok untuk

usaha ternak sapi perah, salah satu karakteristiknya adalah iklim yang cocok untuk sapi perah

dalam berproduksi.

Tabel 4. Produksi Susu Segar Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000 - 2007.

Tahun Produksi 000 (ton) Trend (%) Kontribusi Terhadap Produksi Nasional (%)

2000 184,52 - 37,23

5

Chairul Rahman. 2009. Konsumsi Susu Di Indonesia Masih Rendah. http:/www.depkominfo.go.id. [25 Desember 2009].

6

Ibid. 7

(15)

85

2001 184,83 0,17 38,51

2002 198,51 7,40 40,23

2003 207,86 4,71 37,56

2004 215,33 3,59 39,16

2005 201,86 -6,26 37,66

2006 211,89 4,97 34,37

2007 233,55* 5,50 35,10

Rata-rata 203,54 2,87 37,48

Keterangan : *Angka Sementara Sumber : Ditjenak, 2009.

Menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2008), Kabupaten Bogor merupakan

wilayah penghasil susu kelima setelah Bandung, Garut, Kuningan dan Sumedang. Kabupaten

Bogor memiliki potensi usaha ternak sapi perah yang cukup baik, hal itu dilihat dari rata-rata

perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahunnya yang terus meningkat (Tabel 5).

Rata-rata perkembangan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan

sebesar 2,94 persen untuk setiap tahunnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usaha

ternak sapi perah di Kabupaten Bogor berpotensi untuk dikembangkan, sehingga diharapkan

dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan penduduk serta

(16)

86

Tabel 5. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008.

Tahun Populasi Sapi Perah (ekor) Perkembangan (%)

2003 5.150 -

2004 5.356 4,00

2005 5.435 1,47

2006 5.123 (5,74)

2007 5.268 2,83

2008 5.907 12,13

Sumber : Disnak Kabupaten Bogor, 2009.

Perkiraan peningkatan konsumsi susu sapi merupakan peluang yang harus

dimanfaatkan dengan baik. Kondisi produksi susu sapi di Indonesia saat ini sebagian besar

didominasi oleh usaha ternak sapi perah skala kecil dan menengah. Menurut Mandaka

(2005), sumbangan terhadap jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah 64 persen oleh

peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala menengah, dan 8 persen oleh peternak

skala besar.

Salah satu wilayah usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor adalah

Kelompok Tani Sapi Perah KANIA yang terletak di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk,

Kabupaten Bogor. Wilayah tersebut memiliki iklim dan geografis yang baik, hal ini sesuai

dengan dukungan sumber daya alam yang sangat memadai diantaranya iklim,ketersadian

HMT (Hijauan Makanan Ternak) dan lahan yang cukup tersedia karena berada di kaki

gunung salak yang memiliki iklim sejuk yang sesuai untuk usaha budidaya ternak sapi perah.

Kelompok ternak KANIA merupakan anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha

Peternakan (KPS) Bogor. Kondisi sebagian besar usaha ternak sapi perah di Kelompok Tani

Sapi Perah KANIA merupakan usaha keluarga dan pengelolaan yang masih tradisional,

namun dengan segala sumberdaya yang ada Kelompok Tani Sapi Perah KANIA telah

mencatat berbagai prestasi baik dilingkungan KPS Bogor, tingkat Kabupaten Bogor maupun tingkat

Propinsi jawa Barat yaitu dengan meraih penghargaan sebagai kelompok tani terbaik se-Jawa

(17)

87

1.2. Perumusan Masalah

Saat ini semakin banyak usaha bisnis atau perusahaan yang menawarkan produk

olahan susu. Salah satunya adalah perusahaan Sugeng Milk yang berada di daerah Ciomas Bogor. Harga susu rata-rata yang diterima peternak sapi perah dengan menjual susu ke

Sugeng milk adalah Rp 4.050, harga susu yang diterima oleh peternak ini lebih besar dibandingkan dengan harga rata-rata susu jika menjual KPS Bogor yaitu Rp 3.015. Kelompok

ternak KANIA sebagai anggota KPS Bogor memiliki kewajiban untuk menjual produksi susu

ke KPS Bogor, sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk dilakukan

analisis kelayakan pada perusahaan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha sapi

perah yang dilakukan Kelompok Tani Sapi Perah KANIA, mengingat adanya selisih harga

yang relatif besar yakni sebesar Rp. 1.035 serta penggunakan modal investasi yang cukup

besar. Dengan demikian, harus dapat diperhitungkan pengembalian investasi agar usaha yang

dijalankannya layak untuk beroperasi, jika tetap menjual seluruh produksinya ke KPS Bogor

Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kelayakan usaha sapi perah pada Kelompok Tani Sapi Perah KANIA jika

dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek

lingkungan, dan aspek pasar?

2. Bagaimana kelayakan finansial usaha sapi perah pada Kelompok Tani Sapi Perah

KANIA jika dilihat dari aspek finansial?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan usaha sapi perah Kelompok Tani Sapi Perah KANIA dari aspek

non finansial (aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek

lingkungan, dan aspek pasar).

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha sapi perah Kelompok Tani Sapi Perah KANIA

dari aspek finansial.

1.4. Manfaat Penelitian

(18)

88

1. Bagi penulis sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Agribisnis

Penyelenggaraan Khusus Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Bagi pengusaha diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan terhadap

manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha sapi perah.

3. Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai analisis kelayakan usaha

(19)

89

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan merupakan suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses

biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, maka

manusia campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan

ternak (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersil

dan peternakan komersil.

1) Peternakan rakyat dengan cara memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan

cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan

peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu terbatas.

Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan.

2) Peternakan rakyat semi komersil dengan keterampilan beternak dapat dikatakan cukup.

Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat cenderung meningkat.

Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

3) Peternakan komersil dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi

modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja

dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar.

Menurut Mandaka (2005), usaha ternak sapi perah kerakyatan di Indonesia memiliki

komposisi : peternak skala kecil (memiliki kurang dari empat ekor sapi perah) dengan

persentase 80 persen, peternak skala menengah (memiliki empat sampai tujuh ekor sapi

perah) dengan persentase 17 persen, dan peternak skala besar (memiliki lebih dari tujuh ekor

sapi perah) dengan persentase tiga persen.

Menurut Sutawi dalam Agustina (2007), kondisi peternakan sapi perah di Indonesia

saat ini, yaitu :

1) Skala usahanya kecil (2-5 ekor), motif produksinya adalah rumah tangga, dilakukan

sebagai usaha sampingan tanpa memperhatikan laba rugi dan masih jauh dari teknologi

serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah, dan kualitas

secara umum bervariasi dan bersifat padat karya.

2) Secara klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi

(20)

90

3) Pemasaran susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya beberapa

peternak yang mampu menciptakan pasar langsung ke konsumen.

4) Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah.

2.2. Jenis – Jenis Sapi Perah

Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan

sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries-Holand (FH) yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi (Sudarwanto, 2004).

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan

menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan

Ongole) dengan sapi perah Fries-Holand guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris), Fries-Holand (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster

(dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukan bahwa jenis sapi perah yang

paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Fries-Holand8.

8

(21)

91

2.3. Tatalaksana Pemeliharaan

2.3.1. Perkandangan

Pada umumnya, ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah

1,5x2 meter atau 2,5x2 meter, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 meter dan

untuk anak sapi cukup 1,5x1 meter per ekor, dengan tinggi kurang lebih 2-2,5 meter dari

tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-400C (rata-rata 330C) dan kelembaban 75%. Lokasi

pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 meter) hingga dataran tinggi

(lebih dari 500 meter).

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi

yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau

satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua

jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut

biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai

penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran

sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat. Seluruh

bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu

dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.

2.3.2. Pembibitan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a)

produksi susu tinggi, (b) umur 3,5 sampai 4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal

dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk tubuhnya

seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan

atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh

cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok,

puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu

pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun

beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang

menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan

cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara

kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting

(22)

92

Menurut Suherni dalam Sukmapradita (2008), upaya peningkatan produksi susu sapi selain ditentukan oleh pakan yang diberikan, juga ditentukan oleh kondisi bibit yang tersedia.

Pada umumnya, di wilayah Jakarta dan Bogor peternak melakukan Inseminasi Buatan (IB)

dalam rangka perbaikan dan perbanyakan bibit. Angka menunjukan keberhasilan IB tersebut

sudah memadai dengan rata-rata Service per Conception (S/C) sama dengan 1,81 yang artinya betina dewasa sudah dapat beruntung dengan dua kali IB.

2.3.3. Pakan

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan berupa jerami padi,

pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan

diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 sampai 50 kg/ekor/hari. Pakan berupa

rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10 persen dari bobot badan (BB) dan

pakan tambahan sebanyak 1 sampai 2 persen dari bobot badan (BB).

Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25

persen hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar

sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).

Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa

serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan

konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1

- 2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10 persen dari berat

badan per hari.

Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta

menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara

kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi

digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah.

Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna

memperkuat kakinya.

2.3.4. Produksi Susu

Menurut Sudarwanto (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan

susunan produksi susu sapi adalah bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi,

besar sapi, estrus, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan

(23)

93

Menurut Sudono dalam Sukmapradita (2008), puncak produksi susu sapi terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap pada bulan berikutnya. Pada

bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari

menjadi 9,38 liter/ekor/hari. Sapi yang beranak pada umur lebih tua (3 tahun) akan

menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi yang beranak pada umur muda (2 tahun).

Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sampai sapi berumur 7 tahun

atau 8 tahun, setelah itu produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi

berumur 11 - 12 tahun.

2.3.5. Pemerahan

Menurut Sudono dalam Handout Bahan Kuliah Ilmu Produksi Ternak Perah (1999) ,

sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari, yang pada umumnya

dilakukan dua kali sehari. Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan

produksi air susu yang lebih baik daripada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan tidak

seimbang, misalnya jarak pemerahan terlalu panjang ataupun terlalu pendek. Sebagai contoh

jarak pemerahan antara 16 jam dan 8 jam hasilnya lebih rendah daripada sapi yang diperah

dengan jarak pemerahan 12 jam.

Faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain adalah jumlah pemerahan setiap

hari, lamanya pemerahan, dan waktu pemerahan. Jumlah pemerahan 3 - 4 kali setiap hari

dapat meningkatkan produksi susu daripada jika hanya diperah dua kali sehari. Pemerahan

pada pagi hari mendapatkan susu sedikit berbeda komposisinya daripada susu hasil

pemerahan sore hari. Pemerahan menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin tidak

memperlihatkan perbedaan secara signifikan dalam produksi susu, kualitas ataupun

komposisi susu. Hubungan antara umur dan jumlah pemerahan (Tabel 6).

Tabel 6. Perbandingan Pemerahan 3 kali dengan Pemerahan 4 kali per Hari.

Umur Sapi (Tahun) Pemerahan

3 kali sehari (%) 4 kali sehari (%)

2 > 20 > 35

3 > 17 > 30

4 > 15 > 26

Sumber : Saleh, 2004.

2.4. Kajian Penelitian Terdahulu

Hermanto (2010), Analisis kelayakan finansial usaha sapi perah di Kelompok Ternak

(24)

94

modal sendiri. Skenario satu terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan kepemilikan sapi

perah sebanyak tiga ekor, skenario dua terdiri dari peternak skala menengah dengan

kepemilikan sapi perah sebanyak tujuh ekor dan skenario tiga terdiri dari peternak skala besar

dengan kepemilikan sapi perah sebanyak 20 ekor. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi

didapatkan hasil: skenario 1 dengan NPV sebesar 9.749.415 lebih dari pada nol, IRR sebesar

11 persen lebih dari tingkat diskonto yang digunakan dan Net B/C sebesar 1,21, sedangkan

nilai Payback Period (PBP) melebihi umur proyeksi (10 tahun) yaitu 13 tahun 5 bulan. Skenario 2 dengan NPV sebesar 143.061.052 lebih dari pada nol, IRR sebesar 42 persen lebih

dari tingkat diskonto yang digunakan, Net B/C sebesar 2,89 lebih dari satu dan PBP empat

tahun satu bulan. Pada skenario 3 dengan NPV sebesar 904.982.084 lebih dari pada nol, IRR

sebesar 74 persen lebih dari tingkat diskonto yang digunakan, Net B/C sebesar 5,07 lebih dari

satu dan PBP dua tahun lima bulan.

Analisis Sensitivitasterhadap peningkatan harga pakan yang dapat ditolerir pada skenario 1 sebesar 5,80 persen, skenario 2 sebesar 38,75 persen dan skenario 3 sebesar 86,01

persen. Sedangkan penurunan harga susu sapi yang dapat ditolerir pada skenario 1 sebesar

3,54 persen, skenario 2 sebesar 22,06 persen dan skenario 3 sebesar 37,82 persen.

Perbandingan Sensitivitasketiga skenario menunjukan bahwa skenario 1 lebih sensitif (peka) terhadap perubahan harga pakan dan perubahan harga susu.

Rofik (2005), meneliti tentang kelayakan finansial usaha peternakan sapi perah di Pondok

Ranggon, Jakarta Timur. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa analisis pada kelompok

peternak I dengan tingkat suku bunga pinjaman 14,85 persen memiliki nilai NPV sebesar Rp

74.420.770,00. NPV untuk kelompok peternak II sebesar Rp 152.071.340,00. NPV untuk

kelompok peternak III sebesar Rp 311.022.350,00. Nilai tersebut merupakan pendapatan

bersih yang diterima peternak selama delapan tahun pengembangan. Nilai BCR untuk

kelompok peternak I sebesar 1,35, yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan

penerimaan sebesar Rp 0,35,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Untuk kelompok peternak II

nilai BCR sebesar 1,43, yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan

sebesar Rp 0,43,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Sedangkan kelompok peternak III nilai

BCR sebesar 1,52 yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp

0,52,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Semua nilai tersebut menunjukan perbandingan

penerimaan yang diterima peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

Untuk nilai IRR pada kelompok peternak I sebesar 23,32 persen, pada kelompok

(25)

95

artinya investasi yang ditanamkan layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian

internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (14,85 persen). Secara

keseluruhan berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut secara finansial usaha

ternak sapi perah Pondok Ranggon layak untuk dikembangkan.

Peneliti Wulandari (2007) yang berjudul analisis kelayakan proyek instalasi biogas

dalam mengelola limbah ternak sapi perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Bogor).

Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas kapasitas 3,5 m3 dengan tingkat diskonto

16 persen menunjukan nilai NPV positif sebesar Rp.10.797.029,96, Net B/C sebesar 1,41,

Payback Period selama 10,5 tahun. Hasil membuktikan proyek instalasi layak untuk

dilaksanakan dengan tingkat diskonto yang ada. Hasil analisis sensitivitasdengan tingkat

diskonto 16 persen menunjukan, bahwa proyek tidak akan layak pada penurunan penjualan

sebesar 3 persen dan peningkatan biaya variable sebesar 5 persen. Proyek instalasi biogas

dalam mengolah limbah ternak sangat peka terhadap penurunan harga penjualan dan

kenaikan biaya variabel. Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu

aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial dan aspek

finansial menunjukan bahwa proyek instalasi biogas di kelurahan Kebon Pedes layak untuk

dilaksanakan.

Heriyatno (2009) meneliti tentang analisis pendapatan dan faktor yang

mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak (Kasus anggota koperasi serba usaha “Karya Nugraha” Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat). Variabel yang diukur adalah jumlah produktivitas sapi perah peternak sebagai peubah terikat,

besarnya biaya usaha (X1), jumlah pemberian pakan konsentrat sapi berproduksi (X2), jumlah

pemberian pakan hijauan sapi berproduksi (X3) dan masa laktasi sapi berproduksi (X4)

sebagai peubah bebas.

KSU Karya Nugraha dalam upaya peningkatan produksi susu peternak, melakukan

kegiatan membuat, menyediakan dan mendistribusikan pakan, memberi pelayanan medis dan

inseminasi buatan kepada peternak serta menyalurkan pinjaman kepada peternak. Dengan uji

Mann-Whitney terhadap peternak yang mendapatkan pelayanan dari koperasi dengan

keuntungan dan tidak untung usaha sebesar 1,08 dan peternak yang tidak mendapatkan

pelayanan dari koperasi sebesar 1,29. Hasil ini menunjukan keuntungan usaha kedua

kelompok peternak berbeda, lebih menguntungkan peternak yang tidak membeli konsentrat

(26)

96

Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak

menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa

laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah sedangkan faktor besarnya biaya

usaha tidak berpengaruh nyata. 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang

digunakan dengan jumlah produksi susu di tingkat peternak dapat dijelaskan oleh fungsi

produksi tersebut. Usaha ternak sapi perah yang dijalankan oleh anggota KSU Karya

Nugraha memiliki nilai R/C ratio sebesar 1,11 sehingga usaha tersebut layak untuk

dijalankan.

Peneliti Khaidar (2009) yang berjudul analisis pendapatan dan kepuasan peternak

sapi perah anggota KPS Bogor bertujuan untuk menganalisis pendapatan usaha ternak sapi

perah anggota KPS Bogor di Kelurahan Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang, serta

menganalisis tingkat kelayakan harga susu koperasi bagi peternak dan tingkat kepuasan

anggota aktif terhadap pelayanan koperasi.

Menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis BEP, analisis Important Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) didapatkan hasil pada usaha ternak skala satu sampai sembilan ekor, pendapatan terbesar diterima oleh peternak

yang melakukan diversifikasi penjualan ke koperasi dan ke luar koperasi. Pada usaha ternak

dengan skala kepemilikan di atas sembilan ekor, nilai pendapatan dan R/C peternak yang

hanya menjual susu ke koperasi. Analisis kelayakan harga susu menunjukan bahwa harga

yang diterima peternak anggota hanya layak bagi peternak dengan skala kepemilikan di atas

sembilan ekor sapi perah yang menjual susu produksinya ke koperasi dan ke luar koperasi.

Berdasarkan analisis tingkat kepuasan secara umum, anggota berada pada kriteria cukup.

Untuk meningkatkan kepuasan, KPS Bogor harus memperbaiki kinerja dengan prioritas

utama pada atribut harga beli susu, kualitas pakan, dan transparan keuangan dan prioritas

kedua pada atribut kuantitas pakan sesuai dengan yang ditentukan, kepedulian menangani

(27)

97

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Studi Kelayakan

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan,

apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian

layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan

dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, tergantung dari segi penilaian yang dilakukan (Ibrahim, 2003).

Sofyan (2003) berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan

bisnis sekurang-kurangnya mencakup tiga pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari

kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek

pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan

aspek finansial secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi

investor untuk membuat keputusan investasi secara lebih obyektif.

2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai

penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian suatu rencana usaha,

usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk

meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara langsung

maupun muncul karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.

4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis ini bagi

pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya, baik dalam pemanfaatan

sumber-sumber alam (SDA) maupun pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa

penyerapan tenaga kerja, selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama

sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh individu atau badan usaha

tentunya akan menambah pemasukan pemerintah baik dari pajak pertambahan nilai

(PPN) maupun dari pajak penghasilan (PPH) dan retribusi berupa biaya perijinan, biaya

pendaftaran, administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan

(28)

98

bisnis ini mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional, sehingga tercapai

pertumbuhan penduduk domestik bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan per kapita.

Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan

manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek menurut Umar (2003) ialah

suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan. Hasil

kelayakan merupakan perkiraan kemampuan suatu proyek menghasilkan keuntungan yang

layak bila telah dioperasionalkan. Husnan (2000) menyatakan studi kelayakan proyek adalah

penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil.

3.1.2. Aspek Kelayakan

Terdapat enam aspek yang dibahas dalam studi kelayakan, antara lain aspek teknis,

aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan

aspek ekonomis (Kadariah, 2001). Sedangkan Gitinger (1986) membagi aspek-aspek dalam

analisis kelayakan mencakup aspek teknis, aspek institusional-organisasional-manajerial,

aspek sosial, aspek komersial, aspek finansial dan aspek ekonomi. Umar (2003) membagi

analisis kelayakan menjadi aspek teknis, aspek pasar, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek

lingkungan dan aspek finansial. Husnan (2000) membagi aspek-aspek analisis kelayakan ke

dalam aspek pasar, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan

sosial. Semua aspek tersebut perlu dipertimbangkan bersama-sama untuk menentukan

manfaat yang diperlukan dalam suatu investasi.

Gittinger (1986) menyatakan bahwa pada proyek pertanian ada enam aspek yang

harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu:

1. Aspek Pasar

Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus menggunakan

alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Yang dimaksud dengan

bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus

menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Analisis aspek pasar pada studi

kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan

dilaksanakan, serta perkiraan penjualan.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil

produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala oprasional untuk

(29)

99

3. Aspek Manajemen

Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek

manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa

pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi

masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur

organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

4. Aspek Hukum

Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat

diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin yang diperlukan

dalam menjalankan usaha.

5. Aspek Sosial Lingkungan

Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa

negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan.

6. Aspek Finansial

Pengaruh finansial terhadap proyek.

Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan

yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan

sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3)

mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih

alternatif proyek yang paling menguntungkan dan 4) menentukan prioritas investasi (Umar,

2003).

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat

Tujuan analisa dalam analisa proyek harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan

manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan,

dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya

dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan

pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat

dikategorikan sebagai berikut:

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka

panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat

proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.

(30)

100

Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi

terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:

1. Manfaat langsung, yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan

sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.

2. Manfaat tidak langsung, yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung

dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi.

Kriteria yang bisa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek

yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan

antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan

manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat-manfaat

bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

3.1.4. Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan investasi diantaranya adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Pay Back Period) dan analisa kepekaan (Switching Value).

Analisis kelayakan pada aspek ini sangat penting dilakukan. Tujuan dilakukannya

analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui

investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan

menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian

terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang

paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Umar, 2003). Analisis

finansial terdiri dari :

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang

dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut (Umar, 2003), Net Present Value

diartikan sebagai nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan

pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang

relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

 NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial

Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

(31)

101  NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan.

Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

b) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara

present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif .

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

 Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi  Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

 Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

c) Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol.

Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan interen

tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen.

Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek

untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih

besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

d) Payback Periode (PP)

Payback periode atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu

pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali, semakin baik suatu proyek

untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain

(Husnan, 2000).

e) Analisis Sensitivitas

Suatu proyek pada dasarnya mengahadapi ketidakpastian karena dipengaruhi

perubahan – perubahan, baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan

mempengaruhi tingkat kelayakan proyek.

Analisis sensivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa

proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan

biaya dan manfaat (Kadariah, 2001). Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan

sensitif berubah-ubah akibat empat masalah yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan

(32)

102

Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (swicthing value). Menurut Gittinger (1986), pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat maksimum dimana

proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan

turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). NPV sama dengan nol akan

membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan NET B/C sama dengan satu. Analisis

swicthing value dilakukan pada perubahan harga input dan output yang terdiri dari empat perubahan harga yaitu penurunan harga output, kenaikan biaya total, kenaikan biaya investasi

dan kenaikan biaya operasional.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perkiraan peningkatan rata-rata konsumsi susu sapi masyarakat sebanyak 1.267.115

ton (Ditjenak, 2009), merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Salah satu

hal yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan usaha peternakan sapi perah. Usaha

peternakan sapi perah memiliki prospek usaha cukup baik, hal ini terlihat dari kontribusi yang

luas dari usaha ternak sapi perah tersebut, yaitu diharapkan mampu meningkatkan pendapatan

peternak maupun pekerja, memperluas lapangan pekerjaan dan memenuhi kebutuhan gizi

masyarakat.

Peternak di Kelompok Ternak KANIA merupakan peternakan sapi perah yang

menghasilkan susu sapi segar. Para peternak sapi perah di Kelompok Ternak KANIA

menyalurkan hasil produksinya ke KPS Bogor untuk mensuplai bahan baku susu ke IPS

(Industri Pengolahan Susu), yakni Indomilk dan Indolakta. KPS tersebut akan menyerap

produksi susu dari peternak berapapun jumlahnya sesuai dengan standar yang ditentukan.

Saat ini semakin banyak usaha bisnis atau perusahaan yang menawarkan produk

olahan susu. Salah satunya adalah perusahaan Sugeng Milk yang berada di daerah Ciomas Bogor. Harga susu rata-rata yang diterima peternak sapi perah dengan menjual susu ke

Sugeng milk adalah Rp 4.050, harga tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga rata-rata susu jika menjual KPS Bogor yaitu Rp 3.015. Hal ini menandakan peluang pasar

yang baik bagi peternak sapi perah Kelompok Ternak Kania.

Besarnya selisih harga yang relatif besar yakni sebesar Rp. 1.035 peluang menjadikan

peternak di kelompok ternak KANIA meningkatkan pendapatan dari beternak sapi perah,

akan tetapi sebagai anggota KPS Bogor kelompok ternak KANIA memiliki kewajiban untuk

menjual produksi susu ke KPS Bogor, sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan

(33)

103

perlu untuk dilakukan analisis kelayakan pada perusahaan untuk mengetahui sejauh mana

kelayakan usaha sapi perah yang dilakukan Kelompok Tani Sapi Perah KANIA, jika tetap

menjual susu produksinya ke KPS Bogor mengingat dalam usaha peternakan sapi perah

memerlukan biaya investasi yang tidak sedikit serta adanya resiko yang mungkin terjadi.

Usaha peternakan sapi perah di Kelompok Ternak KANIA akan dikelompokkan

menjadi tiga berdasarkan skala usaha, yaitu usaha skala kecil, usaha skala menengah dan

usaha skala besar Pembagian skala usaha ini didasarkan pada jumlah kepemilikan sapi perah

laktasi, peternak usaha skala kecil memiliki tiga ekor sapi perah, peternak usaha skala

menengah memiliki 14 ekor sapi perah dan peternak usaha skala besar memiliki 41 ekor sapi

perah. Pembuatan skenario ini digunakan untuk melihat tingkat kelayakan usaha sapi perah

pada setiap skala usaha dengan penggunaan modal sendiri.

Pengkajian aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,

serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan pengkajian aspek finansial

menggunakan analisis meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Periode, serta Analisis sensitivitas dengan melakukan perubahan pada suatu variabelnya.

Analisis kelayakan usaha ini dilakukan sebagai bahan evaluasi bagi pihak peternak,

sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha peternakan sapi perah untuk

dikembangkan dimasa yang akan datang. Informasi ini juga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan peternak dan koperasi dalam mengembangkan usaha sapi perah. Selain itu juga

diharapakan sebagai informasi kepada pihak pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam

pembuatan kebijakan dan keputusan menyangkut hal usaha sapi perah. Adapun alur kerangka

pemikiran operasional dapat dilihat seperti Gambar 1.

(34)

104

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Kelompok Ternak KANIA

Analisis Aspek non finansial :

 Aspek Teknis

 Aspek Pasar

 Aspek Manajemen

 Aspek Sosial dan Lingkungan

Modal Sendiri :  Skala Kecil,  Skala Menengah  Skala Besar

Insvestor / pemerintah

Besarnya selisih harga antara KPS dan Sugeng milk

Analisa Kelayakan Usaha Sapi Perah Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelompok Ternak KANIA pada tiga Skala Usaha, (Skala Kecil,

Skala Menengah, dan Skala besar)

Analisis Aspek finansial

Usaha Peternakan Sapi Perah Layak Untuk Dijalankan

Usaha Peternakan Sapi Perah Tidak Untuk Dijalankan

Modal 50 % Pinjaman :  Skala Kecil,  Skala Menengah  Skala Besar

(35)

105

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Kelompok Ternak Sapi Perah

KANIA, Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelompok Ternak Sapi Perah KANIA merupakan salah satu wilayah dengan populasi sapi perah

terbesar di Kecamatan Cijeruk. Penelitian di lapang dilakukan selama bulan Maret sampai

bulan April 2012.

4.2. Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di perternakan sapi

perah tersebut serta wawancara dengan pemilik peternakan dan karyawan setempat dengan

menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disediakan.

Selain itu digunakan juga data sekunder yang diperoleh dari buku-buku yang relevan

dengan topik yang diteliti. Pengambilan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur, baik

yang didapat di perpustakaan maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai

analisis kelayakan usaha, serta artikel baik dari media cetak (koran dan majalah), maupun

media elektronik (internet).

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data responden dilakukan melalui wawancara dengan instrument

kuesioner anggota peternak sapi perah di Kelompok Ternak KANIA. Pengumpulan data

dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan skala usaha, yaitu usaha skala kecil, usaha skala

menengah dan usaha skala besar. Pembagian skala usaha ini berdasarkan pada jumlah

kepemilikan sapi perah laktasi. Teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan

instrument kuesioner dan observasi langsung dengan mengamati kegiatan yang ada di

(36)

106

4.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis aspek

finansial usaha sapi perah meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Periode , Analisis Sensitivitas dan

Sensitivitas(Nilai Pengganti).

4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek

yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha sapi perah pada peternakan rakyat. Aspek-aspek

tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan

lingkungan, serta aspek finansial.

4.4.2. Analisis Aspek Finansial

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value atau manfaat bersih adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV

adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) n = Umur ekonomis proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga (Persen) t = (t= 0,1,2,…n) Tahun

Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu:

a) NPV > 0, berarti secara finansial usaha layak untuk dilaksakanan karena manfaat

yang diperoleh lebih besar dari biaya.

b) NPV < 0, berarti secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk dilaksakanan

karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan.

c) NPV = 0, berarti secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

(37)

107 Internal Rate Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan yang dinyatakan dalam satuan persen. Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah

sebagai berikut :

)

Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari pada tingkat diskonto yang berlaku (discount rate), maka proyek tersebut dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan.

3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar

satu rupiah. Proyek layak dilaksanakan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu. Rumus yang

digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

Net B/C =

Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t (Rupiah) Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) n = Umur ekonomis proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga (persen)

t = (t= 0,1,2,…n) Tahun

4) Payback Periode

Payback Periode berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan cashflow. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

(38)

108

I = Biaya investasi (Rupiah)

A = Benefit bersih tiap tahun (Rupiah)

Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat

pengambilan investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan.

5) Analisis Sensitivitas(Nilai Pengganti).

Analisis dengan metode Sensitivitasdigunakan untuk mengetahui perhitungan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow atau outflow yang masih dapat ditolelir agar proyek masih dapat dikatakan layak.

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan

1. Umur proyek adalah delapan tahun berdasarkan pada umur produktif sapi perah yaitu

selama delapan tahun.

2. Usaha peternakan sapi perah di Kelompok Ternak KANIA dibagi menjadi tiga

berdasarkan skala usaha, yaitu usaha skala kecil, usaha skala menengah dan usaha

skala besar. Pembagian skala usaha ini berdasarkan pada jumlah rata-rata kepemilikan

sapi perah laktasi, yaitu :

a) Skala kecil, jumlah rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi sebanyak tiga ekor.

b) Skala menengah, jumlah rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi sebanyak 14

ekor.

c) Skala besar, jumlah rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi sebanyak 41 ekor.

3. Skenario usaha yang digunakan terdiri dari enam skenario berdasarkan pengguanaan

sumber modal, yaitu :

a) Skenario 1 (satu), terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan menggunakan

sumber modal sendiri.

b) Skenario 2 (dua), terdiri dari peternak usaha skala menengah dengan

menggunakan sumber modal sendiri.

c) Skenario 3 (tiga), terdiri dari peternak usaha skala besar dengan menggunakan

sumber modal sendiri.

d) Skenario 4 (empat), terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan menggunakan

kombinasi 50 persen modal sendiri dan 50 persen modal pinjaman dari Bank.

e) Skenario 5 (lima), terdiri dari peternak usaha skala menengah dengan

menggunakan kombinasi 50 persen modal sendiri dan 50 persen modal pinjaman

Gambar

Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2003 - 2010 ( 000 ekor).
Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2006-2010.
Tabel 5. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik diperoleh P value =0,002 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar pH tikus putih ( Rattus norvegiccus ) galur wistar

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian yang telah diperoleh, maka saran yang dapat diberikan adalah pasien lebih memperhatikan dalam memilih metode pengobatan yang

7) PNS yang telah selesai menjalani hukuman disiplin (ringan dan sedang) dan mendapat surat keterangan telah selesai menjalani hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang

soxhlet dikembalikan ke labu didih. Proses dilanjutkan dengan distilasi etanol dari minyak dengan suhu pemanas mantel 200 o C hingga ¾ sirkulasi. Etanol hasil distilasi

Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah sutu ilmu yang mengatur proses pemanfaatan pegawai agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan dengan adanya website pada Toko Fauzi, dapat memperluas pemasaran produk-produk makanan ringan khas

Kemiskinan merupakan masalah yang sangat fatal karena berkaitan dengan ketidak mampuan masyarakat kota Medan yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan hidup yang selama

Dalam tahap pelaksanaan tindakan dilaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Untuk dapat menyesuaikan rencana