• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN

RUMAHTANGGA PETANI DAN BURUH SANDAL DI DESA

SUKAHARJA CIJERUK - BOGOR

BAHARI ILMAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

BAHARI ILMAWAN. Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik-karakteristik individu petani dan intervensi pihak-pihak luar dengan fenomena perubahan mata pencaharian di Desa Sukaharja. Penelitian ini juga menganalisis hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan para petani yang berpindah mata pencaharian. Subjek yang diteliti adalah rumahtangga petani dan rumahtangga petani yang berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal di Desa Sukaharja. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Sampel penelitian adalah kepala rumahtangga yang bermata pencaharian sebagai petani dan kepala rumahtangga petani yang berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal di Desa Sukaharja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik-karakteristik individu petani dan intervensi pihak-pihak luar berhubungan nyata dengan perubahan mata pencaharian. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan mata pencaharian berhubungan nyata dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga di Desa Sukaharja.

Kata kunci: hubungan, mata pencaharian, kesejahteraan, petani, rumahtangga, buruh sandal

ABSTRACT

BAHARI ILMAWAN. Welfare Comparison Analysis of Farmers and Shoe Labor in Sukaharja Cijeruk - Bogor. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO.

This research aims to analyze the correlation between farmer’s individual characteristics and interventions of third parties with the phenomenon of livelihood changes in Sukaharja. This research also analyze the correlation between livelihood changes and farmers’ welfare. Subjects to be researched is farmer’s families and farmer’s families who changed their occupation into a labor in shoes industry in Sukaharja. This research used quantitative and qualitative data. This research’s sample is household head who is farmer and household head who changed their occupation into an industrian shoe labor in Sukaharja. The result shows that farmer’s individual characteristics and interventions of third parties had a correlation with livelihood changes. The result also showed that livelihood changes had a correlation with farmers’ welfare in Sukaharja.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN

RUMAHTANGGA PETANI DAN BURUH SANDAL DI DESA

SUKAHARJA CIJERUK - BOGOR

BAHARI ILMAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor

Nama : Bahari Ilmawan

NIM : I34090120

Disetujui oleh

Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor” sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Penulisan tugas akhir skripsi ini didahului dengan melakukan penelitian lapang yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga April 2013. Skripsi ini bertujuan menelaah hubungan-hubungan antara karakteristik-karakteristik individu petani (meliputi usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan anggota rumahtangga, dan tingkat ketergantungan terhadap lahan) dan intervensi pihak-pihak luar (meliputi pengaruh tetangga dan calo-calo tanah) dengan fenomena perubahan mata pencaharian petani yang terjadi di Desa Sukaharja. Skripsi ini juga bertujuan untuk menganalisis perbandingan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani dan buruh sandal di Desa Sukaharja.

Peneliti mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Suprapto, Ibunda Tri Aryani, Adinda Merina Ilmasari dan Adinda Marlia Tri Aini yang telah memberikan dukungan beserta doanya untuk peneliti. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat peneliti (Ferry Syairendra, Dennis Wahyudianto, Dayan Rahmanto, David, Anandita Faradila, dan Ida Farida), teman-teman peneliti selama menempuh pendidikan di IPB (Hamdani Pramono, Indra Setiyadi, Arif Rachman, Elbie Yudha, Tiara Triutami, Tiara Pridatika, Ratu Sarah Indah, Lulu Hanifah, Muhammad Septiadi, Adisthya Artik, Fadil Afrianto, Irma Handasari, Rizki Budi Utami) dan teman-teman SKPM 46 yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi dalam penyusunan tugas akhir skripsi. Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada Yogi Ajeng Ningrum yang tidak lelah-lelahnya memotivasi peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi.

Peneliti menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu dengan kerendahan hati peneliti menerima kritikan dan saran yang membangun untuk penulisan ilmiah lain yang lebih baik lagi di kemudian hari. Peneliti berharap agar tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 2 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 3 

PENDEKATAN TEORITIS 5 

Tinjauan Pustaka 5 

Kerangka Pemikiran 12 

Definisi Konseptual 14 

Definisi Operasional 14 

PENDEKATAN LAPANG 17 

Metode Penelitian 17 

Lokasi dan Waktu Penelitian 17 

Teknik Pengumpulan Data 17 

Teknik Pengolahan dan Analisa data 18 

STRUKTUR PENDUDUK DESA SUKAHARJA 21 

Letak Geografis 21 

Kependudukan, Sarana, dan Prasarana 21 

Potensi Desa 22 

Karakteristik Responden 24 

MAKNA LAHAN BAGI MASYARAKAT 27 

Lahan Sebagai Fungsi Ekonomi 27 

Lahan Sebagai Fungsi Sosial 27 

Keterkaitan Antara Fungsi Ekonomi dan Fungsi Sosial Lahan 28  LEPASNYA KEPEMILIKAN LAHAN DAN PERUBAHAN MATA

(10)

PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN HUBUNGANNYA

DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN 39 

Perubahan Mata Pencaharian dan Kesejahteraan Ekonomi 39  Perubahan Mata Pencaharian dan Implikasinya terhadap

Kesejahteraan Sosial 41 

SIMPULAN DAN SARAN 43 

Simpulan 43  Saran 44 

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah angkatan kerja penduduk Desa Sukaharja menurut tingkat

pendidikan tahun 2012 22 

2 Potensi tenaga kerja di Desa Sukaharja tahun 2012 22  3 Status kepemilikan lahan pertanian di Desa Sukaharja tahun 2012 23  4 Mata pencaharian pokok penduduk Desa Sukaharja tahun 2012 23  5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Sukaharja

tahun 2013 24 

6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di

Desa Sukaharja tahun 2013 25 

7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa

Sukaharja tahun 2013 25 

8 Jumlah responden berdasarkan usia dan mata pencaharian 33  9 Jumlah responden menurut tingkat pendidikan dan mata pencaharian

di Desa Sukaharja 34 

10 Jumlah responden menurut jumlah tanggungan anggota rumahtangga dan mata pencaharian di Desa Sukaharja 34  11 Jumlah responden menurut tingkat ketergantungan terhadap lahan

dan mata pencaharian di Desa Sukaharja 35  12 Jumlah responden menurut pengaruh tetangga dan mata pencaharian

di Desa Sukaharja 37 

13 Jumlah responden menurut pengaruh calo tanah dan mata

pencaharian di Desa Sukaharja 38 

14 Jumlah responden menurut mata pencaharian dan tingkat

kesejahteraan ekonomi 40 

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis perbandingan kesejahteraan rumahtangga

petani dan buruh sandal 13 

DAFTAR LAMPIRAN

1

Peta Lokasi Penelitian (Desa Sukaharja) 47 

2 Pengolahan Data (Uji Statistik) 48 

3 Kerangka Sampling 51 

4 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 53 

5 Kuesioner Penelitian 54 

6 Pertanyaan panduan wawancara 57 

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010 (BPS 2010). Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk 1.49 persen (BPS 2010). Jumlah penduduk yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan kebutuhan untuk menunjang kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.

Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris sebagai faktor produksi memiliki arti yang sangat penting. Menurut Wiradi (1984), masalah penguasaan tanah di pedesaan merupakan masalah yang rumit, karena menyangkut berbagai aspek seperti aspek ekonomi, demografi, hukum, politik, dan sosial. Tanah yang menjadi aset utama bagi rakyat banyak adalah tanah untuk bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan utamanya (Tjondronegoro 1999). Sumberdaya tanah bersifat multifungsi dalam aktifitas kehidupan manusia di berbagai bidang, baik dalam bidang pertanian maupun non-pertanian. Dalam bidang pertanian, tanah digunakan sebagai lahan untuk berusahatani sehingga dapat menghasilkan produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan, seperti sawah, kebun/ladang, dan lain sebagainya. Tanah di bidang non-pertanian digunakan sebagai tempat pemukiman, perkantoran/jasa, maupun tempat lainnya. Sifat tanah relatif tidak bertambah, sementara kebutuhan tanah untuk bermatapencaharian semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, maka kompetisi di masyarakat untuk menguasai tanah akan semakin meningkat.

Marx mengklasifikasikan konsep mendasar tentang kelas-kelas masyarakat dan perjuangannya yang tediri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi (Wulansari 2009). Teori Marx didasarkan pada kepemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Demikian juga halnya dalam kehidupan bermasyarakat, konflik kepemilikan lahan yang terjadi biasanya antara stakeholder-stakeholder tertentu yang biasanya adalah pihak yang dominan dan dipengaruhi luas lahan yang semakin sempit. Semakin sempitnya luas lahan yang dimiliki berpengaruh pada semakin berkurangnya produksi padi yang dihasilkan per rumahtangga petani, dan berimplikasi pada menurunnya pendapatan petani (Wulansari 2009). Bila dilihat dari perspektif penguasaan lahan, salah satu upaya yang akan dilakukan oleh petani untuk mempertahankan kehidupannya pada kondisi pendapatan petani yang semakin berkurang adalah dengan cara meningkatkan penguasaan lahan. Penguasaan lahan oleh petani dapat dilakukan dengan cara membeli, menyakap, menyewa, dan meminjam. Mengingat profil petani Indonesia yang sebagian besar merupakan kelompok berpendapatan rendah, maka upaya penguasaan lahan yang paling banyak dilakukan oleh petani adalah dengan cara menyakap, menyewa, dan meminjam.

(14)

2

Salak dan Kecamatan Cijeruk di sebelah selatan; Desa Tajur Halang dan Kecamatan Cijeruk di sebelah timur; Desa Sukamantri dan Kecamatan Taman Sari di sebelah barat. Desa Sukaharja memiliki 9 RW dan 49 RT. Luas lahan desa ini adalah 531.56 Ha dengan sebagian besar terdiri atas pemukiman. Desa ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 12 108 orang dengan 6 246 orang laki-laki dan 5 682 orang perempuan. Masyarakat Desa Sukaharja menghadapi permasalahan kepemilikan lahan dengan salah satu perusahaan besar yakni Bogor Nirwana Residence (BNR) melalui perantara calo-calo tanahnya. Penipuan serta kecurangan terjadi dalam transaksi jual-beli sehingga masyarakat banyak yang merasa dirugikan. Hal ini menyebabkan masyarakat kehilangan lahan mereka tanpa ganti rugi yang setimpal sehingga mempengaruhi mata pencaharian mereka yang semula bergantung pada pertanian.

Kondisi luas lahan pertanian yang terus berkurang memaksa masyarakat Desa Sukaharja yang sebelumnya bertani untuk berpindah ke sektor non-pertanian, yakni industri sepatu/sandal. Adanya sekelompok pemuda desa yang dari awal sudah berkecimpung di bidang tersebut pun semakin memicu masyarakat untuk berpindah mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Bahkan kini masyarakat desa tersebut tak segan-segan untuk menjual lahan pertaniannya kepada calo tanah dengan harga yang murah untuk mendapatkan modal guna membuka bengkel sandal. Upah yang cepat pun menjadi alasan mereka untuk meninggalkan lahan pertaniannya dan berganti pekerjaan menjadi buruh sandal. Hal menarik yang dapat diteliti adalah faktor-faktor apa saja yang mendorong terjadinya perpindahan mata pencaharian masyarakat dan apa pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga petani.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas terdapat hubungan yang sangat erat antara perubahan mata pencaharian dengan perubahan tingkat kesejahteraan pasca konversi lahan dan perpindahan kepemilikan lahan, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang berhubungan dengan perubahan mata pencaharian yang dilakukan petani?

2. Bagaimana hubungan perubahan mata pencaharian terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan mata pencaharian petani.

(15)

3

Manfaat Penelitian

(16)
(17)

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Konsep Petani

Bahari (2002) menyatakan bahwa secara umum ada tiga ciri utama yang melekat pada petani pedesaan, yaitu kepemilikan lahan secara de facto, subordinasi legal, dan kekhususan kultural. Lahan bagi petani bukan hanya memiliki arti materil-ekonomi melainkan memiliki arti sosial budaya. Luas lahan yang dimiliki petani merupakan simbol derajat sosial-ekonomi seseorang di komunitas desanya. Petani yang tidak memiliki lahan adalah lapisan masyarakat yang status sosialnya paling rendah.

Petani didefinisikan oleh Wolf (1985) sebagai pencocok tanam pedesaan yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa melalui mekanisme sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Persoalan tidak hanya pada pemilikian lahan secara de facto, tetapi lebih berfokus pada lepasnya penguasaan produksi dan tenaga kerja kepada pihak lain. Wolf (1985) kemudian membedakan antara petani pedesaan atau petani tradisional (peasant) dengan petani pengusaha pertanian atau petani modern (farmer). Perbedaan utama antara petani peasant dengan petani farmer terletak pada orientasi dan distribusi hasil, dimana pada petani peasant sebagian besar dari hasil produksi digunakan untuk penghasilannya sendiri atau untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kekerabatan, bukan untuk dipertukarkan dengan tujuan memperoleh barang-barang lain yang tidak dihasilkan sendiri. Sebaliknya perbedaan utama dengan farmer terletak pada tujuan produksinya, dimana farmer berorientasi bisnis, pasar, dan mencari laba dalam mengelola usahataninya.

Menurut Shanin (1971), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua, mereka menggantungkan hidup mereka pada lahan. Bagi petani, lahan pertanian adalah segalanya yakni sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial yang kuat. Keempat, petani cenderung sebagai pihak yang kalah (tertindas) namun tidak mudah ditaklukan oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan politik eksternal yang mendominasi mereka.

Bila melihat kondisi petani di Indonesia, maka pola hidup petani cenderung bersifat subsisten. Subsisten dalam pengertian ini bukan berarti makan secukupnya dari suatu usaha tertentu dan bekerja hanya untuk kebutuhan akan pangan saja, melainkan juga dilihat pada pandangan petani terhadap orientasi kerjanya. Suhendar dan Yohana (1998) merumuskan tiga indikator untuk memahami pola subsistensi petani:

(18)

6

Sebaliknya bila sikapnya didassari oleh orientasi surplus produksi dan maksimalisasi produksi, mereka termasuk petani komersial.

2. Besar kecilnya skala usaha petani, sekalipun hanya menguasai lahan dalam skala kecil, jika didasari pemikiran yang cenderung berorientasi pasar (mengejar surplus) petani itu dapat disebut sebagai petani komersial. Sebaliknya, pada umumnya petani yang berlahan sempit dengan skala usaha yang terbatas tergolong petani subsisten karena dalam usahanya itu tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk memaksimalkan produksi karena keterbatasan tersebut.

3. Jenis komoditas yang dibudidayakan petani, walaupun mengusahakan komoditas komersial, jika hasil produksi tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan sendiri, maka ia tetap disebut sebagai petani subsisten. Sebaliknya jika usaha komoditas komersial tersebut walaupun diusahakan di lahan sempit, namun orientasinya untuk memperoleh surplus, tidak dapat dikatakan sebagai petani subsisten melainkan petani komersial.

Hampir tidak ada petani yang melakukan usahataninya dengan pola subsisten mutlak jika pola subsistensi tersebut diterapkan dengan kondisi petani di Indonesia saat ini. Akan tetapi bila digunakan indikator besar kecilnya skala usaha, jelas bahwa sebagian besar petani di Indonesia hidup dalam pola subsisten.

Kesimpulannya, ciri petani Indonesia saat ini berbeda dengan ciri-ciri petani seperti yang dikemukakan Shanin ataupun Wolf. Perbedaan tersebut antara lain: (i) mengusahakan lahan yang sempit, (ii) produk yang dihasilkan cenderung untuk kebutuhan pasar, dengan tujuan dijual dan hasil penjualannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, (iii) penerapan teknologi modern sudah dilakukan dalam usahataninya, (iv) berpenghasilan ganda (tidak selalu menggantungkan sumber nafkahnya pada sektor pertanian saja), (v) fungsi lahan pertanian lebih sebagai penenang ekonomi mereka dan bukan sebagai sumber ekonomi.

Konsep Penguasaan Tanah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa pengertian mengenai tanah yaitu permukaan bumi atau lapisan yang di atas sekali. Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut.

“atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendir maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”

(19)

7 1. Nilai keuntungan: yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang

dapat dicapai dengan cara melakukan jual-beli tanah di pasaran bebas. 2. Nilai kepentingan umum: yang berhubungan dengan pengaturan untuk

masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial: yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan (misalnya sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya), dan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.

Pertimbangan dalam kepentingan tanah di berbagai wilayah mungkin berbeda-beda, tergantung pada struktur sosial penduduk tertentu yang akan diberikan prioritas bagi fungsi tertentu pada tanah. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka kehidupan masyarakat tersebut akan dirugikan.

Lahan memiliki arti lebih luas dibandingkan tanah, bila mengingat bahwa tanah merupakan salah satu aspek dari lahan. Pemanfaatan lahan cenderung mendekati pola pendayagunaan dan pengaturan fungsi ketatalaksanaan lahan. Menurut Bapenas-PSE-KP (2006) dalam Darwis (2009), pemanfaatan lahan merupakan hasil dari interaksi berbagai macam faktor yang menentukan keputusan baik perorangan dan kelompok maupun pemerintah. Sama halnya pada yang tercantum dalam ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut dengan tanah. Tanah yang merupakan salah satu aspek dari lahan yang dimaksudkan bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspek yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.

Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam artian fisik dan dalam arti yuridis, beraspek privat maupun publik. Penguasaan secara yuridis merupakan penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang menjadi haknya, misalnya pemilik tanah mempergunakan dan mengambil manfaat dari tanah yang menjadi haknya, tidak diserahkan kepada pihak lain. (Santoso 2007). Adanya penguasaan secara yuridis walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang hak secara fisik, namun kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh orang lain. Misalnya, seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakannya sendiri melainkan tanah tersebut disewakan kepada orang lain. Tetapi ada juga yang penguasaan secara yuridis tidak memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya saja kreditor atau bank sebagai pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan secara yuridis atas tanah yang telah dijadikan jaminan oleh pemiliknya. Akan tetapi fisik penguasaannya tetap pada pemegang hak atas tanah.

(20)

8

memetik kemdian menikmati hasil, hak memelihara/mengelola/mengurus, hak memiliki sampai kepada hak mengasingkan dalam segala bentuk.

Ketidakmerataan penguasaan atas tanah pertanian menyebabkan kemiskinan di desa khususnya bagi para petani. Hak menguasai atas tanah yang menyebabkan para petani kecil tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Para petani yang menguasai sebagian tanah yang kecil berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara menyewakan ataupun menjual tanah yang mereka miliki. Hal ini mereka lakukan karena tanah yang mereka kuasai pun tidak dapat memnuhi kebutuhan mereka dan terpaksa menjadi buruh di tanah sendiri. Terjadinya ketidakmerataan akses penguasaan atas tanah ini menjadikan bertambahnya petani tidak bertanah dan mengakibatkan posisi kaum petani ini termarginalisasi dari kehidupan sosialnya.

Konsep Nafkah/Mata Pencaharian

Definisi nafkah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara hidup. Definisi tersebut biasanya disejajarkan dengan konsep livelihood (mata pencaharian).

Definisi lain dinyatakan Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup pendapatan “cash” (berupa uang) dan “in kind” (pembayaran dengan barang atau hasil bumi) maupun dalam bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat, tetangga, desa), relasi gender, dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung dan untuk keberlangsungan standar hidup yang sudah ada. Lebih lanjut, livelihood juga mencakup akses terhadap, dan keuntungan yang berasal dari pelayanan publik dan sosial yang disediakan oleh negara.

Menurut Purnomo (2006), sumber nafkah merupakan aset, sumberdaya atau modal yang dimiliki rumahtangga yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan nafkah rumah tangga. Sumberdaya mengacu pada semua hal yang dapat dimanfaatkan oleh rumahtangga. Modal mengacu pada semua hal yang dimilikinya atau dapat diakses oleh rumahtangga. Elis (2000) mendefinisikan aset sebagai berbagai modal yang dimiliki dan digunakan untuk kehidupan individu dan rumahtangga.

Dharmawan (2001) menyebutkan sumber nafkah rumahtangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga tidak tergantung hanya pada suatu unit pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan tidak ada satu sumber nafkah yang dapat memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Rumahtangga dapat menjadi pemilik dan menggarap lahan sendiri, penggarap dengan menggarap lahan orang lain, penggembala, pencari kayu bakar, pencari rumput, ataupun wiraswasta.

Konsep Industrialisasi

(21)

9 semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Oleh karena kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah, maka semakin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut.

Adapun istilah industrialisasi dalam suatu masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, dalam segi ekonomi, industrialisasi berarti munculnya kompleks industri yang besar dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi, diusahakan secara massal (Dharmawan dalam Soesilowati 1988). Industrialisasi merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (Riedel dalam Tambunan 2001).

Akibat-akibat yang disebabkan oleh industrialisasi dapat dibedakan ke dalam tiga segi (Moore dalam Soesilowati 1988), yaitu organisasi produksi, struktur ekonomi, dan struktur ekologi-demografi. Penjelasan singkat mengenai ketiganya adalah sebagai berikut.

1. Organisasi produksi; dari sudut organisasi produksi, akibat industrialisasi dapat dilihat dalam hubungan kerja dan organisasi unit-unit produksi.

2. Struktur ekonomi; dari sudut struktur ekonomi, akibat industrialisasi dapat dilihat dari jenis pekerjaan, tabungan, serta distribusi dan konsumsi. Perubahan juga terjadi pada aktivitas pertanian ke non-pertanian.

3. Struktur ekologi-demografi; dari sudut ekologi-demografi, akibat industrialisasi lebih ditekankan pada perubahan ukuran dan pertumbuhan penduduk.

Konsep Industrialisasi Pedesaan

Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, industri pedesaan adalah suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern. Industri pedesaan dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini, industrialisasi pedesaan melalui mekanisme pasar dapat mengakumulasi dan mengalihkan modal dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi dapat pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja yang senantiasa bertambah di pedesaan. Industrialisasi pedesaan menampilkan peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, dalam hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan.

(22)

10

pengembangan ekonomi desa, khususnya sejak terjadi kegagalan transformasi ekonomi di zaman revolusi hijau.

Landasan pengembangan industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Industrialisasi desa ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi padat karya, dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustainable).

Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada suatu kurun waktu tertentu. Menurut Yosep (1996), kesejahteraan itu bersifat luas yang dapat diterapkan pada skala sosial besar dan kecil misalnya rumahtangga dan individu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum tentu dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain.

Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakikatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsi pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

Menetapkan kesejahteraan rumahtangga serta cara pengukurannya merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini disebabkan permasalahan keluarga sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan perbidang saja, tetapi menyangkut berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di berbagai bidang disiplin ilmu di samping melakukan penelitian atau melalui pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera yang berlaku secara umum dan spesifik (BPS 1995).

Mengingat data yang akurat sulit diperoleh, maka pendekatan yang sering digunakan adalah melalui pendekatan pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran rata-rata per kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga selama setahun untuk konsumsi semua anggota rumahtangga dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga. Determinan utama dari kesejahteraan penduduk adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat kesejahteraan juga akan menurun (BPS 1995).

(23)

11 1) Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak hanya mengarahkan upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Di samping itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.

2) Kesehatan dan Gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Karena itu dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan sejahtera.

4) Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting tidak hanya untuk mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumahtangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

5) Taraf dan Pola Konsumsi

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut direstribusi di antara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan akan memberi petunjuk aspek pemerataan yang telah dicapai walaupun didekati dengan pengeluaran. 6) Perumahan dan Lingkungan

Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka dapat diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang mendiami rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan antara lain luas lantai tanah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumahtangga dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban).

7) Sosial dan Budaya

(24)

12

meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat kabar.

Ruang Lingkup Kesejahteraan

Kesejahteraan rumahtangga juga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang diukur dari pemenuhan in out rumahtangga (misalnya diukur dari pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran rumahtangga) dan kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh rumahtangga. Pengukuran kesejahteraan material relatif lebih mudah dan akan menyangkut pemenuhan kebutuhan rumahtangga yang berkaitan dengan materi, baik sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan rumahtangga yang dapat diukur dengan materi. Secara umum, pengukuran kesejahteraan material ini dapat dilakukan dengan mengukur tingkat pendapatan (Sunarti 2006).

Kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara finansial oleh rumahtangga. Input yang dimaksud baik berupa pendapatan, nilai aset rumahtangga, maupun pengeluaran, sementara indikator outputmemberikan gambaran manfaat langsung dari investasi tersebut pada tingkat individu, rumahtangga, dan penduduk (Ferguson, Horwood, dan Beutrais 1981 dalam Sunarti 2006). Kesejahteraan ekonomi dari suatu rumahtangga biasanya didefinisikan sebagai tingkat kepuasan atau tingkat pemenuhan kebutuhan yang diperoleh oleh rumah tangga (Park 2000 dalam Sunarti 2006). Sementara itu Lerman (2002) dalam Sunarti (2006) menyoroti keterkaitan status perkawinan dengan kesejahteraan ekonomi (economic well-being).

Kesejahteraan sosial. Beberapa komponen dari kesejahteraan sosial diantaranya adalah penghargaan (self esteem) dan dukungan sosial. Menurut Chess dan Thomas (1987) dalam Sunarti (2006), penghargaan merupakan pusat pengembangan manusia agar berfungsi secara optimal, kreatif, produktif, terampil, dan optimis.

Kesejahteraan psikologi. Kesejahteraan psikologi merupakan fenomena multidimensi yang terdiri dari fungsi emosi dan fungsi kepuasan hidup (Gauvin dan Spence 1989 dalam Sunarti 2006). Terdapat tiga dimensi kesejahteraan psikologi dalam kaitannya dengan peran orangtua, yaitu; 1) suasana hati, 2) tingkat kepuasan, dan 3) arti hidup (Umberson dan Gove 1989 dalam Sunarti 2006).

Kerangka Pemikiran

(25)

13 tanggungan anggota rumahtangga, serta tingkat ketergantungan kepada lahan. Faktor eksternal dapat disebut dengan intervensi pihak luar dan mencakup pengaruh tetangga yang menjual lahan dan pengaruh calo tanah.

Diduga juga perubahan mata pencaharian akan berhubungan pada tingkat kesejahteraan rumahtangga. Penjelasan ini dapat disederhanakan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.

Keterangan:

: Hubungan

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis perbandingan kesejahteraan rumahtangga petani dan buruh sandal

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat ditarik beberapa hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara faktor internal/karakteristik petani dengan perubahan mata pencaharian

2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal/intervensi pihak luar dengan perubahan mata pencaharian

3. Terdapat hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga

Faktor Internal/Karakteristik Petani:

1. Usia

2. Tingkat pendidikan

3. Jumlah tanggungan

anggota rumahtangga

4. Tingkat ketergantungan terhadap lahan

Tingkat kesejahteraan rumahtangga

Indikator kesejahteraan rumahtangga

Perubahan mata pencaharian

Perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Dalam hal

ini dari petani menjadi buruh sandal

Faktor Eksternal/Intervensi Pihak Luar:

(26)

14

Definisi Konseptual

1. Tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah kemampuan sebuah rumahtangga untuk menyekolahkan anak, memiliki rasa aman (kepastian mempunyai pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok), memiliki rasa guyub (hubungan emosional) terhadap rumahtangga dan memiliki hubungan yang erat terhadap tetangga (timbal balik dan tolong-menolong).

Definisi Operasional

Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Penggolongan variabel-variabel tersebut didasarkan pada pengukuran secara emik. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. Usia adalah lama hidup responden yang diukur sejak responden lahir sampai dengan saat ini.

a) Dewasa Lanjut (skor 2) apabila 45-55 tahun b) Dewasa (skor 1) apabila 34-44 tahun

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dilakukan oleh responden.

a) Tinggi (skor 2) apabila tamat SMP

b) Rendah (skor 1) apabila tidak sekolah dan tamat SD

3. Jumlah tanggungan anggota rumahtangga adalah banyaknya anggota rumahtangga yang tinggal bersama responden dan belum bekerja dalam satu rumahtangga.

a) Tinggi (skor 2) apabila 4 orang b) Rendah (skor 1) apabila 3 orang

4. Tingkat ketergantungan terhadap lahan adalah sejauh mana lahan dianggap penting oleh responden sebagai sumber pendapatan. Penggolongan tingkat ketergantungan terhadap lahan dapat diukur dari: a) Luas lahan adalah ukuran seberapa besar lahan yang dimiliki oleh

responden.

1) Tinggi (skor 2) apabila 4 651-9 000 m2 2) Rendah (skor 1) apabila 300-4650 m2

b) Sumber penghasilan adalah seberapa banyak mata pencaharian responden yang menjadi pemasukan responden.

1) Tinggi (skor 2) apabila hanya bergantung pada lahan 2) Rendah (skor 1 ) apabila tdak hanya bergantung pada lahan

Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat ketergantungan lahan responden sebagai berikut: a) Sangat bergantung, apabila akumulasi skor 4

b) Tergantung, apabila akumulasi skor 2-3

5. Pengaruh tetangga adalah banyaknya tetangga responden yang berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal yang dapat mendorong responden untuk berpindah mata pencaharian.

(27)

15 6. Pengaruh calo tanah adalah jumlah calo tanah yang berperan sebagai

sebagai perantara antara responden dengan pihak swasta dalam proses penjualan lahan.

a) Tinggi (skor 2) apabila calo tanah menemui responden untuk negosiasi

b) Rendah (skor 1) apabila tidak ada calo tanah yang menemui responden

7. Perubahan mata pencaharian adalah perpindahan mata pencaharian responden dari petani ke buruh sandal yang disebabkan karena adanya pergantian kepemilikan lahan.

a) Petani

b) Buruh sandal yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani 8. Tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah kemampuan sebuah

rumahtangga dalam mencukupi kebutuhan pokok rumahtangganya (sandang, pangan, papan) yang dapat diukur dari:

a) Tingkat kesejahteraan ekonomi adalah kondisi ekonomi sebuah rumahtangga dalam mencukupi kebutuhan pokok rumahtangganya yang dapat diukur dari:

1) Jumlah penghasilan adalah sejumlah uang yang diperoleh responden dari mata pencahariannya dalam kurun waktu tertentu.

i) Tinggi (skor 2) apabila > Rp1 850 000

ii) Rendah (skor 1) apabila Rp500 000-Rp1 850 000 2) Jumlah anggota rumahtangga responden yang sudah bekerja.

i) Tinggi (skor 2) apabila 1-2 orang ii) Rendah (skor 1) apabila tidak ada

3) Tingkat kecukupan rumahtangga dalam hal memenuhi kebutuhan konsumsi.

i) Tinggi (skor 2) apabila tercukupi ii) Rendah (skor 1) apabila tidak tercukupi

Maka berdasarkan hasil akumulasi skor yang diperoleh, penggolongan tingkat kesejahteraan ekonomi responden sebagai berikut:

(28)
(29)

17

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian menggunakan metode survai dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa meliputi hubungan antara faktor internal/karakteristik responden dengan perubahan mata pencaharian, hubungan antara faktor eksternal (pengaruh tetangga yang berpindah mata pencaharian, pengaruh calo tanah, dan bantuan pemerintah daerah), dan hubungan antara perubahan mata pencaharian mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Setiap pengujian hipotesa di atas diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan pada rumahtangga. Alasan lain dari pemilihan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survai dikarenakan metode ini dapat menjelaskan tujuan dari penelitian melalui generalisasi objek penelitian untuk populasi masyarakat yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Singarimbun dan Effendi (1989) yang menyebutkan bahwa keuntungan utama dari penggunaan metode penelitian survai yaitu memungkinkan pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang mengangkat judul Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani dan Buruh Sandal di Desa Sukaharja Cijeruk - Bogor ini dilaksanakan di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive). Wilayah yang dipilih merupakan salah satu desa yang sebagian besar dari masyarakat petani melakukan perubahan mata pencaharian ke sektor non-pertanian. Pemilihan lokasi ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena di lokasi ini sebagian besar masyarakat petani telah kehilangan lahannya akibat campur tangan dari calo-calo tanah yang merupakan perpanjangan tangan dari pihak pengembang (swasta). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai pada bulan April 2013. Lampiran 4 menyajikan jadwal pelaksanaan penelitian.

Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan peneiltian.

Teknik Pengumpulan Data

(30)

18

eksternal (pengaruh tetangga dan calo tanah) dengan perubahan mata pencaharian, dan hubungan antara perubahan mata pencaharian dengan tingkat kesejahteraan. Teknik kuesioner juga dikombinasi dengan teknik wawancara, selain dapat memberikan informasi-informasi tak terduga terkait penelitian yang berada di luar kuesioner juga dapat membantu responden dalam proses pengisian kuesioner.

Pendekatan kualitatif menghasilkan data primer dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat desa, petani pemilik lahan, penggarap, calo tanah, serta petani yang telah berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal. Data ini juga diperoleh melalui pengamatan langsung serta bahan tertulis. Data-data tersebut meliputi data luas tanah pertanian, jumlah penduduk desa berdasarkan mata pencaharian, serta komoditi pertanian di wilayah desa. Sementara data sekunder diperoleh dari data profil desa serta data-data penunjang dari berbagai instansi yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Berbagai kombinasi metode penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menghasilkan dua jenis data yang akan digunakan dalam proses pengolahan data, kedua jenis data tersebut yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, kuesioner, dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait.

Populasi sampling dalam penelitian ini yaitu seluruh masyarakat atau penduduk Desa Sukaharja baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut yaitu kepala rumahtangga di Desa Sukaharja yang bermatapencaharian sebagai petani dan kepala rumahtangga di Desa Sukaharja yang bermatapencaharian sebagai buruh sandal. Kriteria pemilihan kerangka sampling untuk kepala rumahtangga yang bermatapencaharian sebagai buruh sandal yaitu adalah kepala rumahtangga yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani. Unit analisis dalam penelitian ini yaitu rumahtangga. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling). Pemilihan sampel pada petani dilakukan dengan cara memilih sampel dari kerangka sampling yang unsurnya adalah petani yang berasal dari rumahtangga yang berbeda dan berstatus sebagai kepala rumahtangga, sedangkan pemilihan sampel pada buruh sandal dilakukan dengan cara memilih sampel dari kerangka sampling yang unsurnya adalah buruh sandal yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani. Jumlah kerangka sampling yang ada sebanyak 40 rumahtangga petani dan sebanyak 34 rumahtangga buruh sandal. Responden yang dipilih sebanyak 40 orang dengan proporsi 20 orang kepala rumahtangga yang bermatapencaharian sebagai petani dan 20 orang kepala rumahtangga yang bermatapencaharian sebagai buruh sandal.

Teknik Pengolahan dan Analisa data

(31)

19 Analisis data dengan uji korelasi chi square selanjutnya akan memberikan gambaran umum mengenai hubungan antar variabel yang diteliti.

Data yang telah diperoleh ditabulasi menggunakan Microsoft Excel 2007 dan diolah dengan menggunakan Software SPSS for Windows 16.0. Selain menggunakan SPSS for Windows, data ini juga diperkuat dengan hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan sebagai data kualitatif. Data kualitatif diolah langsung di lapangan melalui 3 tahapan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Pengujian hubungan chi square dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel (bivariat) yang salah satu variabelnya nominal. Rumus chi square adalah sebagai berikut.

Dimana:

: Nilai chi-kuadrat fe : Frekuensi yang diharapkan fo : Frekuensi yang diperoleh/diamati

Hasil uji chi square ( ) kemudian digunakan untuk ,melihat keeratan hubungan antara variabel-variabel dengan rumus Kontingensi (C). makin besar C berarti hubungan antara dua variabel makin erat. C berkisar antara 0 dan 1 (Singarimbun dan Effendi 2006). Uji chi square pada penelitian ini digunakan untuk mengukur hubungan antara karakteristik individu (skala ordinal), yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat ketergantungan terhadap lahan dengan perubahan mata pencaharian (skala nominal). Rumus Koefisien Kontingensi (C):

Dimana:

C : Koefisien Kontingensi : Kai Kuadrat

N : Jumlah Data

(32)
(33)

21

STRUKTUR PENDUDUK DESA SUKAHARJA

Letak Geografis

Desa Sukaharja merupakan bagian dari Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Sukaharja berbatasan dengan Kelurahan Mulyaharja dan Kecamatan Bogor Selatan di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Salak dan Kecamatan Cijeruk, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukamantri dan Kecamatan Taman Sari. Jarak desa ini dari Kecamatan Cijeruk yaitu 17 kilometer dan membutuhkan waktu 45 menit untuk lama tempuhnya.

Berdasarkan data potensi desa pada tahun 2012, luas wilayah Desa Sukaharja adalah ±534.56 hektar. Wilayah Desa Sukaharja berada pada ketinggian 600 mdpl dengan suhu rata-rata harian mencapai 24-28° C. Kondisi ini sangat cocok untuk pertanian sayuran dan buah-buahan. Oleh karena itu, lahan pertanian di desa ini lebih banyak ditanami komoditas sayuran dan buah-buahan, seperti jagung, nenas, dan mentimun.

Kependudukan, Sarana, dan Prasarana

Masyarakat Desa Sukaharja memiliki jumlah penduduk sebanyak 12 108 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 6 426 jiwa dan perempuan sebanyak 5 682 jiwa. Terdapat 2 891 kepala keluarga di desa ini. Sebagian masyarakat Desa Sukaharja beragama Islam. Sebanyak 12 050 jiwa beragama Islam dan sisanya sebanyak 58 jiwa beragama Protestan. Desa Sukaharja memiliki 1 unit Puskesmas, 1 unit Pos KB, dan 10 unit Posyandu. Desa ini memiliki 7 unit Sekolah Dasar, 1 unit Sekolah Menengah Pertama, 1 unit Madrasah Ibtidaiyah, dan 1 unit Madrasah Tsanawiyah. Walaupun memiliki sarana pendidikan yang cukup memadai, sebagian besar masyarakat Desa Sukaharja berpendidikan rendah. Sebanyak 8 981 jiwa atau 74.17 persen hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD/sederajat. Sedangkan jumlah penduduk yang berpendidikan SMP adalah 1 256 jiwa (10.37%), SMA sebanyak 1 606 jiwa (13.26%), dan perguruan tinggi sebanyak 265 jiwa (2.19%). Distribusi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tersaji pada Tabel 1.

(34)

22

Tabel 1 Jumlah angkatan kerja penduduk Desa Sukaharja menurut tingkat pendidikan tahun 2012

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tidak Sekolah 305 3.4

SD/Sederajat 6 435 71.69

SMP/Sederajat 895 9.97

SMA/Sederajat 1 150 12.82

Perguruan Tinggi 190 2.12

Total 8975 100

Sumber: Data Monografi Desa Sukaharja (2012)

Tabel 2 Potensi tenaga kerja di Desa Sukaharja tahun 2012 Tenaga Kerja Laki-laki Perempuan Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Penduduk Usia 18-56 Tahun yang Bekerja

1 757 14.5 785 6.5 2 542 21.0

Penduduk Usia 18-56 Tahun yang Tidak atau Belum Bekerja

Penduduk Usia 56 Tahun Ke Atas

629 5.2 448 3.7 1 077 8.9

Total 6 377 52.7 5 731 47.3 12 108 100.0

Sumber: Data Monografi Desa Sukaharja (2012)

Potensi Desa

Masyarakat Desa Sukaharja memiliki tanah pertanian yang relatif sempit. Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian adalah sebanyak 100 keluarga dan hampir seluruhnya hanya memiliki tanah seluas kurang dari satu hektar, sedangkan lahan seluas lebih dari satu hektar banyak dimiliki oleh warga di luar Desa Sukaharja. Sebelum adanya konversi lahan, sebagian besar penduduk desa ini memiliki lahan pertanian sendiri. Namun setelah masuknya pengembang (swasta) ke daerah ini dan membeli lahan warga, lebih banyak masyarakat yang tidak memiliki lahan, yaitu sebanyak 400 keluarga.

(35)

23 Tabel 3 Status kepemilikan lahan pertanian di Desa Sukaharja tahun 2012

Kepemilikan Lahan Jumlah (Keluarga) Tidak Memiliki Lahan Pertanian 300

Memiliki Lahan Pertanian

Memiliki Kurang Dari 1 Ha 100

Memiliki 1.0-5.0 Ha -

Memiliki 5.0-10- Ha -

Memiliki Lebih Dari 10 Ha -

Jumlah Total Keluarga Petani 400 Sumber: Data Monografi Desa Sukaharja Tahun 2012

Tabel 4 Mata pencaharian pokok penduduk Desa Sukaharja tahun 2012

Jenis Pekerjaan Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)

Petani/Buruh Tani 300 200

Pegawai Negeri Sipil 135 70

Pengrajin Industri Rumahtangga 96 18

Pedagang Keliling 95 27

Montir 13 -

Pembantu Rumahtangga - 23

TNI 2 -

POLRI 15 -

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 20 25

Pengusaha Kecil dan Menengah 400 -

Dukun Kampung Terlatih - 4

Dosen Swasta 1 1

Karyawan Perusahaan Swasta 1 025 750

Karyawan Perusahaan Pemerintah 3 2

Total 1 080 1 120

Sumber: Data Monografi Desa Sukaharja Tahun 2012

Mata pencaharian yang paling dominan digeluti oleh masyarakat Desa Sukaharja saat ini adalah karyawan perusahaan swasta, yaitu sebanyak 1 775 jiwa, baik laki-laki maupun perempuan. Banyak pula masyarakat yang beralih menjadi pengusaha kecil dan menengah. Usaha Kecil dan Menengah di Desa Sukaharja jenisnya beragam, mulai dari usaha sandal, konveksi, pakan ikan, kerupuk, dan lain sebagainya. Selain usaha dalam bentuk barang, terdapat usaha dalam bentuk jasa seperti jasa pengangkutan, warung serba ada, pengecer gas dan BBM, usaha air minum isi ulang, dan usaha jasa keterampilan.

(36)

24

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dengan proporsi 20 orang petani dan 20 orang buruh sandal yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani. Responden untuk setiap rumahtangga diambil sebanyak 1 orang yang dianggap sebagai kepala rumahtangga dan dapat mewakili keadaan rumahtangga tersebut. Proporsi pemilihan responden sebanyak 20 orang petani dan 20 orang buruh sandal yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani dimaksudkan untuk membandingkan antara kondisi rumahtangga petani dengan buruh sandal. Sub bab berikut ini akan menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut jenis kelamin, usia, pendidikan, dan luas lahan.

Usia

Tabel 5 menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut usia. Responden terbagi menjadi 2 kelompok usia, yaitu sebanyak 16 orang (40%) termasuk dalam kategori usia dewasa (34-44 tahun) sedangkan 24 orang (60%) termasuk dalam kategori dewasa lanjut (45-55 tahun). Berikut adalah tabel yang menyajikan jumlah dan persentase responden di Desa Sukaharja berdasarkan kelompok umur. Kategori-kategori tersebut didasarkan pada dugaan bahwa pada kelompok umur 34-44 tahun cenderung lebih dinamis dalam berubah mata pencaharian, sedangkan pada kelompok umur 45-55 tahun cenderung lebih konservatif dalam berpindah mata pencaharian.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Sukaharja tahun 2013

Usia Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Dewasa 16 40

Dewasa Lanjut 24 60

Total 40 100

Sumber: Pengolahan data penelitian tahun 2013

Pendidikan

(37)

25 Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa

Sukaharja tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Tidak sekolah 8 20

SD 27 67.5

SMP 5 12.5

Total 40 100 Sumber: Pengolahan data penelitian tahun 2013

Luas Lahan

Tabel 7 menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut luas lahan yang dimiliki. Responden terbagi menjadi 2 kategori luas lahan, yaitu sebanyak 28 orang (70%) termasuk dalam kategori lahan sempit (300-4 650 m2) sedangkan sisanya sebanyak 12 orang (30%) termasuk dalam kategori lahan luas (4 651-9 000 m2). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai lahan pertanian yang tergolong sempit. Berikut adalah tabel yang menyajikan jumlah dan persentase responden di Desa Sukaharja menurut luas lahan.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa Sukaharja tahun 2013

Luas lahan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Sempit (300-4 650 m2) 28 70

Luas (4 651-9 000 m2) 12 30

Total 40 100

Sumber: Pengolahan data penelitian tahun 2013

(38)
(39)

27

MAKNA LAHAN BAGI MASYARAKAT

Lahan Sebagai Fungsi Ekonomi

Masyarakat Desa Sukaharja khususnya petani menilai lahan sangat bermakna secara ekonomis. Makna ekonomis yang dimaksud adalah sejauh mana ketergantungan petani terhadap lahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Lahan adalah faktor produksi yang menentukan pendapatan dan kelangsungan hidup rumahtangga petani. Makna ekonomis juga dicirikan oleh penilaian harga lahan dengan kriteria kesuburan dan kedekatan dengan sarana perhubungan. Lahan dianggap sebagai bentuk harta yang dengan mudah dilepas kepemilikannya jika harga jualnya tinggi. Lahan ini dapat dijadikan alat untuk meningkatkan taraf hidup petani melalui usahataninya.

Masyarakat Desa Sukaharja menambahkan bahwa harga jual lahan harus lebih tinggi dari harga beli lahan tersebut. Hal ini memperlihatkan adanya perhitungan ekonomi dalam menilai lahan. Tinggi-rendahnya nilai lahan didasarkan pada kesuburan dan kedekatan dengan sarana perhubungan. Masyarakat menambahkan kriteria fisik lainnya yaitu ketersediaan air, jenis lahan, serta adanya permintaan terhadap lahan tersebut. Nilai sebuah lahan juga ditentukan oleh seberapa baik pengelolaan atau pengolahan yang dilakukan di lahan tersebut. Bila harga lahan dinilai cukup tinggi, maka pemilik lahan akan memilih menjual lahan untuk kemudian membeli lagi lahan yang lebih luas agar dapat meningkatkan hasil pertanian mereka.

Sebelum masuknya pihak pengembang (swasta), sekitar 10 tahun yang lalu, ketergantungan secara ekonomi terhadap lahan dapat dibilang cukup tinggi. Para petani mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mereka pada saat situ sangat tergantung pada lahan. Oleh karena itu, kerusakan dan kehilangan sebuah lahan dapat menjadi masalah bagi petani karena sebagian besar petani di Desa Sukaharja tidak memiliki sumber pendapatan lain dari luar sektor pertanian.

“Dulu petani sini mah jarang yang punya usaha lain. Cuma tanah itu satu-satunya sumber pendapatan mereka. Kalo ngga punya tanah, dibela-belain ngutang ato nyewa, soalnya cuma itu yang bisa diandelin buat mencukupi kebutuhan sehari-hari.” (UI, 49th, 8 April 2013)

Lahan Sebagai Fungsi Sosial

(40)

28

Makna sosiologis yang dimiliki petani tergambar pada pola pewarisan lahan yang umumnya terjadi pada masyarakat pedesaan. Hal tersebut juga terlihat pada petani di Desa Sukaharja. Lahan merupakan aset penting yang menjadi tujuan untuk dimiliki oleh petani agar dapat diwariskan pada anak cucunya sehingga ikatan keluarga tidak terlepas ketika salah satu anggota keluarga meninggal dunia. Petani juga dapat merasakan kebanggaan tersendiri apabila mempunyai sesuatu yang bisa diwariskan yang dapat dimanfaatkan oleh anak cucu mereka. Lahan tidak hanya bernilai secara ekonomis, tetapi juga memiliki nilai sosial bagi orang tua dan anaknya.

“Tanah itu ngga akan saya jual. Tanah itu warisan orang tua saya. Warisan bisa berarti titipan juga. Makanya ngga akan saya jual sampe kapanpun. Kalo udah ngga ada umur, saya bakal ngewarisin tanah itu ke amak-anak saya.” (CE, 32th, 11 April 2013)

Sebagian besar petani merasakan fungsi sosial lahan sebagai penguat ikatan kekerabatan. Bentuk ikatan kekerabatan itu pun tidak hanya pada kalangan keluarga, tetapi juga mencakup petani lain yang tinggal di wilayah desa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya keterbukaan petani berlahan luas untuk mempekerjakan petani lain yang tidak memiliki lahan atau berlahan sempit. Ikatan kekerabatan yang cukup terlihat di Desa Sukaharja dicirikan oleh adanya kelompok tani dan adanya adanya kenyataan bahwa antara sesama warga di desa ini saling mengenal satu sama lain.

Fungsi sosial lahan terlihat juga pada penetapan status seseorang berdasarkan penguasaan lahan, meskipun di Desa Sukaharja sudah tidak lagi menggunakan pengukuran kekayaan berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Status seseorang dapat terlihat pada adanya perlakuan yang berbeda berdasarkan penguasaan lahannya. Namun kenyataannya penghargaan tersebut muncul karena adanya pengaruh yang dihasilkan dari penguasaan lahan seseorang. Makin luas penguasaan lahan seseorang, maka tingkat kesejahteraan, baik dari segi ekonomi maupun secara sosial, akan semakin meningkat.

Keterkaitan Antara Fungsi Ekonomi dan Fungsi Sosial Lahan

(41)

29 “Dulu waktu masih tani dia lumayan terpandang karena hartanya banyak. Wajar sih, lahannya juga luas.” (UI, 49th, 8 April 2013)

Sistem pewarisan lahan yang sampai sekarang masih dilakukan sebenarnya juga merupakan akibat dari makna ekonomi dari lahan. Perebutan-perebutan warisan lahan seringkali masih terjadi terutama di pedesaan. Hal ini terjadi karena lahan yang akan diwariskan sangat bernilai dan merupakan penentu kelangsungan hidup mereka. Meskipun demikian, sistem pewarisan lahan tersebut dapat dikatakan juga sebagai penguat ikatan kekerabatan, ini terjadi ketika sistem pewarisan tersebut dilakukan dengan adil. Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi sosial lahan merupakan akibat dari fungsi ekonomis dari lahan tersebut.

Tingginya nilai lahan baik dari segi ekonomi maupun sosial membuat para pemilik lahan memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan lahan tersebut untuk berbagai bidang usaha. Apapun mereka lakukan demi mempertahankan hidup atau bahkan meningkatkan taraf hidup mereka, termasuk menjualnya agar mendapatkan modal untuk membuka pekerjaan lain di sektor non-pertanian. Hal ini bukan karena mereka menganggap lahan tersebut tidak bernilai, melainkan adanya desakan ekonomi yang membuat petani-petani tersebut merelakan lahan pertanian mereka.

(42)
(43)

31

LEPASNYA KEPEMILIKAN LAHAN DAN PERUBAHAN

MATA PENCAHARIAN

Perpindahan Kepemilikan Lahan dan Munculnya Bengkel Sandal di Desa Sukaharja

Pertanian di Desa Sukaharja merupakan tonggak kehidupan bagi masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan mata pencaharian utama bagi desa ini yaitudi bidang pertanian. Namun beberapa tahun terakhir kegiatan pertanian yang sudah dijalankan secara turun-temurun semakin berkurang. Masyarakat Desa Sukaharja dihadapkan dengan adanya permasalahan kepemilikan lahan dengan pihak pengembang (swasta). Pihak pengembang swasta melalui calo-calo tanahnya yang dengan berbagai cara mengambil lahan-lahan yang semula milik masyarakat Desa Sukaharja. Calo-calo tanah tersebut bahkan berasal dari Desa Sukaharja sendiri. Hal ini membuat banyak petani di Desa Sukaharja yang kehilangan lahan pertaniannya.

Akhirnya, banyak petani yang mengambil keputusan untuk menggarap lahan-lahan pertanian milik swasta yang belum dikonversi menjadi bangunan. Namun hal ini tidak dapat menjamin masyarakat petani dapat menggarap lahannya secara berkelanjutan. Sedikit demi sedikit salah satu pihak pengembang (swasta) yang bergerak di bidang perumahan real estate memperluas wilayah perumahannya sehingga menghilangkan kesempatan masyarakat petani untuk meneruskan garapan pertaniannya. Hingga saat ini, telah banyak tanah yang dikonversi menjadi bangunan-bangunan permanen sehingga luas tanah untuk digarap pun semakin sedikit.

Menurut masyarakat setempat, terdapat dua pihak pengembang (swasta) yang dominan menguasai tanah-tanah pertanian di Desa Sukaharja. Satu pihak pengembang yang bergerak di bidang perumahan real estate sedangkan pihak yang lain adalah perusahaan yang masyarakat setempat sebut sebagai PT. Menurut warga setempat, PT tersebut berdiri sekitar tahun 1970 dengan pusatnya berada di Jakarta dan telah ditutup sekitar tahun 1980. Telah banyak lahan pertanian yang diambil selama PT tersebut berdiri. Namun tanah milik PT hingga saat ini masih berupa tanah sehingga masih dapat digarap oleh masyarakat hingga sekarang. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa PT tersebut akan mengkonversi lahan mereka menjadi bangunan permanen.

“Tanah-tanah di sini udah hampir semuanya punya swasta. Ada yang punya BNR, adajuga yang punya PT. Kalo BNR sampe sekarang sedikit-sedikit diperluas wilayahnya. Tapi kalo yang punya PT itu semuanya masih tanah, jadi bisa digarap. Sebenernya PT nya sekarang udah ngga ada, di Jakarta. Tapi itu kan tanah masih punya PT, jadi masyarakat juga ngga bisa apa-apa kalo sewaktu-waktu tanahnya diambil lagi.” (UI, 49th, 8 April 2013)

(44)

32

mengenai pembuatan sepatu dan sandal dan membuka bengkel sandal di Desa Sukaharja. Awalnya, pada tahun 2001 seorang pemuda yang bernama Ali dari Desa Cipelang menikah dengan gadis dari Desa Sukaharja dan menetap di Desa Sukaharja. Beberapa bulan kemudian Ali membuka bengkel sandal. Ali mempunyai atasan atau bos di Pasar Anyar Bogor dan di Jatinegara. Awalnya bengkel sandal ini hanya mempunyai beberapa pekerja/karyawan yang berasal dari desa lain. Namun kabar mengenai bengkel sandal ini cepat menyebar dan beberapa petani yang sedang “lengang” ikut membantu bekerja di bengkel tersebut. Petani yang awalnya hanya turut membantu kemudian menjadi karyawan tetap di bengkel tersebut. Beberapa tahun kemudian bengkel tersebut semakin besar dan dapat menyerap karyawan lebih banyak. Beberapa karyawan yang lebih senior kemudian melepaskan diri dan membuka bengkel sandal sendiri dan tenaga kerja yang diserap dari masyarakat Desa Sukaharja semakin banyak. Semakin lama akhirnya para petani pun yang awalnya keberatan untuk menjual lahannya kian hari semakin tergoda untuk bekerja menjadi buruh sandal. Tingginya keuntungan yang didapat dari membuka bengkel sandal menjadi alasan mereka untuk kemudian berpindah mata pencaharian menjadi buruh sandal.

Kini, para petani pemilik lahan banyak juga yang merelakan lahan pertanian mereka untuk dijadikan modal membuka bengkel sandal sendiri. Hasil yang lebih pasti menjadi pemicu utama mereka untuk berpindah mata pencaharian dari sektor pertanian. Berikut ungkapan dari salah satu petani yang telah berpindah mata pencahariannya.

“Sekarang kalo lahan saya ditanami jagung atau nenas, susah buat mencukup kebutuhan keluarga. Panen nenas belum tentu ada hasil. Jagung cuma cukup buat sehari-hari, itu juga kurang. Kalo saya buka bengkel sendal kan minimal ada pemasukan lah tiap minggu.” (AK, 40th, 12 April 2013)

Hubungan Karakteristik Individu dengan Perubahan Mata Pencaharian

Minimnya penghasilan dari bercocok tanam oleh sebagian besar petani membuat mereka semakin terhimpit dalam hal pemenuhan kebutuhan rumahtangga. Kondisi ini membuat banyak petani yang menerapkan prinsip pola nafkah ganda, dalam hal ini tidak hanya kepala keluarga saja yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan rumahtangga. Istri atau anak turut bekerja menjadi buruh tani demi menutupi kekurangan dalam hal pemenuhan rumahtangga mereka. Namun usaha tersebut dirasa masih belum cukup karena biaya hidup yang semakin meningkat. Oleh karena itu, perubahan mata pencaharian dirasa dapat menjadi solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Dalam hal ini, mereka mengubah mata pencaharian mereka menjadi buruh sandal demi mempertahankan hidup mereka dengan asumsi pekerjaan tersebut akan lebih dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka.

(45)

33 yang tidak berhubungan dengan perubahan mata pencaharian adalah jumlah tanggungan anggota rumahtangga.

Usia merupakan salah satu faktor penentu masyarakat petani Desa Sukaharja mengubah mata pencahariannya. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia dan mata pencaharian disajikan dalam tabel 8.

Tabel 8 Jumlah responden berdasarkan usia dan mata pencaharian

Usia Mata Pencaharian Total

Petani Buruh Sandal

Muda 5 11 16

Tua 15 9 24

Total 20 20 40

Sumber: Pengolahan data penelitian tahun 2013

Tabel silang tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara usia dengan perubahan mata pencaharian. Dapat dilihat pada tabel, dari 16 petani bergolongan usia muda, 11 di antaranya berubah mata pencahariannya menjadi buruh sandal sedangkan dari total 24 petani bergolongan usia tua 15 di antaranya memilih untuk tetap bermata pencaharian sebagai petani.

Nilai hubungan tersebut didukung oleh hasil analisis chi square. Analisis chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara usia petani dengan perubahan mata pencaharian, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.03 yang nilainya lebih kecil dari 0.1 (α=0.1). Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa pada kasus perubahan mata pencaharian di Desa Sukaharja, petani berusia muda akan cenderung berpindah mata pencahariannya menjadi buruh sandal. Hal ini diduga karena masyarakat berusia muda cenderung malas untuk bekerja di ladang. Selain itu mata pencaharian sebagai petani dianggap kurang dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga, terutama dalam hal konsumsi. Pada umumnya masyarakat Desa Sukaharja tergolong pada keluarga kurang mampu. Dengan ketidakmampuan tersebut, masyarakat lebih memilih untuk berpindah mata pencaharian dengan harapan dapat mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari, terutama dalam hal konsumsi. Meskipun demikian, ada sebagian dari responden berusia muda yang tetap bermatapencaharian sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari kutipan responden berusia muda berikut.

“Saya sih dari dulu sampe sekarang masih tani, soalnya ngikutin orang tua. Ini tanah juga tanah warisan orang tua saya, jadi saya tetep ngga mau ngejual lahan ini. Tetangga sih ada yang jadi buruh sendal, saya pernah diajak kerja juga. Tapi kalo saya kerja sendal lahannya jadi ngga kepakai dong.” (CE, 32th, 11 April 2013)

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis perbandingan kesejahteraan rumahtangga
Tabel 2 Potensi tenaga kerja di Desa Sukaharja tahun 2012
Tabel 3 Status kepemilikan lahan pertanian di Desa Sukaharja tahun 2012
Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia di Desa Sukaharja tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan melihat hasil dari regresi keuntungan dan analisis SWOT adalah strategi pengembangan sumber daya manusia yang lebih mengarah pada peningkatan wawasan usaha para

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada

Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara spesifik mengenai sumber pendapatan rumah tangga yang berasal dari pendapatan usahatani jambu air,

Namun, dari sekian banyaknya kondisi tersebut didapati ada beberapa keluarga buruh tani migran di Desa Kacinambun yang bertahan dalam jangka waktu yang cukup

Angka R square 0,529 angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh subsidi, produksi dan ketahanan pangan secara gabungan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan

Pengujian pengaruh secara parsial masing-masing parameter yang digunakan dalam penelitian terhadap tingkat underpricing menunjukkan bahwa dari delapan variabel

Data yang diperlukan adalah data yang berhubungan dengan biaya dan data operasional usaha mesin penggilingan padi tersebut, antara lain jenis penggilingan yang digunakan

Hasil ini penelitian ini secara parsial variabel tingkat pendidikan formal berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kinerja perangkat desa di wilayah kecamatan muara bengkal dan