• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah (Kasus implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah (Kasus implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN SAMPAH

(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,

Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh : Dinda Ayu Lokita

I34070117 \

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

DINDA AYU LOKITA. Community Participation in Trash Management

Program (Studied at Implementation of Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. at Gunung Sari Village, District

Citeureup, Bogor). Supervised by NINUK PURNANINGSIH

This research wanted to see level of community participation in trash management program, the second goal is to identify the factors that determine the level of community participation in trash management program, and the last goal is to analyze the correlation of community participation with program’s effectivity. Quantitative approach that used in this research is survey method. The research populations are people at RW 4, Gunung Sari Village, district Citeureup, Bogor. Respondent of this research about 50 persons are chosen by random technique with same amount of each RT. The results showed the level of community participation at the stage of tokenism. The factors that have a significant correlation with the level of community participation is the willingness and ability, while the opportunity has no significant correlation with level of community participation in trash management. Participation level have

correlation with program’s effectivity, more higher the level of participation will increasing program’s effectivity.

Key words: level of participation, program’s effectivity, trash management

(3)

RINGKASAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN

SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan

Citeureup, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ninuk Purnaningsih Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya untuk mencari

keuntungan, tapi juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitar

perusahaan yang secara tidak langsung mempengaruhi seluruh operasi

perusahaan. Hal ini juga sesuai dengan konsep triple bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington tahun 1977.

Cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan

Corporate Sosial Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan

kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas

komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. CSR merupakan wajib bagi

seluruh perusahaan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, hal

tersebut telah diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia, yaitu pada

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Salah satu bentuk implementasi CSR adalah pengembangan masyarakat.

Partisipasi aktif dari masyarakat merupakan hal utama dalam pengembangan

masyarakat. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan

agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui sejauhmana tingkat

partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, 2)

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat

dalam implementasi program pengelolaan sampah, dan 3) Melihat hubungan

antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan

sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah.

Penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup,

(4)

Prakarsa Tbk. Responden penelitian ini adalah 50 orang warga RW 4 Desa

Gunung Sari yang merupakan sasaran program pengelolaan sampah yang diambil

dengan jumlah yang sama tiap RT secara acak. Program pengelolaan sampah

adalah salah satu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT

Indocement guna mengatasi masalah sampah yang belum terkelola di beberapa

wilayah yang berada dalam radius unit kerja perusahaan. Selain itu, program ini

juga berlatar-belakang untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan

limbah rumah tangga dan juga untuk membantu pemerintah setempat dalam

pengelolaan kebersihan.

Tingkat partisipasi masyarakat berada pada tahap tokenisme menurut

tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi

informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki

sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan

tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang tidak dilibatkan dalam proses

perencanaan program, hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan.

Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi

adalah sikap responden terhadap lingkungan dan program, motivasi responden

untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan responden dalam

pengelolaan sampah. Secara keseluruhan tingkat kemauan dan tingkat

kemampuan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat partisipasi

sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat

partisipasi.

Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program.

Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah

maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah. Manfaat

yang paling dirasakan responden adalah bertambahnya pengetahuan dalam

pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, menjadikan lingkungan bersih

(5)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH

(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,

Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh:

DINDA AYU LOKITA I34070117

SKRIPSI

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Dinda Ayu Lokita No. Pokok : I34070117

Judul : Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi NIP. 19690108 199303 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada

perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang

dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan

sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.

Bogor, Juli 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dinda Ayu Lokita yang dilahirkan di Bogor pada tanggal

20 Juni 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, berasal dari

pasangan Bapak H. Supriyatna dan Hj. Ibu Enok Juaenah. Penulis memiliki satu

kakak perempuan bernama Fritamia Saraswati dan satu adik laki-laki bernama M.

Ikhsan Adipradana. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Tunas Sejahtera

Bogor tahun 1995, SDN Panaragan 2 Bogor tahun 2001, SMPN 4 Bogor tahun

2004, dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007. Setelah itu penulis diterima di

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB).

Penulis sempat aktif dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) dalam divisi

Community Development pada tahun 2009 dan sebagai Bendahara pada tahun 2010. Penulis juga sempat terlibat dalam kepanitian Indonesia Ecology Expo

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat, putunjuk, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah

(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)”

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai

pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi

ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung, antara lain:

1. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi sebagai dosen pembimbing skripsi

yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan,

dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nuraeni W. Prasodjo, MS yang telah bersedia menjadi dosen

penguji utama dalam sidang skripsi.

3. Bapak Ir. Murdianto, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji

skripsi perwakilan dari Komisi Pendidikan.

4. Papa, Mama, Teteh, dan Ican atas kasih sayang, dorongan, serta doa yang

selalu dicurahkan kepada penulis. Kepada semua keluarga atas doanya.

5. Segenap keluarga PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., ibu Via, bapak

Fajar, ibu Lia, bapak Matsani, bapak Ali, bapak Arel, bapak Usman, bapak

Dedi, dan bapak Ayi atas kebaikan dan pertolongan yang diberikan selama

penelitian.

6. Aparat Desa Gunung Sari, bapak Ade, bapak Muhidin, bapak Dadang

serta ketua RW 04, bapak Khudori atas segala informasi yang diberikan.

7. Karina Swedianti, teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi

dan saran-saran terbaik kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat di KPM 44, terimakasih atas perhatian, motivasi, serta

(10)

9. Damar Wahyu Bintoro yang selalu memberikan semangat, doa dan

motivasi kepada penulis.

10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

11. Staf Sekretariat KPM, terimakasi atas informasi akademik selama

perkuliahan, kolokium, dan sidang.

12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian

skripsi.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan dan semoga kesuksesan saya dapat membawa kebanggaan dan

bermanfaat bagi semua keluarga, sahabat, teman-teman, bangsa, dan negara.

Amin.

Bogor, Juli 2011

(11)

DAFTAR ISI

1.4. Kegunaan Penelitian... 3

2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka... 5

2.1.1 Definisi Partisipasi ... 5

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi... 7

2.1.3. Tingkat Partisipasi... 8

2.1.4. Penghalang dan Faktor Kondusif Bagi Partisipasi... 13

2.1.5 Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)... 14

2.1.6. Implementasi CSR... 16 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31

3.2. Teknik Pengumpulan Data... 32

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 33

3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman ... 33

4. GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK., DESA GUNUNG SARI, DAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.1. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 35

(12)

4.3. Corporate Social Responsibility Departement ... 36

4.4. Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ... 38

4.5. Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor ... 38

4.6. Program Pengelolaan Sampah ... 42

4.6.1. Latar Belakang Program ... 42

6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program ... 50

6.1.2. Motivasi ... 56

6.2. Faktor Kemampuan ... 58

6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah ... 58

6.2.2. Keterampilan dalam Pengelolaan Sampah ... 60

6.2.3. Pengalaman dalam Pengelolaan Sampah ... 62

6.3. Faktor Kesempatan ... 63

7. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI 7.1. Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi ... 68

7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 69

7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 70

(13)

7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi

dalam Program Pengelolaan Sampah... 71

7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 73

7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 74

7.3. Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi ... 75

7.3.1. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 75

7.4. Ikhtisar ... 77

7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 77

7.4.2. Hubungan antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 78

7.4.3. Hubungan antara Tingkat Kesempatandengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 79

8. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 8.1. Tingkat Partisipasi dalam Program ... 81

8.1.1. Perencanaan ... 81

8.1.2. Pelaksanaan ... 82

8.1.3. Evaluasi ... 85

8.1.4. Menikmati Hasil ... 86

8.2. Ikhtisar ... 86

9. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 9.1. Keberhasilan Program ... 90

9.2. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah ... 91

(14)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Helath fo All Network 10

Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan .... 19

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011... 31

Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden ... 32

Tabel 5. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen ………. 39

Tabel 6. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) 40

Tabel 7. Data Demografi Sosbudag dan Olah Raga Desa Gunung Sari Tahun 2010 ……….. 41

Tabel 8. Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010 …….. 41

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011 ... 46

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan, Tahun 2011 ………... 47

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan,

Tahun 2011………. 48

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan,

Tahun 2011 ……… 48

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi tentang Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011 ………. 49

Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan …... 50

Tabel 15. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Program

Pengelolaan Sampah ……….. 51

Tabel 16. Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam Program Pengelolaan Sampah ……… 52

Tabel 17. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesediaan Menyebarkan Informasi Mengenai Program ………. 53

Tabel 18. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian Mengajak Warga untuk Terlibat dalam Program ………... 54

Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian Program Pengelolaan Sampah ………... 55

(15)

Tabel 21. Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 57

Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 58

Tabel 23. Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah ……….. 59

Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ... 59

Tabel 25. Persentase Responden Mengenai Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ………. 60

Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah ………….. 61

Tabel 27. Persentase Responden Mengenai Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ………. 62

Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah ……… 62

Tabel 29. Persentase Responden Mengenai Manajemen Program Pengelolaan Sampah ……….. 63

Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah …….. 64

Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan .... 65

Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan dalam Pengelolaan Sampah ……….…….. 66

Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 66

Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ………... 68

Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ……….. 69

Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah …... 71

Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 72

Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah ……….. 73

Tabel 39. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 75

(16)

Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 77

Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ... 78

Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………... 79

Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden mengenai Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah ………... 90

(17)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Jenjang Partisipasi warga negara Arstein (1969)... 9

Gambar 2. Kerangka berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah ... 24

Gambar 3. Struktur Organisasi CSR PT Indocement ... 37

Gambar 4. Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi ... 44 Gambar 5. Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program

Pengelolaan Sampah ... 82

Gambar 6. Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program Pengelolaan Sampah ... 83

Gambar 7. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Evaluasi Program Pengelolaan Sampah ... 85

Gambar 8. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati Hasil Program Pengelolaan Sampah ... 87

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Lokasi Penelitian ... 99

Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK ... 100

Lampiran 3. Dokumentasi Program ... 100

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam paradigma pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan

masyarakat, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan

program pembangunan. Pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah bagaimana

individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka

sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan

mereka Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008). Dari konsepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat mensyaratkan

kemandirian masyarakat yang tidak akan berjalan tanpa adanya partisipasi dari

masyarakat yang merupakan subyek pembangunan.

Partisipasi sangat dibutuhkan dalam proses pemberdayaan karena

partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,

dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan

proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol

secara efektif (Nasdian 2006).

Konsep pemberdayaan masyarakat sering digunakan perusahaan sebagai

salah satu pengimplementasian kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono (2007) CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia

usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan

kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas

komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dari definisi di atas, kegiatan

CSR memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat agar

masyarakat dapat mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang lebih baik

sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera melalui pembangunan berkelanjutan

(20)

lain, pengimlementasian CSR merupakan salah satu wadah kegiatan

pemberdayaan masyarakat.

Berbagai program CSR yang telah dirancang oleh perusahaan agar

pelaksanaan tepat pada sasaran yang diinginkan tidak akan tercapai tanpa adanya

partisipasi dari masyarakat. Partisipasi juga menggambarkan dukungan

masyarakat terhadap program, implikasinya program akan berjalan berkelanjutan.

Pada prakteknya, banyak program CSR yang dijalankan hanya sekedar

kewajiban dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena dalam

penyusunan program dan dalam tiap tahapan kegiatan hanya sedikit atau tidak ada

keterlibatan masyarakat, Program yang dilaksanakan lebih bersifat topdown. Masyarakat menjadi tidak mendukung program karena memang tidak sesuai

dengan kebutuhan mereka, program menjadi sia-sia karena berjalan tidak

berkelanjutan.

Program pemberdayaan masyarakat seharusnya dilakukan dengan tujuan

untuk menjadikan masyarakat sekitar perusahaan mandiri dengan melibatkan

partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan CSR.

Partisipasi merupakan elemen penting dalam suatu kegiatan yang dilakukan

bersama dengan masyarakat karena partisipasi merupakan jalan menuju

pemberdayaan. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan

agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Lingkungan sebagai salah satu pilar pembangunan berkelanjutan sering

dijadikan dasar program CSR. Salah satu contoh program dengan pilar lingkungan

adalah program pengelolaan sampah yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal

Prakarsa Tbk. Sampah merupakan masalah yang sampai saat belum terselesaikan.

Sampah yang menumpuk tanpa pengelolaan yang baik tentu akan menjadi sumber

penyakit dan sangat mencemari lingkungan. Sampah sebenarnya dapat

dimanfaatkan dan memiliki nilai jual jika dikelola dengan baik. Dalam

implementasi program pengelolaan sampah, partisipasi aktif dari warga yang

menjadi sasaran program sangat diperlukan.

Penelitian ini ingin melihat sejauhmana tingkat partisipasi warga pada

program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu bentuk implementasi

(21)

tahapan kegiatan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong partisipasi dan

implikasinya pada keberhasilan program pengelolaan sampah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian

ini ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah. Kemudian secara spesifik penelitian

ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini:

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program

pengelolaan sampah?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah?

3. Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program

pengelolaan sampah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi

program pengelolaan sampah.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi

masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.

3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program

pengelolaan sampah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan

akademisi, perusahaan, dan masyarakat serta instansi terkait. Manfaat tersebut

antara lain:

(22)

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman

mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR serta

faktor apa saja yang mempengaruhinya.

2. Bagi Perusahaan

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan

mengenai partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program CSR pada

program pengelolaan sampah khususnya sehingga dapat melakukan upaya

perusahaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan juga

perbaikan-perbaikan mengenai program.

3. Bagi Masyarakat dan Instansi Terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara masyarakat

dengan perusahaan. Masyarakat dapat memberikan informasi yang

sebenarnya mengenai keterlibatan mereka dalam program, saran, kritik,

dan aspirasinya sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak

khususnya perusahaan. Sedangkan bagi instansi terkait, penelitian dapat

dijadikan bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait

(23)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tijauan Pustaka 2.1.1. Definisi Partisipasi

Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009) adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang

apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat

dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan

melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi,

keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta dalam evaluasi

pelaksanaan program. Pearse dan Stifel (1979 disitir oleh Kannan 2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan

memiliki kendali terhadap sumberdaya dan institusi. Paul (1987 disitir Kannan

2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup memampuan rakyat untuk memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian

rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahterannya.

Partisipasi diatas mengacu pada pengertian partisipasi sebagai keterlibatan

aktif masyarakat dalam empat tahap kegiatan, yaitu:

1. Tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan

Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan atau perencanaan

dibedakan atas tiga kegiatan, yakni:

a. Pada saat penentuan keputusan awal mengenai kegiatan dengan

memperhatikan keperluan dan prioritas kegiatan yang akan dikerjakan;

b. Ikut serta secara terus menerus dalam setiap proses pengambilan

keputusan;

c. Ikut serta dalam merumuskan keputusan mengenai rencana kerja.

2. Tahap pelaksanaan kegiatan

Partisipasi dalam tahap pelaksanaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Sumbangan sumberdaya yang berupa sumbangan tenaga dengan ikut

bekerja dalam program, sumbangan materi, dan atau informasi;

(24)

c. Ikut serta sebagai perserta dari program yang dilaksanakan.

3. Tahap evaluasi

Partisipasi dalam tahap evaluasi merupakan tahap yang penting bagi para

pengambil keputusan untuk memperoleh masukan mengenai pelaksanaan

program.

4. Tahap menikmati hasil

Partisipasi dalam tahap menikmati manfaat mencakup:

a. keuntungan materiil yang berupa meningkatnya pendapatan dan

konsumsi, baik dalam bentuk jumlah maupun distribusinya merata;

b. keutungan sosial antara lain meningkatnya pendidikan dan

terberantasnya buta huruf;

c. Keuntungan perorangan, antara lain berupa kemampuan status sosial

seseorang serta meningkatnya kekuasaan politik, Cohen dan Uphoff

(1977) dalam Manoppo (2009).

Cohen dan Uphoff (1980) dalam Barnas (1988) dalam Ramadyanti (2009) membagi tipe partisipasi yang bertolak dari dimensi partisipasi yaitu:

1. Jenis partisipasi yang diharapkan, meliputi:

a. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan)

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

c. Partisipasi dalam menerima manfaat

d. Partisipasi dalam evaluasi

2. Siapa yang berpartisipasi terdiri dari:

a. Penduduk setempat

b. Pemimpin setempat, meliputi: pemimpin informal, pemimpin

organisasi formal, dan pemerintah setempat

c. Aparatur pemerintah

d. Orang luar desa

3. Bagaimana proses partisipasi itu berlangsung, meliputi beberapa hal:

a. Apakah inisitif partisipasi itu timbul dari atas atau dari bawah?

b. Apakah dorongan untuk berpartisipasi itu bersifat bebas atau

paksaan?

(25)

d. Bagaimana saluran partisipasi, apakah secara individu atau secara

kolektif, apakah melalui organisasi formal atau informal, apakah

partisipasi itu langsung atau tidak langsung?

e. Jangka waktu partisipasi

f. Lingkup partisipasi

g. Kemampuan masyarakat untuk memperoleh manfaat sesuai yang

diharapkan sebagai hasil partisipasinya.

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk

melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong

oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2)

kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, Dorodjatin

(1990) dalam Manoppo (2009).

Slamet (2003) menyebutkan terdapat syarat-syarat yang diperlukan agar

masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan, yaitu adanya kesempatan

untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk

memanfaatkan kesempatan itu, dan adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju

peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, salah satunya

berupa pembukaan akses kepada masyarakat oleh pengelola pembangunan agar

masyarakat dapat secara mudah memanfaatkannya. Kesempatan yang ada tidak

akan banyak berarti jika masyarakat yang bersangkutan tidak memiliki cukup

kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu bagi keuntungan dirinya

sehingga mereka dapat memperbaiki hidupnya. Kemampuan sangat dipengaruhi

oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.

Ife dan Tesoriero (2006) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kondisi

yang mendorong partisipasi. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa isu atau aktivitas tersebut

penting. Masyarakat akan menganggap suatu isu menjadi penting apabila

(26)

2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.

Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama,

tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat

perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk

berpartisipasi.

3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Seseorang mungkin

percaya suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan

sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain

akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk

dikontribusikan. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua

orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus

diperhitungkan dan dihargai.

4. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya.

Isu-isu yang dianggap penting dan kondisi yang mendukung sangat penting

untuk diperhitungkan. Kegagalan melakukan hal tersebut berakibat

beberapa bagian dari masyarakat tidak berpartisipasi, meskipun mereka

sangat ingin.

5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur pertemuan dan

teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berpikir cepat‟, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran

berbicara. Alternatif cara yang dapat dilakukan adalah bahwa masyarakat

itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses.

2.1.3. Tingkat Partisipasi

Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola

bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.

(27)

Derajat Kekuatan

warga negara

tokenisme

Non-partisipasi

Gambar 1 Jenjang partisipasi warga negara Arstein (1969)1

Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat

dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari

adanya tipologi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses

pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya

peningkatan partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi

keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.

Penjelasan mengenai tingkatan partisipasi secara singkat dapat dilihat dari

tabel berikut:

1

Sumber: Dicetak ulang dengan izin dari the Journal of the American Planning Association. Hak cipta American Planning Association, Juli 1969 dalam Ife dan Tesoriero (2006) hal. 299.

(28)

Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Health for All Network2

Tinggi Memiliki kontrol Organisasi meminta masyarakat mengidentifikasi masalah dan membuat seluruh keputusan kunci tentang tujuan dan cara-cara. Bersedia membantu masyarakat pada setiap langkah untuk menyelesaikan tujuan-tujuan.

Mendelegasikan Organisasi mengidentifikasi dan mempresentasikan sebuah masalah kepada masyarakat, menetapkan batas-batas dan meminta masyarakat membuat serangkaian keputusan yang dapat dimasukan ke dalam sebuah rencana yang akan diterimanya.

Merencanakan bersama Organisasi mempresentasikan sebuah rencana sementara yang dapat berubah dan terbuka untuk menerima masukan dari mereka yang terkena pengaruh. Kemudian mengharapkan dapat mengubah rencana sedikit atau banyak.

Menasehati Organisasi mempresentasikan sebuah rencana dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Bersiap mengubah rencana hanya jika sangat diperlukan.

Dikonsultasikan Organisasi mencoba mempromosikan sebuah rencana. Berupaya mengembangkan dukungan untuk mempermudah penerimaan atau memberikan sanksi secukupnya kepada rencana sehingga persetujuan administratif diharapkan.

Menerima Informasi Organisasi membuat sebuah rencana dan mengumumkannya. Masyarakat dipanggil rapat untuk maksud pemberian informasi. Persetujuan diharapkan.

Nihil Masyarakat tidak diberitahu apa-apa.

Rendah

Tingkatan tangga partisipasi identik dengan kekuasaan masyarakat, seperti

penjelasan berikut:

1. Pasif/manipulatif adalah partisipasi yang tidak perlu menuntut respon

partisipan untuk terlibat banyak. Perusahaan sebagai pengelola program

2

(29)

akan meminta anggota komunitas (misal ketua RT atau orang yang

berpengaruh) untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud

kesediaan dan dukungan warga terhadap perusahaan atau instansi yang

dimaksud. Orang suruhan tersebut biasanya diberi biaya cukup berikut

warga yang menandatangani kertas persetujuan yang bersangkutan. Pada

tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi

dialog.

2. Terapi adalah partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan

anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh

terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan.

Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa

penduduk lokal untuk saling tanya jawab dengan perusahaan atau

penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama

sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada

level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari

pemerintah dan hanya satu arah.

Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat

tokenisme dimana rakyat diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki

sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi

keputusan tersebut, Arstein (1969) dalam Ife dan Tesoriero (2006). Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk

menghasilkan perubahan dalam masyarakat.

3. Pemberitahuan adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi

penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau

sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi

sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada

sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi

masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik

(30)

4. Konsultasi, dalam tingkatan ini anggota komunitas diberikan

pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan,

dan instansi lain terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan

dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan

kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka

adat, agama, aparat desa) untuk menyampaikan pandangannya terhadap

wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi

masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah

ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat

akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan

dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.

5. Penenangan, dalam tingkatan ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah

ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat

dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan susulan

kegiatan. Namun pemerintah atau instansi penyelenggara program tetap

menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan

tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi

dengan materi, artinya anggota komunitas diberikan insentif tertentu untuk

kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau

hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga

tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar

warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program. Tiga

tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari

partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses

pengambilan keputusan.

6. Kerjasama atau partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan

keputusan bersama (pemerintah/instansi, dan komunitas). Suatu bentuk

partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas, ”duduk berdampingan” dengan aparat pemerintahan serta perusahaan/instansi terkait secara bersama-sama merancang sbuah

(31)

7. Pendelegasian wewenang adalah suatu bentuk partisipasi aktif dimana

anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan

monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan

sebuah program dengan dengan cara ikut memberikan proposal bagi

pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh

komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri.

8. Pengawasan oleh komunitas, dalam tahap ini sudah terbentuk

independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap pemerintah

dan perusahaan/instansi penyelenggara program. Dalam tangga partisipasi

ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk

kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur

tangan pemerintah/pihak penyelenggara program, Arstein (1969) dalam

Wicaksono (2010).

2.1.4. Penghalang dan Faktor yang Kondusif Bagi Partisipasi

Bekerja dengan masyarakat lokal merupakan hal penting untuk mendorong

dan mendukung partisipasi dari sebanyak mungkin orang, ada faktor-faktor yang

lebih luas dalam konteks-konteks pekerja masyarakat beroperasi yang mungkin

menjadi penghalang terhadap partisipasi atau sebaliknya, membantu partisipasi.

Ada beberapa permasalahan partisipasi, yaitu bagaimana partisipasi menjadi

antitesis dari nilai-nilai individualistis yang dominan, tokenisme, penunjukan (kooptasi), siapa yang berpartisipasi, dan pandangan tidak seimbang dari hak dan

tanggung jawab.

Bolman (1974) dalam Ife dan Tesoriero (2006) menyarankan suatu pembedaan yang bermanfaat antara hambatan partisipasi intrinsik dan ekstrinsik.

Hambatan ekstrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat diluar batas-batas

organisasi dan disitu organisasi mungkin bisa memengaruhi tetapi jelas tidak bisa

mengontrol. Hambatan ekstrinsik terhadap partisipasi adalah konteks-konteks

sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang disitu organisasi bekerja. Posisi

struktural orang-orang dalam masyarakat dapat mempengaruhi siapa yang

(32)

sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih berpartisipasi, orang muda

kurang berpartisipasi dibandingkan orang tua. Kekuatan masyarakat dan modal

sosial yang ada dalam masyarakat juga sangat memengaruhi dalam tingkat dan

efektivitas partisipasi.

Hambatan intrinsik secara umum berkaitan dengan ciri-ciri birokrasi dan

profesionalisme. Organisasi mungkin tidak dapat diakses optimal oleh rakyat.

Bahasa yang digunakan oleh staf mungkin bersifat intimidasi dan mengasingkan

rakyat setempat. Rakyat setempat mungkin sangat ragu-ragu untuk terlibat dalam

suatu organisasi. Mereka mungkin melihat suatu perbedaan kekuatan besar antara

mereka sendiri dengan anggota suatu organisasi. Partisipasi kadang dapat

mengancam perasaan profesionalisme dari para anggota suatu organisasi, yang

mungkin memercayai bahwa secara teknis mereka terlatih dan memiliki

kepakaran untuk menyelesaikan isu-isu kemasyarakatan dan jauh lebih memilih

pengetahuan, terampil serta lebih berkualitas daripada orang lokal yang tidak

terlatih. Satu hambatan intrinsik kunci adalah asumsi bahwa pengetahuan

profesional pakar lebih hebat dibandingkan dengan yang diketahui masyarakat

lokal. Menghargai pengetahuan lokal merupakan hal yang imperatif dan

merupakan bagian dari ide perubahan dari bawah, yang pada akhirnya adalah

jantung dari pengembangan masyarakat. Hal itu memerlukan

perubahan-perubahan signifikan diantara para profesional dan seakan-akan pelepasan dari

kontrol dan kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka sebagai

profesional. Terdapat prinsip yang mendasari yang seharusnya memandu pekerja

masyarakat untuk membangun proses-proses partisipasi yang kuat dan efektif,

yang mempertimbangkan faktor-faktor penghambat dan kondusif. Prinsip tersebut

adalah membangun hubungan yang memberdayakan dengan rakyat lokal, yaitu

rakyat memiliki kapasitas untuk mempengaruhi struktur dan keputusan-keputusan

yang berdampak pada kehidupan mereka dan membentuk kondisi-kondisi dimana

mereka hidup.

2.1.5. Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

(33)

komitmen dunia usaha untuk terus bertindak secara etis, beroperasi secara legal

dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan

kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas

komunitas lokal dan masyarakat secara luas. Sedangkan menurut Ambadar (2008)

CSR merupakan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat sekitarnya. Definisi CSR bisa berbeda tergantung

need, desire, wants, dan interest komunitas pada suatu negara atau visi dan misi dari perusahaan yang menjalankan praktik CSR.

Menurut Wibisono (2007) yang mengacu pada John Elkington (1977),

bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan kepedulian perusahaan

yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu :

1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari

keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan

berkembang.

2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi

keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka

sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan,

perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat

sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa

operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat

sekitar. Karenanya pula perusahan perlu untuk melakukan berbagai

kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat.

3. Plannet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah

hubungan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan, maka

lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya.

(34)

penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian

lingkungan.

2.1.6. Implementasi CSR

Rahman (2009) menyatakan ada dua alasan yang mendasari perusahaan

melakukan kegiatan CSR, yaitu alasan moral dan alasan ekonomi. Alasan moral

lebih didasarkan bahwa CSR memang bermula dari inisiatif perusahaan untuk

dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Sementara alasan ekonomi lebih pada bagaimana perusahaan mampu memperkuat citra dan

kredibilitas brand atau produknya melalui CSR. Nuansa promosi sangat dirasa jika perusahaan melaksanakan kegiatan CSR dengan alasan ekonomi, perusahaan

cenderung mengkomersialkan berbagai kegiatan yang dilakukan dan mengekspos

kegiatan tersebut secara besar-besaran.

Adapula alasan perusahaan dalam melaksanakan praktik CSR dapat

diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama, sekedar basa basi dan keterpaksaan.

Artinya CSR dipraktekan lebih karena faktor eksternal (external driven). Berikutnya karena reputation driven, motivasi perusahaan dalam melaksanakan praktek CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Kegiatan CSR yang

dilakukan hanya sekedar kosmetik yang dilakukan hanya untuk memenuhi

tuntutan dan memberi citra sebagai perusahaan yang tanggap terhadap

kepentingan sosial. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban

(compliance). CSR di-implementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Perusahaan melakukan CSR karena di dorong oleh tren

global (market driven) dan pemberian penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi

beyond compliance atau compilance plus. CSR di-implementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk

menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab

sosial dan lingkungan. Aktivitas CSR berada dalam koridor strategi perusahaan

(35)

Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa terdapat empat model strategi

pelaksanaan kedermawanan sebagai upaya tanggung jawab sosial perusahaan

kepada masyarakat dan lingkungan, yaitu:

1. Perusahaan terlibat langsung dan menyelenggarakan sendiri kegiatan

sosialnya tanpa perantara atau bantuan pihak lain, misalnya melalui

corporate secretary, public affair, hubungan masyarakat, atau manager community development;

2. Perusahaan menyelenggarakan bantuan melalui yayasan atau organisasi

sosial yang umumnya sering diterapkan di negara maju;

3. Perusahaan bermitra dengan pihak lain yang dinilai kompeten untuk

menyelenggarakan program kedermawanan misalnya dengan LSM,

universitas, dan media massa; dan

4. Perusahaan membentuk atau bergabung dalam satu konsorium di mana

perusahaan tersebut ikut serta dalam mendirikan, menjadi anggota, atau

mendukung suatu lembaga sosial yang dilakukan untuk tujuan sosial

tertentu.

Menurut Wibisono (2007) ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:

1. Tahap Perencanaan

Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assesment, dan CSR manual building. Awareness building

merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti

penting Corporate Social Responsibility dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi

kelompok dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengindentifikasi aspek-aspek yang

perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat

untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR

secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang harus dilakukan antara lain,

(36)

menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini merupakan inti dari

perencanaan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi

komponen perusahaan.

2. Tahap Implementasi

Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi,

pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk

memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek

yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman

penerapan CSR. Tujuan sosialisasi ini adalah agar program CSR akan

diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen

perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang

dapat dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang

dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada,

berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sedang internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR dalam seluruh proses bisnis

perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kerja, prosedur

pengadaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya, dengan

demikian CSR telah menjadi strategi perusahaan.

3. Tahap evaluasi

Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah

evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan

secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana

efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan

keputusan, misalnya keputusan untuk menghentikan, memperbaiki atau

melanjutkan dan mengembangkan aspek- aspek tertentu dari program yang

sudah di-implementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta

pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR

yang telah ditentukan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau

scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan dilingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan CSR.

Evaluasi tersebut dapat membantu perusahaan untuk memetakan kembali

(37)

sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu

berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

4. Pelaporan

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik

untuk proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi

material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi, selain berfungsi untuk

keperluan shareholder juga untuk stakeholders lainnya yang memerlukan. Menurut Zaidi (2004) pelaksanaan program CSR dapat dilihat dari

beberapa karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan, seperti

dalam tabel berikut :

Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan3

Tahapan Charity Philantrophy Corporate Citizenship

Motivasi Agama, tradisi,

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial maupun pembangunan) dan keterlibatan social Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama

Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik tahap-tahap kedermawanan

sosial perusahaan dibagi menjadi tiga, yaitu:

3

Sumber: Zaim Saidi dan Hamid Abidin, “Menjadi Bangsa Pemurah”,2004, Hal

(38)

1. Charity atau lazim disebut karitas merupakan kegiatan pemberian bantuan yang hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah sesaat atau berjangka

pendek.

2. Philantrophy atau yang lazim disebut filantropi merupakan kegiatan pemberian sumbangan yang dilakukan oleh perusahaan yang ditujukan

untuk kegiatan investasi sosial yang diarahkan pada penguatan

kemandirian masyarakat seperti pendidikan dan peningkatan peluang

ekonomi atau peningkatan kesejahteraan yang pada umumnya

membutuhkan pengelolaan yang sistematis dan terencana.

3. Good Corporate Citizenship merupakan pemberian bantuan yang dilakukan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat yang

pengelolaannya terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan.

2.1.7. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan masyarakat

yang masih hidup dalam kemiskinan, karena hal tersebut diperlukan

pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pembangunannya. Alyson Warhurst

dalam Sukada (2007) berpendapat, hubungan CSR dan masyarakat terwujud dalam empat hal utama: pemberdayaan masyarakat, pengikutsertaan

(pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha, pembiayaan sesuai kerangka legal,

dan tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Pengkategorian Warhurst

memperjelas bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu komponen

sangat penting dalam CSR. Menurut Shardlow dalam Ambadar (2008) pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau

komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan

untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dengan

pemberdayaan, masyarakat lemah akan memperoleh kekuatan dan akses terhadap

sumberdaya. (Friedmann dalam Ambadar 2008). Sedangkan menurut Suharto (2005) pengembangan masyarakat adalah satu model pekerjaan sosial yang tujuan

utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan

sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi

(39)

penting dilakukan, begitupula dalam praktik CSR yang dilakukan di Indonesia.

Menurut Budimanta (2004) pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh

perusahaan, yang dikemas dalam program CSR bertujuan untuk:

1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintah terutama pada

tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi

sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik disekitar wilayah perusahaan.

2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.

Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan

pengembangan ekonomi wilayah.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ”power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya,

ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan

dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)

memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti

bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan,

bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber

produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan

memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi

dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi

mereka (Suharto 2005)

Dalam pelaksanaan program CSR yang berbasiskan pemberdayaan

masyarakat, prinsip-prinsip yang harus dipegang adalah:

1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komuniti yang

tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu

untuk tujuan saling tolong menolong diri sendiri, memecahkan masalah,

integrasi sosial, dan atau tindakan sosial.

2. Peningkatan partisipasi pada tingkat masyarakat yang paling bawah.

3. Sebanyak mungkin ada keinginan dan kesesuaian, pemberdayaan

masyarakat harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan

(40)

kebutuhan, masalah, dan merencanakan dan melaksanakan pelatihan

tentang tindakan.

4. Sumber daya-sumber daya komuniti (manusia, teknik, dan finansial), dan

dimana kemungkinan sumberdaya dari luar komuniti (dalam bentuk

kerjasama dengan pemerintah, lembaga-lembaga, dan kelompok

profesional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan

dalam bentuk berkesinambungan dalam pembangunan.

5. Kebersamaan komuniti harus dipromosikan dalam bentuk dua tipe

hubungan yaitu hubungan sosial yang dipisahkan kelas sosial dan

hubungan struktural.

6. Aktifitas-aktivitas seperti meningkatkan perasaan solidaritas diantara

kelompok-kelompok marginal dengan mengaitkannya dengan kekuatan

perkembangan dalam sektor-sektor sosial dan kelas untuk mencari

kesempatan ekonomi, sosial, dan alternatif politik.

7. Memberikan kemampuan bagi kelompok-kelompok marginal untuk

melakukan perubahan dari dalam kelompok tersebut.

2.1.8. Keberhasilan Program

Keberhasilan program atau efektivitas program berniat mengukur seberapa

jauh tujuan program tercapai. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk

menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas

menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah

ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi

efektivitasnya4.

Menurut Komaruddin efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan

tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan terlebih dahulu5. Dari beberapa pengertian diatas, dapat

4

http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentang-efektivitas.html diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB

5

(41)

ditarik kesimpulan bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang berdasarkan

tujuan pelaksanaan program yang telah ditetapkan.

2.2. Kerangka Pemikiran

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat yang berada di sekitar wilayah perusahaan

yang sekaligus membantu pemerintah dalam melaksanakan program

pembangunan. Tanggung jawab sosial dan program pembangunan yang

diimplementasikan kepada masyarakat harus bersifat pemberdayaan agar

masyarakat mampu memperbaiki kualitas hidupnya melalui pendayagunaan

sumber-sumber yang ada pada diri mereka serta menekankan pada prinsip

partisipasi sosial.

Program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu program CSR

dari PT Indocement dijalankan guna memberdayakan masyarakat sekitar

perusahaan yang sangat mengharapkan partisipasi masyarakat dalam

implementasinya. Terdapat tiga faktor utama yang dapat mendorong partisipasi

yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Faktor kemauan dapat

dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap lingkungan dan juga program dan

motivasi masyarakat untuk terlibat dalam program. Faktor kemampuan dapat

dipengaruhi oleh pengetahuan dalam pengelolaan sampah, keterampilan dalam

pengelolaan sampah, dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Faktor

kesempatan dapat dipengaruhi oleh manajemen program yang dilihat dari ruang

partisipasi bagi masyarakat ditiap tahapan kegiatan.

Ketiga faktor pendorong partisipasi akan mempengaruhi tingkat partisipasi

seseorang yang dilihat dari bentuk partisipasi pada setiap tahap kegiatan.

Selanjutnya tingkat partisipasi akan dianalisis menggunakan teori Arstein yang

membagi tingkat partisipasi ke dalam delapan tingkatan yaitu manipulasi, terapi,

pemberitahuan, konsultatif, pengenangan, kemitraan, pendelegasian wewenang,

dan kontrol masyarakat. Tujuan analisis ini adalah untuk memahami proses

pelibatan masyarakat dan siapa saja pihak yang terlibat dan untuk mengetahui

(42)

Tingkat partisipasi juga dianggap memiliki hubungan dengan keberhasilan

program. Keberhasilan program dilihat dari dua aspek, yaitu keberhasilan sosial

dan keberhasilan lingkungan. Keberhasilan sosial yang dimaksud adalah program

dapat menambah pengetahuan dan dapat menjadi ajang bersosialisasi bagi

masyarakat, sedangkan keberhasilan lingkungan adalah program dapat membantu

meningkatkan kebersihan lingkungan dan dapat membuat lingkungan menjadi

lebih indah. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2 Kerangka Berpikir Partisipasi Masyarakat

(43)

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang

diajukan adalah sebagai berikut :

1. Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin

tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program

pengelolaan sampah.

Tingkat kemauan masyarakat dapat terdiri dari dua aspek, yaitu:

a. Sikap. Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan

program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah.

b. Motivasi. Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta

dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat

dalam implementasi program pengelolaan sampah.

2. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka

semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program

pengelolaan sampah.

Tingkat kemampuan terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Pengetahuan. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki masyarakat

dalam pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan

sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah.

b. Keterampilan. Semakin baik keterampilan masyarakat dalam

mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat

dalam implementasi program pengelolaan sampah.

c. Pengalaman. Semakin baik pengalaman masyarakat dalam mengelola

sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah.

3. Semakin terbuka kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat

dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam

implementasi program pengelolaan sampah.

Tingkat kesempatan dapat dilihat melalui Manajemen program

Gambar

Gambar 1. Jenjang Partisipasi warga negara Arstein (1969).........................
Gambar 1   Jenjang partisipasi warga negara Arstein (1969)1
Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Health for All Network2
Tabel  2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan3
+7

Referensi

Dokumen terkait

(4) Hubungan antara intensitas sikap pengelolaan DAS dengan tingkat partisipasi masyarakat memiliki hubungan nyata, antara lain: (a) kecenderungan sikap masyarakat untuk

Selanjutnya untuk proses yang dilakukan sudah cukup baik dimana pengangkutan dilaksanakan dengan rutin dan program pengolahan sampah non-organik menjadi kerajinan tangan juga

Judul penelitian “Hubungan Antara Kegiatan Sosialisasi Program Inkubator Ternak Domba dengan Sikap Peternak di Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cirebon

Responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki persepsi bahwa perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik, tidak semata-mata terjadi hanya karena keberadaan

6.3.2 Hubungan Antara Frekuensi Kegiatan dengan PRoses Pencitraan Frekuensi Kegiatan adalah total rangkaian corporate social responsibility yang dilaksanakan oleh PT Indocement

Partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan kegiatan pengelolaan sampah program KSM Hanjuang di Lingkungan Margaluyu Kelurahan Cicurug adalah cukup baik, hal

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dengan partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar Bauntung Banjarbaru Jenis

Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa partisipasi anggota rumah tangga responden dengan pernah diadakan rapat tentang pengelolaan sampah di lingkungan-nya, yang selalu hadir