• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral (Studi Di PT. Bank Mandiri (Persero), TBK Cabang Medan Imam Bonjol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral (Studi Di PT. Bank Mandiri (Persero), TBK Cabang Medan Imam Bonjol"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

KIKI PUSPITA MAYASARI

107011119/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KIKI PUSPITA MAYASARI

107011119/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : KIKI PUSPITA MAYASARI

Nomor Pokok : 107011119

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Syafnil Gani, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

(5)

Nama : KIKI PUSPITA MAYASARI

Nim : 107011119

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN

KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

SECARA CROSS COLLATERAL (STUDI DI PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK MEDAN IMAM BONJOL)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KIKI PUSPITA MAYASARI

(6)

i

dengan agunan fasilitas kredit. Oleh karena itu, hukum harus mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap variasi pemberian agunan fasilitas kredit tersebut. Variasi dan perlindungan hukum ini, antara lain berkaitan dengan adanya cross collateraldan cross default dalam agunan kredit. Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur (borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit, hal ini dikenal dengan sindikasi kredit. Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan cross default clause(klausula ingkar janji silang).

Pelaksanaan sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral dilakukan melalui pembuatan perjanjian kredit oleh masing-masing kreditur dengan debitur dengan pemberian jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan. Dalam sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral, para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dengan kreditur lainnya terutama pada saat pembagian hasil penjualan eksekusi jaminan apabila debitur cidera janji, meskipun berdasarkan UUHT mereka sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang berbeda. Selain Hak Tanggungan, maka perjanjian berbagi jaminan memberi kepastian hukum atas jaminan pelunasan kredit yang telah diberikan oleh para kreditur kepada debitur dan dapat meminimalisir potensi konflik yang ada antara sesama kreditur yang tergabung dalam sistem pemberian kredit secaracross collateralini.

Adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) sedangkan sifat penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif-analitis,. Diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang cross collateral. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu terhadap kreditur maupun debitur dalam melakukan perjanjian kredit khususnya bila perjanjian tersebut menggunakan agunan yang saling silang ataucross collateral.

(7)

ii

should be able to provide proper legal protection to the variation of giving this credit facility collateral. Variation and legal protection are closely related to cross collateral and cross default in credit collateral. Viewed from legal correlation between a lender (person who gives credit) and a debtor (borrower), there are three kinds of method for a debtor in obtaining credit from a loan institution for his business. The first method is that a debtor obtains credit from only one loan institution for his business. The second method is that a debtor obtains a credit from loan syndication whose members consist of some loan institutions. In the latter method, there is only one credit contract; namely, a contract between a debtor and a loan syndication which is known as loan syndication. The third method is that a debtor obtains credit from some different loan institutions so that he can obtain the credit for covering all he needs for his business. It means that there are some bilateral credit contracts between the debtor and the loan institutions respectively. Legally, each credit contract does not have any correlation with one another unless a cross default clause is attached in each credit contract.

The implementation of giving credit with cross collateral method is done by making a credit contract with hypothecation by each creditor. In giving credit with cross collateral, each creditor has the same right, especially in obtaining the share of the proceeds of the sale of the execution when the debtor breaches the contract although based on UUHT, as the holders of hypothecation, they have different levels. Besides hypothecation, the agreement in sharing the collateral gives legal certainty in the debtor’s paying off the credit and can minimize potential conflict among the creditors who jointly give credit with cross collateral method.

The type of the research was judicial normative which was categorized as a descriptive analytic method. It is recommended that a specific regulation should be needed to regulate this collateral method in order to give legal certainty and legal protection, either to creditors or to debtors in implementing credit contract, especially when the contract uses cross collateral hypothecation.

(8)

iii

perlindungan-Nya karena hanya dengan berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan

tesis berjudul ” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SECARA CROSS COLLATERAL

(STUDI DI PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK CABANG MEDAN IMAM

BONJOL) dapat terlaksana. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat

terpelajar, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN., Bapak Notaris

Syafnil Gani, S.H., M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, MHum

selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan

dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Demikian pula ucapan terima

kasih kepada Dosen Penguji Ujian TesisBapak Dr. Dedi Herianto, S.H., MHum.,

dan Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., MS., yang telah memberikan masukan

(9)

iv

sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan

tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan

(10)

v

proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada

Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Angkatan Tahun 2008 yang telah

banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah

kepada kita semua.

Penyusunan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun

kenyataannya masih ditemukan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan

ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2012 Penulis,

(11)

vi

Nama : Kiki Puspita Mayasari

Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 20 Maret 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan BUMN

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Bakti Indah V No.44 Medan

Telepon/HP : 061- 8441084 / 081263227720

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Barisan Nauli Sidikalang Lulus tahun 1999

2. SLTP Negeri 1 Sidikalang Lulus tahun 2002

3. SMU Negeri 4 Medan Lulus tahun 2005

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Lulus tahun 2009

5. S-2 Program Magister Kenotariatan FH USU Lulus tahun 2012

III. PENDIDIKAN INFORMAL IEC (International Education Centre) Jl. Hayam Wuruk No.17 Medan Tertanggal : 2008 s/d 2009

(12)

vii

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori... 15

2. Konsepsi….. ... 21

G. Metode Penelitian... 23

1. Jenis Penelitian ... 24

2. Sifat Penelitian ... 25

3. Sumber Data ... 25

4. Teknik Pengumpulan Data ... 26

5. Analisis Data…… ... 27

BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT SECARACROSS COLLATERALPADA PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK... 28

A. Gambaran Umum PT Bank Mandiri (Persero),Tbk ... 28

(13)

viii

1. Proses Permohonan Kredit ... 45

2. Proses Analisa Kredit ... 50

3. Proses Persetujuan Kredit ... 51

4. Peran Notaris dalam Pemberian Kredit ... 52

D. Cross Collateral dan Cross Default (Jaminan Silang dan Ingkar Janji Silang)... 55

1. Cross Collateral/ Joint Collateral(Jaminan Silang/ Agunan Bersama)... 56

2. Cross Default... 66

3. Cross Default Sepihak ... 73

4. Sharing Collateral... 74

E. Perjanjian Kredit SecaraCross Collateralpada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk... 82

1. Pengaturan Perjanjian Kredit Secara Umum... 82

2. Pengaturan Perjanjian Kredit Secara Cross Collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ... 91

BAB III PELAKSANAAN SISTEM PEMBERIAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL DENGAN PEMBERIAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK ... 94

A. Hak Tanggungan sebagai Salah Satu Jaminan Kredit... 94

1. Asas-asas Hak Tanggungan... 96

2. Objek Hak Tanggungan... 108

3. Hapusnya Hak Tanggungan ... 109

B. Pemberian Kredit dengan Jaminan Kredit ... 113

1. Jaminan Kredit ... 113

(14)

ix

3. KedudukanSecurity Agent (Agen Jaminan) Dalam

Perjanjian Berbagi Jaminan...……… 124

4. Perjanjian Berbagi Jaminan di PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ... 126

D. Tahap Pembebanan Objek Jaminan Kebendaan dengan Hak Tanggungan Pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk 126 BAB IV PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH BAGI DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM ...PENGIKATAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL PADA PT BANK MANDIRI, (PERSERO) TBK ... 131

A. Kelalaian atauDefaultdalam Suatu Perjanjian... 131

B. Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Bentuk Penyelesian Kredit Bermasalah... 136

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 144

A. Kesimpulan ... 144

B. Saran ... 145

(15)

i

dengan agunan fasilitas kredit. Oleh karena itu, hukum harus mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap variasi pemberian agunan fasilitas kredit tersebut. Variasi dan perlindungan hukum ini, antara lain berkaitan dengan adanya cross collateraldan cross default dalam agunan kredit. Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur (borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini, terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai pemberi kredit, hal ini dikenal dengan sindikasi kredit. Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya, terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian kredit dicantumkan cross default clause(klausula ingkar janji silang).

Pelaksanaan sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral dilakukan melalui pembuatan perjanjian kredit oleh masing-masing kreditur dengan debitur dengan pemberian jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan. Dalam sistem pemberian kredit dengan jaminan secara cross collateral, para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dengan kreditur lainnya terutama pada saat pembagian hasil penjualan eksekusi jaminan apabila debitur cidera janji, meskipun berdasarkan UUHT mereka sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang berbeda. Selain Hak Tanggungan, maka perjanjian berbagi jaminan memberi kepastian hukum atas jaminan pelunasan kredit yang telah diberikan oleh para kreditur kepada debitur dan dapat meminimalisir potensi konflik yang ada antara sesama kreditur yang tergabung dalam sistem pemberian kredit secaracross collateralini.

Adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) sedangkan sifat penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif-analitis,. Diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang cross collateral. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu terhadap kreditur maupun debitur dalam melakukan perjanjian kredit khususnya bila perjanjian tersebut menggunakan agunan yang saling silang ataucross collateral.

(16)

ii

should be able to provide proper legal protection to the variation of giving this credit facility collateral. Variation and legal protection are closely related to cross collateral and cross default in credit collateral. Viewed from legal correlation between a lender (person who gives credit) and a debtor (borrower), there are three kinds of method for a debtor in obtaining credit from a loan institution for his business. The first method is that a debtor obtains credit from only one loan institution for his business. The second method is that a debtor obtains a credit from loan syndication whose members consist of some loan institutions. In the latter method, there is only one credit contract; namely, a contract between a debtor and a loan syndication which is known as loan syndication. The third method is that a debtor obtains credit from some different loan institutions so that he can obtain the credit for covering all he needs for his business. It means that there are some bilateral credit contracts between the debtor and the loan institutions respectively. Legally, each credit contract does not have any correlation with one another unless a cross default clause is attached in each credit contract.

The implementation of giving credit with cross collateral method is done by making a credit contract with hypothecation by each creditor. In giving credit with cross collateral, each creditor has the same right, especially in obtaining the share of the proceeds of the sale of the execution when the debtor breaches the contract although based on UUHT, as the holders of hypothecation, they have different levels. Besides hypothecation, the agreement in sharing the collateral gives legal certainty in the debtor’s paying off the credit and can minimize potential conflict among the creditors who jointly give credit with cross collateral method.

The type of the research was judicial normative which was categorized as a descriptive analytic method. It is recommended that a specific regulation should be needed to regulate this collateral method in order to give legal certainty and legal protection, either to creditors or to debtors in implementing credit contract, especially when the contract uses cross collateral hypothecation.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bank sebagai lembaga intermediasi, memiliki fungsi sebagai perantara

keuangan. Dalam peranannya tersebut, terdapat hubungan antara bank dan nasabah

didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu

bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila

masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya dalam produk-produk perbankan

yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank

dapat memobilisasi dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya dan

menyalurkan kembali dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa perbankan.1

Transaksi perbankan merupakan hubungan hukum antara bank dan nasabah di

bidang bisnis, yang di dalamnya kedua belah pihak saling membutuhkan. Transaksi

perbankan terdiri atas transaksi di bidang pendanaan dan transaksi di bidang

perkreditan.

Transaksi perbankan di bidang perkreditan memberikan peran bagi bank

sebagai lembaga penyedia dana bagi debitur. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti

kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha kecil, dan jenis-jenis kredit lainnya

sesuai dengan kebutuhan debiturnya. Hubungan antara debitur dan bank merupakan

1Johannes Ibrahim,Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit

(18)

hubungan interpersonal di bidang perkreditan bertumpu pada suatu kepercayaan atau

lebih lazim dikenal dengan kredit.

Dalam istilah umum, kredit perbankan hampir dipersamakan dengan utang

piutang pada umumnya. Namun senyatanya dalam kaidah hukum perdata, antara

utang dan kredit merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda dan memiliki

konsekuensi yuridis yang berbeda pula.2

Utang piutang pada umumnya disebut dengan pinjam habis pakai atau dengan

istilah verbuikleen dalam bahasa Belanda yang kemudian diartikan lebih lanjut

sebagai pinjam mengganti.3 Pinjam mengganti menurut hukum perdata, yaitu salah

satu pihak melepaskan sejumlah uang atau barang tertentu kepada pihak lain yang

menghabiskannya apabila dipakai dengan janji bahwa di kemudian hari uang atau

barang tersebut dikembalikan dalam jumlah yang sama, dalam keadaan yang sejenis,

dalam keadaan yang sama.4

Ketentuan di atas sebagaimana dimuat dalam Pasal 1757 KUHPerdata

menyatakan bahwa :

“Apabila sang debitur tidak membayar bunga atas pinjamannya maka kreditur tidak dapat membayar bunga atas pinjamannya maka kreditur tidak dapat menuntut kebatalan atas perjanjian utang piutangnya apabila bunga atas utang tidak diperjanjikan sebelumnya”.

2Harun Badriyah,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,

2010, hal.1

3Ibid

4Lihat Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pradnya

(19)

Dengan kata lain, tidak ada bunga utang piutang bila tidak diperjanjikan oleh

para pihak sebelumnya. Ketentuan dalam pinjam mengganti atau utang piutang pada

umumnya ini berbeda dengan ketentuan dalam kredit perbankan yang memiliki

kekhasan tersendiri.

Istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere” (lihat pula “credo” dan

“creditum”), yang kesemuanya berarti kepercayaan (dalam bahasa Inggris “faith” dan

”trust”). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit,

lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima

kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan

syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit

yang bersangkutan.5

Dalam membangun suatu kepercayaan, antara para pihak dibutuhkan berbagai

informasi. Informasi-informasi yang dibutuhkan dari nasabah akan diminta pihak

bank yang dikenal dengan persyaratan-persyaratan kredit.

Untuk memperoleh keyakinan, sebelum mengabulkan kredit, pihak kreditur

atau bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,

modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Dalam dunia perbankan kelima faktor

diatas dikenal dengan sebutan “the five c’s of credit analysis” atau prinsip 5 C’s,

5Rachmadi Usman,Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,

(20)

yaitu Character (sifat/watak), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral

(agunan) danCondition of Economy(keadaan/prospek ekonomi).6

Demi tercapainya falsafah tesebut maka apabila ada pihak yang ingin

mengajukan permohonan kredit, bank harus melakukan pertimbangan dan analisa

terhadap berbagai hal seperti analisa 5 C’s, kemampuan bank itu sendiri dalam

memberikan kredit serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang tercantum dalam

Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.7

Untuk dilaksanakannya pemberian kredit itu, harus ada suatu kesepakatan

antara bank sebagai kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai debitur yang

dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian. Adapun M. Yahya Harahap memberikan

definisi perjanjian sebagai berikut :8

“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.”

Perjanjian antara bank dengan nasabah penerima kredit disebut juga sebagai

Perjanjian kredit dimana perjanjian ini berakar pada perjanjian pinjam meminjam

sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang mempunyai definisi sebagai

suatu perjanjian dengan pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu

jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat

6 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan,

Jakarta, 1995, hal. 28

7Ibid ,hal.30

8 Sri Soesilowati, et al, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama Jaya Jakarta, Jakarta,

(21)

bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis

dan mutu yang sama pula.9

Dilihat dari hubungan hukum antara pemberi kredit (lender) dan debitur

(borrower), ada 3 (tiga) macam cara bagi seorang debitur dalam memperoleh kredit

untuk keperluan usahanya dari lembaga pemberi kredit. Cara yang pertama, debitur

memperoleh kredit hanya dari satu lembaga pemberi kredit bagi seluruh kebutuhan

kreditnya. Cara yang kedua, debitur memperoleh kredit dari suatu sindikasi yang

anggotanya terdiri atas lembaga-lembaga pemberi kredit. Pada cara yang kedua ini,

terdapat satu perjanjian kredit saja, perjanjian antara debitur dengan sindikasi sebagai

pemberi kredit, hal ini dikenal dengan “sindikasi kredit”.10

Cara yang ketiga, debitur menerima kredit dari beberapa lembaga pemberi

kredit secara terpisah guna memperoleh seluruh jumlah kebutuhan kreditnya. Artinya,

terdapat beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur dan masing-masing

lembaga pemberi kredit tersebut. Secara hukum, masing-masing perjanjian kredit itu

tidak berhubungan satu sama lain kecuali apabila di dalam masing-masing perjanjian

kredit dicantumkancross default clause(“klausula ingkar janji silang”).

Klausul tersebut berisi pernyataan hukum yang mengikat para pihak bahwa

apabila debitur mengalami kemacetan kredit yang diperoleh dari lembaga pemberi

kredit yang lain maka kredit yang diterima debitur berdasarkan perjanjian tersebut

9R. Subekti,Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 125.

10Sindikasi kredit atauloan syndicationberbeda dengan kredit sindikasi atausyndicated loan.

(22)

menjadi demi hukum ingkar janji (default) dan dengan demikian pemberi kredit

berhak untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh kredit sekalipun jangka waktu

kredit belum berakhir atau masa penyicilan belum tiba saatnya. Hal ini disebut

dengan sistem “joint financing”.11

Dalam joint financing kredit diberikan kepada pelanggan perusahaan

pembiayaan (multifinance company) atau kepada debitur bank dengan sumber dana

yang berasal dari beberapa bank atau bank dengan perusahaan pembiayaan non

bank.12

Perikatan ditinjau dari segi pemenuhan pembayaran kembali uang yang

dipinjam dapat dibagi menjadi dua jenis perikatan. Pertama, transaksi kredit “tanpa

jaminan” atau “unsecured transaction” yang dapat dijabarkan sebagai perjanjian yang

11Sutan Remy, Sjahdeini,Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya,

PT Kreatama, Jakarta, 2006, hlm. 1.

12Joint financingberbeda dengan kredit sindikasi, adapun perbedaan tersebut terletak

(23)

tidak mempunyai jaminan (not guaranteed) atau tidak ada perlindungan (not

protected) atas pemenuhan pembayaran kembali hutangnya. Dalam hal ini, pelunasan

pembayaran kembali hutang, tidak dijamin dengan sesuatu barang yang mempunyai

nilai atau harga yang sama atau melebihi jumlah pinjaman. Itulah sebabnya, ditinjau

dari aspek bisnis, transaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai unsecured debt

karena merupakan transaksi utang tanpa jaminan sedangkan dari aspek yuridis,

disebut tuntutan tanpa jaminan (unsecured claim) dan krediturnya dikategorikan

kreditur tanpa jaminan (unsecured kreditur).13

Apabila tidak ada jaminan khusus yang diberikan oleh debitur kepada kreditur

maka apabila debitur lalai/cidera janji (wanprestasi) dalam memenuhi kewajibannya

membayar hutang maka kreditur harus mengajukan gugatan untuk membuktikan

kelalaian debitur dan apabila putusan telah menyatakan debitur lalai, kreditur dapat

langsung memohon penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk

mengeksekusi benda yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut. Setelah

permohonan dikabulkan maka kelanjutan sita eksekusi adalah penjualan lelang. Hal

ini ditegaskan dalam Pasal 200 ayat (1)Herziene Indlansch Reglement (“HIR”) dan

Pasal 218 ayat (2) Rechtsreglement Voor de Buitengewesten (“Rbg”) yang pada

intinya menyatakan bahwa penjualan barang yang disita dilakukan dengan

perantaraan Kantor Lelang, oleh pejabat yang menyita barang itu atau orang lain yang

cakap dan dapat dipercaya, satu sama lain menurut pertimbangan Ketua Pengadilan

13 M. Yahya, Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar

(24)

Negeri setempat. Jadi setelah sita eksekusi dilaksanakan, Undang-undang

memerintahkan penjualan barang sitaan. Cara penjualannya dengan perantaraan

Kantor Lelang dan penjualannya disebut Penjualan Lelang (executoriale verkoopatau

foreclosure sale).

Kedua, transaksi kredit yang “dilindungi jaminan” atau secured transaction,

dimana terhadap utang atau pinjaman, debitur memberi barang jaminan sebagai

perlindungan pemenuhan pembayaran kepada kreditur. Apabila debitur ingkar atau

lalai memenuhi pembayaran utang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian,

pemenuhan dapat dipaksa (imposed) dengan jalan eksekusi barang jaminan di mana

kreditur dilindungi dengan hak preferensi (untuk menerima pelunasan terlebih dahulu

dibanding kreditur lainnya) dan hak separatis serta hak parate eksekusi yang

menyebabkan kreditur dapat memperoleh pelunasan piutangnya melalui “penjualan

lelang” berdasarkan penetapan pengadilan tanpa perlu mengajukan gugatan terlebih

dahulu atau melalui penjualan barang jaminan di bawah tangan berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak.

Dari segi bisnis, transaksi ini dikategorikan sebagai transaksi utang yang

dilindungi jaminan (secured debt) dan kreditur berada dalam posisi terjamin (secured

creditor) sedangkan dari segi hukum, tuntutan pemenuhan pembayaran utang

dilindungi dengan barang jaminan, sehingga dikategorikan sebagai secured claim

dengan jalan menjual atau mengeksekusi barang jaminan melalui pengadilan.14

(25)

Adapun dalam transaksi perkreditan atau peminjaman uang, jaminan yang

diserahkan debitur harus dibuat dengan perjanjian antara pemilik jaminan dengan

kreditur atau bank yang disebut perjanjian pengikatan jaminan yang sifatnya

accesoir.15

Sebagaimana telah disebutkan di atas, jaminan utang dapat berupa barang

(benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan

utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak

kebendaan kepada pemegang jaminan. Suatu hak kebendaan (zakelijk recht) ialah

suatu hak memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat

dipertahankan terhadap tiap orang.16

Secara umum, benda dalam Pasal 504 KUH Perdata dibagi dalam 2 (dua)

kelompok besar, yaitu yang bergerak dan yang tidak bergerak, maka tanggung jawab

si berhutang menurut Pasal 1131 KUH Perdata, pada asasnya meliputi seluruh harta si

berhutang, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, dan yang dipakai sebagai

patokan untuk mengukur ”yang sudah atau akan ada” adalah saat hutang dibuat.17

Hukum Jaminan dan untuk masing-masing kelompok benda oleh KUH

Perdata diberikan lembaga jaminannya masing-masing. Untuk benda bergerak

disediakan lembaga jaminan berbentuk gadai (diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata)

dan Fidusia (diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia)

15Accesoirartinya perjanjian pengikatan jaminan merupakan perjanjian tambahan yang

eksistensinya atau keberadaannya mengikuti perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit.

16R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 62. 17J. Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT Citra Aditya Bakti,

(26)

sedangkan untuk benda tetap (tidak bergerak) disediakan lembaga hipotik untuk kapal

yang terdaftar dengan isi kotor 20 m3 (dua puluh meter kubik) atau lebih dan pesawat

terbang (diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata) dan Hak Tanggungan untuk benda

tidak bergerak berupa tanah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan (”UUHT”).18

Tanah digolongkan benda tidak bergerak menurut sifatnya di mana tiap bagian

dari bumi yang dapat diberi batas dan segala sesuatu yang langsung atau tidak

langsung melekat padanya dalam satu kesatuan, yakni tanah dengan segala sesuatu

yang melekat dengan tanah, baik organis maupun mekanis, termasuk pekarangan

serta kebun dan segala sesuatu yang tumbuh di atas tanah.19

Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran utang yang paling

disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit sebab tanah pada

umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak dan

sulit untuk digelapkan dan dapat dibebani dengan hak tanggungan yang merupakan

jaminan khusus yang memberikan hak istimewa kepada kreditur sebagaimana telah

dijelaskan di atas.

Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan)

bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan dibandingkan dengan kreditur lainnya, Hak

Tanggungan juga selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun

obyek itu berada dan Hak Tanggungan juga memenuhi asas spesialitas dan publisitas

18Salim, HS,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 94.

19

(27)

sehingga dapat mengikat pihak ketiga, memberikan kepastian hukum kepada pihak

pihak yang berkepentingan dan mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.

Konsep mengenai kepastian hukum bagi para kreditur yang memberikan

kredit dengan sistem cross collateral terutama dalam mengeksekusi jaminan Hak

Tanggungan apabila debitur ingkar janji atau wanprestasi (default) merupakan topik

yang sangat perlu diteliti, karena dalam kasus ini pemberian kredit diberikan oleh

lebih dari satu kreditur kepada satu debitur yang sama dalam waktu yang berbeda

atau tidak secara bersamaan dengan jaminan berupa tanah sehingga atas tanah

tersebut dibebankan lebih dari 1 (satu) peringkat Hak Tanggungan kepada masing

masing kreditur.

Ketentuan Hak Tanggungan sendiri mengatur bahwa suatu obyek Hak

Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin

pelunasan lebih dari satu hutang.20 Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani

dengan lebih dari satu Hak Tanggungan maka masing-masing Hak Tanggungan

diberikan peringkat yang ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor

pertanahan.21Selanjutnya dalam hal debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan

peringkat pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas

20Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 TentangHak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

21Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 TentangHak Tanggungan atas Tanah

(28)

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya

dari hasil penjualan tersebut.22

Dengan ketentuan tersebut maka dalam hal joint financing kredit dengan

pemberian jaminan tanah dan bangunan yang diikat dengan Hak Tanggungan tidak

menutup kemungkinan akan timbul masalah dikemudian hari terkait dengan proses

penjualan objek jaminan, pelunasan hutang dan pelaksanaanjoint financingkredit itu

sendiri. Disebabkan karena kreditur kedua dan/atau seterusnya selaku pemegang Hak

Tanggungan selain peringkat pertama atau terdahulu menurut ketentuan UUHT lebih

memberikan hak preferen atau hak didahulukan pada kreditur pemegang Hak

Tanggungan pertama dibandingkan dengan kreditur kedua dan atau seterusnya guna

menjamin pelunasan hutangnya debitur (lebih utama pemegang Hak Tanggungan

pertama).

Dalam penelitian ini Bank Mandiri merupakan bank yang dijadikan objek dari

penelitian mengenai cross collateral. Bank Mandiri merupakan bank terbesar milik

pemerintah saat ini yang menjadi pelaku ekonomi yang memiliki peran yang strategis

di Indonesia. Yang tentu saja memiliki banyak permasalahan kompleks berkaitan

dengan kredit perbankan.

Adapun sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui hakikat dari cross

defaultdan cross collateraldalam perjanjian kredit serta upaya yang dapat dilakukan

22Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah

(29)

bank dalam mengeksekusi jaminan yang diikat secara cross collateralbila si debitur

wanprestasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang dimuat dalam latar belakang tersebut diatas,

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan pemberian kredit secara cross collateral pada PT

Bank Mandiri (Persero), Tbk ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan sistem pemberian kredit secaracross collateral pada

PT Bank Mandiri (Persero), Tbk ?

3. Bagaimanakah penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur pemegang hak

tanggungan yang jaminannnya diikat secara cross collateral pada PT Bank

Mandiri (Persero), Tbk?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit secaracross collateral pada PT

Bank Mandiri (Persero), Tbk.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pemberian kredit secara cross collateral

pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.

3. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur pemegang

hak tanggungan yang jaminannnya diikat secara cross collateral pada PT Bank

(30)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya di dalam bidang hukum perbankan, hukum jaminan

dan hukum kepailitan yang menyangkut dalam hal proses pemberian kredit cross

collateral.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada

praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan perbankan serta masyarakat luas

dalam melaksanakan perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit secara cross

collateral.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di

Kepustakan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana,

maka penelitian dengan judulTinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan

Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral Pada Perbankan (Studi di PT

Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan Iman Bonjol)” , belum pernah ada yang

melakukan penelitian sebelumnya.

Namun sebagai bahan referensi terdapat penelitian yang dilakukan oleh

(31)

judul ”Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Sindikasi Dengan Jaminan Hak Tanggungan

“ (Studi di Bank UOB Indonesia)”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 dan

objek penelitiannya yaitu pada bank UOB Indonesia. Sedangkan penelitian tesis ini

menjadikan PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Medan Imam Bonjol menjadi

objek yang diteliti.

Penelitian tersebut secara spesifik membahas jenis perjanjian kredit yaitu

sindikasi dan akibat hukumnya bila terjadi wanprestasi.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat

dipertangungjawabkan dari segi isinya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti

perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi

yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup

dan fakta yang luas.23

Sedangkan menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto “teori

diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan causal yang logis di antara

perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai

23Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,

(32)

kerangka berpikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani

permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.24

Adapun teori sistem dari Mariam Darus yang mengemukakan bahwa sistem

adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas

mana dibangun tertib hukum.25

Dari beberapa pengertian teori di atas dapat disimpulkan bahwa maksud

kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta

pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai

lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan

untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya

gejala-gejala yang timbul. Dengan kata lain menurut M.Solly Lubis, kerangka teori

adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu

kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan

teoritis.26

Menurut Soejono Soekanto, kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis

atau empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum

tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan

kurang relevan bagi ilmu hukum.27

24Bintaro Tjokroamidjoyo dan Mustofa Adijoyo,Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,

Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal 12

25Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni,

1983, hal 15

(33)

Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara

khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian

ini berupaya guna menganalisis secara hukum terhadap pemberian kredit secaracross

collateral, artinya memahami asas hukum perjanjian (sebagai subjek), asas hukum

jaminan (sebagai objek) serta akibat hukumnya bila terjadi wan prestasi.

Dalam perjanjian kredit yang dilaksanakan antara kreditur dan debitur memuat

seperangkat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak

yang dinamakan prestasi. Menepati (“nakoming”) berarti memenuhi isi perjanjian,

atau dalam arti yang lebih luas melunasi (“betaling”) pelaksanaan perjanjian, yaitu

memenuhi dengan sempurna segala isi, tujuan dari ketentuan sesuai dengan kehendak

yang telah disetujui oleh para pihak.28

Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat untuk

sahnya perjanjian yaitu, kata sepakat kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal.

Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, KUH Perdata sendiri tidak

mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai

berikut:29

1. Teori Kehendak (wilstheorie): Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi

manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu

perjanjian.

(34)

2. Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie): Berdasarkan teori kepercayaan, kata

sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah

satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak yang lainnya.

3. Teori ucapan (uitingstheorie): Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan

(jawaban) debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada debitur mengucapkan

persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Kalau dilakukan

dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya.

4. Teori pengiriman (verzendingstheorie): Dalam teori ini kata sepakat dianggap

telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika

dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dainggap telah terjadi

pada saat surat jawaban tersebut distempel (cap) oleh kantor pos.

5. Teori penerimaan (ontvangstheorie): Menurut teori ini kata sepakat dianggap

telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya

pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui

kehendak debitur.

6. Teori pengetahuan (vernemingstheorie): Menurut teori ini kata sepakat dianggap

telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan

menerima penawarannya. Tampak teori ini lebih luas dari teori penerimaan,

karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik

(35)

Dalam hukum perjanjian juga dikenal beberapa asas yaitu asas

konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kepribadian. 30 Asas

konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu

perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan

perjanjian. Sebagaimana telah diketahui, kata sepakat diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.

Sedangkan menurut asas kebebasan berkontrak yaitu setiap orang mempunyai

kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa

saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan

undang-undang.

Dalam KUH Perdata asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1339.

Asas tersebut sebenarnya malah membatasi kebebasan seseorang, karena tidak dapat

menikmati kebebasan yang sebebas-bebasnya. Meskipun demikian asas ini

dimaksudkan agar setiap orang selalu dapat membuat perjanjian demi kebaikan dan

tidak merugikan pihak lain. Berikutnya yaitu asas kepribadian menurut asas ini

seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri

dalam perjanjian. Asas tersebut diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama

sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.

Pemenuhan prestasi yang dituntut pihak kreditur terhadap debitur dengan

maksud agar kreditur tidak menderita suatu kerugian. Dengan mengatur saat-saat

(36)

seseorang debitur berada dalam keadaan lalai, pembentuk undang-undang bermaksud

untuk menentukan saat yang pasti pada pihak debitur dan kreditur dalam hal debitur

tidak memenuhi kewajibannya, sehingga dengan mudah dapat ditentukan jumlah

pembayaran ganti rugi, biaya dan bunga.

Kelalaian atau kegagalan merupakan suatu situasi yang terjadi karena salah

satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan

berlangsung sedemikian rupa (non performance), sehingga pihak lainnya dirugikan

secara tidak adil karena tidak dapat menikmati haknya berdasarkan kontrak yang

telah disepakati bersama. Karena itu, biasanya cedera janji dirumuskan secara aktif

dalam arti bahwa cedera janji dirumuskan secara aktif dalam arti bahwa cedera janji

terjadi jika pihak yang berkewajiban tidak melaksanakan kewajibannya atau secara

pasif dengan membiarkan keadaan (yang seharusnya dicegah) sebagaimana yang

dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan tertentu.31

Akibat dari tidak dipenuhinya perikatan, kreditur dapat meminta ganti rugi

dan bunga yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi yang dideritanya.

Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang–undang menentukan

bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai (ingebreke

stelling). Lembaga pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai

pada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji (wanprestasi).

31Budiono Kusumohamidjojo,Panduan Untuk Merancang Kontrak,Jakarta, Gramedia, 2001,

(37)

Pasal 1243 KUH Perdata mengatakan : “Penggantian biaya, rugi dan bunga

karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur

setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannyam atau jika

sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah

dilampauinya.”

Jadi yang dimaksud dengan “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan

atau pernyataan dari kreditur tentang saat itu dilampauinya, maka debitur ingkar janji

(wanprestasi).32

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi , antara abstraksi

dan realitas.33 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstaksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi

operasional.34 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian atau penafsiran mendua(dubius)dari suatu istilah yang dipakai.

Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian. Berikut peneliti akan sampaikan beberapa konsep dasar dalam rangka

menyamakan persepsi, yang berkenaan dengan penulisan tesis ini sebagai rangkaian

operasional, yaitu sebagaimana yang tertera di bawah ini:

32

Mariam Darus Badrulzaman,Op.cit, hal.19

33

(38)

1. Kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-memimjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.35

2. Perjanjian kredit Bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank

secara sepihak alam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum

antara bank dengan nasabah (debitur).36

3. Bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”37

4. Kreditur adalah Pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.

5. Debitur adalah Pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.

6. Cross Collateral adalah jaminan yang diserahkan oleh debitur yang telah diikat

sesuai dengan jenis jaminannya akan mengkait ke beberapa debitur pada bank atau

kreditur yang sama.38

35Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

36Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,

Bandung, 2006, hal 33 37

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

(39)

7. Wanprestasi menurut Subekti adalah “Apabila ia berutang (debitur) tidak

melakukan apa yang diperjanjikannya, maka ia dikatakan melakukan “wan

prestasi”, ia alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian, bila

ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya”.39

Sedangkan menurut Yahya Harahap yang dimaksud dengan wan prestasi

adalah “Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak

menurut selayaknya. Seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wan

prestasi, apabila ia dalam melakukan pelaksanaan perjanjian telah lalai sehingga

‘terlambat’ dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi

tidak menurut sepatutnya/selayaknya”.40

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya mempunyai metode penelitian

masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian.41 Kata Metode berasal dari bahasa Yunani “methods” yang berarti cara

atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara

kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.42

Metode Penelitian disebut juga sebagai metodologi yang berarti “jalan ke”

Terhadap “metodologi”, biasanya diberikan arti-arti sebagai berikut :

1. Logika dari penelitian ilmiah

39Subekti,Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1884, hal 45 40Yahya Harahap,Op.cit,hal.60

41Jujun Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 1995 hal.328

42 Koenjtaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama,

(40)

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian

3. Suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.43

Adapun dalam penulisan tesis ini, digunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, adapun jenis penelitian atau metode pendekatan yang

dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut

juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.44

Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan bahwa penelitian yuridis-normatif

terdiri atas :45

a. Penelitian inventarisasi hukum positif

b. Penelitian terhadap asa-asas hukum

c. Penelitian untuk menemukan hukum in-konkrito

d. Penelitian terhadap sistematika hukum

e. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal.

Maka dengan kata lain peneliti akan melakukan penelitian hukum dengan

melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari hukum positif yang berlaku, yang

merupakan sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara horizontal terhadap

43Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hal.5-6 44Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, 2003, Op.cit, hal.13-14

45Ronny Hanitijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, 1982,

(41)

perjanjian kredit secara cross collateral pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk,

Cabang Imam Bonjol Medan.

2. Sifat Penelitian

Sebagai suatu hasil karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka

menurut sifatnya penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian

yang bersifat deskriptif-analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang

berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan

tentang seperangkat data yang lain.46

Artinya penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan,

menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan

perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, sehingga

diharapkan dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai

Pemberian Kredit Secara Cross Collateral, khusunya implikasinya bila terjadi wan

prestasi oleh debiturnya pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Imam Bonjol

Medan.

3. Sumber Data

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi

kepustakaan yang telah ditekankan pada pengambilan data sekunder.47 Adapun

sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang diurut

berdasarkan hierarki perundang-undangan yang meliputi:

46Bambang Sunggono, Metodologi Penellitian Hukum, PT Raja Grafindo, Persada, Jakarta,

1997, hal 38

(42)

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

b. Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

c. Akta Perjanjian Kredit yang berlaku di PT Bank Mandiri, (Persero), Tbk.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer, yang meliputi :

a. Literatur yang membahas mengenai masalah perbankan

b. Literatur yang membahas mengenai masalah perjanjian

c. Literatur yang membahas mengenai masalah hukum jaminan

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa berbagai referensi lainnya yangberkaitan

dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier ini memberikan informassi lebih

lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain

dapat berupa kamus hukum, kamus bahasa Belanda dan kamus bahasa Inggris

serta berbagai majalah hukum dan klipping dari media massa dan internet yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum, dikenal paling sedikit 3 (tiga) alat pengumpulan data

atau alat penelitian (research instrument), yaitu studi dokumen akta perjanjian kredit

atau bahan pustaka, pengamatan dan wawancara atau interview. Ketiga alat penelitian

tersebut dapat dipergunakan masing-masing maupun secara bergabung.48

a. Studi dokumen, dipakai terhadap kajian buku-buku, hasil penelitian dalam

bentuk disertasi dan tesis, peraturan perundangan, terbitan berkala seperti

(43)

majalah,bulletin dan surat kabar yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Metode yang dipakai untuk mengetahui isi dokumen tersebut adalah analisis isi

(content analysis).

b. Wawancara yang dilakukan adalah dengan Legal Document and Safe Keeping

pada unit bisnis Consumer Loan Business Center, Legal Officer pada unit

Recovery Credit Regional dan Relationship Officer pada unit Business Banking

Center. Kesemua unit tersebut merupakan unit bisnis pada PT Bank Mandiri

(Persero), Tbk Cabang Medan Imam Bonjol Medan.

5. Analisis Data

Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis

kualitatif, yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data

yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian

dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga

diperoleh jawaban atas permasalahan. Sedang metode deskriptif yaitu metode analisis

dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya dilapangan.

Seluruh data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan dan

pustaka diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan

acuan dalam melaksanakan analisis. Langkah selanjutnya data sekunder yang telah

disusun dan ditetapkan sebagai sumber dalam penyusunan tesis ini kemudian

(44)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT SECARA CROSS COLLATERAL PADA PT BANK MANDIRI, (PERSERO) TBK

A. Gambaran Umum PT Bank Mandiri Persero, Tbk

Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program

restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan

Juli 1999, empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara,

Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi

Bank Mandiri. Masing-masing dari keempatlegacy banksmemainkan peran yang tak

terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini,

Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi

dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.49

Segera setelah merger, Bank Mandiri melaksanakan proses konsolidasi secara

menyeluruh. Pada saat itu, kami menutup 194 kantor cabang yang saling berdekatan

dan rasionalisasi jumlah karyawan dari jumlah gabungan 26.600 menjadi 17.620.

Brand Bank Mandiri diimplementasikan ke semua jaringan dan seluruh kegiatan

periklanan dan promosi lainnya. Selain itu, Bank Mandiri berhasil

mengimplementasikancore banking systembaru yang terintegrasi menggantikancore

banking system legacyyang terpisah.

Semenjak didirikan, kinerja Bank Mandiri terus meningkat terlihat dari laba

yang terus meningkat dari Rp 1,18 Triliun di tahun 2000 hingga mencapai Rp 5,3

(45)

Triliun di tahun 2004. Selain itu, Bank Mandiri juga mencatat prestasi penting dengan

melakukan penawaran saham perdana pada 14 Juli 2003 sebesar 20% atau ekuivalen

dengan 4 Milliar lembar saham.

Pada tahun 2005 Bank Mandiri mengalami permasalahan yang

mengakibatkan menurunnya kinerja bank. Salah satunya adalah dengan

meningkatnya kredit bermasalah, tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL)

net konsolidasi yang meningkat dari 1,60% di tahun 2004 menjadi 15,34% di tahun

2005. Hal ini secara langsung berdampak pada penurunan laba Bank Mandiri secara

signifikan dari sebelumnya sebesar Rp 5,3 Triliun di tahun 2004, menjadi Rp 603

Miliar di tahun 2005 atau mengalami penurunan sebesar sekitar 80%. Dari sisi

kepercayaan investor di bursa, harga saham Bank Mandiri juga mengalami penurunan

dari Rp 2.050 pada Januari 2005 hingga ke level Rp 1.110 pada November 2005.

Visi dari Bank Mandiri adalah membangun masyarakat Indonesia mandiri

melalui program PKBL sebagai inspirasi guna menjadi lembaga keuangan Indonesia

yang progresif dan tumbuh bersama Indonesia50. Sedangkan Misinya adalah menjadi

mitra utama terpercaya bagi pengembangan masyarakat yang mandiri dan sejahtera.

Dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Menjalankan program PKBL yang memperkuat strategi Bank Mandiri dengan

governance yang terbaik.

2. Menjadi bagian strategi komprehensif branding Bank Mandiri sebagai lembaga

keuangan bagi semua stakeholders.

(46)

Tahun 2005 menjadi titik balik bagi Bank Mandiri, dimana Bank Mandiri

memutuskan untuk menjadi Bank yang unggul di regional atau menjadi Regional

Champion. Bank Mandiri mencanangkan program Transformasi yang dilaksanakan

melalui 4 (empat) strategi utama, yaitu :51

1. Implementasi budaya, melalui restrukturisasi organisasi berbasis kinerja,

penataan ulang sistem penilaian berbasis kinerja, pengembanganleadership dan

talent, serta penyesuaian sumber daya manusia dengan kebutuhan strategis.

2. Pengendalian Non Performing Loansecara agresif, dimana Bank Mandiri fokus

pada penanganan kredit macet dan memperkuatrisk management system.

3. Meningkatkan pertumbuhan bisnis yang melebihi rata-rata pertumbuhan pasar

melalui strategi dan value preposition yang distinctive untuk masing-masing

segmen.

4. Pengembangan dan pengelolaan program aliansi antar Direktorat atau Business

Unit dalam rangka optimalisasi layanan kepada nasabah, serta untuk lebih

menggali potensi bisnis nasabah-nasabah eksisting maupun value chain dari

nasabah-nasabah dimaksud.

Untuk dapat meraih aspirasinya menjadi Regional Champion Bank, Bank

Mandiri melakukan transformasi secara bertahap melalui 3 (tiga) fase:

51

(47)

1. Fase pertama"Back on Track"(2006 - 2007), yakni fokus untuk membenahi dan

membangun dasar-dasar pertumbuhan Bank Mandiri di masa datang;

2. Fase kedua "Outperform the Market" (2008 - 2009), yakni fokus pada

pertumbuhan bisnis Bank Mandiri agar dapat tumbuh signifikan di seluruh

segmen dan memiliki profitabilitas diatas rata-rata pasar;

3. Fase ketiga "Shaping the End Game" (2010), yakni fase dimana Bank Mandiri

dapat memiliki peranan aktif dalam proses konsolidasi sektor Perbankan

Indonesia.

Proses transformasi yang telah dijalankan Bank Mandiri sejak tahun 2005

hingga tahun 2010 secara konsisten berhasil meningkatkan kinerja Bank Mandiri,

tercermin dari peningkatan berbagai parameter finansial. Kredit bermasalah turun

signifikan, tercermin dari rasio NPL net konsolidasi yang turun dari sebesar 15,34%

di tahun 2005 menjadi 0,62% di tahun 2010. Selain itu laba bersih Bank Mandiri juga

tumbuh sangat signifikan dari Rp 0,6 Triliun di tahun 2005 menjadi Rp 9,2 Triliun di

tahun 2010.

Sejalan dengan transformasi bisnis, Bank Mandiri juga melakukan

transformasi budaya dengan merumuskan kembali nilai-nilai budaya untuk menjadi

pedoman pegawai dalam berperilaku. Bank Mandiri menetapkan 5 (lima) nilai

budaya perusahaan yang disebut "TIPCE" yaitu: Kepercayaan (Trust), Integritas

(Integrity), Profesionalisme (Professionalism), Fokus pada pelanggan (Customer

(48)

Bank Mandiri juga berhasil mencatat sejarah dalam peningkatan kualitas

layanan. Selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010,

Bank Mandiri berhasil menempati posisi sebagai service leader perbankan nasional

berdasarkan survey Marketing Research Indonesia (MRI) dengan menempati urutan

pertama pelayanan prima. Selain itu, Bank Mandiri juga mendapat apresiasi dari

berbagai pihak dalam hal penerapanGood Corporate Governance.

Kinerja Bank Mandiri yang terus meningkat ini direspon positif oleh investor

yang tercermin dari meningkatnya harga saham Bank Mandiri secara signifikan dari

posisi terendah Rp 1.110 per lembar saham pada tanggal 16 November 2005 menjadi

Rp 6.500 per lembar saham pada akhir tahun 2010. Dalam kurun waktu kurang lebih

5 tahun, nilai kapitalisasi pasar Bank Mandiri meningkat sekitar 6 kali lipat dari

sebelumnya hanya sebesar Rp 21,8 Triliun menjadi Rp 136,5 Triliun.

Bank Mandiri saat ini sedang dalam tahap pelaksanaan transformasi lanjutan

tahun 2010-2014 dimana Bank Mandiri telah melakukan revitalisasi visinya untuk

"Menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu progresif".

Dengan visi tersebut Bank Mandiri mencanangkan untuk mencapai milestone

keuangan di tahun 2014, yaitu nilai kapitalisasi pasar mencapai di atas Rp 225 Triliun

dengan pangsa pasar pendapatan mendekati 16%, ROA mencapai kisaran 2,5% dan

ROE mendekati 25%, namun tetap menjaga kualitas asset yang direfleksikan dari

rasio NPL gross di bawah 4%. Pada tahun 2014, Bank Mandiri ditargetkan mampu

mencapai nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia serta masuk dalam jajaran Top

(49)

dapat masuk dalam jajaran Top 3 di ASEAN dalam hal nilai kapitalisasi pasar dan

menjadi pemain utama di regional.

Untuk mewujudkan visi tersebut, transformasi bisnis di Bank Mandiri tahun

2010 - 2014 akan difokuskan pada 3 (tiga) area bisnis yaitu:

1. Wholesale transaction: Bank Mandiri akan memperkuat leadership-nya dengan

menawarkan solusi transaksi keuangan yang komprehensif dan membangun

hubungan yang holistik melayani institusi corporate & commercial di Indonesia.

2. Retail deposit & payment:Bank Mandiri memiliki aspirasi untuk menjadi bank

pilihan nasabah di bidang retail deposit dengan menyediakan pengalaman

perbankan yang unik dan unggul bagi para nasabahnya.

3. Retail financing: Bank Mandiri memiliki aspirasi untuk meraih posisi nomor 1

atau 2 dalam segmen pembiayaan ritel, terutama untuk memenangkan persaingan

di bisnis kredit perumahan, personal loan, dan kartu kredit serta menjadi salah

satu pemain utama dimicro banking.

Ketiga area fokus tersebut didukung dengan penguatan organisasi dan

peningkatan infrastruktur (cabang, IT, operation, risk management) untuk

memberikan solusi layanan terpadu. Disamping itu, Bank Mandiri memiliki

dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, teknologi yang selaluupdate,

penerapan manajemen risiko dalam menjalankan bisnis secaraprudentdan penerapan

Gambar

Gambaran Umum PT Bank Mandiri (Persero),Tbk ................. 28

Referensi

Dokumen terkait

Menurut hasil penelitian prosedur penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan dapat dilakukan dengan langka memberikan surat

dengan jaminan hak tanggungan. Penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan serta untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam

6 tanggungan sebagai jaminan pelunasan tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang- piutang yang bersangkutan atau perjanjian

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit adalah suatu hubungan hukum berupa perjanjian yang mengatur mengenai hak dan kewajiban

Dalam hal ini terdapat suatu transaksi jaminan yang dapat diartikan sebagai suatu ketetapan di mana suatu pihak baik sebagai individual/pribadi atau sebagai organisasi

Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan Dari pendapat-pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan

Kredit dengan jaminan hak tanggungan berperingkat artinya terdapat beberapa perjanjian utang dengan satu jaminan hak tanggungan, namun perjanjian utang tersebut

Saptika Handhini: Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Bermasalah Pada Bank Mestika Dharma Medan, 2006... Saptika Handhini: Perjanjian Kredit Dengan Jaminan