• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS PENYADAPAN GETAH PADA TEGAKAN

PINUS UMUR DELAPAN, SEMBILAN DAN SEPULUH

TAHUN

MARNI SUMARNINGTIAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Marni Sumarningtias

(4)

ABSTRAK

MARNI SUMARNINGTIAS. Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA.

Penyadapan getah pinus di Perum Perhutani, disadap pada umur 11 tahun dengan lebar quarre 6 cm. Sementara umur pinus dibawah 11 tahun belum disadap. Penelitian bertujuan untuk mengukur produktivitas getah pinus umur 8, 9 dan 10 tahun menggunakan metode quarre dan chaintech dengan lebar sadapan 2 cm dan menggunakan stimulansia asam anorganik dan etrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi getah. Produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada penyadapan getah pinus umur 10 tahun sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah pada umur 8 tahun dengan produktivitas rata-rata sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Metode chaintech

memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan quarre, karena luas bidang sadap lebih besar. Stimulansia asam anorganik memiliki hasil yang cenderung menurun, sedangkan etrat memiliki kecenderungan hasil yang meningkat, sehingga dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, sosial dan teknis, perlakuan dengan metode quarre lebar kadukul 2 cm dan stimulansia etrat merupakan alternatif yang paling tepat.

Kata kunci: jenis stimulansia, metode penyadapan, produktivitas getah pinus, umur pohon

ABSTRACT

MARNI SUMARNINGTIAS. Pine Resin Tapping Productivity on Eight, Nine, and Ten years-old Pine Stands. Supervised by GUNAWAN SANTOSA.

Pine resin in Perum Perhutani are tapped when pine stands are reached 11 years old, with quarre width is 6 cm. While less than 11 years old pine is not yet be tapped. This research aims to measure the resin tapping productivity of 8, 9, and 10 years old pine using quarre and chaintech method with 2 cm tapping width, also using anorganic acid and etrat as stimulant. Results show that each treatment has significant influence on tapping productivity. The highest productivity is 10 years old pine tapping with average productivity 6.92 g/tapping area/day and for 9 years old pine tapping with average productivity is 6.51 g/tapping are/day. The lowest is for 8 years old with average productivity is 3.13 g/tapping area/day. Chaintech

method has higher results than quarre method because of large tapping area. Anorganic acid stimulant gives a relatively receding results, while etrat is relatively increasing. Therefore, considering the economical, ecological, and technical aspects, quarre method treatment is the most suitable alternative available with 2 cm tapping equipment (kadukul) width also added with etrat stimulant.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PRODUKTIVITAS PENYADAPAN GETAH PADA TEGAKAN

PINUS UMUR DELAPAN, SEMBILAN DAN SEPULUH

TAHUN

MARNI SUMARNINGTIAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun. Penelitian dilaksanakan di RPH Hanjuang Tengah, BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten pada bulan Agustus hingga September 2014.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan nasihat, arahan, ilmu dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih untuk seluruh pihak Perum Perhutani, terutama pihak BKPH Lengkong Pak Ganjar, Pak Usu, Pak Dudung, Pak Tatang dan semua yang telah membantu. Terima kasih untuk beasiswa Bidik Misi yang telah membiayai penulis selama perkuliahan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Adam Purnama yang selalu ada ketika penulis membutuhkan dan selalu memberikan dukungan, terima kasih kepada Mas Mutiono dan sahabat Adhita Puspitasari, Dwi Anjarsari A, Maya Rianasari, Winda Astuti, Desi Wulan sari, Galuh Ajeng S, Meta Fadina P, Dita Muwartami, K Nurul A, Lerfi Marisiana, Quldino Taqwa Sungkawa, Rio Andreas, Advent K, M Izzudin Faizal, Restu Dwi Atmoko atas bantuan dan semangatnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman sebimbingan Astria Maulida I yang juga sahabat seperjuangan penelitian, Advent Kristian, Mirwan Satrianto, Dedi Anggara dan teman MNH 47 yang telah memberikan bantuan dan semangatnya. Serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Lokasi Penelitian 4

Produktivitas Penyadapan Getah Pinus 5

Kecenderungan Produktivitas Getah Pinus 5

Produktivitas Getah Pinus Menggunakan Pemberian Stimulansia 7 Pengaruh Perlakuan terhadap Produktivitas Getah Pinus 9 Perbandingan Metode Quarre dengan Metode Chaintech 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produktivitas rata-rata getah pinus (gram/bidang sadap/hari) 5 2 Analisis ragam pengaruh umur, metode, dan teknik penyadapan 9 3 Hasil uji duncan dari setiap perlakuan terhadap produktivitas getah 10 4 Lebar, tinggi dan luas total sadapan setiap metode 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi petak penelitian 4

2 Kondisi tumbuhan bawah 4

3 Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus 6 4 Pengaruh stimulansia terhadap produktivitas getah pinus 7

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lengkong, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sukabumi, memiliki beberapa kelas perusahaan, salah satunya adalah kelas perusahaan hutan pinus (Pinus merkusii). Pengelolaan hutan pinus diutamakan pada produktivitas getah pinus sebagai produksi utama. Getah pinus hasil penyadapan dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin sebagai bahan baku dalam industri kosmetik, farmasi, sabun, minyak cat, plastik dan kertas. Getah pinus merupakan salah satu komoditas yang memiliki jumlah permintaan tinggi di pasar lokal dan internasional, dimana 80 % produksinya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan Amerika (Perhutani 2011). Berdasarkan FAO (2010), Indonesia berada di urutan terbesar ke dua setelah Cina dalam perdagangan getah pinus internasional. Produksi getah dari Cina sebesar 430.000 ton (60 % dari total produksi di dunia), sedangkan Indonesia menghasilkan 69.000 ton (10 % dari total produksi di dunia). Data Perhutani (2011), menyebutkan bahwa pada tahun 2010 produksi gondorukem Perhutani Indonesia sebesar 55.000 ton dan terpentin sebesar 11.700 ton, sedangkan permintaan gondorukem di dunia naik sampai 1 juta ton per tahun, sehingga produksi gondorukem Indonesia untuk tahun 2011 ditargetkan sebesar 65.000 ton dan terpentin 15.000 ton.

Berdasarkan Pedoman Penyadapan Getah Pinus Perum Perhutani (2005), pohon pinus dapat disadap pada umur 11 tahun menggunakan metode quarre

ukuran 6 cm dengan mempertimbangkan diameter pohon. Seiring meningkatnya permintaan getah maka perlu adanya alternatif untuk mendorong pemanfaatan pohon pinus dibawah umur 11 tahun dengan diameter yang lebih kecil. Darmastuti (2014), menyebutkan bahwa pohon pinus dapat disadap dengan menggunakan kadukul yang lebih kecil yaitu ukuran 2 cm. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait produktivitas penyadapan pada pohon pinus umur 8, 9 dan 10 tahun dengan menggunakan kadukul ukuran 2 cm dan penggunaan metode

chaintech sebagai pembanding produktivitas getah pinus yang dihasilkan dari kedua alat, sehingga dapat diketahui penyadapan pada umur tersebut layak atau tidak untuk diusahakan.

Perumusan Masalah

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi getah pinus maka dilakukan penyadapan getah pada tegakan umur 8, 9, dan 10 tahun dengan menggunakan metode quarre dan metode chaintech. Hipotesa dari penelitian ini adalah bahwa penyadapan getah dapat dilakukan pada tegakan pinus umur 8, 9, dan 10 tahun, sehingga produktivitas getah dapat ditingkatkan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Perum Perhutani sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengoptimalkan produksi getah pinus dengan penyadapan pohon umur 8, 9 dan 10 tahun, sehingga pemanfaatan getah pinus dapat dilakukan secara optimal. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan informasi dalam peningkatan produktivitas getah pinus.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2014. Penelitian dilaksanakan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Hanjuang Tengah, BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah chainsaw kecil, kadukul ukuran 2 cm, parang, paku, talang sadap, pita ukur, sprayer, plastik ukuran 12 x 25 cm, timbangan digital, tally sheet, kalkulator, alat tulis, tali raffia, label, spidol permanen, stimulansia, dan laptop dengan Software SAS 9.1.3 (Statistical Analysis System). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon pinus (Pinus merkusii) umur 8, 9 dan 10 tahun.

Prosedur

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh kemampuan alami pohon dalam mengeluarkan getah. Pohon contoh yang digunakan berumur 8, 9 dan 10 tahun yang memiliki diameter > 10 cm dan berada pada satu hamparan dengan arah sadapan menghadap ke timur untuk mengoptimalkan hasil getah. Pohon contoh dalam penelitian pendahuluan berjumlah 50 pohon untuk setiap umur. Pohon contoh terpilih disadap menggunakan metode quarre tanpa pemberian stimulansia dengan periode pelukaan 3 hari dan waktu pengamatan selama 10 hari serta pemanenan getah sebanyak 3 kali. Setelah data produksi diperoleh maka dapat ditentukan 40 pohon contoh setiap umur yang kemudian diteliti pada penelitian utama dengan menghilangkan 10 pohon contoh untuk setiap umur yang memiliki produktivitas ekstrim tinggi dan rendah.

Penelitian Utama

Kegiatan pada penelitian utama antara lain: 1. Rancangan Percobaan

(13)

3 ulangan sehingga diperoleh 120 perlakuan percobaan.

2. Penentuan Pohon Contoh

Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh 40 pohon contoh setiap umur. Selanjutnya 40 pohon contoh tersebut dikelompokkan dan ditandai berdasarkan perlakuan yang diberikan. Penelitian ini berlangsung selama 30 hari dengan perbaharuan luka 3 hari sekali dan pemanenan getah dilakukan sebanyak 10 kali. Pohon contoh yang berjumlah 40 pohon dibagi ke dalam 4 perlakuan yaitu 10 pohon dengan menggunakan metode quarre asam anorganik, 10 pohon metode quarre

etrat, 10 pohon metode chaintech asam anorganik dan 10 pohon menggunakan

chaintech etrat dengan pemberian stimulansia pada setiap umur sama yaitu 0.5 cc atau satu kali semprotan/bidang sadap. Penempatan pohon contoh tersebut diurutkan berdasarkan produktivitas dari produktivitas getah yang tertinggi sampai dengan yang terendah, sehingga setiap perlakuan mempunyai pohon contoh dengan produktivitas yang relatif sama.

Analisis Data

Pengaruh faktor perlakuan berdasarkan periode perbaharuan luka terhadap peningkatan produktivitas getah pinus dapat dianalisis dengan analisis ragam atau

Analysis of Variance (ANOVA) Mattjik dan Sumertajaya (2013). Analisis ragam untuk rancangan faktorial menggunakan tiga faktor yaitu umur, metode, dan stimulansia dengan ulangan yang sama. Hipotesis yang perlu di uji apabila semua faktor tetap:

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:

1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada

selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang

kepercayaan 95% (α = 0,05).

Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus, maka dilakukan pengujian kembali dengan Uji Duncan menggunakan

(14)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi Penelitian

RPH Hanjuang Tengah secara geografis terletak antara 7°5’12” ̶ 7°9’49” LS dan 106°40’34” ̶ 106°40’9” BT dengan ketinggian tempat 640 mdpl. Menurut

pembagian wilayah pengelolaan administratif kehutanan, RPH Hanjuang Tengah termasuk ke dalam wilayah BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tipe iklim RPH Hanjuang Tengah berdasarkan kriteria Schmidt dan Ferguson adalah tipe iklim B, dengan curah hujan rata-rata 2.426 mm/tahun. Topografi wilayah termasuk bergelombang dengan jenis tanah latosol dan podsolik.

Penyadapan getah Pinus merkusii dengan metode quarre dan metode

chaintech dilakukan di areal RPH Hanjuang Tengah yang terletak tidak jauh dari kantor BKPH Lengkong. Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat 646 sampai 698 mdpl dengan arah lereng areal penelitian menghadap ke timur. Pengelolaan lahan pinus di BKPH Lengkong menggunakan pola tumpang sari dengan masyarakat. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat berupa tanaman pertanian seperti singkong, cabai, terong, jahe, dan kunyit. Kondisi petak penelitian (Gambar 1) dengan tumbuhan bawah cukup rapat pada petak umur 8 dan 10 tahun (Gambar 2). Jenis harendong bulu (Clidemia hirta) dan rumput teki (Cyperus rotundus)

sangat mendominasi lokasi tersebut.

(a) (b) (c)

(a) (b) (c)

Gambar 2 Kondisi tumbuhan bawah (a) petak umur 8 tahun, (b) petak umur 9 tahun dan (c) petak umur 10 tahun

(15)

5

Produktivitas Penyadapan Getah Pinus

Kegiatan penyadapan getah pinus pada umur muda yaitu 8, 9 dan 10 tahun bertujuan untuk meningkatkan produksi getah di KPH Sukabumi. Hasil penyadapan yang telah dilakukan, diperoleh produktivitas rata-rata getah pinus, untuk setiap umur ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Produktivitas rata-rata getah (gram/bidang sadap/hari)

Umur

Tabel 1 menunjukkan produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada penyadapan getah pinus umur 10 tahun sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah pada umur 8 tahun dengan produktivitas rata-rata sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Pinus umur 10 tahun memiliki produktivitas rata-rata tertinggi karena dipengaruhi diameter. Menurut Kasmodjo (2011) dalam Sukadaryati dan Dulsalam (2013), diameter yang lebih besar menunjukkan porsi kayu gubalnya lebih besar. Kayu gubal mengandung banyak saluran getah pinus, sehingga bila bagian kayu gubal lebih banyak akan memungkinkan getah pinus yang dihasilkan juga lebih banyak. Wibowo (2006) menyatakan bahwa semakin besar kelas diameter yang disadap cenderung semakin besar getah yang akan dihasilkan.

Produktivitas rata-rata hasil penyadapan pinus dalam penelitian ini memiliki nilai yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian lain yang mengukur produktivitas penyadapan getah pada pohon pinus dengan kelas umur III (11 ̶ 15 tahun). Ulum (2007) mendapatkan produktivitas rata-rata penyadapan pinus untuk kelas umur III sebesar 20 gram/bidang sadap/hari. Produktivitas tersebut diperoleh dengan penyadapan menggunakan kadukul ukuran 10 cm dan pemanenan dilakukan selama 20 kali panen. Angka tersebut tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang memperoleh produktivitas rata-rata pada pohon umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari dan umur 10 tahun sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari yang disadap menggunakan kadukul ukuran 2 cm dan pemanenan dilakukan selama 10 kali panen. Berdasarkan hal tersebut, penyadapan pohon pinus untuk umur 9 dan 10 tahun dinilai dari segi teknis dan produksi layak diterapkan sedangkan untuk umur 8 tahun dinilai lebih baik tidak disadap terlebih dahulu supaya dapat menghasilkan getah yang lebih besar.

Kecenderungan Produktivitas Getah Pinus

(16)

6

hasil rata-rata produktivitas getah pinus berfluktuatif seperti ditampilkan pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

Keterangan : Qe (Quarre Etrat), Qa (Quarre Asam anorganik), Ce (Chaintech Etrat), Ca (Chaintech Asam anorganik)

0,00

(17)

7 Produktivitas rata-rata getah pinus pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pada periode panen ke-1 getah yang dihasilkan setiap umur cenderung tinggi, sedangkan pada periode panen ke-2, rata-rata produksi getah menurun. Kecenderungan hasil getah yang tinggi pada periode panen ke-1, dikarenakan getah yang keluar merupakan hasil getah dari pohon yang baru dilakukan penyadapan. Penurunan produksi getah pinus terjadi pada periode panen ke-2. Hal ini dikarenakan kondisi pohon yang belum stabil dan masih dalam proses menyesuaikan diri. Persediaan getah di dalam pohon menjadi sangat sedikit karena sudah keluar banyak pada panen pertama. Kecenderungan produktivitas getah pada panen ke-3 kembali meningkat dan sudah cukup stabil. Berdasarkan Gambar 3 produksi rata-rata getah menggunakan etrat menghasilkan getah yang cenderung naik, sedangkan menggunakan asam anorganik getah yang dihasilkan cenderung turun. Penggunaan asam anorganik pada penelitian penyadapan ini menyebabkan hasil getah cenderung lebih banyak pada periode panen awal, sedangkan pada penggunaan etrat menghasilkan getah yang semakin meningkat. Terlihat pada Gambar 3, penyadapan menggunakan metode quarre getah yang dihasilkan cenderung naik, sedangkan metode chaintech menunjukkan hasil getah yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan pada metode chaintech luka sadapan membentuk garis lurus ke atas sehingga ketika luka sadapan semakin ke atas, getah akan menempel dan sulit untuk ke bawah.

Produktivitas Getah Pinus Menggunakan Pemberian Stimulansia Etrat dan Asam Anorganik

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi getah adalah dengan pemberian stimulansia atau zat perangsang dalam penyadapan getah pinus. Stimulansia tersebut adalah etrat 1240 dan asam anorganik. Menurut Santosa (2011), etrat atau zat pengatur tumbuh mengandung bahan aktif dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat, sedangkan asam anorganik merupakan campuran dari 15 % asam sulfat dan 2 % asam nitrat. Perum Perhutani menggunakan stimulansia asam anorganik sebagai upaya peningkatan produktivitas getah pinus. Produktivitas yang dihasilkan dengan penggunaan stimulansia asam anorganik dan etrat pada kegiatan penyadapan getah pinus ditampilkan pada Gambar 4.

Keteranngan : Qe = Quarre Etrat, Qa = Quarre Asam anorganik, Ce = Chaintech Etrat, Ca = Chaintech Asam anorganik

(18)

8

Gambar 4 menunjukkan penggunaan stimulansia asam anorganik menghasilkan produksi getah tertinggi dengan kisaran antara 5.70 – 6.60 gram/bidang sadap/hari, sedangkan produksi getah dengan menggunakan etrat yaitu berkisar antara 4.60 – 5.70 gram/bidang sadap/hari. Produksi getah dengan asam anorganik lebih tinggi, dikarenakan fungsi dari asam anorganik adalah menghambat penutupan luka sadapan. Menurut Santosa (2011), CAS atau asam anorganik memberikan efek panas terhadap getah sehingga getah lebih lama dalam keadaan cair dan mudah mengalir keluar dari saluran getah, namun keadaan seperti ini hanya bersifat sementara saja, karena CAS bersifat asam kuat yang dapat merusak kayu dan lama-kelamaan dapat mengurangi produktivitas getah.

Penggunaan stimulansia asam anorganik mampu menghasilkan getah yang cukup tinggi, namun penggunaan asam anorganik dalam kegiatan penyadapan getah pinus dapat mematikan sel-sel epithel disekitar batang pohon pinus dan luka sadapan berwarna cokelat kehitaman serta kondisi pohon menjadi tidak sehat. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Darmastuti (2011), yang menyebutkan bahwa penggunaan CAS atau asam anorganik membuat pinus sukar untuk mengeluarkan getah, karena sel-sel epithel penghasil getah yang telah mati, sehingga pada saat melakukan perbaharuan luka, kayu gubal terasa keras. Secara fisik, hal ini ditandai dengan berubahnya warna bidang sadapan dari cokelat muda menjadi cokelat tua kehitaman. Sukadaryati dan Dulsalam (2013) mengatakan bahwa disatu sisi penggunaan stimulansia dengan bahan dasar asam kuat dapat meningkatkan produksi getah, namun di sisi lain dapat membahayakan kesehatan penyadap getah dan pohon pinus sebagai penghasil getahnya, serta diduga terdapat kandungan bahan kimia yang berasal dari stimulansia di dalam getah hasil sadapan, sehingga dapat mengganggu penggunaan getah lebih lanjut. Menurut LIPI (2004) dalam

Darmastuti (2014), uap asam sulfat dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta mengganggu paru-paru. Selain itu, cairan asam sulfat juga dapat merusak kulit dan menimbulkan kebutaan. Penggunaan etrat dalam kegiatan penyadapan menghasilkan luka sadapan berwarna cokelat bening serta aman bagi penyadap, lingkungan sekitar dan untuk kelestarian pohon kedepannya. Perbedaan luka sadapan pohon pinus menggunakan etrat dan asam anorganik ditampilkan pada Gambar 5.

(19)

9

(b) (b)

(c) (d)

Pengaruh Perlakuan terhadap Produktivitas Getah Pinus

Analisis pengaruh berbagai perlakuan terhadap produktivitas hasil sadapan getah pinus dilakukan dengan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Analisis dilakukan menggunakan analisis ragam untuk rancangan faktorial dengan tiga faktor yaitu umur, metode, dan penggunaan stimulansia dengan ulangan yang sama. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisis ragam pengaruh umur, metode, dan teknik penyadapan

Keterangan : A: Umur, B: Metode, C: Stimulansia, *= beda nyata (α=0.05%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap rata-rata produktivitas getah pinus. Nilai F hitung setiap variabel yang diukur lebih besar dari F tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima yang berarti setiap variabel memberikan pengaruh yang nyata.

(20)

10

Interaksi antara metode dengan stimulansia dan umur dengan metode tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata produktivitas getah pinus. Hal ini dikarenakan teknik penyadapan dan jenis stimulansia yang digunakan dalam kegiatan penyadapan tidak akan mempengaruhi besar kecilnya getah pinus yang diperoleh. Selanjutnya untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda nyata dilakukan analisis menggunakan Uji Duncan. Hasil Uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Uji Duncan dari setiap perlakuan terhadap produktivitas getah pinus

Perlakuan Kode Jumlah data

Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis kelompok perlakuan B yaitu A1 (umur 8 tahun) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap produktivitas getah pinus yang dihasilkan, sedangkan kelompok perlakuan A yaitu A2 (umur 9 tahun) dan A3 (umur 10 tahun) memberikan pengaruh yang sama terhadap produktivitas getah pinus. Hal ini berarti bahwa kegiatan penyadapan dapat dilakukan pada umur 9 tahun ataupun umur 10 tahun karena hasil yang diperoleh akan tetap sama, sehingga umur sadap buka dalam kegiatan penyadapan getah pinus dapat diturunkan 2 tahun lebih awal dari yang sudah ditetapkan sebelumnya pada pedoman penyadapan getah pinus Perum Perhutani tahun 2005 yang menetapkan penyadapan getah dilakukan pada pinus umur 11 tahun.

Perbandingan Metode Quarre dengan Metode Chaintech

Penggunaan metode chaintech dan metode quarre memiliki kenaikan bidang sadap yang berbeda setiap periode pelukaan. Perbedaan luas bidang sadap ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Lebar, tinggi dan luas total sadapan setiap metode

Umur Metode Lebar

(21)

11 Pada Tabel 4 terlihat bahwa penggunaan metode chaintech memiliki luas total sadapan tertinggi pada umur 10 tahun yaitu sebesar 114 cm2, sedangkan luas total luka sadapan terkecil adalah menggunakan metode quarre yaitu sebesar 72 cm2.Tinggi awal sadapan metode quarre adalah 6 cm dan rata-rata pembaharuan luka sebesar 3.70 cm/periode pelukaan, sedangkan tinggi awal sadapan menggunakan metode chaintech adalah 10 cm dan rata-rata pembaharuan luka sebesar 5.20 cm/periode pelukaan yaitu setiap 3 hari sekali dengan pemanenan getah sebanyak 10 kali pada setiap umur. Perbedaan luas bidang sadap setiap metode mempengaruhi besar kecilnya getah yang dihasilkan. Penggunaan

chaintech memiliki hasil yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan quarre, karena luas bidang sadap metode chaintech lebih besar. Akan tetapi, penggunaan metode chaintech untuk jangka panjang pada kegiatan penyadapan getah pinus tegakan muda dengan luka sadapan yang besar serta adanya getaran yang ditimbulkan dari mesin chainsaw akan mempercepat pohon tumbang dan mengganggu proses pertumbuhan pohon.

Teknik penyadapan menggunakan metode chaintech berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan operator. Hal ini dikarenakan pada kegiatan penyadapan getah, operator tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap. Secara umum, teknik penyadapan menggunakan metode quarre lebih mudah di aplikasikan dibandingkan dengan teknik penyadapan metode chaintech. Teknik penyadapan metode chaintech memerlukan biaya bahan bakar dan biaya perawatannya cukup besar, sedangkan metode quarre perawatannya hanya menggunakan kikir. Dilihat dari segi adaptasi masyarakat Indonesia terhadap alat, masyarakat lebih suka menggunakan kadukul. Selain itu, metode chaintech lebih berat dibandingkan metode quarre dengan kadukul ukuran 2 cm, sehingga kadukul ukuran 2 cm lebih mudah dan nyaman untuk dibawa ke lapangan, serta tingkat kerusakan yang ditimbulkan dengan menggunakan metode quarre lebih rendah dibandingkan dengan metode chaintech.

Perbedaan tenaga dalam melakukan kegiatan penyadapan baik dengan menggunakan metode quarre maupun chaintech akan membuat kedalaman dan tinggi pelukaan setiap bidang sadap berbeda-beda. Kendala dari metode chaintech

yaitu operator kurang terampil dalam pengoperasian mesin chainsaw pada kegiatan penyadapan getah pinus, sehingga menyebabkan sadapan yang kurang rapi dan menimbulkan serabut pada bidang sadap yang dapat mempengaruhi produksi getah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada penyadapan getah pinus umur 10 tahun yaitu sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah dihasilkan pada penyadapan getah pinus umur 8 tahun yaitu sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Penyadapan pada umur 9 dan 10 tahun secara teknis dan produksi layak diusahakan. Pada awal penyadapan stimulansia asam anorganik memiliki hasil relatif tinggi kemudian cenderung menurun, sedangkan stimulansia etrat memiliki kecenderungan hasil yang meningkat. Teknik penyadapan menggunakan chaintech memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan quarre, karena luas bidang sadap metode

(22)

12

Saran

Penyadapan getah direkomendasikan mulai dari pinus umur 9 tahun. Penyadapan lebih baik menggunakan stimulansia etrat yang lebih ramah lingkungan karena stimulansia asam anorganik menimbulkan berbagai dampak negatif untuk kelestarian pohon pinus ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA

Darmastuti IN. 2011. Pengaruh penggunaan stimulansia organik dan zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap produktivitas penyadapan getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Darmastuti IN. 2014. Penyempurnaan metode quarre dan stimulansia organik pada penyadapan getah pinus. [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Doan ANG. 2007. Ciri-ciri fisik pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) banyak menghasilkan getah dan pengaruh pemberian stimulansia serta kelas umur terhadap produktivitas getah pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri KPH Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

FAO. 2010. Pertanian Kehutanan [internet]. [diunduh 2014 Desember 2]. Tersedia pada http://petanitangguh.blogspot.com/2014/01/penyadapan-getah-pinus. Kasmodjo. 2011. Dasar-dasar Pengolahan Gondorukem. Yogyakarta (ID).

Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Lembar Data Keselamatan Bahan Kimia [internet]. [diunduh 2014 Maret 7]. Tersedia pada: http//Kimianet.lipi.go.id/database.cgi?bacadatabase&&&1&1098595676&10 98638744.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.

Perum Perhutani. 2005. Petunjuk Penyadapan Getah Pinus. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 792/KPTS/DIR/2005. Jakarta.

Perum Perhutani. 2006a. Uji Coba Penyadapan Getah Secara Bor. Kesatuan Pemangkuan Hutan Malang. Laporan tidak dipublikasikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan.

Perhutani. 2011. Gondorukem Jadi Bisnis yang Menjanjikan [internet]. [diunduh 2014 Desember 2]. Tersedia pada: http://perumperhutani.com/2011/10. Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap Peningkatan Produktivitas

Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

(23)

13

Sukarno A, Hardiyanto EB, Marsoem SN, Nai’em M. 2012. Pengaruh Perbedaan

Kelas Umur terhadap Produktivitas Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese Ras Lahan Jawa melalui Penyadapan Getah Metode Bor. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 3 (1).

Ulum MM. 2007. Pengaruh kelas umur dan jenis stimulansia serta analisis biaya pada penyadapan getah pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) (Studi Kasus: RPH Ciguha BKPH Cikawung KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu, pada tanggal 1 Agustus 1992, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Caryono dan Ibu Sri Arwati. Penulis pernah menempuh pendidikan di SDN Panlon 1 dari tahun 1998 hingga 2004, kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Sindang (2004-2007), dan SMA Kornita IPB (2007-2010). Selanjutnya, penulis diterima kuliah di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2010.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan Profesi Forest Management Students Club (FMSC) sebagai anggota kelompok studi sosial ekonomi periode 2011-2012, anggota Sylva Indonesia divisi informasi dan komunikasi periode 2011-2012. Pada tahun 2012-2013 penulis terpilih sebagai penanggung jawab kelompok studi sosial ekonomi di FMSC, dan aktif sebagai anggota Sylva Indonesia pada tahun 2011-2013 divisi bank plastik dan aktif organisasi diluar kampus sebagai anggota Kemangteer Jakarta pada tahun 2013 hingga sekarang. Selama kuliah penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan.

Praktik yang pernah diikuti penulis yaitu Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Tanamn Nasional Gunung Ciremai Kuningan dan Losarang Indramayu pada tahun 2012, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi pada tahun 2013, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II, Papua pada tahun 2014.

Gambar

Gambar 1  Kondisi petak penelitian (a) petak umur 8 tahun, (b) petak umur 9  tahun
Tabel 1  Produktivitas rata-rata getah (gram/bidang sadap/hari)
Gambar 3.
Gambar 5  Kondisi luka sadapan (a).

Referensi

Dokumen terkait

Jadi kesimpulannya, dengan efektifnya informasi yang diberikan melalui iklan tersebut, yang berupaya untuk mengenalkan merek dari produk yang ditawarkan, sehingga

Pelaksanaan prosedur simpan-pinjam di Koperasi Pegawai Republik Indonesia Murakabi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen bisa dikatakan terlaksana dengan baik,

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun dalam

temperatur 100 0 C – 150 0 C untuk digunakan pada proses pemanasan sistem uap pada industri tahu, 2) merancang kontruksi boiler yang aman dengan standar perancangan ASME

dilestarikan karena berada pada undang-undang adat yang mengatur tentang seni dalam masyarakat Minangkabau dan tidak bertentangan dengan falsafah adat Minangkabau

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh baik secara simultan maupun parsial antara motivasi, disiplin dan lingkungan belajar terhadap prestasi mata pelajaran

Coregistration for TOF cameras and RGB images is done calculating the relative orientation in a bundle adjustment with Homologous points (Hastedt and Luhmann, 2012)

[r]