• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kota Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kota Bandung, Jawa Barat"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK

OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

EMMA RACHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Bandung, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

ABSTRAK

EMMA RACHMWATI. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD.

Pemanfaatan tumbuhan dalam pengobatan tradisional sudah dilakukan oleh masyarakat sejak zaman dahulu hingga saat ini. Tumbuhan obat yang digunakan dalam bentuk simplisia nabati dan produk obat tradisional. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional, sumber dan harga jual simplisia nabati serta status keterancaman spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara. Teridentifikasi 94 spesies tumbuhan obat dari 44 famili yang didominasi oleh famili Zingiberaceae (10.64%) dan 11 jenis simplisia dari habitus pohon sebanyak 32 spesies, daun/folium (26.80%). Simplisia nabati yang diperdagangkan berasal dari hasil budidaya dan tumbuh liar baik di hutan maupun non hutan. Diketahui 71 produk obat tradisional yang berasal dari 29 industri jamu dengan bahan baku didominasi dari rimpang temulawak sebanyak 38 produk. Simplisia nabati yang diperdagangkan berasal dari dalam dan luar negeri dengan harga jual berkisar Rp 3 000–Rp 60 000 per ons. Teridentifikasi 17 spesies tumbuhan obat masuk status keterancaman menurut CITES, IUCN dan LIPI.

Kata kunci: nabati, obat tradisional, simplisia

ABSTRACT

EMMA RACHMAWATI, Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional Medicine Products Trade in Bandung City, West Java. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD.

The utilization of plants in traditional medicine since anciently until now . Medicinal plants are used in the form of vegetable simplisia and traditional medicine products. The purpose of this study were to identify diversity of vegetable simplisia and traditional medicine product, source and price of sale, also threateaned status of medicine plants in Bandung city. That data was collected using direct observation and interview method. There were 94 species of medicinal plants from 44 famillies that dominated by Zingiberaceae (10.64%) and 11 simplisia spesies from life form was tree 32 species, simplisia leaf/Folium (26.80%). There are 71 kinds of traditional medicinal products from 29 traditional industries with dominant composition of temulawak rhizome (38 products). Vegetable simplisia trade derived from domestic and foreign by selling price range Rp 3 000–Rp 60 000 per ons. Identified 17 spesies include medicinal plants of threatened category according to CITES, IUCN and LIPI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK

OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

EMMA RACHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Keanekaragaman impli ia abati dan Produk Obat Tradisional Nama

NIM

yang -an di Kota Bandung, Jawa Barat : Emma Racmawa i

: E341 10044

Dr Ir MSc

Pembimbing I

Tanggal Lulus: 2 7 JAN 2016

Disetujui oleh

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah perdagangan simplisia, dengan judul Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Bandung, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, saran dan waktu yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Harnios Arif, MSc dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku ketua sidang dan dosen penguji atas arahan, saran dan motivasi yang diberikan. Disamping itu, penulis juga berterima kasih kepada bapak dan ibu responden pedagang dan pembeli simplisia nabati dan produk obat tradisional di Kota Bandung yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Rachman Waluyo dan Ibunda Endang S Retnowati, Kakak Eva Rachmawaty dan Febriansyah atas bantuan, doa, dukungan dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga besar LAWALATA IPB khususnya Angkatan Siberut, teman-teman KSHE 48, Tim PKLP TNGGP, Wisma Arsida 2, Intensive 2011 atas segala canda tawa, suka-duka, kebersamaan, kekeluargaan dan pengalaman berharga yang penulis dapatkan selama mengikuti perkuliahan, kegiatan organisasi serta kegiatan lapang di Institut Pertanian Bogor

Bogor, Januari 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 2

Metode Pengambilan Data 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Karakteristik Responden Pedagang 8

Karakteristik Responden Pembeli 9

Keanekaragaman Simplisia Nabati 11

Status Keterancaman dan Kelangkaan Tumbuhan obat 17

Perdagangan Simplisia Nabati 20

Produk Obat Tradisional 23

Upaya Pelestarian Spesies Tumbuhan Obat Langka 26

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 3

2 Kondisi umum masing-masing pasar 7

3 Karakteristik responden pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan jenis kelamin

8 4 Komposisi responden pembeli berdasarkan jenis kelamin dan kelas

umur

10 5 Jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar 12 6 Jenis simplisia yang diperdagangkan di Padang, Magelang, Kudus,

Kediri, Pati, dan Bandung

13 7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi di pasar Kota

Bandung

14 8 Spesies tumbuhan obat pada lima famili yang diperdagangkan dengan

jumlah tertinggi

14 9 Spesies tumbuhan obat pada habitus pohon dan herba yang

diperdagangkan di pasar

15 10 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan 16 11 Jumlah spesies tumbuhan yang berasal dari hutan 18 12 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI 19 13 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual tertinggi 21 14 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual terrendah 21 15 Jumlah tumbuhan obat yang diperdagangkan dimasing-masing

pedagang

16 Spesies tumbuhan obat yang hanya diperdagangkan di Kota Bandung 17 Jumlah produk obat tradisional yang dijual oleh masing-masing

pedagang

18 Klasifikasi produk obat tradisional berdasarkan kelompok jamu 19 Simplisia yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk obat

tradisional

1 Kondisi pasar: a. Pasar Cihaurgeulis, b. Pasar Ancol Karapitan 8 2 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat

tradisional berdasarkan kelompok umur

9 3 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat

tradisional berdasarkan tingkat pendidikan

9 4 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat

tradisional berdasarkan tingkat pendidikan

10 5 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat

tradisional berdasarkan mata pencaharian

(11)

kering

7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan habitus

15 8 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan

sumber perolehan

17 9 Kelompok pengelolaan lestari akibat pemanenan pada tumbuhan liar 19 10 Simplisia kayu manis a. Cinnamomum burmanii, b. Cinnamomum

cassia

20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Simplisia nabati dan spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan 34 2 Pengelompokan spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok

penyakit/penggunaan

42 3 Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Bandung 59 4 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Padang, Magelang,

Kudus, Kediri, Pati dan Bandung

83

5 Produk obat tradisional yang dikonsumsi 96

6 Jenis simplisia yang dikonsumsi 97

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki 1 845 spesies tumbuhan hutan hujan tropis yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat (Zuhud dan Haryanto 1994). Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitasnya seta kecenderungan masyarakat kembali ke alam meneguhkan peran penting tumbuhan sebagai obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinggi. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 mendefinisikan tumbuhan obat sebagai tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor) atau tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati 2004). Zuhud et al. (1994) mengelompokan tumbuhan obat menjadi 3 kelompok, yaitu: tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial. Kemala et al. (2003) menyatakan bahwa sebagian besar industri obat tradisional memproduksi dalam bentuk jamu dan simplisia yang memiliki khasiat tumbuhan yang beragam.

Simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan kemudian digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60º (Kementrian Kesehatan RI 2009). Simplisia nabati yang banyak dipasarkan berupa daun, batang, kulit batang, akar dan lain-lain. Tumbuhan obat yang dijual biasanya dalam bentuk rajangan ataupun ramuan. Kementrian Kesehatan RI (2012) menyatakan bahwa konsumen tumbuhan obat didominasi oleh pabrik obat tradisional/modern, toko obat/jamu tradisional.

Meningkatnya pemasaran jamu dan obat tradisional membuka peluang untuk melakukan pengembangan terhadap tumbuhan obat-obatan (Mutiatikum et al. 2010). Hal ini didorong oleh peran pemerintah untuk pengembangan tumbuhan obat dan menggalakan pengobatan dengan isu back to nature dalam gaya hidup masyarakat Indonesia pada saat ini (Wijayakusuma 1999). Hasil penelitian Purwandari (2001) menyebutkan bahwa sebanyak 47.24% tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh industri obat tradisional sebagai bahan baku obat tradisional berasal dari tumbuhan liar dan hasil budidaya atau impor

(14)

2

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai jenis simplisia nabati dan produk obat tradisional yang terdapat di pasaran.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar Kota Bandung, Jawa Barat. 2. Mengidentifikasi produk obat tradisional serta bahan baku pembuatan `produk

obat tradisional yang diperdagangkan di pasar Kota Bandung, Jawa Barat. 3. Mengidentifikasi sumber dan harga jual simplisia nabati yang diperdagangkan

di pasar Kota Bandung, Jawa Barat.

4. Mengidentifikasi status keterancaman dan kelangkaan pada spesies tumbuhan obat yang digunakan sebagai sumber simplisia nabati.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

1. Menjadikan informasi mengenai jenis simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Kota Bandung.

2. Menjadi acuan dan informasi bagi kegiatan pelestarian dan upaya budidaya spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dan dimanfaatkan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di pasar atau lokasi penjualan simplisia nabati dan produk obat tradisional di Kota Bandung, Jawa Barat. Pasar yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Pasar Cihaurgeulis, Pasar Ancol Karapitan, Pasar Baru, Pasar Kiaracondong. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2015.

Alat dan Bahan

(15)

3

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan meliputi: kondisi umum Kota Bandung, karakteristik pedagang, karakteristik pembeli, simplisia nabati dan produk obat tradisional dan studi literatur mengenai tumbuhan obat dan obat tradisional (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No Jenis data Uraian Sumber data Metode

3 Simplisia nabati  Nama spesies

 Jenis simplisia

(16)

4

Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan lisan melalui percakapan dengan orang atau responden mengenai topik tertentu (Salerno et al. 2005). Metode wawancara dilakukan secara semi terstruktur.

Kegiatan wawancara dilakukan menggunakan panduan wawancara yang telah disediakan. Responden dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling yang artinya wawancara dilakukan pada seluruh pedagang simplisia dan produk obat tradisional yang ditemukan di lokasi penelitian.

Data yang diperoleh dari hasil wawancara meliputi profil pedagang dan pembeli (nama pedagang, umur, jenis kelamin, lokasi, tingkat pendidikan, mata pencaharian, suku/etnis), nama spesies simplisia nabati yang diperdagangkan, khasiat simplisia nabati yang diperdagangkan, sumber pasokan serta harga jual simplisia nabati dan produk obat tradisional.

Studi literatur

Studi literatur atau kajian pustaka dilakukan guna mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Studi literatur bersumber dari buku, jurnal, artikel dan lain-lain, sehingga dapat mendukung data penelitian yang sudah diperoleh. Kegiatan studi literatur dilakukan sebelum dan setelah dilakukannya penelitian. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan cek silang data yang diperoleh di lapangan.

Pengumpulan contoh simplisia nabati dan produk obat tradisional

Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional diperlukan untuk kepentingan dokumentasi dan verifikasi spesies yang digunakan. Contoh simplisia dan produk obat tradisional diperoleh dari setiap pedagang. Jika terdapat contoh sample yang sama, maka pengambilan contoh hanya dilakukan pada satu pedagang.

Identifikasi spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati

Identifikasi spesies tumbuhan obat dilakukan guna mengetahui nama ilmah dari spesies tersebut. Proses identifikasi dilakukan menggunakan buku panduan tumbuhan obat Heyne (1987), Dalimartha (1999) dan Zuhud et al. (2014).

Pengelompokkan tata nama simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Pemberian nama pada simplisia ditetapkan dengan menyebut nama marga (genus), nama jenis (species), dan bila memungkinkan petunjuk jenis (varietas) diikuti dengan bagian yang digunakan.(Kepmenkes RI 2009).

(17)

5

Analisis Data

Karakteristik responden

Data profil pedagang dan pembeli dianalisis secara deskriptif dan data disajikan menggunakan diagram, grafik dan tabel.

Keanekaragaman simplisia nabati

Dalam menghitung keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Berikut adalah rumusan yang digunakan dalam menghitung persentase famili, habitus, bagian yang digunakan, status budidaya tumbuhan obat:

Persentase famili digunakan untuk mengetahui jumlah famili pada tumbuhan obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku simplisia nabati. Persentase famili dihitung dengan rumus:

Persentase habitus adalah telaah mengenai persentase habitus yang dimanfaatkan terhadap habitus yang ada. Tjitrosoepomo (1988) menyatakan bahwa terdapat habitus dari berbagai spesies tumbuhan yaitu: pohon, perdu, semak, herba, liana dan epifit. Persentase habitus dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Fakhrozi 2009):

Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi akar, batang, daun, buah, bunga, kulit batang, rimpang, umbi, seluruh bagian tumbuhan/herba. Perhitungan persen bagian yang digunakan untuk mengetahui persentase setiap bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Fakhrozi (2009) menyatakan persen bagian yang digunakan dihitung dengan rumus:

Persentase status budidaya adalah bentuk analisis terhadap tumbuhan saat ditemukan. Tumbuhan yang ditemukan dapat berupa tumbuhan hasil budidaya ataupun tumbuhan liar baik di hutan maupun non hutan. Persentase status budidaya dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Metananda 2012):

Penggunaan spesies tumbuhan obat

(18)

6

(screening) terhadap khasiat masing-masing spesies tumbuhan obat. Kelompok penyakit dibagi berdasarkan kelompok penyakit/penggunaannya menjadi 29 kelompok kegunaan (Oktaviana 2008).

Potensi pengelolaan lestari dan status kelangkaan spesies tumbuhan obat

Peters (1994) mengelompokkan status tumbuhan berdasarkan potensi untuk dilakukan pengelolaan secara lestari akibat kegiatan pemanenan pada bagian tertentu tumbuhan.Kategori tersebut yaitu:

Rendah (Low) : Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi: akar, batang, kulit batang, rimpang, herba

Sedang (Medium) : Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi: getah, biji, buah dan bunga

Tinggi (High) : Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi: getah, buah dan daun

Persentase potensi pengelolaan lestari dihitung dengan rumus:

Status keterancaman dan kelangkaan pada spesies tumbuhan obat dikategorikan menurut CITES (2015), IUCN (2015), LIPI (Mogea et al. 2001). Perlindungan spesies menurut CITES dikategorikan menjadi 3, yaitu: Appendix I, Appendix II dan Appendix III. Appendix I memuat jenis-jenis yang memiliki status endangered sehingga perdagangannya dilarang, kecuali untuk hal-hal tertentu yang diatur dan dikontrol sangat ketat. Appendix II memuat spesies yang berpotensi endangered apabila sistem perdagangan internasionalnya tidak dikontrol. Appendix III merupakan upaya suatu negara untuk meminta perlindungan secara internasional suatu spesies yang oleh negara tersebut dirasakan perlu perlindungan secara internasional (Kinho 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(19)

7

Tabel 2 Kondisi umum masing-masing pasar

Nama pasar Kondisi umum

Karakteristik lokasi Karakteristik yang dijual Cihaurgeulis Lokasi: Kelurahan Sukaluyu,

Kecamatan Cibeunying Kaler Luas: 5 086 m2 . Golongan pasar kelas II. Pasar ini terletak di pinggir jalan dan dekat dengan daerah perkantoran, perguruan tinggi, gedung sekolah, perumahan penduduk dan Pusat Dakwah Islam (Pusdai) (Gambar 1a).

Komoditi yang dijual yaitu bahan pokok (sayuran, buah-buahan, makanan ringan, pakaian, sepatu dan sandal), buku-buku.

Terdapat 3 penjual produk obat tradisional yaitu: jamu gendong yang berjualan di dalam pasar, penjual jamu yang keliling di komplek perumahan dan toko jamu yang berjarak sekitar 10 m dari pasar.

Kiaracondong Pasar kelas I yang terletak di Jl Kiaracondong, Kelurahan Kebon Jayanti Kecamatan Kiaracondong. Pasar ini dibangun pada tahun 1959 dengan luas 10 250 m2. Lokasi pasar ini dekat dengan

perumahan penduduk dan Stasiun Kiaracondong.

Komoditi yang dijual yaitu bahan pokok sehari-hari berupa bahan pangan, serta pakaian. Di sepanjang jalan berjajar toko-toko dan penjual kaki lama.

Terdapat 2pedagang jamu di pasar ini yaitu jamu gendong yang berjualan keliling di dalam pasar saat pagi hari dan toko jamu yang terletak di depan pasar.

Ancol Karapitan Pasar Ancol Karapitan atau biasa disebut Pasar Ancol memiliki luas 1 950 m2, yang tergolong pada pasar kelas II. Pasar ini terletak di Jalan Karapitan Kelurahan Ancol Kecamatan Regol (Tristyanthi AC 2008) (Gambar 1b).

Barang yang dijual disini berupa sayuran, buah-buahan, bahan makanan lainnya, alat tulis, pakaian. Terdapat satu pedagang yang menjual produk obat tradisional, toko tersebut terletak disamping pasar. Baru Pasar Baru merupakan pasar

tertua dan sudah menjadi tempat wisata dan letaknya berada di pusat kota. Toko yang menjual simplisia berada di Jalan Pasar Selatan No 33 dan Jalan Pasar Barat No 44.

(20)

8

a b

Gambar 1 Kondisi pasar: a. Pasar Cihaurgeulis, b. Pasar Ancol Karapitan

Karakteristik Responden Pedagang

Penelitian dilakukan di empat pasar tradisional yang tersebar di Kota Bandung. Hasil survei yang telah dilakukan diperoleh 8 responden yang menjual simplisia nabati dan produk obat tradisional (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik responden pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan jenis kelamin

Nama pasar

Karakteristik responden Jumlah pedagang

perempuan

Jumlah pedagang laki-laki

Pasar Cihaurgeulis 2 1

Pasar Kiaracondong 2 -

Pasar Ancol Karapitan 1 1

Pasar Baru 1 -

Jumlah pedagang 6 2

Persentase (%) 75 25

Persentase pedagang perempuan sebanyak 75%. Banyaknya responden berjenis kelamin perempuan karena usaha berjualan simplisia nabati dan produk obat tradisional merupakan usaha keluarga yang sudah turun-temurun dan banyak dilakukan oleh kaum perempuan, selain itu sebagai usaha mereka untuk membantu suami menambah pemasukan keluarga.

Kelompok umur

(21)

9

Gambar 2 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan kelompok umur

Gambar 2 menunjukan bahwa persentase kelompok umur paling besar yaitu 50% pada kelompok umur 56–70 tahun. Keberagaman kelompok umur yang diperoleh saat wawancara dapat menunjukkan adanya transfer ilmu dari generasi tua ke generasi yang muda. Hal ini dikarenakan faktor utama dari penjualan simplisia dan obat tradisional adalah usaha keluarga yang dilakukan secara turun-temurun, sehingga pedagang tersebut merupakan penerus dari usaha keluarga sebelumnya.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir yang pernah dicapai oleh responden beragam, mulai tingkat SD hingga S1. Gambar 3 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD lebih banyak yaitu 38%. Kemudian diikuti oleh jenjang SMP dengan hasil perhitungan sebesar 13% (Gambar 3).

Gambar 3 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan tingkat pendidikan

Tingginya pendidikan formal yang pernah dicapai oleh responden tidak mempengaruhi pengetahuan mereka terhadap obat tradisional baik simplisia maupun produk obat tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan pendidikan terakhir SD mendominasi. Pengetahuan yang dimiliki responden mengenai simplisia nabati dan obat tradisional diperoleh dari orang tua ataupun nenek moyang keluarga mereka yang diwarisi secara turun-menurun.

Karakteristik Responden Pembeli

(22)

10

Jenis kelamin dan kelas umur

Komposisi responden pembeli yang diwawancarai terdiri dari 14 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Hasil wawancara diketahui kelas umur responden pembeli beragam mulai dari umur 20 tahun hingga 60 tahun (Tabel 4). Tabel 4 Komposisi responden pembeli simplisia nabati dan produk obat

tradisional berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur

Kelas umur Jenis kelamin Total (%)

Laki-laki (%) Perempuan (%)

20-30 13.33 16.67 30.00

31-40 3.33 13.33 16.67

41-50 16.67 13.33 30.00

51-60 13.33 10.00 23.33

Jumlah (%) 46.67 53.33 100.00

Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih mendominasi yaitu sebesar 53% dibandingkan responden laki–laki (Tabel 4). Persentase pada responden perempuan lebih besar karena perempuan memiliki kebiasaan untuk merawat diri dengan cara alternatif seperti menurunkan berat badan, kecantikan wajah, merawat diri pasca melahirkan ataupun saat hamil. Responden laki-laki mengkonsumsi jamu saat badan merasa pegal setelah bekerja dan menjaga stamina tubuh agar tetap fit.

Kelas umur 20–30 tahun dan 41–50 tahun memperoleh nilai yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya transfer ilmu dari orang tua kepada anaknya. Selain itu perkembangan zaman yang semakin modern dan didukung oleh pola hidup yang sehat dengan menggunakan cara tradisional khususnya dalam hal pengobatan, sehingga banyak media cetak dan elektronik (terutama melalui media sosial) yang memberikan informasi mengenai obat tradisional baik cara penggunaan, efek samping dan jenis tumbuhan yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator seseorang dalam menentukkan kecerdasan seseorang ataupun untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. Tingkat pendidikan pada responden pembeli dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu SD, SMA, D3, S1 (Gambar 4)

(23)

11

SMA merupakan tingkat pendidikan terakhir yang banyak ditempuh oleh responden yaitu sebesar 53%. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh secara formal tidak mempengaruhi pengetahuan responden mengenai simplisia nabati dan produk obat tradisional sebagian besar pengetahuan ini diperoleh dari pendidikan non formal seperti pengetahuan secara turun temurun yang disebarkan melalui lisan dan hasil praktek mandiri, media cetak dan elektronik.

Mata pencaharian

Mata pencaharian responden pembeli dikelompokan menjadi tujuh kelompok, yaitu ibu rumah tangga, PNS, pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, pedagang dan buruh. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa responden yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak 11 orang (Gambar 5). Ibu rumah tangga memperoleh angka persentase tertinggi karena berdasarkan hasil wawancara bahwa ibu-ibu membeli jamu bukan untuk dikonsumsi sendiri melainkan untuk anak-anak mereka ataupun anggota keluarga lainnya.

Gambar 5 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat tradisional berdasarkan mata pencaharian

Keanekaragaman Simplisia Nabati

Keanekaragaman jenis simplisia

(24)

12

a b

Gambar 6 Simplisia nabati yang diperdagangkan dalam kondisi: a. basah b. kering

Simplisia nabati yang diperdagangkan di Kota Bandung sebanyak 97 jenis yang terdiri dari 11 jenis simplisia, yaitu: daun (folium), biji (semen), buah (fructus), bunga (flos), kayu (lignum), akar (radix), kulit kayu (cortex), kulit buah (pericarpium), umbi (bulbus), rimpang (Rhizoma) dan herba (herba) (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar No Jenis simplisia Jumlah simplisia Persentase (%)

1 Daun (folium) 26 26.80

2 Buah (fructus) 14 14.43

3 Herba (herba) 13 13.40

4 Kulit kayu (cortex) 9 9.28

5 Rimpang (rhizoma) 9 9.28

6 Biji (semen) 8 8.25

7 Kayu (lignum) 6 6.19

8 Akar (radix) 6 6.19

9 Bunga (flos) 2 2.06

10 Kuli buah (pericarpium) 2 2.06

11 Umbi (bulbus) 2 2.06

Jumlah 97 100.00

Bagian tumbuhan yang banyak digunakan sebagai simplisia yaitu daun sebanyak 26.80%. Contoh spesies tumbuhan yang daunnya banyak digunakan yaitu: daun ungu (Graptophylum pictum), sembung (Blumea balsamifera), kelor (Moringa oleifera) dan salam (Syzygium polyanthum) (Lampiran 1). Banyaknya penggunaan daun sebagai obat alami disebabkan karena daun merupakan bagian tumbuhan yang mudah diolah dan mudah didapat serta tidak memiliki musim seperti bagian tumbuhan lainnya. Daun yang banyak digunakan tidak menyebabkan banyak kerusakan pada tumbuhan tersebut. Hal ini di jelaskan oleh Ekosetio (2004) yang menyatakan bahwa pemanenan bagian tumbuhan secara berlebihan akan menghambat regenerasi dan kematian, contohnya pada daun.

(25)

13

menjadikan daun sebagai bahan baku terbanyak yang dijadikan simplisia. Hal tersebut dikarenakan penggunaan daun tidak merusak spesies tumbuhan tersebut dan mudah dalam pengambilan serta peracikan ramuan obat. Berdasarkan penelitian Susanti (2015) Di Kota Kediri buah (flos) paling banyak digunakan sebagai simplisia nabati (Tabel 6).

Tabel 6 Jenis simplisia yang diperdagangkan di Padang, Magelang, Kudus, Kediri, Pati dan Bandung

No Jenis simplisia Padang1 Magelang2 Kudus3 Kediri4 Pati5 Bandung6 (2015), 6) Penelitian ini

Famili tumbuhan obat

(26)

14

Tabel 7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi di pasar Kota Bandung berdasarkan famili

No Famili Jumlah spesies Persentase (%)

1 Zingiberaceae 10 10.64 famili Zingiberaceae yang sering dimanfaatkan masyarakat Pangean dalam kehidupan sehari-hari dan beberapa jenis mulai dibudidayakan. Spesies tumbuhan pada famili Zingiberaceae banyak digunakan sebagai bumbu dapur, tanaman hias, bahan kosmetik dan bahan baku obat (Tabel 8). Spesies dari famili ini secara keseluruhan dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pengobatan tradisional dan media dalam ritual.

Tabel 8 Spesies tumbuhan obat pada lima famili yang diperdagangkan dengan jumlah tertinggi

No Famili Spesies tumbuhan

1 Zingiberaceae Zingiber officinale, Zingiber aromaticum, Elettaria cardamomum, Boesenbergia rotunda, Curcuma zedoaria, Curcuma domestica, Alpinia galanga, Curcuma aeruginosa, Curcuma xanthorhiza 2 Fabaceae Tamarindus indica, Cassia angustifolia, Parkia

timoriana, Leucaena leucochephala, Caesalpinia sappan, Sindora sumatrana, Psophocarpus tetragonolobus

3 Lauraceae Cinnamomum burmanii, Cinnamomum cassia, Cinnamomum cullilawan, Cinnamomum sintoc, Cinnamomum massoia, Litsea cubeba

4 Apiaceaea Foeniculum vulgare, Cuminum cyminum, Coriandrum sativum, Centella asiatica, Pimpinella pruatjan 5 Apocynaceae Alstonia scholaris, Rauvolfia serpentina, Alyxia

reinwardtii, Parameria laevigata, Catharanthus roseus

Habitus tumbuhan obat

(27)

15

tumbuhan. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dibagi dalam 7 kelompok habitus, yaitu: epifit/benalu, herba, liana, perdu, pohon dan semak (Gambar 7).

Gambar 7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan habitus

Habitus pohon dan herba keduanya mendominasi spesies tumbuhan obat sebanyak 32 spesies dari total 94 spesies tumbuhan. Habitus pohon tidak hanya memiliki manfaat sebagai tumbuhan obat, namun mempunyai fungsi sebagai penaung/pelindung dan kayunya bisa digunakan sebagai kayu pertukangan (Utami et al. 2010) (Tabel 9). Tumbuhan dari habitus herba banyak digunakan sebagai tumbuhan obat karena pertumbuhannya yang cepat dan mudah ditemukan. Handayani (2010) menyatakan bahwa tumbuhan yang berhabitus herba lebih mudah dalam pengambilannya dan lebih cepat tumbuh. Sehingga kecil kemungkinan tumbuhan berhabitus herba punah.

Tabel 9 Spesies tumbuhan obat pada habitus pohon dan herba yang diperdagangkan di pasar

Habitus Spesies tumbuhan

Pohon Leucaena leucochephala, Scaphium macropodum, Guazuma ulmifolia, Alstonia scholaris, Arenga pinnata, Areca catechu, Phyllanthus acidus, Tamarindus indica, Sindora sumatrana, Cinnamomum burmanii, Cinnamomum cassia, Litsea cubeba, Cinnamomum massoia, Cinnamomum sintoc, Cinnamomum

cullilawan, Azadirachta indica, Morus alba, Vernonia amygdalina, Eurycoma longifolia, Melaleuca leucadendron, Syzygium

polyanthum, Eucalyptus alba, Syzygium aromaticum, Myristica fragrans, Parkia timoriana, Artocarpus communis, Elaeocarpus grandiflorus, Garcinia mangostana, Annona muricata, Pangium edule

(28)

16

Penggunaan tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit

Tumbuhan obat dalam bentuk simplisia memiliki banyak khasiat. Khasiat yang terkandung dalam tumbuhan obat tersebut dapat menyembuhkan penyakit yang berbeda-beda, namun terdapat tumbuhan obat yang memiliki khasiat yang sama dengan jenis tumbuhan lainnya untuk mengobati satu macam penyakit. Oktaviana (2008) mengklasifikasikan kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat menjadi 29 kelompok. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara melakukan penyaringan (screening) terhadap masing-masing kahasiat yang terkandung dalam tumbuhan obat (Lampiran 2).

Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa simplisia yang diperdagangkan di Kota Bandung banyak digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan (Tabel 10). Jumlah spesies tumbuhan yang memiliki khasiat untuk mengobati penyakit saluran pencernaan sebanyak 78 spesies, diantaranya jenis tumbuhan sirsak (Annona muricata), kunyit (Curcuma domestica), merica putih (Piper nigrum), asam jawa (Tamarindus indica).

Tabel 10 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan

No Kelompok penyakit Jumlah spesies

1 Penyakit saluran pencernaan 78

2 Penyakit kulit 54

3 Penyakit pernafasan/THT 52

4 Penyakit otot dan persendian 50

5 Penyakit saluran pembuangan 50

6 Sakit kepala dan demam 47

12 Perawatan kehamilan dan persalinan 25

13 Penyakit gangguan peredaran darah 24

14 Penyakit mulut 24

15 Peyakit penawar racun 23

16 Lain-lain 23

17 Penyakit ginjal 20

18 Penyakit kuning 20

19 Penyakit pengobatan luka 19

20 Penyakit kanker/tumor 19

21 Perawatan organ tubuh wanita 16

22 Perawatan rambut, muka, kulit 15

23 Penyakit gangguan urat syaraf 14

24 Penyakit gigi 13

25 Penyakit mata 13

26 Penyakit malaria 12

27 Penyakit tulang 8

28 Penyakit telinga 4

(29)

17

Jenis tumbuhan obat banyak digunakan untuk penyakit pada saluran pencernaan yang tidak spesifik. Ekosetio (2004) menjelaskan bahwa penyakit pada saluran pencernaan ditimbulkan oleh ketidak seimbangan kimiawi, contohnya adalah asam lambung yang meningkat atau produksi enzim pencernaan yang berlebihan dalam organ pencernaan. Zat alkaloid dan zat kimia lainnya yang terkandung dalam tumbuhan obat berfungsi untuk menetralkan asam lambung atau mengembalikan produksi enzim-enzim pencernaan tersebut pada keadaan normal.

Banyaknya simplisia yang berkhasiat menyembuhkan penyakit pada saluran pencernaan dapat diartikan bahwa sebagian besar spesies tumbuhan obat memiliki manfaat untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan. Hal tersebut tidak memiliki hubangan dengan banyaknya penyakit yang terdapat di Kota Bandung. Menurut Dinas Kesehatan Kota Bandung (2011) penyakit terbesar rawat jalan di Kota Bandung yaitu penyakit infeksi saluran pernafasan akut tidak spesifik.

Potensi Pengelolaan Lestari dan Status Kelangkaan Tumbuhan Obat

Sumber tumbuhan obat

Simplisia nabati yang banyak diperdagangkan dikelompokan menurut sumber perolehan menjadi 3 kelompok, yaitu: budidaya, liar hutan dan liar non hutan (Gambar 8).

Gambar 8 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan sumber perolehan

Tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia sebagian besar diperoleh dari budidaya. Sebanyak 57% jenis simplisia yang diperdagangkan di Kota Bandung berasal dari budidaya. Tumbuhan obat yang dibudidayakan biasanya memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara bersamaan yaitu selain berfungsi sebagai tumbuhan obat tanaman-tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai tanaman hias dan dapat memberikan keuntungan secara ekonomi.

(30)

18

(Syzygium aromaticum), kayu manis (Cinnamomum burmanii), murbei (Morus alba), jahe (Zingiber officinale) dan tumbuhan lainnya yang berasal dari kelompok jahe-jahean

Tumbuhan obat yang hidup secara liar dikelompokan menjadi 2, yaitu tumbuhan liar yang berasal dari hutan dan tumbuhan liar non hutan. Tumbuhan obat liar non hutan dapat diartikan sebagai tumbuhan yang hidup secara liar diluar hutan, seperti kebun, ladang, pekarangan rumah, tepi jalan, pematang sawah. Persentase tumbuhan obat liar hutan yang diperdagangkan sebesar 25%. Utami (2013) menyebutkan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh liar mulai sulit didapatkan di hutan maupun di pekarangan milik warga sehingga untuk bisa mendapatkan jenis tumbuhan tersebut para pedagang harus masuk ke dalam hutan. Sehingga mempengaruhi penentuan harga jual tumbuhan obat tersebut.

Tumbuhan yang hidup liar hutan dikelompokan berdasarkan habitus. Habitus yang terdapat pada tumbuhan yang hidup liar di hutan terdiri dari pohon, epifit, herba, perdu, semak, liana. Spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan didominasi oleh habitus pohon sebanyak 14 jenis atau 58% (Tabel 11). Tumbuhan yang berada di hutan didominasi oleh pohon, sehingga untuk mendapatkan tumbuhan obat dari habitus pohon lebih mudah.

Tabel 11 Jumlah spesies tumbuhan yang berasal dari hutan

No Habitus Nama spesies Jumlah spesies

1 Pohon Cinnamomum cassia, Cinnamomum culilawan, Azadirachta indica, Arenga pinnata, Alstonia schloris, Elaeocarpus grandiflorus, Eurycoma longifolia, Litsea cubeba, Cinnamomum massoia,

Eucalyptus alba, Aegle marmelos, Vernonia amygdalina, Scaphium macropodum

14

2 Epifit Loranthus parasiticus, Mycromedia platyrea, Usnea misaminensis

3 3 Perdu Rauvolvia serpentine, Helicteres isora 2

4 Semak Artemisia vulgaris, Thymus vulgaris 2

5 Liana Parameria laevigata, Alyxia reinwardtii 2

6 Herba Pimpinella pruatjan 1

Jumlah 24

Potensi pengelolaan lestari dan status kelangkaan tumbuhan obat

(31)

19

Gambar 9 Kelompok potensi pengelolaan lestari akibat pemanenan pada tumbuhan liar

Berdasarkan gambar 9 hasil pengelompokkan diperoleh sebagian besar pengelolaan lestari masuk dalam kategori rendah (low) sebanyak 65% (Gambar 9). Pemanenan yang dilakukan pada kategori rendah yaitu pemanfaatan sumberdaya tumbuhan yang dilakukan pada bagian akar, rimpang, batang, kulit batang, dan seluruh bagian tumbuhan. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Ekosetio (2004), pemanenan tumbuhan obat pada bagian akar, batang, rimpang, kulit serta seluruh bagian tumbuhan akan berdampak pada kematian individu tumbuhan tersebut.

Spesies tumbuhan obat yang berasal dari alam memiliki ancaman terhadap kelangkaan. Ancaman kelangkaan tersebut diakibatkan oleh pemanenan yang berlebihan. Spesies tumbuhan obat yang tumbuh liar kemudian dikelompokan kembali berdasarkan status kelangkaan tumbuhan obat berdasarkan CITES (2015), IUCN (2015) dan LIPI (Mogea et al. 2001). Sebanyak 41 spesies tumbuhan obat liar teridentifikasi 17 spesies yang yang memiliki status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI (Tabel 12).

Tabel 12 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN, LIPI

No Nama latin Status kelangkaan

CITES IUCN LIPI

1 Alstonia scholaris - Least concern Langka

2 Alyxia reinwardtii - - Langka

3 Caesalpinia sappan - Least concern -

4 Centella asiatica - Least concern -

5 Cinnamomum massoia - - Langka

6 Cinnamomum sintoc - - Langka

7 Cinnamomun cullilawan. - - Langka

8 Cyperus rotundus - Least concern -

9 Myristica fragrans - Data deficient -

10 Parameria laevigata - - Langka

11 Parkia timoriana - - Langka

12 Pimpinella pruatjan - - Langka

13 Punica granatum - Least concern -

14 Rauvolfia serpentine Appendix II - Langka

15 Scaphium macropodum - Least concern -

16 Thymus vulgaris - Least concern -

(32)

20

Pengelompokan tumbuhan obat liar berdasarkan status kelangkaan didapat 1 spesies tumbuhan (Rauvolfia serpentina) yang masuk dalam kelompok Appendix II menurut CITES, kemudian menurut IUCN ditemukan tumbuhan obat yang memiliki status Least concern (8 spesies) dan Data deficient (1 spesies yaitu Myristica fragrans) dan status kelangkaan menurut LIPI sebanyak 9 spesies, diantaranya Alstonia scholaris, Cinnamomun cullilawan, Pimpinella pruatjan.

Perdagangan Simplisia Nabati

Sejak zaman dahulu hingga saat ini tumbuhan obat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk penyembuhan maupun perawatan kesehatan dan kecantikan. Sejalan dengan hal tersebut maka banyak masyarakat yang menjual tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati supaya lebih mudah mendapatkan tumbuhan obat tersebut. Perdagangan simplisia nabati yang terdapat di Kota Bandung sudah dilakukan dalam waktu yang cukup lama, hal ini terjadi karena usaha simplisia nabati dilakukan secara turun-temurun dari orangtuanya. Pedagang memperoleh bahan baku simplisia nabati dari pengumpul yang berada di beberapa daerah di Jawa Tengah, Papua, dan daerah lainnya yang berada di Indonesia, selain dari Indonesia pedagang mendapat bahan baku simplisia dari luar negeri seperti India, Cina, Hongkong (Gambar 10). Pembelian simplisia nabati tidak memiliki waktu tertentu. Para pedagang memesan simplisia ketika stok telah habis.

a b

Gambar 10 Simplisia kayu manis a Cinnamomum burmanii, b Cinnamomum cassia

(33)

21

xanthorhiza), kayu manis (Cinnamomum burmanii), salam (Syzygium polyanthum). Simplisia nabati yang sudah menjadi bubuk dijual dengan harga yang lebih tinggi, karena biaya untuk menggiling simplisia tersebut.

Jenis simplisia dengan harga jual tertinggi yaitu Scaphii macropodi fructus atau buah tempayang (Tabel 13). Tingginya harga jual tempayang disebabkan oleh tempayang yang hidup liar di hutan, sehingga sulit untuk memperoleh jenis tersebut dan memerlukan biaya lebih tinggi serta jenis ini diperoleh dari Cina. Selain itu, tempayang digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional.

Tabel 13 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual tertinggi No Jenis simplisia Status spesies Habitus Harga

(per ons) 1 Scaphii macropodi Fructus Liar hutan Pohon Rp 150 000 2 Mycromeidae Herba Liar hutan Epifit Rp 100 000 3 Elettariae cardamom Fructus Budidaya Herba Rp 70 000

4 Thymi Herba Liar hutan Semak Rp 60 000

5 Alii sativi Bulbus Budidaya Herba Rp 50 000

6 Rauvolfiae serpentinae Radix Liar hutan Perdu Rp 40 000 7 Syzygii aromaticii Flos Budidaya Pohon Rp 40 000 8 Vernoniae amygdalinae Folium Liar hutan Pohon Rp 40 000 9 Artemisiae vulgaris Folium Liar hutan Semak Rp 30 000 10 Elaeocarpi grandiflori Folium Liar hutan Pohon Rp 30 000

Simplisia yang diperdagangkan dikelompokkan kembali berdasarkan jenis simplisia yang diperdagangkan dengan harga terrendah (Tabel 14). Jenis simplisia dengan harga jual terrendah didominasi oleh spesies tumbuhan dengan satus budidaya.

Tabel 14 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual terrendah No Jenis simplisia Status spesies Habitus Harga

(per ons) 1 Caesalpiniae sappan Lignum Budidaya Pohon Rp 3 000 2 Syzygii polyanthii Folium Budidaya Pohon Rp 3 000 3 Boesenbergiae rutundae Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000 4 Curcumae zedoariae Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000 5 Curcumae domesticae Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000 6 Zingiberis aromatici Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000 7 Alpiniae galangae Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000 8 Curcumae aeruginosae Rhizoma Budidaya Herba Rp 3 000

9 Pangii edule Semen Budidaya Pohon Rp 5 000

(34)

22

Zingiberis aromatici rhizoma.. Jenis simplisia yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional berasal dari famili Zingiberaceae. Banyaknya jenis dari famili Zingiberaceae yang digunakan karena jenis tersebut banyak ditemukan dan sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat.

Hasil pengamatan dilapangan ditemukan 2 pedagang simplisia nabati. Pedagang tersebut berjualan di Pasar Baru. Kedua pedagang simplisia tersebut berasal dari etnis Cina yang sudah lama tinggal di Kota Bandung. Beberapa jenis simplisia nabati yang sama ditemukan dikedua pedagang, namun terdapat jenis simplisia nabati yang berbeda (Tabel 15).

Tabel 15 Jumlah tumbuhan obat yang diperdagangkan dimasing-masing pedagang

No pedagang Jumlah jenis simplisia

Pedagang 1 56 sirsak (Annonae muricatae folium), tapak liman (Elephantophi folium), kluwek (Pangii edule semen), kayu ules (Isorae fructus). Jenis simplisia yang sama dan dijual dikedua pedagang tersebut terdapat 36 jenis, diantaranya: lengkuas (Alpiniae galangae rhizoma), secang (Caesalpiniae sappan lignum), temulawak (Curcumae xanthorhizae rhizoma), bidara laut (Ligustrinae lignum), keladi tikus (Thyphonium flagelliforme rhizoma).

Hasil wawancara terhadap 12 responden yang membeli simplisia nabati terdapat 15 spesies tumbuhan obat yang dibeli, yaitu sambiloto (Andrographis paniculata), kunir (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), temulawak (Currcuma xanthorhiza), secang (Caesalpinia sappan), kayu angin (Usnea misaminensis), sarang semut (Mycromedia platyrea), keladi tikus (Thyphonium flagelliforme), jati belanda (Guazuma ulmifolia), meniran (Phyllanthus niruri), pegagan (Centella asiatica), alang-alang (Imperata cylindrica), kulit manggis (Garcinia mangostana), kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dan binahong (Anredera cordifolia). Jenis simplisia yang banyak dicari dari 15 spesies tumbuhan obat yang dibeli yaitu jahe (Zingiber rhizoma), kunir (Curcumae domesticae rhizoma), temulawak (Curcumae xanthorhizae rhizoma), pegagan (Centellae asiaticae herba) dan sambiloto (Andrographidis folium) (Lampiran 6).

(35)

23

Tabel 16 Spesies tumbuhan obat yang hanya diperdagangkan di Kota Bandung

No Spesies tumbuhan

1 Bawang dayak (Sysyrinchium palmiFolium) 2 Daun afrika (Vernonia amygdalina)

3 Kapulaga india (Elettaria cardamomum) 4 Maja (Aegle marmelos)

5 Murbei (Morus alba) 6 Thymi (Thymus vulgaris) 7 Wijen (Sesamum orientale)

Produk Obat Tradisional

Obat tradisional banyak dikenal masyarakat sebagai jamu, khususnya di daerah Jawa. Istilah “jamu” berasal dari bahasa jawa kuno “jampi” atau “usodo” yang berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan maupun doa-doa dan ajian-ajian. Istilah jampi mulai dikenal di keraton pada abad pertengahan dan sebutan “jamu” diperkenalkan oleh “dukun” atau tabib pengobatan tradisional (Mudjijono et al. 2014).

Tumbuhan obat yang diolah menjadi obat tradisional atau lebih dikenal dengan jamu, sudah digunakan oleh masyarakat sejak dulu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Pada awalnya jamu dibuat oleh nenek moyang dalam skala rumah tangga dan digunakan oleh kaum bangsawan dikalangan keraton untuk merawat kesehatan. Jamu yang sudah menjadi warisan budaya bangsa mulai terlihat perkembangannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya industri jamu skala kecil dan industri jamu skala besar bermunculan yang kemudian mulai merambah ke pasar internasional sebagai salah satu cara pengobatan alternatif.

Obat tradisional yang banyak diperdagangkan berasal dari industri kecil skala rumah tangga dan industri jamu besar. Beberapa pedagang yang menjual simplisia juga menjual jamu racikan yang bahan bakunya berupa simplisia. Jamu racik yang dijual bergantung pada pesanan pembeli yang disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita oleh pembeli. Aneka jenis simplisia yang digunakan dalam jamu racik tidak disebutkan oleh pedagang. Harga jamu racik bervariasi tergantung pada jenis produk dan khasiatnya, misalnya jamu godog yang berkhasiat untuk menyembuhkan segala macam penyakit seperti pegal linu, rematik, asam urat, meningkatkan nafsu makan, dll dijual dengan harga Rp 10 000–Rp 15 000.

Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Bandung berasal dari daerah Jawa Tengah dan beberapa produk obat tradisional berasal dari daerah Jawa Barat. Hasil survei yang telah dilakukan di 4 pasar yang terdapat di Kota Bandung ditemukan 71 jenis produk obat tradisional yang berasal dari 29 industri jamu. Produk obat tradisional yang banyak dijual di Kota Bandung berasal dari PT Njonja Meneer yang terletak di Semarang, Jawa Tengah dengan produk obat tradisional yang terjual sebanyak 16 produk.

(36)

24

obat tradisional yang dijual oleh masing-masing pedagang terdapat jenis produk obat tradisional yang dijual di pedagang lainnya (Lampiran 7).

Tabel 17 Jumlah produk obat tradisional yang dijual oleh masing-masing pedagang

Nama pasar No pedagang Jumlah produk obat tradisional

Pasar Cihaurgeulis Pedagang 1 5

Pedagang 2 5

Pedagang 3 23

Pasar Kiaracondong Pedagang 4 11

Pedagang 5 37

Pasar Baru Pedagang 6 0

Pedagang 7 1

Pasar Ancol Karapitan Pedagang 8 23

Produk obat tradisional yang banyak dijual oleh pedagang tersebut yaitu Tolak Angin, Kuku Bima, Cleng Marem, Buyung Upik, Beberapa obat tradisional yang banyak dijual oleh pedagang jamu tersebut merupakan produk obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Wijayakusuma (2002) jamu yang beredar di pasar diklasifikasikan menjadi 6 kelompok yaitu: jamu kuat, jamu untuk kewanitaan , jamu perawatan tubuh atau kecantikan, jamu tolak angin, jamu pegal linu dan jamu lainnya. Fungsi jamu-jamu tersebut sebagai berikut: (1) jamu-jamu kuat dan sehat lelaki adalah jamu-jamu yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh dan meningkatkan vitalitas pria, (2) jamu untuk kewanitaan termasuk jamu sehabis melahirkan ditujukan untuk daerah kewanitaan, meliputi jamu haid, jamu untuk keputihan dan jamu repet wangi, (3) jamu perawatan tubuh atau kecantikan yaitu jamu yang berfungsi untuk menjaga tubuh agar tetap sehat dan segar dan menjaga kulit wajah tetap sehat, halus, bersih, lembut, segar, menghilangkan jerawat serta melangsingkan tubuh, (4) jamu tolak angin berfungsi menyembuhkan gejala masuk angin seperti perut kembung, mual, pusing, lesu dan demam, (5) jamu pegal linu memiliki fungsi menghilangkan gejala sakit-sakit pada badan, rasa sakit pada persendian, (6) jamu lainnya terdiri dari berbagai jenis jamu yng tidak masuk dalam kelompok diatas, misalnya jamu untuk pengobatan (batuk, asma, maag, kencing batu) dan jamu non pengobatan (tambah darah, memperlancar asi) (Tabel 18).

Tabel 18 Klasifikasi produk obat tradisional berdsarkan kelompok jamu

No Kelompok jamu Jumlah produk

1 Jamu lainnya 25

2 Jamu pegal linu 17

3 Jamu kewanitaan 12

4 Jamu kuat 9

5 Jamu perawatan tunuh dan kecantikan 9

6 Jamu tolak angin 7

(37)

25

jamu lainnya merupakan gabungan dari beberapa fungsi jamu lainnya. Jamu pegal linu memiliki jumlah produk cukup banyak yaitu 17 produk obat tradisional, karena gejala sakit pada badan dan persendian banyak dirasakan oleh masyarkat dan produk yang banyak dikonsumsi. Hasil wawancara menunjukkan produk obat tradisional yang banyak dikonsumsi oleh para konsumen yaitu produk obat tradisional yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan pegal linu, rematik, asam urat dan obat kuat untuk laki-laki (Lampiran 5).

Produk obat tradisional yang telah didapat kemudian diuraikan berdasarkan komposisi yang digunakan. Hasil yang diperoleh ditemukan sebanyak 122 jenis simplisia yang digunakan sebagai bahan baku membuat produk (Lampiran 3). Jenis penggunaan terbanyak berasal dari famili Zingiberaceae, diantaranya Curcumae rhizoma sebanyak 38 produk yang menggunakan, Zingiberis Rhizoma 35 produk dan Zingiberis aromaticae rhizoma sebanyak 25 produk (Tabel 19).

Tabel 19 Simplisia yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk obat tradisional

No Nama Simplisia Jumlah Produk yang Menggunakan

1 Curcumae Rhizoma/Curcuma

xanthorhiza 38

2 Zingiberis Rhizoma/Zingiber

officinale 35

3 Zingiberis aromaticae Rhizoma/

Zingiber aromaticum 25

4 Languatis Rhizoma/Alipinia

galangal 19

5 Phyllanthi Herba/Phyllanthus niruri 18

6 Foeniculli Fructus/Foenicullum

vulgare 19

7 Alyxiae Cortex/Alyxia reinwardtii 16

8 Orthosiphonis Folium/Orthosiphon

aristatus 13

9 Centellae Herba/Centella asiatica 12

10 Retrofracti Fructus/Piper

retrofractum 12

11 Simplisia lainnya (112 spesies) 305

(38)

26

Upaya Pelestarian Tumbuhan Obat Langka

Tumbuhan obat yang tumbuh secara liar keberadaannya dapat terancam atau mengalami kelangkaan di alam dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) penebangan liar, (2) diversifikasi lahan, (3) pemanenan langsung, (4) pemakaian bagian tumbuhan tertentu secara berlebihan, (5) populasi hidup mengelompok, (6) pemanfaatan tumbuhan multiguna, (7) sedikit menghasilkan anakan dan struktur populasi tidak seimbang, (8) bencana alam (Hidayat 2006).

Keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan obat tidak hanya sekedar dilestarikan dengan arti tidak boleh dimanfaatkan, namun dapat dimanfaatkan secara lestari dan berkesinambungan. Menghindari terjadinya kelangkaan tumbuhaan obat perlu dilakukan upaya guna melestarikan spesies tumbuhan obat yang ada di alam. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara membudidayakan spesies tumbuhan obat tersebut. Kegiatan budidaya dapat dilakukan secara in situ (habitat asli) dan ex situ (luar habitat asli). Bermawie et al. (1995) memprioritaskan upaya pelestarian tumbuhan obat karena keterbatasan lahan dan dana, yaitu: (a) tumbuhan obat yang dianggap langka, (b) tumbuhan asli Indonesia, (c) tumbuhan obat semusim/berumur pendek, (d) tumbuhan obat yang dibutuhkan dalam jumlah banyak.

Tumbuhan obat yang dijadikan bahan baku dalam pembuatan produk obat tradisional maupun dalam bentuk simplisia nabati diperoleh secara liar dan budidaya. Meskipun jumlah tumbuhan obat liar yang dimanfaatkan lebih sedikit dibandingkan dengan tumbuhan obat hasil budidaya, namun untuk spesies yang diperoleh secara liar akan mengancam kelestarian tumbuhan obat tersebut. Ketersediaan spesies tumbuhan obat liar yang berada di alam akan terus menurun dan terancam punah, jika dalam pemanenannya tidak diiringi dengan upaya pelestarian.

Berdasarkan hasil pengelompokan spesies tumbuhan liar di hutan yang populasinya menurun, diperoleh 10 spesies tumbuhan yang perlu dilakukan pelestarian, yaitu:

Kayu rapet (Parameria laevigata)

Kayu rapet merupakan tumbuhan perdu menjalar, tinggi mencapai 2–4 m (Hidayat 2006). Tumbuhan ini hidup degan tipe habitat hutan musim, hutan pegunungan dengan ketinggian 30–300 m dpl. Kayu rapet dapat hidup pada kondisi tanah yang tidak tandus dengan sinar matahari yang cukup. Tumbuh dengan baik pada berbagai macam kondisi dan jenis tanah, dari berpasir hingga berbatu, dengan ketebalan, solum dari tebal hingga tipis dan iklim tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhannya. (Zuhud et al. 2014). Persebarannnya meliputi Philipina dan Indonesia. Perbanyakan dapat dilakukan dengan cara pemibitan.

Purwoceng (Pimpinella pruatjan)

(39)

27

Purwoceng hingga saat ini dibudidayakan pada luasan yang sempit di pekarangan rumah di daerah Dieng (Rahardjo 2003). Perbanyakan purwoceng dilakukan dengan cara generatif (biji) melalui persemaian biji pada polybag. Perbanyakan purwoceng dilakukan oleh PT Indmira yang berlokasi di Ngemplak Sleman Yogyakarta (Perdana 2012)

Pulai (Alstonia scholaris)

Pulai merupakan tumbuhan berkayu dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter 60 cm. Tumbuhan ini hidup di daerah yang memiliki tanah yang subur dan mengandung humus. Pulai hidup didaerah yang lembab dan kaya humus. Curah hujan tempat tumbuh pulai yaitu 1 000–3 800 mm/tahun pada tipe habitat hutan dataran remdah hingga ketinggian 1 000 m dpl. Persebaran pulai meliputi Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Papua (Hidayat 2006).

Strategi konservasi yang sudah dilakukan yaitu perbanyakan pulai di 2 desa di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), salah satunya Desa Taman Jaya, Kabupaten Pandeglang Banten. Kegiatan budidaya dilakukan oleh masyarakat sekitar dibantu oleh pihak TNUK (Hidayat 2006).

Pule pandak (Rauvolfia serpentina)

Pule pandak merupakan tumuhan perdu dengan tinggi 0,3-1 m, berbatang silindris. Tumbuhan ini banyak dijumpai dibawah tegakan jati atau hutan bambo dengan ketinggian 0-500 m dpl. Pule pandak hidup di daerah yang panas dengan musim kemarau yang panjang dan mampu hidup dikondisi tanah yang kurang subur dengan pH 5-6. Persebarannya meliputi India, Srilanka, Nepal, Kepulauan Andaman, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara (Dalimartha 1999)

Perbanyakan tanaman pule pandak telah dilakukan oleh Yunita et al. (2011) dengan teknik kultur jaringan. Induksi tunas adventif menggunakan eksplan ruas batang dan daun yang dikulturkan pada media MS+0,3 mg/l BAP+1 mg/l 2iP. Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Bogor pada tahun 2009.

Pulosari (Alyxia reinwaardtii)

Pulosari memiliki ciri-ciri seperti berikut: pohon perdu atau semak merambat dengan tinggi 5-10 m. Tipe habitat tumbuhan ini yaitu di hutan pegunungan dengan ketinggian 400–1 900 m dpl. Suhu udara mencapai 22.5 ºC dengan kelembaban 83.5% dan pH tanah 6.75. Persebaran: Andaman, Philipina, Thailand, Indo-Cina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi. Pembibitan pulosari telah dilakukan secara vegetatif menggunakan metode rundukan, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih banyak (Widiyastuti et al. 2001)

Kayu lawang (Cinnamomum culilawan)

(40)

28

Mesoyi (Cinnamomum massoia)

Tinggi pohon mesoyi 5-15m dengan batang yang tegak dan tidak memiliki mata kayu, diameter mencapai 65 cm. Mesoyi tumbuh alami di hutan tropis basah dengan curah hujan 2 000-4 000 mm/tahun. Kondisi tanah lempung berpasir tanpa genangan air pada ketinggian 10–700 m dpl. Tersebar di Jawa (BPPK 2014). Tumbuhan ini dapat diperbanyak menggunakan biji (Zuhud et al. 2014).

Sintok (Cinnamomum sintoc)

Sintok merupakan tanaman dengan habitus pohon yang tingginya dapat mencapai 35 m dan diameter batang mencapai 70 cm. Tumbuhan ini hidup liar di hutan pegunungan dan hutan dataran rendah dengan ketinggian 700–1 700 m dpl. Hidup ditanah vulkanik dan bersifat masam. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba dan Timor. (Hidayat 2006). Jenis ini dapat diperbanyak dengan menggunakan biji. Pembudidayaan jenis ini telah dilakukan baik di Jawa maupun ditempat lainnya walaupun belum dilakukan besar-besaran (Zuhud et al. 2014)

Pasak bumi (Eurycoma longifolia)

Pasak bumi masuk dalam habitus pohon. Tumbuhan ini hidup di hutan dataran rendah pada ketinggian 400–1 000 m dpl. Persebaran: Sumatera, Kalimantan.

Perbanyakan tanaman pasak bumi telah dilakukan oleh Susilowati et al. (2012) melalui teknik stek pucuk. Perbanyakan dengan stek pucuk dilakukan di rumah kaca KOFFCO sistem di Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Bogor selama 6 bulan (Oktober 2007-Maret 2008). Media yang tepat untuk digunakan yaitu serbuk kelapa dan sekam (2:1) sehingga mempengaruhi panjang akar sekunder dan pemberian Rootone F berpengaruh pada persentase stek berakar, panjang akar primer dan jumlah akar primer dan sekunder.

Tempayang (Scaphium macropodum)

Pohon besar dengan tinggi mencapai 45 m, diametr 80 cm dan berbanir (akar papan). Tumbuhan ini tumbuh di tipe habitat hutan primer dataran rendah, hutan Dipterocapaceae campuran dengan iklim lembab yang musim kemaraunnya pendek, pada tanah yang berdrainase baik dengan ketinggian 1 200 m dpl. Persebaran: Cambodia, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Bangka.

Permudaan alami biasanya melimpah di hutan alam dan biasa dimanfaatkan untuk penanaman ditempat lain. Pertumbuhan anakan dikategorikan lambat (Zuhud et al. 2003)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(41)

29

dan didominasi oleh habitus pohon. Simplisia nabati yang diperdagangkan di Kota Bandung dapat digunkan untuk menyembuhkan 29 kelompok penyakit, spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati banyak memiliki khasiat untuk menyembuhakan penyakit pada saluran pencernaan. 2. Ditemukan 71 jenis produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota

Bandung. Simplisia yang digunakan sebagai bahan baku produk obat tradisional sebanyak 122 jenis simplisia. Bahan baku banyak digunakan dari kelompok temu-temuan yaitu Curcumae rhizoma (rimpang temulawak) sebanyak 38 prosuk obat tradisional. Produk obat tradisional yang diperdagangkan banyak diproduksi oleh industri jamu skala besar, PT Njonja Meneer merupakan perusahaan yang banyak menjual produk obat tradisional di Kota Bandung.

3. Simplisia nabati yang diperdagang di Kota Bandung berasal dari dalam negeri seperti di daerah Jawa Tengah, Papua dan daerah lainnya di Indonesia dan luar negeri seperti Cina, India, Hongkong. Harga jual simplisia dari rimpang, batang, kulit batang dan herba. Hal tersebut mengakibatkan tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kota Bandung masuk pada kategori rendah (low). Teridentifikasi sebanyak 9 spesies tumbuhan obat masuk dalam kategori langka menurut LIPI, dan 1 spesies berstatus Appendix II berdasarkan CITES dan menurut IUCN terdapat 8 spesies dengan status Least concern dan 1 spesies Data deficient.

Saran

Saran yang dapat di berikan dari hasil penilitian ini terkait simplisia nabati dan produk obat tradisional, yaitu:

1. Upaya konservasi pada spesies tumbuhan obat liar di hutan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan simplisia maupun obat tradisional, seperti pule pandak (Rauvolfia serpentina), tempayang (Scaphium macropodum). Kegiatan budidaya dapat dilakukan secara in situ maupun ex situ, sehingga spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tidak mengalami kelangkaan.

2. Kegiatan pemanenan secara lestari pada spesies tumbuhan obat khususnya yang berasal dari hutan dengan memperhatikan jumlah yang dipanen serta waktu pemanenannya.

3. Peningkatan kualitas dan mutu simplisia nabati yang diperdagangkan agar simplisia nabati aman untuk dikonsumsi. Simplisia nabati yang diperdagangkan memiliki kadar air <10%, tidak mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, tidak mengandung mikroba, serangga, cendawan. 4. Penelitian lebih lanjut mengenai takaran pada simplisia nabati yang tepat

(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

Bermawie N, Hadad EA, Nur A. 1995. Plasma nutfah dan pemuliaan tanaman obat. Forum konsultasi strategi dan koordinasi pengembangan agro industri tanaman obat; 1995 Nov 28-29. Bogor (ID); Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro). Hlm 115-124

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Kota Bandung dalam Angka 2014. Bandung (ID): Badan Pusat statistik Kota Bandung.

[CITES] Convention on International Trade in Endengered Species of Wild Fauna and Flora. 2015. Appendices I,II,III. [internet]. (diunduh 11 Sept 2015). Tersedia pada: http//www.cites.org

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya.

[DINKES] Dinas Kesehatan. 2011. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2011. Bandung (ID): Dinas Kesehatan Kota Bandung.

Ekosetio R. 2004. Inventarisasi simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan oleh Etnis Melayu di Pontianak. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat Suku Melayu Tradisional di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: Studi kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Farida JN. 2015 Keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Handayani A. 2010. Etnobotani masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kaupaten Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hartanto S, Fitmawati, Nery S. 2014. Studi etnobotani famili Zingberaceae dalam kehidupan masyarakat lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Jurnal Biosaintifika 6(2):122-132.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I-IV. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Terjemahan dari: de Nuttige planten van Indenesie.

Hidayat S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi dan Sebaran. Bogor (ID): Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI.

Irwanta E. 2015. Keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

[IUCN] International Union for the Conservation of Naature. 2015. IUCN red list of threatened species. Version 2015.3. [internet]. (diunduh 8 Okt 2015). Tersedia pada: http//www.iucnredlist.org.

Gambar

Tabel 1  Jenis dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Kondisi umum masing-masing pasar
Gambar 1  Kondisi pasar: a. Pasar Cihaurgeulis, b. Pasar Ancol Karapitan
Gambar 6  Simplisia nabati yang diperdagangkan dalam kondisi: a. basah
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Banyaknya industri jamu di Indonesia menunjukkan pertumbuhannya yang signifikan dengan nilai penjualan mencapai Rp 6 triliun, telah menciptakan tiga juta lapangan kerja,

Jenis-jenis simplisia nabati yang telah banyak diteliti, baik untuk dijadikan bahan baku obat modern dalam bentuk kapsul atau tablet dan untuk obat-obatan

Cikondang adalah spesies yang sudah secara alami ada dan dipelihara oleh masyarakat Beberapa spesies tumbuhan yang digunakan merupakan spesies yang masuk ke

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Bandung Kota Ramah Lanjut Usia, diharapkan akan menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Kota Bandung dan

Pengambilan sebagian simplisia obat umumnya masih dilaku- kan dengan cara pemungutan di hutan-hutan sekitar desa, Untuk mengetahui pe- ranan dan spesies tumbuhan obat-obatan yang

Pemerintah Kota Bandung merupakan kota pertama di Indonesia yang melakukan kerjasama dengan kota lain di luar negeri, serta kota kedua yang memiliki hubungan

Hasil pengumpulan data sesuai wawancara dan pengamatan langsung di lapangan didapatkan hasil tentang jenis tumbuhan obat apa saja yang digunakan masyarakat