• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN BOGOR:

PENDEKATAN

STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS

MUHAMAD YUNUS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan

Stochastic Frontier Analysis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Muhamad Yunus

(4)

RINGKASAN

MUHAMAD YUNUS. Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis. Dibimbing oleh HARIANTO dan DWI RACHMINA.

Domba merupakan salah satu ternak kelompok ruminansia yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan merupakan yang paling tinggi dibandingkan ternak ruminansia lainnya, yaitu sebesar 9.36 persen di Indonesia dan sebesar 12.44 persen di Jawa Barat dari tahun 2009-2013. Namun rata-rata laju pertumbuhan daging domba justru menurun, yaitu sebesar 3.80 persen di Indonesia dan 5.45 persen di Jawa Barat. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas usaha ternak domba di Indonesia.

Usaha ternak domba di Indonesia masih didominasi oleh peternak rakyat, yaitu sebesar 90 persen. Pada umumnya, para peternak rakyat tersebut menghadapi berbagai kendala, diantaranya yaitu: keterbatasan permodalan, domba bibit belum memenuhi syarat kualitas, belum adanya keterjaminan pasar, dan penggunaan faktor-faktor produksi yang belum sesuai. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat melalui rekayasa organisasi produksi yang disebut kemitraan. Kemitraan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif baik terhadap efisiensi maupun keuntungan usaha bagi peternak yang mengikutinya.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur derajat kemitraan usaha penggemukan ternak domba; (2) mengukur tingkat efisiensi teknis, alokasi, dan ekonomi usaha penggemukan domba; (3) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha penggemukan domba; serta (4) mengukur tambahan keuntungan dan rasio tambahan penerimaan terhadap tambahan biaya (R/C) usaha penggemukan ternak domba. Stochastic Frontier Analysis (SFA) digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis sekaligus faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 62 peternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sampel tersebut terdiri atas 31 peternak mitra dengan menggunakan metode

sensus dan 31 peternak nonmitra dengan menggunakan metode purposive.

Penelitian untuk mengumpulkan data dilakukan pada Bulan April sampai Mei Tahun 2014.

Hasil penelitian mengenai kinerja kemitraan antara CV. Mitra Tani Farm dengan peternak mitra menunjukkan bahwa rata-rata skor derajat kemitraan sebesar 15 dari 22 (atau dalam kategori sedang). Skor tersebut menunjukkan bahwa kinerja kemitraan belum maksimal dijalankan, sehingga perlu adanya perbaikan kinerja kemitraan terutama dalam frekuensi pemberian obat-obatan dan vitamin untuk domba, keikutsertaan peternak mitra dalam penyuluhan, serta frekuensi pendampingan peternak mitra yang dilakukan oleh penanggung jawab petern mitra dari CV. Mitra Tani Farm.

(5)

peternak mitra maupun peternak nonmitra, degan nilai rata-rata masing-masing yaitu 0.79 dan 0.86. Akan tetapi, usaha penggemukan domba pada penelitian ini belum efisien secara alokasi dan ekonomi baik pada peternak mitra maupun nonmitra, karena nilai rata-rata yang diperoleh kurang dari 0.70. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha penggemukan domba secara signifikan pada penelitian ini adalah usia peternak, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan nonformal, akses terhadap modal, dan penggunaan atap kandang. Sementara itu faktor lainnya seperti pengalam beternak domba, lama penggemukan, dan derajat kemitraan tidak berpengaruh signifikan, namun berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis usaha penggemukan domba.

Berdasarkan analisis tambahan keuntungan, hasilnya menunjukkanbahwa usaha penggemukan domba yang dijalankan peternak mitra menguntungkan dengan rasio R/C sebesar 1.24, namun sebaliknya bagi peternak nonmitra, yaitu tidak menguntungkan dengan rasio R/C sebesar 0.86. Hal ini karena tambahan biaya yang dikeluarkan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak nonmitra untuk memperoleh tambahan satu kilogram bobot domba selama satu bulan. Dengan demikian, usaha penggemukan domba yang dilakukan oleh peternak mitra lebih menguntungkan dibandingkan peternak nonmitra. Akan tetapi sebaliknya terhadap efisiensi, dimana peternak nonmitra lebih efisien dalam menjalankan usahanya dibandingkan peternak mitra.

(6)

SUMMARY

MUHAMAD YUNUS. Efficiency of Sheep Fattening Farming with Partnership in Bogor Regency: Stochastic Frontier Analysis Approach. Supervised by HARIANTO and DWI RACHMINA.

Sheep is one of ruminant livestock groups which have an average growth rate of population increased and it’s higher than other ruminants, that is 9.γ6 percent in Indonesia and 12.44 percent in West Java from 2009-2013. But the average growth rate of sheep meat production is decreasing, that is 3.80 percent in Indonesia and 5.45 percent in West Java. The data indicate that a decline in the productivity of sheep farming in Indonesia.

Sheep farming in Indonesia is dominated by farmer folk, that is 90 percent. Generally, farmer folk face various problems in developing sheep farming: limited capital, breed sheep not good quality, the lack assuredness market, and the use of production factors are not appropriate. One of solution to solve these problems is having partnership. The partnership is expected to provide a positive influence for farmer who follow it.

The aim of this study is: (1) to measure the degree of partnerships of sheef fattening farming; (2) to measure the technical efficiency, allocation, and economy of sheef fattening farming; (3) to identify factors that affect the technical efficiency of this farming; and (4) to measure the incremenatal profit and ratio of incremental revenue and incremental cost (R/C) of sheep fattening farming.

Stochastic Frontier Analysis (SFA) was used to estimate technical efficiency and to find the factors that affect in efficiency of sheep fattening farming. Samples of this study is 62 sheep farmers at Bojong Jengkol Village, Ciampea Subdistrict, Bogor Regency. That samples consist of 31 farmers who are partnered that selected using census method and 31 farmers who are not partnered that selected using purposive method. This study for collecting the data was started on April until May 2014.

The result about partnership performance between CV. Mitra Tani Farm with farmers who are partnered showed that the average score of degrees of partnership was 15 of 22 (or in the middle category). The score indicates that the maximum performance of the partnership have not executed, so the need for improving the performance of partnerships, especially in the frequency of administration of medication and vitamins for sheep, participation in counseling for farmers who are partnered, and mentoring to farmers who are partnered from CV. Mitra Mitra Tani Farm.

Beside that, the result of this study showed that the initial weight of sheep, forage, wide of sheepfold, and labour affected positively on sheep fattening production. The initial weight of sheep affected significant at 5 percent. Other variables, such as forage and wide of sheepfold affected significant at 1 percent.

But, labour didn’t affect significant at 1 percent, 5 percent, 10 percent, or 15

(7)

age, the number of household, nonformal education, access to capital, and the using of sheepfold roof. Other variables such as experience of sheep farming, long

of fattening, and degree of partnership didn’t affect significantly in technical

efficiency of sheep fattening farming, but only affected positively to technical efficiency on sheep fattening farming.

The result about incremental profit analysis showed that sheep fattening farming for farmers who are partnered was profitable with R/C ratio 1.24, but for farmers who are not partnered was not profitable with R/C ratio 0.86. That’s because incremental cost for farmers who are partnered is lower than farmers who are not partnered to get one kilogram of sheep weight for one month. The conclusion of this study showed that sheep fattening farming for farmers who are partnered is more profitable than farmers who are not partnered. But in efficiency, sheep fattening farming for farmers who are not partnered is more efficient than farmers who are partnered.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

MUHAMAD YUNUS

EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN DOMBA

POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN BOGOR:

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

(11)

Judul Tesis : Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis

Nama : Muhamad Yunus NIM : H351130686

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS Ketua

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah efisiensi, dengan judul Efisiensi Usaha Penggemukan Domba Pola Kemitraan di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Harianto, MS dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji tesis, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis. Selain itu terima kasih juga penulis ucapkan kepada Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB dan kepada pihak beasiswa yang telah membantu terkait pendaanaan selama perkuliahan, yaitu Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BU BPKLN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Afnaan Wasom, Budi SS, Amrul Lubis, Bahrudin, dan Mbak Yayu selaku pihak dari CV. Mitra Tani Farm yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengumpulan data untuk penelitian ini. Begitu juga penghargaan disampaikan kepada seluruh peternak responden dalam penelitian ini, baik peternak mitra maupun peternak nonmitra yang telah bersedia memberikan informasi terkait data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan program Sinergi Angkatan 1 Program Studi Magister Sains Agribisnis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(14)

10

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... VVvviii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Manajemen Usaha Ternak Domba 9

Pengaruh Penerapan Kemitraan Agribisnis terhadap Efisiensi dan

Keuntungan Usahatani 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Usahatani 15

Pengukuran Efisiensi Usahatani 19

3 KERANGKA PEMIKIRAN 21

Kerangka Pemikiran Teoritis 21

Kerangka Pemikiran Operasional 31

3 METODE PENELITIAN 34

Lokasi dan Waktu Penelitian 34

Jenis dan Sumber Data 34

Metode Pengumpulan Data 34

Metode Penentuan Sampel 35

Metode Analisis dan Pengolahan Data 35

Konsep Pengukuran Variabel 46

5 GAMBARAN UMUM 47

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 47

Karakteristik Umum 49

Gambaran Usaha Penggemukan Ternak Domba 52

Keragaan Usaha Penggemukan Ternak Domba 54

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 62

Analisis Derajat Kemitraan 62

Analisis Fungsi Produksi 69

Analisis Efisiensi Teknis 73

Analisis Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi 86

Analisis Tambahan Keuntungan Usaha Penggemukan Ternak Domba 90

7 SIMPULAN DAN SARAN 94

Simpulan 94

(15)

DAFTAR PUSTAKA 95

LAMPIRAN 101

(16)

12

DAFTAR TABEL

1 Jumlah populasi dan rata-rata laju pertumbuhan kelompok ternak

ruminansia di Indonesia Tahun 2009-2013 1

2 Jumlah satuan ternak (ST) kelompok ternak ruminansia di

Indonesia Tahun 2009-2013 2

3 Perbedaan peternak yang mengikuti kemitraan (mitra) dengan CV. Mitra Tani Farm dan peternak yang tidak mengikuti kemitraan

(nonmitra) 7

4 Pengukuran derajat kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan

peternak domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 36

5 Mata pencaharian penduduk Desa Bojong Jengkol Tahun 2012 48 6 Data penduduk Desa Bojong Jengkol berdasarkan tingkat

pendidikan Tahun 2012 49

7 Karakteristik peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong

Jengkol Tahun 2014 50

8 Karakteristik usaha ternak domba peternak mitra dan peternak

nonmitradi Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 51

9 Jenis atau varietas domba dalam usaha ternak domba peternak

responden selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 52 10 Gambaran usaha ternak domba peternak mitra dan peternak

nonmitra selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 53 11 Sistem perkandangan usaha ternak domba peternak mitra dan

peternak nonmitradi Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 55

12 Rata-rata jumlah pakan yang diberikan oleh peternak mitra dan

peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 57

13 Curahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) peternak mitra dan

peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 59

14 Jumlah peternak mitra dan peternak nonmitra yang menggunakan jenis obat-obatan dan vitamin untuk usaha ternak domba di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2014 60

15 Rata-rata jumlah penggunaan obat-obatan peternak mitra dan

peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 61

16 Rata-rata pemasaran ternak domba peternak mitra dan peternak

nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 61

17 Pengukuran derajat kemitraan antara antara CV. MT Farm dengan

peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 67

18 Sebaran rata-rata skor derajat kemitraan antara CV. MT Farm

dengan peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 68 19 Hasil pendugaan Stochastic Frontier Production Function usaha

penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 dengan menggunakan metode

MLE 73

20 Sebaran nilai efisiensi teknis usaha penggemukan domba peternak

(17)

21 Perbandingan indeks nilai efisiensi teknis (TE) usaha penggemukan domba antara peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2014 75

22 Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata output dan rata-rata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan domba

peternak responden di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 76 23 Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic

frontier peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa Bojong

Jengkol Tahun 2014 77

24 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan usia peternak di Desa Bojong

JengkolTahun 2014 78

25 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan pengalaman beternak domba di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2104 79

26 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan jumlah tanggungan keluarga domba di

Desa Bojong Jengkol Tahun 2104 80

27 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan lama penggemukan domba dalam satu

periode di Desa Bojong JengkolTahun 2014 82

28 Hubungan antara rata-rata derajat kemitraan dengan efisiensi teknis

(TE) peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 83 29 Hasil uji korelasi antara derajat kemitraan dengan efisiensi teknis

usaha penggemukan domba peternak mitra di Desa Bojong Jengkol

Tahun 2014 84

30 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan pendidikan formal di Desa Bojong

Jengkol Tahun 2014 85

31 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan akses terhadap modal di Desa Bojong

Jengkol Tahun 2014 85

32 Sebaran responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usaha penggemukan domba dan penggunaan atap kandang di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2014 86

33 Harga rata-rata input yang berlaku dalam usaha penggemukan

ternak domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 87

34 Sebaran nilai efisiensi alokasi (AE) usaha penggemukan domba di

Desa Bojong JengkolTahun 2014 88

35 Sebaran nilai efisiensi ekonomi (EE) usaha penggemukan domba di

Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 89

36 Rata-rata tambahan penerimaan hasil penjualan domba pada usaha penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra

di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 91

37 Rata-rata tambahan biaya usaha penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol

(18)

14

38 Rata-rata tambahan keuntungan usaha penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol

Tahun 2014 93

DAFTAR GAMBAR

1 Populasi ternak domba di Jawa Barat Tahun 2009-2013 3

2 Produksi daging domba nasional dan Jawa Barat Tahun 2009-2013 3

3 Pola kemitraan inti-plasma 23

4 Produktivitas, efisiensi teknis, dan skala ekonomis 24

5 Pergeseran kurva total physical product (TPP) ke atas akibat

perubahan teknologi 25

6 Efisiensi pada orientasi input 28

7 Efisiensi pada orientasi output 30

8 Kerangka pemikiran operasional penelitian 33

9 Skor derajat kemitraan masing-masing peternak mitra di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2014 68

10 Hubungan antara efisiensi teknis dengan usia peternak di Desa

Bojong Jengkol Tahun 2014 78

11 Hubungan antara efisiensi teknis dengan pengalaman usaha ternak

domba di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 79

12 Hubungan antara efisiensi teknis dengan jumlah tanggungan

keluarga di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 81

13 Hubungan antara efisiensi teknis dengan lama penggemukan domba

selama satu periode di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 82 14 Hubungan antara skorderajat kemitraan (DK) dengan nilai efisiensi

teknis (TE) masing-masing peternak mitra di Desa Bojong Jengkol

Tahun 2014 83

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengukuran Derajat Kemitraan antara CV. Mitra Tani Farm dengan

peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 101

2 Hasil dugaan model fungsi produksi Cobb-Douglasusaha penggemukan ternak domba peternak mitra dan peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 dengan menggunakan metode

OLS 104

3 (a) Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata-rata output dan rata-rata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan

domba peternak mitra di Desa Bojong Jengkol Tahun 2014 105 (b) Keterkaitan tingkat efisiensi teknis dengan rata-rata output dan

rata-rata penggunaan input-input produksi usaha penggemukan

(19)

4 Hasil pendugaan model fungsi produksi usaha penggemukan ternak domba peternak responden di Desa Bojong Jengkol dengan metode

OLS Tahun 2014 106

5 Hasil uji heteroskedastisitas model fungsi produksi usaha penggemukan ternak domba peternak responden di Desa Bojong

Jengkol Tahun 2014 107

6 Hasil uji normalitas model fungsi produksi usaha penggemukan ternak domba peternak responden di Desa Bojong Jengkol Tahun

2014 108

7 Hasil pendugaan model fungsi produksi usaha penggemukan domba peternak responden di Desa Bojong Jengkol dengan metode MLE

(20)
(21)

1PENDAHULUAN

Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan salah satusubsektor yang memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi produk domestik bruto (PDB) subsektor peternakan pada tahun 2012 sebesar Rp41 971.80 milyar atau sebesar 13 persen kontribusinya terhadap sektor pertanian. Sementara itu sebesar 87 persen sisanya merupakan kontribusi dari empat subsektor pertanian lainnya, seperti subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Selain itu, PDB subsektor peternakan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) bahwa pada tahun 2009 PDB subsektor peternakan atas dasar harga konstan sebesar Rp36 648.90 milyar, meningkat menjadi Rp38 214.40 milyar pada tahun 2010, kemudian menjadi sebesar Rp40 040.30 milyar pada tahun 2011 dan menjadi Rp41 971.80 milyar pada tahun 2012.

Peningkatan PDB subsektor peternakanberasal dari berbagai komoditas peternakan yang terbagi dalam tiga kelompok ternak, yaitu ternak ruminansia, ternak nonruminansia, dan ternak unggas. Ternak ruminansia terdiri dari sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, dan domba. Populasi kelompok ternak ini sebagian besar mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 1.Berdasarkan data jumlah populasi pada Tabel 1, kambing merupakan ternak ruminansia dengan jumlah populasi terbesar, dimana setiap tahunnya mencapai lebih dari 15 juta ekor. Sedangkan sapi perah merupakan ternak dengan jumlah populasi yang paling rendah setiap tahunnya yang hanya mencapai kurang dari 700 ribu ekor.

Tabel 1 Jumlah populasi dan rata-rata laju pertumbuhan kelompok ternak ruminansia di Indonesia Tahun 2009-2013a

No Jenis hewan ternak

Populasi (000 ekor) Rata-rata laju pertumbuhan populasi (%) 2009 2010 2011 2012 2013b

1 Sapi perah 475 488 597 612 636 7.88

2 Sapi potong 12 760 13 582 14 824 15 981 16 607 6.83 3 Kerbau 1 933 2 000 1 305 1 438 1 484 (4.47) 4 Kambing 15 815 16 620 16 946 17 906 18 576 4.12 5 Domba 10 199 10 725 11 791 13 420 14 560 9.36 a

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan (2013) diolah; b

Angka sementara.

(22)

2

pakanseekor sapi betina dewasa.Penyetaraan satuan ternak ini dengan mengasumsikan bahwa seluruh ternak yang terdapat dalam data populasi (Tabel 1) merupakan ternak dewasa untuk masing-masing jenis ternak ruminansia. Penyetaraan ini mengacu pada penyetaraan yang pada umumnya digunakan dalam ternak, dimana satu STsetara dengan satu ekor sapi dewasa, setara dengan satu

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan (2013) diolah; b

Angka sementara.

Selain dapat dilihat dari jumlah populasi dan jumlah satuan ternak, perkembangan usaha ternak di Indonesia juga dapat dilihat dari rata-rata laju pertumbuhan populasi dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Berdasarkan data pada Tabel 1, kerbau merupakan ternak yang memiliki laju pertumbuhan yang paling kecil dan bernilai negatif. Hal ini karena populasi kerbau pada tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2010, yaitu sebesar 695 000 ekor atau 34.75 persen. Sementara itu, ternak yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan yang paling tinggi yaitu ternak domba sebesar 9.36 persen, dimana peningkatan populasi domba setiap tahunnya berkisar antara 500 ribu hingga lebih dari 1 juta ekor.

Ternak domba di Indonesia sebanyak 90 persen diusahakan oleh peternak rakyat.Banyaknya peternak rakyat yang mengusahakan ternak domba diantaranya yaitu karena domba memiliki sifat yang mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan sehingga mudah dan sederhana dalam pemeliharaanya. Selain itu, domba juga mengalami pertumbuhan yang cepat, memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat terhadap penyakit, serta memberikan hasil sampingan seperti kulit dan kotoran domba yang dapat dimanfaatkan untuk menambah keuntungan (Sudarmono dan Sugeng 2011). Hasil utama dari ternak domba adalah dagingnya yang merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia.

(23)

perkembangan populasi domba di Jawa Barat dari tahun 2009 sampai tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Populasi ternak domba di Jawa Barat Tahun 2009-2013a

a

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013); bAngka sementara

Populasi domba di Jawa Barat tidak terpusat di satu wilayah saja, melainkan tersebar di berbagai wilayah baik kota maupun kabupaten. Salah satu wilayah yang memiliki populasi domba cukup besar yaitu Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012), jumlah populasi domba di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 mencapai 221 873 ekor yang terdiri dari 94 701 ekor domba jantan dan 127 172 ekor domba betina.

Meskipun pertumbuhan populasi domba terus meningkat setiap tahunnya baik di Indonesia maupun di Jawa Barat, namunhal ini tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah produksi daging domba yang dihasilkan setiap tahunnya. Berdasarkan datayang tertera pada Gambar 2, bahwa dari tahun 2009 sampai tahun 2013 jumlah produksi daging domba yang dihasilkan mengalami fluktuasi bahkan cenderung menurun meskipun jumlah populasi dombanya meningkat.

Gambar 2 Produksi daging domba nasional dan Jawa Barat Tahun 2009-2013a

a

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013); bAngka sementara

(24)

4

Berdasarakan informasi sebelumnya bahwa rata-rata laju pertumbuhan populasi domba meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013, yaitu sebesar 9.36 persen (Indonesia) dan 12.44 persen (Jawa Barat). Sementara ituberdasarkan data pada Gambar 2, rata-rata laju pertumbuhan jumlah produksi daging domba mengalami penurunan, yaitu sebesar 3.80 persen (Indonesia) dan 5.45 persen (Jawa Barat). Data tersebutmenunjukkan bahwa terjadinya penurunan produktivitas ternak domba yangdiduga karena belum efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi dalam budidaya ternak domba.Karena itu, kinerja peternak domba perlu didorong agar usaha budidaya ternak domba yang dijalankan mampu meningkatkan produksi daging domba.

Upaya untuk mendorong pengembangan usaha ternak dombadi Indonesia khususnya agar para peternak dapat menggunakan faktor-faktor produksi yang sesuai, salah satunya yaitu dapat ditempuh melalui kerja sama atau program kemitraan antara peternak domba dengan perusahaan.Hal ini sejalan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 yang telah menimbang bahwa kemitraan usaha merupakan salah satu upaya untuk tercapainya pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis. Tujuan kemitraan usaha pertanian yaitu untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri.

Kemitraan merupakan salah satu strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama ataupun keuntungan bersama sesuai dengan prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi sesuai kesepakatan yang muncul (Hafsah 2000).Kemitraan yang terjalin diatur dan ditentukan secara bijak agar dapat menciptakan win-win solution bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu contohnya yaitu dalam hal penentuan pola kemitraan yang akan dilaksanakan, dimana tujuannya yaitu agar pelaksanaan kemitraaberjalan dengan baik serta diketahuinya secara jelas mengenai hak dan kewajiban bagi semua pihak yang terlibat. Pola kemitraan yang pada umumnya dikembangkan yaitu pola kemitraan inti-plasma. Pola inti-plasma merupakan hubungan antara peternak, kelompok ternak atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah hasil produksi, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati (Sumardjo et al. 2004). Penggunaan pola kemitraan ini menurut Sumartini (2004) dalam pelaksanaannya menghasilkan hubungan positif dengan tingkat pendapatan peternak.

(25)

peternak yang tidak mengikuti kemitraan. Sari (2012) juga menyatakan bahwa keuntungan usaha peternak yang mengikuti kemitraan lebih kecil dibandingkan peternak yang tidak mengikuti kemitraan.Bebagai hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengaruh kemitraan terhadap efisiensi usaha dan keuntungan usaha belum menemukan hasil empiris yang konsisten atau masih bersifat

inconclusive.

Meskipun masih bersifat inconculusive, adanya program kemitraan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi petani atau peternak yang mengikuti kemitraan.Hal ini karena petani atau peternak yang mengikuti kemitraan pada umumnya mendapatkan permodalan, sarana produksi, bimbingan teknis melalui penyuluhan dan pembinaan, serta adanya jaminan pasar dari perusahaan mitra. Berbagai bantuan tersebut diharapkan petani atau peternak mitra mampu menggunakan faktor-faktor produksi secara tepat.

Dengan demikian, penggunaan faktor-faktor produksi secara tepat diharapkan akan menghasilkan produksi yang optimal sehingga usaha ternak domba yang dijalankan akan efisien serta akan memberikan keuntungan yang maksimum. Karena itu, penting untuk mempelajari dan melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usaha penggemukan ternak domba.

Perumusan Masalah

Usaha penggemukan ternak domba banyak diusahakan oleh peternak rakyat di pedesaan, salah satunya yaitu di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.Alasan para peternak memilih usaha ternak domba sebagai mata pencahariannya yaitu karenaternak domba mudah dalam pemeliharaannya serta bahan pakan hijauan seperti rerumputan dan dedaunandapat diperoleh di sekitar desa. Selain itu, ternak domba juga memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan jenis ternak lainnya. Meskipun demikian,pada umumnya peternak rakyat tersebut menghadapi berbagai kendala, diantaranya yaitu:(1) Keterbatasan permodalan (Handewi dan Sudaryanto1996), terutama modal untuk pembelian domba bibit dan untuk pembuatan kandang; (2) Bibit belum memenuhi persyaratan kualitas (Maulana 2013), karena peternak tidak melakukan seleksi bibit yang baik (Winarso 2010); (3) Belum ada keterjaminan pasar karena peternak pada umumnya tidak memiliki kemampuan melakukan hubungan dengan pasar ternak maupun pasar konsumsi secara langsung, sehingga masih tingginya tingkat ketergantungan peternakkepada pedagang atau tengkulak (Winarso 2010); serta (4) penggunaan faktor-faktor produksi yang belum sesuai sehingga dapat menyebabkan pengusahaan yang dijalankan tidak efisien. Berbagai kendala tersebut jika tidak diatasi maka akan menyebabkan usaha ternak domba yang dijalankan akan tidak efisien secara teknis, sehingga dapat menyebabkan produktivitas rendah atau belum mencapai maksimal.

(26)

6

kemitraan. Kemitraan usaha pertanian didefinisikan sebagai kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang pertanian dimana terdapat hubungan yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan (Kementan 1997).

Salah satu kemitraan yang telah dilaksanakan yaitu kemitraan usaha ternak domba antara peternak rakyat di Desa Bojong Jengkol dengan perusahaan CV. Mitra Tani Farm. Pelaksanaan kegiatan kemitraan tersebut sudah terjalin sejak bulan Agustus tahun 2012. Akan tetapi tidak semua peternak domba di desa tersebut mengikuti kemitraan. Berdasarkan hasil wawancara kepada peternak domba nonmitra di lokasi penelitian, terdapat beberapa alasan mengapa peternak tersebut tidak mengikuti kemitraan, yaitu: (i) Karena pemeliharaan domba relatif sederhana, sehingga para peternak mampu melakukan budidaya ternak domba secara mandiri; (ii) Waktu pemeliharaan atau lama penggemukan, yaitu mulai dari pembelian domba bibit sampai penjulalan domba hasil penggemukan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan peternak, terutama kebutuhan ekonomi.Dengan demikian pengambilan keputusan untuk panen dapat dilakukan oleh peternak sendiri; (iii) Peternak domba yang tidak mengikuti kemitraanbelum mengetahui adanya program kemitraan tersebut; dan (iv) Pihak perusahaan mitra (CV. Mitra Tani Farm) belum mampu mencakup semua peternak domba di desa tersebut untuk mengikuti program kemitraan, karena terbatasnya sumberdaya dan permodalan.

Sementara itu, sebagian peternak mengikuti kemitraan karena: (1) Tersedianya sarana produksi dari pihak perusahaan mitra; (2) Tersedianya permodalan untuk pembelian domba bibit dan pembuatan kandang; (3) Adanya pendampingan dan pengawasan dari tenaga ahli; (4) Pemeriksaan kesehatan domba yang dilakukan hampir setiap hari; (5) Penimbangan bobot domba setiap ekornya yang dilakukan setiap bulan, sehingga para peternak mengetahui tingkat pertumbuhan ternaknya. Selain itu, penimbangan bobot domba setiap bulan tersebut juga dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk pemeliharaan yang lebih baik lagi agar pertumbuhan bobot domba meningkat untuk bulan selanjutnya; (6) Para peternak mitra diperbolehkan untuk meminjam uangjika peternak membutuhkan dan akan dibayarkan ketika peternak menjual hasil ternaknya kepada perusahaan. (7) Adanya jaminan pasar untuk domba hasil penggemukan yang dijalankan oleh peternak mitra; dan (8) Adanya pembagian risiko jika ternak mati atau hilang yang ditanggung oleh kedua belah pihak dengan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Berbagai manfaat kemitraan tersebut sesuai dengan pernyataan Eaton dan Shepherd (2001) dan Baumann (2000),dimana peternak mitra akan mendapatkan layanan seperti konsultasi teknik budidaya, permodalan, pengetahuan baru, serta jaminan pasar dan mampu meminimalisasi risiko harga.

(27)

Tabel 3 Perbedaan peternak yang mengikuti kemitraan (mitra) dengan CV. Mitra Tani Farm dan peternak yang tidak mengikuti kemitraan (nonmitra)a

No Uraian Peternak

Mitra Nonmitra 1. Mendapatkan permodalan untuk pembelian domba

bibit atau bakalan Ya Tidak

b

2. Mendapatkan permodalan untuk pembuatan

kandang Ya Tidak

3. Mendapatkan pembinaan mengenai usaha ternak domba baik secara teori maupun praktik, serta adanya pendampingan dan pengawasan dalam melaksanakan usaha ternak domba

Ya Tidak

4. Mendapatkan berbagai jenis obat-obatan dan vitamin untuk domba serta pemeriksaan kesehatan domba

Ya Tidak

5. Adanya jaminan pasar untuk domba hasil

penggemukan yang diusahakan oleh peternak mitra Ya Tidak a

Sumber: Yunus (2013); bTerdapat beberapa peternak nonmitra yang mendapatkan permodalan.

Berdasarkan Tabel 3, berbagai manfaat kemitraan yang diperoleh peternak mitra diharapkan akan memberikan dampak positif baik terhadap efisiensi maupun terhadap keuntungan usaha ternak domba yang dijalankan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, bahwa kemitraan pada umumnya akan memberikan pengaruh positif atau pengaruh yang lebih baik bagi petani yang mengikuti kemitraan dibandingkan petani yang tidak mengikuti kemitraan, yaitu terhadap efisiensi usaha (Hamidi 2009; Saigenji 2010; Sulistyo 2004) maupun terhadap keuntungan usaha (Bolwig et al. 2009; Miyata et al. 2009; Saigenji 2010; Sulistyo 2004). Akan tetapi,terdapat juga penelitian yang menunjukkan hasil sebaliknya, dimana tingkat efisiensi usaha dan keuntungan usaha yang dijalankan oleh petani yang mengikuti kemitraan lebih rendah dibandingkan petani yang tidak mengikuti kemitraan (Yunus 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan keuntungan usaha masih bersifat inconclusiveatau belum ada hasil empiris yang konsisten mengenai pengaruh kemitraan.

Berdasarkan uraian tersebut timbul pertanyaan mengapa kemitraan tidak selalu memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi dan keuntungan usaha? Untuk itu perlu dilakukan kajian tingkat pelaksanaan kemitraan atau derajat kemitraan pada usaha penggemukan ternak domba. Apakah derajat kemitraan berpengaruh terhadap efisiensi usaha ternak domba? Pengukuran efisiensi yang digunakan dalam penelitian Yunus (2009) mengenai usaha produksi peternakan ayam ras pedaging menggunakan fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas, sehingga dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga perlu dilakukan analisis efisiensi dengan menggunakan pendekatan Stochastic Frontier sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha penggemukan ternak domba.

(28)

8

1. Berapa tingkat derajat kemitraan yang terjalin antara CV. Mitra Tani Farm dengan peternak mitra dalam menjalankanusaha penggemukan ternak domba? 2. Berapa tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi usaha

penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha

penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra? 4. Berapa tambahan keuntungan danrasiotambahan penerimaan terhadap

tambahan biaya(R/C) usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengukur tingkat derajat kemitraan yang terjalin antara CV. Mitra Tani Farm dengan peternak mitra dalam menjalankan usaha penggemukan ternak domba. 2. Mengukur tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi

usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra. 3. Menentukan Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha

penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra.

4. Mengukur tambahan keuntungan dan rasiotambahan penerimaan terhadap tambahan biaya (R/C) usaha penggemukan ternak domba pada peternak mitra dan peternak nonmitra?

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai pihak, diantaranya yaitu:

1. Bagi peternak domba pada penelitian ini, yaitu sebagai bahan masukan dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha penggemukan dombaagar dapat meningkatkan produksi dengan biaya minimum melalui efisiensi teknis dan efisiensi alokasi.

2. Bagi perusahaan mitra, yaitu sebagai bahan masukan agar pelaksanaan kemitraan yang dijakanlan lebih baik lagi, karena akan berhubungan dalam membantu tercapainya efisiensiusaha penggemukan ternak domba peternak mitra.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terkait pemberian informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi yang tepat dalam usaha ternak domba serta sebagai dasar kebijakan pengembangan program kemitraan usaha pertanian untuk membantu peningkatan kesejahteraan petani atau peternak.

(29)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis efisiensiusaha penggemukan ternak domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sampel dalam penelitian ini yaitu semua peternak domba yang mengikuti program kemitraan dengan CV. Mitra Tani Farm serta sebagian peternak yang tidak mengikuti program kemitraan pada lokasi penelitian. Analisis yang akan dikaji dalam penelitian ini dimulai dengan mengukur derajat kemitraan yang terjalin antara CV. Mitra Tani Farm dengan peternak domba pada lokasi penelitian.

Selanjutnya penelitian ini menganalisis efisiensi usaha penggemukan domba, yang terdiri atas efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi ekonomi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parametrik, yaitu Stochastic Frontier Analysis(SFA) dengan fungsi produksi Cobb-Douglas.Melalui pendekatan tersebut maka dapat diketahui tingkat efisiensi padausaha penggemukan domba baikyang dijalankan oleh peternak mitra maupun peternak nonmitra. Selain itu juga akan diketahui faktor-faktor (determinant) yang mempengaruhi tingkat inefisiensi usaha penggemukan domba baik pada peternak mitra maupun peternak nonmitra. Keseluruhan analisis tersebut akan dibahas melalui analisis kuantitatif. Penelitian ini juga menganalisis dari sisi bisnis, yaitu dengan menganalisis mengenai tingkat keuntungan dan rasio R/C usaha yang dijalankan dengan terlebih dahulu menganalisis komponen penerimaan dan komponen biaya pada peternak mitra dan peternak nonmitra.Analisis efisiensidan keuntungan tersebut juga untuk mengetahui apakah kemitraan dapat memberikan pengaruh positif bagi peternak mitra dibandingkan peternak nonmitra atau memberikan pengaruh sebaliknya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Usaha Ternak Domba

Usaha ternak domba di Indonesia pada umumnya diusahakan oleh peternak rakyat di daerah pedesaan. Ternak domba yang diusahakan oleh peternak rakyat termasuk dalam jumlah kecil, yaitu antara tiga sampai lima ekor per peternak. Selain itu, peternak rakyat dalam mengusahakan ternak domba masih menggunakansistem pemeliharaan sederhana atau tradisional, yaitu dengan sistem perkandangan sederhana, penyediaan pakan terbatas yang mengandalkan alam sekitar atau setengah digembalakan, dan tanpa pemilihan bibit domba secara terarah.

(30)

10

ini terutama dari wilayah DKI Jakarta. Karena itu, prospek yang menjanjikan tersebut perlu dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para peternak rakyat maupun berbagai pihak yang terlibat dengan menerapkan manajemen usaha ternak domba yang baik.

Peternak rakyat memerlukan bantuan dari berbagai pihak dalam upaya penerapan manajemen usaha ternak domba yang baik. Misalnya pemerintah melalui dinas peternakan maupun pihak swasta turut memberikan sumbangsih dalam penyampaian informasi baik dalam penyuluhan maupun pelatihan mengenai teknis budidaya yang tepat. Pemberian informasi terkait penerapan manajemen usaha ternak dapat mengacu pada pedoman teknis dari Kementerian Riset dan Teknologi (2000), yang terdiri atas penyiapan sarana dan peralatan (sistem perkandangan); penyiapan bibit (pemilihan bibit dan calon induk, reproduksi dan perkawinan serta proses kelahiran); dan pemeliharaan (sanitasi dan tindakan preventif, pengontrolan penyakit, perawatan ternak, pemberian pakan, pemberian vaksin dan obat, serta pemeliharaan kandang). Peningkatan manajemen ke arah yang lebih baik akan diikuti dengan peningkatan produksi bobot per ekor, namun demikian peningkatan manajemen ini menuntut peningkatan input yang tercermin dari semakin meningkatnya total biaya produksi (Inonu dan Soediana 1998).

Usaha ternak domba dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan secara intensif (ternak domba berada di dalam kandang selama pemeliharaan dan pemberian pakan) atau ekstensif (ternak domba dibebaskan ke alam atau digembalakan untuk mencari pakan). Kedua sistem pemeliharaan tersebut akan menghasilkan produksi pertambahan bobot domba yang berbeda dan akan berpengaruh pada efisiensi usaha ternak domba. Kondisi tersebut telah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Sugandi (2001) mengenai efisiensi produksi usaha ternak domba di dataran rendah Kabupaten Majalengka. Intensifikasi usaha ternak domba pada lokasi penelitian tersebut dapat meningkatkan produksi. Faktor manajemen berupa kemampuan teknis petani dapat meningkatkan produksi pada usaha ternak domba dipelihara intensif maupun ekstensif, akan tetapi cara pemeliharaan intensif dapat menghasilkan produksi lebih tinggi, dan secara teknis efisien.Selain itu, keuntungan usaha ternak domba secara intensif lebih tinggi daripada usaha ternak secara ekstensif, akan tetapi secara ekonomi kedua usaha tersebut belum efisien.

Sistem pemeliharaan secara ekstensif banyak dilakukan di luar Indonesia yang memiliki padang rumput yang luas, sepertidi wilayah Zavisin, Bohemia Barat. Terdapat penelitian pada lokasi tersebut mengenai menganalisis efisiensi sistem set-stocking ternak domba yang mencari makan sendiri di padang rumput. Efisiensi sistem ini dievaluasi kaitannya dengan tingkat pertumbuhan domba bakalan dan domba betina per satu hektar lahan padang rumput. Hasilnya menunjukkan bahwa sedikit pengembalaan saja di padang rumput akan memperbaiki kualitas domba dan meningkatkan bobot badan domba (Krizek et al.1994).

(31)

anak domba umur tiga sampai enam bulan adalah 1 x 1,2 m2; (ii) Untuk satu ekor pejantan atau betina dewasa adalah 1 x 1,0 m2; (iii) Untuk satu ekor pejantan pemacak adalah 2 x 1,5 m2; dan (iv) Untuk 1 ekor induk dengan dua ekor anak umur nol sampai tiga bulan adalah 1 x 2,25 m2.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah penggunaan domba bibit yang merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan usaha yang bersifat komersial. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat (2010), ternak yang diperlihara dengan bibit yang baik maka diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik pula. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih domba bibit yaitu dilihat dari sifat umum dan khusus. Sifat umum diantaranya yaitu: a) Umur pubertasi (betina 10 bulan, jantan 12 bulan); b) Kesuburan dan jumlah anak sekelahiran sampai disapih (2 ekor); c) Bobot lahir (2.2 kg), bobot sapih (12-13 kg), dan bobot dewasa (jantan 55-60 kg, betina 30-35 kg); dan d) Sifat keindukan (mampu menyusui, mengasuh, dan membesarkan anaknya). Sementara itu sifat khususnya dapat dilihat dari bentuk tubuh domba dan tidak ada cacat. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarakan hasil penelitian Sugandi (2001), faktor jumlah bibit yang digunakan berpengaruh positif terhadap peningkatan usaha ternak domba yang dipelihara secara intensif.

Pemberian pakan juga perlu diperhatikan oleh para peternak agarproduksi pertambahan bobot domba lebih cepat.Pakan yang baik digunakan selain pakan hijauan seperti rerumputan dan dedaunan, yaitu juga pakan konsentrat, ampas tahu, dan dedak. Akan tetapi, pada praktiknya hampir semua peternak domba khususnya peternak rakyathanya memberikan pakan hijauan. Hal tersebut karena adanya keterbatasan permodalan yang dialami oleh peternak sehingga tidak dapat memperoleh atau membeli jenis pakan lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat hasil penelitian yang membandingkan perbedaan pemberian pakan pada penggemukan domba jantan yang dilakukan oleh Priyanto dan Rusdiana (2008) di Kecamatan Ciemas. Terdapat dua model, yaitu dengan perlakuan dan dengan kontrol dimana ternak domba dikandangkan selama 4 bulan. Domba perlakuan yaitu dengan pemberian pakan ubi kayu satu kali setiap hari (pada pagi hari) dan untuk menutupi kekurangan gizi maka diberi pakan penguat, dedak, dan ampas tahu. Sedangkan domba kontrol hanya diberikan hijauan (rumput gajah) dan sisa limbah pertanian. Hasil analisis menggunakan Paired Comparison Mean T-test,

diperoleh bahwa domba perlakuan sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi penampilan produksi penggemukan atau bobotnya dibandingkan domba kontrol. Domba yang memperoleh pakan perlakuan menunjukkan pertumbuhan bobot hidup yang lebih baik, yaitu rata-rata sebesar 9.38 kg/ekor/4 bulan (13 g/ekor/hari), sedangkan domba kontrol hanya mencapai 5.59 kg/ekor/4 bulan (4.7 g/ekor/hari).

Upaya untuk memberikan pakan yang lebih baik agar meningkatkan kualitas domba maupun bobot badan domba terus dilakukan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Suhardi (2010) yang mengaplikasikan teknologi pengolahan pakan konsentrat ternak ruminansia dengan metode pengukusan. Perbandingan antara hijauan dengan konsentrat adalah 30 persen : 70 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrat yang dikukus dapat meningkatkan kinerja ternak domba lokal jantan yang dapat dilihat dari average daily gain

(32)

12

Pemberian ampas tahu ini dapat diberikan kapan saja tanpa terikat waktu pemberian rumput gajah. Hal ini dibuktikan oleh Hernaman et al. (2008) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh penundaan pemberian ampas tahu pada domba yang diberi rumput gajah terhadap konsumsi dan kecernaan. Penelitian tersebut melakukan empat perlakuan dan lima pengulanganan. Perlakuan berupa pola waktu pemberian ampas tahu terhadap rumput gajah yaitu: 1) Satu setengah jam sebelumnya; 2) Secara bersamaan; 3) Satu setengah jam sesudahnya; dan 4) Tiga jam sesudahnya. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar. Dengan demikian pemberian ampas tahu ini dapat dilakukan kapan saja, namun pemberian ampas tahu sebelumrumput gajah akan lebih efisien pada pagi hari, sedangkan pada siang atau sore harisebaiknya diberikan secara bersamaan.

Manajemen usaha ternakdapat berjalan dengan baik apabila terdapat sumber daya manusia atau tenaga kerja yang baik pula. Pada umumnya tenaga kerja yang digunakan oleh peternak rakyat adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang terdiri dari peternak yang dibantu oleh istri dan anak. Menurut Priyanto dan Rusdiana (2008), dengan sistem pemeliharaan intensif di Desa Sukmajaya dan Desa Ciwaru, Kabupaten Sukabumi, rata-rata curahan tenaga kerja per tahun dimasing-masing lokasi tersebut yaitu sebesar 252 hari orang kerja (HOK) dan 331.2 HOK. Sedangkan hasil penelitian di luar negeri, yaitu di Rajasthan dimana sebagian besar (tiga per empat) pemeliharaan dilakukan secara ekstensif pada daerah semi-kering membutuhkan tenaga kerja per tahun sebanyak 581 HOK (Sureshet al. 2008). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa sistem pemeliharaan secara ekstensif membutuhkan curahan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan sistem pemeliharaan secara intensif.

Penggunaan tenaga kerja perlu diperhatikan jika adanya penerapan usaha pertanian terpadu antara tanaman dengan ternak, seperti pada penelitian Rose (2011) di Australia Barat terhadap penggunaan tenaga kerja dan efisiensi usaha pertanian terpadu domba dengan tanaman gandum. Pada penelitian tersebut menggunakan the bio-economic farm model MIDAS (Model of an Integrated Dryland Agricultural System) atau model sistem pertanian terpadu. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja untuk ternak domba lebih banyak dibandingkan untuk usahatani gandum pada semua kegiatan produksi atau budidaya. Sehingga dalam usaha pertanian terpadu tersebut penggunaan tenaga kerja sebaiknya menggunakan buruh tani untuk periode tertentu ketika penggunaan tenaga kerja tinggi yang dibutuhkan untuk usaha ternak domba maupun usahatani gandum.

(33)

perkawinan antara hewan bernilai tinggi untukmeyakinkan produktif tinggi dan reproduksi keturunan; (d) Manajemen pertanian berdasarkanpenggunaan material yang dioptimalkan, sumber daya manusia dan keuangan; (e) Pemasaran produk pada saluran pendekdan mencari harga pasar yang lebih tinggi; (f) Penciptaanasosiasi pertanian dalam rangka memperkuat dan meningkatkan kapasitas produksi modal petani, meningkatkankualitas produk dan meningkatkan daya saing pertaniandan profitabilitas.

Berdasarkan informasi dari penelitian terdahulu, manajemen usaha ternak domba mengenai teknis budidaya dan penggunaan input-input produksi perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan tingkat keuntungan yang akan didapatkan oleh para peternak.

Pengaruh Penerapan Kemitraan terhadap Efisiensi dan Keuntungan Usahatani

Berbagai kendala yang dihadapi oleh peternak domba seperti permodalan, teknik budidaya, penggunaan faktor-faktor produksi, hingga pemasaran menjadikan usaha ternak domba kurang berkembang. Salah satu upaya untuk mangatasi berbagai kendala tersebut dapat malalui jalinan kerjasana atau kemitraan antara peternak dengan pihak swasta maupun pemerintah. Kemitraan pada prinsipnya adalah saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling meperkuat antara dua pihak atau lebih yang terlibat. Adanya kemitraan diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi semua pihak, khususnya dalam hal ini bagi peternak domba. Dampak positif ini dapat dicerminkan melalui peningkatan kualitas dan pengetahuan peternak dalam mengembangkan usahanya. Selain itu pengaruh adanya penerapan kemitraan usaha agribisnis yaitu terhadap efisiensi usaha, keuntungan usaha dan lain-lain.

Susrusa et al. (2006) menyatakan bahwa kemitraan harus dibangun dengan fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing pihak yang terlibat. Salah satu contoh kemitraan usaha ternak domba pernah diteliti mengenai kinerja dan perspektif kemitraan dalam mendukung pengembangan agribisnis ternak domba yang dilakukan oleh Hendayana (2001) di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Melalui bahasan secara deskriptif diperoleh gambaran: (i) Sebagian besar kemitraan di tingkat peternak hanya terjadi dengan petani secara individu yang sifatnya konvensional antara lain dikenal sebagai sistem gaduhan (bagi hasil); (ii) Kemitraan yang luas terjadi pada level bandar domba, dimana bandar menjalin kemitraan tidak hanya dengan peternak, tetapi juga dengan pengusaha dan pihak pemerintah; (iii) Kedudukan peternak dalam kemitraan ini tetap dalam posisi yang kurang beruntung karena tidak memiliki

(34)

14

Selain terhadap usaha ternak domba, kemitraan juga telah banyak dilakukan pada usaha pertanian baik di Indonesia maupun di mancanegara, dimana kemitraan ada yang memiliki pengaruh positif atau negatif. Kemitraan yang berdampak positif salah satunya ditunjukkan oleh Sulistyo (2004) mengenai pengaruh kemitraan PT. Great Giant Pineapple terhadap efisiensi penggunaan faktor produksi dan pendapatan usahatani ubi kayu di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 74.8 persen kemitraan telah efektif dilaksanakan. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan rasio R/C bahwa kegiatan usahatani petani mitra lebih efisien dibandingkan petani nonmitra. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap usahatani ubi kayu di lokasi tersebut.

Hasil yang sama juga terjadi pada penelitian mengenai pengaruh kemitraan terhadap efisiensi usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat yang dilakukan oleh Hamidi (2009). Pada penelitian tersebut terdapat kaitan kemitraan dalam analisis pengolahan data terhadap produktivitas tembakau virgina, yaitu menggunakan dummy, dimana nilai dummy sama dengan satu (di=1)

jika petani mitra sedangkan dummy sama dengan nol (di=0) jika petani nonmitra.

Hasilnya terdapat beberapa kesimpulan, yaitu: (i) Nilai intersep sebagai indikator efisiensi dalam fungsi produktivitas usahatani tembakau virginia petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan petani swadaya, (ii) Lebih tingginya angka

return to scale (RTS) petani mitra dibanding petani swadaya, dan (iii) Nilai koefisien variabel dummy kemitraan adalah positif dan signifikan. Selain itu, kemitraan juga berpengaruh signifikan terhadap produktiivitas adalah penggunaan pupuk. Pengaruh kemitraan yang positif tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang telah dilakukan Saigenji (2010) mengenai kemitraan petani teh di Vietnam. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa petani yang mengikuti kemitraan teh di Vietnam memiliki pendapatan rumah tangga yang lebih tinggi dibanding petani yang tidak bermitra. Selain itu, kemitraan juga dapat meningkatkan efisinsi teknis yang dicapai petani.

Salah satu bentuk kemitraan yang pada umumnya dilakukan yaitu kontrak atau perjanjian usaha pertanian (contract farming). Miyata et al. (2009) mambandingkan antara petani apel dan bawang di Shadong, Cina yang melakukan

contract farming dengan petani mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

contract farming dapat memberikan bantuan teknis dan membantu meningkatkan pendapatan petani skala kecil. Selain itu, petani yang melakukan kontrak cenderung memiliki aset pertanian yang lebih banyak dibandingkan petani yang tidak melakukan kemitraan. Meskipun biaya input petani yang melakukan kontrak lebih tinggi, namun harga jual produk yang dihasilkan juga lebih tinggi, sehingga marjin yang diterima petani kontrak lebih tinggi dibandingkan petani nonkontrak. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Bolwig et al. (2009), yaitu dengan adanya

contract farming akan memberikan keuntungan seperti mampu mengendalikan berbagai faktor produksi dan mempengaruhi secara positif terhadap pendapatan bagi petani mitra yang menerapkan pertanian organik di Afrika.

(35)

umumnya harga sarana produksi yang ditetapkan inti (perusahaan) kepada peternak lebih mahal terutama harga pakan dan DOC, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan lebih besar. Hal tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima oleh peternak mitra lebih kecil dari peternak yang nonmitra.

Pernyataan tersebut juga sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Yunus (2009) yang telah melakukan penelitian mengenai analisis fungsi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan uji beda T test peternak mitra dan mandiri memiliki tingkat pendapatan rata-rata yang berbeda, dimana peternak mandiri lebih menguntungkan dibandingkan peternak mitra yang ditunjukkan oleh nilai rasio R/C peternak mandiri sebesar 1.26 sedangkan peternak mitra hanya sebesar 1.06. Selain itu berdasarkan tingkat efisiensi, peternak mandiri lebih baik dibandingkan peternak mitra meskipun secara keseluruhan kedua usaha ternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi frontier. Besarnya nilai efisiensi alolaktif dan ekonomi peternak mandiri yaitu 1.84 dan 1.59 sedangkan peternak mitra yaitu 1.82 dan 1.59 serta nilai efisiensi teknis secara keseluruhan sebesar 0.87.Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tidak selamanya kemitraan memberikan pengaruh positif terhadap usaha yang dilakukan petani mitra dibandingkan petani nonmitra atau mandiri.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan pada kerjasama kemitraan di bidang pertanian atau contract farming yaitu meskipun perjanjian sudah disepakati oleh dua pihak atau lebih yang terlibat,tetapi adanya kemungkinan untuk mengingkari perjanjian tersebut dapat terjadi. Misalnya ketika harga jual komoditi atau produk ditentukan pada awal musim ketika harga pasar belum diketahui dan belum pasti. Kemudian jika harga pasar nantinya cukup tinggi, maka adanya kemungkinan petani untuk mengingkari perjanjian mengenai harga tersebut cukup besar, dimana tujuannya agar petani dapat meningkatkan pendapatan sesuai yang diharapkan (Huh et al.2012).

Berdasarkan informasi dari penelitian terdahulu, petani atau peternak yang mengikuti kegiatan kemitraan tidak selalu memberikan hasil yang lebih baik terhadap efisiensi maupun keuntungan usahatani jika dibandingkan dengan petani atau peternak yang tidak mengikuti kemitraan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penelitian-penelitian terdahulu secara empiris masih belum konsisten atau bersifat inconclusive mengenai pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan keuntungan usahatani.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Usahatani

(36)

16

makaakan mengakibatkan hasil efisiensi rendah, dimana terjadinya penggunaan faktor-faktor yang kurang tepat yang akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas dan keuntungan.

Untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penelitian ini, maka diperlukan literature review terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan. Literature review ini akan membantu dalam mempertimbangkan penentuan penggunaan faktor-faktor yang akan dimasukkan dalam penelitian ini.

Faktor-faktor terkait sosio-ekonomi pelaku usaha

Faktor-faktor terkait sosio-ekonomi merupakan faktor internal pelaku usahadi luar faktor produksi yang dapat mempengaruhi efisiensi suatu usaha. Faktor-faktor sosio-ekonomi pada umumnya diteliti dan dibahas dalam menjelaskan efisiensi usaha diantaranya yaitu usia pelaku usaha, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga,dan pengalaman usaha.

1. Usia pelaku usaha

Usia merupakan faktor yang berpengaruh terhadap suatu usaha karena terkait dengan fisik pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan. Semakin tua usia pelaku usaha tersebut mengindikasikan kurang efisien karena tidak maksimalnya kegiatan usaha yang dilakukan terkait fisik yang semakin lemah. Namun disisi lain, semakin tua pelaku usaha maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga pelaku usaha tersebut diduga lebih efisien dalam menjalankan usahanya. Hal ini menyebabkan penelitian-penelitian terdahulu belum menemukan hasil empiris yang konsisten

(inconclusive)mengenai usia pelaku usaha terhadap efisiensi.

Saldias dan Taudabel (2012) telah melakukan penelitian terkait dengan efisiensi teknis pada usahatani tanaman dan ternak di Chili pada petani kecil. Kesimpulan dari penelitiannya menyebutkan bahwa usia pelaku usaha berpengaruh positif terhadap efisiensi usahatani tanaman maupun ternak. Begit pula Sajjad dan Khan(2013) yang menyatakan bahwa hasil analisis efisiensi terhadap produksi susu di District Peshawer menunjukkan bahwa usia berpengaruh negatif terhadap inefisiensi usaha atau dengan kata lain usia berpengaruh positif terhadap efisiensi usaha. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua pelaku usaha maka akan lebih efisien dalam menjalankan usahanya yang diduga karena semakin banyaknya pengalaman yang diperolehnya. Hasil serupa yang menyatakan bahwa usia pelaku usaha berpengaruh positif terhadap efisiensi juga ditunjukkan oleh Otieno et al.

(2012) yang telah melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usaha ternak sapi di Kenya.Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Mlote et al. (2013) terkait dengan estimasi efisiensi teknis pada usaha skala kecil penggemukan sapi di Tanzania; Adhiana (2005) mengenai efisiensi ekonomi usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor; dan Tanjung (2003) yang telah menganalisis efisiensi teknis dan ekonomi usahatani kentang di Kabupaten Solok.

(37)

dimana peternak yang berusia muda memiliki tingkat produktivitas yang yang lebih tinggi sehingga akan meningkatkan efisiensi teknis.

2. Pendidikan formal

Pendidikan formal pelaku usaha yang semakin tinggididuga mempengaruhi terhadap efisiensi usaha yang semakin tinggi pula. Hal inididuga karena pelaku usaha memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas khususnya pengetahuan terkait kemampuan manajerial yang membantu pelaku usaha dalam mengambil keputusan yang tepat. Selain itu, semakin tinggi pendidikan pelaku usaha diduga pelaku usaha tersebut akan lebih terbuka dengan adanya berbagai informasi dan perkembangan teknologi sehingga memungkinkan mereka akan mampu menyerap informasi dan mengadopsi teknologi yang ada. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan, seperti oleh Saldias dan Taudabel (2012), Adhiana (2005), dan Mlote et al. (2013), menyebutkan bahwa pendidikan formal memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan efisiensi usaha. Artinya, semakin tinggi pendidikan formal pelaku usaha maka akan semakin tinggi pula tingkat efisiensi usaha yang dijalankan. Kesimpulan tersebut juga diperkuar oleh Hassanpour (2012) yang menyatakan bahwa meningkatnya tingkat pendidikan maka akan meningkatkan efisiensi industri penggemukan domba.

Kesimpulan yang berbeda didapatkan oleh Otieno et al. (2012) dan Sajjad dan Khan(2013), yang menyatakan bahwa pendidikan formal berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis usaha peternakan. Yunus (2009) juga menyatakan bahwa pendidikan formal berpengaruh positif terhadap inefisiensi usaha. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan formal peternak maka akan meningkatkan inefisiensi atau akan menurunkan efisiensi usaha ternak, akan tetapi pengaruhnya diketahui tidak signifikan.

3. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga berpengauh terhadap efisiensi usaha karena diduga bahwa anggota keluarga dapat membantu dalam menjalankan kegiatan suatu usaha. Jumlah anggota keluarga tersebut dapat mengatasi keterbatasan akan tenaga kerja seperti yang dikemukakan Nwaru et al. (2011) terutama di pedesaan yang lebih mengandalkan anggota keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja daripada mempekerjakan orang lain. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh hasil yang ditunjukkan oleh Saldias dan Taudabel (2012) dan Oleke dan Isinika (2011).

4. Pengalaman usaha

Pengalaman usaha diduga akan memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi usaha. Semakin banyak pengalaman usaha yang dimiliki oleh pelaku usaha, maka diduga pengalaman tersebut dapat dijadikan pembelajaran bagi pelaku usaha baik mengenai kegagalan atau keberhasilan usaha. Selain itu juga pengalaman usaha akan memberikan pengetahuan secara teknis mengenai usaha yang dijalankan. Dengan demikian, pelaku usaha tersebut akan mampu menjalankan usaha dengan strategi yang tepat berdasarkan pengalaman sebelumnya. Namun, seperti pada faktor-faktor lainnya, pengalaman usaha juga ada yang memiliki pengaruh positif dan ada juga yang memiliki pengaruh negatif terhadap efisiensi usaha.

Gambar

Gambar 3  Pola kemitraan inti-plasmaa
Gambar 4Produktivitas, efisiensi teknis, dan skala ekonomis a
Gambar 5  Pergeseran kurva total physical product (TPP)ke atasakibatperubahan
Gambar 6 mengenai kurva efisiensi pada orientasi input menunjukkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah efisiensi teknis dan alokatif usaha tani, dengan judul Analisis

[r]

Analisis regresi linear berganda pengaruh umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, skala usaha, dan biaya produksi

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan kasih karunia dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Setelah ditinjau berdasarkan pendahuluan yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian ini, yakni untuk mengetahui pengaruh total aset, profitabilitas, dan

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja ( purposive ) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Limapuluh Kota merupakan daerah yang memiliki populasi ayam broiler terbanyak

Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap produksi baik SUP dan Non SUP adalah skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan dan varabel dummy (P≤0,01), adanya dummy

Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor eksogen (tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani, ketersediaan modal, jumlah lahan yang diusahakan, dan serangan hama)