KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN
TAHUN 2012-2014
SKRIPSI
Oleh :
JANE RUBY TOMITA NIM. 111000177
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN
TAHUN 2012-2014
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
JANE RUBY TOMITA NIM. 111000177
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2012-2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau
sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak
lain terhadap karya saya ini.
Medan, Juli 2015
ABSTRAK
Thalassemia adalah penyakit darah herediter disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta penyusun hemoglobin. Menurut data WHO sekitar 5% dari seluruh populasi di dunia adalah carrier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Prevalensi carrier Thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, prevalensi nasional Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Di Sumatera Utara khususnya di Medan, prevalensi Thalassemia Alfa adalah 3.35% dan Thalassemia Beta adalah 4.07%.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series, bertujuan mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014. Populasi penelitian adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 sebanyak 71 kasus.
Dari hasil penelitian, proporsi karakteristik penderita Thalassemia tertinggi adalah kelompok umur 6-11 tahun (35,2%), jenis kelamin laki-laki (57,7%), suku Jawa (64,8%), agama Islam (85,9%), SD (38,0%), berasal dari luar kota Medan (56,3%), keluhan utama pucat (63,4%), jenis Thalassemia Beta (87,3%), transfusi darah dan medikamentosa (73,2%), jumlah kunjungan dalam satu bulan sebanyak satu kali dalam sebulan (78,9%), dan sumber biaya berasal dari bukan biaya sendiri (95,8%). Ditemukan ada perbedaan yang bermakna antara penatalaksanaan medis penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia (p=0,001).
Sangat diharapkan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak dengan keluhan pucat, lemas, dan perut membesar serta mempunyai keluarga yang menderita Thalassemia agar sedini mungkin memeriksakan diri ke rumah sakit. Kepada seluruh penderita Thalassemia diharapkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melakukan konseling genetik sebelum menikah.
ABSTRACT
Thalassaemia is a hereditary blood disorder caused by deficiency of the formation of alpha or beta globin chains that make up haemoglobin. According to WHO, there were approximately 5% of the world’s population carry the genetics and 370.000 babies were born with this disorder every year. The prevalence of Thalassaemia carrier in Indonesia 3-8%, the national prevalence of Thalassaemia in Indonesia is 0,1%. In North Sumatera, the prevalence of Alpha Thalassaemia 3,35% and 4,07% Beta Thalassaemia.
This was a descriptive research using case series design, to determined the characteristics of Thalassaemia patients in RSU Sari Mutiara Medan 2012-2014. The population were 71 cases of Thalassaemia data which registered in RSUSari Mutiara Medan 2012-2014.
This research showed that highest characteristics proportion of Thalassaemia patients at age group 6-11 (35,2%), male (57,7%), Javanese (64,8%), Islam (38,0%), come from outside of Medan (56,3%), pale as a major symptomp (63,4%), Thalassaemia Beta (87,3%), had blood transfusion and medicamentosa (73,2%), the number of visits in one month is once a month (78,9%), and cost source from others (95,8%). It is significant between medical management of Thalassaemia patients and type of Thalassaemia.
To everyone who find these kind of symptom such aspale face, fatigue, bigger abdoment and genetically patented by Thalassaemia, please go to the nearby hospital as soon as possible. Routine check up and having a general genetic premaried counseling are suggested to ones who suffered Thalassaemia.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Jane Ruby Tomita
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 10 Januari 1993
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Drs. Ronald P. Siregar Siagian, M.M.
Suku Bangsa Ayah : Batak
Nama Ibu : Sunengsih D. Simatupang, S.S., M.Si
Suku Bangsa Ibu : Batak
Pendidikan Formal
1. SD / Tamat tahun : SD ST. Maria Monica Bekasi / 2005
2. SMP / Tamat tahun : SMP Strada Budi Luhur Bekasi / 2008
3. SMA / Tamat tahun : SMAN 1 Bekasi / 2011
4. Lama studi : 3 Tahun 10 Bulan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Karakteristik Penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun
2012-2014”.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini merupakan suatu proses yang tidak
mudah. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Terkhusus kepada ketua orangtua tersuper yang sangat penulis
sayangi, papa Drs. Ronald P. Siregar Siagian, M.M. dan mama Sunengsih D. Simatupang, S.S., M.Si terima kasih untuk semua doa, nasehat, motivasi, perhatian, kasih sayang, dan dukungan moril yang selama ini selalu diberikan
kepada penulis hingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua
Departemen Epidemiologi FKM USU atas bimbingan, saran, dan petunjuk
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan,
saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Bapak Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Penguji I yang telah
5. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Penguji II sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam
menyelesaikan skripsi ini dan juga memberikan arahan akademik kepada
penulis dari awal perkuliahan penulis.
6. Direktur RSU Sari Mutiara Medan yang telah memberikan izin kepada
penulis beserta staf Diklit dan bagian Thalassemia yang telah membantu.
7. Adik-adik penulis terkasih Riyan Adiputra Siregar, Renaldi Christian
Hasahatan Siregar, dan Ryno Andrew Marsis Siregar, sepupu terkasih
Yutaro Siregar, Eva Silalahi, Selvi Harianja, Hiroyuki Siburian, serta
seluruh keluarga besar penulis, Tuhan Yesus yang berkati seluruh keluarga
selalu.
8. Sahabat penulis “La Solafide” yang meskipun tersebar di berbagai daerah
di negri ini namun tetap setia memberikan doa, semangat, bantuan, dan
kasih sayang kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
9. Si 7 si ciciuit, Iyun, Eboy, Janni, Medis, Riris, Dedew , terima kasih untuk
doa, bantuan, ilmu, kasih, dan untuk tidak lelahnya mengingatkan serta
menegur penulis dalam berbagai hal. Semangat kuliah dan skripsi ini juga
salah satunya penulis dapat dari kalian.
10.Teruntuk lelaki kabisat terkasih, Ario Bobi Ronius Gultom, terima kasih
untuk setiap doa, waktu, semangat, kesabaran, kasih, nasehat dan semua
bantuan yang selalu ada untuk penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan
11.Yunita, Anjela, Kakanda Jasmen, KGB, Kak Desima, Bang Fredy, Bang
Joshia, Bang Dapot, Bang Thomson, Tommy, Bang Lucky, Marissa,
Melyarta, Egita, Daniel, Abdon, Dolli, serta seluruh civitas GMKI FKM
USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
banyak bantuan, motivasi, kebersamaan, doa, kasih sayang, hiburan dan
perhatian kepada penulis.
12.Para „ampas‟ terkasih, Manna, Christina, Rafika, Maria, Claodia, Rika,
terima kasih untuk semua doa, dukungan, dan waktu kalian selama ini
untuk penulis, semangat selalu untuk studi dan pelayanannya.
13.Epiders 2011 yang telah banyak memotivasi, berbagi ilmu, tempat berbagi
keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga Ibu Ratna
selaku staff Departemen Epidemiologi yang selalu dengan sabar
membantu penulis.
14.Pasukan Rumah Nenek (Jonri, Kak Friska, Kak Nova, Kak Erra, Aini,
Rahma) yang selalu menyemangati, membantu, dan menghibur penulis.
15.KTB Jubilate (Kak Mince, Titin, Dian, Nenti, Dewi) yang telah berbagi
banyak hal dengan penulis, memberikan doa, perhatian, dan motivasi.
16.Gemiers (Junita, Martha, Kak Kis, Nenny, Bintang, Agus, Putri) yang
telah mengisi hari-hari penulis selama di kost juga tak lelah menyemangati
dan menghibur penulis hingga skripsi ini selesai.
17.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini.
Penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Thalassemia ... 8
2.2 Klasifikasi Thalassemia ... 10
2.2.1 Thalassemia Alfa ... 10
2.2.2 Thalassemia Beta ... 11
2.3 Patogenesis Thalassemia ... 13
2.4 Gambaran Klinis Thalassemia ... 14
2.5 Komplikasi Thalassemia... 17
2.6 Epidemiologi Thalassemia ... 18
2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia BerdasarkanTempat .... 19
2.6.3 Distribus idan Frekuensi Thalassemia BerdasarkanWaktu ... 20
2.6.4 Determinan Thalassemia ... 21
2.7 Pencegahan Thalassemia ... 23
2.7.1 Pencegahan Primer ... 23
2.7.2 Pencegahan Sekunder ... 25
2.7.3 Pencegahan Tersier ... 27
2.8 Kerangka Konsep ... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29
3.2.2 Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 29
3.3.1 Populasi ... 29
3.3.2 Sampel ... 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.5 Teknik Analisis Data ... 30
3.6 Defenisi Operasional ... 30
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 34
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
4.1.2 Visi dan Misi RSU Sari Mutiara Medan ... 34
4.1.3 Tujuan, Motto, dan Falsafah RSU Sari Mutiara Medan ... 35
4.1.4 Fasilitas Pelayanan Medik dan Keperawatan ... 36
4.1.5 Jumlah Tempat Tidur dan Ruangan di RSU Sari Mutiara Medan ... 37
4.2.1 Sosiodemografi ... 38
4.2.2 Keluhan Utama ... 40
4.2.3 Jenis Thalassemia ... 41
4.2.4 Penatalaksanaan Medis ... 41
4.2.5 Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan ... 42
4.2.6 Sumber Biaya ... 42
4.3 Analisis Statistik ... 43
4.3.1 Umur Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 43
4.3.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 43
4.3.3 Keluhan Utama Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 44
4.3.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 45
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Deskriptif ... 46
5.1.1 Sosiodemografi ... 46
5.1.2 Keluhan Utama ... 55
5.1.3 Jenis Thalassemia ... 56
5.1.4 Penatalaksanaan Medis ... 58
5.1.5 Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan ... 60
5.1.6 Sumber Biaya ... 61
5.2 Analisis Statistik ... 63
5.2.1 Umur berdasarkan Jenis Thalassemia ... 63
5.2.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 64
5.2.3 Keluhan Utama Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 66
5.2.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 67
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 69
6.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan ... 36
Tabel 4.2 Tenaga Kerja di RSU Sari Mutiara Medan ... 37
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Umur dan Jenis Kelamin Penderita
Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 38 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Thalassemia
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 ... 39
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan
Keluhan Utama Tahun 2012 – 2014 ... 40 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan
Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 41 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan
Penatalaksanaan Medis di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012-2014 ... 41
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan
Jumlah Kunjungan dalam Satu bulan di RSU Sari Mutiara
Medan Tahun 2012 – 2014 ... 42 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan
Sumber Biaya di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 42 Tabel 4.10 Analisis Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis
Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 43 Tabel 4.11 Analisis Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan
Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tabel 4.12 Analisis Distribusi Proporsi Keluhan Utama Berdasarkan
Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 44 Tabel 4.15 Analisis Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Penurunan Penyakit Thalassemia ... 9
Gambar 2.2 Kondisi Anak yang Menderita Thalassemia ... 13
Gambar 2.3 Bentuk Wajah Penderita Thalassemia ... 16
Gambar 5.1 Diagram Bar Penderita Thalassemia Berdasarkan Umur dan
Jenis Kelamin di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 46 Gambar 5.2 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Suku
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 49 Gambar 5.3 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Agama
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 50 Gambar 5.4 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Pendidikan
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 52 Gambar 5.5 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Daerah Asal
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 53 Gambar 5.6 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Keluhan Utama
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 55 Gambar 5.7 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Jenis
Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 56 Gambar 5.8 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan
Penatalaksanaan Medis di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 58 Gambar 5.9 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan
Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan di
Gambar 5.10 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Sumber Biaya
di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 61 Gambar 5.11 Diagram Bar Umur Penderita Thalassemia Berdasarkan
Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 63 Gambar 5.12 Diagram Bar Jenis Kelamin Penderita Thalassemia
Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 64 Gambar 5.13 Diagram Bar Keluhan Utama Penderita Thalassemia
Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2012 – 2014 ... 66 Gambar 5.14 Diagram Bar Penatalaksanaan Medis Penderita Thalassemia
Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Master Data
Lampiran 2 Hasil Analisis Data
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU
ABSTRAK
Thalassemia adalah penyakit darah herediter disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta penyusun hemoglobin. Menurut data WHO sekitar 5% dari seluruh populasi di dunia adalah carrier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Prevalensi carrier Thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, prevalensi nasional Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Di Sumatera Utara khususnya di Medan, prevalensi Thalassemia Alfa adalah 3.35% dan Thalassemia Beta adalah 4.07%.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series, bertujuan mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014. Populasi penelitian adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 sebanyak 71 kasus.
Dari hasil penelitian, proporsi karakteristik penderita Thalassemia tertinggi adalah kelompok umur 6-11 tahun (35,2%), jenis kelamin laki-laki (57,7%), suku Jawa (64,8%), agama Islam (85,9%), SD (38,0%), berasal dari luar kota Medan (56,3%), keluhan utama pucat (63,4%), jenis Thalassemia Beta (87,3%), transfusi darah dan medikamentosa (73,2%), jumlah kunjungan dalam satu bulan sebanyak satu kali dalam sebulan (78,9%), dan sumber biaya berasal dari bukan biaya sendiri (95,8%). Ditemukan ada perbedaan yang bermakna antara penatalaksanaan medis penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia (p=0,001).
Sangat diharapkan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak dengan keluhan pucat, lemas, dan perut membesar serta mempunyai keluarga yang menderita Thalassemia agar sedini mungkin memeriksakan diri ke rumah sakit. Kepada seluruh penderita Thalassemia diharapkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melakukan konseling genetik sebelum menikah.
ABSTRACT
Thalassaemia is a hereditary blood disorder caused by deficiency of the formation of alpha or beta globin chains that make up haemoglobin. According to WHO, there were approximately 5% of the world’s population carry the genetics and 370.000 babies were born with this disorder every year. The prevalence of Thalassaemia carrier in Indonesia 3-8%, the national prevalence of Thalassaemia in Indonesia is 0,1%. In North Sumatera, the prevalence of Alpha Thalassaemia 3,35% and 4,07% Beta Thalassaemia.
This was a descriptive research using case series design, to determined the characteristics of Thalassaemia patients in RSU Sari Mutiara Medan 2012-2014. The population were 71 cases of Thalassaemia data which registered in RSUSari Mutiara Medan 2012-2014.
This research showed that highest characteristics proportion of Thalassaemia patients at age group 6-11 (35,2%), male (57,7%), Javanese (64,8%), Islam (38,0%), come from outside of Medan (56,3%), pale as a major symptomp (63,4%), Thalassaemia Beta (87,3%), had blood transfusion and medicamentosa (73,2%), the number of visits in one month is once a month (78,9%), and cost source from others (95,8%). It is significant between medical management of Thalassaemia patients and type of Thalassaemia.
To everyone who find these kind of symptom such aspale face, fatigue, bigger abdoment and genetically patented by Thalassaemia, please go to the nearby hospital as soon as possible. Routine check up and having a general genetic premaried counseling are suggested to ones who suffered Thalassaemia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pembangunan
kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Masalah yang berkaitan dengan pengendalian penyakit adalah terjadinya
transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian
yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak
menular (non-communicable disease). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007,
terdapat peningkatan proporsi penyakit tidak menular dari 42% menjadi 60%
dan penyakit menular menurun dari 44% menjadi 28%.
Beberapa penyakit yang termasuk dalam PTM diantaranya adalah penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes melitus, penyakit kronis dan
degeneratif, dll. Adapun yang termasuk dalam kategori penyakit kronis dan
osteoporosis, asma, gagal ginjal kronik, thalassemia, SLE/Lupus, osteoarthritis,
dan rhinitis kronis (Kemenkes RI, 2013).
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya
disebabkan oleh PTM. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang
lebih muda. Secara global, regional, dan nasional pada tahun 2030 transisi
epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin
jelas (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2012).
Thalassemia adalah salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori
PTM, Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang
disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta yang
menyusun hemoglobin, sehingga dibedakan menjadi Thalassemia alpha dan
Thalassemia beta. Thalassemia menimbulkan masalah kesehatan yang cukup
penting di negara berkembang karena angka kejadiannya yang tinggi serta
konsekuensi jangka panjang yang harus diderita pasiennya (Muktiarti, dkk,
2006).
Thalassemia merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak-anak
dan penderitanya tersebar di seluruh dunia. Kasus Thalassemia dapat terjadi
pada laki-laki atau perempuan dan terjadi sebanyak 4,4 dari 10.000 kelahiran
hidup. Penderita Thalassemia di dunia diperkirakan mencapai 500 orang pada
diprediksi akan meningkat drastis menjadi 22.500 orang pada 2020 (Indriati,
2011).
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 5% dari seluruh
populasi di dunia adalah karier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir
dengan kelainanini setiap tahunnya. United Nations International Children‟s
Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan sekitar 29,7 juta pembawa
Thalassemia β berada di India dan sekitar 10.000 bayi lahir dengan
Thalassemia β mayor.
Thalassemia International Federation (TIF) juga memperkirakan bahwa
sebanyak 1,5% populasi global, yaitu sebanyak 80-90 juta orang, membawa
gen Thalassemia β dengan insidens 60.000 kelahiran setiap tahun, terutama di
negara-negara berkembang. Penelitian di Thailand pada tahun 2007
menyatakan Thalassemia mempunyai prevalensi tinggi di Asia sehingga
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dan sosioekonomi (Zaki, 2011).
Prevalensi Thalassemia di Asia Tenggara dominan ditemukan di antara
orang-orang keturunan Filipina, meskipun pada awalnya tingginya kasus
Thalassemia ditemukan di Taiwan. Kasus Thalassemia menjadi masalah
kesehatan yang penting di Asia Tenggara dan Filipina, yang menyumbang
60-90% kasus Hydrops fetalis (Bhardwaj, dkk, 2002).
Prevalensi carrier thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, artinya 3 sampai
8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat Thalassemia. Prevalensi nasional
Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Terdapat 8 provinsi yang menunjukkan
dari 8 provinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4%, Jakarta
dengan prevalensi 12,3%, Sumatera Selatan dengan prevalensi 5,4%,
Gorontalo dengan prevalensi 3,1%, dan Kepulauan Riau dengan prevalensi
3%, NTB dengan prevalensi 2,6 %, Papua Barat dengan prevalensi 2,2 %,
Papua dengan prevalensi 1,2 % (Balitbangkes, 2008).
Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi Thalassemia di Jawa Tengah
sekitar 5%. Data penderita Thalassemiadi wilayah Banyumas dan sekitarnya
mengalami peningkatan secara signifikan. Yayasan Talasemia Indonesia (YTI)
cabang Banyumas melaporkan sebanyak 44 penderita tahun 2008, meningkat
menjadi 65 pada tahun 2009, meningkat 100 pada tahun 2010, meningkat 153
pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah penderita meningkat menjadi
182 (Rejeki, dkk, 2014).
RSUD Kota Tasikmalaya mencatat semenjak tahun 2005 hanya terdapat
40-50 kasus Thalassemia, tahun 2013 terdapat 137 kasus dengan rata-rata
penambahan ± 15-20 kasus baru per tahun (CIMSA UGM, 2014). Data yang
di peroleh dari Perhimpunan Yayasan Talasemia Indonesia menunjukkan
bahwa hingga Juni 2008, di RSCM telah merawat 1.433 pasien. Sejak 2006
sampai 2008 rata-rata pasien baru Thalassemia meningkat sekitar 8%, dan
diperkirakan banyak kasus yang tidak terdeteksi, sehingga penyakit ini telah
menjadi penyakit yang membutuhkan penanganan yang serius (Indanah, 2013).
Menurut penelitian Ganie (2005), Sumatera Utara khususnya di Medan,
prevalensi Thalassemia α adalah 3.35% sedangkan Thalassemia β adalah
prevalensi Thalassemia lebih dari 5%. Berdasarkan data rekam medik di
RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004-2005 ditemukan penderita
Thalassemia rawat inap sebanyak 35 orang, tahun 2006-2008 sebanyak 120
orang (Dewi, 2009). Data penderita Thalassemia di RSUP H. Adam Malik
Medan untuk tahun 2009-2010 sebanyak 160 orang.pada tahun 2011 - April
2014 berjumlah 113 orang (Lazuana, 2014).
Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSU Sari Mutiara Medan
diketahui bahwa jumlah penderita Thalassemia pada tahun 2012-2014
berjumlah 71 orang. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka
perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Thalassemia di RSU
Sari Mutiara Medan tahun 2012 – 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari
Mutiara Medan Tahun 2012-2014.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara
Medan Tahun 2012-2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
sosiodemografi, yakni umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan,
b. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
keluhan utama.
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
jenis Thalassemia.
d. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
penatalaksanaan medis.
e. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
jumlah kunjungan dalam satu bulan.
f. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan
sumber biaya.
g. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan jenis Thalassemia.
h. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis
Thalassemia.
i. Mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan jenis
Thalassemia.
j. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan
jenis Thalassemia.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan mengenai
Thalassemia.
b. Sebagai bahan informasi bagi populasi yang berisiko ataupun carrier
c. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak RSU Sari Mutiara
Medan dalam upaya memperbaiki pencatatan mengenai Thalassemia dan
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita Thalassemia.
d. Sebagai sumber informasi atau referensi bagi pihak lain yang ingin
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Thalassemia
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang
mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai
globin (Ganie, 2004). Menurut Potts dan Mandleco, Thalassemia adalah gangguan
genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik adanya gangguan
sintesis rantai hemoglobin. Thalassemia merupakan kelainan darah yang diturunkan dari orang tua kepada anak-anak melalui gen yang menyebabkan tubuh
membuat sel darah merah sehat dan hemoglobin dalam jumlah yang lebih sedikit
daripada jumlah normal (NHLBI, 2012).
Penyakit kelainan darah ini menyebabkan sel darah merah di dalam
pembuluh darah cepat hancur sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih
pendek dan tubuh kekurangan darah. Jika pada orang sehat sel darah merah
mampu bertahan hingga 120 hari, pada penderita thalassemia sel darah merah
hanya mampu bertahan kurang dari 120 hari (sekitar 20-30 hari) (Wijayaningsih,
2013).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa
yang berarti lautan dan anaemia (‘weak blood”). Kata thalassa digunakan karena
gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari
Negara-negara sekitar Mediterranean. Thalassemia ditandai oleh kurangnya sintesis rantai
oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun
1925 (Ganie, 2004).
Mayoritas Thalassemia melibatkan rantai α ataupun β globin. Thalassemia
diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Sebagai contoh, jika ayah
dan ibu memiliki gen pembawa sifat Thalassemia (Thalassemia trait), maka
kemungkinan anaknya untuk menjadi carrier Thalassemia adalah sebesar 50%,
kemungkinan menjadi penderita Thalassemia mayor 25% dan kemungkinan
menjadi anak normal yang bebas Thalassemia hanya 25 % (Mambo, 2009).
[image:30.595.115.332.364.622.2]Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:
2.2 Klasifikasi Thalassemia
Thalassemia diklasifikasikan dalam dua kelompok utama sesuai rantai
globin yang terlibat, yaitu Thalassemia alfa dan Thalassemia beta (Muttaqin,
2009).
2.2.1 Thalassemia Alfa
Terdapat dua gen α globin pada tiap pasang kromosom 16. Genotip normal
α globulin digambarkan αα/αα (Permono, dkk, 2010). Kelainan ini terjadi akibat
adanya penurunan sintesis rantai alfa. Pada kebanyakan penderita di Asia dengan
sindrom Thalassemia-α, defek biokimia primernya adalah berupa penghapusan
dari satu, dua, tiga, atau keempat gen globin α (Jones, 1995). Dikenal empat
macam Thalassemia alfa berdasarkan banyaknya gen yang terganggu :
a. Silent Carrier (Pembawa Tersembunyi)
Merupakan delesi 1 rantai globin α. Kelainan hemoglobin sangat
minimal dan tidak memberikan gejala. Keadaan ini hanya dapat
dilihat dari pemeriksaan laboratorium secara molekuler (CAF,
2013).
b. Thalassemia Alfa Trait
Merupakan delesi 2 rantai globin α. Pada kelainan ini terjadi
anemia ringan dan eritrosit hipokromik, dapat menjadi carrier
c. Hemoglobin H Disease
Merupakan delesi 3 rantai globin α. Seseorang yang mengalami
kondisi ini akan menderita anemia sedang sampai berat, disertai
dengan pembesaran limpa (CAF, 2013).
d. Thalassemia Alfa Mayor atau Hydrops Fetalis
Merupakan delesi 4 rantai globin α. Terjadi anemia yang parah dan
kematian janin dalam kandungan. Selain itu, beberapa komplikasi
maternal termasuk preeklamsia, ante partum perdarahan, dll sering
terjadi pada wanita hamil dengan kondisi ini (TIF, 2014). Biasanya
bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah dilahirkan
karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin terbentuk (CAF,
2013).
2.2.2 Thalassemia Beta
Merupakan Thalassemia yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda
dan gejala bervariasi. Thalassemia Beta dibagi atas :
a. Thalassemia Beta Minor atau Trait
Pada jenis ini, penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai
dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer) (Kiswari, 2014).
Namun, kebanyakan penderitanya bersifat asimtomatik (sering tanpa
b. Thalassemia Intermedia
Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa
memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami
anemia yang derajatnya tergantung dari mutasi gen yang terjadi
(Kiswari, 2014).
c. Thalassemia Mayor (Cooley‟s Anemia)
Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejalanya muncul pada bayi
ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat (Kiswari, 2014).
Penderita Thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin
yang perawatan medis demi kelangsungan hidupnya. Jika dilakukan
transfusi darah yang terus menerus akan terjadi penumpukan zat besi
yang berisiko terhadap kegagalan fungsi jantung, ginjal, hati, gonad
atau disebut hemokromatosis. Pada Thalassemia mayor mempunyai
ciri anemia yang khas (CAF, 2013) diantaranya :
a.1 Pucat, anemia, kurus, hepatosplenomegali, dan icterus ringan,
mulai nampak pada bayi berumur 3-6 bulan.
a.2 Pertumbuhan lambat (kerdil)
a.3 Hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar
dan tulang dahi lebar.
a.4 Kulit pucat kekuning-kuningan, jika sering dilakukan transfusi
warna kulit menjadi kelabu karena penimbunan besi pada jaringan
Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:
Gambar 2.2 KondisiAnak yang Menderita Thalassemia
(dentosca.wordpress.com)
2.3 Patogenesis Thalassemia
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai β,
ditandai oleh dua gen globin β yang bertempat pada masing-masing dari dua
kromosom nomor 11. Sebaliknya, dua pasang gen α globin yang fungsional
berada pada setiap kromosom nomor 16 (Robbins, 1995).
Pada pasien dengan Thalassemia terjadi penurunan sintesis rantai globin
(alfa dan beta) sehingga menyebabkan anemia karena hemoglobinisasi eritrosit
yang tidak efektif. Eritrosit yang normalnya dapat hidup sampai dengan 120 hari,
menjadi mudah rusak dan umur sel darah merah menjadi kurang dari 100 hari.
Pasien dengan Thalassemia alfa disebabkan karena penurunan sintesis
globin α. Setiap orang normal dewasa mempunyai 4 kopi rantai hemoglobin,
alfa, maka disebut sebagai pembawa yang tersembunyi (Silent Carrier), jika
hanya terdapat 2 gen globin alfa disebut Trait Thalassemia Alfa (Thalassemia
Minor), jika hanya terdapat 1 gen globin alfa dinyatakan mempunyai penyakit
hemoglobin H, dan jika tidak memiliki sama sekali gen globin alfa maka dapat
berakibat fatal pada bayi, yang dapat menyebabkan kematian.
Thalassemia beta terjadi akibat penurunan atau tidak adanya rantai globin
β, hal ini disebabkan karena adanya mutasi. Penurunan rantai beta menyebabkan
rantai alfa tidak stabil sehingga berakibat pada kerusakan membrane eritrosit.
Eritrosit mudah rusak sebelum waktunya sehingga dapat menyebabkan anemia
berat. Di sisi lain pemecahan hemoglobin akan menghasilkan zat besi yang
kemudian akan terjadi penimbunan pada hati, kulit, dan limpa dan pada jangka
waktu yang lama menimbulkan komplikasi yaitu kegagalan fungsi organ seperti
hati, endokrin, dan jantung (Tartowo, dkk, 2008).
2.4 Gambaran Klinis Thalassemia
Kurangnya oksigen dalam aliran darah menyebabkan tanda-tanda dan
gejala Thalassemia. Kekurangan oksigen terjadi karena tubuh tidak membuat
seldarah merah dan hemoglobin yang sehat dalam jumlah yang cukup. Tingkat
keparahan gejala tergantung pada tingkat keparahan kelainan yang terjadi.
Rantai α terdapat pada Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (adult
haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa
(HTA Indonesia, 2010). Thalassemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki
globin hanya dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga hemoglobin dalam darah
masih dapat bekerja secara normal.
Penderita Thalassemia alfa trait dan Thalassemia beta trait dapat
mengalami anemia ringan. Namun, sebagian besar dari penderita Thalassemia
jenis ini tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Anemia ringan dapat membuat
penderitanya mudah merasa lelah.
Hampir semua anak dengan Thalassemia β homozigot dan heterozigot
memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, seperti gagal tumbuh, kesulitan makan,
infeksi berulang, dan badan yang lemah. Bayi nampak lebih pucat dan didapatkan
splenomegaly (Permono, dkk, 2010).
Seseorang yang menderita Thalassemia beta intermedia mengalami anemia
ringan sampai sedang. Penderita Thalassemia jenis ini juga mungkin memiliki
masalah kesehatan lainnya, seperti:
a. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat. Anemia dapat
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Permasalahan pada tulang. Thalassemia dapat menyebabkan permasalahan
pada perkembangan sumsum tulang. Sumsum tulang adalah zat spons
dalam tulang yang berfungsi untuk membuat sel-sel darah. Ketika sumsum
tulang mengembang, ukuran tulang menjadi lebih luas dari biasanya. Hal
tersebut memungkinkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
c. Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan
infeksi dan menghilangkan materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang
ukuran limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini menyebabkan
anemia berat. Jika ukuran limpa menjadi terlalu besar, maka harus
dilakukan tindakan operasi pengangkatan limpa tersebut.
Penderita hemoglobin H disease dan Thalassemia beta mayor
(Cooley‟s Anemia) dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat.
Tanda dan gejala biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan lainnya,
seperti:
a. Wajah pucat
b. Lemas
c. nafsu makan menurun
d. Urin berwarna lebih pekat (tanda bahwa sel-sel darah merah yang rusak)
e. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat
f. Warna kekuningan pada kulit atau putih mata
g. Pembesaran limpa, hati, atau jantung
h. Masalah tulang (terutama dengan tulang di wajah) (NHLBI, 2012).
[image:37.595.113.443.564.718.2]Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:
2.5 Komplikasi Thalassemia
Pengobatan yang semakin maju sekarang ini memungkinkan para
penderita Thalassemia untuk hidup lebih lama lagi. Namun, pengobatan dan
perawatan tersebut juga mengakibatkan efek samping yang membuat para
penderita Thalassemia mengalami komplikasi. Komplikasi yang dialami penderita
Thalassemia tersebut yakni :
a. Jantung dan Liver
Transfusi darah secara teratur merupakan perawatan standar untuk
penderita Thalassemia. Namun, transfusi darah tersebut dapat
menyebabkan peningkatan jumlah zat besi dalam darah.. Hal ini dapat
merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.
Penyakit jantung yang disebabkan oleh kelebihan zat besi adalah
penyebab utama kematian pada seseorang yang menderita Thalassemia.
Penyakit jantung tersebut diantaranya gagal jantung, aritmia (detak
jantung tidak teratur), dan serangan jantung (NHLBI, 2012).
b. Infeksi
Di antara para penderitaThalassemia, infeksi merupakan penyebab
utama penyakit dan penyebab paling umum kedua kematian dari para
penderita Thalassemia. Para penderita Thalassemia yang telah
menjalani operasi pengangkatan limpa memiliki risiko lebih tinggi,
karena mereka tidak lagi memiliki organ untuk melawan infeksi ini
Infeksi dapat terjadi karena berbagai alasan. Pada usia bayi, tanpa
transfusi adekuat, anak dengan anemia rentan terhadap infeksi bakteri.
Infeksi pneumokokus, Haemophilus, dan meningokokus mungkin
terjadi jika sudah dilakukan splenektomi dan penisilin profilaktik tidak
diberikan.Transfusi virus melalui transfusi darah dapat terjadi.
Penyakit hati pada Thalassemia tersering disebabkan oleh hepatitis C,
tetapi hepatitis B juga sering ditemukan. Virus imunodefisiensi
manusia (HIV) telah ditularkan kepada beberapa pasien melalui
transfusi darah (Hoffbrand & Moss, 2013).
c. Osteoporosis
Banyak dari para penderita Thalassemia yang memiliki masalah
pada tulang, termasuk osteoporosis. Osteoporosis merupakan suatu
kondisi dimana tulang lemah, rapuh dan mudah patah (NHLBI, 2012).
2.6 Epidemiologi Thalassemia
2.6.1 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Orang
Berdasarkan penelitian Dwi Sarwani S.S., dkk, di Yayasan Talasemia
Indonesia Cabang Banyumas tahun 2012, terdapat 51,6% penderita Thalassemia
berjenis kelamin laki-laki dan 48,4% berjeniskelamin perempuan. Menurut
penelitian Anggraini di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung melaporkan bahwa
penderita Thalassemia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang dan berjenis
kelamin perempuan sebanyak 25 orang (Rejeki, dkk, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan Sandra Bulan yang melibatkan 55
dr. Kariadi Semarang, menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
Thalassemiabeta mayor yang menjadi subyek penelitian berjenis kelamin wanita
30 (54,5%). Rerata umur subyek penelitian 9,8 ± 3,40 tahun. Sebaran umur merata
di semua kelompok umur. Rerata umur subyek penelitian saat didiagnosis
menderita Thalassemia beta mayor adalah 2,7±2,47 tahun. Umur pertama
didiagnosa sebagian besar berumur 0-1 tahun sebesar 29 (52,7%) (Bulan, 2009).
Proporsi penderita Thalassemia Beta tertinggi adalah pada kelompok umur ≤ 15
tahun sebesar 84,5% (Lazuana, 2014).
Menurut penelitian Humris-Pleyte tahun 2001 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusuomo Jakarta, ditemukan bahwa dari 192 kasus Thalassemia yang
diteliti terdapat sebanyak 59,4% kasus diagnosanya sudah dapat ditegakkan
sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3% kasus pada saat anak berusia 1-2 tahun, dan
7,3% kasus diagnosisnya ditegakkan sebelum anak berusia 2 tahun (Suprianto,
2007). Menurut data di Unit Thalassemia RSCM, berdasarkan jumlah total pasien
Thalassemia yang menjalani terapi di RSCM tahun 2011 terdapat 719 penderita
(47,93%) berada pada rentang usia 6-15 tahun dan mendapatkan transfusi satu kali
setiap bulan (Rahayu, 2012).
2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Tempat
Penyakit Thalassemia tersebar luas di daerah Mediterania seperti Italia,
Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Lanka
sampai kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, daerah ini dikenal sebagai
kawasan Thalassemia. Frekuensi Thalassemia di Asia Tenggara antara 3-9%
menjadikan Thalassemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk Eropa
Utara, dimana Thalassemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi
masalah kesehatan serius bagi penduduknya (Eleftheriou, 2007).
Thalassemia Alfa dijumpai dalam jumlah yang besar di Asia Tenggara
(Thailand, Semenanjung Melayu, dan Indonesia), daerah Mediterania, Timur
Tengah dan Afrika Barat. Thalassemia beta mempunyai distribusi yang luas di
dunia ini. Sering dijumpai di daerah sekitar Mediterania dan beberapa bagian dari
Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara. Di daerah-daerah ini frekuensi
pembawa gen Thalassemia beta bervariasi antara 2 dan 30% (Jones, 1995).
Secara umum, prevalensi penyakit keturunan di Kalimantan Timur adalah
8,3%, untuk penyakit Thalassemia sendiri sebesar 0,2% (Balitbangkes Depkes RI,
2009). Menurut data dari RS Hasan Sadikin Bandung, jumlah penderita
Thalassemia di seluruh Jawa Barat mencapai sekitar 2000 orang (RSHS Bandung,
2014).Menurut penelitian Ratna Akbari Ganie tahun 2004, diketahui bahwa
populasi di kota Medan mempunyai prevalensi carrier Thalassemia 7,69%,
dimana prevalensi carrier Thalassemia α sebesar 3,35%, selebihnya adalah
carrier Thalassemia β dan Hb-E (Ganie, 2004).
2.6.3 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Waktu
Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai tahun 1955 melaporkan adanya
3orang anak yang menderita Thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan
23 orang anak yang menderita Thalassemia di Indonesia. Dalam kurun waktu 17
300 penderita Thalassemia.Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus (Ganie, 2005).
Data yang diperoleh dari Perhimpunan Yayasan Talasemia Indonesia
menunjukkan bahwa hingga Juni 2008, di RSCM telah merawat 1.433 pasien.
Sejak 2006 sampai 2008 rata-rata pasien baru Thalassemia meningkat sekitar
8%.Data sampai bulan Juli 2011 tercatat 1.500 pasien di Unit Thalassemia RSCM.
Data dari klinik Thalassemia menyatakan, di RS Hasan Sadikin Bandung, pada
2013 tercatat 600-700 penderita thalassemia yang menjalani transfusi darah, dan
sekira 450 dari pasien tersebut adalah anak ( RSHS Bandung, 2014).
Jumlah penderita Thalassemia di Yayasan Talasemia Indonesia cabang
Banyumas terus meningkat, pada tahun 2008 terdapat 44 penderita, pada tahun
2009 meningkat 32,3% menjadi 65 penderita. Pada tahun 2010, penderita
Thalassemia meningkat lagi 53,85% menjadi 100 penderita dan tahun 2011
meningkat menjadi 63% (Rejeki, dkk, 2012).
2.6.4 Determinan Thalassemia Genetik
Thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua
kepada anak-anak melalui gen. Thalassaemia adalah gangguan gen tunggal
yang menurun dari orang tua kepada anaknya secara autosomal resesif.
Penyakit 'autosomal' dapat menyerang laki-laki maupun perempuan.
'Resesif' berarti bahwa anak dapat memperoleh kelainan gen dari ayah
maupun ibunya, yang apabila diturunkan dari keduanya dapat berakibat
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa
globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan
kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalassemia. Seorang carrier
Thalassemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang
normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalassemia
biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi
pada kedua kromosom disebut Thalassemia mayor (homozigot). Kedua
belah gen yang mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang
masing-masing carrier Thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin
dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan
terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak
mendapatkan gen globin yang berubah (gen Thalassemia) dari ayah dan
ibunya, sehingga anak akan menderita Thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen Thalassemia dari ibu atau ayahnya, maka
anak akan menjadi carrier Thalassemia. Kemungkinan lainnya adalah
anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga
anak tersebut tidak menderita Thalassemia ataupun membawa sifat
2.7 Pencegahan Thalassemia 2.7.1 Pencegahan Primer
a. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang Thalassemia memegang peranan yang
sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi
pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan,
terutama tentang Thalassemia yang frekuensi carriernya cukup tinggi di
masyarakat.
Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula
pengetahuan tentang gejala awal Thalassemia. Media massa harus dapat
berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang
Thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan, dan cara
pencegahannya (HTA Indonesia, 2010).
b. Skrining carrier
Skrining Thalassemia ditujukan untuk menjaring individu carrier
Thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki
anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan
carrier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan
Thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik
keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi
baru lahir. Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi carrier
dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi
sebagai carrier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat
dilakukan (HTA Indonesia, 2010).
c. Konseling Genetik Pra-Nikah
Konseling genetik pra-nikah ditujukan untuk pasangan pra-nikah
terutama pada populasi yang berisiko tinggi agar memeriksakan diri
apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling ini
juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita
Thalassemia.
Tujuan utama dari konseling pra-nikah adalah untuk mencegah
terjadinya perkawinan antar carrier. Hal ini mengingat bahwa mereka
berpeluang 25% untuk mendapatkan anak dengan Thalassemia mayor. Jika
pasangan antar carrier tetap memutuskan untuk menikah, mereka
dianjurkan untuk tidak mempunyai anak atau melakukan pre-natal
diagnosis pada awal kehamilan (Ganie, 2004).
d. Pre-Natal Diagnosis
Tujuan dari pre-natal diagnosis adalah untuk mengetahui sedini
mungkin apakah janin yang dikandung menderita Thalassemia atau tidak.
Diagnosis pre-natal pada Thalassemia dapat dilakukan pada usia 8-10
minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih
2.7.2 Pencegahan Sekunder
a. Transfusi Darah (NHLBI, 2012)
Transfusi darah adalah perawatan utama bagi orang-orang yang menderita
Thalassemia. Perawatan ini bertujuan untuk memberikan sel-sel darah merah
yang sehat bagi penderita. Penderita beta Thalassemia mayor (anemia Cooley)
membutuhkan transfusi darah secara teratur (setiap 2 minggu sekali ataupun 1
bulan sekali). Transfusi ini membantu para penderita Thalassemia untuk
mempertahankan hemoglobin normal dan kadar sel darah merah.
Transfusi darah membuat para penderita Thalassemia merasa lebih sehat,
sehingga dapat menikmati kegiatan normal, dan hidup sampai dewasa.
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin penderita di atas 10 g/dL.
b. Medikamentosa (Permono, dkk, 2006)
b.1 Transfusi darah secara teratur dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam
darah. Kondisi ini disebut kelebihan zat besi. Kondisi tersebut dapat merusak
hati, jantung, dan bagian lain dari tubuh. Untuk mencegah kerusakan ini, maka
dilakukan suatu bentuk terapi khelasi zat besi untuk membuang kelebihan zat
besi dari tubuh. Pemberian terapi khelasi zat besi (deferoxamine) diberikan
setelah kadar ferritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah.
b.2 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk
b.3 SuplemenAsam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang membantu membangun sel-sel darah
merah yang sehat. Pemberian asam folat 2-5 mg/hari dapat memenuhi kebutuhan
tubuh.
b.4 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
c. Splenektomi
Ketika limpa menjadi terlalu aktif dan mulai menghancurkan sel-sel darah
merah, transfusi menjadi semakin dan terus semakin kurang efektif. Kemudian
menjadi perlu suatu pembedahan untuk mengangkat limpa tersebut. Operasi
ini disebut splenektomi (Vullo, dkk, 1995).
Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%
pada pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang
diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun)
melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi
sebaiknya ditunda hingga penderita mencapai usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3
minggu sebelum dilakukan splenektomi, penderita Thalassemia sebaiknya di
vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophlus influenzae type B dan
sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila terjadi reaksi alergi,
Splenektomi dilakukan dengan indikasi :
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun (Permono, B, dkk, 2006).
2.7.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah suatu usaha untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi bagi penderita Thalassemia. Pencegahan tersier bagi
penderita Thalassemia adalah dengan mendirikan suatu organisasi atau
perhimpunan orang tua penderita Thalassemia tersebut. Para penderita
Thalassemia membutuhkan dana yang cukup besar untuk tetap dapat bertahan
hidup melalui transfusi darah yang rutin yang harus dibarengi dengan pemberian
agen pengkhelat besi yang memadai. Oleh karena itu keberadaan suatu organisasi
maupun LSM yang berkaitan dengan penyakit Thalassemia ini sangat dibutuhkan
kehadirannya untuk memudahkan penghimpunan dana dan sebagai sarana untuk
saling bertukar informasi tentang Thalassemia.
Perhimpunan Thalassemia Indonesia saat ini telah ada di Jakarta dengan
nama Yayasan Thalassemia Indonesia Pusat, dan sudah memiliki cabang di
beberapa kota, yakni Bandung, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, dan Cianjur.
Organisasi serupa juga perlu dikembangkan di daerah lainnya. Partisipasi orang
penderita yang kurang mampu. Selain itu, memlalui wadah ini para orang tua
penderita diharapkan dapat sering bertemu untuk bertukar, informasi, pikiran,
serta pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis putra-putri
mereka.
Perkumpulan seperti ini jika dikelola dengan baik dapat memberikan
dukungan moral kepada orang tua, agar mereka tidak merasa frustasi dan sendiri
dalam menghadapi masalah berat berkaitan dengan penyakit Thalassemia yang
diderita anaknya (Ganie, 2005).
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka kerangka
konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA
1. Sosiodemografi Umur
Jenis Kelamin Suku
Agama Pendidikan Daerah Asal 2. Keluhan Utama 3. Jenis Thalassemia 4. Penatalaksanaan Medis
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain
case series.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSU Sari Mutiara Medan dengan alasan RS ini
merupakan RS yang memiliki bagian khusus penanganan pasien thalassemia
sehingga data mengenai pasien thalassemia tersedia di RS ini dan belum pernah
dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita thalassemia tahun
2012-2014.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dimulai sejak bulan Maret - Juli 2015
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita Thalassemia
yang datang berkunjung di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2012 - 2014 yang
berjumlah 71 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu
status pasien Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2012-2014.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution). Data univariat dianalisis secara
deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan Chi-square. Hasil disajikan dalam
bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram bar, dan diagram pie.
3.6 Defenisi Operasional
3.6.1 Penderita Thalassemia adalah seseorang yang dinyatakan menderita
Thalassemia berdasarkan diagnosa dokter sesuai yang tercatat di kartu
status.
3.6.2 Umur adalah usia penderita sesuai yang tercatat di kartu status dan
dikategorikan menjadi :
1. 0 - 5 tahun 2. 6 - 11 tahun 3. 12 - 16 tahun 4. 17 - 25 tahun 5. 26- 35 tahun 6. 36- 45 tahun
Untuk uji statistik umur dikategorikan menjadi 2, yakni :
1. ≤ 15 tahun
3.6.3 Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh setiap
individu penderita Thalassemia sesuai yang tercatat di kartu status dan
dikategorikan menjadi :
1. Laki-laki 2. Perempuan
3.6.4 Suku adalah ras yang melekat pada diri penderita Thalassemia sesuai yang
tercatat di kartu status dan dikategorikan menjadi :
1. Melayu 2. Batak 3. Jawa 4. Aceh 5. Lainnya
3.6.5 Agama adalah kepercayaan yang dianut dan diyakini oleh penderita
Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan
menjadi :
1. Islam
2. Kristen Protestan 3. Khatolik
4. Hindu 5. Budha
3.6.6 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang dijalani
penderita Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan
dikategorikan menjadi :
1. Tidak sekolah 2. SD
3. SMP
4. SMA
3.6.7 Daerah asal adalah wilayah atau tempat dimana penderita Thalassemia
tinggal dan menetap sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan
dikategorikan menjadi :
1. Dalam Kota Medan 2. Luar Kota Medan
3.6.8 Keluhan utama adalah keluhan yang dialami/dirasakan penderita sejak
awal kunjungan berdasarkan anamnesa dokter sesuai dengan yang tercatat
di kartu status dan dikategorikan menjadi :
1. Pucat 2. Lemas
3. Perut Membesar
3.6.9 Jenis Thalassemia adalah jenis Thalassemia yang diderita oleh penderita
Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan
menjadi:
1. Thalassemia alfa (Silent carrier, Thalassemia alfa trait, hemoglobin H disease, Thalassemia alfa mayor (hydrops fetalis)) 2. Thalassemia beta (Thalassemia beta minor (trait), Thalassemia
intermedia, Thalassemia mayor)
3.6.10 Penatalaksanaan medis adalah pengobatan yang diperoleh oleh penderita
Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan
menjadi :
1. Transfusi darah (1 – 2 kali dalam sebulan)
2. Medikamentosa (Pemberian khelasi zat besi, vitamin C, suplemen asam folat, vitamin E)
3.6.11 Jumlah kunjungan dalam satu bulan adalah jumlah kunjungan ke RS yang
dilakukan oleh penderita dalam satu bulan untuk memperoleh
penatalaksanaan medis dan dikategorikan menjadi :
1. Satu kali dalam sebulan
2. Lebih dari satu kali dalam sebulan
3.6.12 Sumber Biaya adalah sumber dana yang dikeluarkan penderita untuk
membiayai perawatannya sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan
dikategorikan menjadi :
1. Biaya sendiri
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan beralamat di Jl. Kapten Muslim
No. 79 Medan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan kelas madya plus
yang berstatus swasta milik Yayasan Sitanggang Purba dengan usaha pelayanan
kesehatan yang mencakup pemeliharaan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan.
RSU Sari Mutiara medan berasal dari praktek bidan berijazah yang berdiri mulai
tanggal 23 September 1963, kemudian pada tanggal 11 Januari 1969 berubah
menjadi Klinik Bersalin Sitanggang.
Selanjutnya pada tanggal 23 Februari 1974 menjadi Rumah Sakit Bersalin
Sitanggang dan baru pada tanggal 31 Maret 1978 statusnya berubah menjadi
Rumah Sakit Umum Sitanggang. Sehubungan dengan Surat pengumuman Di. Jen.
Yan. Kes. Depkes RI tanggal 5 Februari 1987 No. 098/Yan.Med/SK/87, RSU
Sitanggang berganti nama menjadi RSU Sari Mutiara Medan yang diresmikan
oleh Bapak Ka. Kanwil Depkes RI Propinsi Sumatera Utara tepatnya tanggal 8
Januari 1988.
4.1.2 Visi dan Misi RSU Sari Mutiara Medan a. Visi
Visi RSU Sari Mutiara Medan adalah “Mewujudkan rumah sakit rujukan
b. Misi
Untuk memenuhi visi tersebut RSU Sari Mutiara Medan memliki misi
yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang professional, bermutu,
memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarga dengan biaya
terjangkau
2. Mengembangkan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik, bermutu,
profesional dan etis
3. Mengembangkan jiwa motivasi dalam penyelenggaraan pelayanan yang
melibatkan seluruh potensi sumber daya yang ada di rumah sakit
4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standard yang
mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit
4.1.3 Tujuan, Motto, dan Falsafah RSU Sari Mutiara Medan a. Tujuan
RSU Sari Mutiara memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Terwujudnya peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan paripurna
kepada semua golongan masyarakat, terjangkau, sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi serta peraturan yang berlaku.
2. Terciptanya peningkatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
bersifat spesialistik dan sub spesialistik, bermutu, professional dan etis.
3. Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen dan produktifitas
lebih besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta
4. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Motto
Motto RSU Sari Mutiara Medan adalah “ HARMONIS “ yaitu Harapan,
Motivasi, Inisiatif, dan Standard.
c. Falsafah
Dalam menjalankan roda usaha pelayanan kesehatan akan selalu
mengupayakan mutu terbaik, peduli pada kebutuhan dan kepentingan pelanggan,
musyawarah dalam memecahkan setiap masalah yang berkaitan dengan hubungan
kerja, memiliki sikap tumbuh terhadap perubahan.”
4.1.4 Fasilitas Pelayanan Medik dan Keperawatan
[image:57.595.114.467.455.610.2]Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan terdiri dari:
Tabel 4.1 Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan
Poli Penyakit Dalam Poli Bedah Anak
Poli Penyakit Anak Poli Bedah Saraf
Poli Kebidanan & Kandungan Poli Bedah Orologi
Poli Bedah Umum Poli Bedah Disgestive
Poli Penyakit THT Poli Bedah Ortopedi
Poli Penyakit Paru Poli Bedah Plastik
Poli Penyakit Kulit / Kelamin Poli Rehabilitasi Medik
Poli Penyakit Neurologi Poli Kejiwaan
Poli Penyakit Mata Poli Gigi dan Mulut
4.1.5 Jumlah Tempat Tidur dan Ruangan di RSU Sari Mutiara Medan
RSU Sari Mutiara Medan memiliki jumlah kamar rawat inap sebanyak 139
kamar, adapun jenis kamar yang terdapat di RSU Sari Mutiara yakni, Super VIP,
VIP, Kelas I, Kelas I-Plus, Kelas II, Kelas III, Isolasi, Non Kelas (ICU), Incubator,
dan Neonati. Jumlah tempat tidur secara keseluruhan di RSU Sari Mutiara Medan
ada sebanyak 327 tempat tidur.
4.1.6 Tenaga Kerja RSU Sari Mutiara Medan
Jumlah tenaga kerja di RSU Sari Mutiara Medan adalah sebanyak 579
[image:58.595.107.497.362.540.2]orang dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 4.2 Tenaga Kerja di RSU Sari Mutiara Medan
NO