• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN

TAHUN 2012-2014

SKRIPSI

Oleh :

JANE RUBY TOMITA NIM. 111000177

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN

TAHUN 2012-2014

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

JANE RUBY TOMITA NIM. 111000177

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2012-2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau

sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak

lain terhadap karya saya ini.

Medan, Juli 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

Thalassemia adalah penyakit darah herediter disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta penyusun hemoglobin. Menurut data WHO sekitar 5% dari seluruh populasi di dunia adalah carrier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Prevalensi carrier Thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, prevalensi nasional Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Di Sumatera Utara khususnya di Medan, prevalensi Thalassemia Alfa adalah 3.35% dan Thalassemia Beta adalah 4.07%.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series, bertujuan mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014. Populasi penelitian adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 sebanyak 71 kasus.

Dari hasil penelitian, proporsi karakteristik penderita Thalassemia tertinggi adalah kelompok umur 6-11 tahun (35,2%), jenis kelamin laki-laki (57,7%), suku Jawa (64,8%), agama Islam (85,9%), SD (38,0%), berasal dari luar kota Medan (56,3%), keluhan utama pucat (63,4%), jenis Thalassemia Beta (87,3%), transfusi darah dan medikamentosa (73,2%), jumlah kunjungan dalam satu bulan sebanyak satu kali dalam sebulan (78,9%), dan sumber biaya berasal dari bukan biaya sendiri (95,8%). Ditemukan ada perbedaan yang bermakna antara penatalaksanaan medis penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia (p=0,001).

Sangat diharapkan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak dengan keluhan pucat, lemas, dan perut membesar serta mempunyai keluarga yang menderita Thalassemia agar sedini mungkin memeriksakan diri ke rumah sakit. Kepada seluruh penderita Thalassemia diharapkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melakukan konseling genetik sebelum menikah.

(6)

ABSTRACT

Thalassaemia is a hereditary blood disorder caused by deficiency of the formation of alpha or beta globin chains that make up haemoglobin. According to WHO, there were approximately 5% of the world’s population carry the genetics and 370.000 babies were born with this disorder every year. The prevalence of Thalassaemia carrier in Indonesia 3-8%, the national prevalence of Thalassaemia in Indonesia is 0,1%. In North Sumatera, the prevalence of Alpha Thalassaemia 3,35% and 4,07% Beta Thalassaemia.

This was a descriptive research using case series design, to determined the characteristics of Thalassaemia patients in RSU Sari Mutiara Medan 2012-2014. The population were 71 cases of Thalassaemia data which registered in RSUSari Mutiara Medan 2012-2014.

This research showed that highest characteristics proportion of Thalassaemia patients at age group 6-11 (35,2%), male (57,7%), Javanese (64,8%), Islam (38,0%), come from outside of Medan (56,3%), pale as a major symptomp (63,4%), Thalassaemia Beta (87,3%), had blood transfusion and medicamentosa (73,2%), the number of visits in one month is once a month (78,9%), and cost source from others (95,8%). It is significant between medical management of Thalassaemia patients and type of Thalassaemia.

To everyone who find these kind of symptom such aspale face, fatigue, bigger abdoment and genetically patented by Thalassaemia, please go to the nearby hospital as soon as possible. Routine check up and having a general genetic premaried counseling are suggested to ones who suffered Thalassaemia.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jane Ruby Tomita

Tempat Lahir : Jakarta

Tanggal Lahir : 10 Januari 1993

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Drs. Ronald P. Siregar Siagian, M.M.

Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : Sunengsih D. Simatupang, S.S., M.Si

Suku Bangsa Ibu : Batak

Pendidikan Formal

1. SD / Tamat tahun : SD ST. Maria Monica Bekasi / 2005

2. SMP / Tamat tahun : SMP Strada Budi Luhur Bekasi / 2008

3. SMA / Tamat tahun : SMAN 1 Bekasi / 2011

4. Lama studi : 3 Tahun 10 Bulan

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas

berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Karakteristik Penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun

2012-2014”.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini merupakan suatu proses yang tidak

mudah. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Terkhusus kepada ketua orangtua tersuper yang sangat penulis

sayangi, papa Drs. Ronald P. Siregar Siagian, M.M. dan mama Sunengsih D. Simatupang, S.S., M.Si terima kasih untuk semua doa, nasehat, motivasi, perhatian, kasih sayang, dan dukungan moril yang selama ini selalu diberikan

kepada penulis hingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Penulis juga

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua

Departemen Epidemiologi FKM USU atas bimbingan, saran, dan petunjuk

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan,

saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Penguji I yang telah

(9)

5. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Penguji II sekaligus Dosen

Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam

menyelesaikan skripsi ini dan juga memberikan arahan akademik kepada

penulis dari awal perkuliahan penulis.

6. Direktur RSU Sari Mutiara Medan yang telah memberikan izin kepada

penulis beserta staf Diklit dan bagian Thalassemia yang telah membantu.

7. Adik-adik penulis terkasih Riyan Adiputra Siregar, Renaldi Christian

Hasahatan Siregar, dan Ryno Andrew Marsis Siregar, sepupu terkasih

Yutaro Siregar, Eva Silalahi, Selvi Harianja, Hiroyuki Siburian, serta

seluruh keluarga besar penulis, Tuhan Yesus yang berkati seluruh keluarga

selalu.

8. Sahabat penulis “La Solafide” yang meskipun tersebar di berbagai daerah

di negri ini namun tetap setia memberikan doa, semangat, bantuan, dan

kasih sayang kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Si 7 si ciciuit, Iyun, Eboy, Janni, Medis, Riris, Dedew , terima kasih untuk

doa, bantuan, ilmu, kasih, dan untuk tidak lelahnya mengingatkan serta

menegur penulis dalam berbagai hal. Semangat kuliah dan skripsi ini juga

salah satunya penulis dapat dari kalian.

10.Teruntuk lelaki kabisat terkasih, Ario Bobi Ronius Gultom, terima kasih

untuk setiap doa, waktu, semangat, kesabaran, kasih, nasehat dan semua

bantuan yang selalu ada untuk penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan

(10)

11.Yunita, Anjela, Kakanda Jasmen, KGB, Kak Desima, Bang Fredy, Bang

Joshia, Bang Dapot, Bang Thomson, Tommy, Bang Lucky, Marissa,

Melyarta, Egita, Daniel, Abdon, Dolli, serta seluruh civitas GMKI FKM

USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan

banyak bantuan, motivasi, kebersamaan, doa, kasih sayang, hiburan dan

perhatian kepada penulis.

12.Para „ampas‟ terkasih, Manna, Christina, Rafika, Maria, Claodia, Rika,

terima kasih untuk semua doa, dukungan, dan waktu kalian selama ini

untuk penulis, semangat selalu untuk studi dan pelayanannya.

13.Epiders 2011 yang telah banyak memotivasi, berbagi ilmu, tempat berbagi

keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga Ibu Ratna

selaku staff Departemen Epidemiologi yang selalu dengan sabar

membantu penulis.

14.Pasukan Rumah Nenek (Jonri, Kak Friska, Kak Nova, Kak Erra, Aini,

Rahma) yang selalu menyemangati, membantu, dan menghibur penulis.

15.KTB Jubilate (Kak Mince, Titin, Dian, Nenti, Dewi) yang telah berbagi

banyak hal dengan penulis, memberikan doa, perhatian, dan motivasi.

16.Gemiers (Junita, Martha, Kak Kis, Nenny, Bintang, Agus, Putri) yang

telah mengisi hari-hari penulis selama di kost juga tak lelah menyemangati

dan menghibur penulis hingga skripsi ini selesai.

17.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut

(11)

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini.

Penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Semoga dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2015

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Thalassemia ... 8

2.2 Klasifikasi Thalassemia ... 10

2.2.1 Thalassemia Alfa ... 10

2.2.2 Thalassemia Beta ... 11

2.3 Patogenesis Thalassemia ... 13

2.4 Gambaran Klinis Thalassemia ... 14

2.5 Komplikasi Thalassemia... 17

2.6 Epidemiologi Thalassemia ... 18

(13)

2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia BerdasarkanTempat .... 19

2.6.3 Distribus idan Frekuensi Thalassemia BerdasarkanWaktu ... 20

2.6.4 Determinan Thalassemia ... 21

2.7 Pencegahan Thalassemia ... 23

2.7.1 Pencegahan Primer ... 23

2.7.2 Pencegahan Sekunder ... 25

2.7.3 Pencegahan Tersier ... 27

2.8 Kerangka Konsep ... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 30

3.6 Defenisi Operasional ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 34

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

4.1.2 Visi dan Misi RSU Sari Mutiara Medan ... 34

4.1.3 Tujuan, Motto, dan Falsafah RSU Sari Mutiara Medan ... 35

4.1.4 Fasilitas Pelayanan Medik dan Keperawatan ... 36

4.1.5 Jumlah Tempat Tidur dan Ruangan di RSU Sari Mutiara Medan ... 37

(14)

4.2.1 Sosiodemografi ... 38

4.2.2 Keluhan Utama ... 40

4.2.3 Jenis Thalassemia ... 41

4.2.4 Penatalaksanaan Medis ... 41

4.2.5 Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan ... 42

4.2.6 Sumber Biaya ... 42

4.3 Analisis Statistik ... 43

4.3.1 Umur Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 43

4.3.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 43

4.3.3 Keluhan Utama Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 44

4.3.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 45

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Deskriptif ... 46

5.1.1 Sosiodemografi ... 46

5.1.2 Keluhan Utama ... 55

5.1.3 Jenis Thalassemia ... 56

5.1.4 Penatalaksanaan Medis ... 58

5.1.5 Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan ... 60

5.1.6 Sumber Biaya ... 61

5.2 Analisis Statistik ... 63

5.2.1 Umur berdasarkan Jenis Thalassemia ... 63

5.2.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 64

5.2.3 Keluhan Utama Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 66

5.2.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Thalassemia ... 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 70

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan ... 36

Tabel 4.2 Tenaga Kerja di RSU Sari Mutiara Medan ... 37

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Umur dan Jenis Kelamin Penderita

Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 38 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Thalassemia

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 ... 39

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan

Keluhan Utama Tahun 2012 – 2014 ... 40 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan

Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 41 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012-2014 ... 41

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan

Jumlah Kunjungan dalam Satu bulan di RSU Sari Mutiara

Medan Tahun 2012 – 2014 ... 42 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita Thalassemia Berdasarkan

Sumber Biaya di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 42 Tabel 4.10 Analisis Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis

Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 43 Tabel 4.11 Analisis Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan

Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

(16)

Tabel 4.12 Analisis Distribusi Proporsi Keluhan Utama Berdasarkan

Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 44 Tabel 4.15 Analisis Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis

Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus Penurunan Penyakit Thalassemia ... 9

Gambar 2.2 Kondisi Anak yang Menderita Thalassemia ... 13

Gambar 2.3 Bentuk Wajah Penderita Thalassemia ... 16

Gambar 5.1 Diagram Bar Penderita Thalassemia Berdasarkan Umur dan

Jenis Kelamin di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 46 Gambar 5.2 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Suku

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 49 Gambar 5.3 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Agama

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 50 Gambar 5.4 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Pendidikan

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 52 Gambar 5.5 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Daerah Asal

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 53 Gambar 5.6 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Keluhan Utama

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 55 Gambar 5.7 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Jenis

Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 56 Gambar 5.8 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 58 Gambar 5.9 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan

Jumlah Kunjungan dalam Satu Bulan di

(18)

Gambar 5.10 Diagram Pie Penderita Thalassemia Berdasarkan Sumber Biaya

di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 – 2014 ... 61 Gambar 5.11 Diagram Bar Umur Penderita Thalassemia Berdasarkan

Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 63 Gambar 5.12 Diagram Bar Jenis Kelamin Penderita Thalassemia

Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 64 Gambar 5.13 Diagram Bar Keluhan Utama Penderita Thalassemia

Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

Tahun 2012 – 2014 ... 66 Gambar 5.14 Diagram Bar Penatalaksanaan Medis Penderita Thalassemia

Berdasarkan Jenis Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Master Data

Lampiran 2 Hasil Analisis Data

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

(20)

ABSTRAK

Thalassemia adalah penyakit darah herediter disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta penyusun hemoglobin. Menurut data WHO sekitar 5% dari seluruh populasi di dunia adalah carrier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Prevalensi carrier Thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, prevalensi nasional Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Di Sumatera Utara khususnya di Medan, prevalensi Thalassemia Alfa adalah 3.35% dan Thalassemia Beta adalah 4.07%.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series, bertujuan mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012-2014. Populasi penelitian adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2012 - 2014 sebanyak 71 kasus.

Dari hasil penelitian, proporsi karakteristik penderita Thalassemia tertinggi adalah kelompok umur 6-11 tahun (35,2%), jenis kelamin laki-laki (57,7%), suku Jawa (64,8%), agama Islam (85,9%), SD (38,0%), berasal dari luar kota Medan (56,3%), keluhan utama pucat (63,4%), jenis Thalassemia Beta (87,3%), transfusi darah dan medikamentosa (73,2%), jumlah kunjungan dalam satu bulan sebanyak satu kali dalam sebulan (78,9%), dan sumber biaya berasal dari bukan biaya sendiri (95,8%). Ditemukan ada perbedaan yang bermakna antara penatalaksanaan medis penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia (p=0,001).

Sangat diharapkan kepada masyarakat terutama yang mempunyai anak dengan keluhan pucat, lemas, dan perut membesar serta mempunyai keluarga yang menderita Thalassemia agar sedini mungkin memeriksakan diri ke rumah sakit. Kepada seluruh penderita Thalassemia diharapkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melakukan konseling genetik sebelum menikah.

(21)

ABSTRACT

Thalassaemia is a hereditary blood disorder caused by deficiency of the formation of alpha or beta globin chains that make up haemoglobin. According to WHO, there were approximately 5% of the world’s population carry the genetics and 370.000 babies were born with this disorder every year. The prevalence of Thalassaemia carrier in Indonesia 3-8%, the national prevalence of Thalassaemia in Indonesia is 0,1%. In North Sumatera, the prevalence of Alpha Thalassaemia 3,35% and 4,07% Beta Thalassaemia.

This was a descriptive research using case series design, to determined the characteristics of Thalassaemia patients in RSU Sari Mutiara Medan 2012-2014. The population were 71 cases of Thalassaemia data which registered in RSUSari Mutiara Medan 2012-2014.

This research showed that highest characteristics proportion of Thalassaemia patients at age group 6-11 (35,2%), male (57,7%), Javanese (64,8%), Islam (38,0%), come from outside of Medan (56,3%), pale as a major symptomp (63,4%), Thalassaemia Beta (87,3%), had blood transfusion and medicamentosa (73,2%), the number of visits in one month is once a month (78,9%), and cost source from others (95,8%). It is significant between medical management of Thalassaemia patients and type of Thalassaemia.

To everyone who find these kind of symptom such aspale face, fatigue, bigger abdoment and genetically patented by Thalassaemia, please go to the nearby hospital as soon as possible. Routine check up and having a general genetic premaried counseling are suggested to ones who suffered Thalassaemia.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pembangunan

kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang

dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Masalah yang berkaitan dengan pengendalian penyakit adalah terjadinya

transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian

yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak

menular (non-communicable disease). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007,

terdapat peningkatan proporsi penyakit tidak menular dari 42% menjadi 60%

dan penyakit menular menurun dari 44% menjadi 28%.

Beberapa penyakit yang termasuk dalam PTM diantaranya adalah penyakit

jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes melitus, penyakit kronis dan

degeneratif, dll. Adapun yang termasuk dalam kategori penyakit kronis dan

(23)

osteoporosis, asma, gagal ginjal kronik, thalassemia, SLE/Lupus, osteoarthritis,

dan rhinitis kronis (Kemenkes RI, 2013).

Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di

dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya

disebabkan oleh PTM. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang

lebih muda. Secara global, regional, dan nasional pada tahun 2030 transisi

epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin

jelas (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2012).

Thalassemia adalah salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori

PTM, Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang

disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin alpha atau beta yang

menyusun hemoglobin, sehingga dibedakan menjadi Thalassemia alpha dan

Thalassemia beta. Thalassemia menimbulkan masalah kesehatan yang cukup

penting di negara berkembang karena angka kejadiannya yang tinggi serta

konsekuensi jangka panjang yang harus diderita pasiennya (Muktiarti, dkk,

2006).

Thalassemia merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak-anak

dan penderitanya tersebar di seluruh dunia. Kasus Thalassemia dapat terjadi

pada laki-laki atau perempuan dan terjadi sebanyak 4,4 dari 10.000 kelahiran

hidup. Penderita Thalassemia di dunia diperkirakan mencapai 500 orang pada

(24)

diprediksi akan meningkat drastis menjadi 22.500 orang pada 2020 (Indriati,

2011).

Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 5% dari seluruh

populasi di dunia adalah karier Thalassemia, dan sekitar 370.000 bayi lahir

dengan kelainanini setiap tahunnya. United Nations International Children‟s

Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan sekitar 29,7 juta pembawa

Thalassemia β berada di India dan sekitar 10.000 bayi lahir dengan

Thalassemia β mayor.

Thalassemia International Federation (TIF) juga memperkirakan bahwa

sebanyak 1,5% populasi global, yaitu sebanyak 80-90 juta orang, membawa

gen Thalassemia β dengan insidens 60.000 kelahiran setiap tahun, terutama di

negara-negara berkembang. Penelitian di Thailand pada tahun 2007

menyatakan Thalassemia mempunyai prevalensi tinggi di Asia sehingga

menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dan sosioekonomi (Zaki, 2011).

Prevalensi Thalassemia di Asia Tenggara dominan ditemukan di antara

orang-orang keturunan Filipina, meskipun pada awalnya tingginya kasus

Thalassemia ditemukan di Taiwan. Kasus Thalassemia menjadi masalah

kesehatan yang penting di Asia Tenggara dan Filipina, yang menyumbang

60-90% kasus Hydrops fetalis (Bhardwaj, dkk, 2002).

Prevalensi carrier thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, artinya 3 sampai

8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat Thalassemia. Prevalensi nasional

Thalassemia di Indonesia adalah 0,1%. Terdapat 8 provinsi yang menunjukkan

(25)

dari 8 provinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4%, Jakarta

dengan prevalensi 12,3%, Sumatera Selatan dengan prevalensi 5,4%,

Gorontalo dengan prevalensi 3,1%, dan Kepulauan Riau dengan prevalensi

3%, NTB dengan prevalensi 2,6 %, Papua Barat dengan prevalensi 2,2 %,

Papua dengan prevalensi 1,2 % (Balitbangkes, 2008).

Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi Thalassemia di Jawa Tengah

sekitar 5%. Data penderita Thalassemiadi wilayah Banyumas dan sekitarnya

mengalami peningkatan secara signifikan. Yayasan Talasemia Indonesia (YTI)

cabang Banyumas melaporkan sebanyak 44 penderita tahun 2008, meningkat

menjadi 65 pada tahun 2009, meningkat 100 pada tahun 2010, meningkat 153

pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah penderita meningkat menjadi

182 (Rejeki, dkk, 2014).

RSUD Kota Tasikmalaya mencatat semenjak tahun 2005 hanya terdapat

40-50 kasus Thalassemia, tahun 2013 terdapat 137 kasus dengan rata-rata

penambahan ± 15-20 kasus baru per tahun (CIMSA UGM, 2014). Data yang

di peroleh dari Perhimpunan Yayasan Talasemia Indonesia menunjukkan

bahwa hingga Juni 2008, di RSCM telah merawat 1.433 pasien. Sejak 2006

sampai 2008 rata-rata pasien baru Thalassemia meningkat sekitar 8%, dan

diperkirakan banyak kasus yang tidak terdeteksi, sehingga penyakit ini telah

menjadi penyakit yang membutuhkan penanganan yang serius (Indanah, 2013).

Menurut penelitian Ganie (2005), Sumatera Utara khususnya di Medan,

prevalensi Thalassemia α adalah 3.35% sedangkan Thalassemia β adalah

(26)

prevalensi Thalassemia lebih dari 5%. Berdasarkan data rekam medik di

RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004-2005 ditemukan penderita

Thalassemia rawat inap sebanyak 35 orang, tahun 2006-2008 sebanyak 120

orang (Dewi, 2009). Data penderita Thalassemia di RSUP H. Adam Malik

Medan untuk tahun 2009-2010 sebanyak 160 orang.pada tahun 2011 - April

2014 berjumlah 113 orang (Lazuana, 2014).

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSU Sari Mutiara Medan

diketahui bahwa jumlah penderita Thalassemia pada tahun 2012-2014

berjumlah 71 orang. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka

perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Thalassemia di RSU

Sari Mutiara Medan tahun 2012 – 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari

Mutiara Medan Tahun 2012-2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara

Medan Tahun 2012-2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

sosiodemografi, yakni umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan,

(27)

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

keluhan utama.

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

jenis Thalassemia.

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

penatalaksanaan medis.

e. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

jumlah kunjungan dalam satu bulan.

f. Mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan

sumber biaya.

g. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan jenis Thalassemia.

h. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis

Thalassemia.

i. Mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan jenis

Thalassemia.

j. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan

jenis Thalassemia.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan mengenai

Thalassemia.

b. Sebagai bahan informasi bagi populasi yang berisiko ataupun carrier

(28)

c. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak RSU Sari Mutiara

Medan dalam upaya memperbaiki pencatatan mengenai Thalassemia dan

meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita Thalassemia.

d. Sebagai sumber informasi atau referensi bagi pihak lain yang ingin

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Thalassemia

Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang

mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai

globin (Ganie, 2004). Menurut Potts dan Mandleco, Thalassemia adalah gangguan

genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan karakteristik adanya gangguan

sintesis rantai hemoglobin. Thalassemia merupakan kelainan darah yang diturunkan dari orang tua kepada anak-anak melalui gen yang menyebabkan tubuh

membuat sel darah merah sehat dan hemoglobin dalam jumlah yang lebih sedikit

daripada jumlah normal (NHLBI, 2012).

Penyakit kelainan darah ini menyebabkan sel darah merah di dalam

pembuluh darah cepat hancur sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih

pendek dan tubuh kekurangan darah. Jika pada orang sehat sel darah merah

mampu bertahan hingga 120 hari, pada penderita thalassemia sel darah merah

hanya mampu bertahan kurang dari 120 hari (sekitar 20-30 hari) (Wijayaningsih,

2013).

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa

yang berarti lautan dan anaemia (‘weak blood”). Kata thalassa digunakan karena

gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari

Negara-negara sekitar Mediterranean. Thalassemia ditandai oleh kurangnya sintesis rantai

(30)

oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun

1925 (Ganie, 2004).

Mayoritas Thalassemia melibatkan rantai α ataupun β globin. Thalassemia

diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Sebagai contoh, jika ayah

dan ibu memiliki gen pembawa sifat Thalassemia (Thalassemia trait), maka

kemungkinan anaknya untuk menjadi carrier Thalassemia adalah sebesar 50%,

kemungkinan menjadi penderita Thalassemia mayor 25% dan kemungkinan

menjadi anak normal yang bebas Thalassemia hanya 25 % (Mambo, 2009).

[image:30.595.115.332.364.622.2]

Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:

(31)

2.2 Klasifikasi Thalassemia

Thalassemia diklasifikasikan dalam dua kelompok utama sesuai rantai

globin yang terlibat, yaitu Thalassemia alfa dan Thalassemia beta (Muttaqin,

2009).

2.2.1 Thalassemia Alfa

Terdapat dua gen α globin pada tiap pasang kromosom 16. Genotip normal

α globulin digambarkan αα/αα (Permono, dkk, 2010). Kelainan ini terjadi akibat

adanya penurunan sintesis rantai alfa. Pada kebanyakan penderita di Asia dengan

sindrom Thalassemia-α, defek biokimia primernya adalah berupa penghapusan

dari satu, dua, tiga, atau keempat gen globin α (Jones, 1995). Dikenal empat

macam Thalassemia alfa berdasarkan banyaknya gen yang terganggu :

a. Silent Carrier (Pembawa Tersembunyi)

Merupakan delesi 1 rantai globin α. Kelainan hemoglobin sangat

minimal dan tidak memberikan gejala. Keadaan ini hanya dapat

dilihat dari pemeriksaan laboratorium secara molekuler (CAF,

2013).

b. Thalassemia Alfa Trait

Merupakan delesi 2 rantai globin α. Pada kelainan ini terjadi

anemia ringan dan eritrosit hipokromik, dapat menjadi carrier

(32)

c. Hemoglobin H Disease

Merupakan delesi 3 rantai globin α. Seseorang yang mengalami

kondisi ini akan menderita anemia sedang sampai berat, disertai

dengan pembesaran limpa (CAF, 2013).

d. Thalassemia Alfa Mayor atau Hydrops Fetalis

Merupakan delesi 4 rantai globin α. Terjadi anemia yang parah dan

kematian janin dalam kandungan. Selain itu, beberapa komplikasi

maternal termasuk preeklamsia, ante partum perdarahan, dll sering

terjadi pada wanita hamil dengan kondisi ini (TIF, 2014). Biasanya

bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah dilahirkan

karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin terbentuk (CAF,

2013).

2.2.2 Thalassemia Beta

Merupakan Thalassemia yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda

dan gejala bervariasi. Thalassemia Beta dibagi atas :

a. Thalassemia Beta Minor atau Trait

Pada jenis ini, penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang

bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai

dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer) (Kiswari, 2014).

Namun, kebanyakan penderitanya bersifat asimtomatik (sering tanpa

(33)

b. Thalassemia Intermedia

Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa

memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami

anemia yang derajatnya tergantung dari mutasi gen yang terjadi

(Kiswari, 2014).

c. Thalassemia Mayor (Cooley‟s Anemia)

Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat

memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejalanya muncul pada bayi

ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat (Kiswari, 2014).

Penderita Thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin

yang perawatan medis demi kelangsungan hidupnya. Jika dilakukan

transfusi darah yang terus menerus akan terjadi penumpukan zat besi

yang berisiko terhadap kegagalan fungsi jantung, ginjal, hati, gonad

atau disebut hemokromatosis. Pada Thalassemia mayor mempunyai

ciri anemia yang khas (CAF, 2013) diantaranya :

a.1 Pucat, anemia, kurus, hepatosplenomegali, dan icterus ringan,

mulai nampak pada bayi berumur 3-6 bulan.

a.2 Pertumbuhan lambat (kerdil)

a.3 Hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar

dan tulang dahi lebar.

a.4 Kulit pucat kekuning-kuningan, jika sering dilakukan transfusi

warna kulit menjadi kelabu karena penimbunan besi pada jaringan

(34)
[image:34.595.117.301.151.358.2]

Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:

Gambar 2.2 KondisiAnak yang Menderita Thalassemia

(dentosca.wordpress.com)

2.3 Patogenesis Thalassemia

Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai β,

ditandai oleh dua gen globin β yang bertempat pada masing-masing dari dua

kromosom nomor 11. Sebaliknya, dua pasang gen α globin yang fungsional

berada pada setiap kromosom nomor 16 (Robbins, 1995).

Pada pasien dengan Thalassemia terjadi penurunan sintesis rantai globin

(alfa dan beta) sehingga menyebabkan anemia karena hemoglobinisasi eritrosit

yang tidak efektif. Eritrosit yang normalnya dapat hidup sampai dengan 120 hari,

menjadi mudah rusak dan umur sel darah merah menjadi kurang dari 100 hari.

Pasien dengan Thalassemia alfa disebabkan karena penurunan sintesis

globin α. Setiap orang normal dewasa mempunyai 4 kopi rantai hemoglobin,

(35)

alfa, maka disebut sebagai pembawa yang tersembunyi (Silent Carrier), jika

hanya terdapat 2 gen globin alfa disebut Trait Thalassemia Alfa (Thalassemia

Minor), jika hanya terdapat 1 gen globin alfa dinyatakan mempunyai penyakit

hemoglobin H, dan jika tidak memiliki sama sekali gen globin alfa maka dapat

berakibat fatal pada bayi, yang dapat menyebabkan kematian.

Thalassemia beta terjadi akibat penurunan atau tidak adanya rantai globin

β, hal ini disebabkan karena adanya mutasi. Penurunan rantai beta menyebabkan

rantai alfa tidak stabil sehingga berakibat pada kerusakan membrane eritrosit.

Eritrosit mudah rusak sebelum waktunya sehingga dapat menyebabkan anemia

berat. Di sisi lain pemecahan hemoglobin akan menghasilkan zat besi yang

kemudian akan terjadi penimbunan pada hati, kulit, dan limpa dan pada jangka

waktu yang lama menimbulkan komplikasi yaitu kegagalan fungsi organ seperti

hati, endokrin, dan jantung (Tartowo, dkk, 2008).

2.4 Gambaran Klinis Thalassemia

Kurangnya oksigen dalam aliran darah menyebabkan tanda-tanda dan

gejala Thalassemia. Kekurangan oksigen terjadi karena tubuh tidak membuat

seldarah merah dan hemoglobin yang sehat dalam jumlah yang cukup. Tingkat

keparahan gejala tergantung pada tingkat keparahan kelainan yang terjadi.

Rantai α terdapat pada Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (adult

haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa

(HTA Indonesia, 2010). Thalassemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki

(36)

globin hanya dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga hemoglobin dalam darah

masih dapat bekerja secara normal.

Penderita Thalassemia alfa trait dan Thalassemia beta trait dapat

mengalami anemia ringan. Namun, sebagian besar dari penderita Thalassemia

jenis ini tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Anemia ringan dapat membuat

penderitanya mudah merasa lelah.

Hampir semua anak dengan Thalassemia β homozigot dan heterozigot

memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, seperti gagal tumbuh, kesulitan makan,

infeksi berulang, dan badan yang lemah. Bayi nampak lebih pucat dan didapatkan

splenomegaly (Permono, dkk, 2010).

Seseorang yang menderita Thalassemia beta intermedia mengalami anemia

ringan sampai sedang. Penderita Thalassemia jenis ini juga mungkin memiliki

masalah kesehatan lainnya, seperti:

a. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat. Anemia dapat

memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

b. Permasalahan pada tulang. Thalassemia dapat menyebabkan permasalahan

pada perkembangan sumsum tulang. Sumsum tulang adalah zat spons

dalam tulang yang berfungsi untuk membuat sel-sel darah. Ketika sumsum

tulang mengembang, ukuran tulang menjadi lebih luas dari biasanya. Hal

tersebut memungkinkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

c. Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan

infeksi dan menghilangkan materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang

(37)

ukuran limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini menyebabkan

anemia berat. Jika ukuran limpa menjadi terlalu besar, maka harus

dilakukan tindakan operasi pengangkatan limpa tersebut.

Penderita hemoglobin H disease dan Thalassemia beta mayor

(Cooley‟s Anemia) dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat.

Tanda dan gejala biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.

Penderita akan mengalami anemia berat dan masalah kesehatan lainnya,

seperti:

a. Wajah pucat

b. Lemas

c. nafsu makan menurun

d. Urin berwarna lebih pekat (tanda bahwa sel-sel darah merah yang rusak)

e. Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat

f. Warna kekuningan pada kulit atau putih mata

g. Pembesaran limpa, hati, atau jantung

h. Masalah tulang (terutama dengan tulang di wajah) (NHLBI, 2012).

[image:37.595.113.443.564.718.2]

Keadaan tersebut dapat dilihat melalui gambar di bawah ini:

(38)

2.5 Komplikasi Thalassemia

Pengobatan yang semakin maju sekarang ini memungkinkan para

penderita Thalassemia untuk hidup lebih lama lagi. Namun, pengobatan dan

perawatan tersebut juga mengakibatkan efek samping yang membuat para

penderita Thalassemia mengalami komplikasi. Komplikasi yang dialami penderita

Thalassemia tersebut yakni :

a. Jantung dan Liver

Transfusi darah secara teratur merupakan perawatan standar untuk

penderita Thalassemia. Namun, transfusi darah tersebut dapat

menyebabkan peningkatan jumlah zat besi dalam darah.. Hal ini dapat

merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.

Penyakit jantung yang disebabkan oleh kelebihan zat besi adalah

penyebab utama kematian pada seseorang yang menderita Thalassemia.

Penyakit jantung tersebut diantaranya gagal jantung, aritmia (detak

jantung tidak teratur), dan serangan jantung (NHLBI, 2012).

b. Infeksi

Di antara para penderitaThalassemia, infeksi merupakan penyebab

utama penyakit dan penyebab paling umum kedua kematian dari para

penderita Thalassemia. Para penderita Thalassemia yang telah

menjalani operasi pengangkatan limpa memiliki risiko lebih tinggi,

karena mereka tidak lagi memiliki organ untuk melawan infeksi ini

(39)

Infeksi dapat terjadi karena berbagai alasan. Pada usia bayi, tanpa

transfusi adekuat, anak dengan anemia rentan terhadap infeksi bakteri.

Infeksi pneumokokus, Haemophilus, dan meningokokus mungkin

terjadi jika sudah dilakukan splenektomi dan penisilin profilaktik tidak

diberikan.Transfusi virus melalui transfusi darah dapat terjadi.

Penyakit hati pada Thalassemia tersering disebabkan oleh hepatitis C,

tetapi hepatitis B juga sering ditemukan. Virus imunodefisiensi

manusia (HIV) telah ditularkan kepada beberapa pasien melalui

transfusi darah (Hoffbrand & Moss, 2013).

c. Osteoporosis

Banyak dari para penderita Thalassemia yang memiliki masalah

pada tulang, termasuk osteoporosis. Osteoporosis merupakan suatu

kondisi dimana tulang lemah, rapuh dan mudah patah (NHLBI, 2012).

2.6 Epidemiologi Thalassemia

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Orang

Berdasarkan penelitian Dwi Sarwani S.S., dkk, di Yayasan Talasemia

Indonesia Cabang Banyumas tahun 2012, terdapat 51,6% penderita Thalassemia

berjenis kelamin laki-laki dan 48,4% berjeniskelamin perempuan. Menurut

penelitian Anggraini di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung melaporkan bahwa

penderita Thalassemia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang dan berjenis

kelamin perempuan sebanyak 25 orang (Rejeki, dkk, 2012).

Pada penelitian yang dilakukan Sandra Bulan yang melibatkan 55

(40)

dr. Kariadi Semarang, menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

Thalassemiabeta mayor yang menjadi subyek penelitian berjenis kelamin wanita

30 (54,5%). Rerata umur subyek penelitian 9,8 ± 3,40 tahun. Sebaran umur merata

di semua kelompok umur. Rerata umur subyek penelitian saat didiagnosis

menderita Thalassemia beta mayor adalah 2,7±2,47 tahun. Umur pertama

didiagnosa sebagian besar berumur 0-1 tahun sebesar 29 (52,7%) (Bulan, 2009).

Proporsi penderita Thalassemia Beta tertinggi adalah pada kelompok umur ≤ 15

tahun sebesar 84,5% (Lazuana, 2014).

Menurut penelitian Humris-Pleyte tahun 2001 di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusuomo Jakarta, ditemukan bahwa dari 192 kasus Thalassemia yang

diteliti terdapat sebanyak 59,4% kasus diagnosanya sudah dapat ditegakkan

sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3% kasus pada saat anak berusia 1-2 tahun, dan

7,3% kasus diagnosisnya ditegakkan sebelum anak berusia 2 tahun (Suprianto,

2007). Menurut data di Unit Thalassemia RSCM, berdasarkan jumlah total pasien

Thalassemia yang menjalani terapi di RSCM tahun 2011 terdapat 719 penderita

(47,93%) berada pada rentang usia 6-15 tahun dan mendapatkan transfusi satu kali

setiap bulan (Rahayu, 2012).

2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Tempat

Penyakit Thalassemia tersebar luas di daerah Mediterania seperti Italia,

Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Lanka

sampai kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, daerah ini dikenal sebagai

kawasan Thalassemia. Frekuensi Thalassemia di Asia Tenggara antara 3-9%

(41)

menjadikan Thalassemia menyebar luas di seluruh belahan dunia, termasuk Eropa

Utara, dimana Thalassemia yang sebelumnya tidak ditemukan hingga menjadi

masalah kesehatan serius bagi penduduknya (Eleftheriou, 2007).

Thalassemia Alfa dijumpai dalam jumlah yang besar di Asia Tenggara

(Thailand, Semenanjung Melayu, dan Indonesia), daerah Mediterania, Timur

Tengah dan Afrika Barat. Thalassemia beta mempunyai distribusi yang luas di

dunia ini. Sering dijumpai di daerah sekitar Mediterania dan beberapa bagian dari

Timur Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara. Di daerah-daerah ini frekuensi

pembawa gen Thalassemia beta bervariasi antara 2 dan 30% (Jones, 1995).

Secara umum, prevalensi penyakit keturunan di Kalimantan Timur adalah

8,3%, untuk penyakit Thalassemia sendiri sebesar 0,2% (Balitbangkes Depkes RI,

2009). Menurut data dari RS Hasan Sadikin Bandung, jumlah penderita

Thalassemia di seluruh Jawa Barat mencapai sekitar 2000 orang (RSHS Bandung,

2014).Menurut penelitian Ratna Akbari Ganie tahun 2004, diketahui bahwa

populasi di kota Medan mempunyai prevalensi carrier Thalassemia 7,69%,

dimana prevalensi carrier Thalassemia α sebesar 3,35%, selebihnya adalah

carrier Thalassemia β dan Hb-E (Ganie, 2004).

2.6.3 Distribusi dan Frekuensi Thalassemia Berdasarkan Waktu

Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai tahun 1955 melaporkan adanya

3orang anak yang menderita Thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan

23 orang anak yang menderita Thalassemia di Indonesia. Dalam kurun waktu 17

(42)

300 penderita Thalassemia.Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus (Ganie, 2005).

Data yang diperoleh dari Perhimpunan Yayasan Talasemia Indonesia

menunjukkan bahwa hingga Juni 2008, di RSCM telah merawat 1.433 pasien.

Sejak 2006 sampai 2008 rata-rata pasien baru Thalassemia meningkat sekitar

8%.Data sampai bulan Juli 2011 tercatat 1.500 pasien di Unit Thalassemia RSCM.

Data dari klinik Thalassemia menyatakan, di RS Hasan Sadikin Bandung, pada

2013 tercatat 600-700 penderita thalassemia yang menjalani transfusi darah, dan

sekira 450 dari pasien tersebut adalah anak ( RSHS Bandung, 2014).

Jumlah penderita Thalassemia di Yayasan Talasemia Indonesia cabang

Banyumas terus meningkat, pada tahun 2008 terdapat 44 penderita, pada tahun

2009 meningkat 32,3% menjadi 65 penderita. Pada tahun 2010, penderita

Thalassemia meningkat lagi 53,85% menjadi 100 penderita dan tahun 2011

meningkat menjadi 63% (Rejeki, dkk, 2012).

2.6.4 Determinan Thalassemia Genetik

Thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua

kepada anak-anak melalui gen. Thalassaemia adalah gangguan gen tunggal

yang menurun dari orang tua kepada anaknya secara autosomal resesif.

Penyakit 'autosomal' dapat menyerang laki-laki maupun perempuan.

'Resesif' berarti bahwa anak dapat memperoleh kelainan gen dari ayah

maupun ibunya, yang apabila diturunkan dari keduanya dapat berakibat

(43)

Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa

globin dan gen beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan

kromosom 11. Pada manusia, kromosom selalu ditemukan berpasangan.

Kelainan sebelah gen globin disebut carrier Thalassemia. Seorang carrier

Thalassemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen globin yang

normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalassemia

biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi

pada kedua kromosom disebut Thalassemia mayor (homozigot). Kedua

belah gen yang mengalami kelainan berasal dari kedua orang tua yang

masing-masing carrier Thalassemia.

Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin

dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya

masing-masing carrier Thalasemia, maka pada setiap pembuahan akan

terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, anak

mendapatkan gen globin yang berubah (gen Thalassemia) dari ayah dan

ibunya, sehingga anak akan menderita Thalassemia. Sedangkan bila anak

hanya mendapat sebelah gen Thalassemia dari ibu atau ayahnya, maka

anak akan menjadi carrier Thalassemia. Kemungkinan lainnya adalah

anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya, sehingga

anak tersebut tidak menderita Thalassemia ataupun membawa sifat

(44)

2.7 Pencegahan Thalassemia 2.7.1 Pencegahan Primer

a. Edukasi

Edukasi masyarakat tentang Thalassemia memegang peranan yang

sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi

pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan,

terutama tentang Thalassemia yang frekuensi carriernya cukup tinggi di

masyarakat.

Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula

pengetahuan tentang gejala awal Thalassemia. Media massa harus dapat

berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang

Thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan, dan cara

pencegahannya (HTA Indonesia, 2010).

b. Skrining carrier

Skrining Thalassemia ditujukan untuk menjaring individu carrier

Thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki

anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan

carrier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan

Thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.

Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik

keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi

baru lahir. Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi carrier

(45)

dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi

sebagai carrier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat

dilakukan (HTA Indonesia, 2010).

c. Konseling Genetik Pra-Nikah

Konseling genetik pra-nikah ditujukan untuk pasangan pra-nikah

terutama pada populasi yang berisiko tinggi agar memeriksakan diri

apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling ini

juga ditujukan kepada mereka yang memiliki kerabat penderita

Thalassemia.

Tujuan utama dari konseling pra-nikah adalah untuk mencegah

terjadinya perkawinan antar carrier. Hal ini mengingat bahwa mereka

berpeluang 25% untuk mendapatkan anak dengan Thalassemia mayor. Jika

pasangan antar carrier tetap memutuskan untuk menikah, mereka

dianjurkan untuk tidak mempunyai anak atau melakukan pre-natal

diagnosis pada awal kehamilan (Ganie, 2004).

d. Pre-Natal Diagnosis

Tujuan dari pre-natal diagnosis adalah untuk mengetahui sedini

mungkin apakah janin yang dikandung menderita Thalassemia atau tidak.

Diagnosis pre-natal pada Thalassemia dapat dilakukan pada usia 8-10

minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih

(46)

2.7.2 Pencegahan Sekunder

a. Transfusi Darah (NHLBI, 2012)

Transfusi darah adalah perawatan utama bagi orang-orang yang menderita

Thalassemia. Perawatan ini bertujuan untuk memberikan sel-sel darah merah

yang sehat bagi penderita. Penderita beta Thalassemia mayor (anemia Cooley)

membutuhkan transfusi darah secara teratur (setiap 2 minggu sekali ataupun 1

bulan sekali). Transfusi ini membantu para penderita Thalassemia untuk

mempertahankan hemoglobin normal dan kadar sel darah merah.

Transfusi darah membuat para penderita Thalassemia merasa lebih sehat,

sehingga dapat menikmati kegiatan normal, dan hidup sampai dewasa.

Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan

hemoglobin penderita di atas 10 g/dL.

b. Medikamentosa (Permono, dkk, 2006)

b.1 Transfusi darah secara teratur dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam

darah. Kondisi ini disebut kelebihan zat besi. Kondisi tersebut dapat merusak

hati, jantung, dan bagian lain dari tubuh. Untuk mencegah kerusakan ini, maka

dilakukan suatu bentuk terapi khelasi zat besi untuk membuang kelebihan zat

besi dari tubuh. Pemberian terapi khelasi zat besi (deferoxamine) diberikan

setelah kadar ferritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau sekitar 10-20 kali

transfusi darah.

b.2 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk

(47)

b.3 SuplemenAsam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang membantu membangun sel-sel darah

merah yang sehat. Pemberian asam folat 2-5 mg/hari dapat memenuhi kebutuhan

tubuh.

b.4 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang

umur sel darah merah.

c. Splenektomi

Ketika limpa menjadi terlalu aktif dan mulai menghancurkan sel-sel darah

merah, transfusi menjadi semakin dan terus semakin kurang efektif. Kemudian

menjadi perlu suatu pembedahan untuk mengangkat limpa tersebut. Operasi

ini disebut splenektomi (Vullo, dkk, 1995).

Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%

pada pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang

diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun)

melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena adanya risiko infeksi, splenektomi

sebaiknya ditunda hingga penderita mencapai usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3

minggu sebelum dilakukan splenektomi, penderita Thalassemia sebaiknya di

vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophlus influenzae type B dan

sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila terjadi reaksi alergi,

(48)

Splenektomi dilakukan dengan indikasi :

1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,

menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya

terjadinya ruptur.

2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi

darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg

berat badan dalam satu tahun (Permono, B, dkk, 2006).

2.7.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah suatu usaha untuk mengurangi ketidakmampuan

dan mengadakan rehabilitasi bagi penderita Thalassemia. Pencegahan tersier bagi

penderita Thalassemia adalah dengan mendirikan suatu organisasi atau

perhimpunan orang tua penderita Thalassemia tersebut. Para penderita

Thalassemia membutuhkan dana yang cukup besar untuk tetap dapat bertahan

hidup melalui transfusi darah yang rutin yang harus dibarengi dengan pemberian

agen pengkhelat besi yang memadai. Oleh karena itu keberadaan suatu organisasi

maupun LSM yang berkaitan dengan penyakit Thalassemia ini sangat dibutuhkan

kehadirannya untuk memudahkan penghimpunan dana dan sebagai sarana untuk

saling bertukar informasi tentang Thalassemia.

Perhimpunan Thalassemia Indonesia saat ini telah ada di Jakarta dengan

nama Yayasan Thalassemia Indonesia Pusat, dan sudah memiliki cabang di

beberapa kota, yakni Bandung, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, dan Cianjur.

Organisasi serupa juga perlu dikembangkan di daerah lainnya. Partisipasi orang

(49)

penderita yang kurang mampu. Selain itu, memlalui wadah ini para orang tua

penderita diharapkan dapat sering bertemu untuk bertukar, informasi, pikiran,

serta pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis putra-putri

mereka.

Perkumpulan seperti ini jika dikelola dengan baik dapat memberikan

dukungan moral kepada orang tua, agar mereka tidak merasa frustasi dan sendiri

dalam menghadapi masalah berat berkaitan dengan penyakit Thalassemia yang

diderita anaknya (Ganie, 2005).

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka kerangka

konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

KARAKTERISTIK PENDERITA THALASSEMIA

1. Sosiodemografi Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pendidikan Daerah Asal 2. Keluhan Utama 3. Jenis Thalassemia 4. Penatalaksanaan Medis

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain

case series.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSU Sari Mutiara Medan dengan alasan RS ini

merupakan RS yang memiliki bagian khusus penanganan pasien thalassemia

sehingga data mengenai pasien thalassemia tersedia di RS ini dan belum pernah

dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita thalassemia tahun

2012-2014.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai sejak bulan Maret - Juli 2015

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita Thalassemia

yang datang berkunjung di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2012 - 2014 yang

berjumlah 71 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah semua data penderita Thalassemia di RSU Sari Mutiara

(51)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu

status pasien Thalassemia di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2012-2014.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution). Data univariat dianalisis secara

deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan Chi-square. Hasil disajikan dalam

bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram bar, dan diagram pie.

3.6 Defenisi Operasional

3.6.1 Penderita Thalassemia adalah seseorang yang dinyatakan menderita

Thalassemia berdasarkan diagnosa dokter sesuai yang tercatat di kartu

status.

3.6.2 Umur adalah usia penderita sesuai yang tercatat di kartu status dan

dikategorikan menjadi :

1. 0 - 5 tahun 2. 6 - 11 tahun 3. 12 - 16 tahun 4. 17 - 25 tahun 5. 26- 35 tahun 6. 36- 45 tahun

Untuk uji statistik umur dikategorikan menjadi 2, yakni :

1. ≤ 15 tahun

(52)

3.6.3 Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh setiap

individu penderita Thalassemia sesuai yang tercatat di kartu status dan

dikategorikan menjadi :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.6.4 Suku adalah ras yang melekat pada diri penderita Thalassemia sesuai yang

tercatat di kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Melayu 2. Batak 3. Jawa 4. Aceh 5. Lainnya

3.6.5 Agama adalah kepercayaan yang dianut dan diyakini oleh penderita

Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan

menjadi :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Khatolik

4. Hindu 5. Budha

3.6.6 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang dijalani

penderita Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan

dikategorikan menjadi :

1. Tidak sekolah 2. SD

3. SMP

4. SMA

(53)

3.6.7 Daerah asal adalah wilayah atau tempat dimana penderita Thalassemia

tinggal dan menetap sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan

dikategorikan menjadi :

1. Dalam Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.6.8 Keluhan utama adalah keluhan yang dialami/dirasakan penderita sejak

awal kunjungan berdasarkan anamnesa dokter sesuai dengan yang tercatat

di kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Pucat 2. Lemas

3. Perut Membesar

3.6.9 Jenis Thalassemia adalah jenis Thalassemia yang diderita oleh penderita

Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan

menjadi:

1. Thalassemia alfa (Silent carrier, Thalassemia alfa trait, hemoglobin H disease, Thalassemia alfa mayor (hydrops fetalis)) 2. Thalassemia beta (Thalassemia beta minor (trait), Thalassemia

intermedia, Thalassemia mayor)

3.6.10 Penatalaksanaan medis adalah pengobatan yang diperoleh oleh penderita

Thalassemia sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan dikategorikan

menjadi :

1. Transfusi darah (1 – 2 kali dalam sebulan)

2. Medikamentosa (Pemberian khelasi zat besi, vitamin C, suplemen asam folat, vitamin E)

(54)

3.6.11 Jumlah kunjungan dalam satu bulan adalah jumlah kunjungan ke RS yang

dilakukan oleh penderita dalam satu bulan untuk memperoleh

penatalaksanaan medis dan dikategorikan menjadi :

1. Satu kali dalam sebulan

2. Lebih dari satu kali dalam sebulan

3.6.12 Sumber Biaya adalah sumber dana yang dikeluarkan penderita untuk

membiayai perawatannya sesuai dengan yang tercatat di kartu status dan

dikategorikan menjadi :

1. Biaya sendiri

(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan beralamat di Jl. Kapten Muslim

No. 79 Medan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan kelas madya plus

yang berstatus swasta milik Yayasan Sitanggang Purba dengan usaha pelayanan

kesehatan yang mencakup pemeliharaan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan.

RSU Sari Mutiara medan berasal dari praktek bidan berijazah yang berdiri mulai

tanggal 23 September 1963, kemudian pada tanggal 11 Januari 1969 berubah

menjadi Klinik Bersalin Sitanggang.

Selanjutnya pada tanggal 23 Februari 1974 menjadi Rumah Sakit Bersalin

Sitanggang dan baru pada tanggal 31 Maret 1978 statusnya berubah menjadi

Rumah Sakit Umum Sitanggang. Sehubungan dengan Surat pengumuman Di. Jen.

Yan. Kes. Depkes RI tanggal 5 Februari 1987 No. 098/Yan.Med/SK/87, RSU

Sitanggang berganti nama menjadi RSU Sari Mutiara Medan yang diresmikan

oleh Bapak Ka. Kanwil Depkes RI Propinsi Sumatera Utara tepatnya tanggal 8

Januari 1988.

4.1.2 Visi dan Misi RSU Sari Mutiara Medan a. Visi

Visi RSU Sari Mutiara Medan adalah “Mewujudkan rumah sakit rujukan

(56)

b. Misi

Untuk memenuhi visi tersebut RSU Sari Mutiara Medan memliki misi

yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang professional, bermutu,

memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarga dengan biaya

terjangkau

2. Mengembangkan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik, bermutu,

profesional dan etis

3. Mengembangkan jiwa motivasi dalam penyelenggaraan pelayanan yang

melibatkan seluruh potensi sumber daya yang ada di rumah sakit

4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standard yang

mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit

4.1.3 Tujuan, Motto, dan Falsafah RSU Sari Mutiara Medan a. Tujuan

RSU Sari Mutiara memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Terwujudnya peningkatan penyelenggaraan upaya kesehatan paripurna

kepada semua golongan masyarakat, terjangkau, sesuai dengan tugas

pokok dan fungsi serta peraturan yang berlaku.

2. Terciptanya peningkatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang

bersifat spesialistik dan sub spesialistik, bermutu, professional dan etis.

3. Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen dan produktifitas

lebih besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta

(57)

4. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat

dipertanggungjawabkan.

b. Motto

Motto RSU Sari Mutiara Medan adalah “ HARMONIS “ yaitu Harapan,

Motivasi, Inisiatif, dan Standard.

c. Falsafah

Dalam menjalankan roda usaha pelayanan kesehatan akan selalu

mengupayakan mutu terbaik, peduli pada kebutuhan dan kepentingan pelanggan,

musyawarah dalam memecahkan setiap masalah yang berkaitan dengan hubungan

kerja, memiliki sikap tumbuh terhadap perubahan.”

4.1.4 Fasilitas Pelayanan Medik dan Keperawatan

[image:57.595.114.467.455.610.2]

Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan terdiri dari:

Tabel 4.1 Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan

Poli Penyakit Dalam Poli Bedah Anak

Poli Penyakit Anak Poli Bedah Saraf

Poli Kebidanan & Kandungan Poli Bedah Orologi

Poli Bedah Umum Poli Bedah Disgestive

Poli Penyakit THT Poli Bedah Ortopedi

Poli Penyakit Paru Poli Bedah Plastik

Poli Penyakit Kulit / Kelamin Poli Rehabilitasi Medik

Poli Penyakit Neurologi Poli Kejiwaan

Poli Penyakit Mata Poli Gigi dan Mulut

(58)

4.1.5 Jumlah Tempat Tidur dan Ruangan di RSU Sari Mutiara Medan

RSU Sari Mutiara Medan memiliki jumlah kamar rawat inap sebanyak 139

kamar, adapun jenis kamar yang terdapat di RSU Sari Mutiara yakni, Super VIP,

VIP, Kelas I, Kelas I-Plus, Kelas II, Kelas III, Isolasi, Non Kelas (ICU), Incubator,

dan Neonati. Jumlah tempat tidur secara keseluruhan di RSU Sari Mutiara Medan

ada sebanyak 327 tempat tidur.

4.1.6 Tenaga Kerja RSU Sari Mutiara Medan

Jumlah tenaga kerja di RSU Sari Mutiara Medan adalah sebanyak 579

[image:58.595.107.497.362.540.2]

orang dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.2 Tenaga Kerja di RSU Sari Mutiara Medan

NO

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Penurunan Penyakit Thalassemia (www.detak-unsyiah.com)
Gambar 2.2 KondisiAnak yang Menderita Thalassemia
Gambar 2.3 Bentuk Wajah Penderita Thalassemia (thalassemiainfo.blogspot.com)
Tabel 4.1 Poli Rawat Jalan di RSU Sari Mutiara Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat dianggap sebagai peradaban yang kuat pada abad ke 10 M, di saat mana para cendekiawannya mampu menguasai ilmu

Menurut Lubis (1992) persentase karkas ayam yang mendapat ransum dengan kandungan protein 23% akan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat ransum dengan protein

Glutamine adalah asam amino non esensial yang berlimpah pada tubuh manusia, namun dalam keadaan tertentu glutamine menjadi “conditionally essensial”, sehingga diperlukan

forest areas along West Bengal, Bhutan, Arunachal Pradesh and Assam border in Eastern Himalaya using temporal satellite imagery of 1975, 1990 and 2009 and predicted forest cover

Berdasarkan hasil analisis binary logistic dengan pendekatan uji Chi Square dapat dinyatakan secara simultan pendidikan, pengetahuan, persepsi, motivasi, dan sikap

Adanya peraturan yang jelas serta dipahami oleh karyawan, adanya kesempatan untuk bertanggung jawab, budaya yang mampu menumbuhkan kekompakan serta kerjasama yang

The notes have been used as the introductory section of a course on Modern Organic Synthesis that com- poses 6 weeks or a little more than one-half of a quarter course at The

Berdasarkan hasil analisis data secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan dalam mengenal huruf hijaiyah melalui metode bermain pada anak usia 4-5 tahun di