• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Lks Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Lks Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

HALIMAH

NIM 108016200005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Dengan LKS Eksperimen Yang Terdapat Dalam Buku disusun oleh Halimah, NIM. 108016200005, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juni 2013

Yang mengesahkan,

(3)

Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa disusun oleh HALIMAH 108016200005, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 Juli 2013 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 23 Juli 2013

Panitia Ujian Munaqasah

(4)
(5)

Sesungguhnya

sesudah

kesulitan

terdapat

kemudahan,

maka….

Berusahalah

….

ITS DEDICATED FOR MY PRECIOUS MOM AND

(6)

i

ABSTRAK

Halimah. Pengaruh Penggunaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa. Quasi eksperimen. Skripsi. Jakarta: Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan LKS eksperimen berbasis konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan laju reaksi. Penelitian ini dilakukan bulan Oktober 2012 di SMAN 90 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan penelitian

pretest posttest control group design. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar berupa tes uraian. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada rata-rata post test didapatkan = > = 1,6646 maka H0 ditolak. Karena bila thitung lebih kecil atau sama dengan dari ttabel, maka H0 diterima. Maka dapat disimpulkan hasil belajar kimia siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan LKS eksperimen dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari pada hasil belajar kimia siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan LKS yang terdapat dalam buku. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan LKS eksperimen berbasis konstruktivisme berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi.

(7)

ii

Teacher Training Tarbiya, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aim of this study to know influence of constructivism experiment worksheet to student learning outcome on the concept of chemical reaction rate. The research was conducted at SMAN 90 Jakarta on October 2012. The method used in the research is quasi experiment using pretest posttest control group design. The instrument in this research is used student achievement test. The result calculated used t test, t count value is 6,06 while t table 1,6646. Because t count > t table it mean refuses H0. It can concluded the influence of constructivism experiment

worksheet is accepted. This is show that used constructivism experiment worksheet give influence that significant to student learning outcome on the concept of chemical reaction rate.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang senantiasa menuntun para umatnya.

Skripsi ini merupakan proses yang cukup panjang bagi penulis. Akan tetapi hal ini membawa harapan baru dan menjadi motivasi bagi penulis dalam penyelesaian Skripsi ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa”.

Penulis sangat menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dra. Nurlena, MA., Ph.D sekalu Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hanna Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Studi Pendidikan Kimia sekaligus pembimbing I yang dengan kesabarannya dan ketekunannya menghadapi saya.

4. Nanda Saridewi, M.Si sekali dosen pembimbing II yang begitu banyak menginspirasi, memotovasi, memberikan pencerahan dengan penuh kesabaran.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

iv

dengan kemurahan hatinya menizinkan saya melakukan penelitian dan saya banyak mengambil pelajaran dari beliau.

9. Drs. Sentot Sumitro, MM, dan Erita Sy, S.Pd selaku guru MGMP mata pelajaran kimia SMAN 90 Jakarta yang banyak memberi saya inspirasi dan motivasi.

10.Seluruh Guru dan Staff SMAN 90 Jakarta.

11.Mama yang dengan ikhlas dan sabar mendidik saya serta memotivasi saya (love you mama). Ayah walaupun jasadmu telah tiada namun ruh mu masi sangat terasa (dad.. miss you). Dan seluruh anggota keluargaku (kakak dan keponakanku) yang mendukung secara moral maupun materil.

12.Seluruh Teman-teman Pendidikan Kimia 2008 (Lilis, Winda, Silvi, Arif, Vivi, Lena, Devi, Eka, Chaerani, Citra, Debby, Devi, Gofar, Feri, Nika, Rosalia) dan lainnya yang tidak disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih untuk hari-hari yang indah kawan.

13.Jamil, Tari, Desi, Luki, IPA 2008, Muiz, Ipin, Reza, Weno dan semua orang yang berpengaruh dalam hidupku yang telah banyak membantu, memberikan dorongan dan banyak motivasi.

Kritik dan saran sangat dibutuhkan bagi penulis untuk kesempurnaan dalam skripsi ini, sehingga mudah dipahami dan berguna bagi semua orang yang membutuhkannya.

Jakarta, Juni 2013

(10)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuandan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 6

A. Hakikat Hasil Belajar ... 6

B. Konstruktivisme ... 11

C. Hakikat LKS ... 20

D. Eksperimen ... 25

E. LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme ... 28

F. Laju Reaksi ... 29

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

H. Kerangka Berfikir ... 37

(11)

vi

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Data ... 50

B. Uji Prasyarat Analisis ... 52

C. Pembahasan ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

(12)

vii DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Grafik Laju Reaksi Perubahan Konsentrasi

Produk dan Konsentrasi Reaktan ... 30 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 37 Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Skor Post Test Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56 Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Gain Score Kelas Eksperimen

(13)

viii DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbedaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme

dan LKS Eksperimen yang Terdapat dalam Buku ... 22

Tabel 3.1 Desain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar... 41

Tabel 4.1 Deskiripsi Nilai Pre Test Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... . 50

Tabel 4.2 Deskiripsi Nilai Post Test Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.3 Deskiripsi Gain Score Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Pre Test ... 53

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Pre Test ... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Post Test dan Gain Score ... 54

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Data Post Test dan Gain Score ... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji t Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

Tabel 6.1 Data Terurut Hasil Pre Test Kelas Eksperimen ... 146

Tabel 6.2 Data Terurut Hasil Pre Test Kelas Kontrol ... 146

Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Pre Test Kelas Eksperimen ... 147

Tabel 6.4 Distribusi Frekuensi Pre Test Kelas Kontrol ... 148

Tabel 6.5 Data Terurut Hasil Post Test Kelas Eksperimen... 150

Tabel 6.6 Data Terurut Hasil Post Test Kelas Kontrol ... 150

Tabel 6.7 Distribusi Frekuensi Post Test Kelas Eksperimen ... 151

Tabel 6.8 Distribusi Frekuensi Post Test Kelas Kontrol ... 152

(14)

ix

Tabel 6.10 Data Terurut Hasil Gain Score Kelas Kontrol ... 154 Tabel 6.11 Distribusi Frekuensi Gain Score Kelas Eksperimen ... 155 Tabel 6.12 Distribusi Frekuensi Gain Score Kelas Kontrol... 155 Tabel 6.13 Sebaran Frekuensi Normalitas Pre Test Kelas Eksperimen .. 158 Tabel 6.14 Sebaran Frekuensi Normalitas Post Test Kelas

Eksperimen ... 160 Tabel 6.15 Sebaran Frekuensi Normalitas Gain Score Kelas

(15)

x DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 69

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 79

Lampiran 3 LKS Kelas Eksperimen ... 88

Lampiran 4 LKS Kelas Kontrol ... 106

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrument Penilaian Hasil Belajar ... 110

Lampiran 6 Format Pedoman Penskoran Tes Hasil Belajar ... 118

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument ... 135

Lampiran 8 Hasil Pre Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 137

Lampiran 9 Hasil Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 140

Lampiran 10 Hasil Gain Score Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 11 Data Hasil Pre Test ... 146

Lampiran 12 Data Hasil Post Test ... 150

Lampiran 13 Data Gain Score ... 154

Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 158

Lampiran 15 Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 166

Lampiran 16 Hasil Uji t Gain Score dan Post Test ... 170

Lampiran 18 Foto Penelitian ... 174

Lampiran 19 Surat Izin Penelitian ... 176

Lampiran 20 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 177

Lampiran 21 Bimbingan Skripsi ... 178

Lampiran 22 Uji Referensi ... 179

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Masalah utama pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses pada anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berfikirnya.1

Penggunaan media atau alat bantu pembelajaran disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama membantu peningkatan hasil belajar siswa.2 Namun, dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkan media pembelajaran tersebut untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran adalah LKS (lembar kerja siswa). “Lembar kerja siswa merupakan panduan bagi siswa untuk mengerjakan pekerjaan tertentu yang dapat meningkatkan dan memperkuat hasil belajar”.3

Menurut diknas, LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus di isi oleh peserta didik.4 LKS ini juga berkontribusi fositif dalam membangun konsep sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan.

1 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta, Prenada Media Group, 2009), h.5

2 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.2

(17)

Salah satu keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kegiatan pembelajaran yang diterapkan. Penerapan kegiatan pembelajaran yang sesuai dapat memberi kontribusi positif terhadap hasil belajar siswa yaitu meningkatnya hasil bejar siswa. Bahan ajar yang dibebankan kepada guru saat ini pada pembelajaran kimia untuk bisa disampaikan kepada siswa sangat banyak. Oleh karena itu guru cenderung memilih metode pembelajaran yang lebih menekankan bagaimana menyelesaikan beban kurikulum tepat waktu dari pada menerapkan metode pembelajaran yang mengajak siswanya untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.

Akibat dari pembelajaran tersebut adalah adanya kesulitan siswa dalam menyerap konsep kimia yang diajarkan oleh guru. Untuk mempermudah siswa menyerap konsep yang diajarkan, maka harus dilakukannya metode eksperimen, metode ini diyakini sebagai metode yang paling tepat dalam mengajarkan konsep-konsep sains, karena sains berasal dari hal-hal yang bersifat fakta.5 Sedangkan menurut Nana Sudjana, ekperimen merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta (data) yang benar.6

Sejalan dengan metode eksperimen, konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia. Konstruktivisme yaitu mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara berkerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.7 Manusia mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa diharapkan lebih matang dalam memahami materi yang

5Tonih Feronika, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.104

6 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h.83

(18)

3

diajarkan. Metode eksperimen dan pendekatan konstruktivisme ini mempunyai tujuan yang sama yaitu siswa diharapkan dapat lebih memahami materi yang diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Pada metode eksperimen, siswa di tuntut untuk bekerja sendiri dan menemukan sendiri pengetahuan yang baru, hal ini sejalan dengan pendekatan konstruktivisme. Pada metode eksperimen ini, dibutuhkan lembar kerja eksperimen sebagai media agar mencapai tujuan pembelajaran sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar. LKS yang digunakan guru cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan tidak dapat mengkonstruk dengan maksimal materi yang dipelajari. “Komponen-komponen LKS meliputi: Judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi”.8 Sedangkan pada kenyataannya Seperti di SMAN 90 Jakarta, guru kimia cenderung untuk menggunakan LKS yang sudah tersedia di dalam buku pelajaran, tanpa mengetahui apakah LKS memenuhi kompenen utama LKS dan LKS tersebut tepat digunakan dan dapat membantu siswa untuk lebih mengerti dan mengkonstruk sendiri pemahamannya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada kenyataannya LKS yang terdapat dalam buku tidak memenuhi komponen-komponen lengkap LKS seperti yang tertera di atas. Komponen LKS yang terdapat dalam buku hanya judul percobaan, alat dan bahan, cara kerja, dan kesimpulan.

Dalam Proses belajar mengajar, guru yang paling mengetahui keadaaan siswa dan apa yang dibutuhkan oleh siswa, akan lebih baik jika LKS tersebut didesain sesuai kebutuhan siswa. Alangkah lebih baiknya LKS yang didesain itu juga dapat mengkonstruk pemahaman siswa sehingga mencapai tujuan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti dalam penelitian ini ingin mengetahui “Pengaruh Penggunaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Siswa”.

(19)

B.

Identifikasi Masalah

Agar penelitian lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan identifikasi masalah. Identifikasi masalah yang ada sebagai berikut:

1. Kurangnya media pembelajaran terutama LKS eksperimen.

2. Guru tidak membuat sendiri LKS eksperimen yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

3. LKS eksperimen yang dimanfaatkan tidak memenuhi komponen lengkap LKS.

4. LKS eksperimen yang dimanfaatkan cenderung tidak membangun pemahaman siswa.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. LKS eksperimen yang digunakan adalah LKS eksperimen kimia berbasis konstuktivisme pada pokok bahasan laju reaksi.

2. LKS eksperimen berbasis konstuktivisme dirancang untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar kimia.

3. LKS eksperimen berbasis konstuktivisme juga dirancang untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kimia.

D.

Perumusan Masalah

(20)

5

E.

Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan KS eksperimen berbasis konstruktivisme terhadap hasil belajar kimia.

Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan produk berupa LKS eksperimen berbasis konstuktivisme yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran kimia khususnya media LKS eksperimen pada materi laju reaksi.

2. Bagi guru sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan LKS eksperimen yang tepat untuk pengajaran kimia.

(21)

6

A.

Hakikat Hasil Belajar

1. Belajar

“Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya”.1

“Menurut Gagne belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kerja”.2 “Sedangkan menurut Suyono dan Hariyanto belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian”.3 Belajar bukan menghafal bukan juga mengingat. “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”.4 Perubahan sebagai proses hasil proses belajar dapat ditunjukkan seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.5

Jadi, belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh pengetahuan yang ditandai dengan adanya perubahan kemampuan menjadi lebih baik. Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Terdapat 4 hakikat universal dari belajar atau bisa disebut juga empat pilar belajar,6 yaitu :

1 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), h. 5

2 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h.12

3Ibid., h.9

4 Nana Sudjana, Op. cit., h.28 5Ibid.

(22)

7

a. Learning to know

Belajar untuk mengetahui (learning to know), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui menurut UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar (learning how to learn) dengan mengembangkan seluruh potensi konsentrasi pembelajar, ketrampilan meningat dan kecakapan untuk berpikir.

b. Learning to do

Belajar untuk berkerja (learning to do), adalah belajar atau berlatih menguasai ketrampilan dan kompetensi kerja. Jadi menurut konsep UNESCO belajar jenis ini berkaitan dengan pendidikan vokasional.

c. Learning to live together

Belajar untuk hidup bersama (learning to live together), mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

d. Learning to be

Belajar untuk menjadi manusia yang utuh mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh, paripurna. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral.

2. Hasil belajar

Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil. “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.7 Hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan

(23)

hasil yang sama.8 Jadi, hasil belajar adalah akibat yang diperoleh oleh siswa setelah memperoleh suatu pengetahuan.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.9 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Sedangkan ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.10

Ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual.11 Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas atau tingkat yakni:12

a. Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari.

b. Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.

8 Sumiati dan Asra, Op. cit., h.38 9 Nana Sudjana, Op. cit., h.22 10Ibid., h.22-23

(24)

9

c. Penggunaan atau penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret dan/atau situasi baru. Untuk penggunaan/penerapan, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisai/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. d. Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke

bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.

e. Sintesis, merupakan kemampuan mengabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta melakukan generalisasi.

f. Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus.

Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh 2 faktor inti, yaitu faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar13 :

a. Faktor internal 1. Faktor fisiologis

Secara umum, kondisi fisiologi seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Bahkan menurut Aminuddin Rasyad dalam Yudhi, pancaindera merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan. Artinya, kondisi panca indera tersebut akan memberikan pengaruh pada proses dan hasil belajar. Dengan memahami kelebihan dan kelemahan panca indera dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman akan mempermudah dalam memilih dan menentukan jenis rangsangan atau stimuli dalam proses belajar.

(25)

2. Faktor psikologis

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis antara lain, intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motivasi, dan kognitif dan daya nalar.

b. Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula lingkungan sosial.

2. Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor-faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru.

Adapun tujuan penilaian hasil belajar adalah:14

1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan.

2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran.

3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

4. Untuk mendiagonsis keunggulan dan kelamahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan peserta didik dapat

(26)

11

dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan atau bimbingan.

5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu.

6. Untuk menentukan kenaikan kelas.

7. Untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

“Informasi hasil belajar siswa dalam upaya mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dan dikumpulkan dengan berbagai bentuk penilaian, misalnya tes tertulis (paper and pencil test) serta penilaian unjuk kerja (performance)”.15 Tes tertulis yang sering digunakan adalah tes objektif dan tes uraian. Sedangkan unjuk kerja siswa sering dinilai dengan cara pemberian tugas atau portofolio.

B.

Konstruktivisme

“Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, lalu selalu bergulat dengan ide-ide”.16 “Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari”.17 Selain itu menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. “Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

15 Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h.4.3 16 Endang Widi Winarni, Mengajar IPA Secara Bermakna, (Bengkulu: UNIB Press, 2009), h.46

(27)

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai”18. Bagi memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka harus berkerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.19

“Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses

pembentukan pengetahuan”.20 Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif berfikir, melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan member makna sesuatu yang dipelajarinya.21 “Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar”.22 Pada dasarnya, pengetahuan dibentuk pada diri manusia berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial di sekelilingnya. Belajar adalah perubahan proses mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya yang dialami para siswa sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh itu adalah hasil interpretasi pengalaman tersebut yang disusun dalam pikiran/otaknya. Jadi siswa bukan berasal dari ada yang diberikan guru, melainkan merupakan hasil usahanya sendiri berdasarkan hubungannya dengan dunia sekitar. Mengajar adalah suatu upaya yang berusaha membantu siswa dalam merekonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalamannya masing-masing. Jadi mengajar bukan menyampaikan sejumlah informasi secara utuh kepada siswa. Dengan demikian, konstruktivis ini merupakan suatu preposisi yang sederhana yaitu siswa mengkosntruk pengertiannya terhadap dunia tempatnya hidup.23

Konstruksitivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun,

18 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2007), h.13

19 Ibid.

20 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.78

21Ibid.

22 Nuryani Rustaman dkk, Materi dan Pembelajaran IPA SD, (Jakarta: Universitas Terbuka,2010), h.2.6

(28)

13

mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.24 Kontruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri.25 Konstruktivis percaya bahwa pembelajar mengkonstruk sendiri realitasnya atau paling tidak menterjemahkannya berlandaskan persepsi tentang pengalamannya, sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dari pengalaman sebelumnya, juga struktur mentalnya, yang kemudian digunakannya untuk menterjemahkan objek-objek serta kejadian-kejadian baru.26 Jadi, konstruktivisme adalah proses pebentukan pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik berdasar pengalaman yang dialaminya.

Asumsi-asumsi dasar dari konstruktivisme seperti yang diungkap oleh Merril (1991) dalam Suyono adalah sebagai berikut 27 :

a. Pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman; b. Belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata;

c. Belajar adalah sebuah proses aktif di mana makna dikembangkan berlandaskan pengalaman;

d. Pertumbuhan konseptual berasal dari negoisasi makna, saling berbagi tentang perspektif ganda dan pengubahan representasi mental melalui pembelajaran kolaboratif;

e. Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata, ujian dapat diintegrasikan dengan tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah (penilaian autentik).

“Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar”. 28 Guru tidak mentransfer pengetahuan yang dimilikinya, melainkan membantu

24 Suyono dan Hariyanto, Op. cit., h.105 25Ibid.

26Ibid., h.106 27Ibid.

(29)

siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.29 Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.30 Tugas guru adalah memfasilitasi proses dengan membuat (1) membuat pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.31

1. Prinsip Pendekatan Konstruktivis

Ada beberapa prinsip pendekatan konstuktivis yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengelola proses pembelajaran, yaitu32:

a. Siswa diberi masalah yang sesuai dengan kehidupannya. b. Penstukturan belajar pada konsep primer.

c. Menjajagi dan menghargai pendapat siswa. d. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan siswa. e. Menilai belajar siswa dalam konteks mengajar.

2. Elemen Belajar yang Konstruktivis

Konstruktivis mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Ada lima elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu33:

a. Pengaktifan pengetahuan baru (activating knowledge). b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge). c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).

d. Memprektekkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge).

29Ibid.

30Ibid.

31 Suwarna, Pengajaran Mikro, (Yongyakarta: Tiara Wacana, 2006), h.121 32 Lukmanul Hakim, Op. cit., h.46

(30)

15

e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting knowledge)

3. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstrukstivisme, yaitu34:

a. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.

b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

c. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.

d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.

e. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan. f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa. h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dalam pemahaman siswa. i. Medasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif.

j. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisis.

k. Menekankan pentingnya “bagaimana” pada siswa belajar.

l. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.

m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif. n. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata. o. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.

p. Memperhatikan keyakinan dalam sikap siswa dalam belajar.

q. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.

(31)

4. Penerapan Teori Konstruksivisme di Kelas

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruksivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparkan tentang penerapannya di kelas35 :

a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.

Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisa serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta

menjadi “pemecah masalah” (problem solvers).

b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.

Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara-cara siswa merespons atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.

c. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.

Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya.

d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya.

Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya

(32)

17

sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi dikelas.

e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.

Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipoteses yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.

f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.

Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

5. Format pelajaran konstruktivis a. Fase start

Guru dapat memulai dengan pertanyaan umum terbuka

(misalnya,”menurut kalian kimia itu ilmu tentang apa?”) lalu mendorong

murid untuk memberikan jawaban-jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang subjek ini. sebagai alternatif adalah mulai dengan sebuah masalah yang relevan dengan kehidupan murid sehari-hari. Setalah itu pelajaran yang dimaksud dapat di indroduksikan. Guru mungkin juga mengintroduksikan suatu situasi yang membingungkan atau mengejutkan, yang menyebabkan murid memikirkan tentang situasi tersebut.36

(33)

b. Fase eksplorasi

Murid mengerjakan kegiatan yang ditetapkan sesuai fase 1. Kegiatan biasanya bersifat eksploratik, melibatkan situasi atau bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok. Kegiatannya harus di stukturisasikan sedemikian rupa sehingga para murid menghadapi isu-isu yang memungkinkan mereka mengembangkan pemahaman, dan mestinya juga cukup menantang. Ada baiknya untuk meningatkan murid tentang proses-peroses metakognitif yang mungkin inin mereka terapkan ketika menyelesaikan masalah.37

c. Fase refleksi

Pada fase ini, murid mungkin diminta untuk menengok kembali kegiatan itu dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok-kelompok lain maupun dengan guru. Guru dapat memberikan scaffolding yang bermanfaat selama fase ini, melalui pertanyaan dan komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksprolasi itu dengan konsep kunci yang sedang di eksprorasi.38

d. Fase aplikasi dan diskusi

Setelah itu guru dapat meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan yang menarik esimpulan. Langkah berikutnya dapat diidentifikasi oleh guru atau murid, dan poin-poin kunci direkap.39

Secara rinci dapat dikemukakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar konstruktivisme, seorang pendidik harus memperhatikan hal sebagai berikut40: a. Mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui

pengalaman sebelumnya.

b. Menekankan pada kemampuan awal minds-on dan hands-on.

c. Mengakui bahwa dalam proses pembelajaran terjadi perubahan konseptual.

37Ibid., h.106

38Ibid.

39Ibid.

(34)

19

d. Mengetahui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif. e. Mengutamakan terjadinya interaksi social

Implementasi konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahapan yaitu41 :

a. Apersepsi

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukanakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu pendidik memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematic tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu.

b. Eksplorasi

Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik. c. Diskusi dan penjelasan konsep

Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi didasarkan hasil observasi ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari, sehingga siswa memperoleh konsep secara bermakna.

d. Pengembangan dan aplikasi

Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik dengan kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan isu-isu di lingkungannya.

(35)

C.

Hakikat LKS

1. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran.42 “LKS merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri”.43 Sedangkan menurut diknas, LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus di kerjakan oleh peserta didik.44 Menurut Warsita, Lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai.45 Lembar kerja siswa merupakan panduan bagi siswa untuk mengerjakan pekerjaan tertentu yang dapat meningkatkan dan memperkuat hasil belajar.46

Lembar Kerja Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, peserta didik juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan. Dan, pada saat yang bersamaan, peserta didik diberi materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Dari penjelasan ini dapat kita pahami bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.47

LKS disusun harus sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Selain itu, Keberadaan LKS memberi

42 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 74

43 Denny Setiawan, dkk, Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 2.25

44 Andi Prastowo, Op. cit., h.203 45Ibid., h.204

(36)

21

pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik.48 “LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh”.49 Pengaturan awal (advance organizer) dari pengetahuan dan pengetahuan siswa diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna, dan dapat terkesan dengan baik pada pemahaman siswa. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi setiap LKS pada setiap kegiatannya diupayakan agar dapat mencerminkan hal itu.50

“Komponen-komponen LKS meliputi: Judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi”.51

Untuk kelas eksperimen LKS yang digunakan adalah LKS eksperimen dengan pendekatan konstruktivisme, sedangkan untuk kelas kontrol adalah LKS eksperimen yang terdapat dalam buku paket BSE karya Budi Utami, dkk. LKS yang terdapat dalam buku ini terdapat kekurangan, diantaranya adalah tidak memiliki komponen lengkap LKS yang sudah disebutkan diatas. LKS yang terdapat dalam buku hanya mempunyai komponen judul eksperimen, alat dan bahan, cara kerja, data hasil pengamatan dan pertanyaan hanya untuk memberikan kesimpulan dari hasil eksperimen. Bahkan pada LKS untuk eksperimen pengaruh konsentrasi, LKS tersebut hanya sampai pada tabel data hasil pengamatan. Berikut ini Tabel 2.1 mengenai perbedaan LKS eksperimen berbasis konstuktivisme dan LKS eksperimen yang terdapat dalam buku.

48 Eli Rohaeti, dkk, Pengembangan LKS Mata Pelajaran Sains Kimia untuk SMP kelas VII,VIII dan IX

49 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta, Prenada Media Group, 2009), h.223

(37)
[image:37.595.121.534.143.732.2]

Tabel 2.1 Perbedaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme dan LKS Eksperimen yang Terdapat dalam Buku

Komponen LKS Berbasis Konstruktivisme LKS yang Terdapat dalam Buku

Judul

eksperimen Ya Ya

Teori singkat tentang materi

Siswa diminta untuk mencari sendiri teori dari berbagai

sumber

Tidak

Alat dan bahan

Ya, disesuaikan dengan kondisi alat dan bahan di

sekolah

Ya

Prosedur

eksperimen Ya, berupa skema

Ya. Terdapat beberapa bagian yang dapat membuat

siswa miskonsepsi.

Data

pengamatan Ya Ya

Pertanyaan Ya Tidak

Kesimpulan Ya Ya

Kelebihan Content disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

Terdapat dalam buku yang terpublikasi secara Nasional

sehingga bisa digunakan oleh banyak orang.

Kekurangan

Penggunaan masih sangat terbatas (hanya untuk

penelitian).

Pada LKS pengaruh konsentrasi tidak terdapat pertanyaan maupun tugas untuk menyimpulkan hasil

eksperimen.

Terdapat beberapa content

(38)

23

2. Macam-macam bentuk LKS

Karena adanya perbedaan maksud dan tujuan pengemasan materi pada masing-masing LKS, hal ini berakibat LKS memiliki berbagai macam bentuk.52 Terdapat lima macam bentuk LKS, sebagaimana dijelaskan berikut ini :

a. LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep

Sesuai prinsip konstruktivisme, seorang akan belajar jika ia aktif mengonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Salah satu cara mengimplementasikannya dikelas adalah dengan mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS, yang memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan mereka, selanjutnya peserta didik kita ajak untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka dapat tersebut.

LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan peserta didik, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Oleh karena itu, kita perlu merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik, kemudian kita minta peserta didik untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selanjutnya, kita berikan pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu peserta didik unutk mengaitkan fenomena yang mereka amati dengan konsep yang akan mereka bangun dalam benak mereka.

b. LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.

Di dalam sebuah pembelajaran, setelah peserta didik berhasil menemukan konsep, peserta didik selanjutnya kita latih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari. Caranya dengan memberikan tugas kepada mereka untuk melakukan diskusi, kemudian meminta mereka untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab.

(39)

c. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar

LKS bentuk ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Peserta didik akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika mereka membaca buku, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu peserta didik menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat dalam buku. LKS jenis ini juga sesuai untuk keperluan remediasi.

d. LKS yang berfungsi sebagai penguatan

LKS bentuk ini diberikan setelah peserta didik mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas dalam LKS ini mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat didalam buku pelajaran. Selain sebagai pembelajaran pokok, LKS ini juga cocok untuk pengayaan.

e. LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum

Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum kedalam buku tersendiri, kita dapat menggabunggan petunjuk praktikum kedalam kumpulan LKS. Dengan demikian, dalam LKS bentuk ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu isi (content) dari LKS.

3. Fungsi LKS

Menurut Andi Prastowo (2011) LKS memiliki setidaknya empat fungsi sebagai berikut 53:

a. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.

b. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

c. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. d. Mempermudah pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

4. Tujuan penyusunan LKS

Menurut Sumiati dan Asra, tujuan penyusunan LKS adalah54 :

(40)

25

a. Menyiapkan kondisi siswa untuk siap belajar sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

b. Membimbing siswa untuk memproses hasil belajarnya (menemukan atau membuktikan konsep yang dipelajarinya).

c. Memotivasis siswa untuk belajar mandiri.

d. Memperkaya konsep yang telah siswa pelajari untuk diterapkan di dalam kehidupan nyata.

Pengerjaan LKS bisa dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan demikian kemampuan siswa dapat diketahui, dan penguatan serta umpan balik pun dapat dirasakan secara perorangan maupun kelompok juga. LKS juga dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi pengayaan terhadap hasil belajar, karena dapat memperluas dan memperkaya materi pelajaran yang dipelajari. Jika LKS tersebut dikerjakan secara cermat dan hati-hati akan menambah pengalaman belajar siswa, tidak hanya sesuai dengan materi pembelajaran, tetapi juga diperkaya dengan pengalaman lain yang lebih luas.55

D.

Eksperimen

“Metode eksperimen adalah metode mengajar dengan cara mempraktekan langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep yang sedang dipelajari. Metode ini, diyakini sebagai metode yang paling tepat dalam mengajarkan konsep-konsep sains, karena sains berasal dari hal-hal yang bersifat fakta”.56 “Menurut Sagala, metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari”.57 Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan

54

Sumiati dan Asra, Op. cit., h.172

55 Ibid.

56 Tonih Feronika, Op. cit., h.104.

(41)

menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu.58

Dalam metode eksperimen siswa mempraktekan dan melakukan percobaan secara langsung. “Pelaksanaan eksperimen memperjelas hasil belajar karena setiap siswa melakukan kegiatan percobaan”.59 Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan eksperimen :60

a. Merumuskan tujuan yang jelas tentang kemampuan apa yang akan dicapai siswa.

b. Mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.

c. Memeriksa apakah semua peralatan itu dalam keadaan berfungsi atau tidak.

d. Menetapkan langkah pelaksanaan agar efisien. e. Memperhitungkan/menetapkan alokasi waktu.

f. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan dalam eksperimen.

g. Membicarakan dengan siswa tentang langkah yang ditempuh, materi pembelajaran yang diperlukan, variabel yang perlu diamati dan hal yang perlu dicatat.

h. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa selama eksperimen.

i. Menetapkan apa follow-up (tindak lanjut) eksperimen.

Metode eksperimen mempunyai kebaikan sebagai berikut :61

a. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku saja

b. Dapat mengembangkan sikap untuk menadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuan

58Ibid.

59 Sumiati dan Asra, Op. cit., h.101 60Ibid., h.102

(42)

27

c. Metode ini di dukung oleh asas-asas didaktik modern antara lain: satu, siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian. Kedua, siswa terhidar jauh dari verbalisme. Ketiga, memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis. Keempat, mengembangkan sikap berfikir ilmiah. Kelima, hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Selain kebaikan tersebut, metode eksperimen mengandung beberapa kelemahan, sebagai berikut :62

a. Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak terlalu mudah diperoleh dan murah.

b. Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

c. Sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan bahan mutakhir.

Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelamahan dari metode eksperimen yaitu :63

a. Hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang ingin dicapai sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan eksperimen.

b. Hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang langkah yang dianggap baik untuk memecahkan masalah dalam eksperimen, serta bahan-bahan yang diperlukan, variable yang perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat.

c. Bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan.

62Ibid.

(43)

d. Guru perlu merangsang agar setelah eksperimen berakhir, ia membanding-bandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan-perbedaan atau kekeliruan-kekeliruan.

Tindak lanjut metode eksperimen adalah, setelah selesai berikanlah tugas kepada siswa baik secara tertulis atau secara lisan, misalnya membuat karangan laporan dan lain-lain. Dengan demikian kita dapat menilai sejauh mana hasil eksperimen dipahami siswa.

E.

LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme

“Dalam proses pembelajaran konstruktivisme, siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas”.64 Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar mengunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Untuk itu guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan, yaitu dengan cara eksperimen yang di fasilitasi media lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Selain itu, metode eksperimen adalah metode mengajar dengan cara mempraktekan langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep yang sedang dipelajari dalam metode eksperimen siswa mempraktekan dan melakukan percobaan secara langsung. Pelaksanaan eksperimen memperjelas hasil belajar karena setiap siswa melakukan kegiatan percobaan. Sedangkan konstruktivisme merupakan sebuah pendekatan yang menganggap mengajar adalah suatu upaya yang berusaha membantu siswa dalam merekonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalamannya masing-masing. Jadi mengajar bukan menyampaikan sejumlah informasi secara utuh kepada siswa.

(44)

29

Berdasarkan definisi diatas, dapat kita bentuk menjadi kesatu kesatuan, LKS eksperimen berbasis konstruktivisme adalah materi ajar saat melakukan eksperimen yang dikemas agar siswa dapat mempelajari dan membangun pengetahuan baru dari pengetahuan yang dimiliki. LKS eksperimen berbasis konstruktivisme memiliki komponen yang diantaranya adalah judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi. Dalam LKS eksperimen konstruktivisme ini, menurut pemikiran peneliti tidak diberikan dasar teori, hal ini bertujuan agar siswa dapat menemukan dari sumber lain agar menambah daya ingat akan hal tersebut. Selain itu prosedur eksperimen tidak seperti LKS kebanyakan, dalam LKS ini prosedur berupa skema agar siswa lebih mudah mengerti. Dan pada bagian akhir terdapat berbagai pertanyaan berupa analisis yang sejalan dengan percobaan yang dilakukan yaitu laju reaksi. Pertanyaan tersebut dibuat oleh peneliti untuk merangsang siswa mengkonstruk pengetahuannya berdasar percobaan yang dilakukan.

F.

Laju Reaksi

Laju reaksi adalah kecepatan dalam suatu reaksi kimia. “Menurut ilmu kimia, laju reaksi adalah besarnya perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu”. “Perubahan ini biasa dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi molar (molaritas) sehingga laju reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi akhir (hasil reaksi) terhadap konsentrasi awal (pereaksi) per satuan waktu. Satuan laju reaksi kimia dinyatakan dengan molaritas perdetik (M/detik)”.65

Molaritas di definisikan sebagai jumlah mol zat yang terlarut dalam 1 liter larutan. Larutan adalah campuran homogen antara dua komponen zat atau lebih. Komponen yang jumlahnya banyak disebut pelarut, sedangkan komponen yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut.

(45)
[image:45.595.116.510.83.587.2]

Gambar 2.1 Grafik laju reaksi perubahan konsentrasi produk dan konsentrasi reaktan

Pada awal reaksi reaktan berada dalam keadaan maksimum sedangkan produk dalam keadaan minimum. Setelah reaksi berlangsung, maka produk mulai terbentuk. Semakin lama produk akan semakin banyak terbentuk, sedangkan reaktan semakin lama semakin berkurang.66

Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa konsentrasi reaktan semakin berkurang sehingga laju reaksinya adalah berkurangnya konsentrasi R terhadap satuan waktu, dirumuskan sebagai :67

v = -

Dan dari Gambar 2.1 juga terlihat bahwa produk semakin bertambah, sehingga laju reaksinya adalah bertambahnya konsentasi P setiap satuan waktu, dirumuskan sebagai berikut :

v = +

Secara matematika, laju reaksi dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan diketahui reaksi :

(46)

31

mA + nB  pC + qD

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut, laju reaksi dapat diartikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi molar A atau B atau pertambahan konsentrasi molar C atau D. koefisien reaksi sangat mempengaruhi laju reaksi, yang dapat dituliskan :

 Laju pengurangan B = x laju berkurangnya A

 Laju pengurangan C = x laju berkurangnya A

 Laju pengurangan D = x laju berkurangnya A

Untuk membedakan pengurangan dan pertambahan suatu laju reaksi, laju pengurangan bertanda negatif, sedangkan laju pertambahan bertanda positif.

Laju reaksi = -laju berkurangnya A = - laju berkurangnya B = laju

pertambahan C = laju pertambahan D

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi a. Pengaruh luas pemukaan terhadap laju reaksi

Laju reaksi dipengaruhi luas permukaan bidang sentuh antara zat-zat yang bereaksi. Suatu zat padat akan lebih cepat bereaksi jika permukaannya diperluas dengan cara mengubah bentuk kepingan menjadi serbuk. Atau dengan kata lain, ukurannya diperkecil. Dalam bentuk serbuk, ukurannya menjadi lebih kecil tetapi banyak sehingga luas permukaan bidang tumbukan antar zat pereaksi akan semakin besar.68

Saat suatu zat ditambahkan kedalam suatu larutan lain, permukaan zat tersebut akan bersentuhan dengan larutan. Menurut teori tumbukan, semakin banyak permukaan zat yang bersentuhan dengan partikel larutan, peluang terjadinya reaksi semakin banyak sehingga reaksi antara zat dengan larutan

(47)

semakin cepat. Jadi, dengan memperbesar luas bidang sentuh, reaksi akan berlangsung lebih cepat.69

b. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi

Setiap partikel selalu bergerak. Dengan menaikkan temperatur, energi gerakatau energi kinetik partikel bertambah, sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi tumbukan yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinyatumbukan efektif yang mampu menghasilkan reaksi juga semakin besar.Suhu atau temperatur ternyata juga memperbesar energi potensial suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya kecil, jika bertumbukan akan sukar menghasilkan tumbukan efektif. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut tidak mampumelampaui energi aktivasi. Dengan menaikkan suhu, maka hal ini akan memperbesar energi potensial, sehingga ketika bertumbukan akan meng-hasilkan reaksi.70 Jadi, semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pelarutan berlangsung.71

c. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi

Selain luas permukaan dan suhu, laju reaksi juda dipengaruhi oleh konsentrasi. Pada umumnya, reaksi akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Zat yang konsentrasinya besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat dibanding zat yang konsentrasinya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat, akan lebih sering bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi makin besar.72 Hubungan antara konsentrasi dan laju reaksi dinyatakan dalam persamaan laju reaksi atau hukum laju reaksi.73

Reaksi : mA + nB  pC +qD Persamaan laju reaksi : v = k . [A]x . [B]y

69 Budi Utami, dkk, Op. cit., h.84 70Ibid.

71 Sandri Justiana dan Muchtaridi, Op. cit., h. 76 72 Budi Utami, dkk, Op. cit., h.83

(48)

33

Nilai pangkat x dan y pada persamaan laju reaksi disebut orde atau tingkat atau pangkat reaksi pada pereaksi yang bersangkutan. Adapun jumlah pangkat konsentrasi pereaksi-pereaksi disebut orde reaksi total.

d. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat atau memperlambat reaksi. Katalis yang memperlambat reaksi disebut inhibitor. Namun, katalis yang umum digunakan adalah zat yang mempercepat reaksi. Katalis banyak digunakan dalam industri dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa reaksi kimia dialam juga melibatkan katalis. Mekanisme kerja katalis bergantung jenis katalisnya.74 Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga jika ke dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi akan lebih mudah terjadi.75 Katalis dapat dikelomppokan dalam 4, yaitu 76:

1. Katalis homogen

Katalis homogen adalah katalis yang wujudnya sama dengan wujud zat-zat pereaksi. Dalam suatu reaksi kimia, katalis homogen berfungsi sebagai zat perantara (fasilitator). Berikut ini contoh reaksi kimia yang melibatkan katalis homogen

Pembuatan gas SO3

2SO2 + O2  2SO3 (lambat) 2SO2 + O2 → 2SO3 (cepat) Mekanisme

2SO2 + 2 NO2  2SO3 + 2NO 2NO + O2  2NO2

+ 2SO2 + O2  2SO3

2. Katalis heterogen

Katalis heterogen adalah katalis yang wujudnya berbeda dengan pereaksi. Reaksi zat-zat yang melibatkan katalis heterogen berlangsung

74 Sandri Justiana dan Muchtaridi, Op. cit., h. 83 75 Budi Utami, dkk, Op. cit., h.84

(49)

pada permukaan katalis tersebut. Misalnya, reaksi hidrogenasi etena (C2H4) dengan katalis logam nikel (Ni).

3. Enzim

Enzim adalah katalis yang mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam makhluk hidup, sehingga enzim dikenal juga sebagai biokatalis. Enzim bersifat khas, artinya hanya dapat mengkatalis suatu reaksi tertentu.

4. Autokatalis

Autokatalis adalah zat hasil reaksi yang berfungsi sebagai katalis. Artinya, zat hasil reaksi yang terbentuk akan mempercepat reaksi kimia. Contohnya adalah reaksi antara kalium permanganate dengan asam oksalat dan perusakan ozon.

G.

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Nizarwati, Yusuf Hartono dan Hj.

Nyimas Aisyah yang berjudul “Pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi konstruktivisme untuk mengajarkan konsep perbandingan

trigonometri siswa kelas X SMA” menyimpulkan bahwa perangkat pembelajaran berorientasi konstruktivisme yang dikembangkan dalam penelitian ini dikategorikan valid dan praktis dan dari hasil analisis data tes hasil belajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran berorientasi konstruktivisme diketahui bahwa nilai rata-rata siswa telah mencapai 17,61 dalam kategori memiliki kemampuan pemahaman konsep yang sangat baik. Hal ini berarti bahwa perangkat pembelajaran berorientasi konstruktivisme yang digunakan sudah termasuk kategori efektif.77

Penelitian dilakukan oleh Een Yuliant

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan LKS Eksperimen Berbasis Konstruktivisme dan LKS
Gambar 2.1 Grafik laju reaksi perubahan konsentrasi produk dan konsentrasi
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Tabel 3.1 Desain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan menggunakan 20 tikus jantan yang beratnya 150 – 200 g, yang terbagi dalam empat kelompok, kelompok pertama diberikan larutan natrium diklofenak baku

Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan argumentasi ilmiah lisan dan tertulis pada siswa kelas XI SMA melalui penerapan model

Dalam sistem radian yang dimaksud besar sudut satu radian adalah besar sudut pusat dari suatu lingkaran yang panjang busur dihadapan sudut tersebut adalah sama dengan

Maka dari itu pada penelitian ini akan dirancang dan dibuat aplikasi Enterprise Resource Planning yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan proses penjualan pada

Nikah sebagai ikatan yang ditentukan oleh pembuat hukum syara’ (Allah) yang memungkinkan laki-laki untuk istimta; (mendapat kesenangan seksual) dari istri dan demikian juga,

program pembangunan pemerintah terkait dengan tema kesejahteraan rakyat serta pelaksanaan audit kesejahteraan tersebut dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan

Selalu tepat waktu dan saya merasa waktunya pas karena saya dengarnya selama perjalanan ke kampus. Apakah pemilihan waktu penyajian segmen What’s New sudah tepat dengan

Nisbah akar pucuk (Nap) pada berbagai tipe hutan tropis Tipe hutan Nisbah akar pucuk Contoh lokasi. Hutan hujan tropis 0,37