HIPERSEKSUAL SUAMI SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Analisis Yurisprudensi No: 630/Pdt.G/2009/PA.JT Di PA Jakarta Timur)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.sy)
Oleh: Sofyan Suri
NIM: 107044201970
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.sy)
Oleh:
Sofyan Suri
NIM: 107044201970
Dibawah Bimbingan :
Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA. NIP :195510151979031002
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka sata bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Maret 2011 M
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
LEMBAR PERNYATAAN……….. iii
LEMBAR PENGESAHAN……….. iv
KATA PENGANTAR……….. v
DAFTAR ISI………. viii
DAFTAR LAMPIRAN………. x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Pembatasan Masalah……….5
C. Perumusan Masalah……… 6
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………. 6
E. MetodologiPenelitian………7
F. Review Kajian Terdahulu……… 10
G. Sistematika Penulisan……… 12
BAB II TEORI TENTANG HIPERSEKSUAL A. Kesetaraan Gender Dalam Islam……… 14
B. Seks Dalam Perkawinan……… 21
C. Penyimpangan Seksual dan Hiperseksual... 27
B. Kedudukan Pengadilan Agama……… 38 C. Wewenang Pengadilan Agama……… 39 D. Struktur Organisasi………. 46
BAB IV ANALISIS PUTUSAN TENTANG PERCERAIAN KARENA HYPERSEKSUAL
A. Prilaku Hyperseksual Sebagai Alasan Perceraian…. 51 B. Duduk Perkara No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT…………53 C. Pertimbangan Hukum No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT…55 D. Analisis Penulis... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……… 65 B. Saran………. 66
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hj. Muhaya
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 6 April 1952
Alamat : Jl. Kayu Manis, Rt.06/03, No. 22, Condet, Balekambang, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Menyatakan dengan ini benar telah di wawancarai pada hari Rabu, 5 Januari 2011 oleh:
Nama : Sofyan Suri
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 24 Agustus 1988
Alamat` : Jl. Kayu Manis, Rt. 003/03, No. 3 Condet, Balekambang, Jakarta Timur
Pekerjaan : Mahasiswa
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir/skripsi yang sedang disusun oleh pewawancara.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Jakarta, 5 Januari 2011
v melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada semua makhluknya dan penulis terutamanya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah selalu curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat yang telah banyak berkorban dalam mensyiarkan Islam sehingga kita dapat merasakan nikmatnya iman sampai saat ini.
Skripsi ini ditullis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar starata satu (S.1), dalam jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul:
HIPERSEKSUAL SUAMI SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Analisis Yurisprudensi No: 744/Pdt.G/2009/PA.JT Di PA Jakarta Timur).
Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang terlibat dan berpartisipasi dalam rangka membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Karenanya penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
senantiasa ikhlas meluangkan waktunya untuk memberi arahan, koreksi, dan bimbingan yang sangat berarti demi kelancaran pembuatan skripsi ini. 4. Para narasumber dan staf Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah
memberikan izin dan arahan dalam melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Fakhrurrozi, SH Panitera Muda Hukum, Hisni Mubarok, SHI, Staf Panitera yang banyak membantu dalam melakukan penelitian di Pengadilan, H. Abdillah, SH, Hakim yang terlah bersedia diwawancarai dalam menggali keterangan seputar judul yang penulis angkat.
5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang selama tiga setengah tahun dengan ikhlas dan sabar memberikan ilmu pengetahuan, semoga ilmu yang diajarkan dapat menjadi bekal hidup penulis dalam menghadapi samudra kehidupan dan dapat diamalkan dalam keseharian. Serta, para pimpinan dan staff perpustakaan baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
perhatian yang beliau berikan dengan tulus, sehingga dapat menyelesaikan studi ini dengan lancar. Serta adik-adikku Marlia Ulfa dan Syarifa Aulia yang turut memotivasi penulis agar menjadi yang terbaik. Doakan ananda semoga kelak menjadi insan yang berguna bagi diri sendiri dan sesama, dan dapat mewujudkan segala cita dan impian yang diharapkan.
7. Siti Munawaroh adinda yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan dengan sabar selalu mengiringi suka duka penulis dalam menjalani masa studi.
8. Sahabat-sahabatku Universal 2007 (Alumni La-tansa) yang banyak memberi masukan dan tempat berbagi pengalaman.
9. Teman-teman seperjuangan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2007, kawan-kawan SCC_2010, serta kakak-kakak kelas yang banyak memberikan masukan dan informasi.
10. Kepada seluruh pihak yang secar langsung maupun yang tidak membantu penulisan skripsi ini.
Atas segala bantuannya penulis menghaturkan jazakumullah khoiron katsiron. Semoga skripsi ini dapar bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, 10 Maret 2011 M
viii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
LEMBAR PERNYATAAN……….. iii
LEMBAR PENGESAHAN……….. iv
KATA PENGANTAR……….. v
DAFTAR ISI………. viii
DAFTAR LAMPIRAN………. x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Pembatasan Masalah……….5
C. Perumusan Masalah……… 6
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………. 6
E. MetodologiPenelitian………7
F. Review Kajian Terdahulu……… 10
G. Sistematika Penulisan……… 12
BAB II TEORI TENTANG HIPERSEKSUAL A. Kesetaraan Gender Dalam Islam……… 14
B. Seks Dalam Perkawinan……… 21
C. Penyimpangan Seksual dan Hiperseksual... 27
ix
B. Kedudukan Pengadilan Agama……… 38 C. Wewenang Pengadilan Agama……… 39 D. Struktur Organisasi………. 46
BAB IV ANALISIS PUTUSAN TENTANG PERCERAIAN KARENA HIPERSEKSUAL
A. Prilaku Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian…. 51 B. Duduk Perkara No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT…………53 C. Pertimbangan Hukum No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT…55
D. Analisis Penulis... 58 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……… 65 B. Saran………. 66
x
xi
Lampiran 4 Lampiran 6 Lampiran 8
Lampiran 5
Lampiran 7 Lampiran 9
1 A. Latar Belakang Masalah
Sejak lahir manusia telah dilengkapi Allah dengan kecenderungan seks (libido
seksual), oleh karena itu untuk menghindari terjadinya perbuatan keji pada diri
manusia, maka Allah telah menyediakan wadah yang sudah sesuai dengan ajaran
Islam demi terselenggaranya penyaluran tersebut sesuai dengan derajat manusia yakni
melalui perkawinan. Akan tetapi perkawinan bukanlah semata-mata untuk
menunaikan hasrat biologis saja atau dengan kata lain untuk sekedar memenuhi
kebutuhan reproduksi saja. Melainkan perkawinan dalam Islam mempunyai multi
aspek yang menyiratkan banyak hikmah didalamnya, salah satunya adalah untuk
melahirkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup yang penuh dengan mawaddah
warahmah.1
Tujuan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2
Dalam membangun sebuah keluarga, kehidupan suami istri hanya dapat tegak
berdiri atas dasar ketenteraman, ketenangan, suami istri saling sayang menyanyangi,
1
Mashuri Kurtubi, Menikah Itu Indah, (Jakarta: Insan Madani, 2007), h. 65 2
2
bergaul dengan sebaik baiknya dan masing-masing pihak menunaikan hak dan
kewajibannya dengan ikhlas, jujur, dan pengabdian.
Adapun pemenuhan kewajiban suami terhadap istri ini mulai berlaku sejak
terjadi transaksi (akad nikah). Seorang laki-laki yang menjadi suami memperoleh hak
sebagai suami dalam keluarga. Begitu pula seseorang perempuan yang menjadi istri
memperoleh hak sebagai istri dalam keluarga. Di samping keduanya mempunyai
kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan satu sama lain. Suami istri harus
memahami hak dan kewajibannya sebagai upaya membangun sebuah keluarga.
Kewajiban tersebut harus dimaknai secara timbal-balik, yang berarti bahwa yang
menjadi kewajiban suami merupakan hak istri dan yang menjadi kewajiban istri
adalah menjadi hak suami.3
Keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri tersebut tertuang dalam
Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa keduanya mempunyai hak dan
kedudukan yang seimbang dalam lingkup rumah tangga, pergaulan dalam
masyarakat, dan hukum.4
Suami istri harus bertanggung jawab untuk saling memenuhi kebutuhan
pasangannya untuk membangun keluarga yang harmonis dan tenteram. Demi
keberhasilan dalam mewujudkan membangun sebuah keluarga yang harmonis dan
tenteram sangat diperlukan adanya kebersamaan dan sikap berbagi tanggung jawab
antara suami dan istri. Al-Qur’an menganjurkan kerja sama diantara mereka. Di
3
Mashuri Kurtubi, Baiti Jannati, (Jakarta: Yayasan Fajar Islam Indonesia, 2007), h. 91 4
dalam nash Al-Qur’an menyebutkan, bahwa seorang suami dan istri itu agar bergaul
dengan (secara) baik, atau dalam istilah dikenal dengan ma’ruf.5
Hajat biologis adalah pembawa hidup. Oleh karena itu, suami wajib
memperhatikan hak istri dalam hal ini. Ketenteraman dan keserasian hidup
perkawinan antara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis ini. Kekecewaan yang
dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam perkawinan, bahkan
tidak jarang terjadi ketika pemenuhan hajat biologis ini sang suami tidak
menghiraukan kondisi fisik istri istri sehingga sang istri merasa tersakiti dan
menderita.
Dalam hubungan seks, biasanya suami lebih berperan sedangkan istri
melayani prakarsa suaminya. Akan tetapi dalam pandangan Islam, hubungan seksual
lebih didasarkan pada saling menghormati dan saling pengertian, hingga kewajiban
suami untuk mempergauli istrinya dengan baik telah ditunjukan oleh Al-Qur’an,
antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 223. Ayat ini menunjukan kebiasaan bahwa
suami (laki-laki) lebih berperan dalam masalah hubungan seks baik untuk melakukan
aktivitas seks maupun dalam cara ketika melakukan hubungan seksual. Namun,
kebolehan tersebut diiringi oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh suami karena
Al-Qur’an memberikan batasan- batasan yang tidak boleh dilanggar oleh suami.
5
4
Islam mengajarkan untuk menggauli istri dengan lembut, dan tidak menyakiti
istri ketika melakukan hubungan intim, apalagi sampai melakukan kekerasan di
dalam berhubungan intim, hal ini diterangkan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 19.
Secara teoritis ajaran Islam melihat seksualitas perempuan dan laki-laki secara
seimbang, yaitu sama-sama dihargai sebagai dorongan kebutuhan yang manusiawi.
Namun pada praktiknya ajaran ini justru asing dan tidak terbukti. Malah praktik yang
ada memperlihatkan ajaran agama meligitimasi perlakuan kekerasan seksual yang
dilakukan suami terhadap istri. Hal ini dikarenakan bias gender dalam pemahaman
ajaran yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual. Pemahaman ajaran yang
bias tersebut, diindoktrinasikan, diajarkan, dan disampaikan kepada masyarakat
sehingga kemudian terpatri kuat dalam benak individu baik laki-laki maupun
perempuan. Di sinilah kemudian ada proses sosialisasi, di mana para tokoh
masyarakat dan agama menggunakan doktrin-doktrin agama untuk
ditransformasikan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang akhirnya
doktrin tersebut menjadi stereotype dalam masyarakat.6
Dalam kasus cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur
antara Muhaya binti H. Muji (54 tahun) dengan H. Rameli bin H. Husin (69 tahun),
sang istri sebagai penggugat merasa sudah tidak mampu lagi melayani kebutuhan
biologis suaminya yang berlebihan, hal ini di dasari dari keadaan jasmani penggugat
yang sudah manoupose.
6
Penggugat yang menikah dengan tergugat pada 17 Oktober 2008 dan
merupakan pernikahan ke-2 bagi penggugat dan tergugat yang memang sama-sama
janda dan duda. Selama menikah kehidupan rumah tangga antara penggugat dan
tergugat dalam keadaan rukun. Akan tetapi, dalam hal pemenuhan kebutuhan
biologis, diakui istri sebagai penggugat bahwa suaminya terlalu berlebihan dalam
melakukan hubungan badan tersebut, suami tidak menghiraukan keadaan istri yang
memang dari segi fisik sudah tidak mampu memenuhinya secara berlebihan.
Prilaku hiperseksual dari pasangan dalam rumah tangga ketika menimbulkan
rasa tidak nyaman dari pasangan lainnya, tentunya dapat mengganggu keharmonisan
bahtera rumah tangga. Dari permasalahan inilah kemudian penulis ingin mengadakan
penelitian tentang “HIPERSEKSUAL SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(Analisis Yurisprudensi No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT di PA Jakarta Timur
B. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah dan spesifik, maka penulis
memberikan batasan sesuai dengan judul yang diangkat pada penelitian ini sebagai
berikut:
1. Hiperseksual dalam skripsi ini dibatasi pada faktor prilaku hiperseksual
terhadap pasangan, motif, jenis-jenis, dan dampaknya terhadap
kelangsungan rumah tangga.
2. Analisis yurisprudensi pada skripsi ini dibatasi pada dasar pertimbangan
6
perceraian yang disebabkan prilaku hiperseksual dengan putusan No: 630
/Pdt. G/2009/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
C. Perumusan Masalah
Masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian yang
disebabkan prilaku hiperseksual?
2. Apa landasan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutus perceraian
berdasarkan putusan No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT?
3. Apa indikasi hiperseksual suami yang terdapat pada pelaku dalam perkara ini?
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah:
a. Mengetahui pertimbangan yang digunakan oleh hakim dalam memutus
perkara perceraian yang disebabkan prilaku hiperseksual dengan putusan No:
630 /Pdt. G/2009/PA.JT.
b. Mengetahui landasan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutus
perceraian yang disebabkan prilaku hiperseksual dengan putusan No: 630
/Pdt. G/2009/PA.JT.
2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Skripsi ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran bagi para hakim
di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam menyelesaikan perkara
perceraian karena prilaku hiperseksual sebagai alasan perceraian.
b. Dari sisi ilmiah, skripsi ini diharapkan mampu manambah wawasan bagi penulis
khususnya dan masyarakat luas umumnya terutama terkait perkara perceraian
karena prilaku hiperseksual sebagai alasan perceraian.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Data
Dilihat dari jenis datanya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
bersifat pendekatan analisisa yuridis, yaitu data yang diperoleh meliputi transkip
interview, salinan putusan No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT, dokument pribadi, dan
lain-lain, kemudian menganalisa isi (conten analisa) putusan, untuk melihat sejauh mana
proses penyelesaian yang dilakukan oleh hakim dalam menyelesaikan kasus
perceraian akibat prilaku hiperseksual.
Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian termasuk dalam penelitian yang
bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian lapangan yang menggambarkan data dan
informasi dilapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam.
Dan dari segi tipe penelitian hukum, penelitian ini juga termasuk jenis
8
menggunakan buku-buku, kitab-kitab fiqih, perundang-undanganan, dan
Yurisprudensi yang berhubungan dengan skripsi ini.
2. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a. Survey, yaitu melakukan peninjauan ke Pengadilan Agama guna
mendapatkan informasi mengenai perkara yang menyangkut hiperseksual
suami sebagai alasan perceraian, serta melakukan survey ke kediamaman
para pihak yang terkait dalam perkara ini, yakni pihak penggugat dan
tergugat.
b. Studi Dokumenter, yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dan
mempelajari data primer dari dokumen-dokumen berkas putusan perkara
No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT. Di samping itu dilakukan penelusuran dan
pengkajian terhadap berbagai tulisan yang berkaitan dengan pembahasan
ini, dalam aspek hukum untuk mempertajam analisis terhadap putusan
pengadilan tersebut.
c. Interview (wawancara), yaitu metode pengumpulan data dengan
menggunakan pedoman wawancara. Adapun pihak yang diwawancarai
adalah hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memutus perkara ini.
pertimbangan hukum dan upaya majelis hakim untuk menyelesaikan
masalah tersebut, sehingga dapat membantu proses analisis data.
d. Studi Pustaka, yaitu melakukan penelusuran dan pengkajian terhadap
berbagai tulisan yang berkaitan dengan pembahasan ini, dalam aspek
hukum untuk mempertajam analisis terhadap putusan pengadilan tersebut.
3. Kriteria dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari hasil wawancara dengan
para hakim, panitera yang memutus perkara No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT dan pejabat
lainnya yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timur, para pihak yang terkait dalam
perkara ini, yaitu pihak penggugat dan tergugat, serta berkas putusan No: 630 /Pdt.
G/2009/PA.JT.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, internet,
Yurisprudensi dan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan perkara yang
berkaitan dengan masalah seksual sebagai alasan perceraian, lalu dikumpulkan serta
diklasifikasikan berdasarkan jenisnya.
4. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan konten
10
putusan perceraian dengan No: 630 /Pdt. G/2009/PA.JT dan menghubungkannya
dengan hasil interview dari hakim yang memutus perkara tersebut.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Artinya penyusun
lebih mempertajam analisis dengan memahami kualitas dari data yang diperoleh.
Kemudian dibahas secara mendalam tentang putusan Pengadilan Agama terkait
dengan pertimbangan hakim terhadap perkara perceraian karena prilaku hiperseksual
yang muncul dari ketentuan yuridis.
5. Teknik Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, secara tekhnis penulisan berpedoman kepada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, diterbitkan oleh: Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, cet. Pertama.
12
Untuk mempermudah dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis
menggunakan sistematika penuslisan sebagai berikut:
Bab Pertama : Dimulai dengan pendahuluan. Adapun sub-sub bab tersebut terdiri
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian,
sistematika penulisan, dan studi review.
Bab Kedua : Pengertian prilaku hiperseksual. Bab ini terdiri dari, pengertian
hiperseksual, jenis-jenis serta motiv dari prilaku hiperseksual
seseorang terhadap pasangannya.
Bab Ketiga : Membahas tentang gambaran Pengadilan Agama Jakarta Timur,
yaitu: sejarah kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur,
kedudukan Pengadilan Agama Jakarta Timur, wewenang
Pengadilan Agama Jakarta Timur, dan data susunan organisasi
yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Bab Keempat : Analisa yurisprudensi tentang perceraian yang diakibatkan karena
prilaku hiperseksual terhadap istri yang terdiri dari, hiperseksual
sebagai alasan perceraian, tinjauan hukum islam tentang prilaku
hiperseksual yang diatur dalam kitab-kitab fiqih, analisis
keputusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Timur dalam
menjatuhkan perceraian dengan putusan No: 630 /Pdt.
G/2009/PA.JT dengan alasan suami hiperseksual.
14 BAB II
TEORI TENTANG HIPERSEKSUAL
A. Kesetaraan Gender Dalam Islam
Secara historis, istilah gender merupakan sebuah istilah yang baru dan muncul
di barat pada sekitar ± tahun 1980, digunakan pertama kali pada sekelompok ilmuan
wanita yang juga membahas tentang peran wanita saat itu khususnya tentang peran
wanita pada wilayah publik. Dalam perkembangannya kemudian gender kemudian di
maknai sebagai sebuah kontruksi sosial yang digunakan untuk mengidentifikasikan
perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya dan tidak
terbatas pada perbedaan jenis kelamin semata (sex).1
Gender adalah kelompok kata yang mempunyai sifat maskulin, feminin, atau
tanpa keduanya (netral)2. Dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang
bukan biologis dan juga bukan kodrat tuhan. Konsep gender sendiri harus dibedakan
dengan kata seks (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan adalah kodrat tuhan karena secara secara permanen tidak berubah dan
merupakan ketentuan biologis, sedangkan gender adalah perbedaan tingkah laku
antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk.3
1
Siti Ruhaini Dzuhayatin, dkk, Rekontruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 5
2
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shehah, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 242 3
Karena gender lahir dari kontruksi sosial, maka gender berkaitan erat dengan
proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya stempat,
yang secara faktual belum tentu sama antar satu tempat dengan tempat yang lain,
serta dalam jangka waktu yang lain dapat berubah dari waktu ke waktu.4
Jadi, kesetaraan gender merupakan sebuah keadaan dimana antara laki-laki dan
perempuan memiliki status, kondisi, atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud
secara penuh pemenuhan hak dan kewajiban bagi pembangunan di segala aspek
kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara.
Dalam studi gender dikenal bebrapa teori yang cukup berpengaruh dalam
menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan
perempuan, antara lain sebagai berikut:
1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi
Teori ini mengungkapkan bahwa prilaku dan kepribadian laki-laki dan
perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud sebagai
penggagas teori ini mengatakan kepribadian seseorang tersusun atas tiga struktur
yaitu:
a. ID, sebagai pembawa sifat-sifat biologis seseorang sejak lahir, termasuk
nafsu seksual dan insting yang cendrung selalu agresif.
4
16
b. EGO, yang bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakka
keinginan agresif dari ID, ia berusaha mengatur hubungan antara keinginan sebyektif
individu dan tututan objektif realitas sosial.
c. SUPER EGO, yang berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian,
berupaya mewujudkan ksempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenagan dan
kepuasan, serta senantiasa mengingatkan EGO agar menjalankan fungsinya
mengontrol ID.
2. Teori Fungsionalis Struktural
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas bagian yang
saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di
dalam masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur-unsur tersebut di dalam
masyarakat.
Diantara prinsip-prinsip teori ini adalah:
1. Suatu masyarakat adalah suatu kesatuan dari berbagai bagian
2. Sistem-sistem sosial senantiasa terpekihara karena mempunyai perangkat
mekanisme kontrol.
3. Ada bagian-bagian yang tidak berfungsi akan tetapi bagian-bagian itu dapat
dipelihara dengan sendirinya atau hal itu melembaga dalam waktu yang cukup
lama.
5. Integrasi sosial dapat dicapai melalui persepakatan mayoritas anggota
masyarakat terhadap seperangkat nilai. Sistem nilai adalah bagian yang paling
stabil di dalam suatu sisrtem masyarakat.
Menurut teori ini, harmoni dan stabilitas suatu masyarakat sangat ditentukan
oleh efektifitas konsensus nilai-nilai. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi
untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat.5
Jadi, menurut teori ini peran seseorang terikat dan mengacu kepada
norma-norma kebiasaan yeng lebih mempertimbangkan jenis kelamin daripada daya saing
dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang, karena laki-laki dianggap sebagai
pemburu yang harus bekerja di luat rumah, sedangkan wanita dianggap hanya sebagai
peramu yang bertugas di dalam rumah.
3. Teori Konflik
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan dalam masyarakat
terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa
yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah
yang paling berpeluang untuk memainkan peran utama di bidangnya.
Teori ini menganggap bahwa ketimpangan gender yang terjadi antara laki-laki
dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian
dari penindasan dari kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang ditetapkan
dalam konsep keluarga, karena dalam konsep ini menyebutkan bahwa hubungan
5
18
suami istri tidak ubahnya dengan hubungan yang terjadi antara tuan dan hamba.
Singkatnya ketimpangan gender yang terjadi menurut teori ini adalah disebabkan oleh
kontruksi masyarakat (social contruction).
4. Teori Feminis
Menurut teori tentang perbedaan gendar yang terjadi adalah bahwa kodrat dari
seorang wanita tidak ditentukan oleh faktor biologis, malainkan faktor budaya
masyarakat dalam daerah tersebut.
Teori ini mengusung untuk mensejajarkan derajat antara laki-laki dan
perempuan sebagai sebuah kemitrasejahteraan yang diusulkan menjadi ideoligi dalam
tatanan kontruksi masyarakat. Sistem patriarki pun menurut para penganut teori ini
perlu ditinjau karena dirasa merugikan perempuan dan hanya menguntungkan pihak
laki-laki.
5. Teori Sosio-Biologis
Dalam menyikapi perbedaan gender, teori ini menggabungkan antara faktor
biologi dan faktor sosial yang menyebabkan laki-laki lebih unggul dari pada
perempuan. Laki-laki dinyatakan lebih dominan secara politis dalam semua
masyarakat karena predisposisi biologis bawaan mereka. Fungsi reproduksi pada
perempuan seperti haid, mengandung, melahirkan, dan manyusui dianggap sebagai
faktor penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki, karena faktor
reproduksi tersebut tidak mungkin di gantikan oleh laki-laki..6
6
Islam sendiri dalam berbagai nash baik Al-Quran maupun Hadist
mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keseimbangan, keutuhan, baik dengan sesama manusia ataupun dengan lingkungan
alamnya. Konsep relasi gender dalam islam lebih dari sekedar mengatur keadilan
gender dalam masyarakat, tetapi secara teologis mengatur pola relasi mikrokosmos
(manusia), makrosromos (alam), dan tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah.7
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
menjalankan peran khalifah dan hamba. Permasalahan tentang peran sosial dalam
masyarakat tidak ditemukan dalam Al-Quran atau hadist yang melarang kum
perempuan aktif di dalamnya.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat-ayat
Al-quran yang sekaligus menjadi tujuan umum syari’ah (Maqasid Al-Syariah), antara
lain untuk mewujudkan keadilan dan kebijakan yang tertuang dalam Q:S. An-Nahl/
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”(Q:S. An-Nahl/ 16; 90)
7
20
Dan dalam ayat lain yaitu Q:S. Al-Hujarat/ 49; 13, di terangkan:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q:S. Al-Hujarat/ 49;13).
Ayat diatas menjelaskan kedudukan pria dan wanita adalah sederajat. Adanya
perbedaan antara pria dan wanita di bidang hukum bukan karena jenis laki-laki itu
lebih mulia menurut Allah dan lebih dekat dengan tuhannya dibandingkan wanita.
Kemuliaan seseorang dihadapan tuhannya bukan didasarkan pada jenis kelamin atau
etnisnya, melainkan berdasarkan prestasi ibadah dan muamalah yang dilakukannya.
Jenis laki-laki dan perempuan sama dihadapan Allah. Memang ada ayat yang
menerngkan bahwa para laki-laki (suami) adalah pemimpian para wanita (istri), yaitu
yang tertuang dalam Q:S. An-Nisa/ 4; 34:
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Q:S. An-Nisa/ 4; 34)
Namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarknnya kepada
kesewenangan-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk saling tolong
menolong antara laki-laki dan perempuan, dan dari sisi lain Al-Quran juga menyuruh
agar para suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan
mereka bersama.
B. Seks Dalam Perkawinan
Seks mempunyai arti yang khusus dan penting dalam sebuah perkawinan. Seks
yang berarti jenis kelamin, hal yang berhubungan dengan alat kelamin seperti
senggama yang merupakan bagian hidup manusia, atau di sebut sebagai birahi. Seks
Maniak berarti orang yang nafsu seksnya berlebihan orang yang gila seks.8
Kehidupan seks dalam perkawinan adalah kehidupan seksual bersama antara
suami istri sebagai satu pasangan, seks merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dan mempunyai dasar dari sebuah perkawinan. Seks menjadi sarana untuk
memperoleh keturunan, kenikmatan, dan kepuasan seksual. Kepuasan seksual
merupakan salah satu faktor penentu dalam kehidupan keluarga, namun bila salah
8
22
satu suami atau istri merasa tidak menikmati ataupun tidak merasa puas, maka
hubungan tersebut dapat menjadi sesuatu yang ingin dihindari bahkan di benci.
Manusia di ciptakan dilengkapi dengan nafsu seksual. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang terna dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q:S. Ali-Imran/ 3; 14).
Al-Quran menggambarkan perkawinan sebagai hubungan yang dalam dan
kuat. Suami-istri harus bergaul secara baik dalam rumah tangga. Islam benar-benar
mempromosikan pernikahan sebagai perlindungan dari keburukan seksual. Jika
seorang pria melihat wanita yang dianggapnya menarik, maka ia harus segara pergi
kepada istrinya, sebab dengan begitu ia akan terlindung dari dosa.9
Persetubuhan adalah suatu hal yang mengacu kepada tabiat dan kodrat
manusia, jadi dia merupakan fitrah manusia. Allah telah meletakan tabiat ini dalam
diri manusia agar ia terdorong untuk mencari istri yang akan memberinya keturunan,
di samping bahwa perbuatan itu adalah satu isyarat akan keberadaan nikmat di surga.
Ia mempunyai banyak manfaat bila dilakukan dengan dasar hukum yang
benar atau halal. Hal ini juga menunjukan akan kesempurnaan Islam dalam
9
membahas semua aspek kedidupan manusia, baik urusan dunia ataupun urusan
akhirat, sehingga perbuatan inipun diatur dengan etika-etika tertentu.10
Berbicara masalah seksualitas ada anggapan sebagian masyarakat bahwa
masalah tersebut merupakan sesuatu yang tabu,masalah kotor, jijik, dan tidak patut
diperbincangkan, apabila itu semua dikaitkan dengan keagamaan. Sifat kotor memang
melekat sekali dengan masalah seksual yang dapat mencemari kesesuaian nilai-nilai
agama.
Ibn al-Qayyim dalam bukunya Al-Thib Al-Nabawiy (pengobatan nabi),
menyajikan satu bab khusus yang membahas sikap Islam terhadap seksual antara
suami istri, diantaranya yaitu:
1. Dalam Islam, seks selalu dipandang secara serius dan seharusnya tetap
demikian. Seks bukanlah sarana untuk bersenang-senang belaka. Dalam Islam
hubungan seksual antara suami istri merupakan ibadah dan dapat menciptakan
hubungan yang harmonis antara keduanya.
2. Dalam Islam, selalu berkaitan dengan kehidupan keluarga. Seks dipandang
sebagai hubungan manussia yang luar biasa tunduk kepada aturan-aturan yang
ketat. Dengan demikian, seks diluar hubungan pernikahan (zina) merupakan
dosa yang dikenai hukuman.
10
24
3. Seks merupakan khusus diantara suami istri. Apa yang terjadi itu merupakan
rahasia dan tidak seharusnya diberitahukan kepada pihak lain.
4. Islam menjelaskan bahwa seks tidak tunduk pada perubahan (yang dibuat)
oleh kelompok-kelompok berpengaruh atau perubahan dalam kehidupan
seksual.
5. Pengetahuan seputar ayat-ayat dan hadis-hadis tentang permasalahan
pendidikan seks tidak ada spesifikasi usia untuk seseorang memulai
mempelajarinya pada usia tertentui. Akan tetapi ketika seorang mukmin
mempelajari Al-Quran dan sunah, ia akan menemukan ajaran-ajaran atau
permasalahan ini.11
Di dalam perkawinan kehidupan seksual mengalami penyesuaian karena
hadirnya suami istri di sisinya. Dia tidak hanya berkepentingan dengan seksualitas itu
sendiri tetapi juga seksualitas pasangannya, sehingga dia harus menyesuaikan diri
agar tidak timbul masalah dalam perkawinannya.
Hubungan seks pada dasarnya mempunyai tiga maksud utama, yaitu:
1. Menjaga keberlangsungan turunan.
2. Mengeluarkan sperma yang akan berbahaya terhadap keseimbangan jika
tersimpan dan tidak di keluarkan.
11
3. Menyalurkan syahwat, merasakan kenikmatan dan kelezatan12
Adapun seksualitas di dalam perkawinan mempunyai 4 dimensi yaitu:
1. Dimensi prokreasi, bertujuan membuat keturunan sebagai generasi penerus
2. Dimensi rekreasi, bertujuank mencapai kesenangan, kenikmatan dan
kepuasan.
3. Dimensi relasi, berfungsi sebagai pengikat yang lebih mempercepat hubungan
pribadi suami istri.
4. Dimensi institusi, berfungsi sebagai suatu isntitusi yaitu lembaga perkawinan.
Tentu saja keempat dimensi ini dapat dicapai apabila tak ada gangguan
seksual dan reproduksi baik dari pihak istri maupun suami.
Hubungan seks adalah ekspresi cinta, lebih dari sekedar sarana pemuasan
kebutuhan seksual. Permainan pendahuluan atau perangsangan (foreplay) sangat
dianjurkan agar masing-masing pasangan siap secara fisik dan psikologis, agar tidak
ada salah satu pihak yang merasa hanya menjadi objek semata.13
Pemuasan hasrat seksual merupakan salah satu alasan utama perkawinan.
Seseorang yang tidak mempunyai dorongan seksual sama sekali, tidak patut untuk
menikah, karena ia dapat merugikan pasangannya.
12
Khid As-Sayyid Abdul ‘Aal, Seni Menumbuhkan Cinta, (Solo, Ziyad Visi Media, 2006) Cet ke-1, h. 174
13
26
Sungguhpun hubungan biologis antara suami istri mempunyai hal yang
penting dan berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Tidak mementingkan hal
itu atau menempatkannya bukan pada tempatnya dapat membawa kehancuran suami
istri.
Diantara persoalan yang muncul dan berpotensi memicu perceraian adalah
ketidak harmonisan dalam hubungan seksual. Persoalan ini semakin memancing
kericuhan jika pola hidup salah satu atau kedua suami istri biasa mengeksploitasi
seks, jauh dari moralitas, terbiasa bergaul dengan pria dan wanita dalam pola
membaur, dan toleran terhadap hal-hal yang berbau pornografi. Jelas dengan
kehidupan seperti ini, maka tuhan dalam benaknya sekedar menyalurkan hasrat spritu
hal, tidak lebih.14
Seperti halnya aktivitas-aktivitas manusia lainnya, hubungan seks harus
dilakukan secara moderat, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Berlebihan dalam
seks dapat membahayakan fisik maupun psikis seseorang, begitupula sebaliknya.
Tiap pasangan suami istri harus menemukan sendiri frekuensi berhubungan seks yang
pas bagi mereka, karena kondisi masing-masing orang berbeda. Hal ini harus
benar-benar diperhatikan agar mereka tidak terjerumus kedalam perbuatan dosa.15
Perkawinan dalam Islam tidak melupakan hal ini. Banyak peraturan baik
tentang hak dan kewajiban suami istri di perbincangkan. Yang menjadi kendala
14
Marzuki Umar Syahab, Seks & Kita, (Jakarta: Gema Insani, 1998), cet-ke-1, h. .447 15
adalah metode pembahasan dan pemecahan masalah ini. Seks sebagai kesenangan
telah diletakan dalam Islam sebagai hal yang sangat pribadi.
Permasalahan seks dalam pernikahan muncul apabila salah satu atau kedua
pasangan suami istri tidak terpenuhi hasrat keinginannya. Permasalahan semakin
besar apabila keduanya tidak dapat mengkomunikasikan keluhan atau keinginan
masing-masing akibat malu yang tidak perlu. Akhirnya, permasalahan semakin parah,
menimulkan kebencian, kemarahan, saling mencaci, serta tidak mau mengerti kondisi
pasangannya.16
Perkawinan sesungguhnya lebih luas daripada sekedar seks. Perkawinan juga
mencakup aspek-aspek sosial dan psikologis. Suami-istri harus dekat dan akrab
secara fisikal, psikologis, dan emosional. Saling bersimpati dan saling
memperlakukan dengan baik dapat melanggengkan cinta, bahkan ketika masa-masa
“penuh gairah” telah berlalu.17
C. Penyimpangan Seksual dan Hiperseksual
Seksualitas merupakan salah satu ranah yang paling pribadi, dan secara umum
privat dalam kehidupan individu. Setiap orang adalah makhluk seksual dengan minat
dan fantasi yang dapat mengejutkan atau bahkan mengagetkan kita dari waktu ke
waktu. Hal itu merupakan fungsi seksual yang normal. Namun, ketika fantasi atau
16
Sahid Athar, Bimbingan Seks Bagi Kaum Muda Muslimin, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004) Cet Ke-2, h.68
17
28
hasrat tersebut mulai membahayakan diri kita dan orang lain, maka hal tersebut dapat
digolongkan abnormal.18
Penyimpangan seksual terdiri dari dua suku kata yaitu penyimpangan dan
seksual. Penyimpangan berasal dari kata dasar “simpang” yang memiliki empat
pengertian. Pertama, mempunyai arti proses, yaitu cara perbuatan yang menyimpang
atau menyimpangkan. Kedua bermakna membelok atau menempuh jalan lain. Ketiga,
maksudnya tidak menurut apa yang sudah dutentukan. Keempat, menyalahi
kebiasaan, menyeleweng baik dari hukum, kebenaran, dan agama.19
Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti menyinggung hal
reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan dua individu yang berbeda yang
masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma. Kedua, secara umum berarti
menyinggung tingkah laku, perasaan atau emosi yang bersosiasi dengan
perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous, atau dengan proses
perkembangbiakan.20
Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan
penyimpangan seksual adalah prilaku seseorang yang dianggap menyimpang atau
menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam masalah seksual.
Definisi lain menyebutkan bahwa penyimpangan seksual adalah aktivitas
seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan
18
A. Sutarto Wiramiharja, Psikologi Abnormal, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 118 19
Depertemen Pendiidikan Nasional Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 4660 20
tidak sewajarnya. Biasanya cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunakan objek seks yang tidak wajar.21
Hiperseksualitas, atau Perilaku seksual berlebihan, adalah suatu istilah yang
merujuk pada hasrat untuk melakukan aktivitas seksual pada suatu tingkat yang
dianggap sangat tinggi dalam hubungannya dengan perkembangan yang normal atau
budaya dan pada tingkat yang bisa menyebabkan tekanan atau masalah serius pada
pelaku maupun orang terdekatnya.
Hal ini diangap sebagai kelainan psikologis yang ditandai dengan hasrat seksual
yang hiperaktif, obsesi yang berlebihan pada seks, dan halangan seksual yang
rendah.22 Orang yang mengalami hiperseks tidak pernah merasa puas saat
berhubungan seks, walaupun sudah mengalami orgasme.23
Hiperseksualitas pada perempuan dikenal sebagai nymphomania atau furor
uterinus, sementara pada pria disebut satyriasis.24 Dalam istilah medis, perilaku
hiperseks juga sering disebut perilaku seks kompulsif, nymphomania atau
erotomania. Ada juga yang menyebut kecanduan seks atau maniak seks.
Hiperseks atau hypersexuality merupakan penyimpangan seksual yang ditandai
dengan tingginya keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan sulitnya
mengontrol keinginan seks tersebut.
21
A. Sutarto Wiramiharja, Psikologi Abnormal, h. 118 22
Hiperseksualitas, artikel diakses pada tanggal 10 Desember 2010 dari www.wikipedia.org
23
Lyne Low. Memahami Seks, (Jakarta: Gaya Favorit Press, 2006), h. 21 24
30
Perilaku seks kompulsif secara umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan
yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks. Akibat
kelainan ini, seseorang tak mampu menolak godaan atau dorongan melakukan suatu
tindakan yang merugikan diri sendiri atau pun orang lain. Pada kelainan seks ini,
perilaku normal yang seharusnya menyenangkan dapat berubah menjadi kebiasaan
yang ekstrim.25
Ciri-ciri dari penderita hiperseksual menurut Prof, Dr, Wimpie Pangkahila, Sp
diantaranya adalah :
1. Tidak pernah merasa puas saat berhubungan seks, walaupun ia sudah
mengalami orgasme. Inilah terkadang yang membuat pria hiperseks tak puas
dengan satu wanita.
2. Tuntutan seks tidak bisa ditunda.
3. Tidak bisa mengontrol keinginan seks.
4. Sangat tergila-gila dengan hal-hal yang berhubungan dengan seks.
Adapun penyebab seseorang menjadi hiperseks dikarenakan adanya faktor fisik
dan psikologis. Secara fisik, biasanya lantaran adanya gangguan pada metabolisme
dalam tubuh. Atau terjadi gangguan pada bagian saraf. Sedangkan secara psikologis,
karena adanya rasa trauma atau pola pikir yang berubah.
25
Prof, Dr, Wimpie Pangkahila dalam hal ini juga menjelaskan beberapa
penyebab yang di duga menjadi penyebab seseorang menjadi hiperseks diantaranya,
yaitu :
1. Abnormalitas Otak. Penyakit atau kondisi medis tertentu kemungkinan dapat
menimbulkan kerusakan pada bagian otak yang mempengaruhi perilaku
seksual. Penyakit seperti multiple sclerosis, epilepsi dan demensia juga
berkaitan dengan hiperseks. Selain itu, pengobatan penyakit Parkinson dengan
dopamine diduga dapat memicu perilaku hiperseks.
2. Senyawa Kimia Otak. Senyawa kimia pembawa pesan antarsel otak
(neurotransmiter) seperti serotonin, dopamin, norepinephrine dan zat kimia
alami lain dalam otak berperan penting bagi fungsi seksual dan mungkin juga
berkaitan dengan hiperseks meski belum jelas mekanismenya.
3. Androgen. Hormon seks ini secara alami terdapat pada lelaki dan perempuan.
Walaupun androgen juga memiliki peran yang sangat penting dalam memicu
hasrat atau dorongan seks, belum jelas apakah hormon ini berkaitan langsung
dengan hiperseks.
4. Perubahan Sirkuit Otak. Beberapa ahli membuat teori bahwa hiperseks adalah
sebuah jenis kecanduan yang seiring waktu menimbulkan perubahan para
sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana
32
menimbulkan reaksi psikologis menyenangkan saat terlibat dalam perilaku
seks dan reaksi tidak menyenangkan ketika perilaku itu berhenti. 26
Selain dari penyebab-penyebab diatas, terdapat beberapa penyebab
seseorang menjadi hiperseks ditinjau dari segi kejiwaannya, yaitu :
1. Seks sebagai satu-satunya cara berkomunikasi. Biasanya terjadi pada orang
yang tidak mampu membuka diri dan berkomunikasi dengan baik. Jadi, kalau
dia mau berkomunikasi, ujung-ujungnya lewat hubungan intim.
2. Pelepas ketegangan. Pada pekerjaan dengan tingkat stres tinggi, seringkali
melampiaskan ketegangan dengan cara berhubungan seksual.
3. Terobsesi segala hal berbau seks, meski sebenarnya dalam dirinya timbul
konflik karena sadar terobsesi oleh seks itu tidak baik.
4. Gangguan jiwa, yang menganggap dirinya yang paling hebat, termasuk dalam
hal seks.
5. Perasaan rendah diri (inferiority). Misalnya, seseorang tak kunjung
memberikan kontribusi bagus untuk kehidupan rumah tangga, atau memiliki
latar belakang keluarga, status sosial, atau pendidikan yang lebih rendah dari
Anda, dia bisa melampiaskan rasa rendah diri ini dengan ‘kegagahan’ di
tempat tidur.27
26
Penyebeb Pria Menjadi Hiperseksualitas, artikel diatas diakses pada tanggal 4 Desember 2010 dari duniaweb.wordpress.com/2009/03/20/tanda-tanda-hiperseks/
27
Sebuah perkawinan akan bermasalah bila salah satu pasangan merasa takut atau
menghindari hubungan seks. Penyimpangan seksual ini merupakan gangguan yang
sering kali merupakan distres bagi orang yang mengalaminya dan bagi pasangan
34 BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur
Sejarah lahirnya Pengadilan Agama Jakarta timur erat kaitannya dengan
sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya diseluruh kepulauan
Indonesia, khususnya di wilayah daerah khusus Ibukota Jakarta.
Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap Peradilan
Agama, pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret
1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu
majelis distrik yang terdiri dari :
a. Komandan Distrik sebagai Ketua
b. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota.1
Meski ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad 1820
Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa itu
mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut :
“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai
soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus
diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta” memberi keputusan, tetapi
1
gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan dari para
“pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”.2
Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah
Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum,
karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada
di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan
Burgerlijk Wetboek (BW).
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten
van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang-undang Belanda
dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada
pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa :
“Untukmencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga
perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka
harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam
lingkungan (hukum)agama serta adat istiadat mereka ”
Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama kelas 1A Jakarta Timur di
pimpin oleh menteri Agama RI yang tersebut dalam keputusan Menteri Agama RI
Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967.3
Adapun kronologis Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah Sebagai Berikut:
2
Staatsblad 1820 Nomor 22 Tentang Pengadilan Agama Di Jawa dan Madura. 3
36
1. Pada saat itu, Pengadilan agama di tanah Betawi hanya memiliki satu
Pengadilan Agama yaitu “Penghadilan Agama Istimewa Jakarta Raya”
yang dibantu oleh dua (2) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta
Tengah. Kemudian warga ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah
Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun
1967 yang berbunyi antara lain: “Membubarkan kantor-kantor cabang
Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam daerah khusus Ibukota Jakarta
Raya”. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4
Tahun 1967)4
2. Pada tahun 1966 Gubernur kepala daerah khusus Ibukota jakarta melalui
keputusan beliau Nomor Ib.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk
Ibukota Negara ini menjadi 5 wilayah dengan sebutan Kota Administratif.
Membentuk kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat
atau setara dengan Kantor Agama tingkat II, yaitu :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur
c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan
e. Kantor Cabang Pengadilan Agam Jakarta Utara.
4
3. Pengadilan Agama istimewa daerah khusus ibukota jakarta raya yang daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan daerah ibukota Jakarta Raya, adalah
kantor induk pengadilan agama jakarta raya,ditetapkan berkedudukan di
kota jakarta pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai pengadilan
agama sehari-hari bagi eilayah kekuasaan jakarta pusat.5
Berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui keputusan gubernur kepala
daerah khusus ibukota jakarta Nomor Ib.3/I/I1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka
pada tanggal 18 Pebruari 1967 diresmikan sebutan maupun operasional pengadilan
agama di lima wilayah daerah khusus ibukota, terutama pengadilan agama jakarta
timur menjadi berikut:
a. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
b. Pengadilan Agama Jakarta Utara
c. Pengadilan Agama Jakarta Barat
d. Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan
e. Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan
keputusan menteri agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967. Pendirian
pengadilan agama diwilayah hukum daerah ibukota(DKI) Jakarta.6
5
Ibid, h. 33 6
38
B. Kedudukan Pengadilan Agama
Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur telah 2 kali mengalami perpindahan, yaitu:
1. Gedung lama Pengadilan Agama Jakarta Timur terletak di Jakarta Timur,
dengan alamat Jl. Raya Bekasi KM 18 Kel. Jatinegara, Kec. Pulogadung
Timur dibangun diatas tanah negara milik Pemda DKI dengan luas tanah 360
M2, luas bangunan 360 M2, terdiri dari 2 lantai, dibangun tahun 1979 di
bawah APBN Depag RI, dengan keadaan yang demikian kecil dan volume
pekerjaan yang relatif padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 59
orang ditambah dengan pegawai honorer 4 orang, maka gedung tersebut tidak
memadai lagi. Oleh karena itu, pada tahun anggaran 1997/1998, melalui
anggaran APBN/ABBD DKI Jakarta Pemerintah telah membangun tambahan
gedung 1 lantai di lokasi yang sama seluas 360 m2, sehingga menjadi 2 lantai
dan 14 ruangan.
2. Gedung Baru Pengadilan Agama Jakarta Timur, berkedudukan di Kelapa Dua
Wetan alamat Jl. Raya PKP No. 24 Kel. Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas
Kodya Jakarta Timur, Telp (021) 87717549 kode pos 13750 Gedung
Pengadilan Agama Jakarta Timur dibangun di atas nama hak pakai No. 28
Kodya Jakarta Timur dengan luas tanah 2.760 m2, luas bangunan 1400 m2
terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan Dana Pemda DKI
Jakarta. Gedung baru kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur yang demikian
besar dan volume pekerjaan yang cukup padat begitu pula dengan karyawan
pada tanggal 1 Maret 2004 seluruh karyawan/i dan member pindah ke kantor
tersebut sampai dengan sekarang.7
C. Wewenang Pengadilan Agama Jakarta Timur
Wilayah hukum/yuridikasi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada
istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi
pengadilan.
Dalam istilah”Kewenangan”sama dengan sinonim dari kata “kekuasaan”.
Adapun yang bermaksud denagn kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR
yang dikenal denagn istilah kompetensi.8
Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi pada dua aspek, yaitu :
1. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara bagi pengadilan yang menyangkut pokok
perkara itu sendiri.dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradildan Agama pada pasal 49
yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang dalam
bidang :
a. perkawinan
b. waris
c. wasiat
7
Pengadilan Agama Jakarta Barat, artikel diakses pada 21 September 2010 dari http://pajt.net. 8
40
2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang berhubungan
dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan.10Wilayah
kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah wilayah
daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 65
kelurahan.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
a. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
b. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan
c. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok
d. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi.11
9
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 37.
10
Ibid, h. 39 11
Luas wilayah dari Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah 18.877.77 Ha.
Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa (besumber data BAPEKO TAHUN 2003).
Jumlah penduduk yang beragama Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag.
Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama
Jakarta Timur, adapun 10 wilayah kecamatan tersebut adalah sebagai berikut
1) Kecamatan Matraman, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 153.484 jiwa :
a) Kelurahan Kebon Manggis
b) Kelurahan Palmerah
c) Kelurahan Pisangan Baru
d) Kelurahan Kayu Manis
e) Kelurahan Utan Kayu Utara
f) Kelurahan Utan Kayu Utara
g) Kelurahan Utan Kayu Selatan.12
2) Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 250.186 jiwa :
a) Kelurahan Bali Mester
12
42
b) Kelurahan Bidaracina
c) Kelurahan Cipinang Besar Selatan
d) Kelurahan Cipinang Besar Utara
e) Kelurahan Cipinang Cempedak
f) Kelurahan Cipinang Muara
g) Kelurahan Rawa Bunga
h) Kelurahan Kampung Melayu Kecil.13
3) Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 240.074 jiwa :
a) Kelurahan Baru
b) Kelurahan Cijantung
c) Kelurahan Gedong
d) Kelurahan Kalisari
e) Kelurahan Pekayon.14
4) Kecamatan Kramat Jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 175.883 jiwa :
13
Ibid. 14
a) Kelurahan Balekambang
b) Kelurahan Batu Ampar
c) Kelurahan Cawang
d) Kelurahan Cililitan
e) Kelurahan Dukuh
f) Kelurahan Kampung Tengah
g) Kelurahan Kramat Jati.15
5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk
sebanyak 250.878 jiwa :
a) Kelurahan Cipinang
b) Kelurahan Jati
c) Kelurahan Jatinegara Kaum
d) Kelurahan Kayu Putih
e) Kelurahan Pisangan Timur
f) Kelurahan Pulogadung
g) Kelurahan Rawamangun.16
15
44
6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 251.184 jiwa :
a) Kelurahan Cakung Barat
b) Kelurahan Cakung Timur
c) Kelurahan Jatinegara
d) Kelurahan Penggilingan
e) Kelurahan Pulogebang
f) Kelurahan Rawa Terate
g) Kelurahan Ujung Menteng.17
7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya
sebanyak 160.679 jiwa :
a) Kelurahan Cibubur
b) Kelurahan Ciracas
c) Kelurahan Kelapa Dua Wetan
d) Kelurahan Rambutan
e) Kelurahan Susukan.18
16
Ibid. 17
8) Kelurahan Cipayung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa :
a) Kelurahan Ceger
b) Kelurahan Cilangkap
c) Kelurahan Cipayung
d) Kelurahan Lubang Buaya
e) Kelurahan Munjul
f) Kelurahan Pondok Rangon
g) Kelurahan Setu.19
9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk
sebanyak 193.085 jiwa :
a) Kelurahan Cipinang Melayu
b) Kelurahan Halim
c) Kelurahan Kebon Pala
d) Kelurahan Pinang Ranti
18
Ibid. 19
46
e) Kelurahan Makasar.20
10) Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya 203.280 jiwa :
a) Kelurahan Duren Sawit
b) Kelurahan Malaka Jaya
c) Kelurahan Pondok Kopi
d) Kelurahan Pondok Bambu
e) Kelurahan Klender.21
D. Struktur Organisasi
Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 004 Tahun
1992 tentang susunan organisasi serta surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 303
Tahun 1990 tentang susunan organisasi ditetapkan bahwa struktur organisasi
Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagaimana berlaku pada Pengadilan Agama di
lingkungan Departement Agama RI, adalah sebagai berikut:
20
Ibid. 21
STRUKTUR ORGANISASI22
PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
(UNDANG-UNDANG No. 7/1989/ Jo UU No. 3/2006 )
22
48
Adapun susunan personalia yang ada di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta
Timur berdasarkan data pegawai Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai
berikut:
a. Ketua : Drs. H. Wakhidun AR, SH, M. Hum
b. Wakil Ketua : Drs. H. Muh. Abduh Sulaeman, SH, MH
c. Dewan Hakim :
- Dra. Hj. Saniyah KH
- Drs. Abu semen Bastoni, SH - Drs. H Fauzi M Nawawi - Dra. Nurroh Sunnah, SH
- Hj. Nani Setyawati, SH
- Drs.HM. Fadjri Rivai, SH, MH - Hj. Yustimar, SH
- Drs. Nasrul
- Elvin Nailana, SH.MH - Drs. Mahmudin
- Drs. Uwaisul Qumy
- Drs. Achmad Harun Shofa, SH
- H. Abdillah, SH
e. Wakil Sekertaris : Drs. H. Ujang Mukhlis, SH, MH
f. Wakil Panitera : H. Hafani Baihaqi, Lc, SH
g. Ka. Sub. Keuangan : Sanjaya Langgeng Santoso
h. Ka. Sub. Kepegawaian : Hamim Nafan, SHI
i. Ka. Sub. Umum : Muhammad Zuhri
j. Panmud Permohonan : H. Bangbang Sri Pancala, SH
k. Panmud Gugatan : Ali Mushofa, SH
l. Panmud Hukum : Pahrurrozi, SH
m. Panitera Pengganti :
- Drs. Ade Faqih
- Siti Makbullah, SH
- Aday, S.Ag
- Syamsul Rizal, SH
- Sumaryuni, SH
- Hamdani, SHI
- Mastanah, SH
- Titiek Indriyaty, SH
- Dra. Siti Nurhayati
- Idris M Ali, SH
- Nova Asrul Lutfi, SH
50
n. Jurusita :
- Moch. Sidik
- Zulkipli m. Jurusita Pengganti :
- Burhamzah - Budi Sukirno
- Obang Hasyim. A - Ikbal Bisry - Sri Mulyati
- Veny Rarmawati - Rahmah Sufiyah, SH - Muhammad Sayhon
- Tati Yulianti23
23
51
A. Prilaku Hiperseksual Sebagai Alasan Perceraian
Di dalam pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 dan di dalam KHI N0. 1 Tahun 1991 di
sebutkan bahwa terdapat delapan alasan-alasan yang memperbolehkan mengajukan
perceraian, enam alasan kita dapat temukan di dalam PP No. 9 Tahun 1975,
sedangkan di dalam KHI ada penambahan dua alasan, yaitu suami melanggar ta’lik
talak, dan terjadinya peralihan agama atau murtad yang mengakibatkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Gangguan seksual pada umumnya, dan hiperseksual pada khususunya tidak
disebutkan secara definitif di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut
sebagai alasan yang dapat diterima sebagai alasan perceraian. Bila kita lihat kembali
kepada kedua peraturan tersebut maka dapat kita analogikan bahwa sebenarnya
gangguan seksual pada umumnya, dan hiperseksual pada khususunya dapat di jadikan
sebagai alasan perceraian.
Analogi yang digunakan adalah pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 huruf (e) yang
menyebutkan, “salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan
akibat-akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri”. dari sini
dapat kita katakan bahwa cacat badan tersebut mencakup masalah seksual seperti