i
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN STRES
PADA SISWA SMP YANG MENGIKUTI KELAS
AKSELERASI DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : Citra Puspitasari NIM : 059114024
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
v
Persembahan Terbaik :
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Maret 2011 Penulis
vii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN STRES PADA SISWA SMP YANG MENGIKUTI KELAS AKSELERASI DI YOGYAKARTA
Citra Puspitasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan stres pada siswa SMP yang mengikuti kelas akselerasi di Yogyakarta. Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dukungan sosial dan stres.Subjek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, berusia 12-14 tahun, dan terdaftar sebagai siswa akselerasi. Alat pengumpul data adalah skala dukungan sosial dan skala stres. Pada skala Dukungan sosial diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,937 dari 74 aitem da pada skala Stres diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,904 dari 31 aitem. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Hasil uji asumsi menyatakan bahwa sebaran data yang ada normal dan mempunyai korelasi linear. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah -0,448 dengan p = 0,07 atau p < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara dukungan sosial dan stres pada siswa SMP yang mengikuti kelas akselerasi di Yogyakarta diterima.
viii
THE CORRELATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND STRESS TO JUNIOR HIGH STUDENTS IN ACCELERATION CLASSES IN
YOGYAKARTA
Citra Puspitasari
ABSTRACT
This study aimed to determine the relation between social support and stress to junior high students in acceleration classes in Yogyakarta. The hypothesis proposed in this study was that there was a negative relation between social support and stress. The study was conducted on 30 peoples, age 12-14 years old, who registered as students of acceleration. The instrument that has been used to measures the correlation was social support scales and stress scales. Reliability coefficient social support scales was 0,937 of 74 items and reliability coefficient stress was 0,904 of 31 items. The data were analyzed using product moment correlation from Pearson. The result of assumption was a normal curve with linear correlation. The coefficient correlation was -0,448 with p = 0,07 or p < 0,05. According to these results, the hypothesis that there was a negative relation between social support and stress to junior high students in acceleration classes in Yogyakarta was accepted.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Citra Puspitasari
Nomor Mahasiswa : 059114024
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN STRES PADA SISWA SMP YANG MENGIKUTI KELAS AKSELERASI DI YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 22 Maret 2011 Yang menyatakan
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas kesempatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya yang sederhana ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang terlibat yang memberikan bantuan berupa dorongan, arahan dan data yang penulis butuhkan mulai dari persiapan, tempat dan pelaksanaan penelitian sehingga tersusunnya skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang sangat berperan dalam proses pengerjaan skripsi ini dan juga dalam kehidupan penulis :
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.
2. Bapak Heri Widodo, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan selama proses penulisan skripsi ini.
3. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si. dan Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan akademik selama penulis menempuh studi.
xi
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia membimbing serta membagikan ilmu pengetahuan dan wawasan yang dapat menjadi pegangan bagi penulis.
6. Para staf karyawan, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Doni yang telah membantu memberikan fasilitas dan pelayanan terbaik selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
7. Kepala sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta beserta segenap karyawan yang membantu selama pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman SMP di kelas akselerasi yang bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.
9. Bapak, ibu dan mbak atas doa dan dukungannya yang tak terbatas.
10. Mas Agus dan Mba ida atas segala kebaikan dan kebesaran hati yang tak terbalas.
11. Shodiq Ardiansyah, untuk setiap mimpi, doa, waktu serta dukungan yang terucap maupun tak terucap.
12. Untuk sahabat-sahabatku Alma, Lina, Ray, Sentya, Tiwi yang melengkapi cerita perjalanan persahabatan ini, terimakasih atas dukungan kalian. 13. Untuk Sherly, Andien, Hayu, Yupha, Yani, Avi, Bondan, dan teman-teman
bimbingan lainnya yang selalu berbagi ilmu dan waktunya selama ini. 14. Terima kasih pula kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan
xii
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran demi hasil yang lebih baik. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Yogyakarta, 22 Maret 2011
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR... ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
A. Siswa SMP yang Mengikuti Kelas Akselerasi... .... 9
1. Pengertian Remaja Awal... 9
2. Perkembangan Sosioemosional Remaja Awal... 10
xiv
B. Stres... ... 13
1. Pengertian Stres... 13
2. Gejala Stres... ... 14
3. Sumber Stres... ... 16
4. Faktor-Faktor yang Mengubah Pengalaman Stres... ... 17
5. Riset Terkait Stres... ... 18
C. Dukungan Sosial... ... 20
1. Pengertian Dukungan Sosial... ... 20
2. Jenis Dukungan Sosial... ... 20
3. Indikator Dukungan Sosial... 22
4. Sumber Dukungan Sosial... ... 22
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial... .... 23
D. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Stres... .... 24
E. Hipotesis... ... 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 29
A. Jenis Penelitian... ... 29
B. Identifikasi Variabel Penelitian... ... 29
C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian... ... 29
D. Subjek Penelitian... ... 30
E. Sampling... ... 31
F. Metode dan Alat Pengambilan Data... ... 31
G. Try out Terpakai... ... 35
H. Kredibilitas Alat Ukur... ... 36
1. Estimasi Validitas... 36
xv
3. Seleksi Item... ... 36
I. Teknik Analisis Data... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .... 38
A. Persiapan Penelitian... 38
B. Pelaksanaan Penelitian... 39
C. Data Demografi Subjek Penelitian... ... 40
D. Hasil Penelitian... 41
E. Hasil Teknik Analisis Data... ... 44
1. Uji Asumsi... ... 44
a. Uji Normalitas... ... 44
b. Uji Linearitas... 45
2. Uji Hipotesis... 46
3. Deskripsi Data Penelitian... . 46
4. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Stres... .. 48
5. Sumbangan Jenis Dukungan Sosial Terhadap Stres... .. 49
F. Pembahasan... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53
A. Kesimpulan... 53
B. Saran... ... 53
DAFTAR PUSTAKA... ... 54
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Blue Print Skala Dukungan Sosial... 32
3.2 Spesifikasi Item-item Skala Dukungan Sosial... ... 33
3.3 Skor Jawaban Pernyataan Skala Dukungan Sosial ... 33
3.4 Spesifikasi Item-item Skala Stres ... 34
3.5 Skor Jawaban Pernyataan Skala Stres... 34
4.1 Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Sekolah... .... 40
4.2 Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas... 41
4.3 Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... . 41
4.4 Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 41
4.5 Blue Print Akhir Skala Dukungan Sosial... 42
4.6 Spesifikasi Akhir Item-item Skala Dukungan Sosial... 43
4.7 Spesifikasi Akhir Item-item Skala Stres... .... 44
4.8 Hasil Uji Normalitas ... 45
4.9 Hasil Uji Linearitas ... 46
4.10 Data Teoritis dan Data Empiris... 47
4.11 Hubungan Antara Jenis Dukungan Sosial dan Stres... ... 48
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki ‘potensi’ untuk mengalami stres. Ada banyak
permasalahan hidup yang dapat menimbulkan stres, mulai dari hal-hal kecil
sampai hal-hal yang berskala besar. Permasalahan sehari-hari atau yang sering
dikenal dengan daily stress, dapat saja memicu seorang individu mengalami stres. Legault (2004) menyebutkan bahwa kata stres memiliki kekuatan menyeramkan
yang dapat menghancurkan hidup seseorang. Hanya saja penilaian individu
terhadap stres berbeda-beda, tergantung pada hasil pengalaman dan persepsinya
terhadap situasi yang menjadi penyebab stres itu sendiri. Seringkali stres juga
muncul karena adanya persepsi yang tidak akurat dari diskrepansi
(ketidaksesuaian) antara tuntutan lingkungan dan sumber daya aktual yang
dimiliki (Gusniarti, 2002).
Stres dapat terjadi pada siapapun. Stres juga rentan dialami oleh para siswa
menengah pertama yang tergolong sebagai remaja. Hal ini disebabkan karena
siswa tengah memasuki tahapan masa remaja yang merupakan masa peralihan
antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa peralihan ini ditandai dengan
adanya perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk
hubungan baru dalam rangka mengekspresikan perasaan seksual (Santrock, 1995).
Dengan kata lain, di usia ini remaja tengah sibuk dalam membina relasi dengan
dikemukakan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1997) bahwa salah satu tugas
perkembangan yang harus diselesaikan oleh remaja adalah mencapai hubungan
baru yang lebih matang dengan teman sebaya pria maupun wanita. Remaja, lebih
tepatnya remaja awal juga tengah mengalami kebingungan terhadap perubahan
diri dan posisi mereka dalam kelompok sosial (Santrock, 2005). Di sisi lain,
remaja juga memiliki tanggung jawab akademik. Kondisi inilah yang memicu
adanya benturan-benturan dalam diri remaja yang jika tidak terselesaikan dengan
baik dapat menimbulkan stres. Seseorang yang mengalami stres akan terganggu
fungsi kehidupannya sehari-hari Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya
produktivitas (Hawari, 2001).
Stres juga dapat dialami para remaja yang tercatat sebagai siswa
akselerasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (dalam Assaat, 2007) di
salah satu sekolah di Jakarta, menemukan bahwa para siswa berbakat yang
mengikuti program akselerasi cenderung mengalami stres meskipun dalam tingkat
yang sedang. Reni dalam artikelnya di sebuah Majalah Parents Guide Online
(“Kelas Percepatan”, 2010) juga menambahkan bahwa siswa akselerasi cenderung
akan mengalami peningkatan stres pada awal dan akhir program.
Sejak awal, siswa yang berminat mengikuti program akselerasi harus
memenuhi beberapa kualifikasi tertentu yang tergolong lebih sulit dibanding
siswa kelas reguler. Berbeda dengan siswa reguler, siswa akselerasi harus
melewati serangkaian persyaratan administratif mulai dari persyaratan akademis,
psikologis sampai dengan persetujuan anak dan orang tua. Persyaratan tersebut
kesulitan beradaptasi dengan sistem belajar di kelas akselerasi yang lebih cepat.
Persyaratan psikologis juga telah menjadi salah satu prasyarat wajib dalam
menyeleksi calon siswa kelas akselerasi dengan harapan mengetahui kreativitas
dan sejauh mana komitmen siswa terhadap tugas. Hanya saja pada kenyataannya,
segala persyaratan yang ada kurang mendapat penanganan lebih dalam hal
pemeliharaan psikologis siswa. Sekalipun siswa telah berhasil melewati
serangkaian persyaratan, tidak berarti siswa akan berada dalam kondisi yang sama
selama siswa menempuh pendidikan di kelas akselerasi.
Departemen Pendidikan Nasional (2002) menjelaskan definisi program
akselerasi sebagai salah satu program layanan pendidikan yang diberikan bagi
siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan. Dengan
kecerdasan siswa yang tergolong di atas rata-rata atau bahkan superior, siswa
akselerasi dianggap mampu untuk menanggung tanggung jawab akademis yang
lebih dibanding siswa lain. Mereka dituntut untuk selalu menunjukkan hasil
belajar yang optimal dalam bidang akademik. Guru bahkan seringkali menuntut
siswa untuk cepat mengerti dan menguasai bahan pelajaran yang diberikan. Belum
lagi adanya penambahan tugas-tugas yang benar-benar menguras otak dan tenaga
siswa. Lebih lanjut, siswa dituntut untuk memenuhi standar nilai yang ditetapkan
oleh pihak sekolah. Jika nilai yang diperoleh di bawah standar nilai yang telah
ditetapkan, mereka tidak bisa meneruskan belajar di kelas akselerasi. Dengan kata
tuntutan yang diterima ini tentu saja dapat memicu munculnya stres pada siswa
yang bersangkutan.
Terlepas dari permasalahan seputar akademis, siswa akselerasi cenderung
mengalami kesulitan dalam berinteraksi baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan sekitar. Dengan adanya dorongan bagi siswa berprestasi secara
akademis, maka hal ini akan mengurangi waktu untuk aktivitas yang sesuai bagi
usianya (Gunarsa, 2004). Lebih lanjut, Gunarsa mengungkapkan bahwa anak yang
sangat berbakat dalam bidang akademis mengalami kesulitan sosial dan emosional
dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak berbakat. Sebagian besar siswa
akselerasi mengalami kesulitan untuk meluangkan waktu di luar jam sekolah
dengan berbagai alasan, seperti capek, banyak tugas dan lain-lain karena mereka
harus mengikuti jadwal dan materi pelajaran yang padat dengan banyaknya
tugas-tugas.
Berbagai permasalahan yang muncul menimbulkan ketakutan dan
ketidaknyamanan dalam diri siswa. Seperti pernyataan salah satu orang tua murid
dalam suatu blog (“Kelas Akselerasi”, 2008), yang menyatakan bahwa dari 21
siswa akselerasi di sekolah tempat anaknya menuntut ilmu, hanya satu siswa yang
berencana untuk kembali melanjutkan pendidikan di kelas akselerasi. Hal ini
disebabkan karena para siswa merasa enggan untuk mengulangi situasi penuh
tekanan selama berada di kelas akselerasi baik dalam bidang akademis maupun
dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Siswa mengaku bosan
dengan pekerjaan rumah yang menumpuk dan kegiatan belajar yang terus
harus mereka terima. Padatnya materi pelajaran yang harus mereka terima tersebut
semakin mengurangi waktu siswa untuk bermain sekaligus bersosialisasi dengan
teman-teman sebaya mereka. Dengan sedikitnya waktu bagi para siswa untuk
membaur dengan teman-teman sebayanya, siswa menjadi cenderung lebih suka
menyendiri. Permasalahan lain yang muncul yakni siswa-siswi akselerasi tidak
mendapat pengakuan sebagai teman satu angkatan oleh teman-teman yang masuk
bersamaan ke sekolah tersebut dengan alasan waktu kelulusan mereka berbeda.
Begitu pula dengan para siswa angkatan atas yang juga menolak mengakuinya
dengan alasan para siswa-siswi akselerasi masih lebih kecil dibanding mereka.
Lebih lanjut, pengakuan muncul dari salah satu wali murid yang
dicantumkan dalam suatu blog (Permanasari, 2010). Beliau merasa kebingungan
karena mendapati putrinya menangis ketakutan saat hendak memasuki jenjang
sekolah menengah atas. Hal ini terjadi karena sang putri yang diketahui memiliki
kecerdasan di atas rata-rata menyelesaikan masa pendidikan lebih cepat dibanding
teman-teman sebayanya. Pendidikan di sekolah dasar yang seharusnya ditempuh
selama enam tahun, dihemat menjadi lima tahun. Sekolah menengah pertama
cukup dijalaninya selama dua tahun. Dengan penghematan waktu yang dilalui, ia
berhasil lulus sekolah menengah pertama pada usia dua belas tahun. Ia mengaku
merasa tertekan karena kelak harus belajar bersama siswa-siswi yang berusia jauh
di atas dirinya.
Oleh karena itu, siswa akselerasi membutuhkan lingkungan yang mampu
menurunkan ketidaknyamanan dalam proses belajar sehingga mereka mampu
mereka dihadapkan pada lingkungan sekitar yang tampak kurang mendukung dan
kurang bersahabat maka akan sulit bagi para siswa untuk belajar dan beradaptasi
dalam menangani perasaan-perasaan yang muncul akibat dari problematika sosial
maupun akademis. Singkatnya, siswa sebagai remaja diharuskan untuk
memusatkan diri pada kegiatan belajar sekaligus menjalankan tugas
perkembangannya dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Terlepas dari permasalahan tersebut, stres dapat terjadi karena banyak
faktor. Smet (1994) menyebutkan beberapa faktor di antaranya yakni variabel
dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, variabel sosio-kognitif,
dukungan sosial, dan strategi coping.
Salah satu faktor yang mempengaruhi stres adalah dukungan sosial.
Dukungan sosial merupakan sebuah cara untuk menunjukkan perasaan positif
berupa kasih sayang, kepedulian dan penghargaan yang diperoleh seseorang.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi
atau nasehat verbal atau non verbal, saran, bantuan nyata, atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan individu di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Adanya
dukungan sosial juga berperan penting dalam perkembangan dan penyesuaian diri
untuk keberhasilan siswa selama duduk di bangku sekolah.
Dukungan sosial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya
dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental. Dukungan yang
dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki pikiran yang lebih positif terhadap
berbagai situasi sulit bila dibandingkan dengan individu yang memiliki dukungan
sosial yang rendah. Sesuai konteksnya, siswa tidak akan merasa khawatir ketika
menghadapi suatu masalah karena merasa memiliki orang-orang yang bersedia
membantunya setiap saat. Dengan demikian, siswa dapat mengikuti pelajaran
dengan baik tanpa merasa tertekan dan stres. Dengan keyakinan itu pula siswa
dapat memusatkan diri pada kegiatan belajar sekaligus dapat menjalankan tugas
perkembangannya dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti apakah
ada hubungan antara dukungan sosial dan stres pada siswa SMP yang mengikuti
kelas akselerasi di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara dukungan sosial dan stres pada siswa SMP yang mengikuti kelas
akselerasi di Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara dukungan sosial dan stres pada siswa SMP yang mengikuti kelas
akselerasi di Yogyakarta. Lebih lanjut, penelitian ini juga bertujuan untuk
melihat dukungan mana yang memberikan sumbangan terbesar pada stres
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini antara lain :
1. Secara Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai kepada masyarakat pada umumnya serta menambah khasanah
ilmu psikologi khususnya masukan bagi ilmu psikologi sosial serta
psikologi pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi, khususnya
penelitian yang berhubungan dengan dukungan sosial dan stres.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa SMP yang
mengambil program akselerasi, yang merasa mengalami stres untuk
mengatasi dampak yang ditimbulkan dengan mencari dukungan
orang-orang di sekitarnya.
c. Bagi Orang tua dan Guru
Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru maupun orang tua
dalam menangani anak-anaknya dengan memberikan dukungan untuk
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Siswa SMP yang Mengikuti Kelas Akselerasi
Siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) tergolong ke dalam
kategori remaja awal.
1. Pengertian Remaja Awal
Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Santrock (2003)
mendefinisikan remaja sebagai periode perkembangan transisi dari masa
anak-anak hingga masa awal dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan emosional.
Menurut Hurlock (1997), istilah adolescence memiliki arti yang luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Lebih
lanjut, ia menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak matang secara
seksual dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Menurut Monks, Knoer, & Haditono (1999), remaja adalah individu
yang berusia 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari
masa anak-anak ke dewasa dengan pembagian 12–15 tahun masa remaja
awal, 15–18 tahun masa remaja madya, dan 18–21 tahun masa remaja
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa remaja awal adalah individu yang berusia 12-15 tahun
yang sedang mengalami masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa.
2. Perkembangan Sosioemosional Remaja Awal
Pada masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa ini,
remaja mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang-orang dalam berbagai
konteks sosial yang meliputi keluarga dan teman-teman sebaya, pacar, dan
sekolah (Santrock, 2002). Pencarian identitas juga menjadi salah satu hal
yang cukup menempati area sentral dalam perkembangan mereka.
Permasalahan yang biasa terjadi pada remaja dalam keluarga yakni
terkait masalah otonomi dan attachment antara remaja dengan orang tua. Hal ini disebabkan karena remaja tengah berusaha untuk dapat mengetahui
sejauh mana otonomi dirinya. Monks dkk (2006) menambahkan bahwa
pada masa ini, remaja secara umum mengalami dua macam gerak dalam
perkembangan sosialnya yakni gerakan memisahkan diri dari orang tua
dan gerakan menuju ke arah teman-teman sebayanya. Lebih lanjut Monks
menjelaskan bahwa gerakan tersebut merupakan suatu reaksi terhadap
status interim anak muda. Hal ini memunculkan diskrepansi yang besar
antara “kedewasaan” jasmani dengan ikatan sosial dengan orang tua pada
remaja.
Pada masa remaja awal, kelompok teman sebaya dan hubungan
Papalia (dalam Alanda dkk, 2007) juga menjelaskan bahwa intensitas dan
pentingnya persahabatan, seperti menghabiskan waktu bersama
teman-teman merupakan kemungkinan yang paling besar terjadi dalam masa
remaja dibandingkan pada masa-masa kehidupan lainnya. Persahabatan
yang erat membantu siswa SMP menghadapi tekanan-tekanan yang
dihadapi pada masa remaja.
Rosenblum & Lewis (dalam Santrock, 2005) menjelaskan secara
lebih spesifik bahwa masa remaja awal merupakan masa ketika emosi
remaja naik turun secara lebih sering. Remaja menjadi sering merajuk,
tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya secara tepat, atau
memproyeksikan perasaan tidak senang kepada orang lain. Perubahan emosi
adalah pengalaman yang normal dialami oleh setiap siswa SMP dan bertambah
ketika siswa merasa bingung terhadap perubahan diri mereka dan posisi mereka
dalam kelompok sosial (Santrock, 2005). Santrock juga menyatakan bahwa
perubahan emosi yang ekstrim pada masa remaja awal kemungkinan disebabkan
oleh aktivitas hormonal, tetapi beberapa peneliti lain menyatakan bahwa
pengaruh hormonal relatif lebih kecil dan menyatakan bahwa gejolak emosi yang
terjadi pada remaja lebih karena disebabkan oleh adanya faktor stres lain yakni
seperti stres, pola makan, aktivitas seksual, dan hubungan sosial (Santrock,
2005).
3. Siswa Akselerasi
Akselerasi merupakan salah satu program pendidikan yang ditujukan
siswa-siswi lain. Colangelo (dalam Hawadi, 2004) menyebutkan bahwa
istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model pelayanan, pengertian akselerasi menunjuk pada masuk taman
kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas dan
mengikuti pelajaran tertentu pada kelas yang lebih tinggi.
Siswa yang tertarik mengikuti program akselerasi harus memenuhi
beberapa kualifikasi tertentu yang tergolong lebih sulit dibanding siswa
reguler seperti persyaratan akademis, psikologis, informasi data subjektif,
kesehatan fisik, dan kesediaan calon siswa dan persetujuan orang tua. Pada
persyaratan akademis, persyaratan diambil dari yang diperoleh dari skor
rata-rata nilai Rapor, Nilai Ujian Nasional, serta Tes Kemampuan
Akademis dengan nilai sekurang-kurangnya 8,00. Pada persyaratan
Psikologis, hasil diperoleh dari pemeriksaan psikologis meliputi tes
kemampuan intelektual umum, tes kreativitas, dan keterikatan pada tugas.
Pada persyaratan informasi data subyektif, nominasi diperoleh dari diri
sendiri (self nomination), teman sebaya (peer nomination), orangtua
(parent nomination), dan guru (teacher nomination) sebagai hasil dari
pengamatan dari sejumlah ciri-ciri keberbakatan. Pada kesehatan fisik
siswa ditunjukkan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan
persyaratan yang terakhir yakni ialah adanya kesediaan calon siswa dan
Dari prasyarat yang ada, siswa akselerasi juga harus memenuhi
standar nilai yang ditetapkan oleh pihak sekolah selama mereka duduk di
kelas akselerasi agar mereka bisa berhasil menyelesaikan pendidikan
hingga tamat. Jika nilai yang diperoleh dibawah standar nilai yang telah
ditetapkan, mereka tidak bisa meneruskan belajar di kelas akselerasi.
Dengan kata lain, siswa tersebut dikembalikan ke kelas reguler.
Terlepas dari persyaratan administratif tersebut, siswa akselerasi
memiliki beberapa karakteristik menonjol yang menyertai sebagian besar
siswa. Beberapa karakteristik tersebut di antaranya yakni memiliki
dorongan berprestasi yang tinggi, perfeksionis, individualis serta memiliki
kemampuan verbal yang tinggi (“Karakteristik”, 2010). Karakteristik yang
mereka miliki ini menyebabkan anak-anak mengalami loncatan
perkembangan, tidak sinkronnya perkembangan kognitif, emosional, dan
fisik, cara berpikir yang berbeda dengan anak-anak lainnya, cara
merasakan dunia yang berbeda (“Taklukan Anak”, 2004)
B. Stres
1. Pengertian Stres
Stres adalah sebuah kata sederhana yang tidak asing lagi diucapkan
sehari-hari oleh setiap orang. Stres dialami oleh setiap individu tanpa
memandang usia dan status sosial. Stres merupakan suatu keadaan
tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chaplin, 1997). Dalam
individu terhadap keadaan atau kejadian yang mengancam dan
mengganggu kemampuannya untuk menangani.
Sarafino (1990) juga menyatakan bahwa stres adalah kondisi yang
disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan,
menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi
yang bersumber pada sistem biologis, psikologis, dan sosial dari
seseorang. Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi
kemampuan individu untuk memenuhinya. Seseorang yang tidak bisa
memenuhi tuntutan kebutuhan, akan merasakan suatu kondisi ketegangan
dalam diri. Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada
penyelesaian, akan berkembang menjadi stres.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi individu yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan,
menyebabkan adanya suatu tekanan dan mempengaruhi aspek fisik,
kognitif, emosi, dan perilaku.
2. Gejala Stres
Menurut Sarafino (1990) gejala stres dapat dibagi menjadi 2 aspek,
yaitu:
a. Aspek biologis berupa segala reaksi fisik terhadap stres. Gejala fisik
yang dialami individu antara lain dapat berupa peningkatan detak
jantung maupun nafas, sakit kepala, gangguan pencernaan, gangguan
b. Aspek psikososial berupa segala reaksi psikis terhadap stres. Gejala
psikis tersebut dikelompokkan menjadi 3 gejala, yakni:
i. Gejala Kognisi
Tingkat stres yang tinggi dapat mengganggu ingatan dan perhatian
individu selama melakukan aktivitas kognitif. Bentuk dari gejala
kognisi di antaranya yakni adanya gangguan daya ingat, perhatian,
dan konsentrasi.
ii. Gejala Emosi
Emosi cenderung menyertai stres dan individu sering
menggunakan keadaan emosi mereka untuk mengevaluasi stres.
Proses penilaian individu terhadap stimuli yang diamati dapat
mempengaruhi pengalaman stres dan emosinya. Hal ini tentu saja
mengakibatkan adanya ketidakstabilan emosi dalam diri individu.
Indidu yang mengalami stres akan menunjukkan gejala seperti
mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu,
merasa sedih dan depresi.
iii. Gejala Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain.
Dalam beberapa situasi stres, seseorang dapat menjadi kurang
sosialisasi maupun kurang perhatian serta menjadi lebih tidak
bersahabat maupun kurang sensitif terhadap orang lain. Kondisi stres
cenderung negatif sehingga dapat menimbulkan masalah dalam
hubungan interpersonal.
3. Sumber stres
Sumber stres pada remaja menurut Needlman (2004) dibagi menjadi
5, yaitu:
a. Faktor biologi
Adanya perubahan pada tubuh remaja membuat remaja cenderung
menganggap bahwa setiap orang selalu memperhatikan mereka. Jerawat
maupun hal-hal yang terkait dengan tubuh dapat menjadi sumber stres.
Pada waktu yang sama remaja berkutat dalam kesibukan-kesibukan
seputar sekolah, tugas-tugas sekaligus sosialisasi. Hal tersebut berbanding
terbalik dengan meningkatnya kebutuhan biologis remaja untuk
beristirahat (tidur). Hasilnya menunjukkan bahwa kurangnya waktu
istirahat pada remaja juga merupakan salah satu sumber stres.
b. Faktor keluarga
Sebagian besar sumber stres pada remaja disebabkan oleh hubungan
mereka dengan orang tua. Hal ini disebabkan karena setiap remaja harus
berusaha untuk melewati perjuangan dalam waktu yang tidak sedikit untuk
kebutuhan akan memiliki dan diperhatikan sekaligus kebutuhan akan
c. Faktor sekolah
Tekanan akademik akan meningkat selama masa sekolah dan
sekalipun orang tua mengetahui bahwa dibutuhkan perjuangan untuk dapat
menghindari kegagalan. Hal ini bisa saja terjadi pada para siswa yang
dianggap mampu secara akademis, yang merasakan tekanan terbesar.
d. Faktor teman sebaya
Stres yang disebabkan oleh teman sebaya cenderung meningkat
selama masa sekolah menengah pertama. Remaja yang kurang diterima
pada masa ini mengalami konsekuensi seperti isolasi, harga diri rendah,
dan stres. Harga akan sebuah pengakuan dari lingkungan teman-teman
sebaya membuat remaja terlibat dengan rokok, alcohol, dan obat-obatan
terlarang. Untuk beberapa remaja, zat-zat tersebut mereka anggap berguna
untuk membantu meringankan stres.
e. Faktor lingkungan sosial
Remaja pada umumnya belum memiliki lingkungan sosial yang luas.
Pada waktu yang sama, banyak remaja mengetahui bahwa mereka
mewarisi segala permasalahan yang lebih luas seperti perang, polusi,
pemanasan global, serta ketidakjelasan ekonomi yang menjadi sumber
stres.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres
Smet (1994) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat mengubah
a. Variabel dalam kondisi individu meliputi umur, tahap kehidupan, jenis
kelamin, temperamen, faktor-faktor genetik, inteligensi, pendidikan,
suku, kebudayaan, status ekonomi, kondisi fisik
b. Karakteristik kepribadian meliputi introvert-ekstravert, stabilitas emosi
secara umum, tipe A, kepribadian hardiness, locus of control,
kekebalan, ketahanan
c. Variabel sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan
sosial, kontrol pribadi yang dirasakan
d. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima,
integrasi dalam jaringan sosial
e. Strategi coping
5. Riset Terkait Stres
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (dalam
Assaat, 2007) di salah satu sekolah di Jakarta, ditemukan bahwa para
siswa berbakat yang mengikuti program akselerasi cenderung mengalami
stres meskipun dalam tingkat yang sedang. Selain itu, ada pula penelitian
yang menunjukkan bahwa reaksi stres muncul pada anak usia sekolah
karena adanya tuntutan-tuntutan yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan yang padat dan membutuhkan banyak waktu. Iswinarti dan
Haditono (1999) menyatakan bahwa korelasi negatif antara tingkat stres
dan prestasi akademik disebabkan karena kemungkinan pada tahap
dewasa sehingga stres yang dialami dapat menyebabkan prestasi belajar
menurun.
Dalam penelitiannya, Assaat (2007) menyatakan bahwa persepsi
siswa terhadap program akselerasi dengan stres di bidang akademis
memiliki korelasi negatif. Korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin
baik persepsi siswa terhadap pelaksanaan program akselerasi, semakin
rendah stresnya di bidang akademis. Sebaliknya jika semakin buruk
persepsi siswa terhadap pelaksanaan program akselerasi, semakin tinggi
stres di bidang akademis yang dialaminya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggoro (2010) menyatakan
bahwa ada hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan tingkat
stres pada siswa kelas akselerasi. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi SMU akselerasi. Dari penelitian tersebut diperoleh korelasi negatif
sebesar 0,368. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswi akselerasi ternyata
mengalami stres. Situasi stres terjadi karena adanya ketidakmampuan
untuk memenuhi harapan guru maupun orang tua, tekanan persaingan di
sekolah, kebutuhan untuk diterima yang berlebihan serta ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri pada lingkungan baru (Royanto dalam Anggoro,
2010). Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa siswa dengan dukungan
sosial yang tinggi akan mempunyai pikiran lebih positif terhadap situasi
penuh tekanan dibandingkan dengan siswa yang memiliki tingkat
C. Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Smet, 1994)
sebagai informasi atau nasehat verbal atau non verbal, saran, bantuan
nyata, atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan individu di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa
kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Lebih lanjut lagi Sarason (1983) mengatakan bahwa dukungan sosial
dijelaskan sebagai eksistensi atau ketersediaan orang lain yang dapat
diandalkan, yang peduli, bernilai dan mencintai seorang individu. Senada
dengan Sarason, Johnson dan Johnson (1991) menyatakan dukungan sosial
sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk dimintai
bantuan, dorongan, dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.
Berdasarkan uraian di atas maka dukungan sosial didefinisikan
sebagai persepsi individu terhadap suatu bentuk hubungan antara individu
tersebut dengan lingkungan sekitarnya yang dapat mempengaruhi kondisi
individu secara umum.
2. Jenis Dukungan Sosial
Untuk menjelaskan konsep dukungan sosial, sebagian besar penelitian
sepakat untuk membedakan jenis-jenis dukungan yang berlainan. Taylor
a. Dukungan emosional
Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan (umpan balik, penegasan).
Dukungan ini menyediakan rasa nyaman, ketentraman hati, perasaan
memiliki, dan perasaan dicintai di saat mengalami stres.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif
untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan
orang-orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu
atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). Jenis
dukungan ini membantu individu dalam membangun penghargaan
terhadap diri, kompeten, dan merasa dihargai.
c. Dukungan Instrumental
Dukungan ini mencakup bantuan langsung seperti kalau orang
memberikan pinjaman uang kepada orang atau membantu dengan
meringankan tugas-tugas di saat seseorang mengalami stres.
d. Dukungan Informatif
Dukungan ini mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
3. Indikator Dukungan Sosial
Dukungan sosial diklasifikasi dengan indicator-indikator sebagai
berikut :
a. Emosional : Dukungan berupa perhatian, kepedulian, rasa cinta, empati,
motivasi.
b. Penghargaan : Dukungan berupa penghargaan positif kepada individu
yang bersangkutan, mendengarkan pendapat, saran, keyakinan yang
diungkapkan individu.
c. Instrumental : Dukungan berupa bantuan materi/uang, barang-barang,
waktu, maupun kehadiran.
d. Informatif : Dukungan berupa pemberian nasehat, petunjuk, alternatif,
saran, yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.
4. Sumber Dukungan Sosial
Sumber dukungan sosial yang berarti bagi seseorang belum tentu
berarti bagi orang lain. Peran pemberi maupun penerima dukungan akan
sangat berarti dalam menentukan efektivitas pengaruh dukungan sosial.
Johnson dan Johnson (1991) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat
berasal dari orang-orang penting yang dekat (significant others) bagi individu yang membutuhkan bantuan.
Kumolohadi (2001) menyebutkan bahwa sejumlah orang yang
pernyatan tersebut, Gore (Suparmi, dkk, 2009) menyatakan dukungan
sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat, yaitu keluarga atau
sahabat.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber
dukungan berasal dari orang-orang yang memiliki kedekatan relasi di
antaranya orang tua, saudara/kerabat, teman akrab, maupun sahabat.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Reis (dalam “Apa itu”, 2009) mengungkapkan ada tiga faktor yang
mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu, yakni:
a. Keintiman
Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada
aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka
dukungan yang diperoleh akan semakin besar.
b. Harga Diri
Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain
merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima
bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak
mampu lagi dalam berusaha.
c. Keterampilan Sosial
Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan
pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang
luas memiliki keterampilan sosial rendah.
D. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Stres
Dukungan sosial merupakan suatu bentuk komunikasi yang bersifat positif
disertai rasa suka, rasa percaya dan respek yang sangat berarti yang diberikan oleh
orang lain bagi kehidupan subjek (Toifur & Prawitasari, 2003). Dukungan sosial
menjadi salah satu aspek kehidupan manusia yang sangat penting, mengingat
manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan satu sama lain.
Dukungan sosial diklasifikasi oleh House (dalam Sarafino, 1990) ke dalam
empat aspek, yakni dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dan dukungan informasi.
Dukungan emosional merupakan ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan (umpan balik, penegasan). Dukungan
ini dapat ditunjukkan dengan mendengarkan secara hati-hati apa yang dikatakan
individu dan mencoba untuk mengerti apa yang dirasakannya pertama dan yang
paling penting adalah memberi dukungan kepada individu dan menciptakan rasa
aman untuknya (Ikawati & Ikaputra, 2007). Rasa aman muncul dalam diri
individu karena individu merasa terlindungi dengan hadirnya orang lain di sekitar
mereka. Begitu pula ketika individu merasa dicintai, mereka cenderung merasa
diterima oleh orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, individu tidak akan
merasa sendiri karena individu merasa memiliki orang-orang yang mendukung
Cohen dan Wills (dalam Ikawati & Ikaputra, 2007) menemukan bukti bahwa
dukungan yang diberikan oleh orang-orang yang dekat dalam kehidupan individu,
pada saat menghadapi situasi yang menekan sangat berpengaruh pada
meningkatnya fungsi adaptif individu, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis individu. Dengan kata lain, ketika individu merasa
sejahtera secara psikologis maka ia terbebas dari perasaan tertekan (stres).
Dukungan lain yang diberikan yakni, dukungan penghargaan yang
diberikan dalam bentuk umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi atau
penguatan. Secara langsung, hal ini memberi pengaruh langsung pada
pemeliharaan kesehatan individu. Lebih lanjut, individu yang memperoleh
dukungan akan bersikap terbuka. Mereka cenderung akan mudah mengungkapkan
perasaan maupun informasi kepada seseorang yang dekat dengannya sehingga
ketika mereka merasa memiliki masalah, mereka dapat membagi masalah tersebut
dan mendapatkan umpan balik yang diperlukan untuk menghadapi stres dan
tekanan.
Dukungan lain yang juga dapat diberikan yakni dukungan informasi dan
dukungan instrumental. Pada dasarnya kedua dukungan ini berbeda, namun
memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dalam membantu individu dalam
memecahkan masalah. Dukungan instrumental ditujukan kepada seseorang dalam
bentuk bantuan langsung berupa jasa maupun barang-barang, sedangkan
dukungan informasi diberikan dalam bentuk nasehat, petunjuk, maupun informasi
individu menjadi tidak berlarut-larut ketika berhadapan dengan suatu masalah.
Hal ini mengurangi dampak terjadinya situasi yang menekan (stres).
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan
sosial memiliki hubungan dengan stres. Seorang siswa yang merasa dicintai dan
dihargai oleh orang-orang di sekitarnya memiliki kemampuan untuk mereduksi
stres dengan baik. Dalam hal ini, kemampuan tersebut dapat terpenuhi melalui
dukungan sosial yang diberikan oleh orang-orang yang berarti dalam hidup
individu. Sebaliknya, seorang siswa yang merasa tidak memperoleh dukungan
dari orang-orang di sekitarnya, akan kesulitan dalam menghadapi berbagai
tekanan yang akan muncul. Dalam hal ini, siswa tidak merasa terdukung untuk
mengembangkan dirinya. Gambar berikut merupakan bagan yang menunjukkan
Gambar 2.1
Dinamika Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Stres
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Ha: Ada hubungan
negatif antara dukungan sosial dan Stres pada siswa SMP yang mengikuti kelas
akselerasi di Yogyakarta. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah
stres pada siswa SMP kelas akselerasi. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
korelasional kuantitatif yang merupakan tipe penelitian yang berbentuk
hubungan dari dua variabel atau lebih (Azwar, 1999). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kaitan antara dua variabel yaitu dukungan sosial dan
stres pada siswa akselerasi.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel bebas : Dukungan sosial
Variabel tergantung : Stres
C. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian
1. Dukungan Sosial
Dukungan sosial didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap suatu
bentuk hubungan antara individu tersebut dengan lingkungan sekitarnya
yang dapat mempengaruhi kondisi individu secara umum. Dukungan sosial
diungkapkan menggunakan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan
Skor total yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya dukungan
sosial. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi dukungan
sosial. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total rendah yang
diperoleh semakin rendah pula dukungan sosial.
2. Stres
Stres merupakan merupakan suatu kondisi individu yang merupakan
hasil interaksi dengan lingkungan, menyebabkan adanya suatu tekanan dan
mempengaruhi aspek fisik, kognitif, emosi, dan perilaku. Stres diungkapkan
dengan menggunakan skala stres yang disusun berdasarkan gejala stres
menurut Sarafino (1998) yaitu aspek biologis dan aspek psikososial.
Skor total yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya stres.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi stres. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah skor total rendah yang diperoleh semakin
rendah pula stres.
D. Subjek Penelitian
Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah:
a. Remaja awal (12-15 tahun)
b. Terdaftar sebagai siswa SMP yang mengikuti kelas akselerasi
E. Sampling
Sampling penelitian dalam penelitian ini sebagian menggunakan purposive sampling dan sebagian lainnya menggunakan incidental sampling. Pada
purposive sampling, sampel penelitian telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian. Pada incidental sampling, teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Apabila orang yang ditemui tersebut kebetulan cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 2008).
F. Metode dan Alat Pengambilan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan skala model
Likert. Pernyataan yang digunakan dalam skala merupakan skala terstruktur.
Pada skala ini, jawaban sudah disediakan dan subjek hanya memilih satu
jawaban yang sesuai dengan kondisi diri subjek.
Adapun skala yang digunakan dalam masing-masing variabel dalam
variabel ini adalah :
1. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial untuk skala penelitian ini terdiri dari 80 butir
pernyataan yang terdiri dari 40 pernyataan favorable dan 40 pernyataan
unfavorable. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dilihat dari tabel 3.1
berikut.
Penyusunan skala dukungan sosial disusun berdasarkan indikator yang
nampak dalam jenis-jenis dukungan sosial seperti yang dikemukakan oleh
a. Dukungan emosional
b. Dukungan informasi
c. Dukungan instrumental
d. Dukungan penghargaan
Tabel 3.1
Blue Print Skala Dukungan Sosial
No Jenis Indikator Jumlah %
Favorabel Unfavorabel
1 Dukungan Emosional
a. Adanya perhatian b. Kepedulian
a. Pemberian nasehat, petunjuk, alternatif,
a. Bantuan materi/uang b. Barang-barang c. Memberikan waktu d. Kehadiran
10 10 20 25
4 Dukungan Penghargaan
a. Penghargaan positif kepada individu yang bersangkutan
b. Mendengarkan pendapat, saran, keyakinan yang diungkapkan individu
10 10 20 25
Tabel 3.2
Tabel Spesifikasi Item-Item Skala Dukungan Sosial
Jenis No item Jumlah
Favourable Unfavorable
1. Dukungan Emosional a. Adanya perhatian b. Kepedulian
2. Dukungan Informasi Pemberian nasehat, petunjuk, alternatif, saran, yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan
5,11,21,22,31,38, 46,62, 67,74
2,7,14,35,39,44,54,
60,65,76 20
3. Dukungan Instrumental a. Bantuan materi/uang b. Barang-barang c. Memberikan waktu d. Kehadiran
6,15,16,24,32,40, 45,56,69,80
10,17,26,36,49,52,
59,64,72,78 20
4. Dukungan Penghargaan a. Penghargaan positif kepada individu yang bersangkutan
b. Mendengarkan pendapat, saran,
Skor jawaban untuk pernyataan favorable dan unfavourable dapat dilihat
pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Skor Jawaban Pernyataan Skala Dukungan Sosial
2. Skala Stres
Skala stres untuk skala penelitian ini terdiri dari 35 butir pernyataan
yang terdiri dari pernyataan favorable. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat
dilihat dari tabel 3.4 sebagai berikut
Tabel 3.4
Tabel Spesifikasi Item-Item Skala Stres
Gejala Favorable Total Bobot
Gejala Biologis 3,4,8,9,13,14,18,19,23,24,28,29,33,34 14 14 40% 40% Gejala
Emosional 1,6,11,16,21,26,31 7 20%
- Aspek
Skor jawaban untuk pernyataan favorable dapat dilihat pada tabel 3.5
berikut.
Tabel 3.5
Skor Jawaban Pernyataan Skala Stres
Jawaban
G. Try Out Terpakai
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data penelitian terpakai (tryout
terpakai) sehingga penelitian hanya dilakukan satu kali. Hal ini didasarkan
pada alasan berikut:
a. Alasan Teoritis
Hadi (2005) dalam jurnalnya menyatakan bahwa penelitian terpakai
atau uji coba terpakai merupakan uji coba yang hasilnya sekaligus
digunakan sebagai data penelitian yang dianalisis. Penelitian uji coba
terpakai memiliki kelebihan dalam hal lebih singkatnya waktu pelaksanaan.
Model penelitian ini lebih menjanjikan untuk keperluan skripsi ataupun tesis
yang waktu penyelesaiannya sangat terbatas. Hadi mengungkapkan bahwa
gangguan yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan butir yang tidak sahih
serta waktu yang lama untuk menjawab metodologi dapat
dipertanggungjawabkan karena kondisi itu dialami secara merata oleh
semua subjek, asalkan jumlah butir cadangan tambahan mengambil waktu
yang masih proposional.
b. Alasan Praktis
Alasan utama peneliti menggunakan data terpakai karena keterbatasan
jumlah subjek penelitian. Dalam hal ini, dari sekian banyak Sekolah
Menengah Pertama yang ada di Yogyakarta hanya dua sekolah yang
memiliki program akselerasi. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk
H. Kredibilitas Alat Ukur
1. Estimasi Validitas
Validitas alat ukur adalah seberapa jauh kemampuan alat ukur tersebut
dapat mengukur aspek yang ingin diukur (Azwar, 2003). Oleh karena itu
alat ukur dikatakan valid apabila memberikan hasil pengukuran yang sesuai
dengan yang dimaksud dan tujuan diadakannya pengukuran.
Validitas yang digunakan dala penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas ini didasarkan estimasi profesional mengenai alat ukur dengan
tujuan pembuatannya (Azwar, 2003).
2. Estimasi Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran yang
dapat diandalkan atau merupakan indeks keajegan yaitu seberapa jauh alat
ukur tersebut memberikan hasil pengukuran yang ajeg bila dilakukan dua
kali atau lebih pengukuran terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang
sama pada waktu yang berbeda. Teknik reliabilitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah formulasi koefisien Alpha dari Cronbach. Nilai reliabilitas skala akan memuaskan apabila koefisien Alpha mencapai 0,900 (Azwar, 2003).
3. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan dengan cara menguji karateristik
masing-masing item yang menjadi bagian tes setelah uji coba alat ukur. Seleksi item
dilakukan untuk mengoreksi apakah item-item yang telah ditulis dengan
dengan baik untuk mengukur suatu atribut tertentu (Azwar, 1999). Apabila
terdapat item yang tidak memenuhi syarat, maka tidak dapat disertakan
dalam skala penelitian. Salah satu pengukuran kualitas item yang baik
adalah dengan melihat konsistensi antara item dan tes secara keseluruhan
atau sering disebut dengan korelasi item total. Pengujian reliabilitas dan
validitas hanya dapat dilakukan terhadap item-item yang telah teruji dan
terpilih (Azwar, 1999). Azwar menyebutkan bahwa sebagai kriteria
pemilihan berdasarkan koefisien korelasi total, digunakan batasan (rix) ≥ 0,3. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,3 daya
pembedanya dianggap memuaskan.
I. Teknik analisis Data
Analisis data yang dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya hubungan
antar dua variabel. Setelah data terkumpul dianalisis menggunakan uji korelasi
dengan taraf signifikansi sebesar 0,05. Proses analisis data penelitian
38 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Penelitian dilakukan di dua sekolah yang berbeda, di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta dan di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Subjek yang
diambil dalam penelitian ini yaitu siswa-siswi yang duduk di kelas akselerasi.
Pengambilan data dilakukan dengan metode yang berbeda. Sebelum penelitian
melakukan penelitian di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, peneliti meminta
ijin secara langsung kepada Majelis Dikdasmen PDM Kota Yogyakarta dengan
membawa surat ijin penelitian dengan nomor surat 102c/D/KP/Psi/USD/X/2010.
Surat ijin tersebut kemudian ditindaklanjuti dan peneliti memperoleh tembusan
surat pengantar penelitian untuk diberikan kepada Kepala Sekolah SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta dengan nomor surat 641/REK/III.4/2010. Dengan
demikian peneliti mendapatkan ijin resmi dari pihak yang bersangkutan untuk
kepentingan penelitian. Setelah itu pihak kepala sekolah menyerahkan proses
penelitian ini kepada Guru BK sehingga peneliti berhubungan secara langsung
dengan Guru BK tersebut untuk menentukan waktu penelitian. Sementara di SMP
Negeri 5 Yogyakarta, penelitian dilakukan secara informal dengan cara
membagikan skala kepada subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian
secara langsung tanpa mengurus ijin kepada sekolah yang terkait. Oleh karena itu,
siswi kelas akselerasi di SMP Negeri 5 Yogyakarta untuk menentukan waktu
pelaksanaan dengan menanyakannya kepada beberapa pihak terkait.
B. Pelaksanaan Penelitian
Secara keseluruhan, penelitian dilakukan sejak Bulan Desember 2010
sampai dengan Bulan Januari 2011. Penelitian awal dilakukan di SMP Negeri 5
Yogyakarta selama beberapa kali dimulai dari tanggal 9 – 14 Desember 2010.
Sebelum memberikan skala, peneliti memastikan bahwa subjek sudah sesuai
dengan kriteria penelitian serta meminta kesediaan subjek untuk mengisi skala.
Peneliti kemudian memberikan dua buah skala dan sebuah bolpoin sebagai
cinderamata. Sebelum mulai mengerjakan, peneliti meminta subjek untuk
membaca instruksi atau petunjuk pengerjaan. Setelah memahami instruksi, subjek
dipersilahkan untuk mulai mengisi skala.
Selanjutnya, penelitian dilakukan pada tanggal 11 Januari 2011 di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti secara
langsung yaitu dengan menyebarkan kedua skala tersebut pada siswa-siswi kelas
akselerasi di kelas. Agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas,
maka peneliti melakukan penelitian pada waktu pelajaran Bimbingan Konseling.
Dari satu kelas, ada 28 eksemplar yang dapat dibagikan dan terkumpul. Semua
skala dapat dianalisis karena semua item diisi atau tidak ada jawaban yang
kosong. Hal ini karena peneliti langsung mengoreksi jawaban subjek sehingga
apabila ada jawaban yang kosong, peneliti dapat meminta subjek untuk
buku yang terdiri dari dua skala yaitu skala dukungan sosial dan skala stres.
Peneliti membuat buku skala sebanyak 30 eksemplar dan mempersiapkan 20
bolpoin sebagai cinderamata. Setelah itu, peneliti merencanakan waktu penelitian
yang disesuaikan dengan waktu pelajaran Bimbingan Konseling. Ketika
melakukan penelitian, peneliti sebelumnya memperkenalkan diri dan maksud
kedatangan terlebih dahulu. Setelah itu peneliti membagikan skala dan satu buah
bolpoin untuk masing-masing anak. Setelah setiap anak mendapatkannya, peneliti
membacakan instruksi atau petunjuk pengerjaannya. Peneliti juga mengingatkan
subjek untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada. Setelah subjek merasa jelas
dan tidak ada pertanyaan, peneliti mempersilahkan subjek untuk mulai
mengerjakan.
C. Data Demografi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putra dan putri yang memiliki
rentang usia 12-14 tahun. Berikut ini merupakan tabel data demografi subjek
berdasarkan pembagian sekolah, kelas, usia, dan jenis kelamin berikut ini.
Tabel 4.1
Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Sekolah
Kategori Keterangan Jumlah Prosentase
Sekolah SMP
Muhammadiyah 2
14 46,67 %
SMP Negeri 5 16 53,33 %
Tabel 4.2
Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas
Kategori Keterangan Jumlah Prosentase
Kelas a. VII 12 40 %
b. VIII 4 13,33%
c. IX 14 46,67%
Total 30 100%
Tabel 4.3
Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Kategori Keterangan Jumlah Prosentase
Usia a. 12 tahun 12 40 %
b. 13 tahun 13 43,33%
c. 14 tahun 5 16,67%
Total 30 100%
Tabel 4.4
Data Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Kategori Keterangan Jumlah Prosentase
Jenis Kelamin a. Laki-laki 17 56,67%
b. Perempuan 13 43,33%
Total 30 100%
D. Hasil Penelitian
a. Uji Reliabilitas Dukungan Sosial
Pengujian kesahihan butir dilakukan peneliti dengan menggunakan
program SPSS versi 16. Terdapat 6 item yang gugur dari 80 item yang ada, yaitu
3 item dari aspek dukungan instrumental, 2 item dari aspek dukungan
penghargaan, dan 1 item dari aspek dukungan informasi. Jadi keseluruhan jumlah
Tabel 4.5
Blue Print Akhir Skala Dukungan Sosial
No Jenis Indikator %
Favorabel Unfavorabel
1 Dukungan Emosional
a. Adanya perhatian b. Kepedulian
a. Pemberian nasehat, petunjuk, alternatif, saran, yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan
9 10 25,68
3 Dukungan Instrumental
a. Bantuan materi/uang b. Barang-barang c. Memberikan waktu d. Kehadiran
8 9 22,97
4 Dukungan Penghargaan
a. Penghargaan positif kepada individu yang bersangkutan
b. Mendengarkan pendapat, saran, keyakinan yang diungkapkan individu
8 10 24,32
Tabel 4.6
Tabel Spesifikasi Akhir Item-Item Skala Dukungan Sosial
Jenis No item Jumlah
Favourable Unfavorable
1. Dukungan Emosional a. Adanya perhatian b. Kepedulian
2. Dukungan Informasi Pemberian nasehat, petunjuk, alternatif, saran, yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan
11,21,22,31,38,46, 62,67,74
2,7,14,35,39,44,54,
60,65,76 19
3. Dukungan Instrumental a. Bantuan materi/uang b. Barang-barang c. Memberikan waktu d. Kehadiran
6,16,32,40,45,56, 69,80
10,26,36,49,52,59,
64,72,78 17
4. Dukungan Penghargaan a. Penghargaan positif kepada individu yang bersangkutan
b. Mendengarkan pendapat, saran,
b. Reliabilitas skala dukungan sosial yang diolah menggunakan SPSS dengan
menggunakan teknik alpha pada 80 item sebesar 0,962. Kemudian setelah
dilakukan pengguguran menjadi 74 item diperoleh alpha sebesar 0,937.
c. Uji Reliabilitas Item Stres
Pengujian kesahihan butir dilakukan peneliti dengan menggunakan
program SPSS versi 16. Terdapat 4 item yang gugur dari 35 item yang ada, yaitu
aspek biologis. Jadi keseluruhan jumlah item berjumlah 31. Berikut tabel 4.7 yang
merupakan tabel spesifikasi akhir item stres yang sahih.
Tabel 4.7
Tabel Spesifikasi Akhir Item-Item Skala Stres
Gejala Favorable Total Bobot
Gejala Biologis 3,4,8,9,13,14,19,23,24,28,29,
33,34 13 13 41,94% 41,94% Gejala Psikososial
18 58,06%
- Aspek Kognisi 5,10,15,20,25,30,35 7 22,58% - Aspek
Emosional 1,6,11,16,26 5 16,13%
- Aspek Perilaku
sosial 2,7,12,22,27,32 6 19,35%
Total 31 31 100%
d. Reliabilitas skala stres yang diolah menggunakan SPSS dengan menggunakan
teknik alpha pada 35 item sebesar 0,897. Kemudian setelah dilakukan
pengguguran menjadi 31 item diperoleh alpha sebesar 0,904.
E. Hasil Teknik Analisis Data
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk mengetahui normal tidaknya
penyebaran data dari masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas
menggunakan teknik One Sample Kolmogorov – Smirnov. Kaidah yang digunakan yaitu p > 0,05 maka sebaran tersebut normal, sedangkan jika p <
Hasil dari pengujian yang telah diperoleh dalam analisis
menunjukkan bahwa skor dukungan sosial memiliki sebaran normal dengan
nilai K-S Z = 0,409 dan p = 0,996 (p > 0,05). Pada skor stres, menunjukkan
sebaran normal dengan nilai K-S Z = 0,819 dan p = 0,514 (p > 0,05). Hasil
perhitungan yang lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 4.8 berikut ini,
sedangkan hasil selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas
Variabel Nilai K S-Z P Keterangan
Dukungan sosial 0,409 0,996 p > 0,05 (Normal)
Stres 0,816 0,514 p > 0,05 (Normal)
Dari hasil uji normalitas di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
data yang akan diteliti adalah normal sehingga data tersebut dapat
digunakan untuk penelitian. Data yang dikatakan normal berarti daya yang
diperoleh dapat untuk dilakukan analisis selanjutnya untuk mendapatkan
hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas merupakan pengujian garis regresi antara variabel
bebas dengan variabel tergantung. Uji linieritas berguna untuk melihat
apakah sebuah garis lurus dapat ditarik dari sebaran data variabel-variabel
penelitian. Hubungan antara kedua variabel penelitian dikatakan linier jika p
< 0,05 dan hubungan antara kedua variabel penelitian dikatakan tidak linier
jika p > 0,05.
Analisis data untuk variabel dukungan sosial dan stres menghasilkan
hubungan variabel-variabel tersebut adalah linier. Hasil uji linieritas tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini dan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.
Tabel 4.9 Hasil Uji Linearitas
Variabel F P
Dukungan sosial dan stres 27,208 0,014
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis data, koefisien korelasi antara variabel
dukungan sosial dan stres pada siswa SMP kelas akselerasi sebesar rxy
Hasil koefisien determinan R
= -0,448
dengan nilai p = 0,007 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan
negatif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan stres pada siswa
SMP kelas akselerasi. Hal tersebut berarti semakin tinggi dukungan sosial yang
diperoleh para siswa SMP kelas akselerasi, maka semakin rendah
kecenderungan stres pada siswa SMP kelas akselerasi, dan sebaliknya semakin
rendah dukungan sosial yang diperoleh para siswa SMP kelas akselerasi, maka
semakin tinggi kecenderungan stres pada siswa SMP kelas akselerasi. 2
= 0,2 menunjukkan kontribusi variabel
dukungan sosial terhadap stres pada siswa SMP kelas akselerasi sebesar 20%,
sedangkan sisanya (80%) dipengaruhi oleh variabel lainnya.
3. Deskripsi Data Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan uji tambahan guna mengetahui apakah
yang rendah. Berikut adalah tabel yang berisi tentang data mean teoritis dan
mean empiris skala dukungan sosial dan skala stres.
Tabel 4.10
Data Teoritis dan Data Empiris
Variabel N T SD P Mean
Teoritis Empiris Dukungan sosial
30 30,835 12,339 0,00 185 234,53 Stres 46,907 27,385 0,00 77,5 69,47
Nilai P pada skala dukungan sosial sebesar 0,00. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritis dan empiris
pada skala dukungan sosial. Mean teoritis adalah rata-rata skor pada alat ukur
penelitian. Mean teoritis diperoleh dari angka titik tengah skor alat ukur
penelitian. Mean empiris adalah rata-rata skor dalam penelitian. Skala
dukungan menunjukkan mean empiris 234,53 lebih tinggi dibandingkan mean
teoritis 185. Hal tersebut menunjukkan subjek penelitian pada kenyataannya
memiliki dukungan sosial yang lebih tinggi.
Nilai P pada skala Stres sebesar 0.00. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritis dan empiris pada skala
Stres. Skala Stres menunjukkan mean empiris 69,47 lebih rendah dibandingkan
mean teoritis 77,5 Hal tersebut menunjukkan subjek penelitian pada